BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan
adalah
suatu
sinyal
yang
menyadarkan,
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami oleh dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah suatu kebingungan atau kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005) Kecemasan adalah emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian dan super ego. Bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan super ego berada pada kondisi bahaya. Kecemasan terjadi yang sangat akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan paling
8
9
penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri (Suliswati, 2005) 2. Tanda dan Gejala Kecemasan Manifestasi dari adanya kecemasan dapat terlihat pada individu sebagai tanda dan gejala, dimana dapat muncul tanda-tanda fisik maupun gejala psikologis (Singgih, 1997). Tanda dan gejala orang yang mengalami kecemasan adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Tanda dan Gejala Orang Yang Mengalami Kecemasan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tanda Fisik Gemetaran Rejatan Rasa goyang Ketegangan otot Nafas pendek Mudah lelah Sering kaget Hiperaktifitas autonomik a. Wajah merah dan pucat b. Tangan terasa dingin c. Diare d. Mulut kering e. Sering kencing f. Takikardi atau nadi cepat
Gejala Psikologis 1. Rasa takut 2. Sulit konsentrasi 3. Hypervigilance (siaga berlebih) 4. Insomnia 5. Libido turun 6. Rasa mengganjal ditenggorokan 7. Rasa mual diperut
Sumber : (Singgih, 1997). Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan menggunakan Hamilton Rate Scale For Anxiety (HRSA) yang sudah dikembangkan oleh kelompok psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui tehnik wawancara langsung, maka dapat di ketahui derajat kecemasan
10
seseorang menurut Hawari yaitu : 0: tidak ada cemas, 1: gejala cemas ringan, 2: gejala cemas sedang, 3: gejala cemas berat, 4: gejala cemas berat sekali atau panik. 3. Keluhan-Keluhan Yang Sering Dikemukakan Oleh Orang Yang Mengalami Kecemasan : Menurut
Hawari
(2001),
keluhan-keluhan
yang
sering
dikemukakan antara lain: a. Khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala. 4. Kecemasan Tingkat kecemasan menurut Stuart (2001) adalah sebagai berikut: a. Kecemasan ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Kecemasan ini normal dalam kehidupan karena meningkatkan motivasi dalam
11
membuat
individu
siap
bertindak.
Stimulus
dari
luar
siap
diinternalisasi dan pada tingkat individu mampu memecahkan masalah secara efektif, misalnya seseorang yang menghadapi ujian akhir, individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan. b. Kecemasan sedang Kecemasan
sedang
memungkinkan
seseorang
untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang yang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Cemas sedang ditandai dengan lapang persepsi mulai menyempit. Pada kondisi ini individu masih bisa belajar dari arahan orang lain. Stimulus dari luar tidak mampu
diinternalisasi
dengan
baik
tetapi
individu
sangat
memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian. c. Kecemasan berat Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi orang yang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah
12
atau arahan untuk berfokus pada area lai, misalnya individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam, individu dalam penyanderaan. d. Panik Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meski dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpanan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan a. Faktor Karakteristik Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi elektif (Hawari, 2001) adalah :
13
1) Umur Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah mengalami stres daripada yang berumur lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya usia muda biasanya mudah mengalami cemas atau stres dikarenakan bertumpuknya masalah yang mungkin sering dialami oleh seseorang pada usia muda. Walau umur sukar ditentukan karena sebagain besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Tapi seringkali kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun. 2) Status Pendidikan Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan tentang pra operasi yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar lebih tanggap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Notoatmodjo, 2002). Adapun pendidikan dibagi menjadi dua yaitu : a) Pendidikan Informal Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah, di lingkungan sekolah dan di dalam kelas. b) Pendidikan Formal Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau universitas
14
Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami stres dibanding dengan mereka yang status pendidikan yang lebih tinggi atau baik. 3) Status Ekonomi (pendapatan) Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan dalam hal ini tersedianya baiaya untuk opearsi elektif. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas maupun kualitas kesehatan sehingga ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan keadaan kesehatan seseorang. Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan kesehatan seseorang menjadi memadai (Berg, 1996). Tingkat pendapatan seseorang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan hidup, dimana pada pasien pre opearsi elektif yang banyak membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan berdampak pada status kesehatan yang ada. Tingkat pendapatan juga mempengaruhi pasien pre operasi elektif dalam memenuhi kebutuhan selama operasi berlangsung dan perawatannya, yang selanjutnya berperan dalam prioritas pemanfaatan kesehatan berdasarkan kemampuan ekonomi atau pendapatan pada suatu keluarga. Bagi mereka yang berpendapatan sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan berupa
