BAB II TATANAN GEOLOGI
II.1 Tatanan Geologi Regional
II.1.1 Fisiografi Jawa Barat
Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi empat zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: -
Zona Dataran Pantai Jakarta, memanjang dari ujung barat Pulau Jawa ke arah timur mengikuti pantai utara Jawa Barat ke kota Cirebon. Zona ini memiliki morfologi yang datar, sebagian besar ditempati oleh endapan alluvial dan lahar gunung api muda, secara setempat dijumpai batuan sedimen marin tesier yang terlipat lemah.
-
Zona Bogor, terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, memanjang melalui kota Bogor, Purwakarta dan menerus sampai Buniayu di Jawa Tengah. Zona ini memiliki morfologi berbukit–bukit yang umumnya memanjang dengan arah barat–timur di sekitar kota Bogor. Menurut Van Bemmelen (1949) zona ini merupakan antiklinorium yang terdiri dari lapisan batuan berumur Neogen yang terlipat kuat.
-
Zona Bandung atau Zona Depresi Tengah, dibentuk oleh depresi antar pegunungan (Intramontane depressions). Pegunungan yang membatasi depresidepresi tersebut pada umumnya berupa tinggian yang tersusun atas batuan berumur tersier. Secara struktural, zona ini merupakan puncak antiklin Jawa.Barat yang runtuh setelah pengangkatan, lalu dataran rendah ini terisi oleh endapan gunung api muda. Dalam Zona Bandung, terdapat beberapa tinggian yang terdiri dari endapan sedimen tua yang menyembul diantara endapan vulkanik, yang disebut Punggungan Zona Depresi Tengah. Salah satu yang penting adalah G. Walat di Sukabumi dan Perbukitan Rajamandala di daerah Padalarang.Dari penyelidikan ini, Zona Bandung dalam sejarah geologinya tidak dapat dipisahkan dengan Zona Bogor, kecuali oleh banyaknya puncak-puncak gunungapi yang masih aktif sampai sekarang.
-
Zona Pegunungan Selatan Jawa barat, terbentang dari Pelabuhan Ratu hingga Nusa Kambangan, Cilacap. Dimana bagian pegunungan selatan sendiri dapat 2.1
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Jampang, Pangalengan, dan Karangnunggal. Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung terlihat jelas di lembah Sungai Cimandiri. Batas tersebut berupa perbukitan bergelombang pada lembah Sungai Cimandiri, langsung berbatasan dengan dataran tinggi (pleteau) dari Pegunungan Selatan dengan beda tinggi sekitar 200 m ( Pannekoek, 1946 op.cit Martodjojo, 1984).
Berdasarkan pembagian zona ini, daerah penelitian Lapangan Awibengkok dan sekitarnya terletak di Zona Bogor (gambar II.1).
Gambar II.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (Van Bemelen, 1949)
II.1.2 Struktur Geologi Regional
Secara regional, daerah penelitian terletak pada jalur volkanik-magmatik yang merupakan bagian dari Busur Sunda (Martodjojo, 1984). Busur Sunda, yang membentang dari Pulau Sumatera ke arah timur hingga Nusa Tenggara, merupakan manifestasi dari interaksi antara Lempeng Samudera Indo-Australia dengan Lempeng
2.2
Eurasia. Interaksi ini terjadi dengan Lempeng Samudera Indo-Australia bergerak ke utara dan menunjam ke bawah tepian benua Lempeng Eurasia yang relatif tidak bergerak (Hamilton, 1979) (gambar II.2).
Gambar II.2. Peta Tektonik Indonesia (Sapiie, dkk., 2006)
Aktivitas lempeng yang bekerja sangat berperan dalam membentuk tatanan tektonik suatu daerah, baik dalam membentuk blok-blok ketinggian atau blok-blok depresi yang dapat berubah fungsi menjadi cekungan-cekungan pengendapan. Dengan kata lain, aktivitas lempeng tersebut menjadi faktor yang sangat penting dalam pembentukkan tatanan struktur dan stratigrafi suatu daerah.
Pola struktur dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) adalah (gambar II.3) : 1. Pola Meratus berarah timur laut-barat daya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir – Eosen Awal), sangat dominan di daerah lepas pantai Jawa Barat dan menerus hingga ke Banten.
2.3
2. Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal – Oligosen Awal), 3. Pola Struktur Sumatera, berarah baratlaut-tenggara, sejajar dengan arah sumbu panjang Pulau Sumatera. Pola ini tidak terlalu dominan di Daerah Jawa Barat. Pola ini mungkin hanya melibatkan batuan dasar dan ditafsirkan sebagai kelanjutan dari jejak tektonik yang tua di Pulau Sumatra 4. Pola Jawa berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu, merupakan pola struktur yang paling muda, memotong dan merelokasi Pola Struktur Meratus dan Pola Struktur Sunda.
