BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 yang dimaksud lingkungan hidup adalah : “Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling berhubung
satu dengan yang lainnya sehingga pengertian
lingkungan hidup hampir mencakup semua unsur ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa di bumi ini. Itulah sebab lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya merupakan unsur lingkungan hidup yang sangat menentukan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan saat ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak bernilai, karena lingkungan hidup (alam) hanya sebuah benda yang diperuntukan bagi manusia. Dengan kata lain,
manusia
merupakan
penguasa
lingkungan
hidup,
sehingga
lingkungan hidup hanya dipersepsikan sebagai obyek dan bukan sebagai subyek (Supriadi, 2006:22). LL.Bernard dalam bukunya yang berjudul “Introduction to Social Psychology” membagi lingkungan atas empat macam (N.H.T Siahaan, 2004:13-14) yakni : 1) Lingkungan fisik atau anorganik yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak dan sebagainya. 2) Lingkungan biologi atau organik yaitu segala sesuatu yang bersifat
biotis
berupa
tumbuhan-tumbuhan. 14
mikroorganisme,
Termasuk
juga
parasit,
disini,
hewan,
lingkungan
15
prenatal
dan
proses-proses
biologi
seperti
reproduksi,
pertumbuhan dan sebagainya. 3) Lingkungan sosial. Ini dapat dibagi dalam tiga bagian : a. Lingkungan fisiososial, yaitu yang meliputi kebudayaan materiil : peralatan, senjata, mesin, gedung-gedung dan lain-lain. b. Lingkungan biososial manusia dan bukan manusia, yaitu manusia
dan
interaksinya
terhadap
sesamanya
dan
tumbuhan beserta hewan domestik dan semua bahan yang digunakan manusia yang berasal dari sumber organik. c. Lingkungan psikososial, yaitu yang berhubungan dengan tabiat batin manusia seperti sikap, pandagan, keinginan, keyakinan. Hal ini terlihat melalui kebiasaan, agama, ideologi, bahasa, dan lain-lain. 4) Lingkungan komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional, berupa lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat didaerah kota atau desa. b. Pencemaran Lingkungan Pengertian Pencemaran Lingkungan berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga mel ampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sedangkan
Pengertian
perusakan
lingkungan
sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 1 butir 16 UUPPLH adalah “tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan/atau hayati lingkungan sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Apabila dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah:
16
1)
Kalau suatu zat, organisme, atau unsur-unsur yang lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumber daya/lingkungan tertentu;
2)
Karenanya
menghalang/menggangu
ke
dalam
sumber
daya/lingkungan tersebut (N.H.T Siahaan, 2004:280). Apabila disimpulkan maka Pencemaran adalah suatu keadaaan yang terjadi karena perubahaan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran bendabenda asing (seperti sampah kota, sampah industri, minyak bumi, sisa-sisa biosida dan sebagainya) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti semula (Y.Eko Budi, 2003:9) Menurut Muhamad Erwin dalam bukunya, selain pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran suara (kebisingan) seperti disebutkan di atas, di tambahkan satu jenis pencemaran yaitu pencemaran tanah. Pencemaran tanah dapat terjadi melalui bermacam-macam akibat, ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Pencemaran yang langsung dapat berupa tertuangnya zat-zat kimia berupa pestisida atau insektisida yang melebihi dosis yang ditentukan. Sedangkan pencemaran tidak langsung dapat terjadi akibat dikotori oleh minyak bumi. Sering tanah persawahan dan kolam-kolam ikan tercemar oleh buangan minyak, bahkan sering pula suatu lahan yang berlebihan dibebani dengan zat-zat kimia (pestisida, insektisida, herbisida), sewaktu dibongkar oleh bulldozer pada musim kering, debu tanahnya yang bercampur zat-zat kimia itu ditiup angin, menerjang ke udara, dan mencemari udara
2. Tinjauan Tentang Hukum Lingkungan a. Pengertian Hukum Lingkungan Hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti yang seluas-luasnya (Koesnadi Hardjasoematri, 2009 : 38). Hukum Lingkungan menurut
17
St.Moenadjat
Danusaputro
adalah
hukum
yang
mendasari
penyelenggaran perlindugan dan tata pengelolaan peningkatan ketahanan lingkungan hidup (N.H.T Siahaan, 2008:58). Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (Milieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkuppengelolaan lingkungan. Dengan demikian hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan (Koesnadi Harjasoemantri, 2009:14-15). b. Aspek-aspek Hukum Lingkungan Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, 2009:42-43), aspek-aspek lingkungan yaitu meliputi : 1) Hukum Tata Lingkungan 2) Hukum Perlindungan Lingkungan 3) Hukum Kesehatan Lingkungan 4) Hukum Pencemaran Lingkungan (dalam kaitannya dengan misal pencemaran oleh industri, dan sebagainya) 5) Hukum
Lingkungan
Transnasional/Interasional
(dalam
kaitannya dengan hubungan antar negara) 6) Hukum Perselisihan Lingkungan (dalamkaitannya dengan masalah ganti kerugian, dan sebagainya). c. Penegakan Hukum Lingkungan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat macam penegakan hukum lingkungan yaitu sanksi administrasi, penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan, Penyelesaian Sengketa di Pengadilan dan Penegakan Hukum Pidana. Diantara penegakan hukum lingkungan tersebut, penegakan hukum administratisi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting. Hal ini karena penegakan hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.
