BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kekuatan Otot Dasar Panggul Lansia 2.1.1 Lansia dan Proses Penuaan Penuaan merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu, dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Menurut Pasal 1 UndangUndang No.4 Tahun 1965, seorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Belum ada patokan usia yang pasti untuk menyatakan seseorang menjadi lansia, umumnya berkisar usa 60-65 tahun. Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (Padila, 2013). Departemen Kesehatan RI membagi lansia menjadi tiga kelompok berdasarkan usia, yaitu: 1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) dikatakan sebagai masa vibrilitas, 2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium dan, 3. Kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Menurut badan kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization), penggolongan lansia dibedakan menjadi empat kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) dengan usia antara 60-74 tahun, usia tua (old) usia
10
11
antara 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu lansia usia di atas 90 tahun (Padila, 2013). Penuaan merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu, dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup dan merupakan fase akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi sepanjang hidup manusia dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua bukan suatu penyakit melainkan suatu proses yang terjadi berangsur-angsur menyebabkan perubahan kumulatif, menurunkan daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan luar dan berakhir dengan kematian. (Padila, 2013). Menua juga diartikan sebagai suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, ketahanan terhadap cedera termasuk infeksi. Proses ini berlangsung sejak individu menjadi dewasa dimulai dengan kehilangan jaringan pada otot, saraf dan jaringan lain secara perlahan hingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit. (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Terdapat dua proses penuaan yaitu penuaan primer dan penuaan sekunder. Dikatakan penuaan primer jika penuaan terjadi pada tingkat sel dan tanpa pengaruh dari luar. Sebaliknya jika terdapat stres psikis, sosial serta kondisi lingkungan mempengaruhi proses penuaan maka proses tersebut dikatakan penuaan sekunder (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Berbagai teori dikemukakan mengenai terjadinya penuaan, tetapi sampai saat ini belum ada teori yang secara utuh menjelaskan proses penuaan, semua teori masih dalam proses perkembangan dan mempunyai keterbatasan. Penuaan merupakan sebuah proses
12
yang mengakibatkan berbagai perubahan dimulai dari tingkat sel hingga sistem organ dalam tubuh manusia. Perubahan tingkat sel dan ekstrasel pada lansia menyebabkan perubahan penampilan dan fungsi fisik. Akibat bertambahnya usia, lansia akan mengalami perubahan-perubahan yang secara tidak langsung menuntut lansia untuk beradaptasi terus-menerus dengan perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental dan perubahan psikososial. Perubahan kondisi fisik lansia meliputi perubahan dari tingkat sel hingga semua organ tubuh di antaranya sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, sistem pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen. Perubahan-perubahan yang dipaparkan sebelumnya dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Perubahan fisiologis yang terjadi meliputi perubahan pada tekanan darah, penurunan fungsi pernapasan, perubahan gastrointestinal seperti penurunan saliva, sulit menelan, penurunan motilitas dan konstipasi, perubahan neuromuskular meliputi degenerasi sel saraf sehingga impuls berjalan lambat, penurunan massa otot, densitas tulang, ukuran otot berkurang dan hilangnya kekuatan serta fleksibilitas otot, dan perubahan sistem urogenital yang mengakibatkan peningkatan inkontinensia urgensi dan stres karena penurunan tonus otot perineal (Potter & Perry, 2005). Secara fisiologis, perubahan pada sistem genetourinari lansia meliputi perubahan fungsi ginjal yang semakin kurang efisien dalam memindahkan kotoran dari darah, pada lansia yang berusia 65 tahun akan mengalami penurunan kontrol kantung kemih (urinary incontinence) akibat melemahnya otot pengatur fungsi
13
saluran kencing yang dapat disebabkan oleh beragam masalah kesehatan, seperti obesitas, konstipasi dan batuk kronik (Padila, 2013). Masalah fisik yang sering dikeluhkan oleh lansia adalah lansia sering jatuh, mudah lelah, kekacauan mental yang bersifat akut, nyeri dada, berdebar-debar, sesak napas saat beraktivitas, pembengkakan pada ekstremitas bawah, nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi, sulit tidur, sering pusing, penurunan berat badan, gangguan penglihatan, pendengaran dan sulit menahan buang air kecil (inkontinensia urin) (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012).
