BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perbankan a. Pengertian Perbankan Bank berasal dari kata italia banco, yang artinya bangku. Bangku inilah yang dippergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 1) Definisi Bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Selain itu Kasmir (2008:2) berpendapat bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. b. Pentingnya Perbankan Salah satu fungsi perbankan disamping intermediasi adalah menjaga stabilitas moneter. Berbicara stabilitas moneter tidak bisa dilepaskan dengan peran perbankan didalam mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di tanah air mulai tahun 1997 dan krisis moneter
internasional
yang
ditandai
dengan
tumbangnya
perbankkan tingkat dunia tahun 2008. Sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dengan pemilik dana. Fungsi utama sektor perbankan dalam infrastruktur kebijakan makro ekonomi memang diarahkan dalam konteks bagaimana menjadikan uang
efektif untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi. (Setya Budi Wilarjo, 2004: 1) bank sangat penting dan berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah : 1) Pengumpul dana dan penyalur kredit 2) Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat 3) Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan ekonomis. 4) Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C 5) Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi. (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 3) c. Asas Tujuan dan Fungsi Perbankan Indonesia Berdasarkan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi Ekonomi itu sendiri dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. 1) Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau
masyarakat
apabila
dilandasi
adanya
unsur
kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. 2) Agent of Development Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor
tersebut
selalu
berinteraksi
dan
saling
mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik.
Kegiatan
bank
berupa
penghimpunan
dan
penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasidistribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan
uang.
Kelancaran
kegiatan
investasi,
distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat. 3) Agent of Service Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan. Dalam hal ini, agar dapat terhindar dari krisis keuangan, sebagaimana yang telah terjadi pada tahun 1997 yang dikenal
dengan
krisis
asia
yang
menyebabkan
Menurunnya kepercayaan dari para pemodal asing maupun pemodal dalam negeri yang kemudian beramairamai memindahkan dananya keluar negeri. Hal ini mengakibatkan sementara
pasokan
eksportir
devisa
enggan
menjadi
menjual
manipis
dolar
hasil
ekspornya dan bank-bank asing juga enggan bertransaksi dengan bank domestic. d. Usaha Pokok Bank Bank pada dasarnya merupakan perantara antara ssu dengan dsu, usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok, yaitu : 1) Denomination Divisibility Artinya bank menghimpun dana dari ssu yang masing-masing nilainya relative kecil, tetapi keseluruhan jumlahnya akan sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan yang menbutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit. 2) Maturity Flexibility
Artinya
bank
dalam
menghimpun
dana
menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening fito, rekenong Koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan sebagainya. Penarikan simpanan juga bervariasi sehingga ada dana yang mengendap. Dana yang mengendap
inilah
yang
dipinjam
dari
bank
yang
bersangkutan. Pembayaran kredit harus didasarkan atas yuridis dan ekonomis. 3) Liquidity Transformation Artinya dana yang disimpan oleh para penabung (SSU) kepada bank umumnya berifat likuid. Karena itu, SSU dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank diharuskan menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas/gito wajib minimumnya. Giro wajib minimum ini ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan memperhitungkan jumlah uang beraedar (JUB) agar seimbang dengan volume perdagangan . 4) Risk Diversification Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak pilar atau debitor and sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil. (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 5) e. Manajemen Dana Bank Bank merupakan jantung dan urat nadinya perdagangan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Bank baru dapat melakukan operasionalnya jika dananya telah ada. Semakin banyak dana yang dimiliki suatu bank, semakin besar peluangnya untuk
