BAB II
RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HAK PRIVASI
Manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara memiliki hak-hak yang harus diperoleh dan dipenuhi sejak manusia lahir bahkan sebelum manusia itu lahir, sehingga sifat dari hak adalah mutlak. Karena sifat mutlak dari hak maka sudah seharusnya hak ini dilindungi, terutama dibutuhkan peran aktif negara dalam melindungi hak masyarakatnya. Salah satu hak yang harus dilindungi adalah hak privasi. Hak privasi ini memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi manusia untuk bergerak di daerah kehidupan pribadinya. Intervensi pemerintah yang begitu besar dalam kehidupan manusia terutama dalam ruang public (public sphere) membuat manusia tidak dapat bergerak bebas dan leluasa dalam kehidupan bermasyarakat. Yang tersisa hanya ruang privat bagi manusia untuk dapat bergerak bebas dan leluasa dalam memenuhi kebutuhan kehidupan pribadinya. Dari pernyataan di atas maka hak privasi menjadi penting karena hak privasi memberikan perlindungan terhadap ruang privat dari intervensi pemerintah. Sebelum membahas lebih lanjut tentang hak privasi, akan dijelaskan definisi privasi agar memiliki pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif. A.
Pengertian Hak Privasi Hak privasi sebagai sesuatu yang mutlak dimiliki oleh individu manusia sebagai tuntutan akan pemenuhan kebutuhan serta kepentingan diri pribadi terhadap informasi tentang dirinya serta pembatasan akses terhadap 11
12
informasi
pribadi.
Hak
privasi
juga
dapat
didefinisikan
sebagai
pengendalian terhadap informasi diri pribadi serta sebagai hak untuk menetukan kapan, bagaimana, dan untuk apa informasi mengenai dirinya dapat dipublikasikan atau diketahui oleh orang lain. Dari penjelasan tersebut maka hak privasi sebagai jaminan perlindungan terhadap informasi individu manusia dari intervensi individu lain maupun pemerintah. Definisi di atas diperkuat oleh literature-literatur hukum serta pendapat-pendapat para ahli hukum maupun putusan pengadilan yang secara konseptual juga memberikan definisi serta pengertian terhadap hak privasi, sebagaimana telah dijabarkan di bawah ini. Black‟s Law Dictionary,mendefinisikan hak privasi (right of privacy) sebagai “the right to personal autonomy”.1 Yang dimaksud dengan autonomy pada pengertian di atas adalah autonomy yang berkaitan dengan privasi (privacy) atau autonomy privacy, makna dari autonomy privacy adalah “An individual‟s right to control his or her personal activities or intimate personal decisions without outside interference, observation, or intrusion”.2 Penjelasan yang diberikan oleh black‟s law dictionary
cukup
memberikan pengertian serta pemahaman yang jelas bahwa hak privasi sebagai pengendalian terhadap aktivitas kehidupan pribadi seseorang. Definisi yang diberikan black‟s law dictioary senada dengan How Wang
1
Bryan AGarner,ed.,Black‟s Law Dictionary, St. Paul-Minn.:West Co., 1999, h. Ibid.,h. 1315.
2
13
yang memaknai hak privasi sebagai
”control over something”.3
Sebagaimana arti sebuah hak yaitu sesuatu yang mutlak menjadi miliki seseorang dan penggunaannya tergantung kepada orang itu sendiri. Dari pengertian hak tersebut memiliki makna bahwa setiap individu memiliki kemandirian dalam memenuhi segala sesuatu yang mutlak menjadi miliknya. Salah satu kemandirian yang telah didefinisikan oleh black‟s law dictionary dan How Wang yaitu dalam mengatur segala aktivitas pribadinya serta segala keputusan untuk dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Sehingga dari definisi yang diberikan black‟s law dictionary dan How Wang memberikan pengertian bahwa hak privasi memberikan kebebasan kepada individu untuk mengatur aktivitas pribadinya tanpa intervensi atau diketahui oleh orang lain. Kemudian definisi yang populer dari para ahli, yang menjadi dasar pemahaman mengenai privasi di seluruh dunia yaitu definisi yang diberikan oleh Alan Westin (1967), yang mendefinisikan privasi sebagai; “the claim of individuals, groups, or institutions to determine for themselves when, how, and to what extent information about them is communicated to others.”4 Definisi yang diberikan Westin mengenai privasi dapat dipahami juga sebagai suatu hak individu untuk menuntut dan menentukan kapan informasi tentang dirinya boleh diketahui oleh oranglain. Definisi ini menunjukan bahwa hak privasi sebagai kekuasaan terbesar yang dimiliki individu untuk menentukan kapan, bagaimana dan utuk apa informasi 3
Hao Wang, ProtectingPrivacy in China, Springer, New York, 2011, h. 3. Westin AF, Privacy and Freedom, Atheneum, New York, 1967, h. 7.
4
14
tentang dirinya boleh dipublikasikan kepada orang lain atau diketahui orang lain. Karena sifat privasi sebagai sesuatu yang mutlak dimiliki individu maka setiap individu memiliki kemampuan (ability) untuk menetukan kapan, bagaimana, dan untuk apa informasi mengenai dirinya boleh diketahui oleh orang lain. Sehingga Westin memberikan definisi kedua yang menyatakan “Privacy as the ability to “determine for themselves when, how, and to what extent information about them is communicated to others.”5 Dari definisi yang diberikan oleh Westin dapat dipahami bahwa hak privasi memberikan kemampuan (ability) kepada individu untuk menuntut (claim) terhadap informasi mengenai diri pribadinya untuk diketahu oleh orang lain. Kemudian menurut Supreme Court Amerika menyatakan bahwa privasi merupakan ; “right to control the dissemination of personal information, especially one‟s identity, and toa lesser extent, as a right to limit access to one‟s self”.6 Definisi yang diberikan oleh Suprem Court Amerika memberikan pandangan bahwa memang privasi merupakan hak bagi individu manusia terutama hak untuk mengkontrol/mengatur penyebaran informasi pribadi bukan hanya itu saja tetapi privasi juga sebagai hak pembatasan akses terhadap diri pribadi individu. Sehingga dari deifinisi ini dapat dikatakan bahwa hak privacy adalah hak untuk mengatur penyebaran mengenai informasi diri pribadi individu serta sebagai hak pembatasan. Karena privasi 5
Ibid. Martin Khun, Federal DataveillanceImplications for Constitutional PrivacyProtections, LFB Scholarly Publishing LLC, New York, 2007, h. 51. 6
15
berkaitan erat dengan kerahasian informasi pribadi seseorang yang apabila informasi tersebut disebarluaskan atau mengalami intervensi maka akan merugikan individu manusia serta dapat merusak martabat serta nama baik individu. Begitu juga dengan putusan pengadilan dalam kasus Talley v California yang memberikan konsep mengenai privacy sebagai “a right to limit access to self through a right to control access to personal information, and this privacy interest is increasingly heightened as the immediate threat of harm increases”.7 Definisi yang diberikan dalam putusan pengadilan ini menunjukan adanya keterkaitan antara right to limit access dengan right to control acces dalam intervensi terhadap personal information. Sehingga ketika adanya pembatasan terhadap akses informasi mengenai individu maka disitu ada hak individu untuk mengatur informasi mengenai diri pribadinya. Definisi yang diberikan oleh putusan pengadilan dalam kasus Talley v California menjadi fokus dalam penulisan ini karena hak privasi memberikan jaminan terhadap personal information terutama memberikan hak kepada individu untuk membatasi akses mengenai segala aktivitas pribadinya yang dapat mengganggu rasa aman dan kenyamanan dalam melaksanakan aktivitas dalam ruang privat individu tersebut.
