Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
29
URGENSI PERLINDUNGAN TERHADAP HAK CIPTA DARI TINDAKAN PEMBAJAKAN (Telaah dari Sisi Penghargaan atas Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta) Oleh: Oksidelfa Yanto Fakultas Hukum Universitas Pamulang Email: oksidelfa
[email protected] Abstrak Masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI)terus saja menjadi persoalan serius untuk diperhatikan negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena HKI diperdagangkan, baik tingkat nasional maupun internasional. Salah satu HKI yang diperdagangkan tersebut adalah hak cipta. Karena hak cipta diperdagangan, maka perlu dilindungi dari perbuatanperbuatan yang tidak bertanggungjawab, seperti penggandaan atau pembajakan. Perlindungan tersebut merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan atas karya cipta seseorang berkaitan dengan nilai-nilai ekonomi dan moral dari suatu kreativitas dan ide yang dilahirkan. Sejatinya, ketika lahir suatu karya cipta, maka sejak saat itu sipencipta memperoleh manfaat terutama dari sisi ekonomi dari apa yang dihasilkannya tersebut. Bertolak dari hal tersebut, sudah semestinya hak cipta seseorang dilindungi dari tindakan pembajakan, agar kemanfaatan dari karya cipta tersebut bisa dinikmati secara maksimal khususnya oleh si pencipta dan umumnya oleh masyarakat luas. Kata Kunci: perlindungan, hak cipta, tindakan pembajakan Abstract Problems of Intellectual Property Rights (IPR) continue to be a serious problem for the attention of developed countries and developing countries. This is because IPR traded, both nationally and internationally. One of IPR are traded is copyrighted. Due to copyright traded, then it needs to be protected from acts that are not responsible, such as doubling or piracy. Such protection is a form of appreciation and respect for copyrighted works relating to a person's values and moral economy of a creativity and idea was born. Indeed, when the birth of a copyrighted work, then since that time sipencipta benefit particularly from an economic point of what is produced. Starting from this, it should be protected from someone's copyright piracy measures, in order to benefit from the copyrighted works can be enjoyed to the fullest, especially by the creator and generally by the public. Keywords: protection, copyright, piracy actions
Oksidelfa Yanto
A.
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
30
Pendahuluan Perlindungan terhadap karya cipta seseorang/beberapa orang sejatinya
ditujukan pada apa yang dihasilkan dari sebuah proses kerja intelektual yang memiliki nilai keindahan, moral dan nilai ekonomi. Karena hak cipta memiliki nilai keindahan, ekonomi dan moral, maka hak cipta sudah selayaknya mendapatkan perlindungan di dalam dan di luar negeri. Selama ini, pelanggaran hak cipta terus saja terjadi. Sudah terlalu banyak kita menyaksikan bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta. Baik seni, sastra, buku, film, musik dan karya cipta lainnya. Pelanggaran hak cipta tersebut terjadi dalam bentuk misalnya, penggunaan hak cipta tanpa izin si pencipta, perbanyak hak cipta secara melawan hukum misalnya dengan melakukan pembajakan atau pengcopyan sampai kepada pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Sebenarnya semua perbuatan pelanggaran hak cipta diatas diketahui dan dipahami oleh orang yang melakukan pelanggaran bahwa perbuatannya itu adalah melawan hukum. Meski begitu tetap saja orang-orang yang tidak bertanggungjawab mengambil hak cipta seseorang secara tidak sah. Padahal sejatinya seseorang menginginkan ciptaanya mendapat penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Jika pencipta dengan karya-karyanya tidak diakui dan dihargai sudah pasti mereka tidak akan mau lagi berkarya. Untuk menghindari
agar
seseorang
berhenti
berkarya,
maka
negara
harus
memberikan perlindungan kepada pemegang hak cipta sesuai undang-undang yang ada. Menurut Sudikno Martokusumo hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. 1 Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih
1
Sudikno Martokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993),, hal. 140.
31
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
merupakan gagasan.2 Dengan uraian diatas, sangat jelas bahwa kepentingan si pencipta harus dilindungi. Karena mereka berkarya dengan gagasan, ide dan kreatifitas dan pada menghasilkan karya yang memiliki nilai dan keuntungan dari sisi ekonomi. B.