2.1.2 Kekuatan Otot Dasar Panggul Manusia biasa berdiri tegak sehingga dasar panggul perlu memiliki kekuatan untuk menahan beban yang berada di atasnya khususnya isi rongga perut dan tekanan intraabdominal. Beban ini ditahan oleh lapisan otot dan fasia yang terdapat pada dasar panggul. Pintu bawah panggul tersusun atas diafragma pelvis, diafragma urogenitale, dan lapisan-lapisan otot yang berada di luarnya (Wiknjosastro, 2007). Otot dasar panggul merupakan otot yang menyebar mulai dari tulang kemaluan (os. pubis) menjalar ke arah belakang menuju tulang ekor (os. coccygeus). Otot ini diinervasi oleh saraf kemaluan. Dalam bidang seksologi otot dasar panggul lebih dikenal dengan otot Pubococcygeus (PC) yang menjaga organ dalam panggul agar tetap pada posisinya (Levina, 2001 dalam Natami, 2012). Otot dasar panggul atau diafragma pelvis merupakan sebuah diafragma otot yang memisahkan cavum pelvis bagian atas dengan ruang perineum di bagian bawah.
14
Bagian pemisah ini dibentuk oleh m. Levator ani, serat m. Coccygeus dan menyerupai sebuah mangkok serta kesemuanya ditutupi oleh fascia parietalis. Pada garis tengah bagian depan mangkok ini terbuka (hiatus genitalis), terdapat urethra, vagina, dan rektum keluar dari pelvis. Diafragma urogenitalis yang menutup arkus pubis dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinea profundus dan muskulus transversus superfisialis. Di dalam aponeurosis tersebut terdapat rhabdosfingter urethrae (Wiknjosastro, 2007; Lubis, 2009).
Gambar 1 Anatomi otot dasar panggul (Pelvic Floor Muscle) (Sumber: www.PromiscuousEating.com) Lapisan paling luar (distal) dari dasar panggul dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus
yang
melingkari
genetalia
eksterna,
muskulus
perinea
transverses superfisialis, muskulus iskhiokavernosus, dan muskulus sfingter ani eksternus. Kesemua otot tersebut dipengaruhi oleh saraf motorik dan dapat dilatih
15
secara aktif.
Otot dasar panggul dibentuk oleh beberapa otot dengan fungsi
sinergis yang terdiri dari: 1. Musculus Levator ani berfungsi menahan rektum dan vagina turun ke bawah yang dibentuk oleh dua otot, yaitu: a. Musculus Pubococcygeus (PC muscle) dengan tiga bagian otot yaitu: m. Pubovaginalis, m. Puborectalis dan m. Puboccygeus propia. b. Musculus Iliococcygeus 2. Musculus Coccygeus (Ischiococcygeus) Otot dasar panggul terutama musculus Levator ani memiliki peranan penting dalam menyangga organ dalam pelvis dan peran yang besar pada fungsi berkemih, defekasi dan seksual (Wiknjosastro, 2007; Lubis, 2009). Secara umum, otot dasar panggul memiliki tiga fungsi utama yaitu: (1) Suportir, (2) Sfingterik, dan (3) Fungsi seksual (Lubis, 2009). Semua otot dalam tubuh memerlukan kekuatan otot dalam beraktifivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kemampuan otot untuk menahan beban baik secara eksternal (eksternal force) maupun internal (internal force). Kekuatan otot berhubungan erat dengan sistem neuromuscular karena semakin besar kemampuan saraf mengaktifasi otot berkontraksi maka semakin besar kekuatan otot tersebut akibat banyaknya serabut otot yang teraktifasi. Kemampuan otot dasar panggul atau otot puboccoccygeus untuk melakukan atau menegang secara maksimal dalam menerima beban saat beraktivitas merupakan suatu kesatuan
16
yang disebut kekuatan otot dasar panggul. Kekuatan otot dasar panggul merupakan kemampuan otot untuk melakukan aktivitas tertentu dalam tubuh yang melibatkan 40% sampai 45% otot rangka (Berger 1982 dalam Hartati, 2009). Pada dasarnya kekuatan otot dasar panggul dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Usia, seperti susunan lain dalam tubuh otot akan cenderung mengalami penurunan kekuatan seiring dengan bertambahnya usia. Secara fisiologis terjadi penurunan kekuatan otot pada lansia, usia 50-60 tahun kekuatan otot manusia tinggal 80%. 2. Hormonal, peningkatan hormon progesteron, prostalglandin, relaksin menyebabkan relaksasi otot yang juga turut mempengaruhi kekuatan otot dasar panggul. Di samping itu, dengan berakhirnya menstruasi, wanita telah mengalami masa menopause dan tidak lagi memproduksi hormon progesteron dan estrogen. Keadaan ini tidak hanya menyebabkan tidak adanya sel telur yang siap dibuahi dan tidak terbentuknya jaringan endometrium, melainkan juga menimbulkan kelemahan pada otot polos uterus sehingga muncul prolaps uteri dan inkontinensia urin. 3. Kehamilan, karena adanya peningkatan tekanan yang terus menerus pada otot dasar panggul menyebabkan terjadinya peregangan yang berlebihan sehingga akhirnya menyebabkan kelemahan otot dasar panggul.