pemanfaatan
kesehatan
apa
adanya,
sesuai
dengan
15
kemampuan mereka. Apabila tingkat pendapatan baik, maka pemanfaatan kesehatan mereka akan lebih baik. 4) Pengetahuan a) Pengertian Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Hasil pengetahuan seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telingga dan sebagainya) dan sendirinya pada waktu penginderaan sampai intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran). Pengetahuan sebagai sesuatu yang diketahui oleh seseorang dengan jalan apapun dan sesuatu yang diketahui orang dari pengalaman yang didapat (Notoatmodjo, 2002). b) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor
yang
(Notoatmodjo, 2003) yaitu :
mempengaruhi
pengetahuan
16
1) Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima dan menyesuaikan hal-hal yang baru. 2) Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. 3) Kultur Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. 4) Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan, dimana pada seseorang dengan umur yang bertambah dan pendidikan yang lebih baik akan memudahkan dalam menyerap informasi yang diberikan serta bersikap lebih bijak. 5) Tipe Kepribadian Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004). Orang dengan kepribadian tipe
17
A (introvert) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stres dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert). Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, tidak dapat tenang dan diam, mudah bermusuhan, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang, sedangkan orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert). Setiap orang yang mempunyai tipe kepribadian yang berbeda-beda. Tidak semua orang mengalami kepribadiannya
cemas, hal ini tergantung pada tipe
(Hawari, 2001). Adapun klasifikasi kecemasan
yaitu : a) Tipe A (introvert) Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan antisosial. Seseorang
juga
mengamati
dunia
luar,
tetapi
mereka
melakukannya secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka sendiri. Ciri-ciri orang dengan tipe introvert adalah sulit bergaul, hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar kurang baik. Hal ini akan menyebabkan seseorang sulit menyesuaikan diri dengan
18
lingkungan rumah sakit, dimana orang dihadapkan pada berbagai macam tindakan keperawatan dan orang yang tidak dikenal, seperti dokter, perawat dan pasien lainnya. b) Tipe B (ekstrovert) Sikap ekstrovert mengarahkan pribadi ke pengalaman objektif, memusatkan perhatiannya ke dunia luar, cenderung berinteraksi dengan orang disekitarnya, aktif dan ramah. Ciri-ciri anak tipe ekstrovert biasanya mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
B. Teori Operasi 1. Pengertian Operasi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan oleh dokter spesialis atau operator dengan syarat ada persetujuan operasi, kelengkapan laboratorium, EKG, Radiologi dan lain-lain sesuai perintah dokter yang menaggani operasi, disetujui oleh dokter anestasi. Adapun macam-macam operasi (Ester, 2001) adalah sebagai berikut: a. Operasi Elektif (Terprogram) Operasi
elektif
(terprogram)
adalah
operasi
yang
sehari
sebelumnya telah didaftarkan ke IBS (Instalasi Bedah Sentral) dengan ACC dari dokter anestesi. Semua prosedur operasi sudah memenuhi
19
syarat termasuk persiapan pasien puasa, laborat, lagnen, skeren daerah operasi dan lain-lain, dimana terencana terlebih dahulu. b. Operasi Cyto (emergency) Operasi segera atau mendadak (emergency) dimana pasien harus dioperasi segera dengan alasan medik misalnya SC dengan perdarahan, placentaprefia dan lain-lain. Fraktur terbuka dengan perdarahan hebat dan lain-lain. Adapun klasifikasi tindakan operasi adalah: 1. Sederhana meliputi operasi ringan a) Incici b) Caterisasi lesi kecil c) Fungsi ringan d) Jahit luka < 5 cm. 2. Kecil a) Exterpasi tumor kulit superfisial diameter kecil b) Wound toilet luka kecil c) Exterpasi klavus d) Cabut kuku dan lain-lain 3. Sedang a) Hernioterapy reponible b) Apendiksitis simple tanpa penyulit c) Mekrotopmiluas d) Incici abses dengan anestesi ringan 4. Besar
20
a) Laparatomy explorasi (Lilies, peritonitis) b) Apendiksitis dengan penyulit (perforasi, infitrat) c) Thiroidectomy para anal d) Amputasi extermitas superior atau eksternal 5. Canggih a) Prostatectomy terbuka b) Urectrolitotomy 6. Khusus a) Laparatomy explorasi reseksi dan anastomosis usus b) Laparatomy dan coloctomi c) Orit fraktur pasang plat, screw prothese dengan penyulit 2. Persiapan Pre Operasi Elektif Tindakan umum yang dilakukan setelah diputuskan melakukan pembedahan adalah untuk mempersiapkan pasien agar penyulut pasca operasi dapat dicegah sebanyak mungkin. Sebagian tindakan tersebut dilakukan secara rutin seperti pembersihan kulit, sedangkan yang lain dipilih berdasarkan keterangan anamnesis. Pemeriksaan pra operasi dan rencana pengolahan. Toleransi pasien terhadap pembedahan mencakup toleransi fisik maupun mental (Ester, 2001). a. Persiapan Mental Secara mental seorang pasien harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena selalu ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, anestesi terhadap kemungkinan cacat
