BAB II TEORI DASAR 2.1
Umum Pada tahun 1600, William Gilbert dari Inggris yang membuat eksperimen
sistematis pertama tentang fenomena listrik dan medan magnet. Gilbert jugalah yang pertama menyatakan bahwa bumi sendiri adalah sebuah magnet yang sangat besar. Beberapa penemu juga ikut memberikan andil yang besar pada proses penemuan antena seperti Benjamin Franklin (Amerika Serikat, 1750), Charles Augustin de Coulomb (Prancis), Karl Fried Gauss (Jerman), Alessandro Volta (Italia, 1800), Michael Faraday (Inggris, 1831) dan James C. Maxwell (1873), walaupun penemuan Maxwell sangat penting bagi pengetahuan elektromagnetik modern, tetapi banyak scientist pada masanya yang meragukan kebenaran teorinya tersebut. Memerlukan lebih dari satu dekade hingga teori Maxwell diperhatikan kembali oleh Heinrich Rudolf Hertz (Jerman) [1]. Ketertarikan Hertz pada gelombang dihargai, dan pada tahun 1886, sebagai salah seorang profesor pada Technical Institute in Karlshure, dia mengumpulkan alat yang akan menyempurnakan sistem radio dengan end loaded dipole sebagai antena pengirim dan resonant square lop sebagai antena penerima. Selama dua tahun, dia memperluas percobaannya dan mulai mendemonstrasikan refleksi, refraksi dan polarisasi, yang menunjukkan bahwa selain perbedaan panjang gelombang, gelombang radio adalah sama dengan cahaya yaitu samasama gelombang elektromagnetik dan percobaan Hertz tersebut mengubah pandangan orang terhadap penemuan Maxwell [1].
6
Walaupun Hertz sering disebut sebagai ‘bapak radio’, namun selama hampir
satu
dekade,
penemuannya
hanya
tertinggal
di
laboratorium,
keingintahuan Guglielmo Marconi (yang pada saat itu berusia 20 tahun) yang melihat majalah tentang eksperimen Hertz, apakah gelombang Hertz itu bisa digunakan untuk mengirimkan pesan. Dia menjadi terobsesi dan melakukan penelitian di rumahnya. Dia mengulang eksperimen Hertz dan berhasil. Setelah itu ia mencobanya dengan antena yang lebih besar untuk jarak yang lebih jauh. Pada tahun 1901, ia mengumumkan kepada dunia bahwa ia telah menerima sinyal radio di Newfoundland, Canada, yang dikirimkan dari seberang samudera atlantik dari sebuah stasiun yang telah dibangun nya dari Cornwall, Inggris [1].
2.2
Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat
listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spectrum frekuensi radio. Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 [2] : =
(2.1)
Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa udara (free space), maka [2] :
7
v = c = 3 x 108 m/s 2.3
(2.2)
Pengertian Antena Antena adalah perangkat media transmisi wireless (nirkabel) yang
memanfaatkan udara atau ruang bebas sebagai media penghantar. Antena mempunyai fungsi untuk merubah energi elektromagnetik terbimbing menjadi gelombang elektromagnetik ruang bebas (gelombang mikro) yang merupakan fungsi antena sebagai transmitter (Tx). Energi listrik dari transmitter dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada receiver (Rx) akhir gelombang
elektromagnetik
dikonversi
menjadi
energi
listrik
dengan
menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima.
Antena
Antena
Gelombang Elektromagnetik
Rx
Tx
Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima 2.4
Parameter Karakteristik Antena Parameter karakteristik antena digunakan untuk menguji atau mengukur
performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi
8
antena, polarisasi antena, beamwidth antena, bandwidth antena, impedansi antena dan voltage standing wave ratio (VSWR). 2.4.1 Direktivitas Antena Direktivitas, pengarahan dari sebuah antena adalah perbandingan kerapatan daya maksimum terhadap daya rata-rata yang menembus seluruh kulit bola yang diamati pada medan jauh. Nilai D diperoleh melalui persamaan [3] :
=
=
( ,∅)
( ,∅)
(2.3)
2.4.2 Gain Antena Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel [4]. Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan [5] : Gain = G = k. D Dimana : k = efisiensi antena, 0 ≤ k ≤1
9
(2.4)
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu [6] : a.
b.
