BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Klasifikasi Biaya a. Pengertian Biaya Konsep biaya telah berkembang sesuai kebutuhan akuntan, ekonom, dan insinyur. Akuntan telah mendefinisikan biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Sering kali istilah biaya digunakan sebagai sinonim dari beban. Beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba. Perbedaan antara biaya dan beban, dapat diilustrasikan melalui pembelian bahan baku secara tunai. Karena aktiva bersih tidak terpengaruh, tidak ada beban yang diakui. Sumber daya perusahaan hanya diubah dari kas menjadi persediaan bahan baku. Bahan baku tersebut dibeli dengan biaya tertentu, tetapi belum menjadi beban. Ketika perusahaan kemudian menjual bahan baku tersebut yang sudah diolah menjadi barang jadi, biaya dari bahan baku dibukukan sebagai beban di laporan laba rugi. Setiap beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Dibawah ini dipaparkan beberapa pengertian biaya dan beban menurut para ahli untuk lebih memahami perbedaannya. 17
Biaya menurut Syafri Harahap (2003:38): “suatu jumlah tertentu yang diukur dalam bentuk uang dari kas yang dibelanjakan
atau
barang lain yang diserahkan, modal saham yang dikeluarkan, jasa yang diberikan atau utang yang dibebankan sebagai imbalan dari barang dan jasa yang diterima atau yang akan diterima” Menurut Usry dan Hammer (1999:25) biaya adalah “suatu nilai tukar prasyarat, pengorbanan, dengan pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau di masa mendatang yang dilakukan guna memperoleh manfaat”. Sementara itu pengertian beban menurut Armanto
Witjaksono
(2005:10)
“arus
keluar
(aset)
terhadap
penghasilan karena perusahaan menggunakan sumber daya ekonomi yang ada”. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004, par. 02.04): “beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang
menyebabkan
penurunan
ekuitasyang
tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka biaya harus dapat diukur dalam satuan moneter sebagai nilai tukar yang harus dikorbankan untuk barang dan jasa. Dari uraian diatas dapat juga disimpulkan biaya merupakan pengeluaran yang akan memberikan manfaat untuk waktu atau periode akuntansi yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang akan dicantumkan kedalam neraca. 18
Sedangkan beban merupakan pengeluaran yang akan dilakukan dalam proses produksi suatu barang atau prestasi guna memperoleh pendapatan. Pengeluaran ini dicatat dalam laba rugi.
b. Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. Klasifikasi biaya ini penting bagi manajemen untuk memperoleh informasi dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan bagi perusahaan. Klasifikasi yang paling umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini: 1) Biaya dalam Hubungannya dengan Produk Klasifikasi biaya dalam hubungannya dengan produk terdiri dari: a) Biaya Manufaktur. Biaya manufaktur juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik. Biaya manufaktur biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung keduanya disebut biaya utama (prime cost). Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik keduanya disebut biaya konversi. b) Beban Komersial. Beban komersial terdiri atas dua klasifikasi besar: beban pemasaran dan beban administratif. Beban pemasaran mulai dari titik dimana biaya manufaktur 19
berakhir. Beban administrative termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. 2) Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi Beberapa jenis biaya berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relative konstan dalam jumlah. Kecenderungan biaya untuk berubah terhadap output harus dipertimbangkan oleh manajemen jika manajemen ingin sukses dalam merencanakan dan mengendalikan biaya. a) Biaya Variabel. Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). b) Biaya Tetap. Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan. c) Biaya Semivariabel. Biaya semivariabel memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel.
3) Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Produksi atau Segmen Lain. Dalam sistem klasifikasi biaya ini, departemen adalah objek biayanya. Suatu bisnis biasanya dibagi menjadi beberapa segmen 20
atau
departemen,
yang
mengklasifikasikan
dan
berfungsi
sebagai
mengakumulasikan
dasar biaya
untuk dan
membebankan tanggung jawab untuk pengendalian biaya. Saat produk melalui suatu suatu departemen, unit tersebut dibebankan dengan biaya yang dapat ditelusuri langsung dan biaya tidak langsung. a) Departemen Produksi dan Departemen Jasa. Departemendepartemen dalam suatu pabrik secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: Departemen Produksi dan Departemen Jasa. Operasi manual dan operasi mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung dalam departemen produksi pada produk atau bagian-bagian produk. Departemen jasa yang umum di beberapa organisasi adalah departemen pemeliharaan, departemen penggajian, dan departemen pemrosesan data. Jika suatu biaya dapat ditelusuri ke suatu departemen dimana biaya tersebut berasal, maka biaya tersebut disebut biaya langsung departemen, seperti gaji supervisor dan biaya penyusutan mesin dari departemen pemeliharaan merupakan biaya langsung dari departemen pemeliharaan. Sementara jika suatu biaya digunakan bersama oleh beberapa departemen yang memperoleh manfaat dari biaya tersebut, maka biaya itu disebut biaya tidak langsung 21
departemen, seperti biaya sewa gedung dan biaya penyusutan gedung kantor. b) Biaya Bersama (Common Cost) dan Biaya Gabungan (Joint Cost). Biaya bersama dan biaya gabungan adalah jenis biaya tidak langsung. Biaya bersama biasanya ada di organisasi dengan banyak departemen atau segmen. Biaya gabungan terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk lain tanpa dapat dihindari.
4) Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi a) Pengeluaran Modal (Capital Expenditure). Pengeluaran ini ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. b) Pengeluaran
Pendapatan
(Revenue
Expenditure).
Pengeluaran ini memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban.
5) Biaya dalam Hubungannya dengan suatu Keputusan, Tindakan atau Evaluasi. Dalam membuat pilihan diantara beberapa alternatif yang mungkin dilakukan, adalah penting untuk mengidentifikasi biaya (dan pendapatan, pengurangan biaya, penghematan) yang relevan 22
terhadap pilihan tersebut. Biaya diferensial adalah salah satu nama dari biaya yang relevan untuk suatu pilihan diantara banyak alternatif. Sementara itu suatu biaya yang telah terjadi dan oleh karena itu, tidak relevan terhadap pengambilan keputusan disebut biaya tertanam.
2. Konsep Dasar Biaya Produksi Biaya produksi merupakan segala pengorbanan yang bersifat ekonomis
untuk
menghasilkan
produk,
dalam
rangka
untuk
mendapatkan laba/keuntungan yang diinginkan. M. Nafarin (2004:383) mengemukakan “biaya pabrik adalah biaya yang terjadi di pabrik periode sekarang, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik ditambah persedian barang dalam proses awal”. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan biaya produksi yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Dapat disimpulkan juga biaya produksi memiliki 3 unsur utama yaitu:
a. Biaya Bahan Baku Langsung Biaya bahan baku langsung adalah biaya dari bahan yang membentuk bagian integral dari produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah tempurung kelapa yang digunakan untuk membuat 23
arang. Kemudahan penelusuran item bahan baku ke produk jadi merupakan pertimbangan utama dalam mengklasifikasikan biaya sebagai bahan baku langsung. Karakteristik biaya bahan baku langsung yaitu: (1) mudah dilihat, diidentifikasi, dan diukur dengan jelas, dan (2) dapat ditelusuri baik fisik maupun nilainya dalam produk yang dihasilkan. Untuk memperoleh bahan baku terdapat dua cara yaitu dengan cara membeli dari luar atau mengolah sendiri. Apaila bahan baku diperoleh melalui pembelian, maka harga faktur pemasok dan beban transportasi adalah biaya pembelian yang paling tampak. Sedangkan biaya yang tidak terlalu tampak adalah biaya yang dapat disebut biaya akuisisi, yaitu biaya melakukan fungsi pembelian, penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, penyimpanan, dan akuntansi. Jika bahan baku diperoleh melalui pengolahan sendiri, maka biaya untuk mengolah bahan tersebut yang dijadikan perhitungan biaya bahan baku untuk proses selanjutnya.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya dari tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Dengan kata lain tenaga kerja langsung ini berhubungan secara langsung 24
