BAB II STUDI PUSTAKA 2.1
Baja Material baja merupakan campuran (alloy) dengan komponen material besi
(Fe), karbon dan unsur senyawa lainnya seperti mangan, tembaga, nikel dan krom, molybdenum dan silikon. Unsur karbon dalam pembuatan material baja adalah untuk meningkatkan kekuatan (strength). Namun dengan meningkatnya kekuatan (strength),tetapi cenderung menurunkan daktilitas. Untuk itu perlu kontribusi komponen kimia lainnya dalam menyeimbangkan antara kekuatan dan daktilitas. Perencana struktur harus mempunyai pengetahuan mengenai properti material. Pada data properti material terdapat informasi mengenai kekuatan dan daktilitas dari suatu material, yang dijadikan pertimbangan sewaktu pemilihan jenis material dalam perencanaan. Properti material sering dideskripsikan dalam bentuk hubungan tegangan-regangan yang merupakan karakteristik dari sejumlah material baja struktural. Hubungan tegangan – regangan untuk material baja secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 dapat diperlihatkan kurva hubungan teganganregangan baja terbagi dalam 4 zona, yaitu zona elastik, zona plastis, zona strain hardening, danzona terjadinya necking yangdiakhiri dengan keruntuhan (failure). Penjelasanmengenai kondisi keempat zona tersebut dapat dijelaskan secara rinci adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
σ Esh
Ultimate Strength
Failure
σy Upper σy Static E
Strain Hardening Range
Plastic Plateau
Necking Range
Elastic Range Єy
Єsh
Єult
Є
Gambar 2.1 Kurva hubungan tegangan-regangan baja (Bruneau, dkk.1998) 1. Zona elastis, dimana tegangan dan regangan membentuk garis lurus (linear). Kemiringan garis lurus pada zona elastik ini disebut dengan youngmodulus (E) atau lebih dikenal sebagai modulus elastisitas. Kondisi material pada zona ini adalah linear elastik artinya pembebanan pada daerah ini menyebabkan material dapat kembali ke bentuk semula. Akhir dari zona ini ialah ketika tercapainya leleh material (fy). 2. Zona plastis, dimana pada zone ini material mengalami leleh dan masuk pada zona berbentuk garis datar (flat plateau), hanya ada peningkatan regangan. Kondisi material tidak lagi elastik tetapi sudah plastis artinya material yang berdeformasi tidak dapat kembali ke bentuk awal. 3. Zona strain hardening, ditandai dengan meningkatnya tegangan regangan namun hubungan yang terjadi tidak lagi linear tetapi sudah pada kondisi non linear.
Universitas Sumatera Utara
4. Zona necking, tegangan mencapai leleh ultimit (fu), secara perlahan-lahan turun hingga material mencapai titik keruntuhan (failure). Dari uraian di atas material baja dapat diartikan memiliki keunggulan dalam memikul beban siklik (beban gempa). Bisa dilihat dari panjangnya zona strain hardening dan zona necking. Bahwa panjangnya zona tersebut menggambarkan material baja memiliki perilaku yang daktail, dapat melakukan redistribusi tegangan yang terhjadi disaat terjadinya plastifikasi. 2.2
Sistem Rangka Baja Penahan Gempa Umumnya sistem bangunan penahan gempa terbagi atas tiga tipe yaitu: (1)
Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen, (2) Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik, (3) Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik. Yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. e
MRF
CBF
EBF
Gambar 2.2 Tiga Tipe Rangka Baja Penahan Gempa (Yurisman. 2010)
Universitas Sumatera Utara
Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen adalah sistem rangka yang umum digunakan, tipe ini memiliki kemampuan menyerap energi gempa yang sangat baik. Penyerapan energi gempa dilakukan dengan terjadinya kelelehan pada balok dan kolom serta panel zone yang berada didekat sambungan balok kolom dengan terbentuknya sendi plastis. Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik merupakan rangka baja yang memiliki kekakuan yang dihasilkan oleh pengaku (bracing) dalam menahan gaya lateral (gaya gempa). Tipe kelelahannya terjadi dengan tertekuknya bracing. Akibat dari tingginya kekakuan rangka berpengaku konsentrik, maka daktilitas yang dihasilkan menjadi kecil. Eccentrically Braced Frame (EBF) atau rangka berpengaku eksentrik merupakan gabungan keduanya dari rangka tersebut di atas. Sehingga mengahasilkan rangka memiliki kekakuan dan daktilitas yang sama baiknya. Kelelehan rangka tipe ini terjadi dengan terbentuknya plastifikasi elemen link, dan elemen lain di luar link seperti balok, kolom dan bracing tetap masih dalam kondisi elastik. Elemen link adalah balok pendek dan merupakan bagian dari balok, yang sengaja dilemahkan untuk menyerap energi gempa. Elemen link berfungsi sebagai sekering, sehingga jika terjadi beban gempa besar, elemen link akan memutuskannya dengan proses plastifikasi. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa sistem rangka berpengaku eksentrik atau EBF dinyatakan lebih unggul dibandingkan dengan sistem
Universitas Sumatera Utara
rangka pengaku momen (MRF), dan system rangka berpengaku konsentrik (CBF). Hal ini dapat dinyatakan pada Gambar 2.3 berikut:
CBF
P
EBF MRF
Δ
Gambar 2.3 Diagram Beban-Perpindahan Sistem Rangka Baja (Moestopo, M dkk 2006) 2.3
Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik (EBF) Dengan
konsep
struktur
Eccentrically
Braced
Frame
(EBF)
yang
mengalihkan penyerapan energi kepada elemen link, diharapkan elemen-elemen lain diluar link masih dalam kondisi elastik sehingga struktur masih dapat bertahan agar proses evakuasi pada kejadian gempa dapat terlaksana.Sistem rangka berpengaku eksentrik memiliki beberapa tipe berdasarkan konfigurasi dari pengaku (bracing) yaitu 1) Split K-Braced, 2) V-Braced dan 3), D-Braced seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Secara spesifik EBF memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1) Memiliki kekakuan elastik yang tinggi. 2) Memiliki respon inelastik yang stabil dibawah pembebanan lateral siklik. 3) Memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal daktilitas dan dissipasi energi.