Ketika mengacu pada pengukuran daya (power) = 10
(2.5)
= 20
(2.6)
Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt)
Gain antena biasanya diukur relatif pada : 1) dBi (relatif pada radioator isotropic) 2) dBd (relatif pada radioator dipole) Hubungan antara dBi dan dBd adalah sebagai berikut [6] : 0 dBd = 2,15 dBi
(2.7)
Umumnya dBi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena. Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada persamaan [3]: =
(
(
)
)
× (
)
(2.8)
Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh persamaan [3] : Gt (dB) = [Pt(dBm) – Ps(dBm)] + Gs(dB)
10
(2.9)
Dimana : Gt
= Gain total antena.
Pt
= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).
Ps
= Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).
Gs
= Gain antena referensi.
2.4.3 Pola Radiasi Antena Pola radiasi antena pada umumnya terdiri dari sebuah lobe utama (main lobe) dan beberapa lobe kecil (minor lobe). Lobe utama merupakan gambaran kualitas antena yang menunjukkan energi yang tersalurkan sesuai dengan yang diinginkan (Gambar 2.2). Diagram arah sebenarnya tiga dimensi, tetapi biasa digambarkan sebagai dua dimensi, yaitu dua penampangnya saja yang saling tegak lurus berpotongan pada poros main lobe [1].
Gambar 2.2 Pola Radiasi Antena Directional
2.4.4 Polarisasi Antena Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena di mana arah elemen antena
11
terhadap permukaan bumi sebagai referensi arah. Dalam jaringan wireless, polarisasi dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan sinyal yang diinginkan dan mengurangi derau dan interferensi dari sinyal yang tidak diinginkan. Polarisasi dari sebuah antena menginformasikan ke arah mana medan listrik memiliki orientasi dalam perambatannya. Ada tiga macam polarisasi secara garis besarnya yaitu polarisasi linier, eliptis dan circular. a. Polarisasi Linier Polarisasi linier terdiri dari polarisasi vertikal dan polarisasi horisontal. Arah dari polarisasi ditentukan oleh arah dari medan listrik. Polarisasi linier, artinya, dengan berjalannya waktu arah dari medan listrik tidak berubah, hanya orientasinya saja. Gambar 2.3 menunjukkan sebuah gelombang yang memiliki polarisasi linier yang vertikal. Medan listrik terletak secara vertikal. Di gambar, arah medan listrik selalu menunjuk ke arah sumbu x positif atau negatif (Ex) dan arah medan magnet-nya selalu ke sumbu y positif atau negatif (Hy). Polarisasi linier yang horisontal merupakan kebalikan dari vertikal. Medan listrik terletak horisontal (arah sumbu y) [7].
Gambar 2.3 Polarisasi Linier
12
b. Polarisasi Eliptis Berbeda dengan polarisasi linier, pada gelombang yang mempunyai polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu dan perambatan, medan listrik dari gelombang itu melakukan putaran dengan ujung panah-panahnya terletak pada sebuah permukaan silinder dengan penampang elips. Pada kasus tertentu panjang sumbu utama dari penampang elips tersebut sama, sehingga berbentuk lingkaran. Gambar 2.4 menunjukkan orientasi dari medan listrik (E) yang terpolarisasi eliptis [7].
Gambar 2.4 Polarisasi Eliptis
c. Polarisasi Circular Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless. Dengan antena berpolarisasi circular, medan elektromagnetik berputar secara konstan terhadap antena [8]. Gambar 2.5 menunjukkan polarisasi circular.
13
Gambar 2.5 Polarisasi Circular Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan elektromagnetik pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika meninggalkan antena. Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar berlawanan arah jarum jam ketika meninggalkan antena.