18
Penegakan hukum lingkungan administrasi pada dasarnya berkaitan dengan hukum lingkungan itu sendiri serta hukum administrasi karena penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administrasi, perdata dan pidana. Dengan demikian penegakan hukum lingkungan merupakan upaya mencapai ketaatan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secra umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan sarana administratif, keperdataan dan kepidanaan. Sanksi
administrasi
meliputi
paksaan
pemerintah
dan
pencabutan izin, untuk sanksi perdata Undang-Undang ini mengatur tentang penerapan asas tanggung jawab mutlak, dan menyatakan tetap berlakunya acara perdata sebagai acuan dalam tata acara pengajuan dalam masalah lingkungan hidup, sedangkan sanksi pidana mencakup tentang delik material dan delik formal, ketentuan tentang tanggung jawab korporasi dan ketentuan tentang asas subsidaritas penerapan sanksi pidana. Penggunaan hukum administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mempunyai dua fungsi yaitu bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif berkaitan dengan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku kegiatan, dan dapat juga berupa pemberian penerangan dan nasihat. Sedangkan bersifat represif berupa sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah terjadinya pelanggaran (Andi Hamzah, 2005:52). 3. Tinjauan tentang Perlindungan dan Pengelolaann Lingkungan Hidup a. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat pengertian
19
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan,
pengawasan
dan
pembinaan
dan
penegakan hukum. Lilin Budiati (2012:25) dalam bukunya Good Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan mengenai: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai usaha pencegahan, penanggulangan, kerusakan dan
pencemaran serta
pemulihan kualitas lingkungan hidup, yang mana telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan lainnya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: 1) Tanggung jawab negara; a) Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan mafaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. b) Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. c) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Lihat juga AE Boyle, 2005:1). 2) Kelestarian dan keberlanjutan Setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
20
generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. 3) Kelestarian dan keseimbangan Pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi,sosial, budaya, dan perlindungan sert pelestarian ekosistem. 4) Keterpaduan Perlindungan dan pengelolaan lingkunga hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. 5) Manfaat Segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup untk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. 6) Kehati-hatian Ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkahlangkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 7) Keadilan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. 8) Ekoregion Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. 9) Keanekaragaman hayati
21
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. 10) Pencemar membayar Setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. 11) Partisipatif Setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam
proses
pengambilan
keputusan
dan
pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. 12) Kearifan lokal Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nalai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. 13) Tata kelola pemerintah yang baik Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparasi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. 14) Otonomi daerah Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di
bidang
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlidungan dan pengelolaan ligkungan hidup di Indonesia pada umumnya mengandung dua aspek, yaitu formal dan informal. Secara
22
formal tanggung jawab Pemerintah menjadi dominan dan sebagian besar bertumpu pada landasan hukum dan peraturan yang disiapkan untuk mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada saat ini landasan hukum yang digunakan sebagai dasar dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya dirumuskan mengenai Pengertian, Asas,Tujuan, dan Ruang Lingkup, Perencanaan, Pemanfaatan,
Pengendalian,
Pemeliharaan,
Pengelolaan
Bahan
Berbahaya Dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya Beracun, Sistem Informasi, Tugas Dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
Hak,
Kewajiban,
Dan
Larangan,Peran
Masyarakat,
Pengawasan dan Sanksi Administratif, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Penyidikan
Dan Pembuktian,
Ketentuan Pidana,
Ketentuan Peralihan Penutup. Kendala-kendala yang sering terjadi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup anatara lain (Lilin Budiati, 2012:27): a. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM); b. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA); c. Lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan; d. Lemahnya penegakan hukum lingkungan; e. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup; f. Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. b. Peran
Para Pihak
dalam pelaksanaan
Perlindungan
dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada dasarnya pihak-pihak yag berkepentingan dan memiliki kewajiban
dalam
pelaksanaan
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup ialah, pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. a. Pemerintah Pemerintah pusat merupakan pihak yang paling berperan dan yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan
23