Universitas Sumatera Utara
e (1) (4)
(3)
(2) (1)
(4)
(4)
(1) (4)
(2) (3)
(2) (1)
e
(2)
(4)
(2)
(4)
(2)
(4)
(4)
(4)
(3) (2)
(4)
(c) e
(1)
(3) (2) (3)
(3) (4)
(2) (3)
(1) (2)
(3) (4)
(3)
(1)
(1)
e
(4)
(3) (2)
(4)
(a)
(4)
(1)
(1)
(1) (2)
(3)
(4)
(4)
(2)
Balok (Beam) Pengaku (Bracing) Elemen Link (Link element) Kolom
(3)
(1) (2)
(1) = (2) = (3) = (4) =
(2)
(4)
(b)
Gambar 2.4 Konfigurasi Bracing pada Sistem EBF (AISC 2005) Akibat pembeban lateral (beban gempa) yang bekerja pada EBF element link mengalami deformasi yang membentuk sudut inelastik. Untuk setiap tipe EBF bentuk dari deformasi strukturnya berbeda-beda. Seperti yang tercantum pada Gambar 2.5 berikut:
Universitas Sumatera Utara
e
e
Δ
γp
γp
θp
h
L
Δ
𝛾𝛾𝑝𝑝 =
e
𝐿𝐿
2𝑒𝑒
𝜃𝜃𝑝𝑝
Δ
e γp
γp h
θp
θp h
L
L 𝐿𝐿
dimana:
𝛾𝛾𝑝𝑝 = 𝜃𝜃𝑝𝑝 𝑒𝑒
𝐿𝐿
𝛾𝛾𝑝𝑝 = 𝜃𝜃𝑝𝑝 𝑒𝑒
L = Panjang bentang H = Tinggi lantai Δ p = Story drift rencana θ p = Sudut rotasi plastis γp
= Sudut rotasi link
Gambar 2.5 Sudut Rotasi Link (AISC, 2005) Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa besarnya sudut rotasi (γ p )Tipe K dan tipe D sama sehingga dapat diperhitungkan dengan rumus berikut:
Universitas Sumatera Utara
γp =
𝐿𝐿 𝑒𝑒
𝜃𝜃𝑝𝑝 (2.1)
Untuk tipe V-Braced besarnya sudut rotasi (γ p ) dapat dihitung sebagai berikut: γp =
𝐿𝐿
2𝑒𝑒
𝜃𝜃𝑝𝑝 (2.2)
dan besarnya sudut plastis (𝜃𝜃𝑝𝑝 ) dapat dihitung sebagai berikut: dengan,L =
2.4
𝜃𝜃𝑝𝑝 =
𝛥𝛥𝑝𝑝 ℎ
(2.3)
Lebar bentang (bay width)
e
= Panjang Link (Link Length)
h
= Tinggi lantai (story height)
𝛥𝛥𝑝𝑝 = Pergeseran plastis lantai (plastic story drift).
Elemen Link
Link berperilaku sebagai balok pendek dengan gaya geser yang bekerja berlawanan arah pada kedua ujungnya. Karena adanya gaya geser yang bekerja pada kedua ujung balok, maka momen yang dihasilkan pada kedua ujung balok mempunyai besar dan arah yang sama. Deformasi yang dihasilkan berbentuk huruf S dengan titik balik pada tengah bentang dan besarnya momen yang bekerja adalah sebesar 0,5 kali besar gaya geser dikali dengan panjang link. Plastifikasi yang terjadi pada suatu elemen link disebabkan karena gaya tersebut. (Yurisman, dkk.2010). Gambar 2.6 memperlihatkan gaya yang bekerja pada elemen link. Secara umum elemen link pada sistem EBF terbagi menjadi menjadi tiga jenis yaitu link geser(shear link), link lentur (moment link)dan link kombinasi geser dan
Universitas Sumatera Utara
lentur(intermediate link). Untuk link kombinansi juga dapat terbagi dua yaitu link yang dominan akibat gaya geser dan dominan gaya lentur.
e
M
M
V
V
Gambar 2.6 Gaya – gaya pada elemen link (Yurisman, dkk, 2010) Link geser atau link pendek adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat gaya geser. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan adanya kerusakan pada daerah badan terlebih dahulu. Link lentur atau link panjang adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat momen lentur. Keruntuhannya ditandai dengan adanya kerusakan pada daerah sayap. Link pendek memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan link panjang. Namun sudut rotasi inelastik yang terjadi cukup besar, sehingga kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural. Sedangkan link panjang memiliki sudut rotasi kecil, sehingga elemen non struktural masih dalam kondisi aman. Dari segi arsitektural link panjang memiliki keunggulan dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang. 2.4.1 Beberapa Penelitian Tentang Link Penelitian tentang link berawal dari penelitian tentang struktur rangka berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically Braced Frame (EBF).
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1970-an Popov dan Roeder melakukan penelitian dengan skala 1:3 dengan objek penelitian gedung 20 lantai. Penelitian tentang EBF mulai dikembangkan dengan penelitian oleh Engelhardt dan popov pada tahun 1989a, 1989b, 1992; Kasai dan Popov Pada tahun 1986a, 1986b, 1986c; Ricles dan Popov pada tahun 1987, Whittaker, Uang, dan Bertero pada tahun 1987. Berdasarkan risetriset yang ada (Kasai dan Popov 1986;Ricles dan popov 1987; Gobarah dan Ramadhan 1994) dievaluasi bahwa model link yang di kembangkan oleh Ricles dan Popov 1977 tidak dapat digunakan untuk semua aplikasi. Didalam pengembangan model link geser Ricles dan Popov (1987b) menggunakan asumsi sebagai berikut (Gobarah dan Ramdhan, 1995) . Mengabaikan efek dari gaya aksial terhadap perilaku link geser, dengan dasar bahwa desain EBF didesain dengan baik. Sehingga gaya aksial yang besar dapat diminimalisir. Link adalah elemen planar dengan tanpa ada derajat kebebasan. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Kasai dan Popov (1986), pada saat link mengalami kelelehan dan strain hardening berlangsung maka pada saat itu tidak ada interaksi antara momen dan gaya geser. Dengan mengadopsi asumsi-asumsi ini didapatkan model yang akurat dalam mempresentasekan perilaku link geser. Yurisman, dkk (2011) mempaparkan dalam penelitiannya mengenai link panjang dengan pengaku diagonal, dalam rangka meningkatkan kinerja link. Didalam penelitian yang menggunakan bantuan program komputer. Elemen link dimodelkan sebagai elemen Shell melalui pendekatan elemen hingga dimana tiap elemen terdiri dari empat node dan tiap node memiliki enam derajat kebebasan. Profil yang ditinjau
Universitas Sumatera Utara
adalah profil IWF dari hasil yang ditunjukkan terlihat ada peningkatan kinerja link sekitar 16 persen. 2.4.2
Perencanaan Link Berdasarkan penelitian Kasai dan Popov, 1986 yang telah tertuang didalalam