7
Ibid., h. 58.
16
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya UU ITE memberikan definisi terkait hak privasi, terdapat 3 definisi dalam penjelasan pasal 31 UU ITE yaitu; a.
b.
c.
Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Dari tiga definisi yang diberikan oleh UU ITE menjadi definisi yang spesifik mengenai hak privasi. UU ITE menyatakan bahwa hak privasi adalah kebebasan individu dalam menikmati kehidupan pribadinya, tidak dimata-matai dalam melakukan hubungan komunikasi, dan pengawasan oleh individu terhadap informasi pribadinya. Sehingga definisi yang diberikan oleh UU ITE juga menjadi fokus dalam penulisan ini. B.
Ruang Lingkup Hak Privasi Pembahasan definisi-definisi pada sub bab sebelumnya belum secara konkret menjelaskan mengenai ruang lingkup dari hak privasi. Dengan demikian maka pertanyaan dalam sub bab ini adalah : apa saja yang masuk ke dalam hak privasi ? dan hal/kegiatan konkret apa yang dilindungi oleh hak privasi ?. Dengan kata lain sub bab ini akan membahas tentang obyek dari hak privasi. Definisi mengenai hak privasi masih kabur apabila dikaitkan dengan ruang lingkup hak privasi. Sehingga dalam sub-bab ini penulis akan membahas secara lebih komprehensif mengenai ruang lingkup
17
hak privasi. Diharapkan dengan pembahasan yang komprehensif mengenai ruang lingkup hak privasi maka fokus pemahaman mengenai ruang lingkup hak privasi akan lebih jelas dan menjawab pertanyaan di atas. 1.
Ruang Lingkup Hak Privasi Secara Umum Hak privasi memberikan perlindungan terhadap ruang privat (private sphere) manusia.8 Ruang privat (private sphere) ini adalah wilayah eksklusif dalam diri pribadi individu manusia yang memberikan batasan terhadap intervensi dimana jika dimasuki akan mengganggu rasa aman dan nyaman bagi individu tersebut. Sehingga individu tersebut tidak dapat bergerak bebas serta leluasa dalam memenuhi atau menjaga segala sesuatu yang dianggapnya rahasia. Penjelasan tersebut senada dengan pendapat Scoglio yang menyatakan bahwa “but privatism, the upholding of a private sphere inside which individuals are supposed to be free to do whatever they want, even that which is unethical and socially or self-destructive (what is truly unethical is always destructive), as longas their actions do not harm the equal arbitrary liberty of others”.9 Kemudian Bervely, Ohly, dan Lucas memberikan pengertian mengenai ruang privat (privat sphere) sebagai “primafacie protected against intrusion, information concerning the individual sphere may be published if the public interest in free speech and information
8
Huw Brevely Smith, Ansgar Ohly, Agnes Lucas Schloetter., Privacy, Property, and Peronality Civil Law Perspectives on Commercial Appropriation, Cambridge University Press, 2005, h. 115., Kajian yang dilakukan oleh Beverly, Ohly, dan Lucas terhadap BVerfGE 54, 148 – Eppler; BVerfGE 80, 376 – Tagebuch II; BGH GRUR 1987, 464. 9 Stefano Scoglio,Transforming Privacy, Praeger Publishers, London, 1998, h. 29.
18
carries more weight than the privacy interest”.10 Pengertian yang diberikan oleh Bervely, Ohly, dan Lucas yaitu bahwa ruang privat (privat sphere) memberikan perlindungan dari acaman terhadap informasi pribadi, terutama ketika informasi pribadi yang berada dalam ruang individu (individual sphere) mungkin dipublikasikan jika public interest berada pada free speech. Begitu juga ketika informasi pribadi yang dimiliki oleh publik lebih besar daripada privacy interest. Untuk dapat memperjelas ruang lingkup hak privasi secara umum, maka terdapat tiga konsep utama mengenai privasi, ketiga konsep tersebut yaitu ;11 1.
Privasi Sebagai Ruang (Privacy as Space). Konsep yang paling jelas untuk memahami Privacy as Space, adalah konsep yang diberikan oleh Fourth Amendment ; “The most common example of this conceptualization is the Fourth Amendment. Ratified in 1791 in the tradition of “a man‟s house is his castle,” the Fourth Amendment protected the right of the people to be secure in their “persons, houses, papers, and effects.”12 Penjelasan yang dimaksud oleh Fourth Amendment dengan Pirvacy as Space yaitu bahwa privasi memberikan perlindungan terhadap hak yang dimiliki seseorang. Perlindungan tersebut ditujukan terhadap suatu ruang yang
10
Huw Brevely Smith, Ansgar Ohly, Agnes Lucas Schloetter., Loc Cit., Marthin Kuhn, Op cit., h. 12. 12 Ibid. 11
19
merupakan hak pribadi setiap orang. Ruang yang dimaksud Fourth Amendment di sini yaitu “persons, houses, papers, and effects”. 2.
Privasi Sebagai Kerahasiaan (Privacy as Secrecy).13 Menurut Daniel Solovo konsep privacy as secrecy timbul dari definisi private space sebagai “secrecy paradigm”
14
. Secrecy paradigm muncul “when society
needed access to personal information in order to function, and this need conflicted with individual privacy rights
in
personal
information”.15
Solove
juga
mendeskripsikan informasi berdasarkan secrecy paradigm dengan pernyataan seperti ini ; “Privacy is invadedby uncovering one‟s hidden world, by surveillance, and by the disclosure of concealed information . . . If the information isn‟tsecret, then courts often conclude that the information can‟t beprivate”.16 Penjelasan yang dimaksud Solove dengan Privacy as Secrecy yaitu bahwa privasi memberikan batasan
13
Lihat The Law Reform CommissionOf Hong Kong, Consultation Paper OnCivil Liability For Invasion Of Privacy, h. 8., Dalam Consultation Paper ini memberikan penjelasan juga mengenai secrecy. Bahwa secrecy sebagai batasan-batasan yang diketahui oleh individu. Berikut penjelasan mengenai secrecy menurut Consultation Paper OnCivil Liability For Invasion Of Privacy; “A person canbe said to have lost privacy if he is unable to control the release oruse of information about himself which is not available in the publicdomain. In general, the more people know about the information, thegreater the loss of privacy suffered by the individual to whom theinformation relates”., lihat juga Ruth Gavison, Privacy and Limits of Law, The Yale Law Journal Company, 1980, h. 428. 14 Martin Khun,Op cit, h. 16. 15 Ibid, h. 17. 16 Ibid.,h. 16.