17
4. Persalinan dan kelahiran multi para, tujuh persen wanita yang melahirkan empat kali atau lebih akan mengalami keluhan SUI (Stress Urinary Incontinence). Setiap kelahiran menyebabkan kerusakan otot dasar panggul. Saat kepala bayi keluar melalui vagina, terjadi peningkatan tekanan pada kantong kemih, uretra dan merusak struktur otot dasar panggul serta penyokongnya. Tekanan berlebihan akibat kelahiran bayi pada otot, ligamentum, jaringan penyambung dan jaringan saraf akan menyebabkan kelemahan yang progresif. 5. Kelainan neurologis, persalinan per vaginam dapat mengakibatkan kerusakan nervus pudendus baik karena tekanan langsung maupun penarikan. 6. Kelainan kongenital. Kelainan kongenital pada saraf spinal dan jalur yang menghubungkan persarafan dengan otot pelvis juga ikut mempengaruhi kekuatan otot dasar panggul, beberapa kelainan tersebut
seperti:
muscular
dystrophy,
myelodysplasia,
meningomyelocele, bladder exstropi dan spina bifida. Kelainankelainan tersebut mengakibatkan timbulnya flaccid paralysis pada otot dasar panggul. 7. Penyakit
infeksi
dan
keganasan
pada
rongga
panggul
juga
menyebabkan penurunan kekuatan otot dasar panggul. 8. Obesitas juga memiliki kontribusi terhadap peningkatan tekanan intraabdominal yang mampu menurunkan kekuatan otot dasar panggul meski dalam jumlah sedikit.
18
9. Penyakit kronis seperti hipertensi, DM (Diabetes Melitus), penyakit paru kronik, secara tidak langsung juga menyebabkan kelemahan otot dasr panggul (Ichsani 2010 dalam Lestari, 2011; Lubis, 2009). Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan otot adalah ukuran cross sectional otot, hubungan antara panjang dan tegangan otot pada waktu kontraksi, rekruitmen motor unit, tipe kontraksi otot, jenis serabut otot, ketersediaan energi dan aliran darah, kecepatan kontraksi, dan motivasi (Lestari, 2011). Dalam Lubis (2009), terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi dan kekuatan otot dasar panggul, metode ini dibedakan menjadi dua katagori yaitu: 1. Metode untuk menilai kontraksi otot dasar panggul a. Observasi klinik Kegel memperkenalkan cara melihat dan menilai kontraksi otot dasar panggul yang benar pada tahun 1948 yaitu dengan cara melakukan
squeeze
(meremas)
sekeliling
uretra,
vagina,
pembukaan dan penutupan anus yang dilihat pada perineum. Observasi klinik yang diamati berupa kontraksi otot superficial perineum, kontraksi m. Levator ani berespon bersamaan dengan kontraksi otot superficial perineum (Shull dkk dalam Lubis, 2009). b. Palpasi vagina Teknik ini umum digunakan untuk mengevaluasi kontraksi otot dasar panggul. Teknik ini diperkenalkan oleh Kegel sebagai metode evaluasi dengan menempatkan satu jari pada 1/3 distal
19
vagina dan menginstrusikan klien untuk melakukan squeeze, palpasi vagina ini juga digunakan untuk melatih wanita mengkontraksikan otot dasar panggulnya. c. Ultrasonografi dan MRI Metode ini dilakukann dengan menempatkan probe USD pada supra pubik, perineum, intravaginal atau rectum kemudian kita dapat mengevaluasi otot dasar panggul saat kontraksi. d. EMG (Electromyografi) Metode ini digunakan untuk menilai aktivitas listrik otot rangka dan gambaran langsung aliran motorneuron dan medulla spinalis bagian ventral ke otot yang merupakan hasil volunteer atau reflex kontraksi otot dasar panggul. Tipe alat dan teknik yang digunakan memiliki beberapa perbedaan yaitu EMG berbentuk kawat, jarum yang konsentris.