AISC 2005, persamaan dalam menentukan panjang elemen link dan syarat rotasi inelastik dapat diambil sebagai berikut: 1. Link Pendek /link geser murni. e ≤ 1,6Mp/Vp, γ p = 0,08 radian. Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh geser, sehingga terjadi kerusakan (fracture) pada badan. 2. Link Panjang/Link lentur murni, e ≥ 2,6Mp/Vp, γ p = 0,02 radian. Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh momen lentur, sehingga terjaditekukdan torsi lateral pada sayap. 3. Link kombinasi geser dan lentur, 1,6Mp/Vp < e < 2,6Mp/Vp. Sudut rotasi inelastik (γ p ) diperoleh dengan melakukan interpolasi antara 0,08 dan 0,02 radian seperti terlihat pada Gambar 2.7. Kelelehannya terjadi tergantung dari beban yang mendominasi. M p = Z x . F y (2.4) V p = 0,6 . Fy .A w(5) A w = (d b – 2.t f ) t w (2.6) dengan, M p = Momen plastis yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi Zx = Modulus penampang plastis Fy
= Tegangan leleh baja
Universitas Sumatera Utara
Vp
= Gaya geser yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi
A w = Luas penampang badan (web) d b = Kedalaman profil balok (beam) t f = Ketebalan sayap (flange) t w= Ketebalan badan (web)
γp (rad) γp = 0,176- 0,06.Vp.e/Mp 0,08
0,02
0 e =1,6Mp/Vp
Link Length, e
e =2,6Mp/Vp
Gambar 2.7 Hubungan Panjang Link Dengan Sudut Rotasi Seperti yang telah diurai diawal perilaku link akan sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja. Namun Yurisman dkk 2010 membagi link menjadi empat jenis antara lain dapat terlihat dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Kategori Link Berdasarkan Strength Ratio (Yurisman, dkk 2010) Jenis link
Panjang link
Link geser murni Link dominan geser Link dominan lentur Lentur Murni
e < 1,6 Mp/Vp 1,6 Mp/Vp < e < 2,6 Mp/Vp 2,6 Mp/Vp < e < 5,0 Mp/Vp e > 5 Mp/Vp
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan-ketentuan perencanaan elemen link berdasarkan AISC.2005 adalah sebagai berikut: 1. Perbandingan antara lebar dan tebal profil harus mengacu pada Table I-8-1 AISC Seismic Provision 2005 tentang pembatasan rasio lebar dan tebal untuk elemen tertekan. 2. Berdasarkan riset yang dilakukan tentang localbuckling pada link oleh Okazaki, Arce, Ryu, dan Engelhardt, 2004 dan Richard, Uang, Okazaki, Engelhardt, 2004. Rasio lebar dan tebal sayap pada link untuk panjang 1,6 M p /V p atau kurang dapat diperlonggar dari 0.30�𝐸𝐸/𝐹𝐹𝑦𝑦 menjadi 0.38�𝐸𝐸/𝐹𝐹𝑦𝑦 .
Batasan baru ini sesuai dengan table B4.1 didalam peraturan AISC Seismic Provision 2005.
3. Kuat geser nominal (Vn) dari elemen link harus lebih kecil dari kuat geser plastis (Vp) sebagai berikut: a. Untuk e ≤ 2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = Vp. b.
Untuk e >2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = 2Mp/e.
Dimana nilai Mp dan nilai Vp diperoleh dari persmaan (2.4) dan (2.5). 4. Sesuai ketentuan LRFD, maka kekuatan geser nominal (Vn) harus lebih besar dari atau sama kuatnya dengan kuat geser Ultimit (Vu) dimana kuat geser nominal harus dikalikan dengan suatu factor reduksi (ø v ): Sehingga kita dapatkan formulasi: Vu ≤ø v .Vn (2.7)
Universitas Sumatera Utara
dengan, Vu = Kuat geser ultimit
ø v = Faktor reduksi (LRFD) Vn = Kuat gesr nominal 5. Efek dari gaya axial pada link diabaikan apabila gaya axial yang diijinkan tidak lebih besar 15 persen dari kekuatan leleh nominal pada link atau dapat dibentuk persamaan berikut: Pu ≤ 0.15 . Py
(2.8) Py = Fy.Ag (2.9)
dengan, Pu = Gaya aksial yang dijinkan Py = Gaya aksial nominal Fy = Kuat leleh baja Ag = Luas penampang 2.4.3
Pengaku Link (Link Stiffener) Penggunaan pengaku pada elemen link adalah untuk meningkatkan daktalitas
elemen link. Pengaku pada badan akan memperlambat terjadinya tekuk dan geser pada badan. Kejadian yang sering terjadi pada link pendek ialah terjadinya sobekan pada badan setelah terjadi tekuk (Kasai dan Popov 1986a). Berdasarkan penelitian itu maka Kasai dan Popov 1986 mengembangkan formulasi jarak pengaku sebagai berikut: a = 29t w – d/5 untuk γ p = ± 0,09 rad.(2.10) a = 38t w – d/5 untuk γ p = ± 0,06 rad.(2.11) a = 56t w – d/5 untuk γ p = ± 0,03 rad.(2.12)
Universitas Sumatera Utara
dimana, a= Jarak antara pengaku (stiffner) t w = Tebal badan γ p = Sudut rotasi inelastic
Untuk memperjelas penjelasan diatas dapat dilihat contoh link stiffner pada EBF tipe Spit D-Braced Gambar 2.8 berikut: Full Depth Stiffeners on both side
d
Link Length = e
tf
a
a
a
a
Full Depth Web Interediate stiffenersboth sides for Link Depth ≥ 25 inches (635 mm)
Gambar 2.8 Contoh Detail Pengaku link (link stiffener) (AISC.2005) Percobaan yang telah dilakukan Engelhardt dan Popov pemasangan pengaku pada link kombinasi (antara link pendek dan link panjang) tidak sepenuhnya dapat memperlambat tekuk pada sayap, namun demikian tekuk pada sayap tidak seserius tekuk pada badan. Meskipun kekuatan link akan menurun dengan meningkatnya sudut rotasi inelastik. Untuk link yang berperilaku sebagai link panjang (lentur),pengaku badan bagian tengah berfungsi unruk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan tekuk lokal pelat sayap dan tekuk lateral buckling (Yurisman, 2011). Pada penelitan
Universitas Sumatera Utara
terdahulu, Hjelmstad dan Popov (1983) melakukan percobaan dengan link panjang dan menemukan bahwa adanya pengaku diluar link yaitu pada hubungan link dan bracing. Kebutuhan akan pengaku ini didasari beberapa faktor termasuk panjang link, rasio perbandingan tebal dan lebar sayap, dan juga termasuk sudut antara bracing dan balok. Engelhardt dan Popov (1992) menyarankan solusi konservatif dengan memasangkan pengaku dengan kedalaman sebagian disebrang dari ujung link pada jarak 1,5 b f. AISC 2005 Seismic Provisions for Structural Steel Building menetapkan ketentuan pengaku lateral sebagaimana yang dapat ditabelkan berikut: Tabel 2.2 Klasifikasi jarak pengaku badan antara/intermediate stiffener (Sumber : Yurisman, 2011) Sudut Jarak Pengaku No Panjang Link Jenis Link Rotasi Maksimum e ≤ 1,6
1
2
3
4
1,6
2,6
