4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Sus Isi Coklat Kue atau cake adalah adonan panggang dengan bahan dasar tepung terigu, gula, telur dan lemak. Selain itu, cake dapat dibuat dengan bahan tambahan yaitu garam, bahan pengembang, shortening, susu dan bahan penambah aroma. Bahan-bahan ini dicampur untuk menghasilkan remah yang halus, tekstur yang empuk, warna menarik dan baik aromanya. Jenis-jenis cake ada tiga yaitu butter cake, chiffon cake dan foam cake. Butter cake atau cake mentega komposisinya tergantung dari telur, tepung dan susu untuk membentuk struktur serta menggunakan banyak mentega. Sedangkan volume diperoleh dari penggunaan baking powder. Chiffon cake merupakan kombinasi dari butter cake dengan foam cake. Cake yang sangat ringan dan mempunyai tekstur halus. Cake ini mengandalkan putih telur yang dikocok kaku agar adonan mengembang tinggi, menteganya pun diganti minyak. Foam cake prinsipnya tergantung dari pengembangan dan denaturasi dari protein telur untuk menghasilkan struktur dan volume akhir. Cake ini biasanya tidak menggunakan lemak dan menghasilkan cita rasa cake yang tidak mengenyangkan (Faridah dkk, 2008). Kue sus kering merupakan kue camilan yang sudah sangat merakyat dan sudah banyak untuk ditemukan dimanapun tempatnya. Kue sus kering ini dapat menjadi salah satu pilihan sebagai camilan wajib di saat hari raya idul fitri dan atau saat acara lainnya. Kue sus kering memiliki banyak sekali penggemar dari kalangan anak- anak maupun dari kalangan orang tua, karena Kue sus ini memiliki struktur kulit yang kering namun tidak keras.
Syarat mutu SNI roti sejauh ini belum ada, yang mendekati yaitu syarat mutu SNI roti manis. Berikut ini syarat mutu SNI 01-3840-1995 roti manis dapat dilihat pada Tabel 2.1
4
5
Tabel 2.1 Syarat Mutu Roti Manis No 1 1.1
Kriteria Uji Keadaan Kenampakan
1.2 1.3 2 3
Bau Rasa Air Abu (tidak termasuk garam) dihitung atas dasar bahan kering 4 Abu yang tidak larut dalam asam 5 NaCl 6 Gula (sakarosa) 7 Lemak 8 Serangga 9 Bahan tambahan makanan 9.1 Pengawet 9.2 Pewarna 9.3 Pemanis buatan 9.4 Sakarin siklamat 10 Cemaran logam 10.1 Raksa (Hg) 10.2 Timbal (Pb) 10.3 Tembaga (Cu) 10.4 Seng (Zn) 11 Arsen (As) 12 Cemaran mikroba 12.1 Angka Lempeng Total 12.2 E. coli 12.3 Kapang Sumber: SNI 01-3840-1995
Satuan -
Persyaratan Kue tawar Kue manis
% b/b % b/b
Normal, tidak berjamur Normal Normal Maks. 40 Maks. 1
Normal, tidak berjamur Normal Normal Maks. 40 Maks. 3
% b/b
Maks. 3,0
Maks. 3,0
% b/b % b/b % b/b -
Maks. 2,5 Tidak boleh ada
Maks. 2,5 Maks. 8 Maks. 3,0 Tidak boleh ada
Sesuai SNI 01-0222-1995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Negatif Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5
Negatif Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5
koloni/g APM/g koloni/g
Maks. 106 <3 Maks. 104
Maks. 106 <3 Maks. 104
B. Bahan Pembuatan Kue Sus Isi Coklat 1.
Bahan Baku a. Tepung terigu Hampir semua resep kue kering menggunakan tepung terigu sebagai bahan utamanya. Pilihlah tepung terigu yang berprotein rendah atau protein sedang. Tepung jenis ini mudah ditemukan diwarung atau supermarket dalam kemasan pack (1/2 kg atau 1 kg). jika dalam membuat adonan kue kering menggunakan tepung terigu berprotein tinggi, maka adonan menjadi liat dan sulit dibentuk, hasilnya kue kering menjadi keras dan tidak renyah (Ayu Kharie, 2015).
