BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Industri dan Industrialisasi Berdasarkan etimologi, kata “industri” berasal dari bahasa Inggris “industry” yang berasal dari bahasa Prancis Kuno “industrie” yang berarti “aktivitas atau kerajinan”. Namun kini dengan perkembangan tata bahasa dan ilmu pengetahuan maka industri dapat didefinisikan secara spesifik lagi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Menurut Toto Hadikusumo (1990), industri adalah suatu unit atau atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakkan kegiatan untuk menubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk baru yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang bahagian dari suatu barang (ansembling). Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi. Kuwartojo (dalam Setyawati, 2002), mendefenisikan industri sebagai kegiatan untuk menghasilkan barang-barang secara massal, dengan mutu yang bagus
Universitas Sumatera Utara
untuk kemudian dijual dan diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja tertentu. Ketika suatu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai leading sector maka dapat dikatakan negara tersebut sudah mengalami industrialisasi (Dumairy, 1996). Industrialisasi dapat dilihat melalui sebuah proses transformasi struktural perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat didefinisikan sebagai proses prubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, produk domestik bruto, ekspor dan kesempatan kerja (Chenery, 1986). Dalam pengertian
lain,
kata
industri
sering
disebut
sektor
industri
manufaktur/pengolahan yaitu salah satu lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi (Hastina, 2007). Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
2.2. Klasifikasi Industri Manufaktur Industri manufaktur merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak
Universitas Sumatera Utara
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996) : 1. Industri makanan, minuman dan tembakau. 2. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit. 3. Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga. 4. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan. 5. Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik. 6. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. 7. Industri logam dasar. 8. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. 9. Industri pengolahan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 mengklasifikasikan industri manufaktur kedalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja, dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Klasifikasi Industri Menurut Banyaknya Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerja No. Klasifikasi Industri (Orang) 1. Industri Besar 100 atau lebih 2. Industri Sedang 20 - 99 3. Industri Kecil 5 - 19 4. Industri Rumah Tangga 1-4 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
1. Industri Besar dan Sedang Klasifikasi industri besar dan sedang merupakan industri yang memiliki modal besar dan atau modal yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, sistem administrasi dan manajerial yang tertentu, dan pemimpin perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri keramik, industri konveksi, industri tekstil, indsutri mobil, industri persenjataan, industri besi baja, dan lain-lain. 2. Industri Kecil dan Rumah Tangga Klasifikasi industri kecil dan rumah tangga merupakan industri yang memiliki modal relatif kecil dan terbatas, tenaga kerja biasanya berasal dari anggota keluarga dan lingkungan sekitar, pemilik atau pengelola industri biasanya kepala keluarga. Misalnya: industri anyaman, industri tahu/tempe, industri batu bata, industri genteng, industri makanan ringan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Strategi Industrialisasi Sejarah perekonomian mencatat beragamnya strategi kebijakan yang dianut oleh masing-masing negara. Menurut Kuncoro (2007), ada yang berusaha memacu pembangunan ekonomi dengan ekspansi perdagangan internasional dan sekaligus membuka pintu lebar-lebar terhadap investasi asing, bantuan luar negeri, dan imigrasi. Di lain pihak, negara membangun perekonomiannya dengan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor dan menggunakan perencanaan ekonomi sebagai “perisai” untuk menangkis pengaruh-pengaruh eksternal yang dianggap menganggap mengganggu dan tidak dikehendaki. Istilah outward-looking (melihat keluar) dan inward-looking (melihat kedalam) agaknya merupakan cara tepat untuk melukiskan dua perilaku kebijakan yang berbeda. Kebijakan “melihat keluar” sering diidentikkan dengan perdagangan bebas dan kebijakan promosi ekspor. Sementara itu, kebijakan “melihat kedalam” diartikan kebijakan yang proteksionis dan lebih menekankan pada substitusi impor (Kuncoro, 2007). Substitusi impor adalah industri domestik yang membuat barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi promosi ekspor lebih berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri. a. Stragtegi Substitusi Impor Menurut Dumairy (1996), strategi substitusi impor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang
Universitas Sumatera Utara
pengganti impor. Beberapa pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya alam (seperti bahan baku) dan faktor produksi (terutama tenaga kerja) cukup tersedia didalam negeri sehingga secara teoritis, biaya produksi untuk intensitas penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut yang tinggi menjadi rendah. 2. Potensi permintaan didalam negeri yang memadai. 3. Untuk mendorong perkembangan sektor industri manufaktur didalam negeri. 4. Dengan berkembangnya industri didalam negeri, maka kesempatan kerja diharapkan terbuka luas. 5. Dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor, yang berarti juga mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan devisa.
