14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau seaweeds sangat populer dalam dunia perdagangan, dalam ilmu pengetahuan dikenal sebagai algae. Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu
Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae
(ganggang coklat), Cholorophyceae (ganggang
hijau), dan Cyanophyceae
(ganggang hijau- biru). Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut (DKP, 2011b). Rumput laut dikenal pertama kali di China kira-kira 2700 SM. Pada masa tersebut, rumput laut digunakan untuk obat-obatan dan sayuran. Tahun 65 SM bangsa Romawi menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik, namun dari waktu ke waktu pengetahuan tentang rumput laut semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris menjadikan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas (DKP, 2011c). Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktorfaktor
oseanografi (fisika, kimia, dan dinamika air laut) serta jenis
substratnya. Rumput laut banyak dijumpai pada daerah perairan yang dangkal (intertidal dan sublitorral) dengan kondisi perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin, alluminium, mangan, calsium, nitrogen terlarut, fosfor, sulfur, chlor silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium,
15
dan unsur- unsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, vitamin A, D, dan C. Presentase keberadaan bahan-bahan ini bervariasi, tergantung dari jenisnya. Umumnya rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi
manusia,
sebagai
bahan
obat-obatan (anticoagulant,
antibiotics,
antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam hidup (khususnya dari jenis Ascophyllum dan focus), sebagai stabilizer larutan, dan juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain. Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi karena
penggunaannya
yang sangat luas dalam industri kembang gula,
kosmetik, es krim, media cita rasa, roti, susu, sutera, pengalengan ikan/daging, obat-obatan dan batang besi untuk solder atau las. Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini (DKP, 2011c). Tabel 2.1 Jenis Rumput Laut yang Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi Produk
Jenis Rumput
Agar-agar Acantthopeltia
Karaginan Chondrus
Alginat Ascophyllum
Gracilaria
Euchema
Durvillea
Gelidella
Gigartina
Ecklonia
Gelidium
Hypnea
Turbinaria
Iriclaea Pterrocclaidia
Sumber : Eka (2006)
Phyllophora
Furcelaran Furcellaria
16
Agar-agar digunakan sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pembuat
emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat
gel. Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang memiliki kegunaan hampir sama
dengan
agar-agar,
antara
lain
sebagai
keseimbangan,
bahan pengental, pembentuk gel dan pembuat
pengatur emulsi.
Sedangkan algin, merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Kegunaannya
adalah
sebagai
bahan
pengental, pengatur keseimbangan, peng- emulsi dan pembentuk lapisan tahan terhadap minyak. Perdagangan sebagai
internasional
menggunakan
kode
dagang
tanda pengenal (id) untuk mewakili komoditas dagang tertentu,
dinamakan kode HS (Harmonized system). Berdasarkan kode HS, komoditas rumput laut termasuk dalam kategori HS.12.12.20, seaweeds and other alga, fresh and dried whether or not ground (ganggang laut dan ganggang lainnya) (DKP, 2011a).
2.2
Tinjauan Teoritis
2.2.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasioanl yang didalamnya terdapat kegiata ekspor dan impor suatu negara merupakan salah satu komponen pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto)
17
dari sisi pengeluaran suatu negara. Konsep perdagangan internasional telah berumur ribuan tahun lebih, meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru terasa belakangan. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisis arus barang, jasa, pembayaran – pembayaran suatu negara, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara. Dalam perdagangan internasional setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut, namun perdagangan internasional juga terjadi karena: 1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain 2. Negara – negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi( economics of scale) Dewasa ini, pembahasan mengenai perdagangan internasional dirasa semakin penting karena dunia memasuki era globalisasi dunia yang memiliki pengaruh sebagai berikut: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya oembentukkan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional 3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran
18
domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya dipasar internasional serta halhal yang dapat memengaruhi harga baik langsung maupun tidak langsung. Perdagangan internasional timbul utamanya karena perbedaan-perbedaan yang berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh antara lain, perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi, perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor tersebut dan kurs valuta asing. Mekanisme perdagangan internasional antara dua negara atau lebih dapat terjadi dengan gambaran sebagai berikut : suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misalnya kain) ke negara lain (negara B) apabila harga domestik di negara B adalah PB dan harga domestik di negara A adalah PA. Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dari pada konsumsi domestiknya sehingga dinegara A terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi) dengan demikian negara A mempunyai kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar dari pada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi dinegara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli produk kain dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian
19
terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antara keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama
2.2.2
Ekspor Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan
Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean (wilayah yuridiksi Indonesia). Definisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia. Dalam perkembangannya terdapat beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional) ( Oktaviani dan Tanti, 2009), yaitu: 1. Adam Smith (1729 – 1790)
20
Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, didalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing. 2. David Ricardo David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative adavantage)”. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buahbuahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, dimana Vietnam
memiliki
keunggulan
komparatif.