melakukan kegiatan-kegiatannya dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, setiap bank selalu berusaha untuk memperoleh dana yang optimal tetapi dengan cost of money yang wajar. Dana bank atau loanable fund adalah sejumlah uang yang
dimiliki
dan
dikuasai
suatu
bank
dalam
kegiatan
operasionalnya dana bank ini terdiri dari dana sendiri dan dana asing. Dana bank ini digolongkan atas loanable funds, unloanable funds, dan equity funds. 1) Loanable Funds, yaitu dana-dana yang selain digunakan untuk kredit, juga digunakan sebagai secondary reserves dan surat-surat berharga. 2) Unloanable Funds, yaitu dana-dana yang semata-mata hanya dapat digunakan sebagai primary reserve. 3) Equity Funds, yaitu dana-dana yang dapat dialokasikan terhadap aktiva tetap, inventaris, dan penyertaan. (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 5) Dana bank ini hanya berasal dari dua sumber saja, yaitu dana sendiri dan dana asing. 1) Dana sendiri (dana intern), yaitu dana yang bersumber dari dalam bank, seperti setoran modal/penjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang ditahan, dan lain-lain. Dana ini sifatnya tetap. 2) Dana asing (dana ekstern), yaitu dana yang bresumber dari pihak ketiga, seperti deposito, giro, call money, dan lainlain. Dana ini sifatnya sementara dan harus dikembalikan 2. Tinjauan tentang Bank Indonesia Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan
atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tentang Bank Indonesia (Ferry N Idroes, 2006 : 59). Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen mempunyai tujuan yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang dilakukan dengan menggunakan berbagai istrumen kebijakan yang ditetapkan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 7 UndangUndang Bank Indonesia. Adapun maksud dari kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing. Hal ini dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. (Kasmir, 2009:180) Konsekuensi Bank Indonesia sebagai suatu lembaga yang bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia mempunyai tugas yang harus dilakukan. Terdapat 3 (tiga) pilar yang digunakan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 8, diamana Bank Indonesia mempunyai tugas dan wewenang untuk : a. PILAR 1 Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu,
maka
kebijakan
moneter
dapat
dipakai
untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Implementasi
kebijakan
moneter
dilakukan
dengan
menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri. b. PILAR II Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, lancer, dan aman merupakan salah satu syarat dalam keberhasilan pencapaian kebijakan moneter. Sistem pembayaran memiliki peran strategis dalam mendukung aktivitas perekonomian masayrakat dan dunia usaha. Selain itu sistem pembayaran juga berperan penting dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan peran strategis tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk terus memastikan bahwa perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada dalam koridor ketentuan yang berlaku dan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini tentu saja demi menjamin kelancaran dan keamanan jalannyakegiatan system pembayaran yang perkembangan transaksinyaterusmeningkat secara signifikan dari tahun ketahun. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran melaksanakan,
memberi
Bank
persetujuan
Indonesia berwenang dan
perizinan
atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya
misalnya sistem pembayaran
berbasis
kartu.(http://www.bi.go.id/id/tentangbi/fungsibi/tujuan/Contents/Pil ar2.aspx, diakses5 april 2016 pukul 11.35 WIB) c. PILAR III Makroprudensial Pengawasan bank pada prinsipnya terbagi atas dua jenis, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-prudential supervision), dan pengawasan yang mendorong bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan
masyarakat
dengan
baik
(micro-prudensial
supervison). Untuk pengawasan (macro-prudential supervision) dilakukan oleh Bank Indonesia dan microprudensial supervison dilakukan oleh OJK. (Zulkarnain Sitompul, 2002:220) Sasaran
yang
ingin
dicapai
oleh
macroprudential
supervision adalah mengarahkan dan mendorong bank serta sekaligus mengawasinya agar dapat ikut berperan dalam program pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan
lapangan kerja,
kestabilan moneter, maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha. Tujuan dari micro-prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini berarti setiap bank