6
Tepung terigu mengandung dua macam protein yang memegang peranan penting dalam pembuatan kue, yaitu protein glutenin dan gliadin yang berfungsi menentukan struktur produk kue dan memberikan kekuatan pada adonan. Kandungan gizi tepung terigu yang baik akan mempunyai komposisi kadar air 13%, kadar protein 12-13%, kadar hidrat arang 72-73% dan kadar lemak 11%. Pada saat dicampur dengan air, protein glutenin dan gliadin berfungsi sebagai kerangka kue sehingga adonan tidak mudah pecah dan dapat menahan gas karbondioksida hasil fermentasi. Gas karbondioksida dapat lolos kembali apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat, akibatnya kue menjadi kempes setelah dioven (Haryono, 1992). Tepung terigu yang digunakan bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah menggumpal jika diletakkan, berwarna putih, tidak berbau asing, bebas dari kotoran dan kontaminasi lain. Kandungan protein utama dalam terigu yang berperan dalam pembuatan kue adalah gluten. Gluten ini terbentuk dari gliadin dan glutein. Fungsi tepung terigu dalam pembuatan kue sebagai pembentuk struktur yang membuat kue mengembang besar dan empuk teksturnya, sebagai sumber protein dan karbohidrat. Protein yang ada di dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air akan menyerap air dan ketika diaduk atau diuleni akan membentuk gluten yang menahan gas CO2 hasil reaksi ragi pati dengan pati di dalam tepung (Subarna, 1996). Menurut Murdani (2010) berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 1) Hard Flour atau dikenal dengan tepung terigu tinggi protein, misalnya Cakra. Mengandung gluten (protein tepung) sebesar 1213%. Tepung ini cocok untuk membuat roti manis, roti tawar, roti perancis dan danish. 2) Medium Flour atau dikenal dengan tepung terigu protein sedang, misalnya Segitiga Biru. Tepung ini mengandung gluten (protein tepung) sebesar 9,5-10 %. Sangat cocok untuk membuat cake, kue sus, bolu kukus dan sebagainya.
7
3) Soft Flour atau dikenal dengan tepung terigu rendah protein, misalnya Kunci Biru. Tepung ini mengandung gluten (protein tepung) sebesar 7-8,5 %. Tepung ini sangat cocok untuk membuat aneka biskuit dan kue kering. Berikut ini syarat mutu SNI 01-3751-2006 tepung terigu sebagai bahan makanan yang baik dapat di lihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan No 1 1.1 1.2
Jenis uji Keadaan Bentuk Bau
Warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan3 potongannya yang tampak Kehalusan, lolos ayakan 212 µm 4 No. 70 (b/b) Kadar air (b/b) 5 Kadar abu (b/b) 6 Kadar protein (b/b) 7 Keasaman 8 Falling number (atas dasar kadar 9 air 14%) Besi (Fe) 10 Seng (zn) 11 Vitamin B1 (thiamin) 12 Vitamin B2 (riboflavin) 13 Asam folat 14 Cemaran logam 15 15.1 Timbal (Pb) 15.2 Raksa (Hg) 15.3 Tembaga (Cu) Cemaran Arsen 16 Cemaran mikroba 17 17.1 Angka lempeng total 17.2 E. coli 17.3 Kapang Sumber : SNI 01-3751-2006 1.3 2
Satuan
Persyaratan
-
Serbuk Normal (bebas dari bau asing) Putih khas terigu Tidak ada Tidak ada
%
Min 95
% % % Mg KOH/100g Detik
Maks. 14,5 Maks 0.6 Min 7,0 Maks 50 Min 300
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Min 50 Min 30 Min 2,5 Min 4 Min 2
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks 1,00 Maks 0,05 Maks 10 Maks 0,50
Koloni/g APM/g Koloni/g
Maks 106 Maks 10 Maks 104