Pelaksanaan strategi substitusi impor terdiri atas dua tahap yaitu : 1. Industri yang dikembangkan adalah industri yang membuat barang-barang konsumsi, walaupun tidak semuanya durable goods (seperti kendaraan bermotor, kulkas, TV, alat pendingin). Untuk membuat barang-barang tersebut diperlukan barang modal, input perantara, dan bahan baku uang dibanyak negara yang menerapkan strategi ini tidak tersedia sehingga tetap harus diimpor. 2. Industri yang dikembangkan adalah industri hulu (upstream industries).
Universitas Sumatera Utara
b. Strategi Promosi Ekspor Menurut Dumairy (2007), strategi promosi ekspor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor. Sesuai dengan teori klasik mengenai perdagangan internasional, outward-looking strategy ini melibatkan pembangunan sektor industri manufaktur sesuai dengan keunggulan komperatif yang dimiliki negara bersangkutan. Dalam prakteknya, banyak negara yang menerapkan strategi promosi ekspor dengan menghilangkan beberapa rintangan terhadap ekspor. Beberapa syarat penting yang diberikan agar penerapan strategi tersebut membawa hasil yang baik adalah sebagai berikut : 1. Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar, yang sepenuhnya merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik dipasar output maupun pasar input. 2. Tingkat proteksi dari impor harus rendah. 3. Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan. 4. Lebih penting lagi, harus ada insentif untuk meningkatkan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian Hal ini terkait dengan menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menentukan apakah prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masingmasing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting (Tarigan, 2005). Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan/kriteria. Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuhan kegiatan ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Sambodo, 2002). Oleh karena itu sektor unggulan menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi wilayah. Adapun kriteria sektor unggulan menurut Sambodo (2002), yaitu bahwa sektor unggulan memiliki empat kriteria diantaranya: pertama sektor unggulan memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua sektor unggulan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, ketiga sektor unggulan memiliki
Universitas Sumatera Utara
keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan keempat sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Sedangkan menurut Ambardi dan Socia (2002), kriteria mengenai sektor unggulan daerah lebih ditekankan pada komoditas-komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pambangunan suatu daerah, di antaranya: 1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran. 2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya. 3. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya. 4. Komoditas
unggulan
daerah
memiliki
keterkaitan
dengan
daerah
lain
(complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali). 5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state of the art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.
Universitas Sumatera Utara
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), puncak (maturity) hingga penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluan pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain. 10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Salah satu sektor penting dalam pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor industri. Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalan hal akselerasi
pembangunan.
Keunggulan-keunggulan
sektor
Industri
tersebut
diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas yang dihasilkan. Menurut teori ekonomi pembangunan, semakin tinggi kontribusi sektor industri terhadap pembangunan ekonomi negaranya maka negara tersebut semakin maju. Jika
Universitas Sumatera Utara
suatu negara kontribusi sektor industrinya telah diatas 30% maka dapat dikatakan negara tersebut tergolong negara maju (Sukirno, 2001). Indikator dalam perkembangan pembangunan dapat dilihat sejauh mana tahap industrialisasi suatu negara, terutama negara-negara berkembang.
Tahap-tahap
industrialisasi itu dapat digambarkan melalui tabel berikut: Tabel 2.2. Tahap-tahap industrialisasi Sumbangan Value Added (%) Terhadap Tahap-tahap PDB Sektor Komoditi 1. Non-industrialisasi < 10 < 20 2. Menuju proses industrialisasi 10 – 20 20 – 40 3. Semi-industrialisasi 20 – 30 40 – 60 4. Industrialisasi penuh > 30 > 60 Sumber : Widodo, 2001. Indikator Ekonomi.
2.5. Transformasi Struktur Ekonomi dan Industri Perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan struktur institusi perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonominya (Chenery dan Syrquin, 1975). Penelitian yang dilakukan Chenery (1979) tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Banyak
negara
berkembang
yang
juga
mengalami
transisi
ekonomi
industrialisasi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan
Universitas Sumatera Utara
prosesnya berbeda satu dengan yang lain. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan dalam hal-hal berikut (Tambunan, 2001) : 1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri besar seperti mesin, besi, dan baja yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara yang hanya memiliki industri-industri ringan seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman. 2. Besarnya pasar dalam negeri Dalam hal ini, besarnya pasar dalam negeri ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita akan mempengaruhi pola dan proses transisi ekonomi. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang (walaupun tingkat pendapatan perkapita rendah), merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan ekonomi termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung. 3. Ciri industrialisasi Yang dimaksud dengan ciri industrialisasi disini adalah cara pelaksanaan strategi yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri dan insentif yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
4. Keberadaan sumber daya alam (SDA) Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur), dari pada negara yang miskin SDA. 5. Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan Pola industrialisasi di negara yang menerapkan kebijakan substitusi impor dan kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif seperti Indonesia selama orde baru berbeda dengan di negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam mendukung perkembangan industrinya. Pertumbuhan industri di Sumatera Utara diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur perekonomian yang berimbang dan kokoh antara sektor industri dan sektor pertanian, perluasan lapangan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, peningkatan ekspor non migas, pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Transformasi struktural akan berjalan dengan baik hanya jika diikuti pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk, dan penurunan derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa. Jika hal tersebut dipenuhi, maka proses transformasi struktural akan diikuti peningkatan pendapatan dan pemerataan pendapatan yang terjadi secara simultan (Kuncoro, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumbersumber pembangunan (temasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif (Tjokromidjojo, 1979). Menurut Arsyad (1999), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara umum adalah: 1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan. 2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospekprospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. 3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik. 4. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan. 5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi. Perencanaan pembangunan regional juga merupakan suatu identitas ekonomi dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Tjokromidjojo (1979) mengemukakan bahwa pembangunan wilayah erat kaitannya
dengan
perencanaan
pembangunan.
