7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Discharge Planning a. Definisi Discharge Planning Definisi dari Discharge Planning adalah sebagai proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada satu unit yang lain di dalam atau
di luar agen pelayanan kesehatan umum ( Kozier, 2004).
Definisi dari Discharge Planning juga disebutkan sebagai merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu di hindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi atau penyakit setelah pembedahan ( Rondhianto, 2008). Discharge Planning sebaiknya dilakukan sejak pasien di terima di suatu agen pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge Planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan
diagnosa
keperawatan,
perencanaan
untuk
memastikan
kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan (Kozier, 2004). b. Pemberi Layanan Discharge Planning Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tetapi juga keluarga, orang terdekat, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelayanan dan sosial bekerja sama.
Proses Discharge Planning harus
dilakukan secara komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses Discharge Planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi
staf
rumah
sakit
untuk
merencanakan
dan
mengimplementasikan ( Amanah, 2011 ). c. Penerima Layanan Discharge Planning Semua pasien yang di hospitalisasi memerlukan discharge planning, namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992, dalam Perry & Potter, 2005). d. Tujuan Discharge Planning Discharge Planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif ( Amanah, 2011).
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tujuan
dilakukan Discharge Planning antara lain untuk
mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat di setujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang di perlukan telah di persiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman dan keluarga dengan memfasilitasi dan memandirikan aktivitas perawatan diri.( Royalmarsden, 2004) e. Prinsip Discharge Planning Discharge Planning dilakukan dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus di ikuti atau di perhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang di temukakan oleh Royalmarsden, 2004 yaitu : 1) Discharge Planning harus merupakan proses multidisiplin dimana sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan di tempatkan pada satu tempat. 2) Prosedur Discharge Planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas tinggi pada semua pasien 3) Kebutuhan pemberi asuhan (Care Giver) juga harus di kaji. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat 5) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang utama. 6) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim kesehatan dengan pasien dan kemapuan terakhir di sediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan 7) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus di pertimbangkan ketika menyusun Discharge Planning f. Proses Pelaksanaan Discharge Planning Proses Discharge Planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikoligis, sosial budaya dan ekonomi. Perry dan Potter (2006) membagi proses Discharge Planning atas tiga fase yaitu : akut, transisional dan pelayanan berkelanjutan. Perhatian utama medis pada masa akut berfokus pada usaha Discharge Planning. Kebutuhan pelayanan fase transisional pada akut selalu terlihat, tetapi tingkat kepentingannya semakin berkurang dan pasien mulai
di persiapkan untuk pulang dan merencanakan
berkelanjutan, kebutuhan perawatan masa depan. Berbeda dengan fase pelayanan pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan. Penyusunan format Discharge Planning sebagai berikut :
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Pengkajian a) Sejak pasien masuk kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan menggunakan
riwayat keperawatan, berdikusi dengan pasien dan
Care Giver, fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan fisik pasien, status fungsional, sistem pendukung sosial, sumbersumber finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, tingkat pendidikan serta rintangan terhadap perawatan. b) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubungan dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah, penggunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat gangguan kesehatan dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji cara pembelajaran yang lebih diminati pasien ( seperti membaca, menonton video, mendengarkan petunjuk-petunjuk), Jika materi tertulis yang di gunakan pastikan materi tertulis yang layak tersedia. Tipe materi pendidikan yang berbeda-beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda pada pasien. c) Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap faktor lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat yang melakukan perawatan di rumah dapat di rujuk untuk membantu dalam pengkajian ). commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain (seperti dokter pemberi therapi ) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan kepada pelayanan perawatan rumah yang terlatih atau fasilitas perawatan yang lebih luas. e) Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan keperawatan kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap kemampuan
keluarga
untuk
mengamati
Care
Giver
dalam
memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan di antara keduanya. f) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan dengan pembatasan. g) Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang kebutuhan setelah pemulangan ( seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di rumah ). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda. 2) Diagnosa Keperawatan Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual berdasarkan
kondisi
atau
kebutuhan
pasien.
keperawatan yang dapat di tegakkan antara lain : a) Kecemasan Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga commit to user
Adapun
diagnosa
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Tekanan terhadap Care Giver Hal yang menyebabkan adalah ketakutan c) Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah Pasien mengalami defisit perawatan diri dalam hal : makan, toileting, berpakaian, mandi/kebersihan. d) Sindrom stres akibat perpindahan Hal ini berhubungan dengan upaya meningkatkan pertahanan / pemeliharaan rumah 3) Perencanaan Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan adalah sebagai berikut : a) Evaluasi Pasien atau keluarga sebagai
Care Giver mampu
menjelaskan bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (atau fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang timbul b) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan.) c) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat membahayakan pasien akibat kondisi kesehatannya telah diubah.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Penatalaksanaan Penatalaksanaan
dapat
dibedakan
dalam
dua
bagian,
yaitu
penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan. a) Persiapan sebelum hari pemulangan (1) Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan pasien. (2) Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi
tentang
sumber-sumber
pelayanan
kesehatan
komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih di rumah. (3)Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama di rawat di rumah sakit (seperti tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan alat-alat medis, perawatan lanjutan, diet, latihan, pembatasan yang di sebabkan oleh penyakit atau pembedahan). Pamflet, buku-buku atau rekaman video dapat di berikan pada pasien. Pasien juga di beritahu tentang sumbersumber informasi yang ada di internet. (4) Komunikasikan respon pasien dan keluarga tehadap penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Penatalaksanaan pada hari pemulangan pasien Jika beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun aktivitas yang dilakukan adalah : (1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat. (2) Periksa intruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. Instruksi harus di tuliskan sedini mungkin. Persiapkan kebutuhan dalam perjalanan dan sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien sampai di rumah ( seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, feeding pump, tempat perawatn bayi,bak mandi untuk bayi,dll ) (3) Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju rumah. (4) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan mengepak semua barang milik pasien, jaga privasi pasien sesuai kebutuhan. (5) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barangbarang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah di tandatangani oleh pasien dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan barangbarang berharga kepada pasien. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(6)Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri. (7)Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji
Follow Up ke
kantor dokter. (8)Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi kantornya. (9)Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans. Pasien yang pulang dengan menggunakan ambulans diantarkan oleh usungan ambulans. (10) Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan sikap tubuh dan tehnik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu. Kunci roda dari kursi, bantu pasien pindah ke mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu keluarga menempatkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan. (11) Kembali ke bagian dan laporkan waktu pemulangan kepada departemen
pendaftaran
atau
penerimaan.
kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien. commit to user
Ingatkan
bagian
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Evaluasi a) Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus di laporkan kepada dokter. b) Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap tindakan yang akan dilanjutkan di rumah. c) Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah, mengidentifikasikan rintangan yang dapat membahayakan bagi pasien dan menganjurkan perbaikan. g. Unsur-Unsur Discharge Planning Unsur-unsur yang harus ada
pada sebuah Form
perencanaan
pemulangan antara lain : 1) Pengobatan di rumah mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan dan pengobatan yang harus di hentikan. 2) Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi dan efek samping yang umum terjadi. 3) Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang di anjurkan dan pemeriksaan lain dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan di adakannya. 4) Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang di anjurkan dan pembatasannya. 5) Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan post sectio caesaria, perawatan tali pusat, ketentuan pemberian minum bayi dan lain-lain). commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan di hadapi setelah di pulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal dan lokasi setiap janji untuk kontrol. 7) Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa
di
hubungi
untuk
melakukan
peninjauan
ulang
petunjuk
pemulangan. 8) Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan (walker), kanul oksigen dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan. 2. Teori Kemandirian a. Model Konsep dan Teori Keperawatan Dorothea Orem Model
konsep keperawatan menurut Dorothea Orem yang dikenal
dengan Model Self Care memberikan pengertian bahwa bentuk pelayanan keperawatan di pandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan oleh
individu
dalam
memenuhi
kebutuhan
dasar
dengan
tujuan
mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat sakit (Hidayat, 2007). Model Self Care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang ada dalam keperawatan di antaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas kemampuan
Self Care
di dasarkan atas kesengajaan serta dalam
pengambilan keputusan di jadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap manusia menghendaki adanya Self Care dan sebagai bagian dari kebutuhan commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia, seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam perawatan diri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraa,
Self Care juga
merupakan perubahan tingkah laku secara lambat dan terus menerus di dukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan interpersonal, Self Care akan meningkatkan harga diri seseorang dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri (Hidayat, 2007). Pemahaman konsep keperawatan dalam pandangan pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam kelompok kebutuhan dasar yang terdiri
dari
pemeliharaan
dalam
pengambilan
udara
(oksigenasi),
pemeliharaan air, pemeliharaan dalam keseimbangan aktivitas dan istirahat, pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial, kebutuhan akan pencegahan resiko pada kehidupan manusia dalam kelompok sosial sesuai dengan potens, pengetahuan dan keinginan manusia (Hidayat, 2007). b. Teori Keperawatan Orem Pandangan
teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan di
tujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, antara lain 1) Perawatan Diri Sendiri ( Self Care ) Orem mengemukakan bahwa Self Care meliputi : a) Self Care, merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Self Care Agency, merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat di pengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan, dan lain-lain. c) Adanya tuntutan atau permintaan dalam peawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat. d) Kebutuhan Self Care, merupakan suatu tindakan yang di tujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat menyeluruh dan berhubungan dengan proses fungsi tubuh. Self Care yang bersifat menyeluruh
itu
adalah
aktivitas
sehari-hari
(ADL)
dengan
mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar manusianya. Sifat dari Self Care selanjutnya adalah untuk perkembangan kepercayaan diri serta di tujukan pada penyimpangan kesehatan yang memiliki ciri perawatan yang di berikan dalam kondisi sakit atau dalam proses penyembuhan. 2) Self Care Defisit Merupakan bagian
penting
dalam perawatan secara umum dimana
segala perencanaan keperawatan di berikan pada saat perawatan dibutuhkan yang dapat di tetapkan pada anak yang belum dewasa atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan Self Care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan kebutuhan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perawatan diri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem mempunyai cara dalam melakukan perwatan diri. Dalam pandangan teori sistem ini Orem memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan di antaranya : a) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Compensatory System) Adalah suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara total kepada pasien di karenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya manipulasi gerakan, serta dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (ADL). Pemberian bantuan sistem ini dapat dilakukan pada orang yang tidak mampu melakukan aktivitas dengan sengaja seperti pada pasien koma, pasien yang sadar dan mungkin masalah yang lain akan tetapi tidak mampu dalam melakukan tindakan yang memerlukan ambulasi atau maipulasi gerakan, seperti pada pasien fraktur vertebra dan pada pasien yang tidak mampu mengurus diri sendiri, membuat penilaian serta keputusan dalam
Self Care-nya dan pasien tersebut masih
mampu melakukan ambulasi dan mungkin dapat melakukan beberapa tindakan Self Care-nya melalui bimbingan secara terus menerus seperti pada pasien retardasi mental. b) Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System) commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adalah bantuan pemberian perawatan diri secara sebagian saja dan di tujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal seperti pada pasien pasca operasi laparatomi dimana pasien mempunyai kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, cuci muka, akan tetapi butuh peretolongan dalam ambulasi dan melakukan perawatan luka yang dilakukan oleh perawat. c) Sistem Suportif dan Edukatif Merupakan sistem bantuan yang di berikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu melakukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Pemberian bantuan sistem ini dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan informasi dalam pengaturan kelahiran (Murwani, 2008). 3. Perawatan Bayi Baru Lahir Sejumlah adaptasi psikologi mulai terjadi pada bayi baru lahir, karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan bagaimana membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya di luar uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil. Perawatan bayi baru lahir meliputi : a. Memandikan Bayi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
