BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengawasan Fungsional
2.1.1
Pengertian Pengawasan Fungsional Menurut Revrisond Baswir (2010:118) definisi pengawasan secara umum
adalah: “Segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin agar penyelenggaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta rencana yang telah digariskan” Sedangkan pengertian pengawasan menurut Abdul Halim (2010:145) yaitu: “pengawasan adalah suatu proses kegiatan penilaian terhadap objek pengawasan kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan”
Berdasarkan definisi di atas, maka pengawasan bukan berupa pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah. Adapun pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2002 tentang pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggara
pemerintah
daerah
mengemukakan
bahwa:
“Pengawasan
fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian” Pengertian pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2010:351) menyatakan sebagai berikut : “Segala kegiatan dan bentuk tindakan untuk
9
10 menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan dengan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan” Menurut Baldric Siregar dan Bonni Siregar (2011:351) pengawasan fungsional adalah : “Pengawasan oleh aparatur pengawasan fungsional adalah pengawasan oleh instansi independen dari unsure yang diawasi seperti badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BKP) Inspektor Jendral Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Negara dan Inspektorat Wilayah.” Secara khusus tujuan pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2010:306) adalah : 1. Menilai ketaatan terhadap perundang – undangan yang berlaku. 2. Menilai apakah kegiatan berjalan dengan pedoman akuntansi yang berlaku 3. Menilai apakah yang dilaksanakan secara ekonomis, efisien dan efektif. 4. Mendeteksi adanya kecurangan. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, jelas bahwa penekanan dari pengawasan lebih pada upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan di dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disesuaikan dengan peraturan perundangundangan, peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah. Bila ternyata kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan diharapkan agar dapat segera dideteksi atau diambil tindakan koreksi sehingga pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya.
2.1.2
Aparat Pengawasan Fungsional Menurut Revrisond Baswir (2010:138) aparat pengawasan fungsional
adalah ;
11 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2. Inspektorat Jendral Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Instansi Pemerintah lainnya. 3. Inspektorat Wilayah Provinsi. 4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Selanjutnya uraian mengenai aparat pengawasan fungsional menurut Baldric Siregar dan Bonni Siregar (2011.353 – 354) adalah : 1. Badan Pengawasan Keuanga dan Pembangunan (BPKP) BPKP merupakan instansi pengawasan dan pemeriksa yang berada dilingkungan pemerintah. BPKP harus melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden. Laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan disampikan kepada mentri atau pejabat lain yang bersangkutan. Apabila laporan hasil pengawasan berkaitan dengan pemeriksaan, maka dalam tembusan laporan tersebut disampaikan dalan badan pemeriksaan keuangan (BPK). Apabila diperkirakan terdapat tindakan pidana korupsi, BPKP harus melaporkan kepada jaksa agung. Tugas pokok BPKP meliputi ; a. Merumuskan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pembangunan b. Melaksanakan pengawasan umum terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan 2. Inspektorat Jendral Departemen atau Unit Pengawasan Lembaga Negara Merupakan instansi yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap seluruh unsure organisasi yang ada di lingkungan departemen atau lembaga Negara yang bersangkutan. Tugas pokok Inspektorat Jendral atau Unit pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap tugas rutin dan pembangunan semua unsur yang ada di lingkungan departemen atau lembaga Negara agar pelaksanaan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
12 3. Inspektorat Wilayah Provinsi Adalah instansi pengawasan yang melakukan pengawasan terhadap akativitas pemerintah provinsi. Instansi ini bertanggung jawab kepada Gubernur. Instansi ini mempunyai tugas melakukan pengawasan umum atas aktivitas pemerintah daerah, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat pembangunan agart dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan melakukan pengawasan terhadap tugas Departemen Dalam Negri di provinsi. 4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya Adalah instansi yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas Pemerintah Daerah. Termasuk Kecamatan, Kelurahan atau Desa selain itu Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya juga melakukan pengawasan terhadap tugas departemen Dalam Negri di Kabupaten atau Kotamadya.
2.1.3
Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah Berdasarkan Keputusan BPKP No. KEP-378/K/2004 tanggal 30 Mei 2004
Tentang Penetapan Berlakunya Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah. Redwan Jaafar dan Sumiati (2010:29) mengemukakan : “Standar Audit APFP merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang diperlukan APFP serta akuntan public yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi suatu APFP, untuk menjamin mutu hasil audit dan konsitensi pelaksanaan tugas audit” Menurut Redwan Jaaftar dan Sumiati (2010: 33) standar audit terdiri dari 24 butir standar yang terbagi atas lima kategori yaitu :
13 1. Standar Umum Standar umum audit merupakan persyaratan bagi APFP dan para auditornya untuk dapat melaksanakan penugasan audit secara kompeten dan efektif. Standar umum ini terdiri dari empat pernyataan, yaitu : a. Keahlian Standar ini menegaskan bahwa audit hanya dapat dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki kemampuan, baik secara teori maupun praktik dibadang audit. Standar ini juga menegaskan bahwa kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar audit ini, jika ia tidak memiliki kemampuan pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang audit. b. Independensi Standar ini bertujuan untuk menghasilkan pendapat audit atau kesimpulan audit yang objektif. Dalam pembuatan laporan pendapat atau simpulan auditor harus bebas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan, untuk mencapai tujuan tersebut standar ini mengharuskan APFP dan para auditornya untuk memiliki intergritas, yaitu sikap kepribadian yang jujur, bijaksana, berani dan tanggungjawab sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat. c. Kecermatan Profesi Standar ini menghendaki auditor untuk melaksanakan tugasnya dengan cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan ini menekankan bahwa auditor bertanggungjawab untuk mendalami dan mematuhi standar audit