dari sejak awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang akan timbul. 3. Tinjauan Tentang Investasi / Modal Asing a. Pengertian Modal Asing Penanaman modal berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia. Sedangkan penanaman modal asing, dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berdasarkan uraian diatas maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture), dimana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri (foreign capital) dan modal yang sumbernya berasal dari dalam negeri (domestic capital). (David Kairupan. 2013: 21) b. Pentingnya Penanaman Modal Asing pentingnya
peranan
penanaman
modal
asing
dalam
pembangunan ekonomi Indonesia juga terefleksi dalam tujuan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai landasan hukum positif bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tujuan penyelenggaraan penanaman modal disebutkan antara lain:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional 2) Menciptakan lapangan kerja 3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan 4) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional. 5) Meningkatkan
kapasitas
dan
kemampuan
teknologi
nasional. 6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan. 7) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam menciptakan iklim investas yang kondusif, Indonesia masih memiliki isu dalam bidang penegakan hukum (law enforcement), keterbatasan infrastruktur, keamanan dan stabilitas sosial politik. Dalam melakukan penegakan hukum, teradapt tiga unsur
yang
harus
diperhatikan,
yaitu
kepastian
hukum,
kemanfaatan dan keadilan yang harus berjalan secara harmonis. (Soedikno Mertokusumo, 2005:160) c. Perizinan Penanaman Modal Asing Masalah pembenahan proses perizinan penanaman modal di Indonesia merupakan pekerjaan rumah yang tampaknya tidak pernah selesai dikerjakan dengan baik. Birokrasi perizinan usaha seringkali bahkan menumbulkan biaya tinggi dalam dunia usaha, dkarenakan biaya-biaya tidak resmi dalam pengurusan perizinan usaha tersebut. Hal ini tentunya sangat memengaruhi iklim investasi di inodnesia, dimana seringkali, survey-survey yang dilakukan menunjukkan bahwa ternyata untuk melakukan suatu kegiatan usaha di Indonesia diperlukan sejulah perizinan usaha yang proses pengurusannya dari segi waktu dan biaya masih terbilang tidak efisien dan sangat birokratis. (World Bank, 2010).
d. Pembatasan Penanaman Modal Asing Secara umum, kegiatan penanaman modal asing di suatu negara dibatasi oleh peraturan-peraturan dari negara asal investor asing tersebut (governance by the home nation), negara tuan rumah dimana investor asing menanamkan modalnya (governance by the host nation) dan juga hukum internasional yang terkait (governance by multi nation organizations and international law). Pengaturan termasuk pembatasan-pembatasan di bidang penanaman modal asing oleh negara tuan rumah pada dasarnya merupakan kewenangan negara tersebut yang berasal dari kedaulatannya (sovereignty).(M.Soernarajah :97) Namun demikian, kedaulatan negara tuan rumah tersebut juga dibatasi oleh hukum internasional termasuk konvensikonvensi internasional dimana negara tersebut menjadi pesertanya. (David kairupan, 2013:65) Perbankan Indonesia, telah membatasi kepemilikan saham berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012. Di Indonesia pembatasan-pembatasan tersebut dimanifestasikan antara lain melalui pengatura daftar bidangbidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal atau sering disebut sebagai investment negative list atau daftar negatif investasi. Berdasarkan pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 perbankan termasuk ke dalam daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. 4. Tinjauan Tentang Mayarakat Ekonomi ASEAN a. Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 atau ASEAN Economic Community (AEC) adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negaranegara
ASEAN.
Seluruh
negara
anggota
ASEAN
telah
menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan
Wawasan
ASEAN
2020.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_Ekonomi_ASEAN, diakses tanggal 4 desember 2015) Indonesia saat ini sedang berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dimulai pada tahun 2015. MEA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya.(Humphrey Wangke, 2014:1) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah kesepakatan antara pemimpin ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826 _pasar_tenaga_kerja_aec diakses tanggal 4 desember 2015) Berkaitan dengan institusi Otoritas Jasa Keuangan, pada akhir 2011, sebagai upaya reformasi sektor keuangan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mendirikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Kemudian, pada 22 November 2012, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK disahkan.