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk merancang, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah pusat telah menetapkan suatu kebijakan nasional tetang lingkungan hidup berupa aturan hukum nasional, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu pemerintah pusat juga bertangung jawab sebagai pengawas seta penegakan hukum lingkungan. Disamping pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mempunyai peran penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan. “Dengan adanya desentralisasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka dalam pelaksanaannya akan lebih efisien karena merantai pengawasan dan pelaksanaan menjadi lebih pendek serta adanya rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi” (Lilin Budiati, 2012:8). Dalam lingkup pemerintahan daerah juga haus dibentuk suatu lembaga yang mengurusi lingkungan hidup, baik berupa kantor atau badan agar dalam koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat semakin mudah. b. Masyarakat Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 tahu 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Disamping itu masyarakat juga berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan
24
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Anggota masyarakat, baik perorangan maupun kelompok dan lembaga swadaya masyarakat seperti organisasi lingkungan hidup atau korban pencemaran dan perusakan lingkungan hidup juga dapat melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tersebut kepada kantor lingkungan hidup. Selain itu, sesuai Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. c. Pelaku usaha Bagi setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan sesuai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk: (1) Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu. (2) Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. (3) Mentaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sesuai Pasal 22 Undang-Undnag Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa “setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Damak
Lingkungan)”.
Dokumen
AMDAL
merupakan
dasar
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup yang ditetapkan berdasarkan penilaian Komisi Penilai AMDAL. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
25
Selain daripada itu, sesuai Pasal 34 Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria
wajib
AMDALwajib
memiliki
UKL
(Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup)”. Sedangkan untuk setiap usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL dan UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Disamping ini untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL dan UPL diwajibkan untuk memiliki izin lingkungan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Izin lingkungan tersebut diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin
tidak
dilengkapi dengan AMDAL atau UKL dan UPL. c. Instrumen Pencegahan dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa instrumen-instrumen
pencegahan
pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan hidup yang pada dasarnya adalah juga sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup karena pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup tertuliskan instrumen-instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: a. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) b. Tata ruang c. Baku Mutu Lingkungan Hidup;
26
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup; e. AMDAL; f. UKL-UPL; g. Perizinan; h. Intrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; i. Peraturan perundang-undangan berasis lingkungan hidup; j. Anggaran berbasis lingkungan hidup; k. Analisis risiko lingkungan hidup; l. Audit lingkungan hidup; dan m. Instrumen
lain
sesuai
dengan
kebutuhan
dan/atau
perkembangan pengetahuan. d. Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b) Menjamin keselamatan, kesehatandan kehidupan manusia; c) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup e) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; f) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; g) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; h) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan i) Mengantisipasi isu lingkungan gobal. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
27
a) Perencanaan, dilaksanakan melalui tahap inventarisasi lingkugan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH. b) Pemanfaatan, sumber daya alam dimanfaatkan berdasarkan RPPLH. Pemanfaatan ini harus dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. c) Pengendalian,
dilaksanakan
dalam
rangka
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup. Kegiatan ini meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. d) Pemeliharaan, dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan pelestarian fungsi atmosfer. e) Pengawasan dan pembinaan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota mempunyai kewajiban dalam pengawasan dan pembinaan terhadap ketaatan penanggung jawab dan/atau kegiatan dibidang lingkungan hidupsesuai dengan kewenangannya dan dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. f) Penegakan hukum, bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar izin lingkungan dapat dikenakan sanksi berupa: teguran tertulis, pelaksanaan perintah, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan. 4. Tinjauan Umum tentang Limbah dan Pengelolaannya a. Pengertian limbah Berdasar pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
28
Menurut Sugiarto (1987:93) “air limbah adalah kotoran yang berasal dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya” Pengelolaan limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan,
memulihkan
kualitas
lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang
ke
badan
air
di
lingkungan.