Memandikan bayi merupakan upaya yang dilakukan untuk menjaga agar tubuh bayi bersih, terasa segar dan mencegah kemungkinan adanya infeksi. Prinsip dalam memandikan bayi yang harus di perhatikan adalah menjaga bayi jangan sampai kedinginan serta air masuk ke hidung, mulut atau telinga bayi yang dapat mengakibatkan aspirasi (Hidayat, 2009). Sesuai dengan umur ada cara untuk memandikan bayi, yaitu : 1) Mandi spons, apabila tali pusatnya belum lepas , bayi cukup di bersihkan dengan menggunakan spons, tidak perlu di mandikan dalam bak mandi. Mandi dengan cara ini dilakukan sampai bayi berusia empat sampai enam minggu. Saat memandikan bayi, pilihlah posisi yang paling nyaman, misalnya duduk sambil memangku bayi atau berdiri dan bayi di letakkan di atas meja. Tubuh, kaki, tangan dan kepala bayi di bersihkan. Seluruh tubuh bayi di beri sabun dengan spons. Khusus untuk bagian kepala, selain menggunakan sabun khusus bayi bisa menggunakan shampo khusus bayi. Kemudian bayi di bilas dan di keringkan dengan handuk lembut. Olesi kulit bayi dengan baby lotion atau bahan pelembab khusus bayi lainnya jika kulit bayi tampak kering, kulit di olesi. Baby oil kurang baik karena kandungan minyaknya tidak efektif di serap kulit (Musbikin, 2007) 2) Mandi dalam bak mandi, apabila tali pusat bayi telah lepas bayi bisa mulai di mandikan dalam bak mandi. Bak mandi yang di gunakan di sesuaikan ukurannya dengan bayi, jangan terlalu besar dan terlalu kecil. Bak mandi di isi dengan air hangat atau suhunya 35-37 C. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menggosok tubuh bayi menggunakan washlap atau spons, tetapi untuk hidung dan telinga dibersihkan dengan menggunakan cotton buds. Basuh muka bayi dengan air lalu mengeringkan dengan handuk. Setelah itu rambut bayi di gosok dengan shampo, kemudian rambut bayi dibersihkan. Waktu membilas kepala bayi di angkat hingga lebih tinggi dari bak mandi. Tubuh bayi di bersihkan dengan washlap. Rambut bayi tidak perlu di cuci setiap hari cukup tiga kali seminggu (Musbikin, 2007). b. Perawatan Tali Pusat Perawatan tali pusat merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan merawat tali pusat pada bayi baru lahir agar tetap kering dan mencegah terjadinya infeksi (Hidayat, 2009). Tali pusat yang belum lepas perlu di bersihkan paling sedikit dua kali sehari. Perawatan dilakukan dengan cermat dan hati-hati, apalagi bila tali pusat bayi masih berwarna merah. Sedudah bayi berumur kurang lebih 2 minggu, tali pusat yang sudah kering akan terlepas dengan sendirinya. Bila tali pusat yang terlepas tersebut meninggalkan sedikit darah pada pusat bayi, keadaan tersebut dalam batas normal (Musbikin, 2007) c. Menyusui Makanan yang terbaik, sehat dan sempurna untuk bayi adalah ASI. ASI mempunyai komposisi protein, karbohidrat, lemak, zat gula dan vitamin yang seimbang untuk pertumbuhan bayi yang ideal.Di dalam ASI terdapat immunoglobulin. ASI di berikan minimal sampai anak berusia dua tahun. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Bayi tidak membutuhkan makanan tambahan lain sampai usia 6 bulan (Musbikin, 2007). Menyusui dapat di mulai sehari setelah operasi caesaria
Pada saat
pertama kali menyusui bayi mungkin ibu masih terbaring dan memerlukan bantuan. Salah satu posisi yang paling nyaman untuk menyusui bayi pada hari-hari awal adalah dengan berbaring miring dan bayi berbaring pada sisi tubuh ibu dengan wajah menghadap ibu. Kepala bayi di peluk dengan lengan yang bertumpu di tempat tidur, sedangkan lengan yang lain bebas. Ibu bisa menempatkan sebuah bantal atau selimut di atas
perut untuk
melindungi luka insisi dari tendangan bayi (Priyono, 2010). Posisi menyusui yang tepat untuk melindungi luka sayatan dari tekanan berat dan gerak bayi adalah posisi pegangan bola atau mengapit, berbaring menyamping atau meletakkan sebuah bantal diatas luka sayatan sebelum menaruh bayi di pangkuan untuk di susui (Simkin dkk, 2007). Berbagai posisi menyusui dapat dilakukan, antara lain dengan cara duduk dan berbaring. Berikut langkah-langkah menyusui yang baik dan benar menurut Soetjiningsih (1997) : 1) Ibu dalam posisi duduk/berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah dan punggung ibu dapat bersandar pada kursi. 2) Bayi di letakkan menghadap payudara ibu, badan bayi menempel perut ibu, ibu menatap bayi dengan kasih sayang. Pegang bahu belakang bayi, leher dan kepala tidak boleh menengadah. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Satu tangan bayi di letakkan di belakang ibu, sedangkan tangan yang lain di depan. Sebelum menyusui ASI di keluarkan sedikit kemudian di oleskan pada daerah puting susu dan sekitarnya. 4) Pegang payudara dengan ibu jari di atas puting dan jari lain menopang di bawahmya, kemudian beri rangsangan bayi dengan menyentuh pipi/ujung mulut bayi dengan puting susu. Setelah bayi membuka mulut segera masukkan puting susu dan areola masuk ke dalam mulut. 5) Untuk melepaskan isapan setelah bayi selesai menyusu atau saat payudara kosong yaitu dengan cara memasukkan jari kelingking ibu ke dalam mulut bayi melalui sudut mulut dan dagu bayi di tekan ke bawah lalu sendawakan bayi. d. Immunisasi Tujuan pemberian immunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit terutama polio, cacar, gondok, rubella, pertusis, difteri, tetanus, infeksi haemophilus dan hepatitis B dengan memberikan vaksin pada bayi (Musbikin, 2006) Jadwal pemberian immunisasi pada bayi di mulai dari umur 0 bulan. Immunisasi DPT dilakukan 3 kali. DPT pertama di berikan saat bayi berusia 2 bulan, DPT kedua saat bayi berusia 4 bulan dan DPT ketiga pada saat bayi berusia enam bulan. Immunisasi polio untuk menghindari anak dari peyakit kelumpuhan, diberikan tiga kali pada saat bayi berusia dua bulan, empat bulan dan enam bulan. Immunisasi campak di berikan setelah bayi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
berusia sembilan bulan. Immunisasi hepatitis B diberikan dua kali pada saat bayi baru lahir dan usia satu bulan (Purwanti, 2006). Immunisasi harus di berikan pada bayi yang kondisi tubuhnya sehat, tidak di benarkan di berikan pada bayi yang sedang menderita penyakit atau bayi yang sedang menderita panas tinggi. Batas aman suhu badan anak yang akan mendapat immunisasi harus berkisar 37 C (Musbikin, 2006). e. Penggantian Popok Bulan pertama setelah melahirkan ibu akan sering menggantikan popok hingga terkadang satu jam sekali. Meskipun merepotkan pengantian popok sesering mungkin berguna untuk menghindari gatal-gatal dan gerah pada kulit bayi yang masih peka (Danuatmaja, 2003). Terdapat dua jenis popok bayi yaitu popok kain dan popok sekali pakai atau diapers. Adapun cara mengganti popok bayi yaitu sebelum mengganti popok, semua alat yang dibutuhkan di siapkan dan di usahakan mudah di jangkau. Alat-alat yang dibutuhkan adalah popok bersih, kapas dan air hangat ( untuk bayi di bawah satu bulan atau bayi yang mengalami gatalgatal dan kulit merah ), handuk kecil untuk mengeringkan, baju ganti (jika popok bocor dan mengotori baju), serta salep untuk gatal jika perlu. Setelah semua alat yang dibutuhkan di siapkan, ibu mencuci tangan dan mengeringkan tangan. Saat mengganti popok, bayi di ajka bercakap-cakap atau di beri mainan agar tidak rewel. Jangan menggunakan alat atau kosmetik bayi sebagai mainannya karena bayi yang agak besar dapat memasukkan benda-benda tersebut ke dalam mulutnya. Isi popok di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