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑉𝑉𝑉𝑉
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑉𝑉𝑉𝑉
𝑀𝑀𝑀𝑀
<e≤5
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑉𝑉𝑉𝑉
e > 5Mp/Vp
30.t w –d/5
< 0.02
52.t w –d/5
Geser murni
𝑉𝑉𝑉𝑉
< e ≤ 2,6
0.08
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑉𝑉𝑉𝑉
Dominan geser
Dominan lentur
Lentur Murni
Harus memenuhi No1 dan No2
0.02
1,5 b f dariujung link
Tidak membutuhkan pengaku antara
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Pengaruh Panjang Link Elemenlink sangat berpengaruh terhadap perilaku inelastik pada desain EBF. Panjang link berpengaruh pada perilaku inelastik elemen link itu sendiri. Mekanisme kelelehan, disipasi energi dan mode kegagalan sangat erat hubungannya dengan faktor panjang link. Link pendek, perilaku inelastik didominsioleh gaya geser, sedangkan link panjang perilaku inelastik didominasi oleh momen lentur. Untuk link antara (intermediate link), perilaku inelastik didominasi oleh geser dan lentur. (R. Becker dan M. Ishler, 1996). Pada sistem struktur rangka berpengaku eksentrik (EBF), secara umum elemen link dibagi menjadi tiga jenis yaitu link geser, link lentur dan link kombinasi geser dan lentur. Untuk link kombinansi ada yang didominasi oleh gaya geser, dan ada yang didominasi oleh momen lentur. Apabila kelelehan yang terjadi pada elemen link diakibatkan oleh gaya geser yang bekerja, maka link tersebut disebut link geser atau link pendek. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan terjadinya kerusakan pada daerah badan terlebih dahulu. Kelelehan yang terjadi pada elemen link disebabkan oleh momen lentur, maka link dikatakan link lentur atau link panjang. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan terjadinya kerusakan pada daerah sayap. Kinerja link pendek umumnya lebih baik dibandingkan dengan link panjang. Namun rotasi inelastik yang disyaratkan cukup besar sehingga ada kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural. Sedangkan link panjang memiliki sudut rotasi yang kecil sehingga elemen struktural masih dalam kondisi aman. Keunggulan
Universitas Sumatera Utara
lain dari link panjang adalah memiliki keunggulan segi arsitektural dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang. Elemen link pada struktur rangka berpengaku eksentrik (EBF) adalah merupakan balok utama yang dipotong sesuai dengan kebutuhan untuk panjang baik itu link pendek ataupun link panjang. Sehingga terjadi tingkat kesulitan dalam pelaksanaan yang lebih rumit dibandingkan dengan struktur penahan momen (MRF), juga apabila elemen link mengalami kerusakan ketika menerima beban gempa akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya untuk mengganti dengan yang baru. 2.4.5
Elemen Struktur di Luar Link
2.4.5.1 Pengaku (bracing) Peraturan mensyaratkan bahwa kekuatan pengaku diagonal yaitu kapasitas kombinasi aksial dan lentur rencana yang memikul berbagai kombinasi beban baik beban gempa maupun beban gravitasi. Dalam kombinasi itu diperbesar dengan gaya yang membuat link leleh dan mencapai strain hardening yaitu 1,25 kali kuat geser nominal rencana, Ry.Vn dari link yang berdekatan. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang sudah dibahas sebelumnya. 2.4.5.2 Balok (beam) Balok yang dimaksud yaitu balok yang berhubungan langsung dengan elemen link. AISC mensyaratkan bahwa kekuatan balok yaitu kapasitas lentur rencana balok yang memikul berbagai macam kombinasi beban, baik beban gempa maupun beban gravitasi. Dalam kombinasi itu diperbesar dengan gaya yang membuat link leleh dan mencapai strain hardening yaitu minimal 1,1 kali gaya geser rencana, Ry.Vn yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan dari link. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang telah dibahas sebelumnya. 2.4.5.3 Kolom (column) Kekuatan kolom ditentukan berdasarkan gaya yang dihasilkan dari beban sesuai dengan kombinasi beban yang terdapat pada peraturan, kecuali gaya yang dihasilkan akibat beban gempa, yang ditentukan berdasarkan minimal 1,1 kali gaya geser nominal rencana, Ry.Vn yang dihasilkan dari semua link yang berada di atas level yang ditinjau. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang telah dibahas sebelumnya. 2.5
Daktilitas Struktur Kemampuan struktur untuk berdeformasi di daerah inelastik tanpa kehilangan
kekuatan yang berarti disebut dengan daktilitas. Daktilitas struktur adalah factor yang sangat penting dalam hal ketahanan struktur terhadap beban gempa, oleh sebab itu struktur harus mampu menyerap energy akibat gempa kuat melalui deformasi inelastis tanpa mengalami keruntuhan. Deformasi yang terjadi bisa berupa perpindahan/lendutan maupun rotasi. Pelelehan/plastisifikasi komponen struktur yang terjadi merupakan suatu bukti adanya disipasi energi yang dilakukan struktur ketika terjadi beban gempa. Daktilitas merupakan suatu sifat yang berlawanan dengan sifat getas (brittle), sehingga dapat pula diartikan sebagai suatu sifat yang tidak runtuh secara tiba-tiba. Didalam konsep plastisitas daktilitas diartikan sebagai kemampuan suatu struktur untuk berdeformasi setelah terjadi kelelehan awal (initial yield) akibat pembebanan
Universitas Sumatera Utara
gempa (siklik) tanpa mengalami reduksi kekuatan ultimit yang signifikan (Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002). Dalam rumusan sederhana daktilitas struktur disebutkan sebagai rasio perbandingan antara simpangan maksimum pada saat beban mencapai ultimit dengan simpangan pada saat beban pada kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai berikut: 𝛿𝛿
dengan,
µ s = 𝛿𝛿 𝑢𝑢 (2.13)
µ s = Daktilitas struktur.
𝑦𝑦
𝛿𝛿𝑢𝑢 = Simpangan pada saat ultimit.
𝛿𝛿𝑦𝑦 = Simpangan pada saat leleh pertama.