Gambar II.3. Peta Pola Struktur Jawa Barat (Martodjojo, 1984)
II.1.3 Stratigrafi Regional
Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala sedimentasi berdasarkan macam sedimen pembentuknya (Martodjojo, 1984) (gambar II.4), yaitu :
Mandala paparan kontinen di utara, tempatnya hampir sama dengan zona fisiografi Dataran Pantai Jakarta. Dicirikan oleh endapan paparan yang umumnya
2.4
terdiri dari batugamping, batulempung dan batupasir kuarsa dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batas selatan Mandala paparan kontinen ini diperkirakan sama dengan penyebaran singkapan Formasi Parigi dari Cibinong, Purwakarta, sejajar dengan pantai utara. Bagian utara menerus ke lepas pantai, meliputi daerah pemboran minyakbumi di lepas Pantai Utara Jawa.
Mandala Cekungan Bogor di selatan dan timur, meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelen (1949) yakni Zona Bogor, Zona Depresi Bandung dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Mandala ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan sedimen seperti andesit, basalt, tufa dan batugamping.
Mandala Banten di barat, yang kurang begitu jelas batas–batasnya karena sedikitnya data yang diketahui. Tetapi diperkirakan pada umur Tersier awal ciri– ciri mandala ini mirip Cekungan Bogor, tetapi akhir Tersier lebih mirip paparan kontinen.
Berdasarkan pembagian mandala sedimentasi di atas, daerah penelitian terletak pada mandala Cekungan Bogor. Mandala Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984) mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang zaman Tersier–Kuarter. Manda ini terdiri dari tiga siklus pengendapan. Pertama-tama diendapkan sedimen laut dalam, kemudian sedimen darat yang berangsur berubah menjadi sedimen laut dangkal, dan yang terakhir diendapkan sedimen dengan mekanisme aliran gravitasi. Siklus pertama dan kedua sedimen berasal dari utara, sedangkan siklus ketiga berasal dari selatan.
Pada Kala Eosen, cekungan ini berada di muka busur vulkanik (cekungan muka busur). Endapan tertua di Cekungan Bogor ini berumur Eosen awal yang dijumpai di Teluk Ciletuh (Martodjojo, 1984). Pada cekungan tersebut terendapkan Formasi Ciletuh yang tersusun oleh perselingan lempung dan pasir dengan sisipan breksi, yang diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi diatas endapan melange.
Setelah itu, pada Kala Eosen–Miosen awal, diendapkan berturut–turut Formasi Bayah, Formasi Batuasih dan Rajamandala. Formasi Bayah ini berumur Oligosen awal–
2.5
tengah dan tersusun atas batupasir greywacke dan batupasir kuarsa berseling dengan serpih, dijumpai juga sisipan konglomerat yang diendapkan pada lingkungan fluvial delatic. Sedangkan Formasi Batuasih dan Formasi Rajamandala yang berumur Oligosen–Miosen merupakan endapan laut dangkal yang masing–masing tersusun oleh batulempung hitam dan serpih (Fm. Batuasih) serta batugamping (Fm. Rajamandala). Formasi Batuasih diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Bayah dan memiliki hubungan saling menjari dengan Formasi Rajamandala.
Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada kala tersebut berasal dari daerah yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Paparan Sunda yang berasal dari utara. Daerah utar Sesar Cimandiri ini pada kala Oligosen–Miosen diperkirakan merupakan periode yang didominasi oleh sedimen vulkanik yang berasosiasi dengan sistem busur kepulauan (Martodjojo, 1984).
Pada kala Miosen awal, terdapat indikasi mulainya aktivitas gunung api. Batuan asal gunung api ini bersifat basaltis–andesitis dengan komposisi kimia calc alcali (Whiteford, 1975 op. cit Martodjojo, 1984). Endapan vulkanik yang berasal dari selatan kemudian tertampung dalam Cekungan Bogor yang pada kala ini terdapat di belakang busur vulkanik (cekungan belakang busur). Cepatnya penyebaran dan pengendapan rombakan deretan gunung api ini mematikan pertumbuhan paparan karbonat (Formasi Rajamandala), lalu mulai terendapkan endapan vulkanik Formasi Jampang yang tersusun atas breksi, tufa dan lava, serta Formasi Citarum yang tersusun atas fragmen yang lebih halus berupa perselingan breksi. Kedua Formasi yang berkorelasi ini merupakan suatu bagian sebuah sistem submarine fan, dimana Formasi Jampang mewakili bagian upper fan dan Formasi Citarum mewakili lower fan Kedua formasi tersebut diendapkan pada lingkungan laut dalam. Kemudian di atas Formasi Citarum diendapkan Formasi Saguling yang berupa breksi pada kala Miosen Tengah.
Kala Miosen akhir, Cekungan Bogor masih terletak pada belakang busur. Pada kala ini diendapkan Formasi Cigadung di bagian selatan yang terdiri dari breksi yang dominan dan Formasi Cantayan di bagian utara dengan ciri breksi berseling dengan
2.6
batulempung dan batupasir. Keduanya diendapkan pada lingkungan pengendapan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi.
Pada Kala Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak–puncak gunung api. Cekungan Bogor pada kala ini merupakan jalur magmatis (busur vulkanik). Daerah pegunungan di selatan mengalami penurunan dan genang laut, dan di tempat ini terendapkan Formasi Bentang. Sedang di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser.