perhatikan apakah bayi sudah selesai buang bayi besar. Setelah selesai baru popok di tarik keluar. Kedua kaki bayi di angkat lalu kelamin dan pantatnya di bersihkan dengan seksama. Sesudah bayi bersih lalu bayi di pakaikan popok bersih dan popok atau diapers harus berukuran tepat agar tidak bocor dan jangan terlalu ketat karena bisa membuat kulit bayi lecet. Popok kotor di simpan di tempat tertutup sampai tiba waktu di cuci, tinja padat di buang ke toilet dan diapers di bungkus dengan kertas bekas sebelum dibuang ke tempat sampah (Danuatmaja, 2003). f. Perawatan Alat Kelamin Setiap kali mengganti popok laki-laki, alat kelamin dan pantat bayi harus di bersihkan karena air seni bayi menyemprot kemana-mana sehingga perut dan tungkainya harus dibersihkan. Bila tidak di bersihkan sisa air seni bisa menyebabkan iritasi (William, 2003). Adapun cara membersihkan alat kelamin bayi laki-laki yaitu alat kelamin di bersihkan dengan menggunakan air dan sabun. Untuk membersihkan penis dan lipatan-lipatannya digunakan kapas basah, tidak boleh memaksa menarik kulit luar dan membersihkan bagian dalam penis atau menyemprotkan antiseptik karena sangat berbahaya, kecuali jika kulit luar sudah terpisah dari glands, sesekali ibu bisa menarik dan membersihkan bagian bawahnya. Dengan kapas baru anus dan bagian pantat dari arah anus ke luar dibersihkan lalu di keringkan dengan tissue lembut. Jangan buruburu memakai popok tetapi biarkan terkena udara sejenak dan lipatan kulit dan bokong di olesi krim (Danuatmaja, 2003) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
Sewaktu mengganti popok bayi perempuan pantatnya di bersihkan dengan baik. Bagian dalam alat kelaminnya tidak perlu di bersihkan karena di daerah ini tidak terdapat banyak kotoran dan jika di buka dapat berakibat terjadi infeksi. Adapun cara membersihkan alat kelamin bayi perempuan yaitu alat kelamin di bersihkan dengan menggunakan sabun dan air. Untuk membersihkan bagian bawah kelamin digunakan kapas dan dilakukan dari arah depan ke belakang dan tidak perlu membersihkan bagian dalam vagina. Dengan kapas baru anus dan bagian pantat di bersikan dari anus ke luar. Lalu di keringkan dengan tissu lembut dan biarkan terkena udara sejenak sebelum memakai popok dan lipatan kulit dan bokong boleh di olesi krim (Danuatmaja, 2003) g. Dampak Perawatan Bayi Bila Tidak dilakukan Banyak jenis perawatan bayi yang dapat dilakukan seperti memandikan bayi, perawatan tali pusat, menyusui, penggantian popok, dan lain-lain. Perawatan bayi sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan kesehatan bayi secara langsung. Kurangnya perhatian ibu terhadap perawatan bayi dapat berakibat tidak baik pada bayi, seperti dapat terjadi infeksi, iritasi, maupun terganggunya kedekatan hubungan ibu dan bayi akibat tidak adanya proses menyusui oleh ibu karena menyusui merupakan cara yang paling ideal bagi ibu untuk memberikan kasih sayang pada anak dan cara terbaik memenuhi kebutuhan gizi bayi (Huliana, 2003). Perawatan bayi juga merupakan salah satu bentuk mobilisasi ibu yang dapat membantu penyembuhan luka persalinan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
4. Gambaran Umum Masa Nifas Post Sectio Caesaria a. Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali mulai dari selesai melahirkan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil dengan lama 6-8 minggu. Masa nifas dibagi menjadi tiga periode : 1) Puerperium Divia, yaitu kepulihan dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. 2) Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu. 3) Remote Puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untk pulih dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau bersalin mempunyai komplikasi. Waktu yang dibutuhkan dapat berminggu-minggu, bulanan, hingga tahunan (Mochtar, 1998). b. Perubahan Masa Nifas 1) Perubahan Fisiologis a) Tanda Vital (1) Suhu Badan Suhu rektal pada 24 jam pertama setelah melahirkan berkisar antara 37,5-38°C karena penghisapan zat putih telur dari rahim selama 2 dalam 10 hari pertama. Dalam masa ini perlu di cegah terjadinya infeksi saluran kemih, mastitis, pembengkakan payudara yang terjadi pada hari kedua atau ketiga sehingga dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
menyebabkan kenaikan suhu namun tidak lebih dari 24 jam. Pemeriksaan suhu badan setelah sectio caesaria dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam selanjutnya. (2) Denyut Nadi Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Normalnya, frekuensi nadi relatif lebih rendah selama minggu pertama setelah melahirkan. Denyut nadi yang cepat dapat dipengaruhi oleh infeksi. Perdarahan post sectio caesaria dapat pula menyebabkan kenaikan frekuensi nadi. Pengawasan denyut nadi setelah sectio caesaria dilakukan setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam selanjutnya. (3) Tekanan Darah Tekanan darah pada wanita post sectio caesaria harus diperhatikan, tekanan darah normal antara 110-120 mmHg. Pemeriksaan tekanan darah setelah sectio caesaria dilakukan setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam selanjutnya. (4) Respirasi Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah pastikan bahwa jalan nafas bersih dan cukup ventilasi. Respirasi pada wanita post commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sectio caesaria selama tidak memiliki penyakit pernafasan akan kembali normal secara cepat berkisar 18-20 kali per menit. Pasien post sectio caesaria perlu sekali disediakan oksigen untuk menghindari kejadian sesak nafas akut akibat pengaruh anestesi. Pemerikasaan ini dilakukan setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam selanjutnya setelah operasi selesai. b) Alat Reproduksi Fundus uteri setinggi pusat setelah janin keluar, setelah plasenta lahir ±2 jari di bawah pusat. Pada hari pertama,setelah 12 jam setelah persalinan tinggi fundus uteri sedikit meningkat, sekitar 1 jari di atas pusat. Pada hari kelima post sectio caesaria, tinggi fundus uteri ±7 cm atas simfisis atau setengah simfisis pusat, dan sudah tidak teraba lagi setelah 10 hari atau 2 minggu. Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah sectio caesaria selesai. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Macam-macam lokhea antara lain : (1) Lochea rubra (cruenta), Berisi darah segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vemik kaseosa, dan mekonium, terjadi selama 2 hari pasca persalinan.