14 APFP dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan fungsi APFP salah satu wujud penerapan kecermatan dan keseksamaan adalah reviu secara kritis pada tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan oleh mereka yang membantu audit. d. Kerahasiaan APFP dan para auditornya harus menjaga kerahasiaan hal-hal yang berkaitan dengan audit maupun informasi yang dihasilkan dari audit tersebut. Kecuali dalam ha-hal yang berkaitan dengan pemerintah dan pihak yang berwenang, menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu penugasan audit untuk hal-hal di luar lingkup pembentukan pendapat, penyusunan temuan dan rekomendasi audit. 2. Standar Koordinasi dan Kendali Mutu Standar koordinasi dan kendali mutu merupakan ukuran mutu yang menekankan
tanggung
jawab
APFP
sebagai
lembaga
untuk
mengorganisasikan audit secara efektif dan efisien dan untuk menjamin kesinambungan usaha pengendalian mutu. a. Program Kerja Pengawasan Program kerja pengawasan (PKP) merupakan alat bantu bagi APFP untuk mencapai hasil pengawasan yang efektif. PKP ini merupakan masukan yang sangat berguna bagi penyusunan rencana induk pengawasan dan rencana pengawasan kerja tahunan. b. Koordinasi Pengawasan Agar tujuan audit bisa dicapai secara maksimal, harus dilakukan koordinasi secara terus menerus antara APFP baik dalam bentuk rapat
15 koordinasi pengawasan maupun bentuk koordinasi lainya. Koordinasi antara APFP terutama dalam hal ini perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pembahasan tindak lanjut dan pembentukan tim audit. Koordinasi pengawasan dilakukan dengan maksud mendorong sinergi pelaksanaan tugas APFP. c. Kendali Mutu Sistem kendali mutu yang memadai meliputi struktur organisasi dan seperangkat kebijakan serta prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan audit APFP telah mengikuti standar yang ditentukan. APFP harus memantau sistem kendali mutu audit yang ada secara terus-menerus pemantauan sistem kendali mutu secara intern dilakukan oleh suatu bagian yang tidak terlibat dalam tugas audit. Untuk lebih mengefektifkan sistem kendali mutu juga dilakukan secara berkala oleh pihak ekstern. 3. Standar Pelaksanaan Standar pelaksanaan audit APFP mengacu pada ukuran mutu yang perlu diperhatikan selama pekerjaan audit di lapangan. a. Perencanaan dan Supervisi Perencanaan dan supervise adalah penting untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu pekerjaan audit. Rencana audit harus dibuat untuk setiap penugasan berdasarkan pengetahuan mengenai kegiatan dan selukbeluk usaha auditan, bila perlu rencana tersebut harus diperbaiki selama proses audit. Supervise berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit.
16 Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. b. Pengendalian Intern Standar ini mewajibkan untuk mempelajari dmenilai struktur pengendalian auditan. Dalam audit keuangan, tujuan penilaian struktur pengendalian intern adalah untuk menetukan luas dan lingkup pengujian yang perlu dilakukan. Sedangkan dalam audit operasional tujuan penilaian struktur pengendalian intern adalah untuk menentukan keekonomisan, efisiensi dan efektivitas operasi auditan. Auditor perlu melakukan pengujian terhadap penerapan
dan
perancangan
struktur
pengendalian
intern
untuk
memastikan bahwa rancanagan tersebut telah diterapkan sebagimana mestinya. c. Bukti Audit Bukti audit disebutkan relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argument yang berhubungan dengan tujuan dan simpulan audit. Bukti audit dikatan kompeten jika bukti tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Bukti yang sah ialah bukti yang memenuhi persyaratan hokum dan undang-undang bukti yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri. Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat dijadikan sebagian dasar untuk pemeriksaan simpulan audit untuk menetukan kecukupan bukti audit, auditor harus menerapkan pertimbangan keahlian secara sehat dan objektif.
17 d. Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan Dalam audit terhadap entitas pemerintah, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan mendapat perhatian yang sangat penting dengan alasan : 1) Para pengambil keputusan di sector pemerintah perlu mengetahui bahwa : a) Peraturan perundang-undangan sudah diikuti. b) Penerapan
peraturan
perundang-undangan
tersebut
telah
membuahkan hasil yang diinginkan. c) Terdapat alasan yang jelas untuk pengusulan revisi peraturan yang sedang berlaku. 2) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bentuk utama dari akuntabilitas pemerintah. e. Kertas Kerja Audit Hal-hal penting berupa metodologi audit yang dipilih, prosedur audit yang ditempuh, bukti audit yang dikumpulkan, kesimpulan audit yang diperoleh selama audit harus di dokumentasikan ke dalam kertas kerja audit (KKA). Sedangkan pedoman pemeliharaan KKA harus meliputi : 1) Status pemilikan KKA 2) Sistem kearsipan KKA yang berisi penentuan lokasi penyimpanan KKA dan lama penyimpanan KKA 3) Aturan tingkat kerahasiaan
18 4. Standar Pelaporan Standar Pelaporan Audit terutama mengatur multi audit yang harus diterapkan dalam pembuatan laporan audit. a. Kesesuaian dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum Bahwa pengertian prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah meliputi baik prinsip dan praktik akuntansi maupun metode penerapannya. Standar ini mengharuskan auditor menyatakan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan sesui dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, jika laporan keuangan disusun dengan basis akuntansi komprehensif auditor harus mengungkapkan dalam laporan audit dengan pernyataan pendapat bahwa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif tersebut. Jika terdapat pembatasan terhadap lingkup audit yang tidak memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian tersebut, maka diperlukan pengecualian yang semestinya dalam laporan audit. b. Konsisten Tujuan standar ini adalah memberikan jaminan adanya daya banding, jika daya banding laporan keuangan diantara dua priode secara material berbeda karena perubahan prinsip, auditor harus mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Daya banding akan diperoleh jika penyajiaanya suatu laporan keuangan criteria yang sama. Standar ini mengharuskan auditor mengungkapkan setiap perubahan penerapan akuntansi yang berlaku umum, baik perubahan yang mempengaruhi konsistensi maupun perubahan yang tidak mempengaruhi konsintensi.