2. Metode untuk menilai kuantitas kekuatan otot dasar panggul a. Tes manual Metode penilaian manual menggunakan sistem tingkatan dan oxford yang telah dimodifikasi oleh Laycock, dilakukan dengan cara palpasi vagina. Hasil yang diperoleh dikatagorikan menjadi 6 skala poin yaitu: 0=tidak ada, 1=hanya berupa denyutan, 2=lemah, 3=sedang, 4=baik, dan 5=kuat.
20
b. Perineometer Cara ini dilakukan oleh Kegel menggunakan alat yang disebut perineometer yang dimasukkan ke dalam vagina untuk mengukur kekuatan otot dasar panggul. Alat ini memiliki skala 012 mmHg, kekuatan otot dasar panggul dikatakan baik jika hasil pengukuran ≥8 mmHg. Penggunaan perineumeter memiliki keuntungan karena prosedur pemakaian yang sederhana dan alat yang digunakan relative murah (Lubis, 2009; Rahajeng, 2010).
Gambar 2 Perineometer set tipe PFX2 (Sumber: www.ioffer.com)
Perineometer yang digunakan yaitu perineometer set tipe PFX2 dengan dilengkapi indikator skala 0-12, knob, tube dan sensor. Prosedur penggunaaan perineometer adalah sebagai berikut: 1. Lakukan
pemeriksaan
kelengkapan
alat
dan
alat
siap
digunakan. 2. Lakukan pemeriksaan urogenital, apabila terdapat infeksi traktus urogenitalis maka pemakaian sensor tidak dianjurkan.
21
3. Masukkan sensor ke dalam vagina sedalam ±1cm. jika vagina terasa kering maka gunakan lubrikan. Lakukan pengukuran dalam posisi terlentang dan rileks dan kandung kemih dalam keadaan kosong. Letakkan dua buah bantal untuk menyangga kepala dan bahu. Kedua lutut dalam posisi fleksi dan jarak antara lutut 30 cm. lakukan pengukuran dengan memasukkan sensor yang dilapisi kondom ke dalam vagina. 4. Lakukan persiapan pengukuran kekuatan ODP. Sebelum melakukan kontraksi buat garis dasar saat istirahat (dalam keadaan istirahat) yaitu pada skala 0. Selanjutnya instruksikan untuk melakukan kontraksi ODP seperti menahan buang air kecil kemudian diukur flick (kontraksi maksimal) ODP (Pangkahila, 2005). c. Dinamometer Pemakaian
spekulum
dinamometer
untuk
mengukur
kekuatan otot dasar panggul pertama kali dilaporkan oleh Sampselle dkk. Alat ini langsung mengukur kekuatan otot di daerah dorsoventral. Tapi sampai saat ini belum ada laporan pasti dan terpercaya mengenai penggunaan alat ini. dinamometer ini terdiri dari dua aluminium bercabang yang sejajar, satu terfiksasi dan satu lagi dapat diatur sesuai diameter vagina, alat ini terhubung dengan komputer.
22
d. Vagina weights/cones Plevnik pada tahun 1985 mengembangkan vagina cones sebagai alat yang dapat menilai kekuatan otot dasar panggul dan untuk melatihnya. Cones ini terdiri dari sembilan macam dengan volume yang sama tapi beratnya bertambah mulai 20-100 gram. Versi terbaru cones yang digunakan terbuat dari 3-5 cones, dan memiliki ukuran serta bentuk yang berbeda. Penggunaannya dengan memasukkan cones ke dalam vagina kemudian ditahan sebisa mungkin selama satu menit (Lubis, 2009). e. Kekuatan Puboccocygeus (Strenght) Lakukan dengan duduk atau berdiri dengan kaki terbuka kemudian lakukan kontraksi otot Puboccocygeus seperti menahan air kencing atau kontraksikan sfingter ani. Lakukan hal ini sebanyak mungkin dan ulangi lagi tanpa penurunan kekuatan kontraksi, jika mampu melakukannya sebanyak 10 kali berarti otot PC cukup kuat (Lubis, 2009; Pangkahila, 2005). f. Daya tahan Puboccocygeus (Endurance) Pelatihan daya tahan ini dilakukan dalm posisi duduk atau berdiri dengan kaki terbuka, lakukan kontraksi otot PC secara ritmik dengan diselingi relaksasi, jika mampu melakukan kontraksi sebanyak 50 kali berarti baik dan apabila mencapai 100 kali berarti amat baik (Lubis, 2009;Pangkahila, 2005).