Kala Plistosen–Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan geologi saat ini. Aktivitas gunung api yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi Tambakan dan endapan gunung api muda saat ini. Pada permulaan kala ini terjadi perpindahan pusat gunung api dari selatan ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig & Sharman, 1955, op. cit Martodjojo, 1984)
Berdasarkan stratigrafi regional daerah penelitian hanya tersusun atas Formasi endapan vulkanik yang berumur Pleistosen - Resen.
Gambar II.4. Kolom Stratigrafi regional daerah Jawa Barat (Martodjojo, 1984)
2.7
II.2 Tatanan Geologi Lapangan Panasbumi Awibengkok
Lapangan panas bumi Awibengkok yang juga dikenal dengan sebutan lapangan Salak, berlokasi 60km dari Jakarta pada Pulau Jawa, Indonesia. Area Kontrak Karya lapangan Awibengkok termasuk daerah yang berproduksi saat ini terletak pada daerah dataran tinggi sebelah barat daya Gunung Salak (2211 dpl). Lapangan Awibengkok mepunyai reservoir yang merupakan reservoir panas bumi terbesar di Indonesia (Ibrahim dkk, 2005, op.cit Stimac, 2008) dan ke 4 terbesar dengan sistem liquiddominated di dunia setelah Cerro Prieto, Tongonan dan Bulalo. Reservoir yang terbukti pada daerah ini seluas 18 km2 dan sudah terpasang pembangkit listrik berkapasitas 377Mwe atau bisa disetarakan dengan 20Mwe/km2 (Stimac dkk., 2008).
Lapangan panas bumi Awibengkok dieksplorasi dan dikembangkan pada awalnya oleh Union Oil of California (Unocal Geothermal Indonesia; UGI), dan beralih pihak kemanajemenan ke Chevron pada 2005 dimana Chevron mengakuisisi Unocal.
Lapangan panas bumi Awibengkok berada pada lokasi pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 950 – 1500 dpl. Puncak-puncak tertingi pada lokasi ini dikenal dengan nama Gagak, Perbakti dan Endut merupakan gunung api andesit yang tidak aktif. Puncak-puncak tertinggi tersebut merupakan batas pengembangan wilayah Lapangan Panas bumi Awibengkok ini. Kaldera Cianten, sebuah collapse andesite stratocone dengan ketinggian lantai permukaan berkisar pada 850 – 950 m dpl terletak pada daerah barat lapangan Awibengkok. Daerah barat lapangan Awibengkok dan Kaldera Cianten dialiri oleh sungai yang mengalir ke arah utara melalui celah di daerah timur laut pada Kaldera Cianten. Berdasarkan laporan penelitian internal perusahaan Unocal mengenai pengukuran umur dengan metoda pengukuran unsur elemen K-Ar dan 40Ar /
39
Ar, dan
14
C diketahui bahwa puncak-puncak utama di daerah ini terbentuk pada
kisaran waktu 860 – 160 ribu tahun yang lalu (ka), dimana ancestral andesitic cone pada Kaldera Cianten terbentuk pada kisaran waktu 1610 sampai 670 ka (Stimac dkk., 2008) (Gambar II.5a dan b).
2.8
Gambar II.5a. Peta Geologi Lapangan Panas Bumi Awibengkok (Stimac dkk., 2008)
2.9
Gambar II.5b. Umur batuan vulaknik berdasarkan pengukuran dating unsur K-Ar dan 40
Ar / 39 Ar, dan 14 C (Stimac dkk., 2008).
2.10
Di dalam area produksi lapangan Awibengkok, batuan andesit – rhyodasit tufa dan lava yang berumur 185 – 280 ka sebagian mengisi sisa-sisa rekahan / codetan (scars) pada kerucut Kiaraberes dan mengalir ke bawah berarah barat, barat daya, dan utara. Batuan ini mendasari batuan kubah rhyolit, lava dan sikuen tephra. Kedua sikuen tererupsi secara primer mengikuti tren patahan yang berarah utara-timur laut yang memotong bagian timur area Awibengkok. Umur dari rhyodasit vulkanik berkisar antara 120 – 40 ka berdasarkan pengukuran unsur K-Ar dan pengukuran unsur
14
40
Ar /
39
Ar. Dari
C pada material organik yang terkandung di endapan lahar,
diketahui berumur 40.000 tahun, dimana endapan lahar ini secara posisi stratigrafi berada di atas dari batuan rhyodasit vulkanik tersebut. (Stimac dkk., 2008).