19 c. Pengungkapan yang Memadai Standar ini
mengharuskan auditor mempertimbangkan kecukupan
pengungkapan dalam laporan keuangan. Pengungkapan informasi memadai atas hal-hal material mencangkup pengungkapan mengenai bentuk, susunan dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan. Bila terdapat pengungkapan yang tidak memadai dalam laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pendapat yang diperoleh tanpa ikin dari auditan, sepanjang tidak mengungkapan informasi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. d. Pernyataan Pendapat Standar ini mengharuskan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor tidak memberikan pendapat secara keseluruhan, maka alasan yang tepat dapat dinyatakan. Tujuan standar ini adalah mengungkapkan tingkat tanggungjawab auditor bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Jika nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat penjelasan mengenai sifat pekerjaan dan tingkat tanggung jawab yang dipikulmya. Menurut Standar Profesional Akuntansi Publik yang dikutif oleh Jedwan Jaafar dan Sumiati (2006:56) ada lima jenis pendapat akuntan yaitu : 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) 2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit standar (unqualified opinion with explanatory language)
20 3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) 4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) e. Laporan Audit Operasional Standar ini mengatur bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara objektif dan disertai informasi yang jelas mengenai pokok masalah yang terkait, sehingga auditan dapat memahami temuan dan rekomendasi tersebut secara utuh. Laporan audit harus berisi rekomendasi yang kontruktif. Jika rekomendasi tidak dapat diberikan, alasan yang memadai harus dimuat dalam laporan auditan harus lebih memperhatikan tercapainya perbaikan atas kelemahan auditan dari pada hanya sekedar terlaksananya rekomendasi audit tertentu. Temuan dan rekomendasi harus memuat unsur-unsur sebagi berikut : 1) Kriteria yang harus dicapai 2) Kondisi atau penyimpangan yang terjadi 3) Penyimpangan antara kondisi dibandingkan dengan criteria 4) Sebab-sebab terjadinya penyimpangan 5) Akibat penyimpangan 6) Rekomendasi f. Kesusuaian dengan Standar Audit APFP Laporan ini harus memuat pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit APFP. Karena standar audit mengacu kepada SPAP, maka untuk audit keuangan pernyataan kesesuaian dengan standar audit APFP mengandung arti kesesuaian dengan SPAP.
21 g. Tertulis dan Segera Lapoaran audit dibuat secara tertulis, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas temuan dan simpulan auditor. Laporan tertulis juga dapat dijadikan bahan untuk perencanaan berikutnya, disamping itu tindak lanjut atas rekomendasi dapat lebih memiliki dasar dan memudahkan pembuktian jika terjadi tuntutan dari pihak yang dirugikan. Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak berarti membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditan, bentuk dan isi laporan harus disususn sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. h. Disribusi Laporan Standar ini mengharuskan auditor mendistribusikan laporan audit kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, auditor harus memastikan bahwa laporan tidak jatuh ketangan pihak yang tidak berwenang. 5. Standar Tindak Lanjut Standar tindak lanjut merupakan ukuran mutu yang harus diperhatikan oleh APFP dan para auditornya untuk mendorong efektifitas penyelesaian tindak lanjut temuan audit. a. Komunikasi dengan Auditan Komunikasi mengenai tanggung jawab penyelesaian tindak lanjut dimaksudkan untuk menegaskan bahwa auditan bertanggungjawab untuk menindak lanjuti temuan dan rekomendasi audit. Kesalahan atau kekeliruan yang tidak segera dibenahi atau diperbaiki dapat memperburuk keadaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian yang lebih
22 besar. sebelum audit berakhir, auditor memperoleh pernyataan atau penegasan tertulus dari auditan bahwa hasil audit akan ditindak lanjuti. b. Pemantauan Tindak Lanjut APFP harus memelihara data temuan audit untuk keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutahkiran data temuan sesuai dengan informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh auditan. Pemantauan dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilaksanakan oleh auditan sesuai dengan rekomendasi. Manfaat audit tidak hanya terletak pada banyaknya temuan yang dilaporkan, namun juga terletak pada efektivitas tindak lanjut temuan tersebut. temuan yang tidak ditindak lanjuti dapat merupakan indikasi lemahnnya pengendalian auditan dalam mengelola sumber daya yang diserahkan kepadanya. c. Status Temuan APFP harus mengidentifikasi status temuan audit guna menunjang penyusunan laporan status temuan, hal tersebut dilakukan dalam upaya penuntasan tindak lanjut temuan. Laporan status temuan disampaikan oleh APFP kepada pihak yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku. Laporan tersebut memuat antara lain : 1) Temuan dan rekomendasi 2) Sebab-sebab belum ditindak lanjutinya temuan 3) Komentar dan rencana pihak auditan untuk menuntaskan temuan
23 d. Penyelesaian Hukum Temuan yang berindikasi adanya tindakan melawan hukum merupakan temuan yang mengungkapkan kesalahan atau kesengajaan yang merugikan Negara, atau tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku yang dapat mengandung unsur tuntutan pidana atau pidata. Tindak lanjut temuan hasil audit yang berindikasi tindakan melawan hukum perlu ditangani oleh instansi terkait dengan cepat dan lugas, sehingga penyelesainnya tidak berlarut-larut. APFP berkewajiban untuk melaporkan temuan tersebut melalui jalur yang telah ditetapkan dan wajib membantu aparat hukum dalam menyelesaikan kasus tersebut. Auditor harus melakukan kerja sama dengan aparat hukum terkait dan memiliki sebabsebab tidak atau belum adanya proses hukum. Standar audit APFP menjadi acuan dalam menetapkan batas-batas tanggung jawab pelaksanaan tugas audit yang dilakukan oleh APFP dan auditornya sesuai dengan jenjang dan ruang lingkup tugas auditny. Standar audit APFP bertujuan untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Standar audit bertujuan untuk mendorong aktivitas tindak lanjut temuan hasil audit serta konsistensinya penyajian laporan keuangan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainya.