b. Telur Telur adalah suatu bahan makanan sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Untuk dunia kuliner, telur berfugsi sebagai pengembang adonan, membentuk warna, perbaikan rasa, menambah nilai gizi, sebagai pelembut atau pengempuk, sebagai penambah aroma dan zat gizi. Telur mempunyai dua unsur yaitu, kuning telur dan putih telur. Kuning telur mengandung 50 % air, sedangkan putih telur kadar airnya
8
mencapai 87 %. Dalam kuning telur terdapat lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak. Kuning telur juga berfungsi sebagai pengawet alami, makin banyak kuning telur yang dipakai, kue akan terasa lebih legit dan padat, sebaliknya makin banyak putih telur yang dipakai kue akan lembek dan lekat di langit-langit mulut (Tarwotjo, 2004). Penambahan kuning telur dalam adonan kue kering menjadikan kue kering empuk dan renyah. Sementara, semakin banyak putih telur menjadikan kue kering keras. Kuning telur mentah juga dapat digantikan dengan kuning telur kukus. Jumlah penggunaannya sama, tetapi kuning telur kukus harus dihaluskan terlebih dahulu. Selain dicampur dalam adonan yang telah dibentuk agar tampilan kue kering terlihat mengkilap (Ayu Kharie,2015). Putih telur juga sangat berperan dalam membentuk adonan yang lebih kompak. Sedangkan kuning telur sangat mempengaruhi kelembutan dan rasa yang dihasilkan. Penggunaan salah satu bagian telur (putih atau kuning) atau kombinasi keduanya disesuaikan dengan hasil akhir yang diinginkan. Komposisi putih dan kuning telur pada telur ayam dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi Putih dan Kuning Telur pada Telur Ayam Komposisi Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Kalsium (mg/100 g) Fosfor (mg/ 100 g) Besi (mg/100 g) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg/100 g)
Putih telur 87,8 10,8 0,8 6 17 0,2 -
Kuning telur 49,4 16,3 31,9 0,7 147 586 2,7 2000 0,27
Sumber: Syarief dan Anies (1988)
Fungsi telur dalam pembuatan bakery adalah membentuk warna dan flavour yang khas, memperbaiki rasa dan kesegaran kue, meningkatkan pengembangan, meningkatkan nilai gizi dan kelembutan kue. Selain itu, digunakan untuk mengoles permukaan kue manis sehingga permukaan kue mengkilap. Fungsi telur dalam adonan adalah
9
membantu proses pengembangan volume adonan serta menghasilkan flavour dan rasa yang gurih (Wahyudi, 2003). Syarat mutu telur sebagai bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Syarat Mutu Telur Sebagai Bahan Makanan No
Uji Organoleptik
1
Keadaan kerabang
-
2
Kantong udara
-
3
Keadaan putih telur
-
4 Keadaan kuning telur 5 Bau Sumber: SNI 01-3926-1995
-
Persyaratan (SNI 01-3926-1995) Utuh, bentuk normal licin (halus) dan bebas dari kotoran Kedalaman kurang dari 0,5 cm dan tetap ditempat Bebas dari noda (darah, daging dan benda asing lainnya) dan kental Bulat, posisi ditengah dan bersih Bau khas
c. Margarin Margarin merupakan salah satu sumber energi dengan vitamin A, D, E dan K serta memiliki jumlah kalori yang lebih sedikit daripada mentega biasa. Fungsi margarin dalam proses pembuatan kue adalah membantu dalam aerasi, melembutkan tekstur, memperbaiki rasa, memperbaiki kualitas saat penyimpanan, membuat tidak kenyal dan memberi warna pada permukaan (Faridah dkk, 2002). Margarin dan mentega keduanya serupa tapi tidak sama. Margarin terbuat dari lemak nabati sementara mentega terbuat dari lemak hewani. Mentega biasa juga disebut dengan butter. Kue kering yang menggunakan margarin akan menghasilkan kue yang kokoh dan stabil, sedangkan kue kering yang menggunakan mentega akan menghasilkan kue yang lezat dan bentuk kue tetap bagus, pakailah mentega yang dicampur dengan margarine dengan perbandingan 50 : 50 (Raditrini dkk, 2015).