Pembahasan 1. Pengertian Hak Cipta J. S. T Simorangkir, berpendapat bahwa “hak cipta adalah hak tunggal
dari pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kasusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasanpembatasan yang ditentukan oleh Undang-undang”.3 Menurut Widyopramono hak cipta seringkali dikatakan sebagai hak khusus atau hak eksklusif. Karena hak cipta adalah hak eksklusif maka dia harus dilindungi. Jika tidak akan berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi.4 Di dalam Undang-undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima
untuk
mengumumkan
atau
memperbanyak
Ciptaannya
atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Selanjutnya dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014 (diundangkan tanggal 16 September 2014), dijelaskan; “Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Begitu luas pengertian dari pada hak cipta tersebut sebagaimana disebutkan diatas. Apapun defenisi hak cipta diatas, yang pasti hak cipta sejatinya adalah suatu hak yang diberikan kepada orang yang menghasilkan 2
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT Alumni, 2003), hal, 121. 3 Muhamad Djumhana dan R Djubaidillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 15. 4 Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta: Analisis dan Penyelesaiaanya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal. 4.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
32
suatu karya karena orang tersebut memiliki ide, gagasan, kreatifitas. Dan ide tersebut dituangkan dalam suatu karya yang pada akhirnya bisa dinikmati oleh banyak orang. 2. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Pasal 9 ayat 2 TRIPs menyatakan: Perlindungan hak cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu ciptaan dan bukan pada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep-konsep matematis semacamnya.5 Dalam UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002 juga memberikan perlindungan terhadap hak pencipta. Jangka waktu perlindungan bagi
hak
pencipta
sebagaimana di maksud dalam: a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu; b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya. Sedangkan Pasal 34nya menyebutkan; tanpa rnengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahimya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi: a. selama 50 (lima Puluh) tahun; b. selama hidup
Pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia. Sementara dalam Undang-undang Hak Cipta yang baru Nomor 28 tahun 2014 yang disahkan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) RI pada tanggal 16 September 2014 para pencipta karya intelektual bisa menikmati hak ekonomi yang lebih lama dengan memperpanjang jangka waktu perlindungan karyanya. Karena Undang-undang baru ini disusun dan disesuaikan dengan perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta karya seperti di negara lain. Jika kita lihat sebelumnya dalam UU No 19 tahun 2002 tentang hak cipta disebutkan perlindungan atas hak cipta adalah seumur hidup ditambah 50 tahun namun
5
Tim Lindsley,dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Alumni, 2006), hal, 105.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
33
dalam UU Hak Cipta terbaru menjadi seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun. Disamping disusun dengan tujuan memberikan perlindungan hukum kepada pencipta, Undang-undang Hak Cipta baru tersebut juga disusun untuk melindungi hak ekonomi dan moral para pencipta secara lebih detail. Hak cipta tersebut berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta. Ciptaan tersebut dapat mencakup buku, pamlet, kuliah, pidato, puisi, peta, fotografi, seni batik, karya arsitektur, drama, ukirana, patung, seni pahat, pantomin, pewayangan serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografi (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, serta desain industri. 3. Perlindungan Hak Cipta dalam Ratifikasi Konvensi Bern Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Ratifikasi diartikan sebagai pengesahan terhadap perjanjian atau persetujuan dan ditanda-tangani oleh pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat
6
Sedangkan Konvensi 'Wina 1969
merumuskan pengertian Ratifikasi sebagai berikut; Ratification mean in each case the international
act namer where by a state establishes
on the
international plane its consent to be bound by a treaty. Ratifikasi dalam artian ini adalah
merupakan suatu tindakan negara yang dipertegas oleh
pemberian persetujuanya untuk diikat dalam suatu perjanjian.7 Ratifikasi ini harus dilakukan apabila suatu perjanjian internasional akan dijadikan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian apabila suatu perjanjian tertentu belum diratifikasi, walaupun sudah ditanda-tangani belumlah merupakan hukum positif.8 Ketentuan yang berhubungan dengan ratifikasi ini berbeda dari negara satu dan negara lainnya, tergantung dari batasan mengenai traktat atau 6
