BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari brokiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsilidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007). Definisi lainnya disebutkan pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi. Suatu penyakit dikatakan akut jika penyakit tersebut telah berlangsung selama kurang lebih 14 hari (Dirjen PPM dan PL, 2000). B. Klasifikasi Pneumonia Menurut Jeremy (2007), klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologis : a.
Pneumonia komuniti, yaitu pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
b.
Pneumonia nosokomial, yaitu pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.
4
5
c.
Pneumonia aspirasi, yaitu infeksi saluran nafas yang terjadi secara kronis, benda asing yang terhirup jumlahnya sedikit, berasal dari oropharing dengan kuman normal flora penyebab infeksi.
d.
Pneumonia pada penderita immunocompromised. Berdasarkan pola tatalaksana penderita ISPA Dirjen PP dan PL (2011) pada
balita klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2 bulan sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut : 1.
Untuk golongan umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : a. Pneumonia berat : ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam. b. Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat.
2.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : a. Pneumonia berat : bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas. b. Pneumonia : bila disertai nafas cepat. c. Bukan pneumonia : mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bawah ke dalam.
6
WHO (2003) merekomendasikan klasifikasi klinis dan pengobatan yang diberikan pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran bernafas, dapat dilihat pada tabel I. Tabel I. Gejala klinis dan pengobatannya berdasarkan kriteria pneumonia (WHO, 2003)
Kriteria Bukan pneumonia Pneumonia
Pneumonia berat
Pneumonia sangat berat
Gejala Klinis dan Pengobatannya Tidak ada sesak nafas, tidak ada tarikan dinding dada. Tidak diberikan antibiotik Nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Pengobatan di rumah dengan pemberian antibiotik kotrimoxazol atau amoksisilin Nafas cepat, tarikan dinding dada, tidak ada sianosis, masih mampu makan / minum. Dirujuk ke rumah sakit Nafas cepat, tarikan dinding dada, ada sianosis, tidak mampu makan / minum, kejang, sukar dibangunkan, stidor sewaktu tenang, gizi buruk. Dirujuk ke rumah sakit
Keterangan : Tabel diatas berlaku untuk usia 2 bulan sampai 5 tahun
Panduan WHO (2003) dalam menentukan seorang anak menderita nafas cepat dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Kriteria nafas cepat menurut frekuensi pernafasan berdasarkan umur anak (WHO, 2003)
Umur Anak Kurang dari 2 bulan 2 bulan sampai 12 bulan 12 bulan sampai 5 tahun
Nafas cepat bila frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit 50 kali per menit 40 kali per menit
C. Etiologi Pneumonia 1.
Bakteri Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram posifif atau gram
negatif
seperti
:
Streptococcus
pneumoniae
(pneumokokus),
Staphylococcus aureus, Enterococcus, Streptococus piogenes, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Haemophillus influenzae (Khairudin, 2009).
7
2.
Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia (Misnadiarly, 2008).
3.
Jamur (Fungi) Pneumonia yang disebabkan oleh jamur tidak umum, tetapi hal ini mungin terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat – obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformas, Candida sp., Aspergillus sp., Pneumocystis jiroveci dan Coccidioides immitis (Khairudin, 2009). D. Patogenesis Dalam kondisi sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorgisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan (Anonim, 2003b) : 1.
Inokulasi langsung
8
a. Intubasi trachea b. Luka tembus yang mengenai paru 2.
Penyebaran melalui pembuluh darah, dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis
3.
Inhalasi bahan aerosol yang mengandung kuman
4.
Kolonisasi di permukaan mukosa, aspirasi sekret orofaring yang mengandung kuman Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama (Anonim, 2003b).
9
E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik infeksi pneumonia antara lain (Arif, 2001) : 1.
Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi
2.
Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5˚C sampai 40,5˚C), sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, dan keluhan gastrointestinal
3.
Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa batuk, ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, air hinger, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada
4.
Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas melemah, dan ronki
5.
Tanda infeksi ekstrapulmonal. Untuk dapat menegakkan diagnosa dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan laboratorium : a. Pemeriksaan darah Pada
kasus
pneumonia
oleh
bakteri
akan
terjadi
leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil) b. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam
10
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia 2. Pemeriksaan Radiologi : a. Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal. b. Laringoskopi/bronkoskopi Menentukan tersumbat tidaknya jalan nafas oleh benda padat. F. Penatalaksanaan Terapi Penatalaksanaan penderita pneumonia meliputi terapi etiologi dan penunjang. Terapi penunjang berupa pemberian asupan makanan atau cairan sesuai kebutuhan dan terapi oksigen yang diberikan secara rutin melalui kateter hidung atau masker tergantung berat ringannya penyakit. Jika terdapat tanda gagal nafas maka diperlukan alat bantu nafas terutama dalam 24 - 48 jam pertama. Penatalaksanaan pneumonia yang terpenting adalah penatalaksanaan etiologi yaitu antibiotik. Pada dasarnya pemilihan antibiotik didasarkan pada organisme penyebabnya, namun pada pneumonia anak sulit untuk dapat mengetahui organisme yang menyebabkan infeksi, oleh karena itu untuk dapat membedakannya biasanya didasarkan pada usia anak dan tanda klinisnya (Anonim, 2002).