dengan pelaksanaan proses produksi, sehingga apabila tenaga kerja langsung ini berhenti, proses produksinya juga akan terhenti. Identifikasi dari penggunaan tenaga kerja langsung biasanya dinyatakan dalam berapa jam tenaga kerja langsung yang dipakai untuk mengerjakan satu unit barang jadi. Sedangkan jam yang dapat dipakai dapat dinyatakan dalam jam tenaga kerja atau jam mesin. Biaya upah langsung terdiri dari: 1) Gaji Pokok (Original Wages) 2) Uang Lembur (Overtime) 3) Bonus (Incentive)
c. Overhead Pabrik Overhead pabrik sering juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur, atau beban pabrik, terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
Sebagian
besar
sistem
akuntansi
biaya
mengklasifikasikan dalam overhead semua biaya yang tidak dapat ditelusuri ke unit atau output tertentu. Biaya-biaya produksi yang termasuk ke dalam biaya overhead dikelompokkan ke dalam: 1) Biaya bahan tidak langsung, yaitu biaya bahan baku yang diperlukan untuk penyelesaian suatu produk tetapi tidak 25
diklasifikasikan sebagai biaya bahan baku langsung karena sulit diidentifikasi pada produk yang bersangkutan. Ketika konsumsi bahan baku tersebut sangat minimal, atau penelusuran terlalu rumit, maka pengklasifikasian biaya bahan baku menjadi biaya langsung menjadi tidak ekonomis. Contoh: biaya-biaya kawat las untuk membuat lemari es, paku, sekrup, mur, lem dan staples. 2) Biaya reparasi dan pemeliharaan, yang termasuk kedalam biaya ini adalah biaya untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan pabrik, mesin-mesin, dan kendaraan serta aktiva tetap lainnya yang digunakan untuk keperluan pabrik. 3) Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang tidak dapat diidentifikasi secara langsung dalam konstruksi atau komposisi produk jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung terdiri dari: biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
dalam
departemen
pembantu,
seperti
departemen pembangkit tenaga listrik, gudang, dan sebagainya serta biaya tenaga kerja tertentu
yang
dikeluarkan dalam departemen produksi, gaji pegawai, gaji pengawas, administrasi pabrik, dan upah mandor.
26
4) Biaya-biaya yang timbul akibat menurunnya nilai aktiva tetap, biaya ini disebut dengan biaya penyusutan baik itu gedung pabrik, mesin-mesin dan peralatan. 5) Biaya-biaya yang termasuk biaya asuransi yaitu asuransi gedung dan tenaga kerja
3. Pengendalian Biaya Produksi Perusahaan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang memproses masukan untuk menghasilkan keluaran. Perusahaan yang bertujuan mencari laba maupun yang tidak bertujuan mencari laba mengolah masukan berupa sumber ekonomi untuk menghasilkan keluaran berupa sumber ekonomi lain yang nilainya harus lebih tinggi daripada nilai masukannya. Oleh karena itu baik dalam usaha bermotif laba maupun yang tidak bermotif laba, manajemen selalu berusaha agar nilai keluaran lebih tinggi daripada nilai yang dikorbankan untuk menghasilkan keluaran tersebut, sehingga kegiatan perusahaan dapat menghasilkan laba (bagi perusahaan bermotif laba) dan sisa hasil usaha (bagi perusahaan yang tidak bermotif laba). Laba atau sisa hasil usaha tersebut, mendukung perusahaan agar memiliki kemampuan untuk berkembang dan tetap mempertahankan eksistensinya sebagai suatu sistem di masa yang akan dating. Pada perusahaan industri, kegiatan utamanya adalah mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Oleh sebab itu pada
perusahaan industri biaya 27