2.1.4
Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan tugas
umum pemerintah dan pembangunan. Dengan tujuan agar pelaksanaan tugas
24 umum dan pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Menurut Revrisond Baswir (2010:138) dapat digolongkan kedalam bentuk kategori sebagi berikut : 1. Kegiatan Pengawasan Tahunan Kegiatan pengawasan tahunan didasarkan pada program kerja pengawasan tahunan (PKPT) manfaat yang diharapkan dari keberadaan PTKP ini adalah sebagai berikut : a. Dihindarinya sejauh mungkin tumpang tindih pelaksanaan pemeriksaan. b. Terarahnya ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan sesuai dengan petunjuk Menko Ekuin/Wasbag. c. Dikuranginya
inefesiensi
dan
pemborosan
penggunaan
tenaga
pemeriksaan yaitu dengan jalan menentukan standar hasil pemeriksaan (HP) untuk setiap jenis pemeriksaan. d. Karena rencana kerja dikaitan dengan hasil pemeriksaan yang tersedia, maka penyusunan rencana kerja yang melebihi kemampuan yang diharapkan dapat dihindari. Dalam pelaksanaanya PKPT dikoordinasikan oleh BPKP yaitu dengan penerbitan nama pengawasan fungsional pemerintah, dapat dihindari dengan jalan sebagi berikut : a. Penerbitan nama pengawas aparat pengawasan fungsional pemerintah. b. Mengeluarkan pedoman pemeriksaan. c. Memantau pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT).
25 d. Menyelenggarakan rapat koordinasi aparat pengawasan fungsional pemerintah untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan PKPT. 2. Kegiatan Pengawasan Khusus Pengawasan
khusus
biasanya
ditujukan
terhadap
penyimpangan-
penyimpangan dan atau masalah – masalah dalam bidang administrasi dalam lingkungan pemerintah, yang dinilai mengundang dampak luas terhadap jalannya pemerintah dan kehidupan masyarakat. Pengawasan khusus ini dapat dilakukan sendiri oleh BPKP atau oleh tim pemeriksa gabungan yang terbentuk oleh kepala BPKP. 3. Kegiatan Pengawasan Hal-hal Tertentu Sedangkan pengawasan hal-hal tertentu dilaksanakan oleh Inspektur Jendral Pembangunan atas petunjuk Presiden dan atau Wakil Presiden. Hasilnya dilaporkan kepada Presiden atau Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menko Ekuin/ Wasbag serta kepala BPKP.
2.2
Kinerja
2.2.1
Pengertian Kinerja Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan
pegawai pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi atau badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan efektivitas dan efisiensi. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai kinerja menurut beberapa ahli.
26 Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2012:67) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan pengertian kinerja menurut Indra Bastian (2010:329) menyatakan bahwa : “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”. Pengertian kinerja menurut Malayu S.P Hasibuan (2012: 94) mengatakan bahwa : “Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan dan tepat waktu”. Menurut pendapat T.R Mitchell yang dikutip oleh Sedarmayanti (2013:51) mengatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu : 1. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 2. Promptness, ketangkasan atau kegesitan pegawai dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. 3. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya. 4. Capability, kemampuan individu untuk mengerjakan sebagian tugas dalam suatu pekerjaan baik kemampuan intelektual (yakni kemampuan yang
27 diperlakukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan kekuatan dan keterampilan serupa) dan kemampuan fisik. 5. Communication, komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan menumbuhkan motivasi antar pegawai sehingga terbina suatu kerjasama yang harmonis. Salah satu kemajuan Instansi yang paling diharapkan adalah terciptanya kinerja pegawai dalam instansi, dibutuhkan teknik penggerakan dan motivasi yang sesuai dengan kebutuhan instansi dan kondisi pegawai yang bekerja didalam instansi tersebut. Disinilah letak kunci kearah peningkatan kinerja pegawai yang harus dicapai. Pencapaian pegawai kearah kinerja yang menimbulkan efektivitas dan efisiensi kinerja yang dibutuhkan, perlu dibina atas dasar adanya perpaduan pandangan antara pegawai dengan pimpinan, ke arah kerjasama yang harmonis serta adanya suasana yang menimbulkan rasa tanggungjawab. Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : 1. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform). 2. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). 3. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform) Kinerja bagian produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata ”Produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi.
28 Menurut beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas dan efektivitas kinerja, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas kinerja yang tinggi dalam suatu instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. Berbicara tentang kinerja personil, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standard performance. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar termaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
2.2.2
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Menurut Instruksi Presiden No. 7 tahun 2004 , pelaksanaan penyusunan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mempersiapkan dan menyusun Perencanaan Strategis (Strategic Planning). 2. Merumuskan Visi, Misi, Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (Success Key Factors), Tujuan, Sasaran dan Strategi instansi pemerintah. 3. Merumuskan Indikator Kinerja (Performance Indicators) instansi pemerintah dengan berpedoman pada Kegiatan yang Dominan, Kegiatan yang menjadi Isu Nasional dan Vital bagi pencapaian Visi dan Misi instansi pemerintah.
29 4. Memantau dan mengamati pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi dengan seksama. 5. Mengukur Pencapaian Kinerja dengan : a. perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Rencana atau Target; b. perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja Tahun-tahun sebelumnya; c. perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja di Negara-negara lain atau dengan Standar Internasional; d. membandingkan Pencapaian Tahun Berjalan dengan Tahun-tahun sebelumnya; e. membandingkan Kumulatif Pencapaian Kinerja dengan Target Selesainya Rencana Strategis. 6. Melakukan Evaluasi Kinerja dengan : a. menganalisis Hasil Pengukuran Kinerja; b. menginterpretasikan Data yang Diperoleh; c. membandingkan Pencapaian Program dengan Visi dan Misi Intansi Pemerintah.
2.2.3
Pengertian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan pertanggungjawaban.