Leleh terjadi pada struktur pada dasarnya sangat sulit ditentukan secara jelas dengan grafik beban versus perpindahan, namun untuk itu ada cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan perpindahan pada saat leleh terjadi, diantaranya sebagai berikut:
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.9 Penentuan Perpindahan Pada Saat Leleh Pertama Terjadi (Δy)
Universitas Sumatera Utara
1. Didasarkan atas simpangan saat leleh pertama terjadi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.a. 2. Didasarkan atas perpotongan kekakuan elastik terhadap beban ekivalen saat beban maksimum seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9.b. 3. Simpangan leleh yang didasarkan pada kapasitas disipasi energi yang sama (equal energy) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.c. 2.6 Energi Histeresis Hal terpenting pada material baja yang dikenai beban siklik-inelastik adalah kemampuannya untuk mendisipasi (menyerap) energy hysteresis. Energi ini diperlukan untuk perpanjangan dan perpendekan plastis dari material baja, dan dapat dihitung sebagai hasil kali gaya plastis dan perpindahan plastis (usaha pada daerah plastis). Tidak seperti energy kinetic atau energy regangan, energi histeretik ini terdisipasi dan tidak dapat dikembalikan. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.11.a. Di bawah pembebanan beban yang diikuti oleh pengurangan beban secara berurutan, energy histeretik, E h , dapat diekspresikan sebagai: 𝐸𝐸ℎ = 𝑃𝑃𝑦𝑦 . (𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝛿𝛿𝑦𝑦 )
(2.14)
Yaitu, daerah yang diarsir pada Gambar 2.10.a, dan untuk pembebanan siklik penuh, energy histeresis adalah luas daerah yang dibatasi oleh kurva beban perpindahan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.10.b. Pada pengulangan beban siklik, energi yang terdisipasi pada setiap siklik dijumlahkan untuk mendapatkan total energi disipasi. Jumlah kumulatif energi disipasi ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
hal terpenting yang memungkinkan struktur baja tetap bertahan pada kondisi pembebanan yang merusakkan seperti yang diakibatkan oleh gempa. P
P
P
P δi+1-δi
Py
Py
Eh
Eh
δmin δy
δmax
δy
δ
δmax
δ
δi+1-δi - Py
(b)
(a)
Gambar 2.10 Energi Histeresis : a) Sklik Sebagian dan b) Sklik Penuh 2.7
Metode Elemen Hingga Teori mekanika benda pejal yang ditentukan oleh hubungan tiga persamaan
diferensial adalah sebagai dasar. Persamaan diferensial yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Dengan σ ij adalah komponen tensor tegangan, b i adalah gaya badan, dan x j adalah koordinat ruang: 𝜕𝜕 𝜎𝜎 𝑖𝑖𝑖𝑖
+ 𝑏𝑏𝑖𝑖 = 0
(2.15)
𝜎𝜎𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝜀𝜀𝑘𝑘𝑘𝑘
(2.16)
𝜕𝜕𝑥𝑥 𝑗𝑗
b. Hubungan konstitutif (linier elastis) yang diwakili oleh hubungan teganganregangan:
Universitas Sumatera Utara
dengan ɛ kl adalah komponen tensor regangan dan D ijkl adalah konstanta elastis. c. Syarat kompatibilitas yang diwakili oleh hubungan regangan-perpindahan: 1 𝜕𝜕
𝜕𝜕
𝜀𝜀𝑖𝑖𝑖𝑖 = �𝜕𝜕 𝑢𝑢𝑢𝑢 + 𝜕𝜕𝑢𝑢𝑢𝑢 � 2
𝑥𝑥𝑥𝑥
(2.17)
𝑥𝑥𝑥𝑥
dengan, u i adalah perpindahan.
Setiap persamaan diferensial tersebut harus terpenuhi untuk setiap elemen infinitesimal pada seluruh bagian benda kontinum. Variabel keadaan yaitu perpindahan ditentukan dengan menyelesaikan system persamaan tersebut dengan menerapkan syarat-syarat batas. Untuk masalah non-linier, persamaan dasar harus dipenuhi sepanjang riwayat pembebanan. Nonlinieritas material dimanifestasikan dalam hubungan kontitutif sedangkan nonlinieritas geometri muncul juga mempengaruhi persamaan keseimbangan dengan perubahan beban. 2.7.1 Penyelesaian Masalah Nonlinier Suatu proses iterasi dan penentuan inkremen adalah bagian yang sangat penting untuk menghasilkan solusi persamaan nonlinier. Keakuratan perhitungan sangat dipengaruhi oleh ukuran incremental beban terutama untuk masalah yang tergantung kepada riwayat pembebanan. Hal yang diperlukan dalam proses iterasi sangat dipengaruhi oleh riwayat pembebanan dan sebaliknya penambahan beban juga sangat dipengaruhi oleh proses iterasi dalam menentukan kekonvergenan analisis. Inkremen penambahan beban yang terlalu besar akan membutuhkan iterasi yang lebih banyak, pada beberpa kasus hal tersebut akan menimbulkan divergen. Di sisi lain
Universitas Sumatera Utara
penambahan beban yang terlalu kecil akan mengurangi efisiensi perhitungan tanpa ada perbaikan akurasi yang signifikan. 2.7.2 Metode Iterasi Selain metode inkremen, juga metode iterasi sering digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah non-linier. Semakin berkembangnya perengkat penghitung yang mempunyai kemampuan lebih tinggi, sehingga dapat memberikan efisiensi dan hasil yang lebih akurat. Dalam prakteknya, analisis non-linier pada dasarnya menggunakan persamaam kesetimbangan system linier dengan cara membuat bagian-bagian kecil. Persamaam tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut: [𝐾𝐾 ]{𝑞𝑞 } = {𝑝𝑝}
(2.18)
dengan, [𝐾𝐾 ] = Matrik Kekakuan. {𝑞𝑞 } = Perpindahan. {𝑝𝑝} = Beban Luar.
Persamaan
di
atas
diselesaikan
secara
berulang
sampai
dicapai
kekonvergensian. Dapat dijelaskan beberapa metode iterasi yang digunakan dalam studi analisis seperti berikut: Pada perangkat lunak MSC/NASTRAN, proses iterasi yang tersedia adalah: 1. Full Newton-Raphson. 2. Modified Newton-Raphson. 3. Newton-Raphson with Strain Correlation. 4. Secant Method.
Universitas Sumatera Utara
Default proses iterasi yang dilakukan perangkat lunak MSC/NASTRAN adalah Metode Full Newton-Raphson. Serta metode untuk mempercepat konvergensi dan memperbaiki efektifitas iterasi yaitu dengan strategi perubahan matriks kekakuan secara
adaptif.