produksi merupakan komponen biaya terbesar. Pengendalian atas biaya produksi sangat dibutuhkan untuk menilai apakah kegiatan perusahaan telah berjalan secara efektif dan efisien. Pengendalian merupakan usaha sistematis perusahaan untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan pengendalian biaya adalah usaha manajemen untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan rencana biaya yang telah ditetapkan dengan realisasinya. Oleh karena itu pengendalian biaya produksi penting agar perusahaan tetap berpedoman terhadap rencana biaya yang telah ditetapkan. Nasehatun (1999:214) mengemukakan pengendalian biaya sebagai “serangkaian langkah-langkah mulai dari penyusunan suatu rencana biaya sampai kepada tindakan yang perlu dilakukan jika terdapat perbedaan antara yang sudah ditetapkan (rencana) dengan yang sesungguhnya (realisasi)”. Tanggung jawab atas pengendalian biaya sebaiknya diberikan kepada individu-individu
tertentu
yang
juga
bertanggung
jawab
untuk
menganggarkan biaya yang berada dibawah kendali mereka. Setiap tanggung jawab manajer sebaiknya dibatasi pada biaya dan pendapatan yang dapat dikendalikan oleh manajer tersebut, dan kinerja secara umum diukur dengan membandingkan antara biaya dan pendapatan aktual terhadap anggaran. Pengendalian biaya produksi akan membantu 28
manajemen
dalam
memastikan
kegiatan-kegiatan
produksi
akan
terkoordinasi dan kuantitas serta kualitas produk, dan waktu pengerjaan tercapai sesuai rencana. Wilson dan Champell (2001:83) mengemukakan pengawasan biaya produksi yang baik yaitu meliputi: a. Menetapkan suatu norma standar pengukuran. b. Membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya terhadap norma standar. c. Mencari sebab-sebab terjadinya penyimpangan atau varians. d. Mengambil tindakan korektif
Untuk membantu dalam mengendalikan biaya, akuntan biaya dapat menggunakan jumlah biaya yang telah ditetapkan sebelumnya yang disebut biaya standar. Abas Kartadinata (2000:213) mendefinisikan “biaya standar adalah biaya yang ditentukan terlebih dahulu (predetermined cost) untuk memproduksikan suatu unit atau sejumlah unit produk dalam jangka waktu produksi berikutnya”. Biaya Standar memiliki fungsi antara lain: a. Perencanaan. Penetapan biaya standar didasarkan pada investasi, studi dan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi biaya standar. Standar tersebut dapat dipakai sebagai dasar yang kuat untuk menyusun rencana kegiatan perusahaan dengan efisien, ekonomis, dan teliti. b. Koordinasi. Penetapan dan pemakaian harga pokok standar akan membiasakan adanya koordinasi antar bagian di dalam organisasi perusahaaan. c. Pengambilan keputusan. Informasi biaya standar sangat bermanfaat bagi
manajemen
dalam
mengambil
keputusan.
Misalnya: 29
keputusan penentuan harga jual, menolak atau menerima pesanan khusus, membeli atau mengolah sendiri bagian produk, rencana penambahan produk baru ataupu rencana perubahan produk. d. Pengendalian
biaya.
Pada setiap
periode
akuntansi
biaya
sesungguhnya akan dibandingkan dengan biaya standar sehingga dapat dilakukan pengendalian biaya dan penilaian kinerja dengan menentukan efisiensi setiap elemen biaya pada setiap departemen. e. Memungkinkan diterapkan prinsip pengecualian. Pada perusahaan besar akan sulit bagi eksekutif atau pengawas dalam menilai produktivitas setiap individu. Untuk mengatasi masalah tersebut perusahaan harus menggunakan prinsip pengecualian, yaitu menitikberatkan perhatiannya kepada hal-hal yang menyimpang dibanding dengan standar yang ditetapkan. f. Penentuan insentif kepada personal. Standar dapat dijadikan acuan dalam pemberian insentif yaitu bagi karyawan yang dapat berprestasi lebih baik daripada standar yang ditetapkan. Dengan demikian motivasi kerja karyawan akan bertambah.
Penyusunan biaya standar harus diserahkan kepada sejumlah karyawan yang diberi wewenang dan bertanggung jawab atas penentuan standar tersebut. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan biaya standar adalah tingkat kredibilitas, akurasi, dan keakseptabilan dari biaya standar yang ditetapkan. Penentuan biaya standar dibagi kedalam tiga bagian 30
yaitu: standar biaya bahan baku langsung, standar tenaga kerja langsung dan standar biaya overhead pabrik.