11
Tabel III. Antibiotika pada terapi pneumonia (Anonim, 2003a)
Kondisi Klinis
Patogen
Terapi
Eritromisin
Pneumococcus, Mycoplasma pneumonia
Komorbiditas (manula, DM, gagal ginjal, gagal jantung, keganasan)
S. pneumonia, Cefuroxim Hemophilus influenza, Cefotaxim Moraxella catarrhalis, Cefriakson Mycoplasma, Chlamydia pneumonia dan Legionella
Aspirasi Community Hospital
Nosokomial Pneumonia Ringan, Onset <5 hari, Risiko rendah
Pneumonia berat**, Onset > 5 hari, Risiko tinggi
Eritromisin Klaritomisin Azitromisin
Dosis Dosis Dewasa Pediatri (dosis (mg/kg/hari) total/hari) 30-50 1-2g 15 0,5-1g 10 pada hari 1,diikuti 5mg selama 4 hari
50-75
1-2g
Anaerob mulut Anaerob mulut, S. aureus, Gram negative enteric
Ampi/amoxicillin Klindamisin Klindamisin+ aminoglikosida
100-200 8-20 s.d.a.
2-6g 1,2-1,8g 1,2-1,8g
K. pneumoniae, P. aeruginosa, Enterobacter spp. S. aureus,
Cefuroksim Cefotaksim Ceftriakson AmpicilinSulbaktam Tikarcilin-asam klavulanat Gatifloksasin Levofloksasin Klindamisin+ azitromisin
s.d.a. s.d.a. s.d.a. 100-200
s.d.a. s.d.a. s.d.a. 4-8g
200-300
12g
-
0,4g
-
0,5-0,75g
(Gentamicin/ Tobramicin atau Ciprofloksasin)* + Ceftazidime atau Cefepime atau Tikarcilinklav/ Meropenem/ Aztreonam
7,5 150 100-150
4-6 mg/kg 0,5-1,5g 2-6g 2-4g
K. pneumoniae, P. aeruginosa, Enterobacter spp. S. aureus,
Keterangan : *) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama **) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat, gagal ginjal
12
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri yaitu pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri patogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen (Anonim, 2005). Terapi pendukung pada pneumonia meliputi (Anonim, 2005) : 1.
Pemberian oksigen yang disebabkan pada pasien yang menunjukkan tanda sesak, hipoksemia.
2.
Bronkodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme
3.
Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum
4.
Nutrisi
5.
Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral
6.
Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam Pada dasarnya, pengobatan antibiotik dibagi menjadi pengobatan empiris dan
definitif. Pengobatan antibiotik empiris dilakukan tanpa pembuktian secara laboratorik yang pada umumnya diberikan pada pengobatan awal. Sedangkan pengobatan definitif dilakukan berdasarkan jenis mikroorganisme penyebab yang telah teridentifikasi. Pada saat pengobatan dimulai, sebagian besar mikroba penyebab belum diketahui secara definitif, maka diberikan pengobatan antibiotik secara empiris. Setelah patogen penyebab serta uji resistensinya dapat diidentifikasi, antibiotik harus disesuaikan dengan mempertimbangkan keadaan klinis pasien. Pemilihan antibiotik yang akan diberikan harus didasarkan pada lokasi infeksi dan pengetahuan mengenai kemungkinan mikroba penyebab infeksi pada lokasi tersebut.
13
G. Komplikasi Pneumonia Komplikasi pneumonia pada anak, yaitu : 1.
Pleuritis
2.
Efusi pleura
3.
Pneumotoraks
4.
Piopneumotoraks
5.
Abses paru
6.
Gagal nafas H. Pencegahan Pneumonia Pencegahan pneumonia komunitas (Anonim, 2003b) :
1.
Pola hidup sehat termasuk tidak merokok
2.
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitivitas tipe 3. Pencegahan pneumonia nosokomial (Anonim, 2003a) :
1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung
14
a. Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR). b. Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans mikrobiologi c. Pemakaian sukralfat disamping penyekat H direkomendasikan karena 2
sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H
2
dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan. d. Penggunaan obat – obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung. e. Anjuran untuk berhenti merokok f. Meningkatkan program vaksinasi S. pneumoniae dan influenza 2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah a. Letakkan pasien pada posisi kepala lebih (30˚ - 45˚) tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung b. Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
15
c. Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal d. Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran napas bawah e. Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang makanan ke usus halus 3. Pencegahan inokulasi eksogen a. Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk menghindari infeksi silang b. Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya alat – alat bantu napas, pipa makanan c. Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur d. Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi e. Alat – alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang makanan, jarum infus 4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien a. Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi b. Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah – ubah posisinya c. Mobilisasi sedini mungkin.
16
I. Leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula spesifik dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat dua jenis leukosit agranular yaitu limfosit yang terdiri dari sel – sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel – sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil (Effendi, 2003). J. Keterangan Empirik Penelitian sebelumnya tentang efektivitas penggunaan antibiotik empirik pada pneumonia di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan hasil antibiotik yang paling banyak digunakan adalah ampicillin dengan kloramfenikol yaitu sebanyak 40,68%. Penelitian ini tidak hanya mengetahui pola penggunaan antibiotik tetapi juga membandingkan efektivitasnya. Efektivitas penggunaan kelompok antibiotik empirik ditinjau dari perubahan terapi antibiotik dan perbaikan respon klinis pasien serta lama rawat inap diperoleh data bahwa semua kombinasi relatif efektif.
17
K. Kerangka Pemikiran Menurut Riskesdas 2013, angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 1,19%; bayi sebesar 2,89%; dan kelompok umur 1-4 tahun sebesar 0,20%.
Pneumonia dapat disebabkan bakteri, virus atau jamur.
karena
Terapi utama pada pengobatan pneumonia pediatri karena bakteri yaitu antibiotik, baik antibiotik tunggal maupun kombinasi.
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik tersebut.
Dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis antibiotik yang paling banyak digunakan dan keefektivan antibiotik untuk mengatasi pneumonia pasien pediatri berdasarkan parameter leukosit dan kondisi klinis.