Menurut
Ricardo,
perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing
21
negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Richardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan didalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor. 3. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang. Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal
22
dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian. Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. Potensi ekspor nasional pada dasarnya searah dengan kemampuan eksportir untuk menyusun export marketing mix yang kompetitif dan mampu menyesuaikan diri dengan waktu, situasi dan kondisi yang dihadapi, termasuk dalam menghadapi tindakan dari pesaing. Potensi ekspor nasional tergantung pada faktor intern dan ekstern. Hal ini dapat dijelaskan sebagai perikut: 1. Faktor intern, meliputi kemampuan untuk memproduksi barang dalam hal jumlah dan variasi atau standar kualitas yang berbeda-beda yang melebihi kebutuhan nasional.
23
2. Faktor ekstern, meliputi permintaan dan daya beli di pasar atau negara tujuan. Hal ini tergantung pada kebijaksanaan politik maupun ekonomi (izin impor, peraturan lalu lintas devisa dan lain-lain) dari pemerintah di negara tujuan serta perundangan di negara eksportir. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang memengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi/penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut : Xt = Qt – Ct + St – 1 ………………………………………………… …….(2.1) Dimana, Xt: jumlah ekspor komoditi pada tahun t, Qt: jumlah produksi domestik pada tahun t, Ct: jumlah konsumsi domestik pada tahun t, dan St – 1: Stok tahun sebelumnya (t-1). Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada tiap tahun semuanya diekspor maka dengan demikian fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut: Xt = Qt – Ct …………………………………………………………………..(2.2) Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi domestik) atau luar negeri (ekspor). Sedangkan yang tersisa akan menjadi persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memengaruhi permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga domestik negara tujuan
24
ekspor, harga impor negara tujuan ekspor, pendapatan negara perkapita penduduk negara tujuan ekspor, dan selera penduduk negara tujuan ekspor. Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor, antara lain: Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba), membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor), memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity), membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”. 2.2.3 Teori Permintaan Permintaan pasar suatu produk adalah volume total yang akan dibeli oleh kelompok pelanggan tertentu di wilayah geografis tertentu pada periode waktu tertentu di lingkungan pemasaran tertentu dengan program pemasaran tertentu (Yustika, 2005). Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan yaitu : (1) jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desire), ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli atas dasar harga komoditi tersebut, harga produk lain, penghasilan, selera dan sebagainya, (2) apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, dan (3) kuatitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu, Faktor - faktor lain yang memengaruhi permintaan yaitu : 1. Pendapatan. Kenaikan pendapatan akan menyebabkan kenaikan permintaan sehingga akan menyebabkan kurva permintaan naik ke kanan atas.