4. Analisis Varians Biaya produksi sebagai Alat untuk Mengukur Efisiensi Biaya Produksi Pengendalian biaya dapat dilakukan melalui penetapan anggaran biaya produksi dimana anggaran memungkinkan manajemen melakukan perbandingan berkala atas hasil aktual dengan rencana yang ditetapkan. Perbedaan antara anggaran dengan realisasi ini yang disebut selisih atau varians. Selisih antara anggaran dengan realisasinya dapat berupa penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance) yaitu apabila realisasinya lebih kecil dari anggaran yang ditetapkan dan penyimpangan yang tidak menguntungkan (unfavorable variance) yaitu apabila realisasi lebih besar daripada anggaran yang ditetapkan. Apabila penyimpangan yang terjadi melebihi batas yang telah ditetapkan maka penyimpangan ini perlu dianalisis. Analisis varians adalah suatu proses sistematis untuk mengidentifikasi, melapor dan menjelaskan varians atau penyimpangan hasil yang sesungguhnya dari hasil yang diharapkan atau dianggarkan.Menurut Glen, Hilton dan Gordon (2000:498) “analisa varians mencakup analisis matematis dari dua perangkat data untuk mendapatkan pendalaman penyebab terjadinya suatu penyimpangan/varians”. Sebab-sebab terjadinya penyimpangan tersebut
31
perlu dianalisa oleh manajemen karena penyimpangan merupakan petunjuk ketidaktepatan dari pelaksanaan ataupun tidak tepatnya standar. Penyimpangan yang perlu dianalisis tidak hanya penyimpangan yang tidak menguntungkan tetapi juga penyimpangan yang menguntungkan, sebab penyimpangan yang menguntungkan tersebut bisa saja diperoleh karena perusahaan menetapkan anggaran yang terlalu tinggi. Analisis varians biaya memiliki manfaat yaitu sebagai alat pengendalian biaya, menilai prestasi pelaksanaan, dan mengukur pengaruh penyimpangan ke biaya terhadap laba perusahaan. Analisa varians mempunyai aplikasi yang luas dalam pelaporan keuangan, sering diaplikasikan dalam situasi berikut: a. Penyelidikan varians antara hasil aktual dari periode yang berlaku dan hasil aktual dari periode sebelumnya. Periode sebelumnya dianggap sebagai dasar. b. Penyelidikan varians antara hasil aktual dan biaya standar. Biaya standar digunakan sebagai dasar. c. Penyelidikan varians antara hasil aktual dan sasaran yang direncanakan atau dianggarkan yang tercermin dalam rencana laba. Anggaran digunakan sebagai dasar. Analisa selisih biaya produksi terdiri dari analisis selisih biaya bahan baku, analisis selisih biaya tenaga kerja langsung, dan analisis selisih biaya overhead pabrik.
32
a. Analisis Selisih Biaya Bahan Baku Selisih biaya bahan baku adalah selisih biaya yang disebabkan oleh adanya perbedaan antara biaya bahan baku yang sesungguhnya dengan biaya bahan baku standar” Selisih biaya bahan baku dapat dicari dengan cara mengurangkan biaya bahan baku sesungguhnya (Actual Material Cost) dengan biaya bahan baku standar (Standard Material Cost). Secara matematis dapat dirumusnya sebagai berikut: MCV = AMC – SMC Dimana: MCV :
Selisih biaya bahan baku
AMC :
Biaya bahan baku sesungguhnya
SMC :
Biaya bahan baku satndar
Selisih biaya bahan baku dapat dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan penyebab terjadinya selisih biaya bahan baku yaitu: 1) Selisih Harga Bahan Baku (Material Price Variance) Selisih ini terjadi karena perusahaan telah membeli bahan baku dengan harga lebih tinggi atau lebih rendah dari harga standar. Jumlah selisih harga bahan baku dapat dihitung dengan cara mengalikan selisih harga bahan baku sesungguhnya per unit (Actual Price) dengan standar harga bahan baku per unit (Standard Price) dengan kuantitas bahan baku yang dibeli. MPV
=
(AP-SP) x QA
Dimana: 33
MPV
:
Selisih harga bahan baku
AP
:
Harga pembelian sebenarnya per unit
SP
:
Harga standar per unit
AQ
:
Kuantitas bahan yang dibeli
Adapun penyebab ternjadinya selisih harga bahan baku yaitu: a) Fluktuasi harga bahan baku yang bersangkutan b) Kontrak dan jangka waktu pembelian yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. c) Pembelian
dari
supplier
yang
lokasinya
lebih
menguntungkan atau tidak menguntungkan. d) Kegagalan didalam memanfaatkan kesempatan potongan pebelian atau ketidaktepatan jumlah potongan pembelian yang diharapkan. e) Tambahan pembayaran harga bahan baku atas adanya pembelian khusus yang harus dilakukan. f) Pembelian dalam junlah ekonomis atau tidak ekonomis. g) Faktor-faktor internal yang mengakibatkan harus dilakukan pembelian bahan baku yang mendesak.
Manfaat analisa selisih harga bahan baku adalah: a) Selisih harga bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab dari bagian pembelian karena bagian tersebut telah membeli bahan baku lebih tinggi atau lebih rendah 34
dibanding standar. Oleh karena itu perhitungan selisih harga bahan baku dapat dipakai untuk menilai tingkat efisiensi dan prestasi bagian pembelian. b) Perhitungan selisih harga bahan baku dapat bermanfaat untuk mengukur akibat kenaikan atau penurunan harga bahan baku terhadap laba yang diperoleh perusahaan.