10
Syarat mutu SNI 01-3541-2002 margarin dapat dilihat pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Syarat Mutu Margarin Sebagai Bahan Makanan No 1 1.1 1.2 1.3 2 3 4 5 6 7 8
Kriteria uji Keadaan Bau Warna Rasa Air Lemak Vitamin A Vitamin D Asam butirat* Bilangan asm Bahan tambahan pangan
Satuan
% b/b % b/b IU/100g IU/100g % b/b mg KOH/g
9 Cemaran logam 9.1 Timbal (Pb) mg/kg 9.2 Timah (sn) mg/kg 9.3 Raksa (Hg) mg/kg 10 Arsen (As) mg/kg 11 Cemaran mikroba 11.1 Angka Lempeng Total koloni/g 11.2 Bakteri bentuk Coli APM/g 11.3 E. Coli APM/g 11.4 S. aureus koloni/g 11.5 Salmonella koloni/25 g 11.6 Enterococci koloni/g Keterangan: *) untuk margarin yang mengandung lemak susu
Persyaratan Harum Kuning muda Netral maks 18 min 80 2500-3500 250-350 maks 0.2* maks 4 Sesuai peraturan yang berlaku 0.1 maks 40.0/250** maks 0.03 0.1 maks 105 maks 10 <3 maks 102 negatif maks 102
**) dalam kemasan kaleng
Margarin adalah suatu emulsi air dalam minyak (w/o emulsion). Air sebagai fase dispersi didistribusikan secara homogen dan sangat halus di dalam fase kontinu (lemak). Sebagai bahan utama atau bahan baku penyusun margarin, lemak atau campuran lemak merupakan faktor yang sangat penting didalam formulasi margarin. Sifat fisik dan karakteristik lemak sangat berpengaruh pada titik leleh dari margarin sehingga akan mempengaruhi kemampuan oles margarin tersebut. Komposisi standar dari margarin secara umum adalah lemak minimal 80%, air maksimal 16% dan komponen lain yang terdiri dari garam, protein, emulsifier, vitamin, bahan pewarna, bahan penambah cita rasa (Flack, 1995). d.
Air Air merupakan komponen penting dalam bahan baku pembuatan roti bakery, karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, serta cita rasa makanan, kandungan air dalam bahan makanan roti ikut menentukan
11
acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan, kandungan air pada produk roti ditentukan pada saat pengolahan dimulai pengadonan, air sangat menentukan pada pengolahan makanan roti, tanpa air pengolahan makanan tidak dapat berlangsung, air juga digunakan sebagai ingerdient makanan olahan (Auinger Pfund, 1999). Tabel 2.6 Standar Kualitas Air Menurut SNI 01-0220-1987 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.2 9. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Unsur-unsur I. FISIKA Suhu Warna Bau Rasa Kekeruhan II. KIMIA Derajat Keasaman pH Zat Padat/Jumlah Zat Organik (KMnO4) Karbondioksida (Co2) Kesedahan Jumlah Calsium (Ca) Magnesium (Mg) Besi jumlah (Fe) Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Zink (Zn) Clorida (Cl) Sulfat (SO4) Sulfida (H2S) Fluorida (F) Ammonia (NH4) Nitrat (NO3) Nitrit +++ (NO2) Phenolik +++ (Phenol) Arsen +++ (AS) Timbal (Pb) Selenium +++ (Se) Chromium +++ (Cr) Cyanida +++ (CN) Cadmium +++ (Cd) Air Raksa (Hg) III. RADIOAKTIFIT
Minimum yang diperbolehkan
Maksimum yang dianjurkan
Maksimum yang diperbolehkan
C Unit + Unit ++
-
5 5
Suhu Udara 50 25
Mg/l “ Mg/l 0 D Mg/l “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “ “
6,5 5 1,0 -
500 75 30 0,1 0,05 0,05 1,0 200 200 0,001 -
9,2 1.500 10 0,0 10 200 150 1,0 0,5 1,5 15 600 400 0,0 2,0 0,0 20,0 0,0 0,002 0,05 0,10 0,01 0,05 0,05 0,05 0,001
Uc/ml “
-
-
10-9 10-8
-
-
-
0,0 0,0
Satuan 0
Keterangan
+ Skala PTCo -Tidak Berbau -Tidak Berasa ++ Skala Silica
+++ Zat Kimia Bersifat racun
Martabat 6.