2.4.5 Beamwidth Antena Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama [5]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut [8] : =
.
,
(2.10)
14
Dimana : B = 3 dB beamwidth (derajat) = frekuensi (GHz) d = diameter antena (m) Gambar 2.6 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik setengah daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.
Gambar 2.6 Beamwidth Antena
2.4.6 Bandwidth Antena Bandwidth suatu antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi dimana kerja yang berhubungan dengan berapa karakteristik (seperti impedansi masukan,
15
pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss, axial ratio) memenuhi spesifikasi standar [9].
Gambar 2.7 Bandwidth Antena Dari Gambar 2.7 diketahui f1 adalah frekuensi bawah, f2 adalah frekuensi atas dan fc merupakan frekuensi tengah. Dengan melihat Gambar 2.7 bandwidth dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini [8] : %=
× 100%
(2.11)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.
2.4.7 Impedansi Antena Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan elektrik terhadap medan magnetik pada suatu titik [5]. Dengan kata lain pada sepasang
terminal
maka
impedansi
antena
bisa
didefinisikan
perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.
16
sebagai
ZT
V I
(2.12)
Dimana : ZT = impedansi terminal V = beda potensial terminal I = arus terminal
2.4.8 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) Pada saat sinyal merambat ke arah tertentu dalam saluran transmisi, maka perbandingan antara tegangan dan arus sinyal dapat dipandang sebagai impedansi karakteristik saluran. Akan tetapi setelah sinyal mencapai ujung saluran dimana beban berada, keadaan akan lain tergantung pada kondisi beban tersebut. Bila besar impedansi beban tepat sama dengan impedansi karakteristik saluran, maka daya sinyal yang datang ke beban akan diserap seluruhnya oleh beban. Tetapi bila besar impedansi beban tidak sama dengan impedansi karakteristik saluran, maka sebagian sinyal yang datang ke beban itu akan memantul dan kembali menuju ke sumbernya semula. Besarnya sinyal yang dipantulkan kembali menuju sumber ini bergantung kepada bagaimana ketidaksamaan antara impedansi karakteristik saluran terhadap impedansi beban. Perbandingan antara level tegangan yang datang menuju beban dan yang kembali ke sumbernya disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang dinyatakan dengan simbol Γ.
17
Harga koefisien pantul ini dapat bervariasi antara 0 sampai 1. Jika bernilai 0 artinya tidak ada pantulan dan jika bernilai 1 artinya sinyal yang datang ke beban seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya. Hal ini dinyatakan dalam persamaan [8] : V V
(2.13)
Hubungan antara koefisien refleksi, impedansi karakteristik dan impedansi beban dapat dituliskan [8] :
Z L Zo Zl Zo
(2.14)
Pantulan daya pada saluran yang direpresentasikan dengan adanya tegangan pantul dan arus pantul di sepanjang saluran akan bertemu dengan gelombang datang dan menimbulkan gelombang resultan yang disebut dengan gelombang berdiri (standing wave). Gelombang berdiri memiliki tegangan maksimum dan minimum dalam saluran yang besarnya tergantung pada tegangan maupun arus pantul. Perbandingan antara tegangan maksimum terhadap tegangan minimum ini disebut voltage standing wave ratio (VSWR). Secara sederhana VSWR dapat dituliskan sebagai [8] :
VSWR
Vmax Vmin
(2.15)
VSWR merupakan parameter yang menentukan kualitas dari transmisi suatu sinyal dari sumber ke beban. Besar nilai VSWR yang ideal adalah 1, yang artinya dalam saluran tidak ada gelombang pantul atau semua daya yang 18
diradiasikan antena pemancar diterima semua oleh antena penerima. Semakin besar nilai VSWR menunjukkan daya yang dipantulkan semakin besar. Gambar 2.8 menunjukkan gambar VSWR. Hubungan VSWR dengan koefisien refleksi dapat dituliskan [8] :
VSWR
1 1
(2.16)
Amplitudo
s
t Gambar 2.8 Voltage Standing Wave Ratio
2.5
Antena Isotropis Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke
segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisa struktur antena yang lebih kompleks. Gambar 2.9 menunjukkan gambar antena isotropis [10].