23
2.2 Senam Kegel 2.2.1 Pengertian Senam Kegel Latihan otot dasar panggul (ODP) dikembangkan pertama kali oleh Dr. Arnold Kegel pada tahun 1940 dengan tujuan menguatkan otot dasar panggul dan mengatasi stres inkontinensia urin. Latihan ini berupa latihan ODP secara progresif pada otot Levator ani yang dapat dikontraksikan secara sadar yang selanjutnya dikenal dengan Kegel Exercise (Rahajeng, 2010). Kegel Exercise atau senam Kegel merupakan terapi non operatif yang paling sering dilakukan untuk mengatasi stress inkontinensia karena membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot pada uretra dan periuretra (Bobak, 2004 dalam Yanthi, 2011).
2.2.2 Manfaat Senam Kegel Senam Kegel memiliki manfaat terkait dengan fungsi otot PC. Senam Kegel tidak hanya memiliki banyak manfaat untuk wanita, tetapi juga pada pria. A. Bagi pria Latihan ini akan meningkatkan kemampuan mengontrol dan mengatas ejaulasi dini, ereksi yang lebih kuat dan meningkatkan kepuasan seksual saat orgasme. Selain itu multiple orgasme juga bisa dialami oleh pria sebagai hasil dari latihan senam Kegel yang dilakukan secara teratur. Pada pria, senam ini juga akan mengangkat testis dan mengencangkan otot kremaster sama seperti mengencangkan sfingter ani. Hal ini disebabkan karena otot PC dimulai dari arah anus (Herdiana, 2009 dalam Yanthi, 2011).
24
B. Bagi wanita Keuntungan melakukan senam Kegel adalah lebih mudah mencapai orgasme dan orgasme yang dicapai lebih baik karena otot yang dilatih adalah otot yang digunakan selama orgasme. Manfaat lain adalah vagina akan semakin sensitif dan peka rangsang sehingga memudahkan peningkatan kepuasan seksual, dan suami akan merasakan perubahan yang sangat besar karena vagina mampu mencengkram penis lebih kuat. Memudahkan kelahiran bayi tanpa banyak merobek jalan lahir dan bagi wanita yang baru melahirkan, senam Kegel dapat mempercepat pemulihan kondisi vagina setelah melahirkan dan tentu saja dapat menguatkan otot rangka pada dasar panggul sehingga pemperkuat fungsi sfingter eksternal kandung kemih, mencegah prolaps uteri (Salma, 2008; Maryam, 2008 dalam Yanthi, 2011). Beberapa manfaat senam Kegel yaitu menguatkan otot panggul, membantu mengendalikan keluarnya urin saat berhubungan intim, dapat meningkatkan kepuasan saat berhubungan intim karena meningkatkan daya cengkram vagina, meningkatkan kepekaan terhadap rangsangan seksual, mencegah “ngompol kecil” yang timbul saat batuk atau tertawa, dan melancarkan proses kelahiran tanpa harus merobek jalan lahir serta mempercepat penyembuhan pasca persalinan (Mulyani, 2013).
2.2.3 Persyaratan Senam Kegel Program pelatihan ini memiliki beberapa bersyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain:
25
(1) Intensitas latihan harus cukup tinggi sehingga menaikkan denyut jantung sekitar 72-87% dari denyut nadi maksimal dan tidak boleh melebihi denyut nadi maksimal (220 - umur) (Noder, 1983 dalam Pangkahila, 1992). (2) Frekuensi latihan 3-4 kali per minggu dengan waktu istirahat tidak lebih dari 2 hari (Noder, 1983 dalam Pangkahila, 1992). (3) Lama latihan minimal sekitar 30 menit sampai 60 menit. (4)
Setiap latihan terdiri dari tiga fase yaitu fase pemanasan dan peregangan, fase latihan dan fase pendinginan (Weaver, 1983 dalam Pangkahila, 1992).