12
Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo, dkk, 2005). Air bersih yaitu air yang aman (sehat) dan baik untuk diminum, tidak berwarna, tidak berbau, dengan rasa yang segar. Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 1. Syarat fisik: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, suhu antara 10-25oC (sejuk). 2. Syarat kimiawi: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5-9,2. 3. Syarat bakteriologi: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, kolera dan bakteri patogen penyebab penyakit (Hakim, 2010).
2.
Bahan Tambahan a. Baking powder Baking powder merupakan bahan pengembang (leavening agent) pada pembuatan kue, yang terdiri dari campuran sodium bikarbonat, sodium alumunium fosfat, dan monokalcium fosfat. Sifat zat ini jika bertemu dengan cairan atau air dan terkena panas akan membentuk karbondioksida.
Karbondioksida
yang
membuat
adonan
jadi
mengembang pada proses pengovenan (Winarno, 2002). Bahan pengembang yang bisa digunakan dalam membuat kue kering adalah baking soda dan baking powder. Penggunaannya hanya sedikit, karena pemakaian baking soda dalam jumlah banyak dapat menyebabkan rasa kue getir seperti sabun. Sedangkan jika baking powder diguakan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hasil akhir kering terlalu melebar (Raditrini dkk, 2015).
13
b. Garam Garam yang digunakan untuk membuat kue kering adalah garam dapur (NaCl). Gunakan garam halus agar mudah tercampur dengan bahan-bahan lain. Sebenarnya kue kering sudah cukup asin jika kue kering dibuat dengan bahan margarine atau mentega yang bergaram. namun terkadang rasa kurang mantap dan perlu ditambahkan sedikit garam. Dalam adonan kue kering, garam berfungsi meningkatkan cita rasa gurih dan meningkatkan warna kue menjadi lebih menarik (kuning kecoklatan) (Susiasih, 2015). Pembuatan garam dalam kue kering hanya bertindak sebagai perisa makanan agar lebih gurih (Yantie Febrianti Husen, 2013) c. Coklat Cokelat pertama kali ditemukan oleh bangsa Olmek di Amerika Selatan pada tiga ribu tahun yang lalu. Pada masa itu, penduduk Mesoamerika mengolah biji kakao menjadi minuman yang rasanya pahit. Bertahun-tahun setelah bangsa Olmek punah, cokelat pun masih dinikmati oleh bangsa Maya yang menghuni Amerika Selatan setelahnya. Bangsa Maya percaya bahwa pohon kakao merupakan milik para dewa dan buahnya merupakan hadiah dari dewa untuk manusia (Atkinson, Banks,France, dan McFadden, 2010).
Coklat merupakan makanan yang diolah dari biji kakao. Kata cokelat berasal dari xocoatl (bahasa nasional suku Aztec) yang kemudian kata tersebut berkembang menjadi kata chocolat yang berarti minuman pahit. Cokelat adalah hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao) yang tumbuh pertama kali di hutan hujan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Morganelli, 2006). Theobroma cacao berasal dari famili Sterculiaceae dan memiliki empat jenis varietas (Afoakwa, 2010), yaitu: a) Criollo, merupakan varietas yang sangat jarang dibudidayakan karena rentan terhadap penyakit tanaman. b) Nacional, memiliki rasa yang baik dan sebagian besar tumbuh di Ekuador.
14
c) Forastero, berasal dari daerah sekitar Amazon. d) Trinitario, merupakan tanaman hibrida dari Forastero dan Criollo. Banyak studi yang mengkonfirmasi bahwa mengkonsumsi kokoa memiliki keuntungan bagi kesehatan, terutama karena kakao mengandung flavonoid dan kaya akan antioksidan (Afoakwa, 2010). Manfaat kakao bagi kesehatan antara lain adalah mengurangi resiko penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, kanker, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan usia (Afoakwa, 2010).