Lembaga yang disebut independen ini akan berfungsi mulai 31 Desember 2012 dimana menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). (http://ekbis.sindonews.com/read/700589/90/kelahiran-ojk-sejarah baru-perekonomian-indonesia-1356414181,
diakses
tanggal
4desember 2014) Sektor perbankan, sebagai salah satu pilar perekonomian suatu Negara, menjadi salah satu sektor terpenting yang terpengaruh dengan adanya Masyarakat Ekomoni ASEAN tersebut. Untuk mengahadapi hal tersebut, dunia perbankan Indonesia harus mulai melakukan pembenahan agar mampu bersaing dengan kekuatan Bank Asing lainnya di ASEAN. Perlu diketahui, kelak di tahun 2020 seluruh perbankan Indonesia akan berhadapan dengan bank-bank negara tetangga yang aset dan modalnya mencapai 10 sampai dengan 20 kali lipat dibandingkan perbankan nasional. Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sekadar masuk peringkat 100 besar bank di dunia belum ada satu pun bank BUMN yang masuk peringkat itu. ( Khairi Agus, 2014:20) Cebu Declaration pada ASEAN Summit ke-12 memberi dampak pada percepatan pembentukan MEA di akhir tahun 2015. Namun demikian, secara khusus untuk sektor perbankan yang dianggap sebagai sektor strategis, baru dimulai pada tahun 2020. ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) adalah inisiatif ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan mekanisme integrasi dan memercepat integrasi perbankan melalui pemberian akses pasar (market access) dan keleluasaan beroperasi (operational flexibility) di negara tetangga anggota ASEAN dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan Prudential yang berlaku di
masing-masing negara ASEAN. Prinsip-prinsip utama dari ABIF adalah: 1) Pendalaman pasar dan mutual benefit 2) Komprehensif, prinsip kehati-hatian, infrastruktur stabilitas keuangan, peningkatan kapasitas dan jaring pengaman keuangan 3) Progresif berdasarkan kesiapan dan tingkat perkembangan sektor keuangan masing-masing negara ASEAN 4) Inklusif dengan meningkatkan pembangunan kapasitas untuk mendukung kesiapan negara-negara ASEAN untuk berpartisipasi dalam integrasi keuangan dan transparan dalam
reciprocal
arrangement
antar
negara
yang
berpartisipasi 5) Berdasarkan asas resiprokal Laporan the growth report 2008 yang diterbitkan oleh commission on growth and development menyebutkan bahwa sejak tahun
1950
terdapat
13
negara
yang
memiliki
rata-rata
pertumbuhan ekonomi diatas 7% per tahun selama 25 tahun atau lebih. Ini berarti setiap satu dekade, terjadi ekspansi perekonomian sebesar dua kali lipat. Sebuah pencapaian yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi tinggi yang dinikmati negara-negara tersebut tidak terlepas dari diterapkannya sistem perekonomian yang lebih terbuka dan kian terintegrasi dengan perekonomian dunia, yang telah memungkinkan terjadinya pertukaran ide, ilmu pengetahuan dan teknologi.(Boediono dalam masyarakat ekonomi ASEAN 2015) Dalam perkembangan realisasis konsep MEA selanjutnya, dirumuskan tujuan akhir integrasi ekonomi, yakni mewujudkan ASEAN VISION 2020 pada deklarasi Bali Concord II, oktober 2003. Pencapaian dilakukan melalui lima pilar, yaitu: aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang
lebih bebas. Berbagai kerjasama ekonomi dlakukan, khususnya di bidang perdagangan dan investasi, dimilai dari Preferential Trade Arrangement (PTA,1977), ASEAN Free Trade Area (AFTA,1992), ASEAN Framework Arrangement on Service (AFAS, 1995) dan ASEAN Investment Area (AIA, 1998), kemudian dilengkapi dengan perumusan sektor prioritas integrasi dan kerjasama di bidang moneter lain. Semua hal tersebut merupakan perwujudan dari usaha mencapai MEA.(Sjamsul Arifin, 2008:2) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan asumsi, persaingan bebas akan mendorong setiap negara ASEAN melakukan efisiensi yang optimal dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabila mekanisme dalam integrasi ekonomi regional berjalan dengan baik di setiap negara, maka semua yang terlibat akan memperoleh keuntungan (Boy S. Bakhri 2015:21) Sungguh ironis, negara-negara ASEAN lain sudah secara intens
menyiapkan
langkah-langkah
menyongsong
MEA,
sementara masyarakat Indonesia sebagian besar belum mengetahui apa itu MEA. mengingat sejauh ini belum semua masyarakat tahu apa itu MEA, hasil survei di lima kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar,
dan
Pontianak)
menunjukkan
bahwa
pemangku
kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, maupun masyarakat di negara ini masih rendah pemahaman dan pengetahuannya terhadap MEA. (Boy S. Bakhri 2015:22) Hasil penelitian Bank Indonesia (BI) terkait daya saing di sektor mikro khususnya pasar barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan modal memperlihatkan juga Indonesia masih tertinggal dibanding Singapura, Malaysia atau Thailand.
b. Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN sejalan dengan dinamika hubungan antar-bangsa di ASEAN yang menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara. Pada pertemuan informal para Kepala Negara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain: kondisi yang ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi ke luar, hidup berdampingan secara damai dan menciptakan perdamian internasional. Beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan Visi 2020 adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, sosial, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta turis melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara negaranegara
anggota
ASEAN.(Atep
Abdulrofiq
2014:251)
Implementasi dari Mea akan mengarahkan negara ASEAN kepada 5 elemen penting, yaitu: (Banomyong, 2011) 1) Aliran bebas barang 2) Aliran bebas jasa 3) Aliran bebas investasi 4) Aliran bebas modal 5) Aliran bebas tenaga kerja Selanjutnya pada KTT ASEAN ke-9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan Bali Concord II yang menyepakati pembentukan ASEAN Community untuk mempererat integrasi
ASEAN.
Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN Community yang disesuaikan dengan tiga pilar di dalam ASEAN Vision 2020, yaitu pada
bidang
keamanan
politik
(ASEAN
Political-Security
Community), ekonomi (ASEAN Economic Community), dan sosial budaya (ASEAN Socio-Culture Community). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020 adalah: "To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic goods, services, investment, skill labor economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020." Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui Masyarakat Ekomoni ASEAN, maka dibuatlah Masyarakat Ekomoni ASEAN Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu 1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; 2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e commerce; 3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negaranegara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam; dan 4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negaranegara ASEAN menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint
merupakan pedoman bagi negara- negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. c. Pentingnya Masyarakat Ekonomi ASEAN Meskipun deadline pemberlakuan mea adalah akhir tahun 2015, namun hal itu bukanlah sesuatu yang mutlak, ketentuan tersebut dapat berubah/diundur berdasarkan keadaan negara-negara anggota ASEAN itu sendiri, yang seharusnya disebut sebagai milestone year.( Rodolfo C. Severino, 2013:1) Melalui proses integrasi ekonomi, maka ASEAN secara bertahap menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan barang dan jasa serta aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus harmonisasi peraturan-peraturan terkait lainnya. Strategi pencapaian mea mengacu
kepada Vientiane action programme
(vap) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja mewujudkan ASEAN vision. Berdasarkan vap, high level task force-hltf memberikan evaluasi dan rekomendasi untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. pencapaian
mea
memerlukan
implementasi
langkah-
langkah liberalisasi dan kerja sama, termasuk peningkatan kerja sama dan integrasi di area-area baru antara lain konsultasi yang lebih erat di kebijakan makro ekonomi dan keuangan; peningkatan infrastruktur
an
hubungan
komunikasi;
serta
peningkatan
keterlibatan sektor swasta. .(Sjamsul Arifin, 2008:11) d. Tentang
Aliran
Bebas
Investasi
Dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN United Nation Conference on Trade And Development (UNCTAD) mendefinisikan penanaman modal asing sebagai investasi yang dilakukan suatu perusahaan di negara lain dengan tujuan mengendalikan operasi perusahaan di negara lain tersebut.