Dalam
mengubah
matriks
kekakuan,
perangkat
lunak
MSC/NASTRAN secara otomatis dapat mengevaluasi dan menentukan matriks kekakuan berdasarkan laju konvergensi. Pada setiap iterasi dapat ditentukan perlu tidaknya merubah matriks kekakuan berdasarkan estimasi waktu yang dibutuhkan. Selain Metode Full Newton-Raphson, penyelesaian masalah non-linier yang lain adalah Metode Newton Modifikasi. Beberapa metode perhitungan untuk analisis non-linier telah dikembangkan untuk memperoleh solusi konvergen secara cepat. Pembahasan secara ringkas dua metode yaitu Metode Full Newton-Raphson dan Metode Newton Modifikasi, pada dasarnya kedua metode ini dianggap sebagai dua metode ekstrim dalam hal pengubahan matriks kekakuan untuk mendapatkan solusi. 2.7.3 Metode Full Newton-Raphson Secara konsep metode ini menggunakan kekakuan yang selalu berubah setiap iterasi. Teknik solusinya akan diuraikan berikut ini. Tinjau satu titik kesetimbangan O yang disajikan dalam Gambar 2.11 dengan persamaan: 𝜆𝜆0 𝑝𝑝 − 𝑓𝑓(𝑞𝑞0 ) = 0
(2.19)
dimana λ 0 adalah parameter penambahan beban, p adalah vector beban dan f vector gaya dalam yang merupakan fungsi perpindahan q 0 . Untuk kasus dimana persamaan
Universitas Sumatera Utara
2.18 tidak seimbang, maka akan terdapat gaya sisa r(q i ) pada iterasi yang ke-I dan beban ke-n sebesar: 𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖 ) = 𝜆𝜆𝑛𝑛 𝑝𝑝 − 𝑓𝑓(𝑞𝑞𝑖𝑖 )
Beb an
(2.20)
C rq
rq rq
fq
O
λ1
fq1 λ0 q0
q0
Δq
q1
q2
Displace
Δq2
Gambar 2.11 Metode Full Newton-Raphson kemudian persamaan 2.19 diturunkan terhadap q maka diperoleh: 𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖 ) = −
𝑑𝑑𝑑𝑑 (𝑞𝑞 𝑖𝑖 ) 𝑑𝑑𝑑𝑑
= −𝐾𝐾(𝑞𝑞𝑖𝑖 )
(2.21)
Dimana K(qi) adalah kekakuan tangen pada perpindahan q i , jika solusi pendekatan q = q i , maka persamaan dapat dituliskan sebagai kerucut terpancung taylor.
dimana:
𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖+1 ) = 𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖 ) +
𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖 )𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖 = 0
(2.22)
𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖 = ∆𝑞𝑞𝑖𝑖+1 − ∆𝑞𝑞𝑖𝑖
(2.23)
𝑟𝑟(𝑞𝑞𝑖𝑖 ) = 𝐾𝐾(𝑞𝑞𝑖𝑖 )𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖
(2.24)
Sehingga residu r(q i ) menjadi:
Universitas Sumatera Utara
dengan mensubsitusikan persamaan 2.19 kedalam persamaan 2.23 akan diperoleh persamaan sebagai berikut: 𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖 = 𝐾𝐾(𝑞𝑞𝑖𝑖 )−1 (𝜆𝜆𝑛𝑛 𝑝𝑝 − 𝑓𝑓(𝑞𝑞𝑖𝑖 )
(2.25)
𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖 = 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑖𝑖−1 (𝜆𝜆𝑛𝑛 𝑝𝑝 − 𝑓𝑓(𝑞𝑞𝑖𝑖 ))
(2.26)
bila variabel 𝐾𝐾(𝑞𝑞𝑖𝑖 )−1 dalam penulisan diganti dengan 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑖𝑖−1 maka persamaan 2.25 menjadi:
Proses iterasi ini berulang sampai kekonvergensian pada satu titik yang diinginkan, pada Gambar 2.11 adalah titik C. Setiap langkah pada interval 𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖
diselesaikan dengan system persamaan linier dimana matrik kekakuannya selalu berubah. 2.7.4 Metode Modified Newton-Raphson Dalam efisien waktu metode Newton Raphson dirasakan kurang efisien yang disebabkan pada setiap iterasi dimulai menyusun system kekakuan dan persamaan yang baru. Untuk mengurangi kelemahan ini maka dibuat modifikasi dengan memberikan kekakuan yang konstan pada setiap iterasi. Pada persamaan 2.25 kekakuan 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑖𝑖 diberikan sama dengan 𝐾𝐾𝑇𝑇0 untuk setiap iterasi sehingga persamaan menjadi:
𝛿𝛿𝑞𝑞𝑖𝑖 = 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑖𝑖−0 (𝜆𝜆𝑛𝑛 𝑝𝑝 − 𝑓𝑓(𝑞𝑞𝑖𝑖 ))
(2.27)
ini berarti kekakuan pada iterasi yang ke-I (𝐾𝐾𝑇𝑇𝑖𝑖 ) adalah sama dengan kekakuan awal
sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.12. 2.8
Kriteria Kelelehan
Universitas Sumatera Utara
Untuk kasus tegangan uniaksial, terjadinya leleh pertama diketahui pada saat material mulai berdeformasi plastis. Jika kondisi tegangan pada suatu titik bukan berupa tegangan uniaksial, tetapi terdiri dari beberapa komponen tegangan yang berbeda arahnya, maka suatu kriteria diperlukan untuk menentukan kombinasi tegangan yang menyebabkan terjadinya leleh. Kriteria tersebut dinamakan kriteria leleh. Tahapan pertama dalam analisis plastis adalah menentukan kriteria leleh yang akan digunakan. Be ba n
C rq2
rq1 rq0
λ1p
O
fq2 fq1 δq1
λ0p
q0 q0
δq2
q1
q2
Displaceme
Δq1 Δq2
Gambar 2.12 Metode Modified Newton-Raphson Program perangkat lunak MSC/NASTRAN menyediakan empat macam kriteria leleh yaitu Von Mises, Tresca, Mohr-Coulomb, dan Drucker Prager. Dalam penelitian ini digunakan kriteria von Mises karena merupakan kriteria yang paling cocok untuk analisis plastis material baja dan paling sesuai dengan hasil eksperimental. Menurut von Mises,
kelelehan
material ditentukan
oleh
besarnya tegangan geser
Universitas Sumatera Utara
octahedralatau energi regangan distorsi yang bekerja pada material. Kelelehan mulai terjadi ketika tegangan geser octahedral mencapai nilai kritis yang ditentukan oleh: 2
2
𝜎𝜎𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = � . 𝐽𝐽2 = � 𝑘𝑘
(2.28)
𝑓𝑓 (𝐽𝐽2 ) = 𝐽𝐽2 − 𝑘𝑘 2 = 0
(2.29)
3
3
Dimana �𝐽𝐽2 = 𝑘𝑘, sehingga persamaan kriteria leleh von Mises akan berbentuk: dengan, k
= suatu konstanta matrial yang besarnya adalah =
σ0 =
𝜎𝜎0
√3
.
tegangan leleh material yang diperoleh dari hasil pengujian tarik uniaksial dan.