20
terhadap masyarakat umum untuk memiliki akses terhadap informasi pribadi seseorang serta membatasi masyarakat umum yang bertujuan untuk menggunaka informasi pribadi tersebut. Jika masyarakat umum dapat memiliki akses terhadap informasi pribadi maka akan menimbulkan pertentangan dengan hak privasi seseorang yang terdapat dalam informasi pribadi. Kemudian Hidden world yang dimaksud oleh Solove adalah kerahasiaan (secrecy), karena rahasia sehingga Solove mengartikan sebuah kerahasiaan sebagai dunia yang tersembunyi (hidden world). Dari pernyataan Solove tersebut dapat kita pahami bahwa informasi diri pribadi berkaitan erat dengan kerahasiaan dan privasi itu sendiri memberikan perlindungan terhadap kerahasian informasi pribadi seseorang. 3.
Privasi
sebagai
pengaturan
informasi
(Privacy
as
Information Control). Menurut Schwartz definisi privacy as information control yaitu ; “They are, first, the notion that the term “privacy” means control (or rights of control) over the use of personal data or information; second, the notion that the expression “right to privacy” means the right or claim to control the use of personal data or information; and, third, the notion
21
that the central aim of privacy regulation should be promoting individuals‟ control (or rights of control) over personal data or information.”17 Penjelasan yang dimaksud oleh Schwartz dengan Privacy as Information Control yaitu bahwa hak privasi memberikan perlindungan terhadap data atau informasi pribadi seseorang. Sehingga dengan adanya perlindungan terhadap data atau informasi pribadi, setiap individu manusia memiliki hak untuk mengatur penggunaan informasi
atau
data
pribadi
yang
dimilikinya.
Perlindungan terhadap data atau informasi tersebut, juga memberikan hak untuk menuntut terhadap penggunanaan data atau informasi tentang diri pribadi manusia. Kemudian menurut Rusel Brown, hak atas privasi sebagai hak yang lahir akibat adanya hak atas milik pribadi terhadap suatu sumber daya tertentu.18 Pernyataan ini
memberikan
pemahaman
bahwa
hak
privasi
memberikan perlindungan terhadap segala sesuatu yang diklaim oleh individu sebagai milik dirinya sendiri. Sebagai contoh ketika seseorang memiliki sebuah hand phone maka individu tersebut memiliki hak untuk bebas mempergunakan
17
hand
phone
tersebut
terhadap
Ibid.,h. 20. Russel Brown, “Rethinking Privacy”, Alberta Law Review, Vol. 43 No. 589, 2006, h.
18
592.
22
kepentingan pribadinya dan bebas membatasi seseorang untuk mengetahui informasi yang ada di dalam hand phone
tersebut.
Berbeda
ketika
individu
tersebut
menggunakan hand phone untuk melakukan tindak kejahatan maka fungsi dari hand phone tersebut sudah tidak diartikan untuk kepentingan pribadi. Sehingga hak privasi terbentuk akibat adanya klaim kepemilikan akan sesuatu yang dianggap oleh individu sebagai pembatasan terhadap intervensi orang lain.Yang dimaksud sesuatu disini adalah wilayah-wilayah yang dibatasi oleh individu untuk diketahui oleh orang lain. Seperti rumah, individu akan membatasi individu lain untuk memasuki rumahnya tanpa izin atau sepengetahuan pemilik rumah tersebut dan apabila dimasuki secara paksa akan mengganggu kenyamanan dan keamanan individu yang memiliki rumah tersebut. Hak privasi juga terbentuk akibat adanya kepentingan-kepentingan yang sifatnya rahasia. Seperti individu yang memiliki perusahaan, maka individu tersebut akan membatasi seseorang untuk mengetahui informasi-informasi mengenai prusahaanya baik dalam hubungan telekomunikasi maupun dalam bahan-bahan
produk
yang
digunakan.
Apabila
kepentingan-kepentingan yang sifatnya rahasia ini diusik
23
maka akan terjadi kerugian yang dialami oleh individu tersebut.
2.
Kerahasiaan Hubungan Komunikasi Pribadi Sebagai Hak Privasi Dari semua penjelasan di atas maka dapat kita persempit ruang lingkup mengenai hak privasi yang sesuai dengan pembahasan dalam penulisan ini yaitu hak privasi dalam ruang lingkup kerahasian hubungan komunikasi yang dilakukan oleh individu dengan individu lain. Pemahaman serta penjelasan-penjelasan mengenai ruang lingkup hak privasi di atas dapat kita tarik untuk membentuk suatu konsep dan ruang lingkup yang lebih spesifik bahwa hak privasi juga memberikan jaminan terhadap kerahasiaan hubungan komunikasi seseorang dengan orang lain, dengan menggunakan alat komunikasi baik itu menggunakan telepon, hp, atau teknologi elektronik lainya, yang dapat digunakan untuk komunikasi. Jaminan tersebut diberikan oleh hak privasi karena kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi masuk ke dalam ruang privat (privat sphere). Individu dalam melakukan suatu hubungan komunikasi dengan individu lainnya secara langsung akan menciptakan suatu ruang yang membatasi individu lain untuk dapat mengintervensi atau mengetahui apa yang sedang dibicarakan dalam hubungan komunikasi yang dilakukan oleh individu tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Fourth Amendment bahwa privasi sebagai ruang (privacy as space), privasi memberikan jaminan kepada individu untuk membatasi individu lain
24
untuk dapat mengintervensi ruang kehidupan privasinya, begitu juga ketika individu melakukan suatu hubungan komunikasi maka individu yang berada diluar ruang kehidupan privasinya tidak boleh masuk secara bebas tanpa sepengetahuan individu tersebut. Kemudian privasi sebagai ruang (privacy as space) merupakan bagian dalam privat interest yang merupakan cakupan dari ruang privat (privat sphere), hal ini dikarenakan privacy interest mencakup “ the interest in controlling entry to the “personal space” or “territorial privacy” dan “the interest of the person in controlling the information held by others about him, „information privacy“.19 Sehingga ketika individu
melakukan suatu hubungan komunikasi maka terdapat ruang yang membatasi orang lain untuk masuk mengintervensi ke dalam ruang tersebut. Ruang tersebut muncul akibat adanya privacy sebagai ruang (privacy as space), yang memberikan perlindungan ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi. Perlindungan tersebut muncul akibat privacy sebagai ruang (privacy as space) merupakan cakupan dari privacy interest. Privacy interest tersebut menjadi bagian dalam ruang privat (privat sphere) yang dilindungi oleh hak privasi, sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab di atas. Dari penjelasan
19
Privacy as Space berkaitan dengan personal space dan territorial privacy, Personal space menjadi salah satu ruang lingkup dalam hak privasi karena menjadi bagian dalam privacy interests.Lihat Australia Law Reform Commission, Privacy, Publishing Service, Canberra, 1983, h. 1. Dalam Australia Law Reform Commission menjelaskan bahwa privacy interests mencakup dalam hal ; 1. the interest in controlling entry to the „personal space‟ or „territorial privacy‟; 2. the interest in freedom from interference with one‟s person and „personal space‟ or„privacy ofthe person‟; and 3. the interest of the person in controlling the information held by others about him, „informationprivacy‟.