2) Selisih Kuantitas Bahan Baku (Material Quantity Variance) Selisih kuantitas bahan baku adalah selisih biaya yang terjadi akibat
adanya
perbedaan
antara
kuantitas
bahan
baku
sesungguhnya dengan kuantitas bahan baku standar. Secara matematis, rumus untuk mencari selisih kuantitas bahan baku yaitu: MQV
=
(AQ-SQ) x SP
MQV
:
Selisih kuantitas bahan baku
SQ
:
Kuantitas standar
AQ
:
Kuantitas yang dipakai
SP
:
Biaya standar
Dimana:
Selisih kuantitas bahan baku dapat disebabkan hal-hal berikut ini:
35
a) Perubahan dari rancangan produk, mesin, peralatan, atau metode pengolahan produk yang belum dinyatakan dalam standar. b) Pemakaian bahan baku substitusi yang menguntungkan. c) Selisih hasil dari bahan baku yang mengakibatkan kuantitas yang dipakai lebih besar atau lebih kecil dari standar. d) Kerugian bahan baku karena rusak atau susut yang disebabkan karyawan tidak terlatih, tidak diawasi, ceroboh, atau bekerja tidak memuaskan baik di pabrik maupun gudang bahan. e) Pengawasan yang terlalu kaku. f) Kurangnya peralatan atau mesin. g) Kegagalan didalam mengatur mesin dan peralatan.
Manfaat dari analisa selisih kuantitas bahan baku yaitu: a) Selisih kuantitas bahan baku pada dasarnya adalah tanggung jawab kepala departemen produksi di pabrik dimana terjadi selisih tersebut, hal ini disebabkan karena departemen tersebut meggunakan bahan baku lebih besar atau lebih kecil dari kuantitas standar. Oleh karena itu analisis ini dapt dipakai sebagai alat ukur prestasi dan efisiensi departemen produksi.
36
b) Perhitungan selisih kuantitas bahan baku berguna untuk mengukur pengaruh akibat efisiensi pemakaian bahan baku terhadap laba perusahaan. Analisis selisih biaya bahan baku langsung pada perusahaan manufaktur dapat dilihat dalam contoh berikut: PT Werkudara mempergunakan 2 lembar pelat baja dengan ukuran 2 x 1m untuk memproduksikan sebuah drum bebas karat sebagai standar. Harga pelat baja per lembar diperkirakan Rp 3.000. Dalam bulan Agustus diproduksi 1.200 drum dengan mempergunakan 2.830 plat baja dengan harga Rp 3.050 per lembar plat baja. Berdasarkan data diatas maka terdapat varians sebagai berikut: MCV =
AMC – SMC
MCV =
(2380 x Rp 3.050) – (2.400 x Rp 3.000)
Varians yang harus dianalisis: Rp 59.000 Varians sebesar Rp 59.000 terdiri dari: MPV =
(AP-SP) x QA
MPV =
(3.050 – 3.000) x 2.380
MPV =
Rp 119.000 (unfavorable variance)
MQV =
(AQ-SQ) x SP
MQV =
(2.380 – 2.400) x 3.000
MQV =
Rp 60.000 (favorable variance)
37
b. Analisa Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung Selisih biaya tenaga kerja langsung ialah selisih biaya yang disebabkan oleh adanya perbedaan antara biaya tenaga kerja langsung yang sesungguhnya dengan biaya tenaga kerja langsung standar”. Secara matematis selisih biaya tenaga kerja langsung ini dapat dicari dengan rumus: LCV
= ALC – SLC
Dimana: LCV
:
Selisih biaya tenaga kerja
ALC
:
Biaya tenaga kerja yang sesungguhnya
SLC
:
Biaya tenaga kerja standar
Selisih biaya tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: 1) Selisih Tarif Upah Langsung (Labour Rate Variance) Selisih ini timbul karena perusahaan telah membayar upah langsung dengan tarif lebih tinggi atau lebih rendah dibanding dengan taris upah standar. Secara matematis, selisih tarif upah langsung dapat dicari dengan rumus: LRV
= (ALR-SLR) x TAH
Dimana: LRV
:
Selisih tarif upah
ALR
:
Tarif upah per jam sesungguhnya
SLR
:
Tarif upah standar per jam
38
TAH
:
Jumlah
jam
kerja
yang
sesungguhnya
terjadi. Selisih tarif upah langsung disebabkan hal-hal berikut ini: a) Telah digunakan tenaga kerja langsung dengan golongan tarif upah berbeda dengan standar untuk pekerjaan tertentu. b) Telah dibayar upah dengan tarif lebih besar atau lebih kecil dibanding tarif standar selama kegiatan musiman, atau kegiatan darurat. c) Karyawan yang baru diterima tidak dibayar sesuai tarif standar. d) Adanya
kenaikan
pangkat
atau
penurunan
pangkat
karyawan yang mengakibatkan perubahan tarif upah. e) Pembayaran tambahan atas upah karena peraturan upah minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah.
