BAB II TEORI DASAR
2.1
Umum Kualitas suatu sistem komunikasi sangat ditentukan oleh kuat sinyal yang
diterima. Salah satu cara agar sinyal dapat diterima secara maksimal adalah dengan mengarahkan antena penerima tepat ke antena pengirim. Pengarahan antena akan mudah dilakukan jika target yang dituju tetap atau tidak bergerak, kita hanya perlu mengetahui posisi target lalu mengarahkan antena ke posisi tersebut [1]. Jika target yang dituju dapat bergerak, maka diperlukan suatu sistem tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang memungkinkan antena penerima untuk mendeteksi antena pengirim lalu mengarahkan antena tersebut. Sistem tracking digunakan untuk mempertahankan level sinyal yang diterima pada level tertentu [2].
2.2
Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat
listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spectrum frekuensi radio. Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 [3].
5
(2.1)
Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa udara (free space), maka [3]: v = c = 3 x 108 m/s
(2.2)
Salah satu spektrum frekuensi gelombang elektromagnetik adalah gelombang radio. Pembagian spektrum frekuensi gelombang radio dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spektrum Frekuensi Gelombang Radio Nama Band Extremely Low Frequency Super Low Frequency Ultra Low Frequency Very Low Frequency Low Frequency Medium Frequency High Frequency Very High Frequency Ultra High Frequency Super High Frequency Extremely High Frequency
Singkatan
Band ITU
Frekuensi (f)
Panjang Gelombang (λ) 100.000 km 10.000 km 10.000 km-1000 km 1000 km – 100 km
ELF
1
3-30 Hz
SLF
2
30-300 Hz
ULF
3
300 – 3000 Hz
VLF
4
3 – 30 KHz
100 km – 10 km
LF
5
30 – 300 KHz
10 km – 1 km
MF
6
300 – 3000 KHz
1 km – 100 m
HF
7
3 – 30 MHz
100 m – 10 m
VHF
8
30 – 300 MHz
10 m – 1 m
UHF
9
300 – 3000 MHz
1 m – 100 mm
SHF
10
3 – 30 GHz
100 mm – 10 mm
EHF
11
30 – 300 GHz
10 mm – 1 mm
6
2.3
Pengertian Antena Antena adalah perangkat media transmisi wireless (nirkabel) yang
memanfaatkan udara atau ruang bebas sebagai media penghantar. Antena mempunyai fungsi untuk merubah energi elektromagnetik terbimbing menjadi gelombang elektromagnetik ruang bebas (gelombang mikro) yang merupakan fungsi antena sebagai transmitter (Tx). Energi listrik dari transmitter dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada receiver (Rx) akhir gelombang
elektromagnetik
dikonversi
menjadi
energi
listrik
dengan
menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima.
Antena
Antena
Gelombang Elektromagnetik
Tx
Rx
Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima
2.4
Parameter Karakteristik Antena Parameter karakteristik antena digunakan untuk menguji atau mengukur
performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, beamwidth antena, bandwidth antena, impedansi antena dan voltage standing wave ratio (VSWR).
7
2.4.1
Direktivitas Antena Keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai ”perbandingan antara
intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari antena referensi isotropis”. Keterarahan dari sumber non-isotropis adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya di atas sebuah sumber isotropis[4]. Keterarahan pada antena secara umum dinyatakan dari Persamaan 2.3 [4]:
Do 10 log
4 U max Prad
(2.3)
Dimana : Do
= directivity (dB)
Umax
= intensitas radiasi maksimum (watt)
Prad
= daya radiasi total (watt)
2.4.2
Gain Antena Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan
kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel [4]. Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan [5] : Gain = G = k. D
(2.4)
8
Dimana : k = efisiensi antena, 0 ≤ k ≤1 Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu [4] : a.
Ketika mengacu pada pengukuran daya (power) (
b.
)
(2.5)
)
(2.6)
Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt) (
Gain antena biasanya diukur relatif pada : 1) dBi (relatif pada radioator isotropic) 2) dBd (relatif pada radioator dipole) Hubungan antara dBi dan dBd adalah sebagai berikut [5] : 0 dBd = 2,15 dBi
(2.7)
Umumnya dBi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena. Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada persamaan [4]:
(2.8)
9
Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh persamaan [4] : Gt (dB) = [Pt(dBm) – Ps(dBm)] + Gs(dB)
(2.9)
Dimana : Gt
= Gain total antena.
Pt
= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).
Ps
= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).
Gs
= Gain antena referensi.
2.4.3
Pola Radiasi Antena Pola radiasi dari sebuah antena didefinisikan sebagai fungsi matematis
atau gambaran secara grafis dari karakteristik radiasi sebuah antena sebagai fungsi dari koordinat ruang. Pada kasus secara keseluruhan, pola radiasi dihitung/diukur pada medan jauh dan digambarkan kembali sebagai koordinat arah. Karakteristik radiasi
mencakup
rapat
flux
daya,
intensitas
radiasi,
kuat
medan,
keterarahan/direktivitas, fasa atau polarisasi. Karakteristik radiasi yang menjadi pusat perhatian adalah distribusi energi radiasi dalam ruang 2 dimensi maupun 3 dimensi sebagai fungsi dari posisi pengamat di sepanjang jalur dengan jari-jari yang konstan. Contoh koordinat yang sesuai diperlihatkan pada Gambar 2.2 [4].