19
Gambar 2.9 Antena Isotropis
2.6
Antena Directional Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena
unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena omnidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah.
2.6.1 Antena Unidirectional Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radiasinya yang terarah. Antena unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih dibandingkan jenis-jenis antena lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendengar sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain
20
tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut. Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena Helix, antena log-periodic, dan lain-lain [1]. Gambar 2.10 memperlihatkan contoh antena unidirectional.
Gambar 2.10 Contoh Antena Unidirectional
2.6.2 Antena Omnidirectional Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk
21
pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia juga polarisasi horisontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks contoh antena omnidirectional antara lain antena dipole, antena Brown, antena coaxial, antena super-turnstile, antena ground plane, antena collinear, antena slot wave guide, dan lain-lain [1]. Gambar 2.11 memperlihatkan beberapa contoh antena omnidirectional.
Gambar 2.11 Contoh Antena Omnidirectional 2.7.
Antena Dipole- /2 Antena Dipole adalah bentuk yang sangat penting dari antena RF yang
sangat banyak digunakan untuk transmisi radio dan menerima aplikasi. Dipol sering digunakan sendiri sebagai antena RF, tetapi juga membentuk elemen
22
penting dalam banyak jenis antena RF. Karena itu adalah mungkin bentuk paling penting dari RF antena. Dipole- /2 adalah dipole dengan panjang setengah dari panjang gelombang pada frekuensi kerjanya, dipole ini adalah salah satu dipole yang paling sering dipergunakan. Hal ini dikarenakan resistansi masukannya 73 Ω, yang sangat dekat dengan impedansi karakteristik 75 Ω dari beberapa saluran transmisi, sehingga memudahkannya untuk me-match sambungan saluran transmisi ke antena, terutama pada saat resonansi. Gambar 2.12 menunjukkan struktur Antena Dipole- /2.
Gambar 2.12 Struktur Antena Dipole - /2
2.8
Komponen Pada Antena Dipole- /2 Dalam pembuatan atau perancangan suatu antena diperlukan suatu
komponen penunjang yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan dari komponen yang diperlukan dalam pembuatan Antena Dipole.
23
2.8.1 Panjang Antena Dipole- /2 Dalam menentukan panjang dari Antena Dipole- /2, terdapat beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu panjang gelombang dari elemen Antena Dipole- /2, panjang gelombang dalam ruang bebas dan frekuensi kerja dari antena. Berikut rumus dalam menentukan panjang dari Antena Dipole- /2. =
λ = kλ = k
(2.17 )
Dimana: l
= panjang Antena Dipole- /2 d
= panjang gelombang elemen dipole- /2
0
= panjang gelombang pada ruang bebas
c
= cepat rambat cahaya
f
= frekuensi kerja antena
2.8.2 Bahan Antena Dipole- /2 Untuk analisis yang dilakukan dalam pengujian Antena Dipole- /2, dipakai beberapa bahan pembuat sebagai perbandingannnya. Bahan logam yang dipakai dalam perbandingan yaitu perak, tembaga, emas, aluminium, kuningan dan besi. Salah satu parameter yang diperlukan yaitu nilai konduktivitas dan luas penampang dari bahan tersebut. Bahan antena yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.1 [11].
24
Tabel 2.1 Bahan Antena No.
