BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
PENGERTIAN DASAR MAINTENANCE (PERAWATAN) Beberapa pengertian maintenance (perawatan) dapat di uraikan sebagai berikut :
1.
Menurut Drs.Sudjoko dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Materiil ”, pemeliharaan adalah “All action take to retain material in servicable condition or to restore to serviceability, It include inspection testing, servicing classification as to serviceability, repair, rebuilding, and reclamation”. (Keseluruhan aktifitas yang di lakukan terhadap alat (material) untuk menjaga atau mengembalikan kemampuan alat itu dalam memberikan pelayanan. kegiatan ini terdiri dari pemeriksaan,uji coba, servis, kondisi, penggantian, perbaikan, dan renovasi). Dari uraian tersebut menandung pengertian bahwa pemeliharaan adalah : “Proses kegiatan yang di lakukan secara berkesinambungan sesuai prosedur baku dan sesuai terhadap sesuatu alat (sarana dan prasarana) dalam rangka menjaga agar alat itu dalam keadaan siap pakai dan handal selama di operasikan”.
2.
Menurut Supandi,1990, istilah perawatan dapat di artikan sebagai Pekerjaan
yang di lakukan untuk menjaga atau memperbaiki setiap fasilitas sehingga mencapai standart yang dapat di terima. Dalam hal ini penggabungan dari dua istilah “perawatan”
dan “perbaikan” (“maintenance” dan “ repair” ) sering di gunakan, karena sangat erat hubungannya, maksud dari penggabungan tersebut adalah : Perawatan, sebagai aktifitas untuk mencegah kerusakan. Perbaikan,sebagai tindakan untuk memperbaiki kerusakan. Arti perbaikan di sini, reparasi (repair) dimaksudkan untuk semua bentuk aktifitas perawatan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas. 3. Menurut,A.K Govil, 1983 ”Perawatan” adalah suatu kombinasi dari setiap tindakan yang di lakukan untuk menjaga barang atau untuk memperbaikinya sampai pada suatu kondisi yang bisa di terima. 2.2
KLASIFIKASI SISTEM MAINTENANCE (PERAWATAN) Menurut Govil (1983: 103) Tindakan pemeliharaan terhadap mesin proses
produksi di bagi dalam dua bentuk yaitu : 1. Pemeliharaan tak terencana. 2. Pemeliharaan terencana. Pemeliharaan terencana di bagi menjadi dua aktivitas utama yaitu : 1. Pencegahan 2. Korektif Hubungan antara berbagai bentuk tindakan pemeliharaan di tunjukan pada gambar 2.1
Pemeliharaan
Pemeliharaan Tak Terencana
Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan Terencana
Pemeriksaan termasuk penyetelan dan pelumasan
Penggatian Komponen minor,yaitu pekerjaan yang langsung dari timbul pemeriksaan
Pemeliharaan Korektif
Reparasi yang tidak di temukan pada Pemeriksaan
Overhaul
Pemeliharaan waktu terhenti
Lihat,rasakan,dengar
Pemeliharaan waktu berjalan Gambar 2.1 Hubungan Antara berbagai bentuk Pemeliharaan (A.K Govil 1983, Hal 103)
Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance )
Kegiatan Perawatan ini adalah kegiatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan, dan menemukan kondisi yang dapat menyebabkan sistem mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi, Kegunaan dari perawatan pencegahan ini antara lain adalah untuk : •
Menghindari kerusakan yang akan dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi.
•
Menghindari turunnya kualitas dan kuantitas hasil produksi sebagai akibat dari kerusakan komponen yang bersifat kritis.
•
Menghindari terlambatnya out put dari jadwal produksi yang telah di tentukan oleh pihak perusahaan.
Selain itu preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaanya yang sangat efektif dalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan “critical unit”. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan “Critical Unit” apabila : •
Kerusakan fasilitas produksi tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi.
•
Kerusakan fasilitas produksi ini akan menimbulkan biaya yang cukup besar karena perbaikan yang harus di lakukan dan kerugian produksi yang harus di tanggung oleh perusahaan.
•
Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk yang di hasilkan.
•
Modal yang di tanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini adalah cukup besar atau mahal.