Bagian paling atas dari unit silicic adalah extensive tephra yang dikenal dengan “Tufa Oranye”. Umur dari unit tersebut berkisar antara 40.000 – 8.400 tahun berdasarkan dating unsur 14 C pada batuan lahar yang berada di bawah dan unit breksi hidrotermal di atasnya. Breksi hidrotermal yang berada di atas “Tufa Oranye” mempunyai ketebatal hingga 10 m pada daerah selatan kawah Cibereum dan 4 m pada daerah dekat dengan sumur AWI-2. Berdasarkan dari peta ketebalan dan besar butir dari fragmen yang ada pada batuan breksi hidrothermal tersebut, batuan breksi ini diduga diendapkan mengisi tempat yang sama dimana “Tufa Oranye” diendapkan. Terdapatnya endapan breksi yang berumur lebih tua, bersifat phreatik yang berada dibawah lapisan “Tufa Oranye” didekat sumur AWI-14, diinterpretasikan merupakan akibat dari aktifitas hidrothermal yang kuat pada daerah ini. Aktivitas ini terus berlangsung sampai kurun waktu resen termasuk erupsi phreatic kecil pada daerah yang sama. Beberapa fumarol pada daerah komplek Cibeureum menjadi lebih aktif sebagai dampak dari semakin aktifnya komersialisasi reservoir panas bumi di daerah ini. (Stimac dkk., 2008)
Pemetaan terakhir dan pengukuran dating unsur
40
Ar /
39
Ar dari lava dasit yang
diinterpretasikan tererupsi setelah Kaldera Cianten runtuh, menunjukan even tersebut berumur 318±14 ka; umur K-Ar dari andesitik lava yang mengakibatkan erosi pada kaldera adalah 0.67 to 1.61 Ma. Kaldera yang terbentuk terisi dengan batuan vulkanik, sedimen, dan lahar dekat dengan bagian atas dari sikuen yang berumur 37-40ka berdasarkan dating dari unsur
14
C. Sedimen ini dilapisi oleh “Lower Brown” dan
2.11
“Tufa Oranye” (Sikuen Tufa bagian atas) yang hadir pada lapangan Awibengkok. (Stimac dkk., 2008)
Studi geokimia dari batuan vulkanik dan asosiasinya di gunung Salak menyarankan 2 trend differensiasi yang ada di daerah ini diakibatkan oleh variasi yang terjadi pada proses magmatik di bagian dangkal. Studi yang dilakukan oleh Handley menunjukan bahwa batuan lava yang berada di daerah Awibengkok didominasi oleh sifat andesitik, mempunyai unsur MgO <4 wt.%, moderat alkalin, dan tren divergen pada TiO2 dan P2O5. (Stimac dkk., 2008)
II.2.1 Struktur Geologi Daerah Penelitian Kelurusan-kelurusan yang terdapat pada foto udara dan citra satelit di daerah Awibengkok menunjukan tren Utara – Timur Laut, Barat Laut dan Barat – Timur. Pemetaan sesar dan rekahan di permukaan terbukti sangatlah sulit karena vegetasi yang menutupi daerah ini, dan berdasarkan penelitian terdahulu maka sesar dan rekahan yang teridentifikasi secara dominan berarah Utara – Timu Laut, dengan tren minor barat laur dan Barat – Timur. Pergeseran dari sesar berdasarkan dari cermin sesar yang sangat jarang dijumpai sangatlah bervariasi dari pergerakan dip-slip hingga strike-slip (Shemeta, 1994, Stimac dkk., 2008) (Gambar II.6).
Distribusi dari fokal mekanisme berdasarkan data kegempaan mikro pada daerah timur lapangan awibengkok menunjukan arah tren Barat Laut, zona sesar geser dengan pergeseran menganan yang akan menyebabkan struktur sekunder sesar normal berarah Utara – Timur Laut (Stimac dkk., 2008)
Interpretasi struktur pada daerah Awibengkok didasarkan pada pemetaan permukaan dan bawah permukaan, untuk pemetaan bawah permukaan didasarkan terutama dengan offset dari Rhyodasit Marker dan batuan dasar (Basement) pada sumur-sumur yang ada. (Stimac dkk., 2008)
Sifata karakterisasi dari sesar yang ada di daerah Awibengkok terutama sifat permeabel tidaklah diketahui secara langsung, tetapi dari mengintegrasikan berbagai macam data seperti produksi sumur, interference test dan tren tekanan, geokimia
2.12
Gambar II.6. Peta Geologi dan Struktur lapangan panas bumi Awibengkok (modifikasi dari laporan internal Chevron, 2008) 2.13
fluida, dan tracer test membuktikan bahwa sesar yang ada mempunyai peran yang sangat penting sebagai penghalang / pengantar aliran. Sesar vertikal AWI yang berarah Utara – Timur Laut terbukti bahwa sesar ini mengkompartemensasikan daerah-daerah yang ada, hal ini terbukti dari pengukuran geokimia fluida dan temperatur di zona sesar tersebut. Sebagai contoh , sesar yang berarah Utara – Timur laut, yang mengontrol lokasi dari vulanik vents, memegang peranan penting dalam mensegmentasikan sisterm panas bumi dengan sifat yang mengantar turunan dari fluida dangkal ke arah timur pada reservoar panas bumi yang ada. Serupa dengan sesar Muara yang berarah Utara – Timur Laut yang secara kebetulan merupakan batas dari Kaldera Cianten dan merupakan batas dari reservoar yang bersifat ekonomis pada lapangan Awibengkok. Subkompartemen yang ada menunjukan secara jelas sejarah tekanan dan temperatur, terutama yang diukur pada sumur uap yang dangkal. Perangkap tekanan uap secara progresif menurun dari arah Utara-Tengah reservoar (sumur AWI 7,3, 16) menuju ke komplek fumarol Cibeureum dan ke arah Tenggara (sumur AWI 13,1,2). (Stimac dkk., 2008)
Rekahan yang diinterpretasikan dari log image dan pola pengembalian dari chemical tracers mengindikasikan trend Timur Laut – Barat Daya dalam aliran fluida, hal ini diinterpretasikan dari rekahan terbuka yang ada pada daerah ini. Data temperatur awal dan komposisi kimia yang ada menyimpulkan bahwa perpotongan dari sesar yang berarah Utara – Timur Laut dan Barat Laut / Tenggara memfasilitasi migrasi fluida antar kompartemen yang ada, terutama pada daerah batas selatan dan utara dari reservoar yang terbukti, akan tetapi jejak aliran ini tidak tervalidasi oleh tracer test. Hal ini dikarenakan sesar yang ada pada daerah ini merepresentasikan sumber fluida dari tempat lain, atau mempunyai sifat permabilitas yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan struktur yang berarah Utara – Timur Laut. (Sugiaman, 2003)
Terdapat pula bukti pada sumur yang menembus unit stratigrafi yang khas seperti Rhyodasit Market, dan kontak batuan tersebut bertindak sebagai akuifer rekahan. Unit rhyodasit ini diinterpretasikan sebagai lapisan pembawa fluida secara lateral, dan berhubungan dengan sesar besar yang mengontrol arah aliran fluida. Salah satu bukti lain yang mencolok dari masuknya fluida adalah masuknya fluida pada batas Formasi batuan vulkanik bagian bawah dengan Formasi batuan sedimen marin di bawahnya.