dengan pencapaian mea 2015, maka ASEAN dengan pasar yang lebih luas, sebagai konsekuensi kerja sama integrasi ekonoi akan meningkat daya saingnya. Apabila kondisi tersebut diiringi dengan kredibilitas kebijakan yang semakin baik, tentunya memberikan insentif untuk investasi dan pada akhinya akan meningkatkan pendapatan baik secara langsung melalui kemajuan teknologi. Oleh sebab itu, rezim investasi yang terbuka dan bebas merupakan kunci dalam meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik penanam modal asing maupun penanam modal antar negara ASEAN. Hal ini tersebut melatar belakangi diterapkannya arus investasi yang bebas sebagai salah satu pilar dalam pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN. .(Sjamsul Arifin, 2008:174) e. Pembatasan Kepemilikan Asing Di Negara Anggota ASEAN Untuk kepemilikan asing, secara umum masih dibatasi meski dengan tingkat yang berbeda. Pembatasan pada umumya dikaitkan dengan keamanan nasional, kesehatan, sektor kebijakan penggunaan bahan baku, maupun diperlukannya persetujuan (Vietnam). Singapura hampir tidak menerapkan pembatasan kepemilikan asing, kecuali untuk industry perbankan, transportasi udara dan perkapalan. Pembatasan kepemilikan asing dengan negative list diterapkan di Indonesia dan Filipina. Di Malaysia, pembatasan kepemilikan asing bergantung pada proporsi tertentu. Sementara di Thailand, kepemilikan asing dibatasi dalam sektor industry tertentu (restricted sector). .(Sjamsul Arifin, 2008:182) Menurut Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007, di Indonesia, industri penting yang tetap terbuka bagi modal asing adalah sektor perbankan, dimana kepemilikan asing diperbolehkan sampai dengan 99 persen.
B. Kerangka Berfikir. Cita-cita perekonomian indonesia (pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Visi 2030)
Pentingnya sektor perbankan indonesia (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 direvisi pada prolegnas 20092014, berlanjut ke prolegnas 20152019
Peluang dan tantangan dalam pembatasan modal asing dalam sektor perbankan
Indonesia menghadapi MEA 2020 di sektor perbankan
Dibutuhkan payung hukum dan strategi perbankan yang baik
Ius Constituendum : Pengaturan ideal pembatasan modal asing didunia perbankan dan strategi bersaing dalam MEA khususnya sector perbankan
Keterangan : Alur sebagaimana kerangka pemikiran di atas, akan menjadi langkahlangkah bagi penulis untuk menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan di awal. Indonesia pada dasarnya bercita-cita menjadi bangsa yang makmur dibuktikan pada sila Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam visi 2030, yang mana dalam kegiatan perekonomian, perbankan berperan penting karena sebagai intermediasi dari kegiatan tersebut. Perbankan Indonesia pada dasarnya diatur dalam undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang notabene
pada saat ini dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Indonesia saat ini, sehingga pemerintah Indonesia melakukan revisi terhadap Undang-Undang Perbankan tersebut dan dimasukkan ke dalam prolegnas tahun 2009-2014, namun pada akhirnya, rancangan tersebut ditolak. Hal tersebut antara lain didasari atas adanya pro dan kontra pembatasan kepemilikan modal asing dalam sektor perbankan yang kemudian menempatkan Undang-Undang perbankan dalam prolegnas 2015-2019. Kemudian pada tahun 2020 mendatang Indonesia akan menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN, dengan berbagai kesepakatan tersebut perlu ditelaah kondisi factual Indonesia, khususnya dalam sektor perekonomian dan keuangan yang berujung pada peran perbankan. Maka dari itu, untuk mencegah terulangnya krisis asia 1997, dibutuhkan payung hukum yang baik dan mencakup kondisi Indonesia baik sektor lokal maupun sektor asing khususnya apakah Indonesia masih membutuhkan modal asing secara besar-besaran, dan juga peraturan procedural yang tidak merumitkan proses penanaman modal dikemudian hari, karena seperti diketahui, akan meningkatkan biaya yang berujung pada penurunan ekonomi Indonesia. Selain itu, dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN, Indonesia yang notabene membutuhkan tetapi kalah kondisi dengan negara lain, diperlukan suatu strategi yang baik dan dapat diterapkan agar tercapainya perkembangan ekonomi Indonesia. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan ius constituendum dalam bidang perbankan tersebut