(http://www.sanitasi.or.id/ppsp/wp-content/uploads/pdf/airlimbah/4_dasar-dasar_teknik_dan_pengelolaan_air_limbah.pdf): Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri atau yang disebut “self purification”. Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi pencemar dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima alam itu sendiri, diantaranya adalah mikroorganisme. Waktu yang diperlukan akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran pun akan sangat mungkin meningkat sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang sangat lama. Sehingga akhirnya akan terjadi penumpukan beban limbah sampai dimana kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri (self purification) jauh lebih rendah dibanding dengan jumlah pencemar yang harus didegradasi. b. Pengelompokan Limbah
29
(1) Limbah Cair Limbah cair adalah segala jenis limbah yang berwujud cairan, berupa air beserta bahan-bahan buangan yang tercampur (tersuspensi)
maupun
terlarut
dalam
air.
Limbah
cair
diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu : (a) Limbah cair domestik (domestic wastewater) yaitu limbah cair hasil buangan dari rumah tangga, bangunan perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenis. Misalnya air deterjen sisa cucian, air sabun, tinja. (b) Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Misalnya air sisa cucian daging, buah, sayur dari industri pengolahan makanan dan sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil. (c) Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan permukaan. (d) Air hujan (strom water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah. (2) Limbah Padat Merupakan limbah yang terbanyak di lingkungan. Biasanya limbah padat disebut sebagai sampah. (3) Limbah Gas Jenis limbah gas yang berda diudara terdiri dari bermacam-macam senyawa kimia. (4) Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Suatu limbah digolongkan sebagai Limbah B3 bila mengandung
bahan
berbahaya
beracun
yang
sifat
dan
konsentrasinya baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak
atau
mencemarkan
lingkungan
hidup
atau
membahayakan kesehatan manusia. Bahan yang termasuk
30
Limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lahi karena rusak, sisa kemasan tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan khusus. c. Pengelolaan Limbah (1) Pengendalian Pencemaran Air Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menjelaskan mengenai pengertian pencemaran air yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Angka 4 dari peraturan ini menjelaskan mengenai pengertian pengendalian pencemaran air yaitu upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air agar sesuai dengan baku mutu air. (2) Pengendalian Pencemaran Udara Pengertian pencemaran udara berdasarkan Pasal 1 angka 12 UUPLH tentang pencemaran lingkungan yaitu pencemara yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas dan awan panas. Menurut Peraturan Pemeintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. (3) Pengelolaan Limbah B3 Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999
31
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, menyebutkan bahwa jenis limbah B3 berdasarkan sumbernya yaitu: a) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik b) Limbah B3 dari sumber spesifik c) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk
yang tidak
memenuhi
spesifikasi. Menurut M. Hamdan (2000:3) mengatakan bahwa : “Suatu lingkungan hidup dikatakan dalam keadaan serasi bila selama manusia dengan berbagai komponen lingkungan lainnya berada dalam batasbatas keseimbangan atau dapat pulih seketika dalam keadaan seimbang, tetapi apabila timbul ketergantungan antara interaksi manusia dengan lingkungannya disebabkan batas-batas kemampuan salah satu komponen lingkungan sudah terlampaui, sehingga akibatnya tidak dapat lagi menjalankan fungsinya, maka lingkungan sudah menjadi tidak serasi atau tidak seimbang”. Pengelolaan limbah bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan,
memulihkan
kualitas
lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang
ke
badan
air
di
lingkungan.