Bahan
Konduktivitas (σ)
1
Perak
6,17 x 107 Ω/m
2
Tembaga
5,80 x 107 Ω/m
3
Emas
4,10 x 107 Ω/m
4
Aluminium
3,82 x 107 Ω/m
5
Kuningan
1,50 x 107 Ω/m
6
Besi
1,03 x 107 Ω/m
Adapun pemilihan bahan-bahan untuk pembuatan suatu antena didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: - Ketahanan bahan terhadap korosi - Kekuatan mekanisnya - Harganya relatif murah - Ketersediaan bahan dipasaran Diantara bahan-bahan diatas dipilih bahan aluminium dan tembaga sebagai bahan dasar antena. Aluminium dan tembaga dipilih karena memiliki konduktivitas yang bagus. 2.9 Parameter Antena Dipole- /2 Parameter yang bisa mempengaruhi kualitas Antena Dipole- /2, antara lain impedansi, beamwidth,
direktivitas, gain, daya radiasi antena, dan pola
radiasi.:
25
a. Impedansi antena diketahui dari Persamaan (2.18). =
(2.18)
b. Beamwidth (lebar berkas) pada suatu pola radiasi antena merupakan besar sudut antena antara 2 buah titik pada pola radiasi, yang mempunyai rapat daya ½ (-3dB) dari nilai rapat daya maximum. Secara teoritis diketahui bahwa beamwidth (HPBW) dari antena dipole- /2 adalah 78o.[10]
Gambar 2.13 Beamwidth -3 dB Gambar 2.13 menunjukkan cara penentuan beamwidth. Dari Gambar 2.13, dapat dihitung nilai beamwidth melalui Persamaan (2.19).
θ = θ2 – θ1
θ1 : sudut pada saat E di kuadran 1 atau 3 sama dengan 0,707 θ2 : sudut pada saat E di kuadran 2 atau 4 sama dengan 0,707
26
(2.19)
c. Direktivitas (keterarahan) ialah perbandingan intensitas radiasi maksimum (U(θ,φ)max) dengan intensitas radiasi rata-rata (Uav), sesuai Persamaan (2.20) Berikut direktivitas dari Dipole- /2: D=
=
= 1,64
,
(2.20)
Atau sama dengan 2,15 dB.[10] d. Gain (G), dengan nilai k (faktor efisiensi) ditentukan, misalnya 0,9. Nilai Gain atau penguatan antena dihasilkan dari persamaan (2.21). G = k.D
(2.21)
k adalah faktor efisiensi Antena (0 ≤ k ≤ 1). Secara teoritis, Gain Antena Dipole- /2 adalah 2.15 dBi yang dijelaskan pada persamaan (2.22)[10].
=
=
=
=
(
)
≈ 1.64 ≈ 2.15
(2.22)
e. Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang tergantung pada frekuensi. Panjang fisik - /2 pada Persamaan (2.17)
dan untuk panjang
gelombang sesuai dengan Persamaan (2.1) dapat dihitung untuk panjang antena dipole yang beroperasi pada frekuensi :
1. 3 MHz (pada siaran AM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 3MHz, maka : =
= 100 meter , maka l =
27
= 50 meter.
2. 300 MHz (pada siaran FM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 300 MHz, maka : =
= 1 meter , maka l = = 0,5meter = 50 cm
3. 10 GHz (pada band microwave) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 10 GHz, maka : =
2.10
= 0,03 meter , maka l =
,
= 0,015 meter = 1,5 cm
Pola Radiasi Pada Antena Dipole Pola radiasi merupakan gambaran sifat-sifat radiasi (medan jauh) oleh
suatu antena. Pola radiasi terjadi karena arus listrik dalam suatu kawat selalu dikelilingi oleh medan magnetis. Arus listrik bolak balik (alternating current) menyebabkan muatan-muatan listrik bebas dalam kawat akan mendapat percepatan, sehingga timbul suatu medan elektromagnetik bolak balik yang akan berjalan menjauhi antena dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terbentuklah medan elektromagnetik. Medan radiasi terbagi menjadi tiga, yaitu medan dekat reaktif, medan dekat, dan medan jauh. Sketsa medan radiasi dapat diketahui pada Gambar 2.14 [5].