25
tersebut maka kerahasiaan hubungan komunikasi dapat menjadi bagian dalam wadah ruang privat (privat sphere), karena ruang yang muncul
ketika
seseorang
melakukan
hubungan
komunikasi
memberikan perlindungan terhadap kerahasian hubungan komunikasi. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Peter Marzuki, guru besar ilmu hukum di Universitas Airlangga, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum, bahwa hak atas privacy meliputi kesendirian seseorang, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang, data seseorang, dan personal seseorang.20Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa komunikasi yang dilakukan seseorang merupakan ruang lingkup dari hak privasi. Pernyataan ini muncul akibat dari kekhawatiran akan perkembangan teknologi yang mampu mengakses data maupun informasi pribadi milik seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut. Perkembangan
teknologi
yang
kian
mengkhawatirkan
bagi
perlindungan hak privasi disebabkan oleh semakin banyak teknologi yang dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi milik pribadi, hal ini menjadikan hubungan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang menjadi ruang lingkup hak privasi. Kemudian ketika individu melakukan suatu komunikasi maka terdapat informasi atau data yang disampaikan di dalamnya. Informasi tersebut bagi individu yang melakukan komunikasi sebagai klaim kepemilikan atas informasi yang telah ia sampaikan, dan juga individu tersebut memiliki hak untuk mengkontrol informasi atau data tersebut 20
Peter Mahmud Marzuki, Op cit, 2009, h. 206.
26
boleh diketahui oleh siapa saja. Pernyataan ini senada dengan yang sudah disampaikan oleh
Schwartz dan Rusel Brown. Schwartz
menyatakan bahwa privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information control), ketika individu melakukan suatu komunikasi maka informasi yang tersampaikan melalui komunikasi tersebut menjadi hak individu untuk mengatur informasi tersebut, untuk apa, bagaimana, dan siapa yang boleh mengetahuinya. Kemudian Rusel Brown menyatakan bahwa privacy muncul atas klaim kepemilikan akan sesuatu, maka ketika komunikasi dilakukan oleh seseorang terdapat informasi di dalamnya dan informasi tersebut merupakan klaim atas kepemilikan terhadap informasi tersebut. Kerahasiaan hubungan komunikasi menjadi sangat jelas dapat masuk ke wadah ruang privat (privat sphere) yaitu ketika privasi sebagai kontrol informasi (privacy as control information) menjadi bagian dan sebagai support terhadap privacy interest.21Salah satu support privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information control) terhadap privacy interest yang dapat menjelaskan bahwa kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi sebagai bagian dalam 21
Lihat The Law Reform Commission Of Hong Kong, Civil Liability For Invasion Of Privacy, h. 10.,Privacy as Information Control berkaitan dengan personal information yang menjadi support terhadap privacy interests. Berikut segala bentuk support yang diberikan personal information terhadap privacy interests; 1. It helps us to forge and conduct personal and social relationships. 2. It protects individual choice by preventing a person from being divertedfrom his chosen path lest others would be offended or might try to bringpressure to bear on him if his choice is made known to others. 3. It enables family life to flourish in a secure home. 4. It protects the privacy and freedom of private communications. 5. It enables people to indulge their personal preferences in sex, play,reading matter, religious worship, food or dress, in settings where they arenot visible to others. 6. It enables sheltered experimentation and testing of ideas without fear ofridicule or penalty.
27
wadah ruang privat (privat sphere). Privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information control) memberikan support terhadap privacy interest dalam hal “ It protects the privacy and freedom of private communications ”.22 Dari penjelasan tersebut maka terlihat jelas bahwa privasi sebagai kontrol informasi (privacy as information control) dapat membuktikan bahwa kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi dapat masuk ke dalam wadah ruang privat (privat sphere) yang dilindungi oleh hak privasi. Sehingga komunikasi yang dilakukan oleh seseorang melalui alat komunikasi baik itu telephon, hp, internet, maupun alat komunikasi lainnya merupakan ruang lingkup dari hak privasi yang masuk ke dalam ruang privat (private sphere). Karena ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi di dalamnya terdapat klaim akan kepemilikan informasi yang disampaikan, control terhadap infromasi tersebut, terciptanya suatu ruang, serta adanya kerahasian dalam informasi tersebut. Semua itu adalah harapan yang masuk akal (reasonable expectation) akan privacy. Kerahasiaan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang masuk ke dalam ruang lingkup hak privasi karena memenuhi setiap unsur dalam konsep ruang lingkup hak privasi yaitu; Privacy as Space, artiya bahwa ketika seseorang telah melakukan hubungan komunikasi maka akan terbentuk suatu ruang yang membatasi seseorang untuk mengetahui informasi yang sedang di bicarakan. Privacy as 22
Ibid.
28
Information Control, artinya bahwa ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi maka terdapat informasi yang di sampaikan melalui komunikasi tersebut dan orang tersebut berhak untuk mengatur kapan, bagaimana, dan untuk apa orang lain menggunakan informasi yang sedang dibicarakan dan membetasi seseorang untuk mengetahui informasi yang sedang dibicarakan. Privacy as secrecy, artinya bahwa ketika seseorang melakukan hubungan komunikasi maka informasi yang tersampaikan melalui komunikasi tersebut merupakan kerahasiaan, karena iformasi berkaitan erat dengan kerahasiaan. Privacy memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan informasi pribadi terutama dalam melakukan hubungan komunikasi, privacy memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan dalam komunikasi tersebut. Kerahasian hubungan komunikasi dapat masuk ke dalam wadah ruang privat (privat sphere) yang dilindungi oleh hak privasi karena kedua konsep di atas yaitu privasi sebagai ruang (privacy as space) dan privasi sebagai kontrol informasi (privacy as control information) merupakan bagian dalam privacy interest. Privacy interest merupakan bagian yang dilindungi oleh ruang privat (private sphere) karena privacy interest mencakup
“privacy and freedom of private
communications “, “ personal space”. or “territorial privacy “, dan “controlling the information held by others”“(information privacy)”. Dari penjelasan tersebut maka kegiatan konkret yang menjadi bagian dalam ruang privat (private sphere) yaitu “secret photographing,
29
surveillance by microphone or camera, telephone-tapping and the like. A person‟s private sphere is also protected against nuisance and disturbance by others”.23 Dari penjelasan di atas maka kerahasiaan komunikasi pribadi merupakan bagian dalam wadah ruang lingkup hak privasi yang dilindungi oleh HAM. Kerahasiaan komunikasi pribadi memenuhi unsur-unsur yang termasuk kedalam ruang lingkup hak privasi dan merupakan cakupan dari privacy interest, privat sphere, dan hak privasi. Sehingga kerahasian komunikasi pribadi merupakan bagian dari hak privasi yang dilindungi dan diakui oleh HAM.
C.
Hak Privasi Sebagai HAM 1.