J 2 = invariant dari tensor tegangan deviatorik. Persamaan ini menggambarkan silinder yang perpotongannya dengan bidang deviatorik merupakan lingkaran dengan radius √2𝑘𝑘 dalam bentuk tegangan utama, persamaan 2.28 dapat ditulis:
(𝜎𝜎1 − 𝜎𝜎2 )2 + (𝜎𝜎2 − 𝜎𝜎3 )2 + (𝜎𝜎3 − 𝜎𝜎1 )2 = 6𝑘𝑘 2
(2.30)
Sebagai contoh tinjau pengujian tarik sederhana, dimana 𝜎𝜎1 = 𝜎𝜎0 , 𝜎𝜎2 = 𝜎𝜎3 = 0
dengan mensubsitusikan harga-harga tegangan utama ini pada persamaan 2.29 di atas, diperoleh: 2𝜎𝜎02 = 6𝑘𝑘 2 𝑘𝑘 =
𝜎𝜎0
√3
𝜎𝜎0 = √3𝑘𝑘 = �3𝐽𝐽2
(2.31) (2.32) (2.33)
Kriteria von Mises untuk kondisi tegangan biaksial bisa didapat dari perpotongan silinder dengan koordinat 𝜎𝜎3 = 0, yaitu: Universitas Sumatera Utara
sehingga:
𝜎𝜎12 + 𝜎𝜎22 − 𝜎𝜎1 𝜎𝜎2 = 𝜎𝜎02
(2.34)
𝜎𝜎0 = �𝜎𝜎12 + 𝜎𝜎22 − 𝜎𝜎1 𝜎𝜎2
(2.35)
Perpotongan kriteria ini dengan 𝜎𝜎𝑥𝑥 − 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 plane juga merupakan elipse. 1 2
2 2 2 �(𝜎𝜎𝑥𝑥 − 𝜎𝜎𝑦𝑦 )2 + (𝜎𝜎𝑦𝑦 − 𝜎𝜎𝑧𝑧 )2 + (𝜎𝜎𝑥𝑥 − 𝜎𝜎𝑧𝑧 )2 + 6(𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 + 𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 )� = 𝜎𝜎02
Sehingga jika 𝜎𝜎𝑦𝑦 = 𝜎𝜎𝑧𝑧 = 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 = 0
2 𝜎𝜎𝑥𝑥2 + 3𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝜎𝜎02
(2.36)
(2.37)
2.9 Tegangan-tegangan Utama
Pada suatu bidang ruang yang terdapat suatu tegangan resultan T n di mana garis tegangan tersebut berimpitan dengan normal bidang sehingga tegangan geser, σ ns tidak ada atau sama dengan nol. Arah yang dibentuk oleh T n adalah arah utama sehingga bidang yang dibentuk juga merupakan bidang utama (principal plane).
Gambar 2.13. T n Berimpit σ nn (Teori Elastisitas, Amrinsyah Nasution)
Universitas Sumatera Utara
Tegangan normal yang bekerja pada bidang utama disebut dengan tegangan utama (principal stress), tegangan utama terdiri dari tiga bidang utama yang saling tegak lurus yaitu σ nx, σ ny, σ nz, seperti pada Gambar 2.13. Hubungan antara tegangan bidang dengan normal dapat dituliskan sebagai berikut: σ nx, = σ xx. n1, + σ yx n 2 + σ zx n 3 (2.38a) σ ny = σ xy. n 1, + σ yy n2 + σ zy n(2.38b) σ nz = σ xz. n1, + σ yz n 2 + σ zz n3 (2.38c) dimana: n1 = cos (n,x)
(2.39a)
n2 = cos (n,y)
(2.39b) n3 = cos (n,z)(2.39c)
atau persamaan di atas dapat dituliskan dalam notasi tensor sebagai berikut: σ ni = σ ji. n j , i =1,2,3(2.40) dengan memproyeksikan σ nn terhadapsetiapσ nx, σ ny, σ nz maka diperoleh persamaan, σ nn. cos (n,x) = σ xx. (n,x)+ σ yx (n,y)+ σ zx cos (n,z)(2.41a) σ nn .cos (n,y) = σ xy. (n,x)+ σ yy (n,y)+ σ zy cos (n,z)
(2.41b)
σ nn. cos (n,z) = σ xz. (n,x)+ σ yz(n,y)+ σ zz cos (n,z)
(2.41c)
secara matriks persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: (σxx − σnn ) σyx σxy (σyy − σnn ) � σxz σyz
σzx cos (n, x) 0 σzy � �cos (n, y)� =�0� 0 (σzz − σnn ) cos (n, z)
(2.42)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan di atas merupakan persamaan linear homogen dan solusi trivial cos (n,x) = cos (n,y) = cos (n,z) = 0 adalah tidak mungkin mengingat aturan kosinus cos2 (n,x) + cos2 (n,y) +cos2 (n,z) = 1. Maka solusi yang memungkinkan adalah: (σxx − σnn ) σxy � σxz
σyx (σyy − σnn ) σyz
σzx σzy �=0 (σzz − σnn )
Sehingga dari persamaan di atas dengan melakukan determinasi maka di dapat: 3 2 − �𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 + 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝜎𝜎𝑛𝑛𝑛𝑛 + (𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 . 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 . 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 + 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 . 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 − 𝜎𝜎𝑛𝑛𝑛𝑛
2 2 2 2 2 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 − 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 − 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 ) 𝜎𝜎𝑛𝑛𝑛𝑛 − (𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 . 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 . 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 + 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 . 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 . 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 −
2 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 . 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 + 2𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 . 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦 . 𝜎𝜎𝑧𝑧𝑧𝑧 ) = 0(2.43)
Nilai akar-akar pangkat tiga dari persamaan (2.43) merupakan nilai dari tegangan utama. Dengan mengisikan nilai keenam komponen tegangan kartesian ke dalam persamaan maka akan diperoleh tiga nilai akar persamaan: a. Bila (σnn ) 1 , (σnn ) 2 dan (σnn ) 3 merupakan bilangan real maka n� 1 ,n� 2 dann� 3 R
R
R
R
R
R
merupakan bilangan unik dan saling tegak lurus.
b. Bila (σnn ) 1 = (σnn ) 2 ≠ (σnn ) 3 maka n� 3 unik dan setiap arah tegak lurus pada n� 3. R
R
R
R
R
dann� 3 adalah arah utama yang berhungan dengan (σnn ) 1 = (σnn ) 2. R
R
R
c. Bila (σnn ) 1 = (σnn ) 2= (σnn ) 3 makategangan merupakan tegangan hidrostatis R
R
R
dan setiap arah adalah arah utama.