Selanjutnya,
Tjokromidjojo
membedakan suatu perencanaan pembangunan, yaitu dipenuhinya berbagai ciri-ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan. Adapun ciri dan tujuan dari perencanaan pembangunan adalah: 1. Perencanaan pembangunan mencerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social economic growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional, berupa tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif. 2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang positif. 3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya negara-negara baru berkembang struktur ekonominya berat ke sebelah agraris. 4. Perluasan kesempatan kerja. Kecuali usaha menanggulangi adanya pengangguran dan pengangguran tak kentara di negara-negara baru berkembang, juga diupayakan perluasan kesempatan kerja untuk menampung masuknya golongan usia kerja baru dalam kehidupan ekonomi. 5. Usaha pemerataan pembangunan yang seringkali disebut sebagai distributife justice. Pemerataan pembangunan ini ditunjukkan kepada pemerataan pendapatan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pemerataan pendapatan antara daerah-daerah dalam negara.
Universitas Sumatera Utara
6. Adanya usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan. 7. Peningkatan kemampuan membangun perlu dikembangkan bahwa tidak saja harus dihitung dari segi modal, tetapi juga harus dilihat dari segi pengalihan ketrampilan dan transfer teknologi. 8. Terdapatnya usaha secara terus menerus untuk menjaga stabilitas ekonomi. Salah satu usaha dibidang ini adalah dilakukannya perencanaan anti siklus. 9. Ada pula negara-negara yang mencantumkan sebagai tujuan pembangunan halhal yang fundamental/ideal atau bersifat jangka panjang. Misalkan saja perubahan perlembagaan masyarakat, pola pemilihan dan penguasaan faktor-faktor produksi berdasarkan keadilan sosial dan peningkatan kemampuan nasional.
Ciri dan tujuan perencanaan pembangunan di atas sangat terkait dengan peranan Pemerintah sebagai pendorong pembangunan (agent of development). Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihanpilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
2.7. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999), permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001). Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu
Universitas Sumatera Utara
sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik. Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat. Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu (provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Penelitian Terdahulu Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2000), dengan judul
Analisis
Kontribusi Sektor Industri Terhadap Pendapatan Daerah di Kotamadya Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 1993-1998 cukup besar. Begitu pula dengan kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya Medan atas dasar harga konstan tahun 1993. Hal ini menunjukkan sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian di kotamadya Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Azmi (2006), dengan judul Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor Industri Terhadap Kesempatan Kerja di Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sektor industri yang semakin bertambah berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Kota Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Febriaty (2007), dengan judul Pengaruh Sektor Industri Terhadap Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekspor industri dan nilai output industri, serta penyerapan tenaga kerja industri berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan oleh Fachrurrazy (2009), dengan judul penelitian Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian. Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan. Penelitian yang dilakukan oleh Hasani (2010), dengan judul Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003-2008. Hasil penelitian analisis shift share menunjukkan bahwa sektor industri yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah sebesar 40,9%. Terjadi pergeseran struktur perekonomian dari struktur ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri.
2.9. Kerangka Konseptual Perkembangan sektor industri dapat dilihat dari indikator pertumbuhan pendapatan daerah sektor industri. Pertumbuhan sektor industri akan berdampak bagi sektor-sektor ekonomi penunjang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek multipliernya. Sektor industri juga terbukti mampu memberikan kontribusi penting bagi penerimaan (pendapatan) daerah Sumatera Utara. Apabila sektor industri terus mengalami perkembangan yang meningkat, ini menunjukkan bahwa sektor industri memiliki potensi yang besar bagi perekenomian. Sehingga perlu dikaji secara mendalam untuk strategi yang akan dilaksanakan dalam
Universitas Sumatera Utara
pengembangan potensi industri Provinsi Sumatera Utara. Dimana potensi dan pengembangan sektor ini dapat memberikan kontribusi selain pada pendapatan daerah juga pada penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan total produksi, nilai ekspor, dan indikator ekonomi lainnya. Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut : Perekonomian Daerah
Sektor Industri
Perkembangan dan Pertumbuhan
Potensi
Kontribusi
Strategi Pembangunan Sektor Industri
Pembangunan Industri dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Gambar 1 : Kerangka konseptual
Universitas Sumatera Utara