2.14
Kedua hal ini mungkin berkaitan dengan rekahan yang terbentuk pada bidang kontak batuan dasar / basemen. (Stimac dkk., 2008)
II.2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Lithologi bawah permukaan disimpulkan dari deskripsi batuan cutting pada total 81 sumur yang telah dibor, ditambah dari deskripsi batuan inti bor yang diambil dari 13 sumur dan 1067 m inti bor pada sumur AWI 1-2. Data log sinar gamma dan tahanan jenis juga memberikan kontribusi yang penting dalam menginterpretasikan tipe dan komposisi batuan yang ada, dan merupakan data utama pada bagian sumur yang mengalami total circulation losses. Batuan reservoar pada lapangan Awibengkok terdiri dari andesitik dan basaltik lava, breksi, tufa dan lahar yang terdiri dari beberapa pusat vulkanik yang berada di batas Barat Daya gunung Salak. Tufa Rhyodasit – todasitic yang tebal dan kubah yang terasosiasi, breksi dan lahar yang tersisipkan dengan sikuen batuan tebal yang bersifat andesitik menuju basaltik. (Stimac dkk., 2008)
Stratigrafi di lapangan Awibengkok dapat dibagi menjadi 5 formasi (gambar II.7), dimana formasi yang ada di daerah ini hanyalah digunakan untuk membatasi sikuen batuan dan tidak secara formal dikorelasikan dengan kolom stratigrafi regional Jawa Barat. Adapun stratigrafi lapangan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Stimac dkk., 2008): •
Formasi Batuan Dasar / Basement yang terdiri dari batuan karbonat dan batuan endapan laut dangkal.
•
Formasi Batuan Vulkanik bagian bawah yang terdiri dari batuan vulkanik bersifat andesitik menuju basaltik dan secara setempat berselingan dengan batuan sedimen yang berumur Miosen. Batuan vulkanik ini kemungkinan merepresentasikan episode mayor dari proses magmatisme yang bersifat kalkalkali di daerah tengah dan transisi. Pada bagian bawah formasi ini terdiri dari lava dan breksi yang berselang seling dengan batuan karbonat.
•
Formasi Rhyodasit Marker yang terdiri dari batu tufa dengan komposisi mayor mineral silika (silicic tuff) dan diendapkan secara luas. Unit ini diinterpretasikan merepresentasikan episode dari proses vulkanisme yang
2.15
bersifat silika (silicic volcanism) dan
pembentukan kaldera yang diikuti
dengan episode mayor pembentukan stratavulkanik yang bersifat andesitik di daerah Awibengkok. •
Formasi Batuan Vulkanik bagian tengah yang terdiri dari sikuen batuan lava bersifat andesitik – dasit, tufa, lahar dan batuan vulkanik yang diendapkan dengan aliran debris. Sikuen batuan ini merepresentasikan pembentukan, jatuhan dan erosi dari stratavulkanik, lava dan komplek kubah. Sikuen ini mendominasi reservoir panas bumi di bagian timur lapangan awibengkok.
•
Formasi Batuan Vulkanik bagian atas terdiri dari sikuen batuan vulkanik yang bersifat andesitik, dasitik, dan rhyolitic.
Gambar II.7. Kolom Stratigrafi Lapangan Panas Bumi Awibengkok (Stimac dkk., 2008) 2.16
Adapun interpretasi penyebaran lithologi pada lapangan panas bumi Awibengkok tercantum pada gambar II.8.
A’ A
Gambar II.8. Penampang Lithologi A-A’ pada Lapangan Panas Bumi Awibengkok (Stimac dkk., 2008)
II.2.3 Alterasi dan Paragenesa Hidrotermal
Alterasi hidrotermal memproduksikan zona argillic, propylitic dan phyllic; tidak ada zona advanced argillic yang teridentifikasi dengan temperatur reservoir yang tinggi (Gambar II.9).