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Lochea sanguinolenta, Berwarna merah kecoklatan berisi darah bercampur lendir, terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan. (3) Lochea serosa Coklat berwarna kekuningan, cairan tidak berdarah lagi, terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. (4) Lochea alba Cairan berwarna putih yang terjadi setelah 2 minggu pasca persalinan. (5) Lochea purulenta Merupakan tanda terjadinya infeksi, keluar cairan seperti nanah yang berbau busuk. (6) Lochistasis Merupakan pengeluaran lochea yang tidak lancar. Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi. Payudara akan lebih besar dan kencang serta terdapat nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi (Mochtar,1998). c. Perubahan Psikologi 1) Fase Haneymoon Adalah anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang lama antar ibu, ayah, dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis haneymoon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantik, masing-masing commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memerlukan saling memperhatikan anak dan menciptakan hubungan baru. 2) Ikatan kasih (Bounding Attachment) Terjadi pada kala IV persalinan, dimana diadakan kontak antar ibu, ayah, dan bayi yan tetap dalam ikatan kasih. Penting bagi perawat untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan tersebut. 3) Fase Taking in Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya masih bergantung pada orang lain selama 1-2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya, tetapi bukan berarti tidakmempertahankan bayinya. Dalam fase ini yang diperlukan oleh ibu adalah informasi tentang dirinya bukan cara merawat bayinya. 4) Fase Taking hold Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap kemampuan mengatasi tubuhnya. Misalnya, kelancaran buang air besar, buang air kecil, melakukan aktifitas duduk, jalan, ingin belajar tentang perawatan diri dan bayinya. Rasa kurang percaya diri sering timbul, sehingga mudah mengatakan tidak mampu melakukan perawatan. Fase ini berlangsung sampai kira-kira 10 hari setelah persalinan.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Fase Letting go Ibu merasakan bahwa bayinya adalah bagian dari dirinya, mendapatkan peran dan tanggung jawab terjadinya peningkatan kemandirian dalam merawat diri dan bayinya, penyesusaian dalam hubungan termasuk bayi. 6) Post Partum Blues Masa nifas pada wanita kadang-kadang mengalami kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka, sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut post partum blues dan biasanya terjadi di rumah sakit. Diperkirakan hal ini berhubungan dengan perubahan hormon dan transisi peran. Hal-hal yang berhubungan dengan post partum blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan, kehabisan tenaga. Tekanan dapat turun dengan cara menangis. Bila orang tua kurang mengerti hal ini, maka akan timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi. Untuk itu diadakan penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui bahwa itu adalah hal yang normal. d. Perawatan Mandiri Masa Nifas Post Sectio Caesaria Perawatan diri ibu nifas terdiri dari perawatan luka, nutrisi, ambulasi dini, perawatan perineum, perawatan payudara, miksi dan defekasi. 1) Perawatan Luka Sectio Caesaria Luka insisi diperiksa setiap hari. Karena itu bebat yang tipis tanpa plester yang berlebihan lebih menguntungkan. Biasanya, jahitan kulit dilepas pada hari keempat setelah operasi (Pritchard dkk, 1991). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Penutup luka dipertahankan selama hari pertama selama pembedahan untuk mencegah infeksi pada saat proses penyembuhan berlangsung ( Wiknjosastro, 2008). Luka insisi dibersihkan dengan cairan Nacl dan ditutup dengan kain penutup luka. Pembalut luka diganti dan dibersihkan setiap hari dan luka yang mengalami komplikasi seperti hanya sebagian luka yang sembuh sedangkan sebagian mengalami infeksi dengan eksudat atau luka terbuka seluruhnya memerlukan perawatan khusus bahkan memerlukan reinsisi (Novita, 2006). Pembersihan luka insisi dimulai mencuci tangan sampai bersih kemudian mengkaji atau mengobservasi status luka apakah luka bersih atau kotor serta sejenisnya. Kasa steril dipegang dengan pinset lalu dicelupkan ke dalam larutan savlon dan dilakukan pembersihan pada luka. H2O2 diberikan jika diperlukan atau diberi larutan Nacl 0,9% kemudian luka dibersihkan sampai bersih dan dilanjutkan dengan pengobatan luka menggunakan betadin atau sejenisnya. Setelah luka bersih, tangan dicuci kembali (Kuswari, 2009). 2) Nutrisi masa nifas Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25% dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Sulistyawati, 2009). Makanan yang dikonsumsi harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein, banyak cairan serta banyak buahbuahan dan sayuran karena si ibu ini mengalami hemokosentrasi (Hanafiah, 2004). Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup, meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan ibu sebaiknya minum setiap kali menyusui, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari setelah bersalin, mengkonsumsi kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI (Safruddin, 2009). Ibu post SC harus menghindari makanan dan minuman yang menimbulkan gas karena gas perut kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah sectio caesaria. Jika ada gas dalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang di kursi dapat membantu mencegah dan menghilangkan gas (Simkin dkk, 2007). 3) Ambulasi Dini Biasanya setelah melahirkan ibu merasa lelah karena itu ibu harus istirahat dan tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian ibu boleh miring kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli (Mochtar, 1998). commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mochtar (1998) menjelaskan manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah : a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini. Dengan bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, fisiologi usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula. b) Mencegah
terjadinya
trombosis
dan
tromboemboli,
dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboi dapat dihindarkan. Pasien sectio caesaria biasanya mulai ambulasi 24-36 jam sesudah melahirkan. Jika pasien menjalani analgesia epidural, pemulihan sensibilitas yang total harus dibuktikan dahulu sebelum ambulasi dimulai (Farrer, 2004). Pada hari pertama dapat dilakukan miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah ibu sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar (Mochtar, 1998). Ibu turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit dua kali (Pritchard dkk, 2001). Hari kedua ibu dapat duduk
dan
dianjurkan untuk bernafas commit to user
dalam
lalu
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi. Mobilisasi secara teratur dan bertahap
serta
diikuti
dengan
istirahat
dapat
membantu
penyembuhan ibu (Mochtar, 1998). 4) Defekasi Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air besar secara spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa post partum, dehidrasi, kurang makan dan efek anastesi (Bobak, 2004). Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga. Rasa mulas akibatgas usus karena aktivitas usus yang tidak terkoordinasi dapat mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi. Diet teratur dapat berguna untuk dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau ambulasi dini. Jika pada hari ketiga ibu juga tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
buang air besar maka laksan supositoria dapat diberikan pada ibu (Wulandari, 2009). 5) Perawatan Perineum Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan bayi bertujuan untuk pencegahan terjadinya infeksi, mengurangi rasatidak nyaman dan meningkatkan penyembuhan. Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau (Hamilton, 2002). Setelah ibu mampu mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol atau wadah lain yang disediakan secara khusus (Farrer, 2004). Perawatan perineum dapat dilakukan dengan cara perineum dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Cairan sabun atau sejenisnya dipakai setelah buang air kecil atau buang air besar. Dibersihkan mulai dari simfisis sampai anal sehingga tidak terjadi infeksi (Wulandari, 2009). 6) Perawatan Payudara Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara setelah persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa hamil. Pelaksanaan perawatan payudara setelah persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1–2 hari commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesudah bayi dilahirkan. Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari (Admin, 2009). Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara : a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu. b) Menggunakan BH yang menyokong payudara. c) Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar sekitar puting susu apabila puting susu lecet dan menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet. d) Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam. e) Minum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri. f)
Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama
5
menit
apabila
payudara
bengkak
akibat
pembendungan ASI, mengurut payudara dari pangkal menuju puting atau menggunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah Z menuju puting, ASI sebagian dikeluarkan dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, bayi disusui setiap 2-3 jam dan apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan lalu meletakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui (Syafrudin, 2009). 7) Miksi Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan secepatnya. Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas (Kasdu, 2003). Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin cepat melakukan mobilisasi (Wiknjosastro, 2009). Kateter pada umumnya dapat dilepas 12 jam setelah operasi atau lebih nyaman pada
pagi
hari setelah operasi.
