1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual salah satunya adalah Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif para pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut peraturan perundang-undangan. Ciptaan adalah hasil karya setiap pencipta yang menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Ciptaan yang dilindungi harus memenuhi syarat keaslian dan konkret. 1 Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dengan Pasal 1 angka 3 UUHC No. 19 Tahun 2002 yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengejtahuan, seni dan sastra. Adapun ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut : Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup : 1. Buku, program computer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain; 2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; 3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4. Lagu atau music dengan atau tanpa teks; 5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime; 6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; 1
Sudartat, Sudarjana, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Oase Media, Bandung, 2010, hal 19.
1
Universitas Sumatera Utara
2
7. Arsitektur; 8. Peta; 9. Seni batik; 10. Fotografi 11. Sinematografi 12. Terjemahan, tafsir. Saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.2 Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Jika dilihat dalam Pasal 11 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 mengenai hal-hal yang dapat dilindungi hak cipta adalah haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari benda tersebut. Jadi bukan buku, bukan patung, bukan pula lukisan, tetapi hak untuk menerbitkan atau memperbanyak atau mengumumkan buku, patung, atau lukisan tersebut. Dengan demikian semakin jelas bahwa benda yang dilindungi dalam hak cipta ini adalah benda immateriil, yaitu dalam bentuk hak moral (moral right). Menurut Hendra Tanu Atmadja, ada tiga bentuk kumpulan dari hak moral: 1. Adaption Right/Integrity, hak pencipta untuk melarang orang lain melakukan 2. perubahan atas karya ciptaanya. 3. Translation (hak menerjemahkan) 4. Unditication (hak mengubah isi ciptaan).3
2
Yusran isnaini, , Buku Pintar HAKI, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 2. Hendra Tanu Atmadja, “Royalti Hak Cipta Atas Lagu Dan Permasalahannya”, Jurnal Mimbar Ilmiah Hukum, Vol. VI, Januari-Juni 2003, hal. 6 3
Universitas Sumatera Utara
3
Selain hak moral (moral right), hak cipta yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) juga memiliki hak lain yaitu hak ekonomi (economy right). Salah satu aspek khusus pada Hak Kekayaan Intelektual adalah hak ekonomi (economy right). Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas Hak Kekayaan Intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena hak kekayaan intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.4 Jenis hak ekonomi pada setiap klasifikasi HAKI dapat berbeda-beda. Pada hak cipta, jenis ekonominya lebih banyak dibandingkan dengan paten dan merek. Jenis ekonomi pada hak cipta adalah sebagai berikut : 1. Hak perbanyakan (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan ciptaan 2. Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari suatu bentuk kebentuk yang lain, seperti penterjemahan dari satu bahasa kebahasa yang lain, novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan drama radio. 3. Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan dengan menggunakan alat apapun, dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar, dilihat, dijual, atau disewa orang lain. 4. Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan dibidang seni oleh musisi, dramawan, seniman, dan peragawati.5
4
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,
5
Ibid., hal. 24
hal. 19
Universitas Sumatera Utara
4
Ciri-ciri dari pada hak cipta dapat diketemukan pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) yang berbunyi : 1. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak 2. Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian, karena : a. Pewarisan b. Hibah c. Wasiat. d. Perjanjian tertulis e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Karya terjemahan merupakan salah satu karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Undang-Undang Hak Cipta). Proses penerjemahan itu melibatkan Pemegang Hak Cipta asli, penerjemah dan penerbit. Dalam proses penerjemahan itu banyak ditemukan masalah-masalah internal dan eksternal. Perlindungan hukum bagi seorang penerjemah dan karya terjemahan juga diatur secara jelas didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Selain dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta itu sendiri yang menjamin perlindungan hak cipta juga perlu adanya peran dari masyarakat dan penegak hukum demi menegakkan hukum. Permasalahan internal yang sering terjadi antara penerjemah dan penerbit yaitu lewatnya limit waktu penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah, penerjemah tidak mau memperbaiki hasil buku terjemahan yang dipertanyakan oleh penerbit saat proses pengeditan, penerjemah secara serampangan menerjemhkan buku berbahasa asing,dll sehingga merugikan penerbit. Dipihak penerbit juga sering melanggar isi perjanjian seperti pemberian royalty yang tidak sesuai dengan waktu
Universitas Sumatera Utara
5
yang diperjanjikan, besarnya royalty yang telah diperjanjikan, sampai tidak dibuatnya nama penerjemah dalam hasil buku terjemahan yang diterbitkan oleh penerbit. Permasalahan eksternal yang sering terjadi yaitu penerjemahan tidak meminta izin terlebih dahulu dari Pemegang Hak Cipta asli, tidak dituliskannya nama Pemegang Hak Cipta asli dalam buku terjemahan yang diterbitkan oleh penerbit, dll. Penerbit yang menerbitkan buku-buku merupakan penyalur primer yang menyebarkan bahan-bahan tertulis diperbagai bidang kepada masyarakat pemakai. Mereka mendapat bahan-bahan pustaka yang diterbitkan penerbit dengan cara membeli