25
2. Selera dan preferensi. Selera adalah detereminan non harga, oleh karena itu biasanya diasumsikan bahwa selera konstan dan mencari sifat-sifat lain yang memengaruhi perilaku. 3. Harga barang-barang yang berkaitan: substitusi dan komplemen. Jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditi akan meningkat, jika harga komoditi komplementer naik maka permintaan komoditi akan turun. 4. Perubahan dugaan tentang harga relatif dimasa depan. Jika semua harga naik 10 persen per tahun, dan bahwa situasi ini diduga akan terus berlangsung, laju inflasi yang telah diantisipasi sepenuhnya tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi posisi kurva permintaan akan suatu komoditas. 5. Penduduk. Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan pendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan. 2.2.4. Harga Ekspor Komoditi Harga ekspor relatif komoditi yang rendah atau lebih murah merupakan harga yang diinginkan oleh setiap negara. Dengan harga yang murah, mampu meningkatkan permintaan komoditi/produk yang diekspor ke negara tujuan. Pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari Hipotesa di atas dapat disimpulkan, bahwa: 1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya
26
apabila harga barang tersebut turun, konsumen akan menambah pembelian terhadap barang tersebut. 2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumsn berkurang, sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang yang akan naik harganya. 2.2.5. Teori Nilai Tukar Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual-beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Abimanyu (2004) mendefenisikan kurs sebagai harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia. Nilai tukar rupiah digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam perdagangan internasional. Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan yang dimaksud adalah: 1. Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai
27
akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah. 2. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal. 2.2.6. GDP Per Kapita GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP yaitu pendekatan pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan
seluruh
pengeluaran aggregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun dan yang berikutnya adalah dengan pendekatan pendapatan yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan aggregat yang diterima selama
28
satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut. Pendekatan penghitungan GDP yang umum digunakan dalam beberapa negara didunia adalah dengan pendekatan pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat terdiri dari empat komponen yaitu konsumsi (C), investasi (I), pembelian/pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor bersih (X-M). 2.2.7. Populasi Pertambahan populasi atau penduduk dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan penduduk dapat menyebabkan terjadinya penambahan tenaga kerja untuk melakukan proses produksi suatu komoditi/produk yang akan diekspor. Sedangkan pada sisi permintaan, pertambahan penduduk akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan akan komoditi/produk yang diekspor. 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai rumput laut dan daya saingnya hingga saat ini masih belum banyak dilakukan. Setelah melakukan studi literatur, terdapat beberapa hasil penelitian yang cukup relevan dengan penelitian daya saing ekspor rumpur laut yang dilakukan peneliti, baik dengan komoditas yang berbeda. Wirawan (2007) meneliti tentang aspek-aspek permintaan rumput laut Indonesia di pasar Jepang. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang dilakukan dengan data empirik, dengan metode analisis regresi.
Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder kuantitatif, yang terdiri dari harga ratarata produk rumput laut Indonesia di Jepang, nilai tukar Yen terhadap Rupiah, Ekspor rumput laut dari negara pesaing, dan pendapatan nasional Jepang. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa perubahan
29
permintaan rumput laut Indonesia oleh Jepang tidak dipengaruhi oleh nilai tukar. Hal ini terjadi karena pemenuhan kebutuhan rumput laut di Jepang sudah terpenuhi untuk spesialialisasi tertentu, jadi penggunaan rumput laut di Jepang yang diimpor dari negara-negara lain memiliki penggunaan kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, impor rumput laut di Jepang tidak saling substitusi. Faktor lain juga yang memengaruhi adalah GDP Jepang, dimana terdapat hubungan positif antara GDP dengan jumlah permintaan rumput laut Indonesia. Risman (2007) mengangkat judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang mempegaruhi ekspor rumput laut Indonesia dan juga mencari strategi untuk
meningkatkan ekspornya. Data yang
digunakan dalam penelitian berupa data sekunder tahun 1986-2005 yang diperoleh dari instansi seperti BPS, DKP, dan instansi terkait lainnya. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi dan
analisis regresi
