4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai bentuk dan
penampilan yang indah (Iswanto, 2002). Tanaman anggrek merupakan tanaman berbunga yang memiliki famili terbesar di dunia, yang mencakup kurang lebih 800 genera yaitu meliputi lebih dari 3000 species dan diantaranya terdapat di Indonesia (Laksita flora, 2008). Secara umum, klasifikasi anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis menurut Dressler dan Dodson (1960) sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Orchidales
Familia
: Orchidaceae
Genus
: Vanda
Spesies
: Vanda tricolor Lindl. var. suavis
Genus Vanda terdiri dari sekitar 60 spesies dan hampir setengah dari spesies ini terdapat di pulau Jawa (Sarwono, 2002). V. tricolor Lindl. var. suavis dapat tumbuh baik di alam pada ketinggian 700 - 800 m di atas permukaan laut (Metusala, 2007). Anggrek V. tricolor merupakan tanaman monopodial, yaitu anggrek yang memiliki pola tumbuh dengan batang utamanya akan terus tumbuh
4
5
ke atas dan akan memunculkan bunga di ketiak daunnya sebagai cabang samping (Lestari, 2006). Menurut Hendaryono (1998) anggrek Vanda bersifat epifit yaitu tanaman yang bisa tumbuh menempel pada batang, ranting, dan dahan tanaman yang masih hidup.
Gambar 2.1 Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis (sumber: dokumen pribadi, 2013)
V. tricolor memiliki batang yang bundar, panjang, kokoh dan tidak berumbi yang memiliki tinggi mencapai 2 m. Daun tanaman anggrek Vanda berbentuk pita agak melengkung, dengan posisi daun yang berhadapan dan lebar kurang lebih 3 cm dengan panjang daun mencapai 45 cm. Bunga Vanda tersusun dalam rangkain tandan serta terdiri dari sepal (berjumlah tiga), labelum (mempunyai tiga taji) dan di bagian tengah terdapat alat reproduksi jantan dan betina. Tandan bunga muncul di setiap ketiak daunnya dengan panjang tandan bisa mencapai 50 cm, dan menyangga 10-20 kuntum bunga dengan diameter bunga mencapai 10 cm. Bunga anggrek V. tricolor mempunyai corak yang sangat umum di jumpai yaitu putih keunguan dengan bercak – bercak ungu kemerahan (Gambar 2.1). Bunga V. tricolor mampu bertahan hingga 20-25 hari dan berbau harum, aroma harum ini sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat hidupnya. Di
6
dataran tinggi aromanya sangat kuat dan semakin turun kedataran rendah akan semakin berkurang aromanya (Sarwono, 2002; Purwanto dan Semiarti, 2009. Metusala, 2007). Buah anggrek Vanda berbentuk kapsular dengan panjang 7-10 cm. Di dalam buah terdapat biji yang berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji anggrek merupakan biji yang tidak sempurna karena tidak memiliki cadangan makan (endosperm) yang digunakan untuk pertumbuhan embrionya. Dalam perkecambahan biji anggrek secara alami harus dibantu mikoriza agar karbon sebagai sumber makanan dapat tersedia. Secara buatan proses perkecambahan biji anggrek harus menggunakan teknik in vitro (Purwanto & Semiarti, 2009)
2.2
Organogenesis dalam Kultur In Vitro Menurut Hartman, et al (1990), perbanyakan kultur in vitro berawal dari
teori totipotensi. Totipotensi sel adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa setiap sel memiliki potensi genetik untuk menghasilkan organisme lengkap. Teknik kultur in vitro dapat digunakan sebagai teknik dalam memperbanyak bibit anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat. Menurut Pierik (1997), perbanyakan dengan tenik in vitro pada tanaman umumnya mudah dilakukan apabila tanaman tersebut juga mudah diperbanyak secara vegetatif konvensional. Sedangkan jaringan – jaringan yang sedang aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan yang paling baik (Hartman, 1990). Perbanyakan tanaman melalui in vitro menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam
7
waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis (Andaryani, 2010). Menurut Yuwono (2006), organogenesis merupakan suatu proses pembentukan organ – organ tanaman yang lengkap dari kultur sel atau kultur jaringan. Teknik menginduksi organogenesis pada umumnya dilakukan secara tidak langsung melalui kultur kalus dan dapat juga dilakukan secara langsung dari eksplan yang ditanam pada media. Pembentukan organ (organogenesis) pada kultur in vitro tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan senyawa – senyawa tertentu dalam media yang digunakan. Proses ini diawali oleh hormon pertumbuhan (Kartha, 1991). Dalam pembentukan tunas dan akar dipengaruhi oleh konsentrasi auksin dan sitokinin yang digunakan. Pada umumnya, kandungan sitokinin yang digunakan lebih tinggi
dari
pada
auksin
maka
akan
merangsang
pembentukan
tunas
(Yuwono, 2006). Perbanyakan tanaman secara in vitro untuk jumlah yang banyak lebih potensial dilakukan dengan induksi tunas adventif dibandingkan dengan induksi tunas aksilar (Zulkarnain, 2011). Hartman (1990), menyatakan bahwa perbanyakan kultur in vitro berawal dari teori totipotensi. Totipotensi sel adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa setiap sel memiliki potensi genetik untuk menghasilkan organisme lengkap. Teknik kultur in vitro dapat digunakan sebagai teknik dalam memperbanyak bibit anggrek dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat.
8
2.3
Media dalam Kultur In Vitro Media merupakan faktor yang sangat penting dalam kultur in vitro karena
mengandung bahan-bahan esensial dan komponen tambahan. Menurut Wetter dan Constabel (1991) yang termasuk komponen esensial adalah garam mineral, sumber karbon (gula), dan vitamin. Sedangkan yang termasuk komponen lain adalah zat pengatur tumbuh, senyawa nitrogen organik, dan bebrapa ekstrak tambahan yang tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan terhadap ketahanan sel dan perbanyakannya. Jenis – jenis media yang sering digunakan untuk menumbuhkan anggrek diantaranya adalah media dasar Vacin dan Went (VW), Knudson C dan Murashigne dan Skoog (MS). Media Knudson C dan VW merupakan media yang baik digunakan untuk perkembangan biji, sedangkan media MS sering digunakan untuk pertumbuhan organ vegetatif tanaman anggrek (Putra, 2008). Menurut Chen, et al (1988), media MS lebih sering digunakan karena kandungan garam anorganik dan nitrogen yang lebih besar. Selain itu media MS juga sering diaplikasikan untuk banyak spesies tanaman sehingga penggunaan media MS dalam kultur in vitro menjadi lebih luas (Gunawan, 1992). Komposisi media Murashige dan Skoog (MS) dapat dilihat pada lampiran 1. (Abbas, 2011).