Kemampuan
mengosongkan kandung kemih harus dipantau seperti pada kelahiran sebelum terjadi distensi yang berlebihan (Pritchard dkk, 2001). 8) Kebersihan Diri Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan kesejahteraan ibu (Hamilton, 2002). Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan dilanjutkan perawatan payudara (Wulandari, 2009). e. Komplikasi Masa Nifas dan Perawatannya 1) Perdarahan Perdarahan post sectio caesaria adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan setelah sectio caesaria berlangsung. Perdarahan post sectio caesaria dibagi menjadi perdarahan post sectio caesaria primer dan sekunder. Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena banyak sinus maternalis di tempat insersinya pada commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan refraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka sehingga lumayan tertutup. Kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Istilah perdarahan post sectio caesaria digunakan apabila perdarahan melebihi 500 ml. Perdarahan primer terjadi 24 jam pertama dan sekunder setelah itu. Hal- hal yang menyebabkan perdarahan post sectio caesaria ialah atonia uteri, jahitan kendor, lepas, bekas lepasnya plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian dari plasenta, kelainan proses pembekuan darah. Adapun penanganannya adalah memberikan uterotonika (oxytocin), memberikan prostaglandin, melakukan tampon uterus dan vagina, menghentikan atau menghilangkan sumber perdarahan dengan ligasi arteri hipogastrika internal dan melakukan histerektomi (Kasdu, 2003). 2) Febris (Panas) Febris adalah meningkatnya suhu badan melebihi 380C selama 2 hari berturut-turut. Biasanya terdapat pada tempat–tempat perlukaan sectio caesaria karena tindakan persalinan dan pada bekas insersi plasenta terjadi infeksi dapat didukung dengan hasil laboratorium. Infeksi tersebut diantaranya : a) Endometritis Infeksi terjadi pada tempat insersi placenta dan pada waktu singkat dapat mengenai seluruh endometrium. b) Servicitis
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Infeksi pada serviks agak dalam dapat menjalar ke ligamentum. Dan parametrium c) Peritonitis Merupakan penyebaran dari infeksi organ reproduksi lain. 3) Oedem pada Tungkai Flagmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. Vena femoralis yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosit dapat menimbulkan gejala klinik, yaitu terjadinya pembengkakan pada tungkai, berwarna putih terasa sangat nyeri, tampak bendungan pembuluh darah, temperatur badan meningkat (Kasdu, 2003). f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masa Nifas dan Perawatannya Faktor
yang dapat
mempengaruhi
perawatan
nifas
selain
pengetahuan yaitu pelayanan kesehatan, adat-istiadat, kebiasaan pola hidup dan pendidikan. Dari hasil penelitian tentang perawatan nifas pengetahuan nifas lebih rendah dari pada pelaksanaan perawatan nifas, ini disebabkan oleh kurangnya informasi dan pedoman perawatan ibu nifas yang adekuat (Anonim, 2006). Faktor lain yang berpengaruh yaitu pola hidup dan pendidikan, dan perilaku ataupun pola hidup merupakan hasil jangka menengah dari pendidikan. Dengan kata lain bahwa peranan pendidikan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu kelompok atau masyarakat sesuai nilai kesehatan (Notoatmojo,2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Hambatan dalam pelaksanaan perawatan nifas juga disebabkan oleh sarana yang kurang begitu dimanfaatkan. Terbatasnya alat bantu penyuluhan tentang perawatan nifas mandiri menyebabkan pengetahuan tidak diperoleh oleh ibu secara adekuat selama dalam perawatan di RS atau puskesmas (Anonim, 2006). Meskipun petugas sering menemukan suatu bentuk perilaku yang kurang menguntungkan bagi kesehatan, namuntidak mudah untuk mengadakan perubahan terhadapnya akibat telah tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan perilaku itu secara mendalam pada budaya yang ada (Swasono, 1998). Adat istiadat juga berpengaruh dalam perawatan nifas. Betapa biaya sosial sering mengalahkan pemanfaatan optimal dan saran kesehatan yang ada (Swasono,1998). Pertimbangan yang sangat rasional dan berguna untuk menetapkan suatu keputusan sering terjadi, contoh pelaksanaan perawatan nifas, sering terkalahkan oleh pertimbangan yang tidak rasional namun sukit dirubah kaena telah tertanam secara mendalam sebagai keyakinan yang bersumber pada faktor budaya. (Swasono, 1998). Adanya pantangan dan keharusan makanan tertentu selama setelah bersalin tidak selalu memberikan dampak kesehatan yang baik meskipun dilandasi oleh tujuan pencegahan bahaya. Banyak masyarakat yang mengikuti tradisi, namun tidak memahami alasannya karena adanya tekanan dari pihak keluwarga atau pun dukun bayi (Swasono, 1998). Kondisi psikologis juga dapat mempengaruhi perawatan mandiri ibu post commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
SC. Perubahan hormonal tubuh, kecemasan pada bayi, anak yang lain, suami serta masalah keluarga yang ada dapat mempengaruhi kondisi psikologis ibu. Jika psikologis ibu terganggu maka dapat menghambat proses pelaksanaan perawatan secara mandiri (Elizabeth, B. H., 1997). 5. Teori Drama Turgi Erving Goffman a. Latar Belakang Teori Dramaturgi Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Kita lihat
contoh , bagaimana seorang polisi memilih perannya, juga
seorang warga negara biasa memilih sendiri peran yang dinginkannya. Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada pada Front. Dramaturgi Erving Goffman, sangat dipengaruhi oleh George Herbert Mead dengan konsep The Self. Sebagaimana telah di sebutkan bahwa, karya-karya Erving Goffman sangat dipengaruhi oleh George Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya pada The Self. Misalnya, The Presentation of self in everyday life (1955), merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari apa yang disebut sebagai interaksi (antar manusia). Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri dan The Self Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai dasar teori commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dramaturgi. Goffman mengambil pengandaian kehidupan individu sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan setting panggung dan akting yang dilakukan oleh individu sebagai aktor “kehidupan.” Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi total,Institusi total maksudnya adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”. Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi. Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yang ingin dimainkan. b.Kajian Teori Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul “The Presentational of Self in Everyday Life” memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Banyak ahli mengatakan bahwa dramaturginya commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Goffman ini ini berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi (Sukidin, 2002: 103). Interaksi simbolik sering dikelompokan ke dalam dua aliran (school). Pertama, aliran Chicago School yang dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan tradisi humanistis yang dimulai oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa studi terhadap manusia tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi terhadap benda. Blumer dan pengikut-pengikutnya menghindari pendekatan-pendekatan kuantitatif dan ilmiah dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi Chicago menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School menggunakan pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford Kuhn dan Carl Couch percaya bahwa konsep-konsep interaksionis dapat dioperasikan. Tetapi, walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah laku, ia menyatakan bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada metode “lemah” yang digunakan oleh Blumer. Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu : 1. Orang-orang dapat
mengerti
berbagai
hal
dengan belajar
dari
pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam siombolcommit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