Karakteristik Hak Privasi Sebagai HAM Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari tiga suku kata yaitu hak, asasi, dan manusia. Kata hak dan asasi diambil dari bahasa Arab yaitu haqq yang memiliki arti kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.24 Adapun kata asasi berasal dari kata asasiy yang berasal dari kata assa, yaussu, asasaan artinya membangun, mendirikan, dan meletakan. Kata asas adalah bentuk tunggal dari kata usus yang berarti asal, esensial, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian,
23
Smith Huw Beverly, Ansgar Ohly, Schloetter Agnes Lucas., Loc Cit., Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM; Mengurai Hak Eonomi, Sosial, dan Budaya, Raja Grafindo Persada, Depok, 2013, h. 17. 24
30
kata asasi diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti bersifat dasar atau pokok.25 Sehingga dalam Bahasa Indonesia, HAM dapat diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.26 Munculnya istilah HAM itu sendiri merupakan produk sejarah. Istilah HAM pada awalnya adalah keinginan dan tekad manusia untuk diakui dan dilindungi dengan baik. Para pengkaji HAM mencatat bahwa kelahiran wacana HAM adalah sebagai reaksi atas tindakan despotik yang diperankan oleh penguasa.27Daripada itu kemunculan HAM berupaya membatasi peran penguasa yang sewenang-wenang terhadap masyarakatnya. Terutama kesewenang-wenangan negara terhadap hak privasi manusia. Hak privasi merupakan suatu hak yang berkaitan erat dengan individual interests. Dengan adanya individual interests, individu manusia
memiliki
kemampuan
untuk
mempertahankan
ruang
privatnya (personal sphere/ private sphere) untuk bebas dari gangguan pihak yang berada di luar ruang privatnya (personal sphere/privat sphere). Pernyataan ini senada dengan Hao Wang yag menyatakan bahwa “However, the preceding discussion on different views of the meaning of privacy has clearly illustrated that privacy consists of a number of related individual interests that individuals have in keeping the personal sphere free from interference from 25
Ibid. Ibid. 27 Ibid. 26
31
others”.28 Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan juga bahwa hak privasi mendasari individual interests secara mandiri, artinya bahwa hak privasi memegang peran utama dalam memberikan perlindungan terhadap individual interest.29 Kemudian karakteristik hak privasi menurut Prof. Wang Liming, bahwa“the right to privacy is a right of personality, enjoyed by a natural person, under which he can dispose of all personal information, private activities, and private areas which belong only to the person and have no relation to public interest”.30 Pemahaman yang diberikan Prof. Wang Liming mengartikan bahwa karakteristik hak privasi yang dapat diartikan juga sebagai hak pribadi (right of personality) yang memberikan kenyamanan kepada individu untuk menjadi pribadi yang utuh dalam memenuhi informasi pribadinya, aktivitas pribadinya, wilayah yang dianggap hanya boleh dimasuki oleh individu yang dianggap boleh untuk memasuki wilayah privatnya dan tidak perlu adanya hubungan terhadap ruang publik. Dari penjelasan tersebut maka karakteristik hak privasi adalah memberikan suatu kebebasan kepada individu untuk dapat memenuhi segala kebutuhan kehidupan pribadinya tanpa ada campur tangan pihak lain. Sama halnya dengan pendapat Prof. Yang Lixin yang menyatakan bahwa “the right to privacy is a right of publicity, enjoyed by natural persons only, under which they can dominate their
28
Hao Wang,Op Cit., h. 6. Pernyataan ini juga disampaikan oleh Hao Wang bahwa “In order words, it is a right and this right to privacy is underpinned by a series of independent individual interests”, Ibid. 30 Hao Wang, Op Cit, h. 44. 29
32
personal
information,
private
spaces,
and
private
activities.”31Penjelasan yang diberikan oleh Prof. Yang Lixin memberikan pemahaman bahwa karakteristik hak privasi sebagai hak publisitas (right of publicity) yang memberikan kebebasan kepada individu untuk membatasi publikasi mengenai informasi tentang dirinya, aktivitas pribadinya, maupun ruang kehidupan pribadinya. Dengan adanya karakteristik hak privasi sebagai hak publisitas memberikan kemampuan kepada individu untuk mendominasi terhadap informasi mengenai diri pribadi individu tersebut, ruang kehidupan pribadiya, dan mengenai aktivitas kehidupan pribadinya. Dari penjelasan di atas baik itu pendapat dari How Wang, Prof. Wang Limin, dan Prof. Yang Lixin memberikan pengertian bahwa pentingnya meletakkan hak privasi ke dalam HAM. Begitu besarya peran hak privasi dalam memberikan perlindungan dan kebebasan bagi individu untuk dapat bebas memenuhi kebutuhan kehidupan privasinya, terutma karena karakteristik hak privasi yang berkaitan erat dengan individu interests dan karakteristik hak privasi sebagai right of personal serta right of publicity yang memberikan kebebasan kepada individu manusia untuk dapat bebas memenuhi kebutuhan kehidupan pribadinya baik itu dalam hal informasi pribadi, aktivitas kehidupan pribadi individu, dan ruang kehidupan pribadi manusia. Dengan meletakkan hak privasi sebagai bagaian dalam HAM
31
Ibid.,h. 43-44.
33
memberikan perlindungan terhadap kehidupan pribadi individu manusia. Karakteristik hak privasi selanjutnya adalah sifat hak privasi yang saling melengkapi (indivisibility) dan saling bergantungan (interdependent), serta dalam penerapannya harus secara adil baik terhadap individu maupun terhadap suatu kelompok. Sifat ini merupakan sifat mendasar dari setiap HAM. Hubungan setiap hak yang berbeda-beda sangatlah kompleks dan dalam prakteknya tidak selalu saling menguatkan atau saling mendukung. Sebagai contoh, hak politik, seperti hak untuk menjadi pejabat publik, tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu terpenuhinya kepentingan sosial dan budaya, seperti tersedianya sarana pendidikan yang layak. Sama halnya dengan hak privasi yang memiliki relasi yang kuat dengan hak-hak lainnya yang melekat pada individu manusia. Kekhususan hak privasi sebagai hak yang melindungi ruang privat manusia (private sphere). Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa salah satu ruang lingkup hak privasi yaitu, hak untuk bebas berkomunikasi yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 32 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 40 UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Relasi lainya yang dimiliki oleh hak privasi adalah relasi terhadap hak atas rasa aman bertempat tinggal yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 31 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
34
Manusia yang menyatakan “tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu”, kemudian dijelaskan pada penjelasan Pasal 31 “Yang dimaksud dengan “tidak boleh diganggu” adalah hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (privacy) di dalam tempat kediamannya”. Dari penjelasan tersebut maka hak privasi berkaitan dan memiliki hubungan dengan hak-hak lainnya terutama yang berkaitan erat dengan aktivitas pribadi manusia atau di dalam ruang privat (privat sphere). Karena begitu besar relasi yang dimiliki hak privasi terhadap hak-hak yang melekat pada diri pribadi manusia menjadikan hak privasi memiliki peran penting dalam HAM terutama dalam memberikan perlindungan terhadap ruang privat manusia (privat sphere). Dari segala bentuk pemaparan di atas maka menjadi penting meletakkan hak privasi sebagai bagian dari HAM. Hak privasi sebagai HAM secara subtantif melahirkan hubungan hukum yang sepesifik antara individu/ manusia dengan negara. Dalam hubungan hukum tersebut posisi masing-masing adalah sebagai berikut. Individu/ manusia sebagai pemegang hak dan negara sebagai pemegang kewajiban. Negara sebagai pihak pemegang kewajiban (obligation holder) karena negara sebagai pihak yang dilimpahkan tanggung jawab atas kekuasaan yang dimilikinya. Tanggung jawab ini dilimpahkan kepada negara seiring dengan diakuinya HAM di dunia. Karena konsep hukum
HAM
secara
normatif
bertujuan
untuk
mencegah
35
kemungkinan
terjadinya
negara.32Pencegahan
penyalahgunaan
terhadap
kekuasaan
penyalahgunaan
kursif
kekuasaan
ini
merupakan bagian dari upaya pembatasan terhadap kekuasaan negara. Bentuk kewajiban negara adalah kewajiban untuk menghormati (to respect) dan kewajiban untuk melindungi (to protect). Pengertian dari kewajiban negara untuk menghormati HAM memiliki arti yaitu; “which most obviously requires Governments to refrain from violating human rights. This is often also called a “negative” obligation, or an obligation not to engage in a particular act or practice. The classic example is that a State must refrain from an act of torture or arbitrary deprivation of life”.33 Penjelasan yang sama mengenai kewajiban/ tugas negara untuk menghormati HAM yaitu bahwa ; “the duty to respect refers to a state‟s obligation to refrain from acting in ways that would deprive people of their right or impair their enjoyment of them, and is immeediately applicabel”.34 Daripenjelasan di atas terkait dengan kewajiban negara dalam menghormati hak-hak manusia terutama kewajiban negara untuk menghormati HAM. Bahwa negara harus menahan diri dari segala tindakan yang menyiksa atau tindakan yang sewenang-wenang
32
Rhoda E. Howard, HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, Pustaka Utama Grafika, Jakarta, 2000, h. 11-12. 33 The Human Right Committee, “Civil and Political right”, Geneva, 2005, h. 5. http://www.ohchr.org/Documents/Publications/FactSheet15rev.1en.pdf, dikunjungi pada 10 Februari 2016, pukul 12.14. 34 Tom Campbell, Jeffrey Denys Goldsworthy,Andrienne Stone,ed.Protecting Human Right: Instruments and Institutions,Oxford, New York, 2003, (fn 22) h. 285.