30 Sjahruddin Rasul (2011:15) menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat. J.B. Ghartey (2010:18) menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa,
mengapa,
siapa,
ke
mana,
yang
mana,
dan
bagaimana
suatu
pertanggungjawaban harus dilaksanakan. Ledvina V. Carino (2012:43) mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya. Kinerja Instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan
kegagalan
pelaksanaan
misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam
31 memenuhi
kewajiban
untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan
dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategik, perencanaan kinerja, dan pelaporan kinerja. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Penerapan sistem tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik KKN.. Sistem AKIP yang telah dikembangkan, diharapkan dapat merupakan suatu sistem yang komprehensif untuk memperbaiki proses-proses pengambilan keputusan mulai dari Perumusan Kebijakan Stratejik; Perencanaan Kinerja Tahunan; Pengukuran Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja berikut Evaluasi dan Tindak Lanjut atas Evaluasi berupa Perbaikanperbaikan/ Pemecahan masalah yang dihadapi oleh setiap instansi pemerintah secara berkelanjutan. Dengan demikian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ada dapat merupakan : 1. Sarana/instrumen penting dan vital untuk melaksanakan reformasi birokrasi dalam
penyelenggaraan
pelayanan publik.
tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan
dan
32 2. Sarana yang efektif untuk mendorong seluruh Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pimpinan Unit Kerja untuk meningkatkan Disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance dan fungsi-fungsi manajemen modern secara taat asas. 3. Sarana yang efektif untuk mendorong pengelolaan dana dan sumber daya lainnya menjadi efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public secara terukur dan berkelanjutan. 4. Sarana untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dari setiap Pemimpin instansi pemerintah atau Unit Kerja dalam menjalankan Misi, Tujuan, dan Sasaran Organisasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Tahunan. 5. Sarana untuk mendorong usaha penyempurnaan struktur organisasi, kebijakan publik, sistem perencanaan dan penganggaran, ketatalaksanaan, metode kerja dan prosedur pelayanan masyarakat, mekanisme pelaporan serta pencegahan praktik-praktik KKN; 6. Sarana untuk mendorong kreativitas, produktivitas, sensitivitas, disiplin dan tanggung
jawab
aparatur
negara
dalam
melaksanakan
tugas/jabatan
berdasarkan aturan/kebijakan, prosedur dan tata kerja yang telah ditetapkan. Manfaat Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut: 1. Mempertajam penetapan prioritas program-program pembangunan nasional dan daerah 2. Meminimalisasi duplikasi pembiayaan kegiatan rutin dan pembangunan sekaligus dapat meningkatkan kinerja secara terukur dan berkelanjutan
33 3. Tersedianya mekanisme pencatatan pemanfaatan sumber daya nasional dalam pelaksanaan seluruh program dan kegiatan nasional dan daerah secara lebih akurat 4. Mempercepat dan meningkatkan keakurasian dalam penyusunan, revisi, perhitungan APBN sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara 5. Mencegah penggunaan dana APBN/APBD untuk kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; 6. Tersedianya sarana dan metoda kerja baru dalam pengendalian sistem sistem manajemen (built in control system) yang lebih handal; 7. Dapat mengurangi jenis dan jumlah laporan yang harus disiapkan oleh pejabat di setiap instansi pemerintah, sehingga waktu kerja pimpinan dapat difokuskan untuk peningkatan kinerja instansi sesuai dengan harapan masyarakat. Keunggulan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut : 1. Sebagai alat atau media laboran pertanggungjawaban instansi pemerintah yang Nadal, baik secara hirarkis maupun fungsional kepada Presiden selaku penanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan negara 2. Sistem AKIP pada dasarnya merujuk pada best practices serta menggunakan pendekatan manajemen stratejik dan pengukuran kinerja, sehingga diharapkan dapat mendorong perubahan paradigm penyelenggaraan pemerintahan yaitu antara lain: a. Dari orientasi Input dan Proses ke arah Efektivitas Hasil dan Manfaat (Outcomes);
34 b. Dari orientasi Jangka Pendek (tahunan) ke orientasi Jangka Menengah (lima tahunan) yang Terukur dan Berkelanjutan; c. Dari budaya Aparat yang Birokratis ke arah budaya entrepreneurship; d. Dari kebiasaan Menunggu Perintah atau Petunjuk Atasan ke arah Kemandirian Berdasarkan Komitmen, Konsistensi pada Visi dan Misi organisasi, serta Profesionalitas Aparat Negara; 3. Sistem AKIP merupakan upaya Preventif yang terbukti Efektif untuk mencegah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di berbagai Negara 4. Memudahkan
bagi
Presiden
untuk
menilai
Kinerja
instansi-instansi
pemerintah 5. Memudahkan integrasi Sistem Perencanaan Nasional dengan Penganggaran, Penentuan Prioritas Pembiayaan Program dan Kegiatan atas dasar Kinerja setiap instansi pemerintah; 6. Membantu
Presiden
untuk
meningkatkan
Kualitas
Laporan
Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam konteks Akuntabilitas Publik yang lebih Transparan.
2.2.4
Perencanan Strategik Dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, perencanaan
strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategik lokal, nasional,dan global, dan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dokumen Rencana strategik setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran) yaitu :
35 1. Visi a. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana instansi pemerintah harus dibawa dan harus diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisifatif, inopatif, serta produktif. Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang bersisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi pemerintah. b. Rumusan visi hendaknya : 1) Mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah organisasi. 2) Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas. 3) Memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran harus berperan dalam mendepenisikan dan membentuk masa depan organisasinya, 4) Mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan organisasi, 5) Mampu menjamin keseimbangan kepemimpinan organisasi c. Rumusan visi yang jelas diharapkan mampu : 1) Menarik komitmen dan menggerakkan orang. 2) Menciptakan makna bagi kehidupan anggota organisasi. 3) Menciptakan standar keunggulan. 4) Menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan. Visi instansi perlu ditanamkan pada setiap unsur organisasi sehingga menjadi visi berasama (shared vision) yang pada gilirannya mampu mengerahkan dan menggerakan segala sumber daya instansi.