simbol. 2. Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompokkelompok sosial. 3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang. 4. Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadiankejadian pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja. 5. Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain. 6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi. 7. Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti. Dari sekian banyak ahli yang punya andil popular sebagai peletak dasar interaksi simbolik adalah George Herbert Mead yang dikembangkan pada tahun 1920-1930. Kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Herbert Blumer (1937) sebagai mahasiswa Mead dengan menggunakan istilah interaksi simbolik. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya interaksi manusia menggunakan simbol-simbol, cara manusia menggunakan simbol, merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamannya. Itulah interaksi simbolik dan itu pulalah yang mengilhami perspektif dramaturgis, dimana Erving Goffman sebagai salah satu eksponen interaksionisme simbolik, maka hal tersebut banyak mewarnai pemikiran-pemikiran dramaturgisnya. Pandangan Goffman agaknya harus dipandang sebagai serangkaian tema dengan menggunakan berbagai teori. Ia memang seorang dramaturgis, tetapi juga memanfaatkan pendektan interaksi simbolik, fenomenologis Schutzian, formalisme Simmelian, analisis semiotic, dan bahkan fungsionalisme Durkhemian. Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik (Jones) adalah penjabaran berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra diri individu yang merupakan objek interpretasi. Dalam kaitan ini, perhatian Goffman adalah apa yang ia sebut “ketertiban interaksi” (interaction order) yang meliputi struktur, proses, dan produk interaksi sosial. Ketertiban interaksi muncul untuk memenuhi kebutuhan akan pemeliharaan “keutuhan diri.” Seperti ini pemikiran kaum interaksionis umumnya. Inti pemikiran Goffman adalah “diri” (self), yang dijabarkan oleh Goffman dengan cara yang unik dan memikat yaitu Teori Diri Ala Goffman (Mulyana, 2004:106). Kalau kita perhatikan diri kita itu dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang diharapakan diri kita. Untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
memelihara citra diri yang stabil, orang melakukan “pertunjukan” (performance) di hadapan khalayak. Sebagai hasil dari minatnya pada “pertunjukan” itu, Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgi atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya. Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa pemahaman yang layak atas perilaku manusia harus bersandar pada tindakan, dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia. Burke melihat tindakan sebagai konsep dasar dalam dramatisme. Burke memberikan pengertian yang berbeda antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan mempunyai maksud, gerakan adalah perilaku yang mengandung makna dan tidak bertujuan. Masih menurut Burke bahwa seseorang dapat melambangkan simbol-simbol. Seseorang dapat berbicara tentang ucapan-ucapan atau menulis tentang kat-kata, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk aksi. Karena adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerja sama dalam aksi-aksi mereka, bahasapun membentuk perilaku. Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgis Goffman berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamannya, ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgis memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran mereka. (Littlejohn, 1996:166): Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self. Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, kita mengembangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain; kedua, kita membayangkan bagimana
peniliaian
mereka
atas
penampilan
kita;
ketiga,
kita
mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpangaruh olehnya. Konsep yang digunakan Goffman berasal dari gagasan-gagasan Burke, dengan demikian pendekatan dramaturgis sebagai salah satu varian interaksionisme simbolik yang sering menggunakan konsep “peran sosial” dalam menganalisis interaksi sosial, yang dipinjam dari khasanah teater. Peran adalah ekspektasi yang didefinisikan secara sosial yang dimainkan commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seseorang suatu situasi untuk memberikan citra tertentu kepada khalayak yang hadir. Bagaimana sang aktor berperilaku bergantung kepada peran sosialnya dalam situasi tertentu. Focus dramaturgis bukan konsep-diri yang dibawa sang aktor dari situasi kesituasi lainnya atau keseluruhan jumlah pengalaman individu, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman diri adalah “suatu hasil kerjasama” (collaborative manufacture) yang harus diproduksi baru dalam setiap peristiwa interaksi sosial. Menurut interaksi simbolik, manusia belajar memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan dengan peran-peran ini, terlibat dalam kegiatan menunjukkan kepada satu sama lainnya siapa dan apa mereka. Dalam konteks demikian, mereka menandai satu sama lain dan situasi-situasi yang mereka masuki, dan perilaku-perilaku berlangsung dalam konteks identitas sosial, makna dan definisi situasi. Presentasi-diri seperti yang ditunjukan Goffman, bertujuan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor, dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
management), yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas penggung, yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para aktor. Untuk memainkan peran tersebut, biasanya sang aktor menggunakan bahasa verbal dan menampilkan perilaku noverbal tertentu serta mengenakan atribut-atribut tertentu, misalnya kendaraan, pakaian dan asesoris lainnya yang sesuai dengan perannya dalam situasi tertentu. Aktor harus memusatkan pikiran agar dia tidak keseleo-lidah, menjaga kendali diri, melakukan gerak-gerik, menjaga nada suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai dengan situasi. Menurut Goffman kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedang wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi (personal front) dan setting front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting, misalnya dokter diharapkan mengenakan jas dokter dengan stetoskop menggantung dilehernya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya, berbicara sopan, pengucapan istilah-istilah asing, intonasi, postur tubuh, kespresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya. Hingga derajat tertentu semua aspek itu dapat dikendalikan aktor. Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia biasanya sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya, misalnya menghitamkan kembali rambut yang beruban dengan cat rambut. Sementar itu setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan, misalnya seorang dokter bedah memerlukan ruang operasi, seorang sopir taksi memerlukan kendaraan. (Mulyana, 2004:115) Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung. Meskipun berbau struktural, daya tarik pendekatan Goffman commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terletak pada interaksi. Ia berpendapat bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Hal itu disebabkan oleh (Mulayan, 2004:116) : 1. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi
(misalnya
meminum
minuman
keras
sebelum
pertunjukan). 2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan
pertunujkan,
memperbaiki
langkah-langkah
kesalahan
tersebut
yang
(misalnya
diambil
untuk
sopir
taksi
menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah). 3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukan hanya produk akhir dan menyembunyikan
proses
memproduksinya
(missal
dosen
menghabisakan waktu beberapa jam untuk memberi kuliah, namun mereka bertindak seolah-olah telah lama memahami materi kuliah). 4. Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk membuat produk akhir dari khalayak (kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang “secara fisik kotor, semi-legal, dan menghinakan”) Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan standar lain (missal menyembunyikan hinaan, pelecehan, commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung) (Ritzer, 2004:298). Aspek lain dari dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor sering berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau jarak sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya. Goffman mengakui bahwa orang tidak selamanya ingin menunjukan peran formalnya dalam panggung depannya. Orang mungkin memainkan suatu perasaan, meskipun ia enggan akan peran tersebut, atau menunjukkan keengganannya untuk memainkannya padahal ia senang bukan kepalang akan peran tersebut. Akan tetapi menurut Goffman, ketika orang melakukan hal semacam itu, mereka tidak bermaksud membebaskan diri sama sekali dari peran sosial atau identitas mereka yang formal itu, namun karena ada perasaan sosial dan identitas lain yang menguntungkan mereka. Fokus perhatian Goffman sebenarnya bukan hanya individu, tetapi juga kelompok atau apa yang ia sebut tim. Selain membawakan peran dan karakter secara individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, partai politik, atau organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh Goffman