Sistem hidrotermal ini ditudungi (capped) oleh zona dengan alterasi argillic yang intens dan terdiri dari dominasi mineral smektit, dengan mineral asesoris pirit, hematit, kalsit, anhidrit, dan zeolit yang mempunyai pembentukan temperatur kurang dari 180 0C. Interval kedalaman yang berkorespondensi dengan tipe alterasi ini adalah interval kedalaman dengan tahanan jenis kurang dari 10 ohm-m dan profil temperatur konduktif yang mengindikasikan zona permeabilitas yang rendah. Zona ini telah
2.17
diidentifikasi dengan baik menggunakan analisa methylene blue dan difraksi X-ray pada sampel cutting dari beberapa sumur (Stimac dkk., 2008).
Alterasi hidrothermal menunjukan transisi dari argillic menuju prophylitic seiring dengan bertambahnya kedalaman. Zona transisi ini bisa mempunyai ketebalan hingga 300 m, dan didominasi oleh campuran lapisan mineral smektit-ollite, klorit, kalsit, pirit, titanit dan kuarsa. Pada sumur AWI 1-2, bagian bawah dari zona transisi ini di cirikan dengan lapisan batu tufa andesitik setebal 20 m yang teralterasi secara masif dengan komposisi campuran lapisan mineral seperti di atas; Hulen dan Lutz (1999), mengklasifikasikan porsi ini sebagai zona argillic-phyllic. Secara general, zona transisi ini mempunyai gradien konduktifitas sampai convektif yang lemah dan mengindikasikan permeabilitas rendah hingga moderat. (Stimac dkk., 2008)
A’ A
Gambar II.9. Penampang Regional yang menunjukan distribusi zona alterasi hidrothermal (Stimac dkk., 2008)
Zona alterasi prophylitic didominasi oleh mineral epidot, illit, kuarsa dan klorit, tetapi juga mengandung albit, adularia, kalsit, wairakit, pirit, andhidrit dan titanit. Zona alterasi ini berkorespondensi dengan temperatur reservoir berkisar antara 240 – 270 0
C . Kemunculan mineral garnet, prehnit, biotit, dan amphibol yang jarang dan hanya
2.18
muncul pada sumur-sumur yang dalam mengindikasikan zonasi ini terbentuk dekat dengan intrusi batuan beku (>2800C untuk amphibole, dan >300 0C untuk biotit, Henley dan Ellis, 1983). (Stimac dkk., 2008)
Zona alterasi Phyllic secara umum terdiri dari mineral kuarsa, serisit, dan pirit dengan kehadiran anhidrit, klorit, dan adularia yang kurang, sedangkan epidot sangat umum pada batuan silicic (Dasit dan Rhyolit). Zona alterasi ini berkorespondensi dengan temperatur reservoir berkisar antara 260 – 290 0C di lapangan panas bumi yang lain (Stimac dkk., 2008)
Hubungan paragenesa pada sumur AWI 1-2 mengindikasikan bahwa mineral sekunder yang terbentuk paling awal adalah kalsit dan anhidrit, mineral ini kemungkinan terbentuk akibat percepatan proses dari formasi atau panas uap air yang terespon terhadap proses pemanasan. Urat awal yang terbentuk jelas kaya akan unsur Fe, kalsit ± hematit dipotong oleh urat yang berisikan kalsit dan epidot pada sumur AWI 18-1, tetapi secara general komposisi ini muncul secara terbatas pada sumursumur yang menembus steam cap yang dangkal atau berada pada marjin reservoir. Rekahan pada umumnya .yang terbentuk pada temperatur tinggi umumnya terisi oleh mineral epidot ± pirit, diikuti dengan berbagai kombinasi dari kuarsa, kalsit, adularia, pirit, serisit dengan jejak lokal dari aktinolit, prehnit, dan grosular garnet. Hulen dkk (2000) mendokumentasikan terbentuknya dari urat kalsit-wairakit pada rekahan yang baru terbentuk dan rongga, diikuti oleh urat kuarsa-epidot-sulfida dan lapisan rongga. Generasi lainnya dari wairankit adalah setelah terbentuk, diikuti dengan urat kuarsaepidot, dan terakhir oleh mineral kalsit yang kasar, bloki, dan rhombic. (Stimac dkk., 2008)
Paragenesa yang terjadi di daerah ini sangatlah kompleks dengan beberapa siklus rekahan dan sekatan pada daerah reservoir yang dangkal di bagian timur reservoar, hal ini kemungkinan mempunyai relasi dengan aktifitas intrusi dan vulkanisme yang melalui sesar-sesar muda. Sumur-sumur dekat dengan batas komersial reservoir (cth: AWI 18) sangatlah umum mempunyai urat yang terbentuk terakhir dan terisi dominan oleh mineral kalsit, anhidrit, atau zeolit, yang mensinyalkan adanya fluida yang lebih dingin dan penyekatan oleh batas reservoir. Urat kalsit yang tersekat juga terdapat melimpah di batuan dasar sedimen berumur miosen yang ditembus beberapa sumur 2.19