36 2. Misi Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah di tetapakan. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Misi suatu instansi harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Misi juga terakait dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi pemerintah dari peraturan perundangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai dengan strategi yang telah dipilih. Perumusan misi instansi pemerintah harus memperhatikan masukan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), dan memberikan peluang untuk perubahan/penyesuaian sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategik.
2.2.5
Perencanaan Kinerja Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan
insikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategik. Hasil dari proses ini berupa rencana kinerja tahunan. Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategik,
yang
akan
dilaksanakan
oleh
instansi
pemerintah
melalui
berbagaikegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian kerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang susunan rencana kerja
37 dilakukann seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu. Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan indikator kinerja sasaran, dan rencana capaiannya ; program; kegiatan, serta kelompok indikator kinerja dan rencana capaiannya.
2.2.6
Fungsi Indikator Kinerja Indikator
kinerja
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu dikembangkan agar dalam kinerjanya dapat mencapai suatu tujuan yang tepat dengan sesuai peraturan perundang – undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk dapat suatu kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadapkinerja pemerintah daerah yang akurat. Secara umum indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagia berikut : 1. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan. 2. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan / program / kegiatan dan dalam menilai kinerjanya termasuk kinerja instansi pemerintah yang melaksanakannya.
38 3. Membangun bagi dasar pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja organisasi atau unit kerja Dalam indikator kinerja terhadap syarat-syarat indikator kinerja adalah sebagai beikut : 1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. 2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpilan yang sama. 3. Relevan yaitu harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan 4. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. 5. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. 6. Efektif yaitu data atau informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
2.2.7
Kinerja Pemerintah Daerah Menurut Agus Dwiyanto (2008:50-51) Ada beberapa indikator yang
biasanya digunakan untuk mengukur kinerja aparatur pemerintah daerah yaitu sebagai berikut:
39 1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. 2. Kualitas layanan Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. 3. Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan asoirasi masyarakat. 4. Responsibitas Responsibitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang eksplisit maupun implisit.
40 5. Akuntabilitas Akutanbilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
2.2.8
Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk
menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup : 1. Kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat pencapaian) dari masing-masing kelompok. 2. Tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat pencapaian) dari masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan (sumber : www.setneg.go.id) Masih menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2012:68) mengatakan bahwa enam karakteristik dari pegawai yang memiliki motivasi prestasi tinggi, yaitu : 1. Mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi 2. Berani mengambil resiko 3. Memiliki tujuan yang realitas 4. Memiliki rencana kerja 5. Memanfaatkan umpan balik 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
41
2.2.9
Program-program Pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah Program-program pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah meliputi:
1. Program Penerapan Kepemerintahan yang baik, bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. 2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN. 3. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan pusat, pemerintahan
provinsi
dan
pemerintahan
kabupaten/kota
agar
lebih
proporsional, efisien dan efektif. 4. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur, bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan. 5. Program
Peningkatan
Kualitas
Pelayanan
Publik
bertujuan
untuk
mengembangkan manajemen pelayanan publik yang bermutu, transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut, dan adil kepada seluruh masyarakat guna menunjang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
42 6. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara, bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu.
2.2.10 Langkah-Langkah Kebijakan Kinerja Pemerintah Daerah Untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui reformasi birokrasi, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah melanjutkan kegiatan-kegiatan penting yang telah dilakukan sebelumnya dan melakukan kegiatan baru yang bersifat terobosan, sebagai berikut: 1. Pemerintah
terus
meningkatkan
penanggulangan
penyalahgunaan
kewenangan, melalui : a. peningkatan komitmen para penyelenggara negara dalam pemberantasan korupsi disertai pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik di semua tingkatan dan kegiatan instansi pemerintahan. c. penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan manajemen berbasis kinerja. d. penataan dan peningkatan efektivitas pengawasan melalui koordinasi dan peningkatan sinergi antara pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat serta percepatan tindak lanjut atas hasil pengawasan.
43 e. pembangunan budaya kerja organisasi dalam birokrasi agar aparatur berperilaku semakin profesional, bermoral, produktif dan bertanggung jawab. f. peningkatan pemberdayaan dan sinergi antara penyelenggara negara, dunia usaha, dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. 2. Pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara sebagai landasan utama untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. melanjutkan penataan kelembagaan pemerintahan agar lebih proporsional serta dapat berfungsi secara lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsi. b. peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan (manajemen) termasuk prosedur kerja di berbagai tingkatan dan kegiatan instansi Pemerintah. c. penataan dan peningkatan kapasitas pegawai agar lebih profesional d. sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, antara lain melalui berbagai diklat dan melalui berbagai pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing instansi Pemerintah. e. meningkatkan koordinasi dan integrasi tugas pokok dan fungsi serta program masing-masing instansi, sesuai dengan tahapan pelaksanaan rencana. f. peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan prestasi.
44 g. pengembangan dan pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan. Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pegawai, Pemerintah terus mengupayakan peningkatan gaji pegawai secara proporsional, adil, dan layak. 3. Pemerintah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan melalui : a. peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah termasuk pelaksanaan pelayanan public. b. peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.
2.2.11 Prinsip-prinsip
Pelaksanaan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah Daerah Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara, pelaksanaan AKIP harus berdasarkan antara lain pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan. 2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. 4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh.
45 5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat. 6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan komitmen yang kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
2.2.12 Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Sjahruddin Rasul (2011:46) menyatakan bahwa siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen berbasis kinerja. Adapun tahapan dalam siklus manajemen berbasis kinerja adalah sebagai berikut: 1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi dan misi organisasi dan strategic performance objectives. 2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yang telah ditetapkan yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi. 3. Pengumpulan
data
kinerja
(termasuk
proses
pengukuran
kinerja),
menganalisisnya, mereviu, dan melaporkan data tersebut. 4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebut untuk mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahan-perubahan dan koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan(fine-tuning) atas kegiatan organisasi. Begitu perubahan, koreksi, dan penyelarasan yang dibutuhkan telah ditetapkan, maka siklus akan berulang lagi.