disebut
“tim
pertunjukan”
(performance
team)
yang
mendramatiasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan dengan commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matang dan jalannya pertunjukan, memain pemain inti yang layak, melakukan pertunjukan secermat dan seefisien mungkin , dan kalau perlu juag memilih khalayak yang sesuai. Setiap anggota saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar pertunjukan berjalan mulus. (Mulyana, 2004:123) Goffman menekankan bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu tim sangat bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota tim memegang rahasia tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan kewibawaan tim tetap terjaga. Dalam kerangka yang lebih luas, sebenarnya khalayak juga dapat dianggap sebagai bagian dari tim pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, khalayak juga harus berpartisipasi untuk menjaga agar pertunjukan secara keseluruhan berjalan lancar. Dalam perspektif
Goffman unsur
penting lainnya
adalah
pandangan bahwa interaksi mirip dengan upacara keagamaan yang sarat dengan berbagai ritual, aspek-aspek “remeh” dalam perilaku yang sering luput dari perhatian orang merupakan bukti-bukti penting, seperti kontak mata antara orang-orang yang tidak saling mengenal ditempat umum. Bagi Goffman, perilaku orang-orang yang terlibat dalam interaksi yang sepintas tampak otomatis itu menunjukan pola-pola tertentu yanbg fungsional. Perilaku saling melirik satu sama lain untuk kemudian berpaling lagi kearah lain menunjukan bahwa orang-orang yang tidak saling mengenal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
itu menaruh kepercayaan untuk tidak saling mengganggu. (Mulyana, 2004: 126) Bagi Goffman, tampaknya hampir tidak ada isyarat nonverbal yang kosong dari makna. Isyarat yang tampak sepelepun, seperti “berpaling ke arah lain,” atau “menjaga jarak” dengan orang asing yang dimaksudkan untuk menjaga privasi orang adalah ritual antarpribadi atau dalam istilah Goffman menghargai diri yang “keramat” (“sacred” self), bukan sekedar adat kebiasaan. Tindakan-tindakan tersebut menandakan keterlibatan sang aktor dan hubungan yang terbina dengan orang lain, juga menunjukan bahwa sang aktor layak atau berharga sebagai manusia. Maka penghargaan atas diri yang keramat ini dibalas dengan tindakn serupa, sehingga berlangsunglah upacara kecil tersebut. Kehidupan manusia tampaknya akan berjalan “normal” bila kita mengikuti ritual-ritula kecil dalam interaksi ini, meskipun kita tidak selamanya menjalankannya. Etiket adalah yang pantas dan tidak pantas kita lakukan dalam suatu situasi. Goffman menegaskan bahwa masyarakat memang memobilisasikan anggota-anggotanya untuk menjadi para peserta yang mengatur diri-sendiri, yang mengajari kita apa yang harus dan tidak boleh kita lakukan dalam rangka kerjasama untuk mengkonstruksikan diri yang diterima secara sosial, salah satunya adalah lewat ritual, Menurut Goffman keterikatan emosional pada diri yang kita proyeksikan dan wajah kita merupakan mekanisme paling mendasari kontrol sosial yang saling mendorong kita mengatur perilaku kita sendiri. Wajah adalah suatu citracommit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diri yang diterima secara sosial. Menampilkan wajah yang layak adalah bagian dari tatakrama situasional, yaitu aturan-aturan mengenai kehadiran diri yang harus dikomunikasikan kepada orang lain yang juga hadir. Untuk menunjukkan bahwa kita orang yang beradab, kita begitu peduli dengan tatakrama sebelum kita melakukan sesuatu, tetapi ada kalanya kita melanggar etiket tersebut. Misalnya kita datang terlambat kesuatu pertemuan penting. Ketika kita menyadarinya, kita hampir selalu apa yang oleh Goffman disebut “berbagai tindakan perbaikan” (remedial work of various kind) yang fungsinya mengubah hal yang opensif menjadi hal yang diterima.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang
relevan dengan penelitian Pelaksanaan Discharge
Planning pada Pasien Post Sectio Caesaria di Ruang Sakinah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta th 2012 1. Tutik Sri Haryati Rr dkk, 2008 dengan judul “ Evaluasi Model Perencanaan Pulang yang Berbasis Tekhnologi Informasi “ Discharge Planning sangat penting untuk dilaksanakan. Discharge planning bertujuan menyiapkan pasien dan keluarga untuk kembali pulang ke rumah. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan Discharge planning, serta melihat evaluasi dari pelaksanaan model Discharge planning. Penelitian ini menggunakan trianggulation study dimana pada tahap awal dilaksanakan identifikasi pelaksanaan
perencanaan
pulang. Pada tahap commit to user
kedua
dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
pengembangan DP berbasis Compact Disk (CD) media pembelajaran. Pada tahap akhir peneliti mengevaluasi model melalui studi dokumentasi, kuisioner, dan wawancara dengan perawat, dan pasien. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan pengetahuan yang bermakna setelah dilaksanakan pengenalan model DP yang terorganisasi terhadap pengetahuan perawat (rata-rata sebelum = 11,16, rata-rata sesudah = 16,81, p nilai = 0,000). Sedangkan terhadap pelaksanaan DP menunjukkan adanya peningkatan pelaksanaan Discharge planning yang bermakna setelah dikenalkan model pelaksanaan Discharge planning (mean, sebelum = 50,3, mean sesudah = 59,33, p nilai = 0,00). Selama penelitian, program telah dimanfaatkan oleh 62 orang (pasien dan keluarga). Hasil wawancara dengan kepala ruangan dan perawat ruangan secara umum merasakan manfaat dari CD pembelajaran dalam membantu perencanaan pulang. 2. Marthalena Siahaan, 2009 dengan judul “ Pengaruh Discharge Planning Yang dilakukan Oleh Perawat Terhadap Kesiapan
Pasien Pasca Bedah Akut
Abdomen Menghadapi Pemulangan di RSUP H. Adam Malik Medan “ Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen dengan pengambilan sampel secara purposive sampling dengan jumlah sampel 7 orang, data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Untuk identifikasi perbedaaan tingkat kesiapan pasien dalam menghadapi pemulangan pre dan post Discharge Planning di analisa dengan menggunakan statistik non parametric yaitu rank test (Wilcoxon). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan Discharge Planning hampir semua responden (87,5%) memiliki commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tingkat kesiapan 3 dalam menghadapi pemulangan yaitu mampu tetapi ragu atau mampu tetapi tidak ingin melakukan kegiatan yang diajarkan, setengah responden (71,43%) memiliki tingkat kesiapan 4 dalam menghadapi pemulangan setelah dilakukan Discharge Planning (post test) yaitu mampu dan ingin melakukan kegiatan yang diajarkan setelah di rumah. Hasil analisa data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat kesiapan pasien menghadapi pemulangan secara bermakna setelah dilakukan Discharge Planning (p value <0,05). Diharapkan perawat perawat untuk melakukan Discharge Planning dalam mempersiapkan pasien menghadapi pemulangan. 3. Afriyanti, 2012 dengan judul “ Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Perencanaan Pulang Pasien Pasca Stroke di Ruang Neurologi RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2012 “ Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan perencanaan pulang pasien pasca stroke di Ruang Neurologi RSUP. DR. M Djamil Padang Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah Deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study. Jumlah sampel 22 orang dengan menggunakan kuesioner. Hasil Penelitian didapatkan perawat berpengetahuan rendah 10 orang (45,5%), yang bersikap negatif 7 orang (31,8%), dan yang melaksanakan perencanaan pemulangan pasien kurang baik 14 orang (63,6%). Hasil analisa bivariat tentang hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan perencanaan pulang pasien pasca stroke didapat nilai p=0,011 dan hubungan sikap dengan pelaksanaan perencanaan pulang pasien pasca stroke commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didapat nilai p=0,022. Terdapat hubungan yang bermakna pegetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan perencanaan pulang pasien pasca stroke.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Perencanaan
Pelaksanaan Discharge Planning
Hasil
Kendala
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kombinasi (Sarwono, 2001)
commit to user