C. Proses Pembuatan Sus Isi Coklat Tahapan proses pembuatan kue sus isi coklat yaitu seleksi bahan, pencampuran (mixing), pencetakan (panning), dan pengovenan. Proses pembuatan kue yang pertama adalah seleksi bahan baku yang merupakan faktor yang menentukan dalam pembuatan makanan. Jika bahan baku yang digunakan bermutu baik maka produk yang dihasilkan juga bemutu baik pula. Evaluasi mutu dilakukan untuk menjaga agar bahan yang digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan (Kamarijani, 1983). Proses selanjutnya yaitu pencampuran (mixing). Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan seperti air, tepung terigu, margarin, baking powder, garam. Selain itu, mixing berfungsi untuk mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (gas retention). Tujuan mixing adalah mengembangkan daya rekat. Metode pencampuran kue ada tiga tipe yaitu: pencampuran dengan metode pound cake, pencampuran dengan metode sponge cake dan pencampuran dengan metode chiffon cake (Bogasari, 2005). Bila adonan sudah tercampur rata, maka dimasukkan dalam cetakan dan dibentuk loyang yang telah dioles dengan margarin. Pada proses pencetakan, hal yang harus diperhatikan adalah tebal adonan dari masing-masing cetakan harus sama. Setelah dimasukkan dalam loyang, tahap selanjutnya yaitu pengovenan. Pada proses ini yang harus diperhatikan adalah suhu dan waktu
15
pembakaran. Kedua hal tersebut tergantung pada beberapa faktor, yaitu ukuran besar kecilnya produk, kekentalan adonan, kualitas bahan baku, kepadatan adonan, jumlah produk yang dibakar dan kelembaban oven. Suhu pembakaran untuk setiap jenis kue berbeda tergantung jenis, ukuran, jumlah unit dan formula kue. Semakin lengkap formula kue maka suhu pembakaran lebih rendah dan formula yang kurang lengkap dibakar dengan suhu yang lebih tinggi. Kalau sudah selesai pengovenan atau sudah masak kemudian memasukkan coklat pada sus yang sudah jadi dengan alat (Faridah dkk, 2008). Proses akhir pembuatan kue sus isi coklat yaitu pengemasan. Pengemas disebut juga pembungkus atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan melindungi bahaya pencemaran atau bahaya fisik (gesekan benturan). Pengemsanan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan disribusi. Kemasan juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993).
D. Pengendalian Mutu Pengendalian kualitas produk merupakan suatu sistem pengendalian yang dilakukan dari tahap awal suatu proses sampai produk jadi, dan bahkan sampai pada pendistribusian kepada konsumen. Perusahaan yang memiliki kemampuan proses yang tinggi akan dapat menghasilkan produk cacat sedikit atau bahkan tidak ada. Kemampuan proses merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspetasi pelanggan (Susetyo, 2011). Menurut Juran, pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk membantu perbaikan produk dan proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: (1) menilai kinerja operasi yang aktual, (2) membandingkan dengan tujuan (standar), (3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan.
16
Pelaksanaan
pengendalian
mutu
dan
kegiatan
produksi
harus
dilaksanakan secara terus-menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rencana standar agar dapat segera diperbaiki. Secara garis besar,
pengendalian
mutu
menurut
Prawirosentono
(2004)
dapat
diklarifikasikan sebagai berikut: 1. Pengendalian mutu bahan baku Mutu bahan baku sangat mempengaruhi hasil akhir dari produk yang dibuat. Bahan baku dengan mutu yang baik akan menghasilkan produk baik dan sebalikya jika mutu bahan baku buruk akan menghasilkan produk yang buruk. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan baku di gudang, selama penyimpanan dan waktu bahan baku akan dimasukkan dalam proses pengolahan. 2. Pengendalian dalam proses pengolahan Sesuai dengan diagram alir produksi dapat dibuat tahap-tahap pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Tiap tahap proses produksi diawasi sehingga kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dapat diketahui, untuk segera dilakukan perbaikan atau koreksi. Pengendalian mutu selama proses produksi dilakukan dengan cara mengambil contoh (sampel) pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisis, bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah dan harus diperbaiki. 3. Pengendalian mutu produk akhir Produk akhir harus diawasi mutunya sejak awal proses produksi hingga tahap pengemasan, penyimpanan dan pengiriman kepada konsumen. Hal ini bertujuan agar produk cacat atau rusak tidak sampai ke konsumen.