46 Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Penetapan perencanaan stratejik. 2. Pengukuran kinerja. 3. Pelaporan kinerja. 4. Pemanfaatan
informasi
kinerja
bagi
perbaikan
kinerja
secara
berkesinambungan. Sumber : www.setneg.go.id
2.2.13 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yag telah ditetapkan selama periode tertentu. Penilaian kinerja juga merupakan proses formal untuk melakukan evaluasi kinerja secara periodik. Penilaian kinerja dapat memotivasi pegawai agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian kinerja yang tepat dan konsisten. Penilaian kinerja dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related) dan adanya standar pelaksanaan kerja (performance standar) agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan.
47 Menurut Panggabean (2011:87) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebagai berikut : “Penilaian kinerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi kinerja seseorang secara periodik. Proses penilaian kinerja ini ditunjukkan untuk memenuhi kinerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi”. Menurut Hendri Simaora (2010:415) mendefinisikan Penilaian kinerja adalah sebagai berikut : “Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan”. Menurut Panggabean (2011:90) tahapan pada proses penilaian adalah: 1. Identifikasi Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian. Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. 2. Observasi Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat.
48 3. Pengukuran Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat prestasi karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi. 4. Pengembangan Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap prestasi kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan hasil kerja karyawan. Menurut Veithzal Rivai dan Ahmad Fauzi (2010:129) mengatakan bahwa sistem kinerja yang baik sangat bergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan harus memenuhi syara-syarat sebagai berikut : 1. Praktis Keterkaitan langsung dan pekerjaan seseorang adalah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. 2. Kejelasan standar Standar merupakan tolak ukur seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar memperoleh nilai tinggi, standar itu harus pula mempunyai kompetitif 3. Kriteria yang objektif Suatu penilaian kinerja dapat dapat dikatakan efektif apabila instrument penilaian kinerja tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: a. Reliability Ukuran kinerja harus konsisten. Jika ada dua penilaian mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hasil serupa menyangkut hasil mutu kerja.
49 b. Relevansi Ukuran kerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin. c. Sensitiviti Beberapa ukuran mampu mencerminkan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja. d. Practicality Kriteria harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data dan tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien.
2.2.14 Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan penilaian kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal, yaitu 1. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja organisasi dimana ukuran kinerja ini nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini nantinya dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu organisasi sehingga tujuan dan sasaran program kerja dapat tercapai. 2. Penilaian kinerja suatu organisasi digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Penilaian
kinerja
pertanggungjawaban
suatu
organisasi
kepada
atasan
dimaksudkan dan
untuk
mewujudkan
memperbaiki
komunikasi
kelembagaan Secara umum, tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
50 1. Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakterisasikan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan dalam tindakan. 2. Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan objektif,
membandingkan
prestasi
yang sesungguhnya
dengan
yang
direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi yang dinilai. 3. Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan pribadi. 4. Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan untuk mempertinggi keterampilan seseorang) yang mengikuti proses penilaian. 5. Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan pegawai, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana ada keharmonisan antara sasaran individu dengan organisasi. Bagi pegawai, penilaian kinerja dapat menimbulkan perasaan puas dalam diri mereka, karena dengan cara ini hasil kerja mereka dinilai oleh organisasi dengan sewajarnya dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam individu pegawai dapat diketahui. Kelemahan-kelemahan tersebut harus diterima secara sadar oleh pegawai sebagai suatu kenyataan dan pada akhirnya akan menimbulkan dorongan untuk memperbaiki diri.
51 Pada
dasarnya
penilaian
kinerja
merupakan
faktor
kunci
guna
mengembagkan suatu instansi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya yang ada dalam instansi. Menurut Richard William (dalam Wungu, 2010:48) menunjuk adanya sembilan kriteria faktor penilaian kinerja pegawai, yaitu : 1. Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif. 2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3. Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi. 4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif. 5. Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria. 6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan. 7. Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif. 8. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. 9. Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi. Kinerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena
52 bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai. Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi dapat dikategorikan sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan (input) dan ability bersama-sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor penilaian dalam kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian dari kelompok keluaran (output).
2.2.15 Kendala-kendala Penilaian Kinerja Penilaian kinerja harus bebas diskriminasi. Apapun bentuk penilaian yang dilakukan haruslah adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja. Kendalakendala penilaian kinerja pegawai dalam bukunya Henry Simamora (2010) yaitu : 1. Hallo Effect Penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negative maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai. 2. Liniency Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya. 3. Stickness Penilaian kinerja yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang sebenarnya. 4. Central tendency
53 Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai rata-rata (sedang) kepada pegawai. 5. Personal Biases Penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior lebih tua usia, yang berasal dari suku bangsa yang sama. Selain itu Veithzal Rivai (2011:317) menjabarkan kendala-kendala yang lainnya sebagai berikut : 1. Kendala hukum (penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal). 2. Bias oleh penilaian setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias pada umumnya adalah : a. Kesalahan
kecenderungan
terpusat
(beberapa
penilai
tidak
suka
menempatkan pegawai keposisi ekstrim dalam arti pegawai yang dinilai sangat positif atau sangat negatif). b. Bias karena terlalu lunak atau terlalu keras (hal ini terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah ataupun ketat dalam mengevaluasi kinerja pegawai). c. Self prejudice (sikap tidak suka seorang pegawai terhadap sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang pegawai). d. Pengaruh kesan terakhir (ketika penilai diharuskan menilai kinerja pegawai pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan dengan tindakan pegawai pada saat ini yang sebetulnya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau).
54 2.3 Penelitian Terdahulu Untuk menunjang penelitian ini, telah dilakukan beberapa penelitian yang dimulai peneliti terdahulu. Penulis Almanda Primadona (2012)
Judul Penelitian
Alat Analisis Pengaruh Analisis Pengawasan Intern regresi dan Pengelolaan linier Keuangan Daerah berganda Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Penelitian Pada Pemerintah Kota Bandung).