berganda dengan persamaan tunggal yaitu dari sisi ekspor saja. Hasil dari penelitian Risman menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor ke Hongkong adalah variabel harga ekspor rumput laut. Sedang untuk Jepang, tidak ada satupun faktor yang dianalisis berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Untuk Denmark, ekspor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Alternatif strategi yang dihasilkan dalam penelitian adalah pemerintah melakukan observasi lokasi perairan yang memperluas
cocok area
untuk dijadikan budidaya rumput
budidaya, meningkatkan
kualitas,
laut
kuantitas,
untuk dan
kontinuitas produksi melalui budidaya rumput laut, melakukan kerjasama
30
antara
pembudidaya
dengan
pemerintah,
membuat
situs
jaringan
sumberdaya setiap daerah, kelompok pembudidaya rumput laut kerjasama dengan pengusaha lokal mendirikan
koperasi, pemerintah
memberikan
penyuluhan, pendidikan dan ketrampilan bagi pembudidaya rumput laut, dan pemerintah sering melakukan pengawasan/pemeriksaan
produk untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan termasuk penolakan produk oleh negara importir. Rajagukguk (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional”. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di pasar
internasional, dimana dianalisis menurut negara tujuan ekspor yang diurutkan berdasarkan nilai ekspor terbesar. Dalam penelitian ini juga diketahui faktorfaktor yang diduga memengaruhi perubahan penguasaan pangsa pasar ekspor di negara tujuan serta pengaruhnya terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor. Apabila pangsa pasar lebih besar atau sama dengan 20 persen, maka dapat dikatakan bahwa rumput laut Indonesia memiliki daya saing di negara bersangkutan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan
data-data sekunder yang diperoleh dari badan-badan yang kompeten seperti DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Republik Indonesia, FAO (Food and Agricultural Organization), UN Comtrade (United Nations Commodity of Trade), FED (Federal Reserved), Departemen Perdagangan RI, Badan Pusat Statistik, serta lembaga-lembaga lain yang diperlukan untuk penelitian. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor dilakukan dengan regresi data panel, yakni dengan
31
melakukan metode Pooled OLS, metode Fixed effect, dan metode Random effect. Metode
terbaik
yang
digunakan
berdasarkan
uji
yang
telah
dilakukan adalah metode Fixed effect. Hasil dari penelitian Rajagukguk ternyata tidak semua variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia. Variabel yang dinyatakan berpengaruh nyata secara statistik terhadap pangsa pasar adalah volume ekspor ke negara tujuan (Q), nilai tukar (NT), dan GDP per kapita negara tujuan (GDP). Sedangkan variabel harga ekspor (PX), dan produksi rumput laut nasional (PR) adalah variabel yang tidak berpengaruh nyata secara statistik. Model pangsa pasar yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor rumput laut di negara tujuan ekspor pada tahun-tahun tertentu. Berdasarkan penelitian, Indonesia memiliki daya saing di negara
Hongkong, Filipina,
Spanyol,
pada
dan
Denmark.
Hal
berbeda ditemukan
negara
China
dimana pada negara tersebut Indonesia baru berdaya saing setelah tahun 2004. Sedangkan untuk negara USA, Indonesia baru mempunyai daya saing pada tahun 2006, demikian juga dengan di Korea Selatan baru pada tahun 2005. Sedangkan di negara Jepang, United Kingdom, dan Perancis, Indonesia sama sekali tidak memiliki daya saing. Hal ini terjadi karena beberapa permasalahan seperti mutu dan kualitas produk Indonesia yang masih rendah. Yuliastuti (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Aliran Perdagangan Ekspor Rumput Laut Indonesia periode 1999-2008”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke 10 negara tujuan ekspor. Penelitian
32
ini menggunakan analisis gravity model dan panel data, dengan menganilisis negara Jepang, Hongkong, dan Denmark. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang memengaruhi aliran ekspor rumput laut Indonesia, diantaranya faktor yang paling berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia adalah populasi negara tujuan ekspor. Artinya jika populasi penduduk di negara tujuan ekspor meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh negatif adalah jarak ekonomi, yang berarti semakin jauh jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor maka akan menurunkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke negara tersebut. Sulastry (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China(periode 1993-2010)”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor rumput laut Indonesia serta untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah produksi rumput laut dalam negeri, harga ekspor rumput laut, kurs riil, lag ekspor, dummy revitalisasi, dan dummy krisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China dan Metode Regresi Komponen Utama untuk mengatasi masalah multikolinearitas. Dari hasil analisis kuantitatif OLS diperoleh hasil estimasi bahwa ekspor rumput laut Indonesia ke China memiliki pengaruh signifikan terhadap produksi, harga ekspor, kurs riil, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy revitalisasi.