Hubungan tegangan invariant dengan tegangan principal dapat dituliskan sebagai berikut: I 1 = σxx + σyy + σzz
(2.44a)
Universitas Sumatera Utara
I 2 = σxx .σyy + σyy .σzz + σzz .σxx - σ2 xy -σ2 yz -σ2 zx (2.44b)
I 3 = σxx .σyy .σzz - σxx σ2 yz - σyy . σ2 zx -σzz . σ2 xy +2. σxy .σyz .σzx
(2.44c)
Di mana I 1, I 2 , I 3 merupakan tegangan invariant pertama, kedua dan ketiga, dengan menyamakan sistem koordinat ke dalam arah-arah utama maka, tegangan invariant dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut: I 1 =(σnn ) 1 + (σnn ) 2 + (σnn ) 3 (2.45a) R
R
R
I 2 = (σnn ) 1 .(σnn ) 2+ (σnn ) 2 . (σnn ) 3 + (σnn ) 3 . (σnn ) 1 (2.45b) R
R
R
R
R
I 3 = (σnn ) 1. (σnn ) 2. (σnn ) 3 (2.45c) R
2.10
R
Regangan
R
R
Regangan merupakan nilai yang digunakan untuk menghitung intensitas deformasi, sama halnya dengan tegangan, regangan juga digunakan untuk menentukan gaya dalam. Regangan umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu regangan normal dan regangan geser. Regangan normal dilambangkan dengan epsilon, ε, regangan normal digunakan untuk menghitung perubahan ukuran seperti perpanjangan
pada
saat
terjadinya
deformasi,
sedangkan
regangan
geser
dilambangkan dengan gamma γ, regangan geser ini digunakan untuk menghitung perubahan bentuk seperti perubahan sudut yang diakibatkan geser pada bagian badan selama perubahan bentuk terjadi. Regangan atau deformasi dapat dihasilkan oleh tegangan, perubahan temperatur, atau perubahan fisik yang menyebabkan penyusutan atau pengembangan. Regangan pada umumnya tidak memiliki satuan, untuk regangan normal regangan dinyatakan dalam mm/mm, inch/inch, micro-inch/inch
Universitas Sumatera Utara
(μ in/in), sedangkan untuk regangan geser dinyatakan dalam microradian, μ di mana micro merupakan 10-6. Dalam eksperimen-eksperimen yang dilakukan, umumnya akan lebih mudah melakukan pembatasan terhadap regangan dibandingkan dengan melakukan pembatasan terhadap tegangan. Dengan mendapatkan nilai dari suatu regangan, maka nilai suatu tegangan bisa didapatkan melalui hubungan tegangan dan regangan. Alat untuk mengukur regangan pada kegiatan eksperimen adalah strain gauge. 2.11
Hubungan Tegangan-Regangan Hubungan tegangan-regangan akan mudah digambarkan ketika dalam kondisi
plastis, namun ketika material dalam kondisi plastis maupun elastis-plastis hubungan antara tegangan dan regangan akan sulit digambarkan karena sudah tidak linear lagi. Pada Gambar 2.14 berikut dapat dilihat kenaikan tegangan dan regangan material.
Gambar 2.14. Kenaikan Tegangan dan Regangan (Structural Plasticity, Chen, W.F dkk)
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 2.14 di atas dapat dilihat bahwa regangan dε tersusun atas dua bagian yaitu, dεe dan dεp , dimana dεe adalah kenaikan regangan elastis sedangkan dεp
merupakan kenaikan regangan plastis. Hubungan kenaikan tersebut dapat dituliskan secara umum sebagai berikut: 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑑𝑑𝜀𝜀 𝑒𝑒 + 𝑑𝑑𝜀𝜀 𝑝𝑝 (2.46)
𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝐸𝐸𝑡𝑡 . 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝐸𝐸. 𝑑𝑑𝜀𝜀 𝑒𝑒 = 𝐸𝐸𝑝𝑝 … . 𝑑𝑑𝜀𝜀 𝑝𝑝 (2.47) 𝐸𝐸𝑡𝑡 =
𝐸𝐸𝑝𝑝 =
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
(2.48)
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑 𝜀𝜀 𝑝𝑝
(2.49)
dengan, dσ = Kenaikan Tegangan yang bersesuaian, E
= Modulus Young,
Et = Modulus Tangensial,
Ep = Modulus Plastis.
Hubungan antara Modulus Young (E), Modulus tangensial (Et ) dan Modulus
plastis (Ep ) dapat dituliskan sebagai berikut:
1
𝐸𝐸𝑡𝑡
atau 𝐸𝐸.𝐸𝐸
1
= + 𝐸𝐸
1
𝐸𝐸𝑝𝑝
(2.50)
𝐸𝐸.𝐸𝐸
𝐸𝐸𝑡𝑡 = 𝐸𝐸+ 𝐸𝐸𝑝𝑝 ; 𝐸𝐸𝑝𝑝 = 𝐸𝐸−𝐸𝐸𝑡𝑡 (2.51) 𝑝𝑝
𝑡𝑡
Dalam menganalisis hubungan tegangan-regangan dalam kondisi elastik-plastis dengan pembebanan monotonik, dapat dilakukan dengan beberapa model antara lain: Elastic-Perfectly Plastic Model, Elastic-Linearly Hardening Model, ElasticExponential Hardening Model, Ramberg-Osgood Model.
Universitas Sumatera Utara
2.11.1
Elastic – Perfectly Plastic Model Model ini mengabaikan work hardening sehingga kondisi plastis akan di
mulai pada saat tegangan mencapai tegangan leleh 𝜎𝜎𝑦𝑦0 , persamaan untuk model ini
dapat dituliskan sebagai berikut: 𝜎𝜎
𝜀𝜀 = Untuk kondisi σ <𝜎𝜎𝑦𝑦0 E
𝜀𝜀 =
𝜎𝜎 E
(2.52)
+ 𝜆𝜆Untuk kondisi σ = 𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.53)
dimana nilai 𝜆𝜆 adalah bernilai positif.
2.11.2
Elastic – Linearly Hardening Model
Model ini mengasumsikan modulus tangensial bersifat konstan dan hubungan tegangan-regangan di gambarkan dalam suatu garis lurus: 𝜎𝜎
2.11.3
𝜀𝜀 =
𝜎𝜎 E
+
𝜀𝜀 = Untuk kondisi σ ≤𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.54) 1
Et
E
(σ - 𝜎𝜎𝑦𝑦0 ) Untuk kondisi σ >𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.55)
Elastic – Exponential Hardening Model
Dalam model ini hubungan tegangan-regangan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk kondisi elastis dan untuk kondisi elastis-plastis: σ = E. 𝜀𝜀 Untuk kondisi σ ≤𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.55)
σ = k𝜀𝜀 𝑛𝑛 Untuk kondisi σ >𝜎𝜎𝑦𝑦0 (2.56)
di mana nilai k dan n merupakan konstanta ditentukan dari curve-fitting dari hasil eksperimen.
Universitas Sumatera Utara
2.11.4
Ramberg - Osgood Model Model ini menampilkan transisi hubungan tegangan-regangan dari kondisi
elastis ke kondisi plastis. Persamaan tegangan-regangan untuk model ini adalah sebagai berikut:
𝜀𝜀 =
𝜎𝜎 E
𝜎𝜎 𝑛𝑛
+ a� � (2.56) 𝑏𝑏
Di mana a, b dan n merupakan konstanta material yang diperoleh dari pencocokan kurva hasil eksperimen.
Universitas Sumatera Utara