28
a. Pembagian Medan Radiasi
b. Aliran Energi pada Antena Dipole
Gambar 2.14 Sketsa Medan Radiasi pada Antena Dipole Pada Gambar 2.14 (b), dapat dilihat pola radiasi antena dipole ke berbagai arah dalam medan radiasi. Daerah medan antena yang mempunyai kriteria jarak minimum pengamatan medan jauh dihasilkan dari persamaan (2.23).
=
.
(2.23)
Dimana: r : jarak minimum pengamatan medan jauh (m) Batas maksimum daerah medan jauh ini tak terhingga. Pola radiasi dapat digambarkan dengan sistem koordinat 3 (tiga) dimensi, sebab pola radiasi antena itu berbentuk 3 (tiga) dimensi pula, seperti Gambar 2.15.
29
Gambar 2.15 Koordinat-koordinat Bola (spherical coordinates) Gambar 2.15 menunjukkan bahwa posisi masing-masing koordinat bola (r,θ,φ) bisa digunakan untuk menggambarkan pola radiasi pada suatu jarak tertentu (r) dari antena. Pola radiasi sering digambarkan dengan pola dua dimensi dengan koordinat kutub maupun koordinat xy (absis : x, ordinat : y), seperti pada Gambar 2.16.
(a)
30
(b) Gambar 2.16 Pola Radiasi Antena dalam Dua Dimensi a ) Polar plot/koordinat kutub b) Rectangular plot / koordinat – xy Pada umumnya, pola radiasi antena mempunyai berkas atau cuping utama (major lobe) maupun berkas atau cuping pada arah yang lain (minor lobe). Major lobe adalah berkas yang arah radiasinya ke depan (arah tujuan). Sedangkan minor lobe ialah berkas radiasi yang sebenarnya tidak diinginkan, yaitu berkas yang berada di sebelah major lobe (disebut side lobe) dan berkas yang berlawanan dengan major lobe (disebut back lobe). 2.11 Aplikasi Metoda Numerik pada Antena Solusi problematika antena, berupa diagram radiasi, gain, faktor refleksi, dsb sangat sulit didapatkan secara eksak, yang dilakukan pada bab-bab sebelum adalah dengan melakukan berbagai macam asumsi yang secara praktis sering bisa diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana formulasi pendekatan ini memberikan hasil yang masih bisa diterima akurasinya. Untuk menjawab hal ini, perlu diketahui prosedur pensolusian masalah dengan cara yang lebih akurat, sehingga didapatkan persentasi kesalahan yang akan muncul. Pensolusian yang
31
lebih akurat dilakukan dengan menggunakan metode komputasi yang berbasiskan pada perhitungan numerik dari Maxwell dan turunannya. Ada banyak metode numerik yang diperkenalkan selama ini. Misalnya, metode persamaan integral, yang biasanya dijawab dengan metode momen (method of moment/MoM), metode elemen hingga (finite element methode/FEM), metode diferensi hingga wilayah waktu (finite difference time domain/FDTD), metode frekuensi tinggi (seperti geometrical
optics/GO,
physical
optics/PO,
dan
uniform
theory
of
diffraction/UTD) dan metode kombinasi beberapa buah metode single diatas yang dikenal dengan metode hybrid.[7] 1. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) Metode
Elemen
Hingga
adalah
metode
numerik
untuk
mendapatkan solusi persamaan differensial, baik persamaan differensial biasa (Ordinary Differential Equation) maupun persamaan differensial parsial (Partial Differential Equation). Karena persamaan differensial seringkali digunakan sebagai model permasalahan enjineering maka penting bagi para insinyur untuk dapat memahami dan mampu menerapkan MEH. Saat ini MEH merupakan salah satu metode numerik paling
versatile
untuk
memecahkan
problem
dalam
domain