J.S. Badudu & Sutan Muhammad Zain. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal.l39. 7 Syahmin A.K, Hukum Perjanjian Internasional, Menurut Konvensi Wina, (Bandung: Annico. 1985), hal. 3 8 Robert E. Rothenberg, The Plain Language Law Dictionary.(New York: Signet, 1996). hal. 404.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
perjanjian intemasional yang akan
diratifikasi
oleh
negara
34
yang
bersangkutan. Ratifkasi dapat berbentuk Undang-undang maupun Keputusan Presiden. Ratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization dilakukan dengan Undang-undang No.7 tahun 1994, sedangkan beberapa konvensi
ratifikasi
intemasional dibidang HKI dilakukan dengan Keputusan
Presiden.9 Perjanjian dalam Ratifikasi diperlukan untuk melindungi produk-produk dari suatu negara dari upaya- upaya pihak luar untuk berbuat curang atau melakukan kejahatan. Seperti memperbanyak karya cipta pihak lain atau membajaknya diluar negeri. Berdasarkan Ratifkasi tersebut negara-negara peserta Ratifikai berkewajiban melindungi isi perjanjian. Prinsipnya bahwa karya cipta negara penandatangan harus mendapatkan perlindungan sama di negara-negara peratifkasi dan harus tanpa syarat serta bersifat otomatis. Dengan pemberian Ratifikasi, maka sekali lagi bahwa suatu negara yang telah menyatakan persetujuannya untuk mengikatkan dirinya, harus mematuhi segala ketentuan yang ada dalam isi perjanjian Ratifikasi yang disepakati oleh masing-masing negara yang telah mengikat perjanjian.10 Berdasarkan hal diatas, maka perlindungan hak cipta di tingkat internasional awalnya dimulai dengan perjanjian bilateral.11Artinya, perhatian negara-negara untuk mengadakan kerjasama mengenai masalah hak milik intelektual secara formal telah ada sejak akhir abad ke -19. Perjanjian ini secara kuantitatif sebagian besar mengatur mengenai perlindungan hak milik perindustrian dan yang lainnya mengatur mengenai Hak Cipta. Organisasi yang 9
Lbid,hal,125. Konvensi Bern semenjak ditandatangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia. Dengan perkataan lain Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai UU hak cipta (Auteuresvlet 1912) berdasarkan UU Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatblad Belanda No. 197) yang memberi wewenang pada Ratu Belanda untuk memberlakukan bagi negara Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 November 1908 di Berlin. 11 Sebelum konvensi Bern diratifikasi, Indonesia menempuh upaya membuat perjanjian bilateral dengan banyak negara untuk membersihkan perlakuan yang wajar serta perlindungan bagi ciptaan-ciptaan asing di Indonesia. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 48 UU Hak Cipta Tahun 1987. Cara seperti itu jelas kurang efektif dan cukup merepotkan karena jumlah perjanjian bilateral yang harus dibuat sangat banyak. 10
35
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
menangani
masalah
ini
adalah
WIPO
(World
Intellectual
Property
Organization). WIPO didirikan berdasarkan konvensi yang ditandatangani di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967.12 Di bidang Hak Cipta, tujuan utama diadakan kerjasama WIPO dengan Negara-negara
berkembang
adalah
untuk
membantu
perolehan
dan
mendorong kreasi ciptaan dengan cara: Pertama, meningkatkan kreasi karya – karya cipta oleh warga negaranya disamping memelihara kebudayaan nasional dalam bahasanya sendiri atau sesuai dengan etnik, tradisi, dan aspirasi masyarakat negara – negara berkembang; Kedua, memperbaiki ketentuanketentuan mengenai cara perolehan hak untuk mempergunakan karya-karya sastra dan musik yang Hak Ciptanya dimiliki oleh orang asing, yang persyaratannya
lebih
menguntungkan
negara
berkembang
daripada
sebagaimana yang telah ada.13 Beberapa perjanjian internasional yang saling mengakui hak-hak bersangkutan disetujui tetapi belum memberikan bentuk yang seragam. Kebutuhan akan peraturan yang seragam menghasilkan disetujuinya tanggal 9 September 1886 Bern Convention For The Protection uf Literary and Artistic Works.14 Adapun tujuan diadakannya konvensi ini adalah untuk melindungi seluruh karya sastra, seni maupun ilmu pengetahuan. Kemudian ketentuanketentuan Konvensi Bern ini dilengkapi kembali di Paris yaitu pada tanggal 4 Mei 1896 dan diperbaharui lagi di Berlin pada tanggal 13 November 1908 dan 12
Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI Di Negara- Negara Asean, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal .7. 13 Ibid, hal,10. 14 Bern Convention adalah perjanjian internasional yang tertua dibidang hak cipta dan terbuka bagi semua negara untuk di ratifikasi. Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997 mengesahkan Berne Convention dengan reservation (persyaratan) atas Pasal 33 ayat (1) (Pasal 1 Kepres N o. 18 Tahun 1997). Dari rangkaian kesepakatan bersama di bidang hak cipta maka Bern Convention merupakan konvensi tertua yang mengatur masalah hak cipta. Konvensi Bern ditandatangani di Bern, ibukota Swidzerland, pada tanggal 9 September 1886 oleh sepuluh negara peserta asli (Belgium, France, Germany, Great Britain, Haiti, ltaly, Liberia, Spain, Swidzerland, Tunisia) dan tujuh negara yang menjadi peserta dengan cara aksesi (Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden). Naskah dari Berne Convention telah mengalami beberapa kali perubahan atau revisi yang dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perlindungan intemasional yang diatur oleh konvensi. Perubahan-perubahan dilaksanakan agar dapat memenuhi tantangan dari kemajuan teknologi di bidang pemanfaatan karya pengarang agar dikenal pula hak-hak baru dan melaksanakan revisi yang diperlukan.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
36
kembali dilengkapi di Bern pada tanggal 20 Maret 1914, menyusul kemudian di Roma pada tanggal 2 Juni 1928 dan terakhir di Brussel pada tanggal 26 Juni 1948. Dapatlah dipahami hakekat atau prinsip dari perjanjian Bern ini yang bertujuan untuk melindungi hak pengarang (hak cipta) dibidang karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Perlindungan mana diberikan kepada seluruh anggota dari konvensi itu. Secara timbal balik melindungi hak pengarang antara negara-negara yang menjadi anggota.15 Perlindungan diberikan supaya tidak timbul pelanggaran atau kejahatan di bidang hak pengarang itu. Adapun prinsip tadi terdapat pada Uni Konvensi Bern (Bern Convention Union) 1948 dalam pasal 2 ayat 4 menyatakan karya-karya yang disebut dalam pasal ini akan menerima perlindungan dalam semua negara persatuan.16 Melihat cakupan yang luas tersebut diatas. Wajarlah bila konvensi ini memang sangat penting untuk diratifikasi. Indonesia merupakan negara ke-126 yang meratifikasi konvensi Bern.Dengan meratifkasi konvensi Bern, perjanjianperjanjian bilateral yang pernah dibuat tidak diperlukan lagi, dan secara otomatis Indonesia masuk ke dalam keluarga negara-negara17 konvensi Bern. Itu berarti sesuai tiga prinsip dasar konvensi Bern maka Indonesia berkewajiban melindungi hak cipta atas karya-karya para pencipta dari 15
Pada 15 Maret 1958 Indonesia pernah menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi Bern berdasarakan suratNo.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958. Menteri luar negeri, Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Bern Convention menyatakan tidak menjadi anggota The Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi, yaitu : Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia (1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia menyatakan ikut serta kembali menjadi anggota konvensi Bern dengan melakukan ratifikasi dengan Keppres Rl No.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan UU No.7 tahun 1994. 16 Secara umum Konvensi Bern sering dikatakan sebagai traktat yang memberikan perlindungan untuk karya-karya sastra, karya ilmu pengetahuan dan karya-karya bernilai artistik. Jenis-jenis karya yang termasuk dilindungi konvensi ini sangat luas. Misalnya mulai dari materi perkuliahan, pidato, ilustrasi, peta, sketsa, sampai ke karya foto, lukisan, pahatan, patung, karya koreografi, karya film, arsitektur dan lain sebagainya. 17 Negara penandatangan konvensi di bidang HKI dapat memberlakukan perlindungan yang melebihi dari yang diharuskan oleh Perjanjian dalam ketentuan nasionalnya dengan syarat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam Perjanjian, atau memberlakukan peraturan yang ekstra teritorial. Hal ini dapat digunakan sebagai sumber penekanan untuk meningkatkan perlindungan umum terhadap HKI melalui tindakan resiprositas. Lihat lebih jauh H.OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Rajawali Pers, 2004,hal,35.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
37
negara-negara peratifikasi konvensi Bern, sebaliknya karya-karya putra Indonesia-pun
akan
dilindungi
dinegara-negara
keluarga
konvensi
Bern.Keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Bern tidak saja mempunyai kewajiban untuk melindungi karya cipta dari 126 negara peserta konvensi tersebut, melainkan karya ciptaanya juga dilindungi secara internasional di negara-negara peserta konvensi. Dan ini merupakan konsekwensi keputusan politik Indonesia untuk menjadi warga negara dunia yang terhormat, setelah ratifikasi Konvensi Bern sebagai salah satu traktat internasional yang paling penting bagi perlindungan hak cipta. 4. Perlindungan Hak Cipta dalam Undang-Undang yang Baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui RUU Hak Cipta jadi UU. Rancangan Undang-Undang Hak Cipta telah ditetapkan menjadi undangundang. UU Hak Cipta yang baru ini (“UU Hak Cipta Baru”) akan mengganti Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU 19/2002”). Melalui Pasal 1 UU Hak Cipta Baru, dapat kita lihat bahwa UU Hak Cipta baru memberikan definisi yang sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam bagian definisi, dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas “fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga
Manajemen
Kolektif”,
“pembajakan”,
“penggunaan
secara
komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya. Dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih detail mengenai apa itu hak cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Masih banyak hal lain yang berbeda antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru yang sejatinya UU yang baru akan lebih memberikan perlindungan yang maksimal terkait hak cipta. Berikut beberapa hal yang berbeda antara UU yang baru dengan yang lama. Ketua Umum KADIN DKI Jakarta, Eddy Kuntadi dalam sambutannya pada acara pembukaan sebuah diskusi mengatakan, Pengesahan UU Nomor 28 tahun 2014 tentang HC merupakan upaya pemerintah untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta dan pihak terkait lainnya. UU yang baru ini juga memiliki semangat untuk mendukung seluruh pencipta dan para pelaku usaha
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
38
untuk semakin kreatif melahirkan karyanya.Pembicara lain Dhaniswara mengatakan UU baru ini memiliki sejumlah terobosan. Jika UU lama, UU Nomor 19 tahun 2002 tentang HC, hanya 76 pasal, UU baru memiliki 126 pasal atau mengalami perubahan/revisi hingga 60 persen. UU baru ini memiliki semangat perubahan dengan berbagai pembaharuan. UU baru ini juga menjamin hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan bank dan jaminan fiducia yang diatur dalam pasal 16 (3) & (4), diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Itu artinya hak cipta ini memiliki nilai ekonomis dan sudah bisa masuk dalam neraca kita sebagai aktivita. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.18 Mengenai perbedaan antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru, dapat dilihat dalam Penjelasan Umum UU Hak Cipta Baru yang mengatakan bahwa secara garis besar, UU Hak Cipta Baru mengatur tentang; Pertama, perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang; Kedua, perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat); Ketiga, penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase, atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana; Keempat, pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya; Kelima, hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia; Keenam, Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta
ketentuan 18
peraturan
perundang-undangan;
ketujuh,
pencipta,
Menguak Dampak UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, http://requisitoiremagazine.com/menguak-dampak-uu-hak-cipta-nomor-28-tahun-2014/ diakses tanggal 16/9/2015.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
39
pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti; Ketujuh, pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial; Kedelapan, Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri; Kesembilan, penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai benda bergerak, baik dalam UU 19/2002 dan UU Hak Cipta Baru diatur mengenai cara mengalihkan hak cipta. Akan tetapi dalam Pasal 16 ayat (1) UU Hak Cipta Baru ditambahkan bahwa hak cipta dapat dialihkan dengan wakaf. Masih terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak, dalam UU 19/2002 tidak diatur mengenai hak cipta sebagai jaminan. Akan tetapi, dalam Pasal 16 ayat (3) UU Hak Cipta Baru dikatakan bahwa hak cipta adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan jaminan fidusia. Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan dalam UU Hak Cipta Baru, masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.19
19
Hak moral pencipta untuk (i) tetap mencantumkan atau tidak mencatumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; (ii) menggunakan nama aliasnya atau samarannya; (iii) mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa batas waktu (Pasal 57 ayat (1) UU Hak Cipta Baru). Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; dan (ii) mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) UU Hak Cipta Baru). Kemudian untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta Baru). Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh badan hukum, maka berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
40