21
atau mati. Dalam hal ini hubungan baik antara penderita, keluarga dan dokter sangat menentukan. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan dokter dan petugas kesehatan lainnya. Atas dasar pengertian, pasien dan keluarga dapat memberikan persetujuan dan izin untuk pembedahan. b. Persiapan Fisik 1) Berbagai organ dan sistem Sebelum pembedahan dimulai (dengan anesthesia umum) lambung harus kosong, Reflek esophagus mudah terjadi terutama pada permulaan anesthesia, sehingga dapat terjadi aspirasi isi lambung yang merupakan suatu penyulit berbahaya karena menimbulkan pneumonia yang tidak mudah diatasi. oleh karena itu pasien dipuasakan 6 jam sebelum pembedahan. Kulit tubuh khususnya di daerah lapangan operasi harus bersih. Pasien harus mandi atau dimandikan dengan sabun atau larutan
antiseptik
seperti
khorheksidin
atau
larutan
yang
mengandung yodium. Selain itu harus bebas infeksi, sehingga operasi efektif harus ditunda selama ada infeksi kulit. Suhu badan sebaiknya dipertahankan kurang lebih normal. Penderita
yang
demam
metabolismenya
meningkat
dan
memerlukan lebih banyak zat asam sehingga iribilitas miskord meningkat dan keadaan syok tidak dapat dikompensasikan seperti biasa. Suhu tubuh harus diturunkan terlebih dahulu umpamanya
22
dengan sedia salisilat. Bila demam disertai mengigil dapat diberikan klorpromazin, hipotermia dibawah 340 C berisiko karena metabolisme berlangsung lambat, sehingga pembekuan darah terjadi keterlambatan. Pasien yang demikian harus dihanggatkan dahulu dengan selimut hangat atau dimandikan dengan air hangat 400 C Diuresis menjadi pegangan penting dalam menentukan keseimbangan cairan. Jika diuresis mencapai 30ml/jam, lidah lembab, mukosa lain tampak basah, turgor kulit memadai pasien dapat dianggap normal. Penyulit pasca bedah paling banyak terjadi diparu. Perokok diharuskan berhenti merokok satu minggu sebelum operasi, karena merokok melumpuhkan siliamukosa dan meningkatkan sekresi jalan nafas sehingga proses pembersihan jalan nafas terganggu. Selain itu gangguan faal hati, gangguan pembekuan darah juga perlu dikoreksi. 2) Keadaan Gizi Kebanyakan pasien yang akan dioperasi tidak membutuhkan perhatian khusus tentang gizi. Pada umumnya mereka itu dapat berpuasa untuk waktu tertentu sesuai dengan penyakit dan waktu pembedahan, tetapi tidak jarang pasien yang datang dalam keadaan gizi yang kurang baik, misalnya yang terjadi pada penderita penyakit saluran cerna, keganasan infeksi kronis dan trauma berat.
23
Malnutrisi
berat
dipengaruhi
morbiditas
karena
terganggunya penyembuhan luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun malnutrisi ringan protein dan kalori tidak banyak mempengaruhi hasil operasi. Berbeda dengan malnutrisi akibat kelaparan pada penderita bedah terdapat faktor lain yang menyebabkan malnutrisi yaitu kurangnya asupan makanan dan proses radang akibat katalisme meningkat dan anabolisme menurun. Keadaan ini dapat berlangsung tampak pada penurunan kadar serum albumin dan hipotrofi otot. 3. Perawatan Pre Operatif Keperawatan
pre
operatif
merupakan
tahapan
awal
dari
keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapantahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Effendy, 2005).
24
C. Kerangka Teori Karakteristik : 1. Umur 2. Status pendidikan 3. Status ekonomi (pendapatan) 4. Pengetahuan Kecemasan Pasien Pre operasi elektif 1. Tipe Kepribadian
- Tidak cemas - Cemas Ringan
Persiapan Pre Operasi 1. Persiapan Mental
- Cemas Sedang - Panik
2. Persiapan Fisik
Gambar 2.1. Hubungan Karakteristik dan Tipe Kepribadian dengan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Elektif. Sumber Efendy (2002), Hastuti (2005), Suwandi (1998), Wibowo (2001), Hawari (2001).
D. Kerangka Konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Karakteristik pasien pre operasi: 1. Umur 2. Status pendidikan 3. Status ekonomi (pendapatan) 4. Pengetahuan 5. Tipe Kepribadian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Kecemasan Pasien Pre operasi elektif - Tidak cemas - Cemas Ringan - Cemas Sedang - Panik
25
E. Hipotesis 1. Tidak ada hubungan umur dengan kecemasan pada pasien pre operasi elektif di Ruang Bougenvile RSUD Dr Raden Soedjati Kabupaten Purwodadi. 2. Ada hubungan status pendidikan dengan kecemasan pada pasien pre operasi elektif di Ruang Bougenvile RSUD Dr Raden Soedjati Kabupaten Purwodadi. 3. Tidak ada hubungan status ekonomi (pendapatan) dengan kecemasan pada pasien pre operasi elektif di Ruang Bougenvile RSUD Dr Raden Soedjati Kabupaten Purwodadi. 4. Ada hubungan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi elektif di Ruang Bougenvile RSUD Dr Raden Soedjati Kabupaten Purwodadi. 5. Ada hubungan tipe kepribadian dengan kecemasan pada pasien pre operasi elektif
di Ruang
Purwodadi.
Bougenvile RSUD Dr Raden Soedjati Kabupaten