Yulia Petra Pengaruh Harvianda Pengawasan (2014) Fungsional Dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada SKPD Provinsi Riau)
Analisis regresi linier berganda
Made Budi Sastra Wiguna, Gede Adi Yuniartha, dan Nyoman Ari Surya Darmawan (2015)
Analisis regresi linier berganda
Pengaruh Pengawasan Keuangan Daerah, Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
Kesimpulan Pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah secara bersama – sama mempunyai korelasi yang cukup dan memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 37,9% terhadap kinerja pemerintahan daerah dimana semakin baik pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah maka akan semakin baik pula kinerja pemerintahan daerah pada dinas di Kota Bandung Nilai koefisien determinasi adalah R2 sebesar 0,152. Hal ini menunjukkan variabel independen pengawasan fungsional dan akuntabilitas publik yang digunakan mampu menjelaskan 15,2% variabel kinerja pemerintah daerah. Sedangkan sisanya sebesar 84,8% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Pengawasan Keuangan Daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, (2) akuntabilitas pengelolaan keuangan berpengaruh
55 Penulis
Judul Penelitian
Alat Analisis
Kabupaten Buleleng
Rudi Harto Pengaruh (2012) Pengawasan Melekat Dan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Survei Pada Organisasi Perangkat Daerah di Kota Tasikmalaya)
Analisis regresi linier berganda
Kesimpulan signifikan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, (3) transparansi pengelolaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, (4) pengawasan keuangan daerah, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pengawasan melekat dan pengawasan fungsional berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah dan hasil secara parsial menunjukkan bahwa variabel pengawasan melekat dan pengawasan fungsional berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah. . Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama pengawasan melekat dan pengawasan fungsional memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (efektivitas keuangan daerah) sebesar 91,4 % sedangkan sisanya 8,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
56 2.4
Pengaruh Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut
untuk lebih baik. Dalam banyak hal memang harus diakui bahwa kinerja pelayanan publik pemerintah masih buruk. Hal ini disebabkan antara lain adalah: pertama, tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan. Kedua, buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (ruledriven) dan petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan. Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat yang selalu berkembang. Ketiga, budaya paratur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan. Keempat, budaya paternalistrik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama, bukan kepentingan masyarakat (Fadillah dan Arif, 2010:12). Masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah pelayanan publik sudah menjadi program pemerintah yang harus secara terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya. Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan publik ternyata tidakotomatis mengatasi masalah yang terjadi, sebab dari hari ke hari keluhanmasyarakat bukannya berkurang bahkan semakin sumbang terdengar. Hal
57 inimenunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public services masih belummemenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu pelayanan. Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi pemerintah untuk memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah. Adapun pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2002 tentang pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggara pemerintah daerah mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan olehlembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian”. Sumber Daya Manusia menempati posisi strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci keberhasilan bagi segenap bidang pembangunan yang diselenggarakan di daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai merupakan sarana penentu dalam mencapai tujuan organisasi pemerintahan. Pembinaan mutu penyelenggara pemerintahan daerah perlu dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan sehingga Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam proses tersebut mampu menjawab tantangan pembangunan daerah serta dapat membangun. Menurut PP Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum PenyelenggaraanPelayanan Publik. Dalam surat keputusan tersebut, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah diberikan arahan mengenai prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu
58 antara lain prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan tanggungjawab serta kedisiplinan. Menurut Revrisond Baswir (2010:143) “terciptanya kondisi yang mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kebijaksanaan, rencana dan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan oleh atasan langsung.” Kinerja (performance) adalah prestasi yang dicapai oleh suatu instansi sebagai suatu kesatuan yang utuh selama priode tertentu. Indra Bastian (2010:329) menyatakan bahwa : “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 1 butir (4) PP No. 79 tahun 2005 disebutkan bahwa: ”Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam hal ini maka yang menghubungkan antara pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah Revrisond Baswir (2010:138) menyatakan: “Pelaksanaan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintah. Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan kinerja umum pemerintah dan pembangunan dengan tujuan agar kinerja pemerintahan dalam pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam jangka waktu priode tertentu” Namun, suatu kebijakan tidak begitu saja dapat diimplementasikan dengan baik. Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap
59 kualitas pelayanan publik terus meningkat seiring dengan meningkatnya dinamika masyarakat itu sendiri. Bila tidak diimbangi dengan konsestensi pelaksanaan kebijakan atau betapa banyak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah maka hasilnya tetap saja dirasakan kurang memuaskan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 1) menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a) pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah. b) pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepaladaerah. 2) menyatakan
bahwa
pengawasan
penyelenggaraan
pemerintahandaerah
dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai dengan peraturan peurundang-undangan. Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu dikembangkan agar dalam kinerjanya dapat mencapai suatu tujuan yang tepat dengan sesuai peraturan perundang-undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk dapat suatu kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap kinerja pemerintah daerah yang akurat dapat dipercaya dan tepat sasaran, serta terciptanya kinerja pemerintah daerah yang sentralistik kepada desentralistik. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan paradigma penelitian sebagai berikut.
60
Standar umum (X1) Standar koordinasi dan kendalian mutu (X2) Standar pelaksanaan (X3)
Kinerja Pemerintah Daerah (Y)
Standar pelaporan (X4) Standar tindak lanjut (X5)
2.5 Hipotesis Hipotesis ini merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dari perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan telah dituangkan dalam kerangka pikir, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1 : Standar umum berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah H2 : Standar koordinasi dan kendali mutu berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah H3 : Standar pelaksanaan berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah H4 : Standar pelaporan berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah H5 : Standar tindak lanjur berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah H6 : Standar umum, standar koordinasi dan kendalian mutu, standar pelaksanaan, standar pelaporan, dan standar tindak lanjut berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Daerah