dalam, beberapa urat tersebut dipotong oleh stilolit dan aktifitas hidrotermal resen. (Stimac dkk., 2008)
Bukti inklusi fludia pada sumur AWI 1-2 mengindikasikan bahwa mineral kalsit pada awalnya terbentuk dengan kisaran temperatur 270 0C dari fluida yang sangat salin (16 – 18 ekivalen wt% NaCl), kemungkinan berasal dari magma sebagai asal dan didorong oleh sill kuarsa diorit. Inklusi yang terjadi belakangan setelah kuarsa, epidot dan wairakit mempunyai salinitas yang lebih rendah, sampai 3.5 ekivalen wt% NaCl, lebih mempunyai tipikal modern hidrotermal rezim, dimana terdapatnya kisaran temperatur dan rasio gas yang menunjukan indikasi bercampurnya panas bumi dan uap yang berasal dari air meteorik. Hidrotermal breksiasi secara tipikal tersemenkan oleh kombinasi dari kuarsa, wairakit, epidot, klorit, pirit, dan mineral minor lainnya. Wairakit secara partikular melimpah pada semen breksi tersebut dan muncul sebagai penyekat sehingga menurunkan permeabilitas. (Stimac dkk., 2008)
II.2.4 Sistem Panas Bumi Daerah Penelitian Sistem hidrotermal aktif dan fosil yang ada di wilayah kontrak karya sangatlah berhubungan dengan beberapa pusat vulkanik. Salah satu bukti yang paling kuat dalam manifestasi termal di daerah ini adalah fumarol dan mata air panas (hot springs). Fumarol yang ada berhubungan secara langsung dengan sistem panas bumi Awibengkok dan sistem yang berada di daerah prospek Ratu (daerah paparan atas bagian barat dari gunung api Salak) (Tabel II.1). Cebakan emas tersier yang berumur 2 Ma muncul di sebelah barat lapangan Awibengkok yaitu di Pongkor, dan sejauh 40 km ke sebelah barat dari Cirotan dan Ciawitali (Stimac dkk., 2008)
Penampakan termal yang berasosiasi dengan lapangan Awibengkok serupa dengan lapangan panas bumi komersial lainnya yang bersifat liquid-dominated. Fumarol dan mata air panas bersifat asam sulfida (acid sulfate springs) yang terletak di atas sistem panas bumi dan pada ketinggian > 1050 dpl, sedangkan mata air panas yang bersifat bikarbonat dan mix-bikarbonat-klorit dan klorit terletak secara progresif menuju elevasi yang lebih rendah dan pada sayap reservoar yang terbukti (Tabel II.1). Fumarol Parabakti, berlokasi dekat dengan sumur AWI-3 mempunyai komposisi gas
2.20
yang mengindikasikan kedekatan dengan sumber panas bumi yang mempunyai temperatur tinggi, sedangkan fumarol di daerah timur dan tenggara mempunyai komposisi gas yang lebih konsisten dengan sumber panas bumi yang lebih rendah temperaturnya.
Tabel II.1. Rangkuman penampakan termal pada lapangan Awibengkok (Stimac dkk., 2008)
Lapangan panas bumi Awibengkok adalah lapangan panas bumi dengan sistem dominasi likuid (liquid-dominated) dengan susunan kimiawi fluida yang kaya. Pada kondisi awal, salinitas fluida berkisar 1.3 wt.% dan non-kondensat gas terkandung sebesar <0.4wt.% kecuali pada zona-zona yang rendah (Stimac dkk., 2008)
Untuk kepentingan eksploitasi, gradien tekanan awal pada lapangan Awibengkok sanggup menahan kolom likuid sampai elevasi ketinggian 800 m dpl, tetapi gradien tekanan tersebut menurun akibat kolom likuid dari permukaan pada sumur-sumur bagian timur (AWI 1, 13, 16 dan 4) di ketinggian 1300 m dpl. Temperatur pada sebagain besar reservoar di daerah Awibengkok berada pada fasa tunggal likuid akan tetapi ada juga yang sudah berada pada kondisi fasa ganda likuid seperti pada ketinggian 560 m dpl di area sumur AWI-1 Hasil ini menghasilkan secara relatif gasrich steam cap di daerah reservoir yang dangkal pada saat proses eksploitasi dilangsungkan (Stimac dkk., 2008)
Variasi yang sulit dipisahkan pada unsur kimia di fluida yang ada menyebabkan lapangan ini dibagi menjadi 4 sektor atau “sel” yang dibatasi oleh sesar. Terdapat bukti yang jelas bahwa dike dan sill yang ada mengintrusi daerah ini melalui zonazona sesar pada saat episode vulkanisme resen dan mungkin menyebabkan proses 2.21
penyekatan pada zona sesar atau sebaliknya menyebabkan jalur-jalur baru oleh rekahan-rekahan yang baru terbentuk. 4 sektor yang ada dinamakan sektor Barat, Tengah, Timur, dan Timur Jauh (Gambar II.10). Sebagai tambahan, beberapa sumur yang berlokasi di pinggiran reservoar terbukti (AWI-12, AWI-10_2OH) mempunyai perbedaan tatanan kimia yang mencirikan bahwa daerah ini merupakan batas reservoir, adapun ciri dari tatanan kimia adalah banyaknya variable pada unsur Cl dan tingginya unsur Mg. (Stimac dkk., 2008)