36
merampas kehidupan manusia/ merampas hak-hak manusia secara sewenang-wenang. Kemudia kewajiban negara yang kedua yaitu untuk melindungi HAM. Pengertian dari kewajiban negara untuk melindungi
HAM
yaitu bahwa; “the State party must not only refrain from violating an individual‟s rights itself, but it must also protect an individual from a violation of his or her rights by third parties, be they private individuals, corporations, or other non-State actors. This may well require positive action by the State party”.35 Pernyataan di atas memiliki arti bahwa dalam upaya untuk melindungi
HAM. Negara harus melindungi hak-hak individu/
manusia dari pihak ketiga maupun terhadap pihak-pihak yang bukan dari negaranya. Salah satu bentuk perlindungan terhadap HAM yaitu “by establishing an appropriate legislative and policy framework”.36 Artinya bahwa, kewajiban negara
dalam upaya melindung HAM
dapat dilakukan dengan cara; (1) membentuk perundang-undangan yang tepat (estabilishing an appropriate legislative) untuk melindungi HAM, dan (2) membentuk suatu kerangka kebijakan (policy framework) yang dapat melindungi HAM. Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai kewajiban negara secara umum yaitu kewajiban negara untuk menghormati dan melindungi HAM. Dari penjelasan umum tersebut maka pembahasan
35
The Human Right Committee, Loc cit., Ibid.
36
37
selanjutnya akan menjelaskan mengenai kewajiban negara secara khusus yaitu kewajiban negara terhadap hak privasi sebagai HAM. Kewajiban negara dalam menghormati hak privasi (respect of privacy) terutama dalam hubungan komunikasi pribadi individu/ manusia sebagai hak kebebasan pribadi yang merupakan bagian dalam HAM.37 Negara memiliki kewajiban untuk menghormati kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi sebagai hak privasi, seperti yang dinyatakan oleh Walter Kälin dan Jörg Künzli yaitu bahwa ; “The right to respect of privacy is intended to secure space of individual self determination and development without outside interference.38 Such autonomy is clearly effected if an individual‟s privat behaviour is monitored by 39 authorities. Therefor , freedom from state surveillance in one‟s own private sphere is essential to protect the individual‟s private life. Typical violation of this right include all forms of surveillance of a person‟s home, especially by mean of telephone tapping.40” Pendapat di atas menjelaskan bahwa to respect of privacy bertujuan untuk melindungi individu, sehingga individu dapat menentukan nasib dan segala kebutuhan pribadinya tanpa campur tangan/ intervensi dari luar ruang kehidupan pribadinya (private sphere).
37
Adnan Buyung Nasution, A. Patra M. Zen, ed., Loc Cit., Walter Kälin, Jörg Künzli, The Law of Internasional Human Right, Oxford, New York, 2009, h. 383. Pernyataan ini diambil dari penjelas Manfred Nowak mengenai state obligation to respect. Baca Manfred Nowak , Inroduction to the Internasional Human Right Regime, h. 377. 39 Yang dimaksud dengan “autonomy” pada pengertian di atas adalah “autonomy” yang berkaitan dengan privasi (privacy) atau “autonomy privacy”, makna dari “autonomy privacy” adalah “An individual‟s right to control his or her personal activities or intimate personal decisions without outside interference, observation, or intrusion”. 40 Ibid. 38
38
Dari penjelasan di atas terkait dengan kewajiban negara dalam menghormati hak privasi. Negara tidak boleh mengintervensi segala bentuk aktivitas privasi individu, terutama aktivitas komunikasi pribadi dari tindakan penyadapan (Typical violation of this right include all forms of surveillance of a person‟s home, especially by mean of telephone tapping). Karena hak privasi merupakan bagian dari ruang privat (private sphere) yang melindungi segala aktivitas privasi setiap individu/ manusia, salah satunya adalah kerahasiaan komunikasi pribadi (supra sub-judul 2). Begitu juga dengan keberadaan
hak
privasi
sebagai
HAM
maka
negara
harus
menghormati (to respect) hak privasi yang dimiliki setiap individu manusia. Kemudian kewajiban negara yang kedua yaitu untuk melindungi (to protect) HAM terutama hak privasi dalam kaitanya dengan kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi. Pengertian dari kewajiban negara untuk melindungi HAM yaitu bahwa negara harus melindungi individu/ manusia dari intervensi terhadap haknya dari pihak ketiga maupun gangguan akan privasi individu/ manusia. Upaya perlindungan hak privasi ini dinyatakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan suatu kerangka kebijakan. Kaitanya dengan perlindungan hak privasi terutama perlindungan terhadap kerahasian hubungan komunikasi pribadi sebagai bagian dalam hak privasi. Senada dengan pendapat Walter Kälin dan Jorg Künzli yang menyatakan bahwa :
39
“in view of the obvious fact that threats in the private sphere emanate more frequently from private actors than from the state, it is not surprising that the right to privacy under both ICCPR, Article 17 (2), ACHR, Article 11 (3), and ACHR, Article 21 (2) expressly requires state to protect privacy by law. Dari penjelasan tersebut maka kewajiban negara dalam melindungi (to protect) hak privasi sebagai HAM, harus membuat peraturan-peraturan terkait dengan perlindungan terhadap hak privasi terutama dalam hal perlindungan terhadap kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi individu/ manusia. Peraturan tersebut dibuat untuk melindungi individu dari intervensi, baik itu intervensi yang dilakukan pemerintah maupun pihak-pihak yang berada di luar ruang privat (private sphere) setiap individu/ manusia. Pembentukan peraturan perundang-undangan ini juga akan berpengaruh pada pembatasan (limitation) terhadap intervensi negara maupun intervensi yang dilakukan lembaga bentukan negara terhadap aktivitas peribadi setiap individu/ manusia.