2) Selisih Jam Kerja (Labour Time Variance) Selisih jam kerja adalah penyimpangan jam kerja buruh antar jam kerja aktual dengan jam kerja standar. Selisih jam kerja ini dapat dihitung dengan cara: LTV
=
(TAH-TSH) x SLR per jam
LTV
:
Selisih jumlah jam kerja
TAH
:
Total jam kerja sesungguhnya
Dimana:
39
TSH
:
Total jam kerja standar untuk produksi yang dicapai.
SLR
:
Tarif upah standar
Selisih jam kerja dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut: a) Bagian produksi telah bekerja secara efisien atau tidak efisien yang disebabkan pengawasan terhadap karyawan dilakukan secara baik atau kurang baik. b) Telah digunakan bahan yang kualitasnya lebih baik atau lebih jelek dibanding standar, sehingga memerlukan waktu pengerjaan yang lebih pendek atau lebih panjang. c) Kurangnya koordinasi dengan departemen produksi lain atau departemen pembantu. Analisis selisih biaya tenaga kerja langsung pada perusahaan manufaktur dapat dilihat dalam contoh berikut: PT Pancanaka, suatu perusahaan pemborong yang bekerja dalam bidang penggalian irigasi, menetapkan sebagai standar bahwa 1 m3 tanah dapat digali oleh seorang pekerja dalam 2 jam. Upah rata-rata seorang pekerja ditetapkan sebesar Rp 250 per jam. Dalam satu minggu tanah yang digali berjumlah 1.500 m3 dan upah yang dibayar seluruhnya berjumlah Rp 744.000 dengan upah rata-rata sebesar Rp 240 per jam. Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui varians yang perlu dianalisis yaitu: 40
LCV
= ALC – SLC
LCV
= Rp 744.000 – (3.000 x Rp 250)
Varians yang perlu dianalisis: Rp 6000 Varians sebesar Rp 6.000 diperoleh dari: LRV
= (ALR-SLR) x TAH
LRV
= (Rp 240 – Rp 250) x 3.100
LRV
= Rp 31.000 (favorable variance)
LTV
= (TAH-TSH) x SLR per jam
LTV
= (3.100 – 3.000) X Rp 250
LTV
= Rp 25.000 (unfavorable variance)
c. Analisa Selisih Overhead Pabrik Menurut R.A. Supriyono (2000:109) “selisih overhead yaitu biaya yang timbul karena adanya perbedaan antara overhead pabrik sesungguhnya dengan overhead pabrik standar atau yang seharusnya terjadi didalam mengolah produk atau pesanan”. Analisis selisih overhead pabrik ini lebih sulit jika dibandingkan dengan analisis selisih biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, karena dalam overhead pabrik terdapat banyak tipe biaya dan biaya-biaya tersebut memiliki sifat yang tetap dan variabel. Ada empat metode yang digunakan dalam melakukan analisa selisih overhead pabrik, yang akan diilustrasikan dalam contoh berikut: 41
Standard factory overhead pada PT Idaman Manufacturing Company dihitung berdasarkan kapasitas normal sebagai berikut: Budgeted variable expenses
: Rp 36. 000.000
Budgeted fixed expenses
: Rp 24. 000.000
Factory overhead rate = Rp 60.000.000 : 20.000 jam kerja = Rp 3.000/ jam kerja langsung Factory overhead rate sebenarnya
: Rp 54. 750.000
Jumlah produksi
: 8.750 unit
Jam kerja langsung
: 2 jam/unit
Total jam kerja langsung
: 18.400 jam
Analisis selisih overhead pabrik pada PT Idaman Manufacturing dapat dihitung dengan beberapa metode, sebagai berikut: 1) Metode satu selisih Tarif overhead menurut budget: JUMLAH
Tarif Overhead Per Jam
Rp 36.000.000
Rp 1.800
Rp 24.000.000
Rp 1.200
Rp 60.000.000
Rp 3.000
Budgeted variable exp. Budgeted Fixed exp. Total
Maka varians yang harus dianalisis yaitu: Overhead aktual
Rp 54.750.000 42
Overhead standar (2 x 8750) x (3.000)
Rp 52.500.000
Varians yang harus dianalisis
Rp 2.250.000
2) Metode dua selisih a) Controllable variance b) Volume variance Untuk menghitung kedua varians tersebut harus ditentukan terlebih dahulu berapa budget yang diperkenankan menurut standar, yaitu: Fixed expense menurut budget
: Rp 24.000.000
Variable expense berdasarkan standar 17.500 x Rp 1.800
: Rp 31.500.000 Rp 55.500.000
Controllable variance = Overhead Actual – Budget Allowance Standard (54.750.000 – 55.500.000) = Rp 750.000 (favorable) Volume Variance = Budget Allowance Standard – Applied Overhead (55.500.000 – 52.500.000) = Rp 3.000.000 (unfavorable)
3) Metode tiga selisih a) Spending variance 43
Actual overhead – Budget Allowance actual Overhead Actual
Rp 54.750.000
Budget allowance actual: Budget fixed exp
Rp 24.000.000
Variable exp (18.400 x 1.800)
Rp 33.120.000 Rp 57.120.000
Spending Variance
Rp 2.370.000
b) Idle capacity variance Budget Allowance actual – Applied overhead actual = Rp 57.120.000 - (18.400 x Rp 3.000) = Rp 1.920.000 (unfavorable) c) Efficiency variance Applied overhead actual – Applied overhead standard = Rp 55.200.000 - (17.500 x Rp 3.000) = Rp 2.700.000 (unfavorable) 4) Metode empat selisih a) Fuxed efficiency variance (Actual Hours – Standard Hours) x Fixed Standard Rate = (18.400 – 17.500) x Rp 1.200 = Rp 1.080.000 b) Variable efficiency variance (Actual Hours – Standard Hours) x Variable Standard Rate = (18.400 – 17.500) x Rp 1.800 44
= Rp 1.620.000
B.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama No. Peneliti 1 Sri Lestari Ningsih Sigiro (2007)
2
Judul Analisis Anggaran Biaya Produksi sebagai Alat Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi pada PT Perkebunan Nusantara III (Persero)
Simon P.N Pengawasan Biaya Bako Produksi Kelapa Sawit (2009) pada PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa
Hasil Penelitian Perbedaan antara anggaran dan realisasi harus diawasi dengan ketat dan dianalisa lebih dalam guna memahami mengapa realisasi berbeda dengan anggaran. 2. Perusahaan sebaiknya menyusun suatu action plans dalam laporan pertanggungjawaban tahunan. Analisis perbedaan/penyimpangan dilakukan terhadap selisih anggaran dan realisasi yang nilai uangnya besar (signifikan) dan merugikan perusahaan sehingga perlu diambil tindakan korektif 1.
45
C.
Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
PT. Perkebunan Nusantara IV
Anggaran
Realisasi
Biaya Produksi
Biaya Produksi
Varians
Efisisensi Biaya Produksi
Sumber: Penulis, 2011
46
Informasi biaya (cost) penting karena biaya merupakan refleksi kemampuan suatu organisasi dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di era globalisasi saat ini, fokus optimalisasi biaya proses bisnis internal beralih dari penetapan harga menjadi penentuan biaya. Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat dari proses produksi perlu dikendalikan agar efisiensi biaya dapat dicapai oleh perusahaan. Pengendalian biaya akan membantu perusahan merencanakan pembiayaan yang lebih baik lagi pada periode selanjutnya. Analisis varians merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya. Anggaran dengan biaya sesungguhnya (realisasi) dibandingkan untuk melihat apakah biaya telah efisien atau belum. Varians yang terjadi dari perbandingan biaya tersebut baik itu menguntungkan atau merugikan perlu diselidiki, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan anggaran produksi di periode selanjutnya.
47