2.2.4 Program Senam Kegel Senam Kegel hasilnya tidak akan didapat dalam waktu sehari. Pada penelitian sebelumnya, senam Kegel dilakukan sebanyak 10 kali dalam 4 minggu dapat memberikan hasil yang bermanfaat untuk memperkuat otot-otot panggul yang dibuktikan dari hasil penelititannya yaitu adanya pengaruh signifikan senam Kegel terhadap tingkat inkontinensia (Wahyu W, 2009). Pelatihan senam Kegel dengan frekuensi tiga kali perminggu selama empat minggu lebih efektif dibandingkan dengan senam Kegel dengan frekuensi satu kali seminggu selama empat bulan dalam menurunkan frekuensi buang air kecil wanita usia 50-60 tahun yang mengalami stress urinary incontinence di Sanggar Senam Citra Denpasar (Lestari, 2011).
26
2.2.5 Indikasi Senam Kegel Senam Kegel dianjurkan bagi wanita dan pria yang umumnya memiliki keluhan terkait lemahnya otot PC. Berikut adalah beberapa indikasi senam Kegel: (1) Pria dan wanita yang memiliki masalah inkontinensia (tidak mampu menahan buang air kecil). (2) Wanita yang sudah mengalami menopause untuk mempertahankan kekuatan otot panggul dari penurunan kadar estrogen. (3) Wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim) karena melemahnya otot dasar panggul, juga untuk wanita yang mengalami masalah seksual. (4) Pria yang mengalami masalah ejakulasi dini serta ereksi lebih lama. (Ardani, 2010).
2.2.6 Kontra Indikasi Senam Kegel Penderita penyakit jantung yang dapat mengakibatkan nyeri dada saat melakukan gerakan minimal, penderita diabetes, penderita hipertensi, dan penderita penyakit kelamin (Hartati, 2009 dalam Ardani, 2010).
2.2.7 Tahap Pelatihan Senam Kegel Tahap pelatihan senam Kegel dibagi menjadi tiga bagian latihan sesuai dengan kemampuan klien dalam melakukan latihan. Pelatihan senam Kegel dibedakan menjadi tiga yaitu pelatihan gerak cepat, pelatihan mengencangkan dan pelatihan super Kegel.
27
1.
Pelatihan Gerak Cepat Pelatihan pertama adalah pelatihan gerak cepat, dilakukan dalam posisi duduk, berdiri, berbaring, jongkok, atau posisi apa saja yang terbaik.
2.
Pelatihan Mengencangkan Setelah pelatihan gerak cepat, dilanjutkan dengan pelatihan senam Kegel berikutnya. Saat mengencangkan ODP, tetap kencangkan kuat-kuat selama satu hingga dua detik kemudian lepaskan dan ulangi masing-masing dengan sepuluh hitungan. Tegangkan, tahan dan lepaskan otot tersebut.
3.
Pelatihan Super Kegel Tahap selanjutnya adalah super Kegel yang diberikan untuk orang-orang yang telah menguasai senam Kegel. super Kegel dilakukan dengan mengencangkan ODP sekencang-kencangnya sampai hitungan sepuluh kemudian lepaskan. Lakukan berulang-ulang dengan sepuluh hitungan setidaknya sekali sehari (Di Fiori, 2005 dalam Ardani, 2010).
2.2.8 Petunjuk Senam Kegel Senam Kegel dilakukan berdasarkan langkah-langkah yang dijelaskan sebagai berikut: 1.
Posisi berdiri tegak dengan posisi kaki lurus dan agak terbuka.
2.
Fokuskan konsentrasi pada kontraksi otot daerah vagina, uretra dan rectum.
3.
Kontraksikan ODP seperti saat menahan defekasi atau berkemih.
28
4.
Rasakan kontraksi ODP, pastikan kontraksi sudah benar tanpa adanya kontraksi otot abdominal, contohnya jangan menahan napas. Control kontraksi otot abdominal dengan meletakkan tangan pada perut.
5.
Pertahankan kontraksi sesuai kemampuan kurang lebih sepuluh detik.
6.
Rileks dan rasakan ODP dalam keadaan rileks.
7.
Kontraksikan ODP kembali, pastikan kontraksi otot sudah benar.
8.
Rileks dan coba rasakan otot-otot berkontraksi dan rileks.
9.
Sesekali percepat kontraksi, pastikan tidak ada kontraksi otot lain.
10. Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada tahap awal, lakukan tiga kali pengulangan karena otot yang lemah mudah lelah. 11. Target latihan ini adalah sepuluh kali kontraksi lambat dan sepuluh kali kontraksi cepat. Tiap kontraksi dipertahankan selama sepuluh hitungan. Lakukan enam hingga delapan kali selama sehari atau setiap saat. 12. Senam Kegel dapat pula dilakukan secara sederhana dengan cara: a. Saat berkemih coba untuk menahan aliran urin sampai beberapa kali. b. Pada posisi apapun, coba lakukan kontraksi ODP. Pertahankan selama tiga sampai lima detik jika sudah terbiasa latihan dapat ditingkatkan menjadi sepuluh detik (Pudjiati, Sri Surini & Utomo; Di Fiori, 2005 dalam Ardani, 2010).