2.
Pengecualian Kewajiban Negara Terhadap Hak Privasi Sebagai HAM Dalam sub-bab ini akan dibahas mengenai pengecualian kewajiban negara terhadap hak privasi individu/ manusia dan alasanalasan
yang
harus
dipenuhi
pemerintah
dalam
mengurangi
(derogation) maupun membatasi (limitation) hak-hak individu/ manusia, terutama terhadap hak privasi individu/ manusia. Sebelum
40
masuk pada pembahasan utama pada sub-bab ini terlebih dahulu akan dijelaskan
perbedaan
Diharapkan
dengan
antara adanya
pembatasan penjelasan
dan
pengurangan.
mengenai
perbedaan
pembatasan dan pengurangan dapat membantu untuk memahami pembahasan-pembahasan berikutnya. Negara sebagai pemegang kedaulatan memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pembatasan (limitation) dan pengurangan (derogation)
terhadap
hak-hak
masyarakatnya.
Pembatasan
(limitation) atau a limitation clause berfungsi sebagai ; “... an exception to the general rule. The general rule is the protection of the right; the exception is its restriction. The restriction – interpreted in the light of the general rule – may not be applied to completely suppress the right”.41 Artinya, klausula pembatasan merupakan sebuah pengecualiaan terhadap peraturan umum. Peraturan umum tersebut berfungsi untuk melindungi hak, dan pengecualiannya adalah pembatasan. Dalam kaitan dengan pembatasan terdapat pula dua konsep HAM, yaitu hak absolut dan hak yang dapat dibatasi. Konsep tersebut berfungsi untuk menentukan hak-hak yang dapat di batasi dan hak-hak yang tidak dapat dibatasi (hak absolut). Untuk memperjelas konsep tersebut maka akan dijelaskan pengertian dari masing-masing konsep, dan hak-hak yang masuk ke dalam konsep tersebut. Terlebih dahulu
41
Nihal Jayawickrama, The Judicial Application of Human Right Law; National, Regional, and Internasional Jurisprudence, Cambrige University Press, 2002, h. 182.
41
akan dijelaskan pengertian dari hak absolut (absolute right), menurut G.W. Smith hak absolut yaitu ; “when
it
cannot
be
overridden
in
any
circumstances, so that it can never he justifiably infringed and it must be fulfilled without any exceptions”.42 Dari penjelasan tersebut maka hak yang dapat dikatakan absolut adalah hak yang tidak dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun, maka dengan itu tidak dapat dibenarkan jika hak tersebut dilanggar dan harus dapat dipenuhi tanpa pengecualian. Selanjutnya G.W. Smith secara spesifik memberikan penjelasan mengenai hak bersifat absolut terkait penjelasan di atas, yaitu bahwa ; 1)
2)
3)
4)
42
A right is fulfilled when the correlative duty is cariied out i.e., when the required action is performed or the prohibited action not performed. A right is infringed when correlative duty is not carried out, i.e., when the required action is not performed or the prohibited action is performed. A right is violated when it is unjustifiably infringed, i.e., when the required action is unjustifiably not performed or the prohibited action is unjutifiably performed. A right is overridden when it is justifiably infringed, so that there is sufficient justification for not carrying out the correlative duty, and the required action is justifiably not performed or the prohibited action is justifiably performed.43
G.W.Smith,ed,. Liberalism: Right, Property, ad Market,ROUTLEDGE, New York, 2002, h. 147. 43 Ibid., h. 147.
42
Sehingga menjadi jelas bahwa hak bersifat absolut (absolute right) ketika hak tersebut tidak dapat dikesampingkan dan tidak ada pengecualian. Lebih lanjut menurut Nihal Jayawickrama hak yang masuk ke dalam ketegori hak absolut yaitu ; a)
b) c) d) e)
f)
g) h)
i)
j) k)
Freedom from torture (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), Article 7, European Convention for the Protectionof Human Rights and Fundamental Freedoms (ECHR), Article 3, American Convention on Human Rights (ACHR), Article 5); Freedom from slavery and servitude (ICCPR 8, ECHR 4, ACHR 6); Right of prisoners to be treated with humanity (ICCPR 10); Freedom from imprisonment for inability to fulfil a contractual obligation (ICCPR 11); Right to a fair trial by a competent, independent and impartial tribunal established by law (ICCPR 14, ECHR 6, ACHR 8); Right not to be subjected to the application of retroactive criminallaw (ICCPR 15, ECHR 7, ACHR 9); Right to legal personality (ICCPR 16); freedom to have or to adopt a religion or belief of one‟s choice (ICCPR 18, ECHR 9, ACHR 12); right to marry and to found a family, and the right to equality of rights and responsibilities of spouses (ICCPR 23, ECHR 12); right of a child to a nationality (ICCPR 24, ACHR 20); right to equality before the law, the equal protection of the law, and to freedom from discrimination on the ground of race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status (ICCPR 26);
43
l)
right of ethnic, religious, or linguistic minorities to enjoy their own culture, to profess and practise their own religion, and to use their own language (ICCPR 26).44
Kemudian hak yang masuk ke dalam hak yang dapat dibatasi yaitu ; The exercise of the rights referred to in ICCPR 12 (freedom of movement), 14 (public trial), 18 (freedom of religion), 19 (freedom of expression), 21 (right of peaceful assembly) and 22 (freedom of association),and the corresponding rights in ECHR and ACHR, and in International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 8 (right to form trade unions),...45 Selanjutnya
pengertian
dari
pengurangan
(derogation).