Gambar 2.2 Sistem Koordinat Untuk Menganalisis Antena
10
2.4.4
Beamwidth Antena Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi
radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama [5]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut [6] :
(2.10)
Dimana : B = 3 dB beamwidth (derajat) = frekuensi (GHz) d = diameter antena (m) Gambar 2.3 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3).
Gambar 2.3 Beamwidth Antena Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik setengah daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe
11
utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.
2.4.5
Bandwidth Antena Bandwidth suatu antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi dimana
kerja yang berhubungan dengan berapa karakteristik (seperti impedansi masukan, pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss, axial ratio) memenuhi spesifikasi standar [4]. Gambar 2.4 menunjukkan bandwidth antena.
Gambar 2.4 Bandwidth Antena Dari Gambar 2.4 diketahui f1 adalah frekuensi bawah, f2 adalah frekuensi atas dan fc merupakan frekuensi tengah. Dengan melihat Gambar 2.4 bandwidth dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini [5] :
(2.11) Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.
12
2.4.6
Impedansi Antena Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan
elektrik terhadap medan magnetik pada suatu titik [4]. Dengan kata lain pada sepasang
terminal
maka
impedansi
antena
bisa
didefinisikan
sebagai
perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.
ZT
V I
(2.12)
Dimana : ZT = impedansi terminal V = beda potensial terminal I = arus terminal
2.4.7
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri
(standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-). Pebandingan tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (Γ) [4] : (2.13) di mana ZL adalah impedansi beban (load) dan Z0adalah impedansi saluran. Rumus untuk mendari VSWR adalah [4] :
VSWR =
(2.14)
13
Kondisi yang baik adalah ketika VSWR bernilai 1, yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun, kondisi ini kenyataannya sulit diperoleh. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan dalam perancangan antena adalah ≤ 2.
2.5
Antena Unidirectional Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal hanya dari
satu arah. Antena unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih dibandingkan jenis – jenis antena lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat
antena ini lebih banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh.
Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendengar sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut [7]. Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena helix, antena log-periodik, dan lain – lain. Gambar 2.5 salah satu jenis antena unidirectional yaitu antena Yagi-Uda.
Gambar 2.5 Antena Yagi-Uda 14
2.6
Pointing Antena Pointing merupakan sebuah tindakan mengarahkan antena pada bagian
penerima ke antena pengirim. Pengarahan antena dapat dicapai dengan menggunakan sudut azimut (AZ) dan sudut elevasi (EL). Sudut azimut didefinisikan sebagai sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu tegak lurus dengan bidang horizontal searah putaran jarum jam, dengan arah utara sebagai titik referensi. Sudut elevasi adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu yang sejajar dengan bidang horizontal, dengan bidang horizontal sebagai titik referensi [8]. Gambar 2.6 menunjukkan sudut elevasi dan sudut azimut.
Gambar 2.6 Sudut Elevasi dan Azimut Pengarahan antena ini mempengaruhi besar daya yang diterima, karena semakin terarahnya suatu antena maka redaman akibat pengarahan juga semakin kecil. Rugi-rugi kesalahan pengarahan antena dapat dihitung dengan [9]: LT = 12 (αT/θ3dB)2 dB
(2.15)
LR = 12 (αR/θ3dB)2 dB
(2.16)
15
Dimana: LT = redaman akibat kesalahan pengarahan transmitter (dB) LR = redaman akibat kesalahan pengarahan receiver (dB) αT = kesalahan pengarahan (0) θ3dB = lebar berkas pada saat daya 50% (0) Semakin kecil nilai αT dari suatu pointing, maka akan memperkecil redaman akibat kesalahan dari pengarahan antena. Gambar 2.7 menunjukkan skema kesalahan pointing dari antena pengirim dan penerima.
Gambar 2.7 Skema Kesalahan Pointing Antena Pengirim dan Penerima
2.7
Motor Servo Motor servo adalah sebuah perangkat atau aktuator putar (motor) yang
dirancang dengan sistem kontrol umpan balik loop tertutup (servo), sehingga dapat di atur untuk menentukan dan memastikan posisi sudut dari poros output motor. Gambar 2.8 menunjukkan motor servo.