kontinuum.[12]. Pada awalnya MEH dikembangkan untuk memecahkan problem di bidang mekanika benda padat (solid mechanic), tetapi kini MEH sudah merambah hampir ke semua problem enjineering seperti mekanika fluida (fluid mechanics), perpindahan panas (heat transfer), elektromagnetik
32
(electro magnetism), getaran (vibration), analisis modal (modal analysis), dan banyak lagi problem enjineering lainnya[12]. Proses inti MEH adalah membagi problem yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil atau elemen-elemen dari mana solusi yang lebih sederhana dapat dengan mudah diperoleh. Solusi dari setiap elemen jika elemen digabungkan akan menjadi solusi problem secara keseluruhan. Gambar 2.17 menjelaskan cara kerja MEH dimana solusi suatu problem yang kompleks diaproksimasikan oleh solusi elemen. Untuk mendapatkan solusi
elemental,
MEH
menggunakan
fungsi
interpolasi
untuk
mengaproksimasikan solusi elemen. Untuk contoh ini suatu fungsi linier yang sederhana dipergunakan sebagai fungsi interpolasi. Setelah solusi setiap elemen diperoleh, dengan menggabungkan solusi-solusi elemen maka solusi keseluruhan problem dapat diperoleh. Dengan menggunakan fungsi polinomial seperti fungsi kuadratik sebagai fungsi interpolasi, solusi yang lebih akurat bisa diperoleh [12]. Untuk aplikasi antena secara umum, MEH bisa memodelkan problem
yang
memiliki
dielektrika
yang
beraneka-ragam.
MEH
mendiskretisasikan volume yang dimilikinya ke dalam volume yang kecilkecil, biasanya digunakan tetrahedral. Diskritisasi elemen MEH tampak pada Gambar 2.17.
33
Gambar 2.17 Diskretisasi Elemen menggunakan Metode Elemen Hingga MEH adalah metode yang bekerja pada problem tertutup. Sehingga untuk aplikasi antena, haruslah digunakan batasan fiktif, yang bertugas untuk menutup ruangan yang akan diamati dan didiskretisasi. Permukaan penutup wilayah kerja ini adalah bidang yang memiliki sifat absorbsing boundary condition (ABC), atau permukaan yang berbentuk lapisanlapisan yang mampu menyerap gelombang datang (perfectly matched layer/PML). Atau sebagai alternatif, MEH dikombinasikan dengan metode persamaan integral sebagai metode hibrida. Metode komersial yang berbasiskan MEH misalnya program High Frequency Structure Simulator (HFSS) yang dikembangkan oleh perusahaan
Ansoft
(www.ansoft.com).
Sedangkan
program
yang
disebarkan secara bebas di internet contohnya ElectroMagnetic Analysis Program/EMAP (www.cvel.clemson.edu/ modelling/EMAG/EMAP/).[7]
34
2. Metode Diferensi Hingga Wilayah Waktu (Finite Difference Time Domain) Metode diferensi hingga adalah metode yang sangat mudah dimengerti. Dasar dari metode ini adalah penggunaan diferensi (pengurangan) sebagai pengganti differensiasi.
Finite-Difference Time-Domain (FDTD) termasuk dalam metode pemodelan numerik berbasis diferensial berdomain waktu. Persamaan Maxwell (dalam bentuk diferensial parsial) yang dimodifikasi menjadi persamaan diferensial center, didiskritisasi, dan diimplementasikan dalam perangkat lunak. Diskritisasi FDTD dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Diskritisasi Elemen pada CST Microwave Studio
Persamaan dipecahkan secara siklik: medan listrik diselesaikan pada suatu saat, lalu medan magnet diselesaikan di detik berikutnya, dan proses ini diulang lagi dan lagi.
Software komersial yang berbasiskan FDTD misalnya XFDTD yang dikembangkan oleh perusahaan Remcom (www.remcom.com). 35
Selain itu CST Microwave Studio Suite yang dapat ditemui di alamat www.cst.com. Empire yang dikembangkan oleh perusahaan IMST (www.empire.de), dan Semcad (www.semcad.com) [7].
36