Pengurangan adalah“...,a temporary measure limited to the period of “the public emergency threatening the life of the nation”.46 Maksud dari penjelasan tersebut yaitu pengurangan pada dasarnya adalah pembatasan sementara pada saat keadaan darurat muncul di dalam masyarakat dan mengancam kehidupan bangsa. Untuk mengantisipasi ancaman yang muncul di dalam masyarakat maka negara dapat melakukan pengurangan terutama
terhadap
hak-hak individu/
manusia. Dalam kaitan dengan pengurangan (derogation) terdapat dua konsep HAM, yaitu hak yang tidak dapat dikurangi (non-derogable right) dan hak yang dapat dikurangi (derogable right). Untuk memperjelas konsep tersebut maka akan dijelaskan pengertian dari masing-masing konsep, dan hak-hak yang masuk ke dalam konsep 44
Nihal Jayawickrama, Op cit, h. 182-183 Ibid, h. 184 46 Ibid, h. 182 45
44
tersebut. Terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dari nonderogable rights yang dimaknai bahwa terdapat beberapa HAM yang tidak dapat dikurangi oleh Negara Pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun,47 atau dalam keadaan apapun,48 atau dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.49 Dari penjelasan-penjelasan di atas maka dapat dipisahkan hakhak yang masuk ke dalam konsep non-derogable right dan hak yang masuk dalam konsep derogable right. Beberapa contoh hak yang masuk ke dalam non-derogable right yaitu ; “In the first place, some right are intrinsically of such fundamental nature as to be characterised as peremptory norms (jus cogens). Obvious examples for this category of right include the right guaranteed in Article 6 ( the right to life) and 7 (the prohibition of torture, cruel, inhuman or degrading treatment or punishment). In the second place, according to the HRC, derogation from certain right is considered simply unnecessary, even in time of exigencies. The HRC refers to the right embodied in Articles 11 (the prohibition) and 18 (the right to freedom of thoughtm conscience and religion)...”.50 Konsep yang kedua adalah konsep derogable rights yaitu hakhak yang dapatdikurangi oleh Negara-Negara Pihak. Hak-hak tersebutantara lain: (1)
47
Hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
Ifdal Kasim,ed., Hak sipi dan politik, Op.cit, h. xii. Pasal 28I ayat (1) UUDNRI 1945 dan Pasal 37 TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998. 49 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. 50 Yutaka Arai, The Law of occupation: Continuity and Change of International Humanitarian Law, and its Interaction with International Human Right Law, Martinus Nijhoff Publisher, Netherlands, h. 467. 48
45
(2)
(3)
Hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk danmenjadi anggota serikat buruh; dan Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekpresi, termasukkebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segalamacam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tulisan).51
Dari penjelasan di atas mengenai perbedaan pembatasan dan pengurangan maka dapat dilihat perbedaan yang mendasar dari masing-masing konsep. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kondisikondisi yang memenuhi syarat justifikasi masing-masing penerapan. Penerapan pembatasan dapat dilakukan saat kondisi negara normal dan tidak ada suatu kejadian yang mengancam kehidupan bangsa. Sedangkan penerapan pengurangan dilakukan negara ketika terjadi keadaan yang darurat dan mengancam kehidupan bangsa. Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai pengecualian kewajiban negara yaitu derogation dan limitation, apabila dikaitkan dengan hak privasi maka pengecualian kewajiban negara yang tepat untuk diterapkan adalah limitation. Adapun penerapan derogation hanya dalam konteks “the public emergency threatening the life of the nation”, sedangkan penerapan limitation tidak dalam konteks tersebut. Kemudian kaitan dengan dua konsep HAM yang terdapat dalam limitation yaitu hak absolut dan hak yang dapat dibatasi, maka hak privasi masuk ke dalam hak yang dapat dibatasi. Hak privasi masuk ke dalam hak yang dapat dibatasi karena sifat dari hak absolut yang tidak
51
Ifdal Kasim,ed., Loc cit.,
46
dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun dan mencakup hak-hak yang mendasar. Sementara itu hak privasi bukan hak yang mendasar dan dapat dibatasi, walaupun demikian pembatasan hak privasi harus diatur dalam undang-undang dan memiliki prosedur serta tata cara yang jelas dari pembatasan tersebut. Senada dengan pendapat Nihal Jayawickrama terkait dengan hak yang dapat dibatasi yaitu bahwa ; ..., any such restriction must cumulatively meet the following conditions: it must be provided for by law; it must address one of the aims or interests enumerated in the relevant 184 general principles article; and it must be necessary to achieve the legitimate purpose. The fact that ICCPR, ECHR and ACHR do not contain a general limitation clause similar to Universal Declaration on Human Rights (UDHR) 29 (2) or ICESCR 4, means that limitations under those instruments are permitted only where a specific limitation clause is provided, and only to the extent so permitted.52 Pernyataan di atas memiliki arti bahwa sebuah hak mungkin dibatasi, akan tetapi pembatasan tersebut harus diikuti dengan kondisi yang mendukung pelaksanaanya. Salah satu pendukung pelaksanaan pembatasan yaitu harus diatur oleh hukum, atau dapat diartikan sebagai undang-undang di dalam negara hukum. Selain itu dalam melaksanakan pembatasan harus terdapat spesifikasi pembatasan tersebut, artinya dalam pembatasan harus terdapat prosedur dan tata cara pelaksanaannya.
52
Nihal Jayawickrama, Op cit, h. 184.
47
Lebih lanjut menurut hakim MK dalam putusan No 006/PUUI/2003 terkait dengan kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi sebagai hak privasi yang dilindungi oleh HAM, putusan ini menyatakan bahwa ; “wewenang perekaman percakapan melalui telepon terhadap orang-orang yang disangka korupsi tetap harus dengan pengawasan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan kesewenang-wenangan”.53 Dari pemaparan di atas maka upaya pemerintah dalam membatasi hak privasi kaitanya dengan kerahasiaan hubungan komunikasi pribadi yang merupakan bagian dari hak privasi sebagai HAM, harus memiliki alasan-alasan yang jelas atas pembatasan hak privasi setiap individu/ manusia. Alasan-alasan dalam upaya pembatasan ini diperlukan untuk melindungi individu/ manusia dari kesewenang-wenangan pemerintah dan merupakan keharusan negara sebagai pemegang kewajiban (obligation holder). Salah satu kewajiban negara yaitu untuk melindungi (to protect) hak-hak individu/ manusia dari intervensi maupun pembatasan yang dapat dilakukan negara. Pembatasan harus dinyatakan dengan membentuk perundang-undangan yang tepat (estabilishing an appropriate legislative) untuk melindungi HAM serta membatasi kewenangan negara. Untuk memperkuat argumen di atas maka akan dijabarkan peraturan-peraturan yang menyatakan bahwa, upaya pembatasan 53
Putusan MK 006/PUU-I/2003, h 116.
48
HAM terutama terhadap hak privasi harus diatur dalam peraturan perundang-undangan, untuk menghormati dan melindungi hak-hak individu/ manusia. Berdasarkan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan, bahwa upaya pembatasan terhadap HAM hanya dapat dilakukan dengan alasan berikut : (1)
Ditetapkan dengan undang-undang;
(2)
Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan oranglain;
(3)
Untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal 29 ayat (2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan: (1)
Dilakukan berdasarkan hukum;
(2)
Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hak-hak dan kebebasan orang lain;
(3)
Untuk memenuhi syarat-syarat yang benar dari kesusilaan; dan demi tata tertib umum dalam suatu masyarakat demokrasi.
49
Pasal 12 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP) menyatakan bahwa upaya pembatasan hanya dapat dilakukan dengan alasan berikut: (1)
Ditentukan dengan undang-undang;
(2)
Menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan umum dankesusilaan;
(3)
Hak-hak dan kebebasan orang lain.
Dari berbagai bentuk penjelasan di atas maka negara maupun pemerintah tidak boleh secara sewenang-wenang membatasi hak warga
negaranya.
Terkadang
pemerintah
salah
mengartikan
pembatasan (limitation), pemerintah membatasi hak tersebut tanpa ada dasar peraturan yang jelas dalam pelaksanaanya (dalam hal ini harus dengan undang-undang/ legislasi, bukan dengan regulasi). Pemerintah mengabaikan ketentuan mengenai pembatasan yang secara eksplisit sudah diatur baik dalam hukum nasional maupun secara internasional.