Gambar 2.8 Motor Servo 16
Motor servo merupakan perangkat yang terdiri dari motor DC, serangkaian gear, rangkaian kontrol dan potensiometer [10]. Komponen di dalam motor servo dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Komponen Penyusun Motor Servo Berdasarkan struktur mesin, ada dua jenis motor servo yaitu motor servo AC dan DC. Motor servo AC dapat menangani arus yang tinggi atau beban berat, sehingga sering diaplikasikan pada mesin-mesin industri. Sedangkan motor servo DC biasanya lebih cocok untuk digunakan pada aplikasi-aplikasi yang lebih kecil. Motor servo DC menggunakan motor DC brushless sebagai penggeraknya. Oleh karena itu, prinsip kerja dari motor servo DC sama dengan prinsip kerja motor DC brushless. Motor DC brushless mempunyai empat bagian dasar yaitu rotor, stator, komutator elektronik dan sensor posisi rotor. Pada motor DC konvensional, medan magnet stasionernya dibangkitkan oleh sebuah magnet permanen atau elektromagnetik. Medan ini disebut stator karena sifatnya stasioner, sedangkan catu daya DC diberikan pada armature yang bebas berputar. Pada motor DC brushless justru medan magnetnya yang berputar. Medan magnet ini ditimbulkan oleh magnet permanen yang disebut sebagai rotor. Sedangkan catu daya DC
17
diberikan pada armature atau stator [11]. Gambar 2.10 menunjukkan konstruksi motor DC brushless.
Gambar 2.10 Motor DC Brushless Dengan melihat pada Gambar 2.11 dapat dijelaskan konsep dasar pemikiran kerja sebuah motor DC brushless.
Gambar 2.11 Motor DC Brushless Dengan Rangkaian Pengendali Pada Gambar 2.11 kumparan stator diberi label A sampai D. Rotor merupakan permanen magnet dengan polaritas seperti terlihat pada gambar 2.11. Blok A sampai D pada Gambar 2.11 terdiri dari switch-switch yang umumnya berupa transistor atau thyristor. Arus dari power suplai mengalir pada kedua arah melalui kumparan. Misalnya dianggap arus mengalir melalui kumparan A dan C,
18
menyebabkan kutub utara rotor berada dekat dengan kumparan A dan kutub selatan dengan kumparan C. Posisi ini diperjelas dengan melihat Gambar 2.12(a). Selanjutnya dengan arus tetap mengalir pada kumparan A dan C, arus di switch ke B dan D dengan arah seperti terlihat pada Gambar 2.12(b). Rotor motor tersebut akan bergerak meluruskan diri dengan medan resultan total, terlihat pada garis putus-putus. Selanjutnya arus pada kumparan A dan C terputus. Rotor akan terus bergerak sampai pada posisi seperti Gambar 2.12(c). Perhatikan bahwa rotor telah bergerak sejauh 90° [12].
Gambar 2.12 Perputaran Motor DC Brushless
2.8
Regulator Tegangan Regulator tegangan digunakan untuk menstabilkan keluaran tegangan dari
sumber daya atau power supply. Keluaran tegangan dari sumber daya yang belum distabilkan sangat dipengaruhi oleh perubahan tegangan masukan dan perubahan
19
beban. Oleh karena itu, tujuan regulator tegangan adalah mengatasi kedua pengaruh tersebut sehingga diperoleh tegangan keluaran yang stabil. Regulator tegangan dengan menggunakan komponen utama IC (Integrated Circuit) mempunyai keuntungan karena lebih praktis dan umumnya menghasilkan penstabilan tegangan yang lebih baik. Fungsi-fungsi seperti pengontrol, sampling, komparator, referensi, dan proteksi yang tadinya dikerjakan oleh komponen diskret, sekarang akan dirangkai dan dikemas dalam IC (Integrated Circuit). Ada beberapa jenis IC yang menghasilkan tegangan keluaran tetap baik positif maupun negatif, ada juga yang menghasilkan tegangan keluaran yang bisa diatur [13].
2.8.1
IC LM7805 IC LM7805 merupakan salah satu jenis IC regulator tegangan. IC jenis ini
dapat menghasilkan arus keluaran sampai 1 Ampere dan tegangan keluaran sebesar 5 Volt. Selain itu, IC ini juga memiliki fitur proteksi terhadap panas berlebih, proteksi terhadap korsleting dan proteksi daerah aman operasi transistor [14]. Gambar 2.13 menunjukkan IC LM7805.
Gambar 2.13 IC LM7805 Diagram blok dari IC LM7805 dapat dilihat pada gambar 2.14
20
Gambar 2.14 Diagram Blok IC LM7805 2.8.2
IC LM1117 IC LM1117 merupakan salah satu jenis IC regulator tegangan. LM1117
terdiri dari dua jenis, yaitu IC yang tegangan keluarannya dapat diatur (adjustable voltage) dan IC yang tegangan keluarannya tidak dapat diatur (fixed voltage). Jenis adjustable voltage dapat mengatur tegangan keluaran dari 1.25 V sampai 13.8 V dengan menambahkan dua resistor eksternal, sedangkan jenis fixed voltage memiliki tegangan keluaran 1.8 V, 2.5 V, 2.85 V, 3.3 V, dan 5 V [15]. Gambar 2.15 Menunjukkan IC LM1117.
Gambar 2.15 IC LM1117
21