29
2.3 Pijat Perineum 2.3.1 Pengertian Pijat Perineum Perineum Massage berasal dari dua kata yaitu “perineum” dan “massage”. Secara harfiah kata “perineum” mengacu pada bagian tubuh yang terletak pada pintu bawah panggul dan “massage” atau pijat yang merupakan kegiatan meminjat, menggosok, menepuk jaringan lunak tubuh dengan tujuan memperbaiki sirkulasi, metabolisme dan tonus otot (Kamus Keperawatan Sue Hinchliff, 1999). Perineum Massage atau pijat perineum adalah teknik pemijatan di kala hamil atau beberapa minggu sebelum melahirkan untuk meningkatkan perubahan hormonal yang menyebabkan jaringan ikat menjadi lebih lembut dan lunak sehingga jaringan perineum lebih elastis dan mudah meregang. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud pijat perineum dalam penelitian ini adalah sebuah teknik manipulasi eksternal berupa pemijatan pada area perineum (area antara vagina dan anus) dengan tujuan meningkatkan relaksasi otot dasar panggul yang diharapkan memberikan efek positif terhadap kekuatan otot dasar panggul (Aprilia, 2010 dalam Natami, 2012).
2.3.2 Manfaat Pijat Perineum Secara umum, pijat memiliki efek yang mampu mengembalikan tubuh kembali sehat dan bugar. Massage memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan, yaitu: 1. Pijat mempengaruhi jaringan tubuh dan menyebabkan perluasan kapiler dan kapiler cadangan, sehingga akan meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
30
organ, meningkatkan proses reduksi oksidasi, memfasilitasi jantung dan meningkatkan restribusi darah dalam tubuh. 2. Pijat memberikan sedikit peningkatan trombosit, leukosit, eritrosit dan hemoglobin tanpa mengganggu keseimbangan asam-basa. 3. Jika dilakukan dengan tepat, pijat dapat mempengaruhi system saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan konduksi impuls saraf, mengurangi dan menghentikan rasa sakit karena mempercepat pemulihan saraf yang cedera. 4. Pijat mempercepat aliran getah bening, meningkatkan gizi jaringan, ngurangi kekakuan sendi serta organ dan jaringan lain. 5. Pijat memiliki efek yang beragam pada kulit dan fungsinya seperti membersihkan saluran keringat, kelejar sebacea, meningkatkan sekresi, ekskresi dan pernapasan kulit. 6. Pijat membuat otot menjadi lebih fleksibel dan elastis, meningkatkan fungsi kontraktil yang kemudian dapat mempercepat pengeluaran metabolit yang merupakan hasil dari metabolisme. 7. Pijat membantu pengeluaran cairan yang terdapat di dalam otot-otot dan memulihkan otot kembali ke keadaan normal. 8. Pijat dapat memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Jika sirkulasi membaik maka organ tubuh akan berfungsi dengan baik (Padila, 2013). Selama ini, pijat perineum memiliki banyak manfaat yang seluruhnya bertujuan untuk mengurangi kejadian trauma saat persalinan. Menurut Aprilia (2010) dalam Natami (2012) manfaat tersebut diantaranya:
31
1. Menstimulasi aliran darah ke perineum yang akan membantu mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan 2. Membantu ibu lebih santai saat pemeriksaan melalui vagina (vagina toucher) 3. Mempersiapkan mental ibu/wanita terhadap tekanan dan regangan perineum saat persalinan 4. Menghindari episiotomi atau merobek perineum saat persalinan dengan meningkatkan elastisitas perineum 5. Membantu otot-otot perineum dan vagina menjadi elastis sehingga menurunkan risiko robekan atau episiotomi 6. Melancarkan aliran darah di daerah perineum dan vagina, serta aliran hormon yang membantu merelaksasikan otot dasar panggul. 7. Mempercepat pemulihan jaringan dan otot-otot di sekitar jalan lahir setelah persalinan 8. Membantu ibu/wanita mengontrol diri saat mengejan karena jalan lahir sudah dipersiapkan dengan baik 9. Meningkatkan kedekatan hubungan dengan pasangan bila melibatkan suami untuk melakukan pijat perineum
2.3.3 Waktu Pijat Perineum Dalam bidang kebidanan, pijat perineum sebaiknya dilakukan pada minggu ke 34 kehamilan atau sekitar 4-6 minggu sebelum persalinan terjadi, dapat dilakukan secara mandiri atau dengan bantuan orang lain (Beckmann dan Garrett, 2006). Pijat perineum mulai dilakukan sejak enam minggu sebelum persalinan.