dan
bertanggung
berlangganan. jawab
penyebarluasannya
atas kepada
Didalam
pengadaan,
memberikan
pelayanannya,
pengorganisasian
penyalur-penyalur
sekunder,
penerbit
pengawasan yaitu
serta
perpustakaan-
perpustakaan, toko-toko buku, dan para distributor buku. Dalam menjalankan fungsinya itu, hendaknya penerbit buku bersikap transparan terhadap semua pihak dan terbuka atas perkembangan baru dalam dunia penerbitan yang membawa horizon baru dalam menyongsong millennium baru.6 Ditetapkanlah terjemahan sebagai hak menerbitkan, banyak orang yang keliru, menganggap bahwa hak terjemahan milik penerbit. Hak menerbitkan adalah hak mencetak atau dengan cara lain memperbanyak teks orisinal dengan mesin atau proses kimia. Hak menerbitkan tidak termasuk hak terjemahan ciptaan ke dalam bahasa yang lain. Jika penerbit ingin menerbitkan suatu ciptaan dalam bahasa yang
6
Eddy damian, Hukum Hak Cipta, penerbit alumni, Bandung, hal 177.
Universitas Sumatera Utara
6
lain, penerbit harus membuat kontrak yang mencakup hak terjemahan. Dalam hal ini, kontrak sebaiknya tidak saja mengontrol hak, tetapi juga menentukan secara spesifik tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu.7 Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu (lihat pasal 1 angka 14 UUHC). Lisensi diberikan berdasarkan surat perjanjian lisensi (lihat pasal 45 ayat (1) UUHC). Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi (lihat pasal 45 ayat (3) UUHC). Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi (lihat pasal 45 ayat (4) UUHC). Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (lihat pasal 47 ayat (2) UUHC). Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku asing, maka penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak melarang perbanyakan
7
Tamotsu Hozumi, Asian Copyright Handbook, Indonesian version, Ikatan Penerbit Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
7
buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya (lihat Pasal 45 jo Pasal 2 UUHC serta penjelasannya). Berdasarkan perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak lain dalam hubungan dinas ataupun hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk melaksanakan penerjemahan buku tersebut (lihat Pasal 8 UUHC). Banyak karya terjemahan yang terbit di Indonesia yang dihasilkan secara, tanpa sepengetahuan dan yang pasti tanpa seijin pemegang hak cipta karya aslinya. Seperti ini biasanya agak kurang jelas asal-usul penerbitnya, dan penerjemahannya pun kerapkali berantakan. Bukan hal yang aneh memang kalau pemegang hak cipta lazimnya akan menetapkan standar mutu penerjemahan yang baik terhadap siapapun yang ingin meminta hak penerjemahan. Tentunya mereka tidak ingin reputasi karyanya menjadi rusak karena diterjemahkan secara serampangan. Bagi mereka resikonya sudah jelas, yaitu menghadapi tuntutan pelanggaran Hak Cipta. Kalau ingin menerjemahkan tapi tidak mau ribet dengan pengurusan hak penerjemahan dari pemegang hak cipta, maka caranya adalah dengan menerjemahkan karya-karya yang perlindungan Hak Ciptanya sudah habis, sudah berakhir, dan berada di public domain. Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, masa perlindungan Hak Cipta, khususnya untuk karya-karya tulisan, berakhir limapuluh tahun sejak meninggalnya si pencipta. Penerjemah adalah seseorang atau lebih, yang dalam usahanya melakukan proses mengartikan suatu bahasa ke bahasa lain. Buku adalah sarana yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
8
untuk mencerdaskan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli yang dilindungi. Dalam Pasal 12 Ayat l UUHC disebutkan bahwa terjemahan termasuk dalam ciptaan yang dilindungi. Diakuinya penerjemah dan karyanya juga diperkuat dengan adanya Pasal 29 Ayat (1) dan (2) tentang masa berlaku hak cipta, yang mengatakan bahwa masa berlaku karya terjemahan sama seperti masa berlaku ciptaan yang dilindungi lainnya, khususnya buku asli. Kedudukan penerjemah ditempatkan sederajat dengan pengarang asli. Begitu juga dengan hak-hak penerjemah sama dengan hak-hak pengarang asli. Penerjemah berhak atas hak ekonomi dan hak moral yang dimiliki oleh pengarang asli. Tetapi pada kenyataannya banyak terjadi kendala-kendala yang terjadi dalam upaya melindungi hak cipta penerjemah Tidak dibayarnya royalty yang telah disepati oleh penerbit dalam hal ini penerjemah tidak dapat menikmati hak ekonomi yaitu mendapatkan royalti atas apa yang sudah diterjemahkan. Penerjemahan yang secara serampangan yang dilakukan oleh penerjemah juga akan membawa sanksi hukum bagi penerjemah karena telah melanggar hak moral dari Pemegang Hak Cipta asli. Perlindungan hukum untuk penerjemah dalam UUHC yaitu dari segi hukum pidana dan perdata. Tetapi belum terdapatnya peraturan pelaksana yang mengatur secara rinci tentang karya terjemahan ini.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku terjemahan?
Universitas Sumatera Utara
9
2. Bagaimana tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutann ganti rugi dari pemegang hak cipta asli? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak penerjemah dalam perjanjian penerbitan buku terjemahan. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum penerjemah dalam menghadapi tuntutan ganti rugi dari pemegang hak cipta asli. 3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi oleh penerbit.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu : 1. Secara teoritis, merupakan bahan masukan dan pengkajian lebih lanjut terhadap teoritis-teoritis yang ingin memperdalam, mengembangkan atau menambah pengetahuannya dalam hal hak cipta. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat maupun praktisi hukum serta lembaga yudikatif mengenai UndangUndang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, untuk melindung hasil karya para penerjemah yang diterbitkan dalam bentuk buku.