Dalam pelaksanaanya, kegiatan perawatan pencegahan ini dapat di bedakan atas dua macam,yaitu : a. Perawatan Rutin (Routine Maintenance) yaitu kegiatan perawatan yang di lakukan secara rutin,misalnya setiap hari. Sebagai contoh adalah : 1. kegiatan pembersihan mesin dan peralatan, 2. pemberian minyak pelumas, 3. pengecekan bahan bakar, dan sebagainya.
b. Perawatan berkala (periodic Maintenance) yaitu kegiatan perawatan yang di lakukan secara berkala (periodic) atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, lalu meningkat satu bulan sekali, dan akhirnya setiap setahun sekali. Perawatan berkala ini dapat pula di lakukan dengan memakai lamanya jam kerja mesin. Perawatan Perbaikan (Corretive Maintenance )
Kegiatan perawatan merupakan kegiatan yang di lakukan setelah sistem mengalami kerusakan atau dengan kata lain sistem tersebut sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan perawatan ini juga sering di sebut sebagai kegiatan reparasi (repair maintenance), yang biasanya terjadi karena kegiatan perawatan pencegahan tidak di lakukan sama sekali ataupun karena kegiatan perawatan pencegahan telah di lakukan namun pada suatu waktu tertentu fasilitas produksi tersebut tetap rusak. 2.3
TUJUAN SISTEM MAINTENANCE ( PERAWATAN ) Tujuan di lakukan kebijakan perawatan terhadap unit peralatan ini adalah:
1.
Memperpanjang umur pakai dari peralatan produksi, terutama bagi peralatan yang sulit untuk mendapatkan komponen pengganti.
2.
Memaksimumkan tingkat ketersediaan (availability) dari peralatan, sehingga tugas Departemen Pemeliharan adalah merencanakan dan menjadwalkan pekerjaan untuk mengatisipasi tingkat kerusakan dan mencegah terputusnya kegiatan produksi dan ongkos minimal.
3.
Memelihara peralatan dan fasilitas pabrik dengan meminimalisasi kerusakan dan keausan.
4.
Menjamin kesiapan operasional (Operational Readiness) dari semua peralatan yang di perlukan dalam keadaan darurat, misalnya mesin standby dan suku cadang.
5.
Menjamin keselamatan personil atau operator yang menggunakan fasilitas tersebut
2.4
KOMPONEN DASAR SISTEM MAINTENANCE ( PERAWATAN ) Deskripsi tentang suatu sistem perawatan dan pengoperasiannya mengikuti format
umum sebagai berikut : 1. Variabel Keputusan 2. Output 3. Input 4. Pembatas (Contraints) 5. Pengukuran Performansi 2.4.1
Variabel Keputusan Sistem Perawatan Ada empat variabel keputusan dalam kebijakan sistem perawatan :
1. Apa yang harus di rawat ? Suatu sistem produksi biasanya terdiri dari banyak komponen dalam bentuk fasilitas kerja, proses produksi dan sistem manusia-mesin.Untuk tujuan di lakukannya perawatan, maka komponen sistem produksi dapat di kelompokan dengan menggunakan
analisis ABC, yang berdasarkan pada reability secara keseluruhan dan akibatnya pada biaya opearsional total. Analisis ABC a. Kelas A atau Critical Component yaitu komponen dari sistem operasi yang rusak dapat menyebabkan produksi terhenti dan biaya yang tinggi karena perbaikan kerusakan dari hilangnya produksi akibat kerusakan mesin. Komponen yang masuk dalam kelas ini biasanya jumlahnya sangat sedikit dan komponen ini memerlukan kontrol yang ketat dan perawatan yang lebih intensif. b. Kelas B atau Major Componenis yaitu komponen yang penting dari sistem yang memberikan kinerja terbaik, tetapi bila komponen ini rusak tidak akan menghentikan sistem. Komponen ini memerlukan pengawasan dan perawatan yang sedang. c. Kelas C atau Minor Component yaitu komponen pendukung yang bila rusak tidak akan terlalu berpengaruh pada saat operasi sistem. Komponen ini memerlukan kontrol dan pengawasan yang sedikit. 2. Bagaimana perawatan tersebut di laksanakan ? Setelah ditentukannya komponen yang akan di maintenance, maka perlu juga untuk menentukan bagaimana maintenance tersebut di lakukan. Dalam menentukannya
perlu di perhatikan alternatif yang dapat di lakukan untuk merawat komponen agar kondisi operasinya memuaskan dan juga dengan biaya yang minimum. 3. Oleh siapa perawatan tersebut di laksanakan ? Tergantung dari teknologi proses produksi yang di gunakan dan permintaan pelayanan maintenance, program meintenance dapat di lakukan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Untuk sistem produksi dengan teknologi yang sederhana,sebaiknya dilakukan perawatan oleh pihak internal perusahaan saja. Pertimbangan yang utama dalam menentukan pihak mana yang akan melakukan perawatan adalah tentunya yang membutuhkan biaya yang terendah. 4. Dimana perawatan tersebut di laksanakan ? Kegiatan perawatan yang dilakukan sebaiknya di tentukan tempatnya, apakah akan di lakukan secara sentralisasi ataupun desentralisasi. Keputusan tersebut tergantung dari biaya dan banyaknya perawatan, kemampuan operator perawatan yang di butuhkan, tingkat keparahan kerusakan, jarak supplier spare part, dan lain-lain. 2.4.2
Output sistem Perawatan Output dari sistem perawatan adalah :
1.