33
Produksi dalam negeri, harga ekspor, lag ekspor, dummy krisis, dan dummy revitalisasi berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke China, sedangkan kurs riil berpengaruh negatif. Dari penelitian terdahulu di atas penulis membandingkan modelmodel yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dalam persamaan permintaan ekspor komoditi rumut laut. Berdasarkan informasi tersebut
kemudian penulis
menganalisis
permintaan
merumuskan
model
yang
sesuai
untuk
ekspor komoditi rumput laut Indonesia yang
disesuaikan dengan kondisi saat ini. 2.4. Kerangka Pemikiran
Mengacu
pada teori
yang diungkapkan
Lipsey
(1995)
bahwa
harga merupakan variabel penting yang memiliki hubungan negatif dengan permintaan, untuk itu variabel harga dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu variabel independen yang diduga memengaruhi permintaan ekspor komoditi rumput laut. Seperti yang diungkapkan oleh Mankiw (2003) mengenai nilai tukar riil dan nilai tukar nominal, variabel nilai tukar juga dimasukkan kedalam variabel independen dalam model karena pada dasarnya suatu perdagangan antar negara akan melibatkan mata uang yang berbeda. Kemudian mengacu pada teori yang diungkapkan oleh Salvatore (1997) bahwa volume ekspor suatu negara merupakan selisih antara
penawaran
domestik
dan
permintaan domestik, penulis memasukkan variabel volume ekpor rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya sebagai variabel independen yang diduga memengaruhi
permintaan
ekspor.Selain itu penulis memasukkan variabel
GDP per kapita negara importir dan jumlah populasi penduduk negara importir
34
sebagai variabel yang berpengaruh pada permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia. Perkembangan Ekspor Indonesia
Ekspor Subsektor Perikanan
Ekspor Subsektor Lain
Komoditi Perikanan
Komoditi Rumput
Unggul Lain
Laut
Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor rumput laut
Analisis Regresi Data
• • •
• •
Harga ekspor Nilai tukar Populasi Penduduk Negara Importir GDP per kapita negara importir Volume Ekspor tahun sebelumnya
Analisis Deskriptif
Strategi dan kebijakan untuk meningkatkan ekspor komoditi rumput laut Indonesia Peningkatan GDP Indonesia dan Kesejahteraan masyarakat Indonesia Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.5 Hipotesis Penelitian Perdagangan internasional suatu komoditi ekspor banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor yang terdapat dalam negara produsen, negara tujuan ekspor, ataupun harga internasional. Berdasarkan studi literatur, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing ekspor rumput
35
laut Indonesia (dalam penelitian ini dengan pendekatan pangsa pasar) adalah: (1) volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya, (2) harga ekspor rumput laut, (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor rumput laut Indonesia, (4) GDP per kapita negara pengimpor rumput laut Indonesia, dan (5) Populasi penduduk negara importir Faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut kemudian akan dimasukkan sebagai variabel-variabel penjelas dalam model daya saing ekspor rumput laut Indonesia. Hipotesis terhadap variabel-variabel di atas akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Volume ekspor rumput laut Indonesia tahun sebelumnya berpengaruh positif, artinya peningkatan volume ekspor komoditi rumput laut di tahun sebelumnya akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia. 2. Harga ekspor komoditi rumput laut Indonesia berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor rumput laut, artinya kenaikan harga ekspor rumput laut akan menyebabkan penurunan volume ekspor komoditi rumput laut. 3. Nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap dollar Amerika Serikat diduga mempunyai hubungan positif, artinya kenaikan nilai tukar
mata uang negara pengimpor terhadap
dollar
Amerika
(terapresiasi) akan menyebabkan harga produk rumput laut Indonesia relatif lebih murah di pasar internasional dan hal ini membuat daya saing produk
rumput laut
Indonesia
menjadi
akhirnya meningkatkan permintaan ekspornya.
tinggi
dan
pada
36
4. GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia,
artinya
jika
GDP
per
kapita negara tujuan ekspor mengalami peningkatan, maka permintaan ekspor rumput laut Indonesia juga meningkat, begitu sebaliknya. 5. Populasi penduduk negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Apabila jumlah penduduk negara tujuan ekspor meningkat maka permintaan ekspor komoditi rumput laut Indonesia akan meningkat.