Universitas Sumatera Utara
10
E. Keaslian Penelitian Pengajuan judul yang disebutkan diatas telah melalui tahap penelusuran pada data pustaka di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan perolehan informasi belum adanya pengangkatan judul yang diajukan oleh penulis dengan persetujuan Sekretaris Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di lingkungan kepustakaan Universitas Sumatera Utara, terdapat beberapa penelitian yang mengkaji tentang pemegang hak cipta/pengarang diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh saudari Nurleli Aman, NIM 017011070, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Dan Penerbit” Dengan permasalahan : 1. Bagaimana bentuk-bentuk perjanjian penerbitan buku antara pemegang hak cipta dengan penerbit? 2. Bagaimana tanggung jawab pemegang hak cipta dan penerbit atas buku yang diterbitkan terhadap tuntutan pihak ketiga? 3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian penerbitan buku? Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut maka berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan. `
Universitas Sumatera Utara
11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk : “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.8 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.9 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekamto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.10 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi sacara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara
8
W.Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal.2 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal.6 9
Universitas Sumatera Utara
12
logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.11 Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah : Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut.12 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.13 Karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, diperlukan kerangka teoritis lain yang khas ilmu hukum yakni teori Hans Kelsen yang dapat dijadikan kerangka acuan pada penelitian hukum normatif. Teori Kelsen merupakan ”normwissenschaft”, dan hanya mau melihat hukum sebagai kaedah yang dijadikan objek ilmu hukum. Menurut kelsen, maka setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau). Dipuncak stufenbau tersebut terdapat ”grundnorm” atau kaedah dasar atau kaedah fundamentil, yang merupakan hasil pemikiran secara yuridis.14
11
Snelbecker dalam Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 34-35. 12 Maria S. W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12. 13 Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hal. 6 14 Ibid, Hal. 127
Universitas Sumatera Utara
13
Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan Teori Tanggung Jawab Hukum. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: ”seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.”15 Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa:16 ”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan." Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:17 a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertangung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri; b. Pertanggungjawaban
kolektif
berarti
bahwa
seorang
individu
bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
15
Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, Hal. 81 16 Ibid., Hal. 83 17 Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Nuansa & Nusamedia, Bandung, 2006, Hal. 140
Universitas Sumatera Utara
14
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian; d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahawa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan. Tanggung jawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya atau fungsi menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain. Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). 18 Menurut kamus hukum ada 2 (dua) istilah pertanggungjawaban yaitu liability (the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being responsible). Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefenisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial, kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-
18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, Hal. 1139
Universitas Sumatera Utara
15
undang dengan segera atau pada masa yang akan datang.19 Sedangkan responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atau suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya.20 Menurut Roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada 3 (tiga) yaitu:21 1. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja 2. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja 3. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja. Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah memberikan arah/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, karenanya penelitian ini diarahkan kepada ilmu hukum positif yang berlaku, yaitu tentang hukum perjanjian dan lahirnya perjanjian yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan azas hukum kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi lahirnya perjanjian antara penerjemah dan penerbit, yang dengan perjanjian penerbitan tersebut telah timbul hubungan hukum yaitu adanya hak dan kewajiban yang melahirkan aturan hukum untuk membuktikan tanggung jawab hukum bagi para pihak.