Jadwal dari kebijakan yang telah di pilih • Inspeksi untuk menghetahui status mesin proses produksi, peralatan, komponen. • Repair bila terjadi kerusakan. • Preventitive meintenance bila di perlukan.
2.
Laporan
• Biaya yang di butuhkan untuk melakukan perawatan. • Status peralatan dilakukan inspeksi, repair atau preventive maintenance. • Perencanaan permintaan spare parts untuk pekerjaan perawatan yang telah di rencanakan. • Perencanaan permintaan skill kru perawatan dalam waktu yang di perlukan. 2.4.3
Input Sistem Dalam menentukan jadwal yang optimal dalam pelaksanaan maintenance, di
butuhkan informasi mengenai : • Biaya untuk perawatan mesin. • Spare part dan jumlah kru yang di butuhkan. • Data tentang peralatan itu sendiri mengenai operating time dan repair yang di lakukan. • Akibat dari kerusakan terhadap kerugian produksi. System Production Part Equitment Facilities
Caharacteristic Physical Perfomance Function(s)perfomance desing feture Age Operating Condition Preveous breakdown and required service Deterioration pattern Statiscal distribution Break down Useful life
Economic Performance Purchase price Installion Cost Cost of downtime (oppurtunity cost perhour of lost production)
Maintenance
Statiscal distribution: Inspention Time Repair time Preventive maintenance time Inspection and testing producers to determine location and nature of failures
Cost Of : Planed Inspections Breakdown repair Labour Parts Other Cost of idleness of mainteannce facilities
Gambar 2.1 Input Sistem Perawatan
2.4.4
Pembatasan (Constraint) Sistem Perawatan Semua alternative yang ada memiliki beberapa constraint,yaitu
1. Aggerate planing and capital budgeting, memberikan batasan bagi pertanyaan bagaimana. hal ini berhubungan dengan biaya, persediaan spare parts dan jumlah kru 2. Desain dari sistem produksi yang ada,hal ini merupakan contraint bagi pertanyaan apa, siapa, dimana dan bagaimana. 2.4.5 Kriteria Performansi sistem perawatan Kinerja perfomance atau kinerja dan sistem perawatan mengacu pada TCM (Total Cost Maintenance) atau biaya total maintenance (biaya kerusakan + biaya preventive maintenance) yang terendah. Bila jumlah/frekuensi di lakukannya kegiatan preventive maintenance di naikkan, maka biaya kerusakan akan turun seiring dengan naiknya preventive maintenance, hal ini akan menurunkan biaya total perawatan. Hal ini terjadi karena dengan adanya kegiatan preventive maintenance yang sering di lakukan maka kemungkinan / probabilitas terjadinya kerusakan semakin kecil.
Cost
Total cost
Cost ofpreventive maintenance
Cost of breakdowns
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Biaya dari perawatan Alternatif
2.5
KEBIJAKAN PERAWATAN JANGKA PENDEK Beberapa langkah yang dapat di lakukan dalam jangka pendek untuk
mempertahankan suatu proses produksi agar dapat berjalan dengan baik, langkah langkah tersebut antara lain : 1. Melatih operator mesin. 2. Melatih kru/personil perawatan. 3. Mengusahakan agar proses perawatan, misalnya dengan menggunakan mesin cadangan (stand by machine). 4. Menyediakan spare parts mesin yang cukup. 5. Menerapkan sistem kerja over time (lembur) untuk menutupi jam-jam produksi yang hilang karena di lakukannya repair/preventive maintenance.