Hal lain yang menarik dari UU Hak Cipta Baru ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal 10 UU Hak Cipta Baru). Dalam Pasal 114 UU Hak Cipta Baru diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Selain itu, dalam UU Hak Cipta Baru juga ada yang namanya Lembaga Manajemen Kolektif. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna
mengelola
hak
ekonominya
dalam
bentuk
menghimpun
dan
mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta Baru). 5. Delik Aduan dan Perlindungan Hak Cipta Bulan November tahun 2014 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang Hak Cipta menjadi Undang-Undang. UUHC yang baru tersebut yaitu UUHC nomor 28 tahun 2014 yang akan menggantikan UUHC Nomor 19 tahun 2002. Dalam UUHC tersebut penanganan kasus pelanggaran hak cipta menggunakan delik aduan. Pilihan untuk menggunakan delik aduan ini mengacu ke UU Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982. Dimana UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berlaku menggunakan delik laporan atau delik biasa sebagai dasar pengusutan kasus pelanggaran. Dengan demikian kita kembali ke UU Hak Cipta Tahun 1982. Adanya perubahan delik hak cipta ini sudah sangat tepat karena terkait dengan sifat kepemilikan hak cipta itu sendiri. Kita ketahui bahwa kepemilikan dalam suatu hak cipta bersifat personal, dengan demikian apabila ada milik pribadi yang merasa dirugikan, maka dapat mengadu ke aparat kepolisian agar kasusnya diusut. Pendeknya, delik aduan bisa dijadikan sebagai dasar pengusutan terhadap pelanggaran hak cipta. Meskipun ada beberapa pendapat yang mengatakan delik yang paling tepat untuk tindak pidana hak cipta adalah delik biasa karena berprinsip ada
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
41
pelanggaran kepentingan umum yang lebih besar daripada kepentingan pribadi. Marchella Zalianty aktris yang juga produser film kecewa dengan delik aduan dari UU Hak Cipta. Menurutnya harusnya delik biasa saja, karna ada banyak kasus pembajakan dan pemalsuan yang sudah tampak jelas dan harus ditindak. Dirjen HKI Kemenkumham Ahmad M. Ramli menyatakan delik aduan merupakan yang paling tepat. Bagaimana kami bisa tahu ada pelanggaran hak cipta jika tidak ada laporan dari pemilik hak cipta. Menurut Ramli, delik aduan bukanlah suatu hambatan karena pengaduan bisa dilakukan secara online.20 Penulis sendiri berpendapat pembajakan hak cipta tidak tepat dimasukkan dalam kategori delik biasa. Dengan demikian delik aduan yang dicantumkan dalam UUHC Nomor 28 tahun 2014 sudah sangat tepat. Sebab dalam kepemilikkan hak cipta hanya pencipta atau pemegang hak ciptanyalah yang memegang dan mengetahui dengan pasti ciptaan yang dibuatnya, yaitu mengetahui asli atau palsu. Aparat hukumpun akan menemukan kesulitan untuk memahami bahkan menentukan apakah telah terjadi tindak pidana hak cipta tanpa membandingkan barang hasil pelanggaran hak cipta dengan ciptaan aslinya. Sekarang tinggal bagaimana pemilik hak cipta mengadukan pelanggaran atas hak ciptanya kepada aparat terkait. Karena tidak akan mungkin aparat penegak hukum bergerak tanpa adanya pengaduan terlebih dahulu dari pencipta atau pemegang hak cipta yang merasa dirugikan atas pembajakan hasil karyanya. 6. Pengadilan yang Berwenang Melindungi Hak Cipta dari Sengketa Menurut UU Hak Cipta No 19 Tahun 2002 Pasal 56 (1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. Tindak Pidana dalam Hak cipta adalah delik biasa. Dimana tindakan negara terhadap pelanggar hak 20
Wan Ulfa Nur Zuhra, Pegiat Film: Delik Aduan UU Hak Cipta Mengecewakan, Bisnis.com, 06/05/2015.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
42
cipta tidak lagi semata berdasarkan pengaduan dari pemegang hak cipta. Jika terjadi pelanggaran atas hak cipta misalnya dalam bentuk pembajakan VCD dan DVD maka pengadilan yang berwenang mengadilinya adalah Pengadilan Niaga.21 Dalam hal ini Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan Penetapan Sementara terkait kasus pelanggaran hak cipta. Fungsi penetapan sementara tersebut, yakni: Pertama, mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke jalur perdagangan. Kedua, menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta dan hak terkait guna menghindari penghilangan barang bukti. Ketiga, meminta kepada pihak merasa dirugikan untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta memang sedang dilanggar. Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No. 97 Tahun 1999 dibentuk 4 (empat) Pengadilan Niaga, yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Ujung Pandang (Makasar), Pengadilan Niaga Semarang, dan Pengadilan Niaga Surabaya. Khusus wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan meliputi wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Propinsi Nangro Aceh Darusallam. Pembentukan Pengadilan Niaga mula- mula hanya memeriksa dan mengadili perkara Kepailitan
dan
Penundaan
Kewajiban
Pembayaran
Utang.