19
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal. 335 Ibid, Hal 335-336 21 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the philosophy of Law) diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, Bhratara Niaga Media, Jakarta, 1996, Hal. 92 20
Universitas Sumatera Utara
16
Van kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.22 Perjanjian penerbitan yang telah ditetapkan sepihak oleh penerbit sebagai bentuk dari perjanjian baku, yang melahirkan hukum bagi keduanya. Bahwa keduanya terikat untuk melaksanakan isi dari perjanjian yang disepakati. Pitlo menggolongkan kontrak baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract) yang walaupun secara teoritis yuridis kontrak baku tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang dan oleh beberapa ahli ditolak, namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.23 Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan bahwa kontrak baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van will en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, jika debitur menerima dokumen itu berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.24 Selain itu Aser Rutten mengatakan bahwa : Setiap orang yang menanda tangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatangani. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yan bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi
22
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 44-45 23 Ahmadi miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hal. 44 24 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
17
formulir yang ditanda tangani tidak mungkin seorang menanda-tangani apa yang tidak diketahui isinya.25 Berdasarkan Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 dari Perjanjian Penerbitan buku antara penerjemah dan penerbit terdapat tanggung jaawab penerjemah dan dalam Pasal 6 terdapat hak dari penerjemah. Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002 menyatakan bahwa agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. Pendaftaran ciptaan dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dalam Pasal 35 sampai dengan 44. Dua esensi hak yang terkandung dalam hak cipta : 1.
Hak ekonomi (economic rights), yang meliputi: hak untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya dan memberi izin untu itu kepada pihak lain, serta hak untuk memberi izin atau melarang orang lain untuk menyewakan Ciptaannya dibidang Karya Sinematografi dan Program Komputer.
2.
Hak moral (moral rights) Pencipta meliputi : a. Hak pencipta atau hak warisnya untuk menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaan; b. Melarang Pemegang Hak Cipta merubah suatu Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samara Pencipta), termasuk hak Pencipta
25
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemeerintah di bidang Pertanahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
18
untuk mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian Hak Ekonomi dan Hak Moral tersebut, jelas bahwa hak ekonomi dari Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain oleh Pencipta, sedangkan hak moral tidak demikian. Hak moral ini tetap mengikuti dan melekat pada diri Pencipta, walaupun Hak Ekonomi dari Hak Cipta tersebut telah beralih atau dialihkan kepada orang lain.26 Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari pemegangnya.
Hak
eksklusif
itu
dalam
pengertian
“mengumumkan
atau
memperbanyak”, memberikan izin kepada orang lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya.27 Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UUHC”), merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Hak untuk mengumumkan dan memperbanyak buku dimiliki si penulis buku yang bersangkutan atau pihak lain yang diberikan izin untuk melakukan hal tersebut. Sebagaimana pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas hasil ciptaaanya (buku), maka pemegang hak cipta tersebut memiliki hak eksklusif atas segala hak yang timbul (hak turunan) bila ciptaan tersebut dialihwujudkan dalam bentuk produkproduk yang berbeda, sebagai contoh dibuatnya suatu buku menjadi film ataupun 26
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003,
hal.112.