6. Melakukan kegiatan preventive maintenance untuk mengurangi frekuensi kerusakan. 7. Melakukan replacement (pergantian) komponen tertentu secara group daripada secara individual untuk low valued items, karena biaya akan lebih rendah. Langkah-langkah di atas dapat di kombinasikan dengan susunan yang berbedabeda untuk menformulasikan kebijakan maintenance jangka pendek yang memuaskan. 2.6
Distribusi Frekuensi Breakdown-Time Bentuk dari frekuensi distribusi breakdown-time mencerminkan kekompleksan
dan kualitas desain dari suatu komponen. Ada empat jenis kasus dengan distribusi frekuensi breakdown-time yang berbeda, antara lain : Case 1, dalam hal ini komponen termasuk jenis yang sederhana, komponen ini cenderung untuk kerusakan (breakdown) setelah runtime nya mendekati nilai rata-rata. frequency of break down
Run time
Case 2, dalam hal ini komponen termasuk jenis yang cukup kompleks (banyak terdapat
interating
parts)
sehingga
banyak
penyebab
komponen
itu
breakdown.waktunya breakdownnya sulit di prediksi frequency of brek down
Run Time
Case 3, dalam hal ini komponen harus di berikan perawatan dan perlakuan yang baik pada saat awal pemakaiannya sehingga run time-nya menjadi lebih lama. frequency of brek down
Run time
Case 4, dalam hal ini distribusinya mengikuti bentuk dish-shaped. Dimana probabilitas kegagalannya tinggi pada saat awal pemakaian (infant mortality) dan pada saat dekat dengan akhir umur pemakaian komponen tersebut (old-age mortality)
frequency of brek down
Run time Secara garis besar ada beberapa guidelines yang dapat di jadikan acuan , antara lain : 1. Dengan asumsi bahwa biaya down time tidak terlalu besar, maka preventive maintenance lebih di sukai untuk di lakukan, karena waktu di laksanakan preventive maintenance lebih sedikit daripada waktu yang di butuhkan untuk melakukan repair ( Tm < Tr ). 2. Preventive maintenance dapat di pilih untuk di lakukan jika pada saat inspeksi teridentifikasi adanya kemungkinan /probabilitas breakdown yang tinggi. 3. Preventive maintenance dapat dipilih untuk dilakukan pada saat bukan jam kerja jika menyangkut suatu sistem produksi yang sangat kompleks (misalnya, pabrik besar). Jadi preventive mainteance yang telah di rencanakan sebaiknya tidak di laksanakan pada jam kerja.
2.7
DIAGRAM PARETO Diagram Pareto berasal dari nama ahli ekonomi dan sosiologi dari Negara Italia,
Vilfredo Pareto, yang menggunakan diagram ini pertama kali untuk wilayah pengendalian kualitas dari distribusi kemakmuran. Beliau yang menemukan aturan prinsip 80/20 pada tahun 1906. Prinsip aturan 80/20 yaitu 80 persen dari problem (ketidaksesuaian) disebabkan oleh penyebab atau cause sebesar 20 persent. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri dari grafik balok dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Sumbu vertical pada sisi kiri diagram pareto adalah frekuensi (banyaknya jumlah pada setiap kategori), sumbu vertical pada sisi kanan adalah kumulatif presentase dan sumbu horizontal adalah variable yang kita namakan. Dengan menggunakan diagram pareto dapat terlihat permasalahan dominan sehingga kita dapat menghetahui penyelesaian masalah. Diagram Pareto juga mengidentifikasi hal yang penting serta altrnatif pemecahan yang akan membawa perbaikan secara substansial dalam kualitas. Diagram ini juga memberikan pedoman dalam menempatkan sumber-sumber yang terbatas untuk aktivitas pemecahan masalah. Kegunaan dari diagram pareto adalah : 1.
Memecah masalah yang besar menjadi bagian–bagian yang terkecil.
2.
Menunjukan masalah utama.
3.
Mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh dalam permasalahan.
4.
Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap keseluruhan.
5.
Menunjukan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah yang terbatas.
6.
Menunjukan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah perbaikan. Langkah-langkah pembuatan diagram Pareto :
1. Menentukan rata-rata dari klasifikasi data, berdasar penyebab masalah, tipe ketidaksesuaian, hal lain yang khusus 2. Menentukan sejumlah mana kepentingan relative yang akan di putuskan, apakah akan berdasar pada nilai financial atau frekuensi dari kejadian. 3. Urutkan kategori prioritas dari yang terpenting sampai ke prioritas yang memiliki kepentingan terbawah. 4. Menghitung nilai frekuensi kumulatif dari kategori data berdasar urutannya. 5. Membuat diagram batang untuk menunjukan kepentingan relative dari masing-masing permasalahan dalam urutan angka identifikasi sebab utama yang membutuhkan perhatian lebih. 100 %
80 % 30
60 %
20
40 %
10
20%
Kategori kerusakan
P e r c e n t a g e o f T o t a l
Gambar.2.4 Contoh Diagram Preto