E. HACCP HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menganalisis bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan, distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem ini bertanggung jawab untuk menentukan aspek-aspek kritis dalam memperoleh keamanan pangan selama proses di pabrik. HACCP memberikan
17
kesempatan pada pabrik makanan untuk meningkatkan efisiensi pengontrolan dengan menciptakan kedisiplinan pendekatan sistematik terhadap prosedur untuk keamanan pangan (Mahendra, 2005). Hazard Analysis Critical Control Point berperan dalam mengidentifikasi bahaya kimia, biologis maupun bahaya fisik yang potensial pada bahan baku, proses produksi dan produk akhir pada industri pengolahan pangan. Kategori bahaya pada proses pengolahan dilakukan melalui penentuan titik-titik kritis pada setiap alur proses pengolahan. Sistem manajemen HACCP memberikan jaminan aman terhadap hasil produksi, sehingga layak untuk dikonsumsi. Hazard Analysis Critical Control Point berguna dalam mencegah perkembangan mikroba potensial atau terjadinya kontaminasi
yang
disebabkan oleh lingkungan (Sarwono, 2007). Codex Alimentarius Commision pada tahun 1993 mengadopsi sistem HACCP yang kemudian disempurnakan pada tahun 1996, telah memberikan pedoman implementasi HACCP dengan membagi langkah-langkah penerapan secara sistematis menjadi 12 langkah, yang terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan 7 prinsip HACCP. Lima langkah awal persiapan dalam penerapan HACCP adalah sebagai berikut: (a) menyusun tim HACCP. Dalam penyusunan ini, tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP secara efektif. (b) deskripsi produk. dalam tahap ini, deskripsi produk harus digambarkan termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia dan fisik, perlakuan-perlakuan, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, metoda pendistribusian, dan lain-lain. (c) identifikasi tujuan penggunaan produk. peruntukan penggunaan ini harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh penggunan akhir atau konsumen. (d) menyusun diagram alir. Dalam hal ini, setiap tahap dalam wilayah yang khusus operasi harus dianalisa untuk bagian tertentu dari pelaksanaan dengan tujuan untuk menghasilkan diagram alir, dan (e) verifikasi lapang diagram alir. Pada tahap ini, diagram alir harus diverifikasi kembali melalui pengamatan aliran proses, kegiatan pengambilan contoh, wawancara dan pengamatan operasi rutin dan non rutin (Winarno, 2002).
18
Sedangkan ketujuh prinsip HACCP adalah sebagai berikut: 1. Melakukan
suatu
mengidentifikasi
analisis dan
bahaya
(hazard
menginventarisasi
analysis)
bahaya-bahaya
dengan terhadap
keamananan produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. 2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point/CCP). CCP adalah tahapan dimana jika terjadi kehilangan kendali akan mengakibatkan bahaya keamanan pangan. CCP ditentukan dengan desicion tree. 3. Menetapkan batas-batas kritis (Critical limit). Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP. Biasanya berhubungan dengan kriteria seperti suhu, pH, kadar air dan lainlain. 4. Prosedur pemantauan (monitoring) yang terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. 5. Melakukan tindakan korektif dan pencegahan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan memperbaikinya. 6. Melakukan verifikasi ulang terhadap rencana HACCP secara regular dan periodik untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan rencana-rencana dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan keamanan produk. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk melihat apakah HACCP berjalan efektif. 7. Mendokumentasikan
catatan-catatan
untuk
mengembangkan
suatu
prosedur pengendalian catatan yang efektif, konsisten dan dapat diandalkan harus diperoleh selama operasi program HACCP dan harus selalu tersedia untuk penggunaan dan tinjauan manajemen (Winarno, 2004). Jenis bahaya yang dapat membahayakan konsumen secara umum dibagi menjadi tiga yaitu bahaya mikrobiologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik.
19
Bahaya mikrobiologis dapat berupa bakteri, fungi, protozoa dan ganggang. Bahaya kimia dapat berupa bahan-bahan tambahan makanan, pembersih, fungisida, insektisida, perstisida, dan logam beracun. Bahaya fisik dapar berasal dari karyawan dan lingkungan pabrik. Jenis-jenis bahaya dan penyebab muncunya harus dikenali dengan baik oleh industri, untuk kemudian disusun mekanisme pencegahan dan pengendaliannya (Winarno, 2004).