Universitas Sumatera Utara
19
diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal ini mengacu kepada penjelasan pasal 2 ayat (1) UUHC. Oleh karena itu, agar dapat menerbitkan buku asing atau terjemahannya, penerbit harus terlebih dahulu mendapatkan izin berupa lisensi dari pencipta atau pemegang hak cipta buku asing tersebut. Dari perjanjian lisensi tersebut, pihak penerbit akan mengetahui apa saja hak dan kewajibannya sebagai penerima lisensi. Terjemahan, berdasarkan UUHC, dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta dari ciptaan asli (lihat pasal 12 ayat (1) huruf l jo ayat (2) UUHC). Kemudian, sebagai bagian dari hak moral pencipta, penerbit buku terjemahan wajib mencantumkan nama penulis asli buku terjemahan tersebut. Selain itu, penerbit tidak boleh mengubah isi maupun judul buku kecuali mendapat izin dari penulis asli atau ahli warisnya (lihat pasal 24 UUHC).28 Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal ini, sepanjang sebuah karya tulisan dilindungi Hak Cipta dimana perlindungan Hak Ciptanya tersebut masih berlaku, maka setiap orang yang ingin menerjemahkan karya tersebut ke dalam bahasa lain harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang Hak Cipta atas karya aslinya itu. Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak
28
http://www.google.com/ Hak Kekayaan Intelektual Hak-Hak Penerbit.html, diakses 22 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
20
penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau Anda menemukan banyak versi terjemahan atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai terjemahan resmi, atau authorized translation. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah: 1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus). 2. Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian (capacity). 3. Adanya suatu hal tertentu (objek). 4. Ada suatu sebab yang halal (causa).29 Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa ada persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.30 Penyelesaian sengketa undang-undang hak cipta diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 67.
29
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2000, hal 228. 30 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
21
2.
Konsepsi Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan
bebenarapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasioanal dapat dibatasi ruang lingkup variable dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukakn yaitu sebagai berikut : Perlindungan hukum adalah kepastian akan perlindungan yang diberikan oleh aturan-aturan atau norma-norma yang telah dibuat dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan didalam kehidupan bermasyarakat berbangsan dan bernegara tanpa membedakan suku, agama, ras, adat istiadat karena semua warga Negara bersamaan dengan kedudukannya didalam hukum. Penerjemah adalah seseorang atau lebih, yang dalam usahanya melakukan proses mengartikan suatu karya tulis dari satu bahasa ke bahasa lain. Buku adalah karya tulis yang telah diterjemahkan dari satu bahasa kebahasa lainnya dan telah mendapat izin dari pemegang hak cipta. Penerbit adalah setiap orang, persekutuan, badan hukum baik milik Negara maupun swasta yang menerbitkan karya cetak. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 31 Sengketa adalah perselisihan, pertikaian antara penerjemah dan penerbit.
31
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
22
Hak-hak penerjemah yaitu hak moral dan hak ekonomi. Wanprestasi yaitu tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah di perjanjikan.
G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriftif, artinya penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan
secara
cermat
karakteristik
dari
fakta-fakta
(individu,
kelompok/keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi.32 Dengan demikian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya, kemudian menelaaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap penerjemah yang membuat perjanjian dengan penerbit. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta 32
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hal.58.
Universitas Sumatera Utara
23
mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.33 Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.34 3. Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi : a. Bahan-bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum berupa perundangundangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah dan internet.35
33
Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal.336. 34 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal.101. 35 Peter Mahmud Marzuki, Penerlitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2005, hal. 141.
Universitas Sumatera Utara
24
c. Bahan-bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang meliputi kamus umum, kamus hukum dan ensiklopedia. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperolah data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini. b. Wawancara. Penelitian ini juga melakukan wawancara langsung dengan narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan data pendukung terhadap studi kepustakaan. 5. Analisis Data Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36 Penelitian ini dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang terkumpul. Data primer (undang-undang) dan sekunder (buku-buku dan tulisan), juga yang berasal dari narasumber, diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif
36
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.
101.
Universitas Sumatera Utara
25
sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara deduktif-induktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abtraksi.37 Langkah selanjutnya adalah menyusun rangkuman dalam abstraksi tersebut dalam satuansatuan, yang mana satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan. Data yang dikategorosasikan, kemudian ditafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara menjadi teori, substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif-induktif.
37
Ibid. hal 190.
Universitas Sumatera Utara