(http://www.sanitasi.or.id/ppsp/wp-content/uploads/pdf/airlimbah/4_dasar-dasar_teknik_dan_pengelolaan_air_limbah.pdf) 5. Tinjauan Umum tentang Pengawasan
32
a. Pengertian Pengawasan Pengawasan sebagai salah satu fungsi hukum administratif tidak dapat terlepas dari faktor manusia, hal ini disebabkan karena yang melakukan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi atau mengawasi dan yang diawasi adalah manusia. Ini berarti manusia yang merencanakan dan manusia pula yang melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, manusia pulalah yang harus melakukan pengawasan sehingga kegiatan itu dapat berjalan dengan yang diharapkan. Pengawas adalah proses mengamati, membandingkan tugas pekerjaan yang dibebankan kepada aparat pelaksana dengan standar yangtelah ditetapkan dalam suatu rencana yang sistematis dengan tindakan kooperatif serta korektif guna menghindari penyimpangan demi tujuan tertentu (Nurmayani,2009: 8) Pengawasan lingkungan sebagai alat pengelolaan lingkungan dimaksudkan untuk memastikan bahwa kegiatan pembangunan dan eksploitasi sumberdaya alam untuk yang berbeda diselaraskan dengan kebutuhan untuk melestarikan lingkungan hidup. Dikaitkan
dengan
otonomi
daerah,
pengawasan
atas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah ditetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD)
yang
berwenang
melakukan
pengawasan
penataan
penanggungan jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan Hidup. Pengawasan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas
33
Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundangundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengwasan lingkungan hidup merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh pegawai negeri yang mendapat surat tugas untuk melakukan pengawasan lingkungan hidup atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di pusat atau daerah. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memeriksa dan mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup termasuk di dalamnya pengawasan terhadap ketaatan yang diatur dalam perizinan maupun dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) (Harmat Hamid, 2007:21-22). Pasal 71 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur mengenai pengawasan dan pembinaan terhadap lingkungan hidup yang dilakukan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Pengawas dan Pembinaan tersebut dilakukan agar penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
dibidang
lingkungan hidup. Kewenangan dalam melakukan pengawasan dan pembinaan tersebut dapat didelegasikan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya pejabat pengawas lingkungn hidup berwenang untuk (Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) : a) Melakukan pemantauan;
34
b) Meminta keterangan; c) Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan; d) Memasuki tempat tertentu; e) Memotret; f) Membuat rekaman audiovisual; g) Mengambil sampel; h) Memeriksa peralatan; i) Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau j) Menghentikan pelanggaran tertentu. Kerugian lingkungan dan kesehatan akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan dapat bersifat tidak terpulihkan (Irreversible). Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan semestinya lebih didasarkan pada upaya pencegahan daripada pemulihan. Hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi preventif dan fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan atau persyaratanpersyaratan pengelolaan lingkungan. Fungsi preventif terhadap timbulnya masalah-masalah lingkungan yang bersumber dari kegiatan usaha diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan (Takdir Rahmadi, 2013:208). b. Bentuk-bentuk Pengawasan Paulus Efendi Lotulung (1993:xv-xviii) mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontrol dapatlah dibedakan kontrol ektern dan intern: 1) Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organistoris/ struktual masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri
35
2) kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan/ lembaga yang secara organisatoris/ struktural berada diluar pemerintah. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan atau kontrol dibedakan dalam dua jenis, yaitu kontrol a-priori dan kontrol a-posteriori. 1) Kontrol a-priori terjadi bila pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah 2) kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah, selain itu kontrol dapat pula ditinjau dari segi objek yang diawasi, yang terdiri dari kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dan kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid). Kontrol dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang
bersifat
hukum
saja
(segi
legalitas)
yaitu,
segi
rechtmatigheid dari perbutan pemerintah, sedangkan kontrol dari segi kemanfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya perbuatan
pemerintah
itu
dari
segi
atau
pertimbangan
kemanfaatan. c. Tujuan dan Dasar Hukum Pengawasan Pengawasan sangatlah penting dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas pemerintahan, begitupun dalam pelaksanaan pembangunan, usaha atau proses lainnya agar tidak menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya dan tidak merugikan pihak lain. Sedangkan pengawasan itu sendiri diadakan dengan maksud untuk: a. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak; b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru;
36
c. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan; d. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak; e. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standar (Situmorang Vitor M dan Juhir, 1998:22). 6. Tinjauan tentang Teori Berkerjanya Hukum Berbicara tentang hukum, pada prinsipnya membahas fungsi dan tujuan hukum di dalam masyarakat. Kebijakan di bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik yang sarat dengan deskriminasi terhadap kelompok. Menurut Soerjono Soekanto (1993:5) untuk memahami fungsi hukum itu tidak lepas dari aspek penegakan hukum, yaitu pelaksanaan suatu kebijakan atau komitmen yang bersangkutan dengan faktor pokok,yaitu : 1)
Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan;
2)
Faktor penegak hukum, yaitu piha-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
3)
Faktor atau saran atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4)
Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan;
5)
Faktor budaya yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaualan hidupnya.
Hukum senantiasa dibatasi oleh situasi atau lingkungan dimana ia berada, sehingga tidak heran jika terjadi ketidak-cocokan antara apa yang seharusnya (das sollen) dengan apa yang senyatanya (das sein).
37
Dari hal tersebut munculah diskrepansi antara law in the book dan law in action.Oleh sebab itu Chambis dan Seidman dalam mengamati keadaan yang demikian itu menyebutkan The myth ofthe operation of the law to given the lie daily (Esmi Warassih,2005:83). Berbagai pengertian hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh Lawrence M Friedman, bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur, substansi dan kultur (Esmi Warassih,2005:30) : 1) Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur seperti pengadilan negeri, pengadilan administrasi
yang
mempunyai
fungsi
untuk
mendukung
bekerjanya sistem hukum itu sendiri; 2) Komponen substansif yaitu suatu output dari sistem hukum, beberapa
peraturan-peraturan,
keputusan-keputusan
yang
digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur; 3) Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau oleh Lawrence M Friedman disebut sebagai kultur hukum. Komponen-komponen tersebut merupakan peringkat sistem serta menentukan tempat sistem hukum itu ditengah kultur bangsa secara keseluruhan. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang menggunakan atau tidak menggunakan hukum, dan patuh atau tidak terhadap hukum sangat tergantung pada kultur hukumnya. Kita dapat mengatakan bahwa kultur hukum seseorang dari lapisan bawah akan berbeda dengan mereka yang berada di lapisan atas. Demikian pula, kultur hukum seorang pengusaha berbeda dengan orang-orang yang bekerja sebagai pegawai negeri dan seterusnya. Tidak ada dua orang
38
laki-laki maupun wanita yang memiliki sikap yang sama terhadap hukum. Dari hal tersebut adanya korelasi yang sistematik antara berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebangsaan dan sebagainya (Esmi Warassih, 2005:82). Pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dan usahanya untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma. Pemahaman ini untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya.
39
B. Kerangka Pemikiran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 71,72,73,74 tentang Pengawasan dan Pembinaan)
Peraturan Bupati Klaten Nomor 56 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten.
1. Mekanisme Pengawasan BLH Kabupaten Klaten terhadap pengolahan limbah di PT.SGM 2. Tindak Lanjut dari hasil Pengawasan yang dilakukan oleh BLH
Hasil Pengawasan
Lingkungan yang baik,sehat dan bebas dari pencemaran
Keterangan: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan payung hukum dalam mewujudkan kelestarian lingkungan hidup. Upaya pelaksanaan Otonomi Daerah semakin memberikan perubahan hubungan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah termasuk dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
40
Sehingga setiap daerah dapat melaksanakan tugas pemerintahan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Termasuk Pemerintah Kabupaten Klaten juga mempunyai kewenangan untuk melakukan urusan daerahnya sendiri. Wujud dari otonomi daerah di Kabupaten Klaten dalam bidang lingkungan hidup yaitu dengan diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 25 tahun 2008 tentang Oranisasi Dan Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten dan Peraturan Bupati Klaten Nomor 56 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten. Peraturan inilah yang mengatur tentang kewenangan Badan Lingkungan Hidup dalam pengelolaan lingkungan. Penulisan hukum ini akan mengkaji pelaksanaan dari tugas pokok dan fungsi Badan Lingkungan hidup Kabupaten Klaten dalam konteks pengelolaan limbah yang dilakukan oleh PT.SGM. Sehingga jelas akan diketahui peranan konkrit dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten. Untuk kemudian peranan tersebut akan ditinjau juga dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai payung hukumnya. Pelaksanaan tugas dan wewenang oleh Badan Lingkungan Hidup terhadap hasil pengawasan pada suatu kegiatan ini tentunya akan ada tindak lanjut terhadap permasalahan lingkungan yang telah ditimbulkan guna mewujudkan lingkungan yang baik, sehat dan bebas dari pencemaran.