Sedangkan
kewenangan terhadap perkara perniagaan akan lainnya akan ditentukan dengan peraturan perundang – undangan. Perkara-perkara tersebut antara lain adalah perkara – perkara dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).22 21
Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan pembayaran utang (PKPU). Pengadilan Niaga juga berwenang menangani sengketa-sengketa komersial lainnya seperti sengketa di bidang hak kekayaan intelektual (HKI) dan sengketa dalam proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 22 Catur Iriantoro, Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Melalui Pengadilan Niaga, Disampaikan dalam Seminar Keliling Pemanfaatan Sistem Hak Kekayaan Intelektual Bagi Aparatur Penegak Hukum, Hotel Tiara, Medan, 10 – 11 Maret 2009.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
43
Penyelesaian sengketa HKI melalui Pengadilan Niaga diatur dalam Undang-Undang sebagai berikut: Pertama, desain Industri (Pasal 46, dst). Kedua, desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 38, dst). Ketiga, paten (Pasal 117, dst). Keempat, merek (Pasal 76, dst). Kelima, cipta (Pasal 55, dst). Sementara rahasia dagang masuk kewenangan Pengadilan Negeri (Pasal 11, dst). Pengadilan Niaga dalam berbagai Undang-Undang dibidang HKI diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa dibidang perniagaan, diharapkan ketentuan yang abstrak didalam peraturan perundang-undangan akan menjadi konkret dan efektif. Dalam rangka memaksimalkan penegakan hukumnya. Pengadilan Niaga sebagai peradilan khusus dilengkapi dengan organ berupa Hakim yang bersertifikasi dan di didik secara khusus, ia berasal dari hakimhakim Pengadilan Negeri yang berpengalaman, dan Hakim Ad-Hoc yang berasal dari para pakar dan profesional dibidang perkara perniagaan. Hakimhakim sebagai pejabat yang bertugas dan berwenang menerapkan ketentuan HKI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Seperti halnya badan peradilan lainnya, Pengadilan Niaga juga diberi mandat menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, suatu kekuasaan yang mandiri yang mempunyai kewenangan menyelenggarakan peradilan secara jujur dan adil. Tugasnya adalah menerima, memeriksa, mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya (termasuk didalamnya perkara-perkara dibidang HKI). Sebagai Hakim Niaga yang memeriksa sengketa HKI harus memahami kasus dan kriteria perlindungannya, yakni: Apakah termasuk objek yang dilindungi. Apakah termasuk kriteria yang dikecualikan dari perlindungan. Apakah memenuhi persyaratan yang dilindungi. Apakah terdaftar di negara tujuan dimana perlindungan diharapkan. Sedangkan penyebab perselisihan dalam sengketa HKI lazimnya adalah: Ketidak jelasan status kepemilikan. Penggunaan HKI tanpa seizin pemilik. Tidak dipenuhinya perjanjian lisensi HKI. Dengan sarana Pengadilan Niaga yang dipandang memahami kriteria sengketa HKI diharapkan keadilan benar-benar tercapai dan memuaskan.
Oksidelfa Yanto
44
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
Sebab idealnya setiap putusan Hakim mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu: Unsur kepastian hukum. Unsur kemanfaatan. Unsur keadilan. Untuk
memaksimalkan
terwujudnya
nilai-nilai
kepastian
hukum,
kemanfaatan dan keadilan, maka Hakim dalam menjatuhkan keputusan seyogyanya menguasai seluk beluk metode penerapan hukum seperti metode penafsiran, konstruksi, penghalusan hukum dan sebagainya. Sehubungan dengan tugas Hakim dalam pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman, Retnowulan Sutantio menyatakan otonomi kebebasan mencakup hal-hal sebagai berikut 1) menafsirkan peraturan perundang-undangan. 2) mencari dan menemukan azas-azas dan dasar hukum. 3) mencipta hukum baru apabila
menghadapi
kekosongan
peraturan
perundang-undangan.
4)
dibenarkan pula melakukan contra legem, apabila ketentuan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan kepentingan umum, dan 5) mengikuti otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi.23 Sebelum suatu perkara HKI masuk ke Pengadilan dan didaftarkan, maka atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara untuk upaya perlindungan terhadap pemilik HKI untuk mencegah kerugian yang lebih besar dalam hal ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak lain terhadap HKI miliknya. Dalam kasus sengketa hak cipta, penyelesaiannya diatur pada Bab X Penyelesaian Sengketa Undang-undang Nomor 19 tahun 2002. Pada pasal 55 dikatakan bahwa “ Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: a. Meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu. b. Mencamtumkan nama Pencipta pada Ciptaannya. c. Menggangti atau mengubah judul Ciptaan. d. Mengubah isi Ciptaan. Dalam hal terjadinya sengketa hak cipta karena pembajakan, maka seseorang tidak dapat dikatakan
melanggar
hak cipta,
jikalau
cara
memperoleh dan penggunaan Ciptaan tersebut digunakan untuk semata-mata 23
Retnowulan Sutantio, “Perjanjian menurut Hukum Indonesia (dalam Ridwan Khairandy” Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,” (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal.35.
45
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial ( Pasal 57). Jadi hal ini adalah pembatasan seseorang dikatakan tidak melanggar Undangundang Hak cipta. 7. Perlindungan Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Dalam menghasilkan suatu karya cipta, seorang pencipta memiliki beberapa hak. Diantara hak tersebut yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ini melekat kepada si pencipta. Untuk itu kedua hak ini harus dilindungi, karena hanya si penciptalah yang berhak mendapatkan keuntungan dari hak tersebut,
meskipun
diperhitungkan
pihak
lain
karena
digunakan/dimanfaatkan
dapat
hak oleh
pihak
menikmatinya.
kekayaan lain
dalam
perdagangan yang mendatangkan keuntungan.