Gambar II.10. Pembagian sektor pada reservoar panas bumi di lapangan Awibengkok (Stimac dkk., 2008)
Sektor Barat, termasuk sumur AWI-9 di dalamnya, mempunyai temperatur yang paling tinggi (290–312 ◦C), dimana pengukuran dengan geothermometer secara berturut-turut pada NaKca dan kuarsa sampai dengan temperatur 316 dan 280 0C. Konsentrasi inisial klorit sebesar 6200 ppm, padahal komposisi gas telah terurai menjadi H2, CH4, N2, AR, dan terjadi pengayaan pada CO2 dan H2S dibandingkan dengan reservoir di sektor lain, hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh magmatik yang kuat. Temperatur yang tinggi di sektor ini mengindikasikan sektor ini
2.22
merupakan tempat / lokus dengan aliran fluida yang dalam (a locus of deep fluid upflow). (Stimac dkk., 2008)
Sektor Tengah dikarakterisasikan oleh sumur AWI-7, 8, 10 dan 11, dimana kondisi konsentrasi inisial klorit terletak pada kisaran 6500 dan 6900 ppm. Temperatur awal diukur berkisar pada 270 – 280 0C, dimana pengukuran dengan geothermometer secara berturut-turut pada NaKca dan kuarsa sampai dengan temperatur 260 dan 280 0
C. Dibandingkan terhadap sektor barat, sektor tengah ini mempunyai klorit yang
tinggi dan komposisi gas yang lebih rendah. Lebih lanjut, pemodelan kimia menyarankan gas di sektor tengah berinisial dari pengayaan di H2S dan NH3 dan terurai relative menjadi H2 dibandingkan sektor lainnya. Kenampakan-kenampakan ini menyimpulkan bahwa sektor tengah telah mengalami kehilangan gas (gas loss) sebagai hasil dari proses fumarolic emission dan associated boiling yang panjang. Aliran panas yang dalam menuju utara dari sumur AWI-3 disuport dengan lamparan anomali tahanan jenis yang rendah dan distribusi dari kenampakan termal di permukaan. (Stimac dkk., 2008)
Sektor Timur berisikan reservoir yang paling dangkal pada lapangan Awibengkok, sumur yang ada pada sektor ini adalah AWI-1, 2, 13 dan 16. Temperatur inisial di sektor ini diperkirakan sebesar 250 – 260 0C, kecuali di jauh sebelah selatan dimana reservoir yang hadir lebih dalam inisial temperatur berkisar antara 260 – 270 0C. Sektor Timur ini dikarakterisasikan oleh dilusi (C1 dari 5100 – 6400 ppm) dan tingginya konsentrasi NCG secara relatif terhadap sektor Tengah dan Barat. (Stimac dkk., 2008)
Pola dari dilusi yang ada yaitu berarah Utara-Timur Laut dari sumur AWI-16 menuju AWI-13, menyimpulkan bahwa di sektor Timur ini air meteorik atau air yang terpanaskan oleh uap turun pada daerah zona struktur yang sama dengan aktifitas vulkanik resen yang berarah Utara-Timur Laut dan aktifitas hidrotermal. Sebuah perhitungan mass-balance menghasilkkan bahwa fluida dengan temperatur rendah ini mempunyai kandungan konsentrasi MG yang tinggi dan SO42−, HCO3− dan NH3 yang signifikan. Kandungan NCG yang tinggi di daerah ini berasosiasikan dengan top reservoar yang dangkal. Selama evolusi pembentukan reservoir, akumulasi gas di daerah dangkal dikarenakan oleh proses pendidihan dan kondensasi. Productive steam 2.23
cap terbentuk pada area ini merupakan respon terhadap kenaikan penarikan massa pada tahun 1997. Konsentrasi NCG diketahui lebih tinggi dan lebih bervariasi pada steam cap dibandingkan dengan di reservoar likuid, adapun konsentrasi NCG berkisar antara 0.5 – 10 wt% pada setiap sumur. Sumur di daerah Timur ini yang didominasi oleh masuknya fluida dangkal sehingga terjadinya penurunan aliran mempunyai kandungan NCG yang tinggi karena meningkatnya proses kondensasi uap dan akumulasi gas. (Stimac dkk., 2008)
Sektor Timur Jauh didasari oleh sumur yang berada di sebelah timur dari sumur AWI1 dan melewati sesar Awi dan Cibeureum yang berarah Utara-Timur Laut. Sumursumur ini (AWI 14, 5, 1-2RD, 1-7,1-8 dan 1-9) mempunyai temperatur yang lebih tinggi pada daerah yang lebih dalam dibandingkan dengan sektor timur ( sampai 270 0
C). Akan tetapi seperti batas lapangan pada umumnya, daerah ini menunjukan
pengaruh dari air tanah yang dalam dan tersaturasi udara. Sumur AWI-5 dan AWI-14 mempunyai inisial konsentrasi klorit yang tinggi dan temperatur yang rendah ketika diukur dengan geothermometer, hal ini mengindikasikan fluida panas mengalir ke arah luar dari sistem panas bumi yang ada menuju arah Tenggara. (Stimac dkk., 2008)
2.24