32
Pijat perineum dapat membantu peregangan pada area perineum sehingga menurunkan kemungkinan terjadi episiotomi maupun robekan saat persalinan (Mongan, 2007 dalam Natami, 2012). Pijat perineum belum selalu terbukti meningkatkan elastisitas otot di area ini.
2.3.4 Persiapan sebelum dilakukan Pijat Perineum Persiapan sebelum dilakukan pijat perineum meliputi persiapan pada lansia, pemijat, dan persiapan alat. A. Persiapan Lansia 1. Ruangan yang tenang dan nyaman 2. Ruangan yang aman 3. Ruangan tdak terlalu terang B. Persiapan Pemijat: 1. Tangan pemijat harus bersih dan lakukan tindakan dengan hati-hati 2. Pemijat selalu cepat tanggap jika lansia mengalami nyeri saat dilakukan tindakan 3. Atur posisi yang nyaman ketika melakukan tindakan C. Persiapan Alat: 1. Pijat perineum menggunakan minyak zaitun 2. Stopwatch atau petunjuk waktu untuk mengevaluasi lamanya tindakan 3. 2 buah bantal agar posisi lebih nyaman 4. 1 pasang sarung tangan steril 5. 1 buah handuk kecil
33
2.3.5 Teknik Pijat Perineum Langkah-langkah pijat perineum meliputi: a. Cuci tangan b. Potong kuku untuk menghindari trauma c. Identifikasi daerah perineum (dapat menggunakan cermin) d. Posisikan klien senyaman mungkin e. Posisi yang digunakan adalah litotomi. Sangga punggung, leher, kepala dan kedua kaki dengan bantal. Regangkan kaki, letakkan bantal pada setiap kaki f. Oleskan minyak zaitun pada perineum. Penggunaan minyak essensial (minyak zaitun) lebih efektif dibandingkan dengan massage menggunakan lubrikan lain (O. Zare et al, 2014). g. Anjurkan untuk tarik nafas dalam dan rileks lalu lakukan pijat perineum pada daerah tersebut h. Lakukan pijat pada bagian luar (Perineal stretching) selama 3 menit pada minggu pertama dan 5 menit pada minggu kedua 6 kali selama 2 minggu dengan teknik: 1. Lateral stretch yaitu meletakkan dua atau tiga jari tepat di tengah perineum dan tarik ke rah luar, tegangkan otot dan kulit luar perineum 2. Vertical stretch-up yaitu meletakkan dua atau tiga jari membentuk formasi “V” pada area perineum dan tarik ke atas menuju simfisis pubis, pada sisi-sisi laba. Tarik hingga batas rambut yang terdapat pada labia.
34
i. Pertahankan tekanan yang mantap, tekan area perineum ke arah bawah (ke arah rektum) dan ke samping secara terus-menerus. Usahan pijatan tidak terlalu keras karena dapat menimbulkan membengkakan pada jaringan perineum. Pada awal latihan akan dirasakan penegangan pada area ini, tapi seiring dengan peningkatan latihan jaringan perineum terasa rileks. j. Rasakan hingga timbul rasa hangat (slight burning) k. Hindari pijat pada saluran kemih atau uretra karena dapat mengakibatkan iritasi l. Setiap melakukan pijat anjurkan untuk selalu membayangkan dan fokus agar perineum semakin rileks m. Setelah pijat selesai lakukan kompres hangat pada perineum selama kirakira 10 menit dengan perlahan. Kompres hangat bertujuan untuk meningkatkan
sirkulasi
sehingga
otot
perineum
berelaksasi
dan
melindungi perineum n. Setelah persalinan, lanjutkan dengan latihan utnuk menguatkan otot dasar panggul secara aktif (senam Kegel) (Natami, 2012).
2.3.6 Kontra indikasi Pijat Perineum Pijat perineum tidak dilakukan pada infeksi herpes aktif di daerah vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dan memperberat penyebaran infeksi (Bidan Kita, 2009 dalam Natami, 2012).