24
Hak
ekonomi
intelektual
dapat
perindustrian
atau
Sejatinya hak ekonomi
tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Sementara hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta misalnya tetap mencantumkan atau tidak tidak mencantumkan namanya pada salinanan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum. Hak moral mempunyai dua asas, yaitu: Hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan a. Droit de paternite: pencipta berhak untuk mencantumkan namanya pada ciptaannya, b. Droit au respect: pencipta berhak mengubah judul maupun isi ciptaannya, jadi dia berhak mengajukan keberatan atas penyimpangan, perusakan, atau tindakan lainnya atas karyanya.25 Hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat 24
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001),,hal, 19. 25 Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal, 15.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
46
atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.26 Jika terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral setelah pencipta meninggal dunia, maka penerima pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut dapat memilih apakah menerima atau menolak pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka si pencipta ketika menghasilkan suatu karya, akan langsung mendapatkan kedua hak diatas. Dalam kehidupan seharihari terkadang hak tersebut sering diabaikan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab
dengan
membajak,
menciplak,
mengandakan
atau
menggunakan dan menjual tanpa izin pemilik hak cipta untuk kepentingan pribadi. Padahal kedua hak tersebut mestinya dilindungi dari perbuatan curang. C. Kesimpulan Harus diakui bahwa untuk menghasilkan karya cipta, seseorang telah mengorbankan banyak waktu, pikiran dan tenaga. Karya cipta tersebut memiliki nilai ekonomi, keindahan dan nilai moral. Dari itu, sudah sepantas pencipta
mendapatkan
perlindungan
akan
karya
ciptanya
tersebut
sebagaimana ditegaskan dalam didalam UU. Mengingat betapa pentingnya perlindungan hak cipta dari tindakan pembajakan maka negara mesti memberikan sanksi kepada pelaku kejahatan hak cipta. Sanksi oleh negara itu sebagaimana termaktub dalam UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di dalam pasal 72 ayat (2) UU
tersebut
mengatakan: Barang siapa dengan
sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Sementara itu akibat adanya perubahan atas UUHC yang baru, maka ketentuan pidana bagi pelaku kejahatan hak cipta diatur dalam Pasal 112 26
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
47
hingga Pasal 120 UU NO. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun ketentuan mengenai pembajakan karya cipta secara lebih spesifik ditegaskan dalam Pasal 113 ayat 4 yang berbunyi; “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000,000,00 (empat miliar rupiah). Dari ketentuan Undang-Undang yang ada, ancaman pidana bagi pelaku pelanggaran hak cipta sangat tegas sekali. Untuk itu, persoalan yang mendasar yang paling penting sekarang adalah bagaimana law enforcement dalam pelanggaran hak cipta dapat dioptimalkan dan diterapkan dilapangan. Pelaku pelanggaran tersebut harus di kenai sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berlaku. Inilah bentuk tanggungjawab negara dalam melindungi hak ekonomi dan moral pencipta atas perbuatan pembajakan yang merugikan si pencipta.
Oksidelfa Yanto
Urgensi Perlindungan Terhadap Hak Cipta dari Tindakan Pembajakan ………………
48
Daftar Pustaka Buku Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001). Catur Iriantoro, Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Melalui Pengadilan Niaga, Disampaikan dalam Seminar Keliling Pemanfaatan Sistem Hak Kekayaan Intelektual Bagi Aparatur Penegak Hukum, Hotel Tiara, Medan, 10 – 11 Maret 2009. Sudikno Martokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993). Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT Alumni, 2003). Muhamad Djumhana dan R Djubaidillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006). Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta: Analisis dan Penyelesaiaanya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992). Tim Lindsley,dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Alumni, 2006). J.S. Badudu & Sutan Muhammad Zain. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996). Retnowulan Sutantio, “Perjanjian menurut Hukum Indonesia (dalam Ridwan Khairandy” Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,” (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal.35. Robert E. Rothenberg, The Plain Language Law Dictionary.(New York: Signet, 1996). Syahmin A.K, Hukum Perjanjian Internasional, Menurut Konvensi Wina, (Bandung: Annico. 1985). Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010). Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI Di Negara- Negara Asean, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).
Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.2 Desember 2015
49
Internet Menguak Dampak UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, http://requisitoiremagazine.com/menguak-dampak-uu-hak-cipta-nomor-28-tahun2014/ diakses tanggal 16/9/2015. Wan Ulfa Nur Zuhra, Pegiat Film: Delik Aduan UU Hak Cipta Mengecewakan, Bisnis.com, 06/05/2015 , diakses tanggal 16/9/2015. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta