BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Laporan Keuangan 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya dimasa datang. Menurut Stice, Stice dan Skousen (2004:695) “analisa laporan keuangan adalah diagnosis, identifikasi dimana perusahaan mempunyai suatu masalah, dan meramal, memperkirakan bagaimana suatu perusahaan akan melaksanakan di masa mendatang”. Sebelum diadakan analisis terhadap laporan keuangan, penganalisa harus benar-benar memahami laporan keuangan tersebut. Penganalisa harus dapat menggambarkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut. Dengan kata lain agar dapat menganalisa laporan keuangan dengan hasil yang memuaskan maka perlu mengetahui latar belakang dari data keuangan tersebut. Penganalisis harus mempelajari secara menyeluruh dan kalau perlu diadakan penyusunan kembali dari data-data sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku dan tujuan analisa.
6 Universitas Sumatera Utara
Menurut Munawir (2004:35) Maksud dari perlunya mempelajari data secara menyeluruh adalah untuk meyakinkan para penganalisa bahwa laporan itu sudah cukup jelas menggambarkan semua data keuangan yang relevan dan telah diterapkannya prosedur akuntansi maupun metode penilaian yang tepat, sehingga penganalisis akan betul-betul mendapatkan laporan keuangan yang dapat diperbandingkan Dalam menganalisis laporan keuangan, metode dan teknik analisa digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila dibandingkan dengan alat pembanding lainnya, misalnya laporan keuangan tahun sebelumnya. Ada dua metode analisa yang digunakan yaitu analisa horizontal dan analisa vertikal. Menurut Munawir (2004:36) : Analisa model horizontal adalah analisa dengan mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkenbangannya. Metode horizontal ini disebut juga sebagai metode analisa dinamis. Analisa vertikal yaitu apabila laporan keungan yang dianalisa hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut.
Teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan antara lain : analisa perbandingan laporan keuangan, trend, analisa sumber dan penggunanan modal kerja, analisa sumber dan penggunaan kas, analisa rasio, analisa perubahan laba kotor dan analisa break-even”. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan.
Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005:36) “analisis rasio
(ratio analysis) dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar
7 Universitas Sumatera Utara
perbandingan dalam menemukan kondisi dan trend yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio”. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain , dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard. Foster (1986) dalam Almilia dan Kristijadi (2003) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan melalui rasio keuangan yaitu: a. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu. b. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan c. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan d. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variable tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress) Laporan keuangan merupakan sebuah informasi yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan investasi.
Manfaat laporan keuangan tersebut
menjadi optimal bagi investor apabila investor dapat menganalisis lebih lanjut melalui analisis rasio keuangan. Rasio keuangan dianggap memadai untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, hasil operasi, kondisi keuangan perusahaan saat ini dan pada masa mendatang, serta sebagai pedoman bagi investor mengenai kinerja masa lalu dan masa mendatang. Secara internal, manajemen juga menggunakan analisa keuangan untuk tujuan pengendalian internal dan penyediaan informasi yang lebih baik mengenai
8 Universitas Sumatera Utara
kondisi dan kinerja keuangan perusahaan bagi pemasok modal.
Dari sudut
pandang pengendalian internal, manajemen perlu melakukan analisa keuangan dalam rangka melakukan perencanaan dan pengawasan secara efektif. 2. Analisis Current Ratio, Quick Ratio dan Cash Ratio Rasio likuiditas biasa digunakan untuk melakukan analisis kredit karena berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:206) adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek”.
Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan dalam keadaan
likuid atau tidak, dapat dicari dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Menurut Supriyono (2001:132) “ada tiga macam rasio untuk mengukur likuiditas perusahaan dan satu rasio untuk mengukur rata-rata piutang tertagih”. Ketiga rasio untuk mengukur likuiditas : 1. Rasio Lancar (current ratio) Pihak yang berkepentingan terhadap rasio lancar adalah kreditur jangka pendek seperti pemasok . Jumlah kas, persediaan, dan piutang usaha yang akan dikonversi menjadi kas merupakan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditur jangka pendek. Rasio lancar menurut Simamora (2000:524) “menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya”. Rasio tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancarnya dengan penjelasan semakin besar aktiva lancar maka rasio lancar semakin tinggi.
9 Universitas Sumatera Utara
Rasio Lancar dapat diukur dengan rumus : Rasio Lancar
=
Aktiva Lancar Hutang Lancar
Menurut Munawir (2002:72) “current ratio ini menujukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditur jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya”.
Sedangkan mengenai ukuran besarnya rasio
lancar ini belum ada ketentuan umum, tetapi rasio lancar 2:1 dianggap cukup baik. Artinya setiap 1 rupiah kewajiban lancar akan dijamin oleh 2 rupiah aktiva lancar. Menurut Syamsuddin (2007:44) “tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat bergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan”. Untuk mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis. Rasio lancar yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi.
Dalam
menganalisis rasio lancar perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi.
Jika yang menyebabkan rasio tersebut tinggi adalah
piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditur harus menanggung resiko bahwa kemunginana perusahaan tidak dapat membayar
10 Universitas Sumatera Utara
kewajiban lancarnya karena perusahan tidak mampu menagih piutangnya atau tidak dapat menjual persediaannya.
2. Rasio Cepat (quick ratio/acid test ratio) Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:69) ”acid test ratio memberikan ukuran yang mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar”.
Rasio ini
dihitung dengan mengeluarkan persediaan dari aktiva lancar dan membagi sisanya dengan hutang lancar, dengan dengan rumus:
Rasio Cepat
=
Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar
Persediaan tidak dimasukkan sebagai aktiva lancar karena dianggap golongan aktiva lancar yang paling tidak likuid, sebab proses perubahannya menjadi uang kas cukup panjang dan paling sering mengalami fluktuasi harga. Rasio cair 1:1 dapat dianggap cukup memuaskan karena perusahaan dapat segera melunasi hutangnya yang jatuh tempo. Meskipun acid test ratio memberikan gambaran yang lebih baik dalam mengukur tingkat likuiditas dibandingkan current ratio karena hanya terdiri dari kas, surat-surat berharga dan piutang, tetapi acid test ratio juga memiliki kelemahan dalam mengukur tingkat likuiditas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syamsuddin (2000:45) acid test ratio ini akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya apabila persediaan sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. Dengan perkataan lain, apabila persediaan dapat dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya, maka menggunakan current rato lebih disukai sebagai pengukuran tingkat likuiditas perusahaan secara menyeluruh (overall liquidity of the firm).
11 Universitas Sumatera Utara
3. Rasio Kas (Cash Ratio) Cash ratio merupakan alat mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang. Cash ratio dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kas + Bank Hutang Lancar Rasio ini mengukur kemampuan likuiditas perusahaan semata-mata dilihat Rasio Kas
=
jumlah uang tunai, baik yang ada di bank, yang dapat diambil segera misalnya: cek, giro dan sebagainya. Semakin tinggi tingkat perbandingan berarti keadaan likuiditas perusahaan semakin baik dan tingkat keamanan kreditur jangka pendek semakin terjamin, tetapi bila terlalu rendah akan dapat mengurangi potensi untuk mempertinggi kelancaran pembayaran oleh perusahaan. Selanjutnya rasio untuk mengukur rata-rata piutang tertagih adalah jumlah hari penjualan belum tertagih (days sales outstanding – DSO). DSO dihitung dengan rumus sebagai berikut :
DSO
=
Piutang Penjualan tahunan / 360
DSO disebut juga sebagai “peroide penagihan rata-rata (average collection period – ACP) yang digunakan untuk menilai piutang dan dihitung dengan membagi piutang dengan jumlah hari penjualan rata-rata untuk menemukan berapa hari penjualan masih dicatat dalam piutang. Jadi DSO mencerminkan ratarata rentang waktu perusahaan harus menunggu untuk menerima kas setelah melakukan penjualan.
12 Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian Likuiditas Menurut Wild, Subranyaman dan Helsey (2005:9) “likuiditas (liquidity) merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya”.
Sedangkan menurut
Syamsuddin (2007:41) “likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas”. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya,
misalnya
perusahaan
perlu
menagih
piutang
atau
menjual
persediaannya sehingga perusahaan memperoleh kas. Arti pentingnya likuiditas bagi setiap perusahaan akan sangat dirasakan pada berbagai akibat yang merugikan atau tidak dapat digunakannya kesempatan untuk memperoleh laba , jika perusahaan berada dalam keadaan tidak (kurang) likuid. Berbagai kemungkinan rugi atau tidak dapat digunakannya kesempatan untuk memperoleh laba itu misalnya:
13 Universitas Sumatera Utara
1. Aspek likuiditas merupakan suatu tingkat kemampuan yang bersifat relatif. Karena itu apabila perusahaan berada dalam keadaan kurang likuid, ada kemungkinan perusahaan tidak bisa memanfaatkan kesempatan potongan (pembelian tunai) yang ditawarkan oleh pabrik. Akibatnya perusahaan terpaksa beroperasi pada tingkat biaya yang tinggi, sehingga mengurangi kesempatan untuk meraih laba yang lebih besar 2. Likuiditas merupakan tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek baik yang menyangkut kebutuhan operasional maupun hutang kepada pabrik dan banker (pihak ekstern). Keadaan yang kurang/tidak
likuid kemungkinan akan menyebabkan
perusahaan tidak bisa melunasi hutang jangka pendek pada tanggal jatuh temponya. Dalam posisi demikian kadang-kadang perusahaan terpaksa menarik pinjaman baru dengan tingkat bunga yang relatif tinggi, menjual investasi jangka panjang atau aktiva tetapnya untuk melunasi hutang jangka pendek tersebut. Jika keadaan tidak/kurang likuid demikian seriusnya, hal ini akan cenderung untuk menuju kebangkrutan. 3. Bagi para pemilik (perusahaan), keadaan kurang/tidak likuid berarti mengurangi kesempatan utnuk meraih keuntungan yang lebih besar, atau kehilangan kontrol terhadap sebagian atau seluruh modal yang diinvestasikan. Dalam perusahaan-perusahaan dimana tanggung jawab para pemilik tidak terbatas pada modal yang ditanamkan, kerugian (akibat likuiditas) itu bahkan bisa lebih dari jumlah penanaman modal, seperti pada bentuk persekutuan.
14 Universitas Sumatera Utara
4. Bagi para kreditur perusahaan, keadaan tidak/kurang likuid dari perusahaan dimana ia memberikan kredit berarti penundaan akan pengumpulan atas bunga dan pokok pinjaman yang diberikan. Keadaan ini bahkan kemungkinan bisa berarti sebagai suatu awal kerugian yang akan diderita atas sebagian dari atau seluruh jumlah bunga serta pokok pinjaman tersebut, bagi kreditur yang bersangkutan. 5. Para langganan seperti halnya para pabrik/suplier atas barang-barang dan jasa bagi perusahaan, kemungkinan juga akan terpengaruh oleh keadaan tidak/kurang likuid yang sedang dialami perusahaan. Pengaruh atau akibat yang dirasakan oleh para langganan itu mungkin berupa ketidakmampuan perusahaan di dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam kontrak, atau kehilangan arti (manfaat) hubungannya dengan perusahaan sebagai supplier bagi langganan yang bersangkutan. Dari berbagai akibat yang dapat terjadi karena keadaan tidak/kurang likuid seperti dikemukakan diatas, dapatlah dipahami bahwa pengukuran atau penilaian terhadap aspek likuiditas di dalam dunia usaha dianggap sebagai suatu persoalan yang penting.
Begitu pentingnya aspek likuiditas ini sehingga eksistensi
perusahaan akan disangsikan, apabila perusahaan tidak lagi berkemampuan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek pada tanggal jatuh temponya. Apabila hal ini terjadi pada perusahaan, berarti penilaian terhadap aspek-aspek yang lain dalam perusahaan itu tidak bermanfaat lagi bagi pihakpihak berkepentingan.
15 Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya aspek likuiditas tidak dipandang hanya pada suatu saat, tetapi dikaitkan dengan satu periode tahun buku atau kadang-kadang diidentifikasikan dengan siklus operasi normal perusahaan. Siklus operasi normal perusahaan itu sendiri adalah suatu jangka waktu yang tercakup dari sejak dimulainya aktivitas pembelian,
penjualan hingga aktivitas pengumpulan piutang.
Penilaian atau
pengukuran aspek likuiditas suatu perusahaan yang diidentifikasikan dengan siklus operasi normalnya, umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan yang siklus operasinya melampui periode satu tahun buku.
C. Kerangka Konseptual Likuiditas perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangan perusahaan yaitu neraca tahun 2007-2008 dan laporan laba rugi tahun 2007 dan 2008. Likuiditas perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangan perusahaan yaitu neraca. Komponen likuiditas yang dapat dianalisis dari laporan keuangan adalah rasio lancar, rasio cepat, dan rasio kas yang dapat dilihat dari current assets dan current liabilities. Besarnya current assets dan current liabilities selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk penilaian likuiditas perusahaan. Kerangka konseptual analisis pengakuan aktiva lancar dan hutang lancar dalam menentukan likuiditas pada PT Panca Kurnia Niaga Nusantara, secara sistematis sesuai dengan alur proses analisis dapat dilihat pada gambar berikut:
16 Universitas Sumatera Utara
PT. Panca Kurnia Niaga Nusantara
Analisis Current Ratio, Quick Ratio dan Cash Ratio
Penilaian Likuiditas
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Data diolah penulis, 2009
17 Universitas Sumatera Utara