BAB II PUISI, PENERJEMAHAN PUISI DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA PRANCIS
2.1. Puisi 2.1.1. Pengertian Puisi Puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu poet yang berarti mencipta (Supendi, 2008:8). Definisi puisi ini juga tercantum dalam situs www.wikipedia.fr sebagai berikut. « …Le mot « poésie » vient du grec ποιεν (poiein) qui signifie « faire, créer » : le poète est donc un créateur, un inventeur de formes expressives, ce que révèlent aussi les termes du Moyen Âge, comme trouvère et troubadour. Le poète, héritier d'une longue tradition orale, privilégie la musicalité d'où, dans la plupart des textes poétiques, le recours au vers qui apporte aussi la densité… »(2011)
Pengertian puisi tersebut diterjemahkan bebas sebagai berikut. ”… Kata ”puisi ” berasal dari bahasa Yunani ποιεν (poiein) yang berarti ”membuat, mencipta” : sedangkan penyair adalah seorang pencipta, seorang penemu bentuk-bentuk eskspresif yang juga mengungkapkan istilah-istilah pada Abad Pertengahan, seperti trouvère dan troubadour (penyair dari Prancis Utara). Puisi mewariskan bahasa tutur tradisional, yang mengutamakan irama dalam beberapa teks puisi, juga menggunakan kepadatan makna…” Menurut istilah, pengertian puisi mengalami perubahan dalam beberapa aspek. Dahulu orang Indonesia menganggap bahwa puisi adalah karya sastra yang terikat oleh banyak baris dalam tiap bait, banyak kata dalam tiap baris, rima dan irama (Wirjosoedarmo dalam Pradopo, 2009 :5) yang disebut dengan puisi lama. Contoh puisi lama yang mempunyai aturan baku adalah pantun, syair dan gurindam.
9
10
Pengertian tersebut sudah tidak relevan lagi digunakan saat ini karena sejak tahun 1940-an, puisi mengalami perubahan bentuk. Perubahan tersebut dapat terlihat dari puisi-puisi baru yang lahir sekitar tahun 1940-an. Seperti yang nampak dalam puisi Chairil Anwar berikut ini. Kesabaran Aku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing menggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak berbicara Suaraku hilang, tenaga terbang … Maret 1943 (Aku ini Binatang Jalang, Ed. Pamusuk Erneste) Jelas sekali terlihat bahwa puisi di atas tidak terikat dengan jumlah kata dalam baris dan jumlah baris dalam bait. Adapun Atmazaki (1991 :7) menukil pendapat Kleden (1983) bahwa hakikat puisi bukanlah susunan kata-kata yang membentuk baris dan bait, melainkan sesuatu yang terkandung di dalam kata, baris dan bait itu. Tegasnya, puisi adalah keindahan dan suasana tertentu yang tekandung di dalam kata-kata. Dari penjelasan puisi di atas, terlihat beberapa persamaan
mengenai
karakteristik
sebuah
puisi.
Priyanti
(2010 :
65)
menyampaikan keempat persamaan tersebut sebagai berikut. a. Menggunakan persajakan yang estetis. b. Menggunakan diksi yang padat makna. c. Fungsi utama puisi adalah mengekspresikan ide-ide pengarang bukan menceritakan sesuatu.
11
d. Bahasa yang digunakan bersifat monolog, artinya hanya ada satu pembicara atau pencerita yang membawakan seluruh teks. 2.1.2. Unsur Pembangun Puisi Puisi
sebagai
sebuah
karya
sastra
mempunyai
unsur-unsur
pembangunnya. Unsur-unsur tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra namun tetap mempengaruhi karya sastra sebagai karya seni (Priyatni, 2010). 2.1.2.1. Unsur Intrinsik Priyatni (2010 :67) menyebutkan bahwa unsur intrinsik puisi terdiri dari judul, diksi, imaji, bahasa figuratif, bunyi, rima, ritme dan tema. Atmazaki (1991 : 70) dan Pradopo (2009 :100) menambahkan aspek tata bahasa dan tipografi dalam sajak sebagai salah satu unsur intrinsik puisi. Berbeda dengan Waluyo (dalam Supendi, 2008 :12) yang berpendapat bahwa puisi dibangun oleh unsur pokok yakni unsur batin dan unsur fisik. Unsur batin puisi terdiri dari tema, nada, perasaan dan amanat sedangkan unsur fisik terdiri dari diksi, pengimajinasian, kata konkret, majas, versifikasi dan tipografi puisi. Berikut ini adalah pengertian mengenai unsur-unsur tersebut. a. Tema : gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair (Waluyo dalam Supendi, 2008 : 13). b. Judul : pokok pikiran yang mewakili keseluruhan isi puisi dan terletak pada bagian awal puisi.
12
c. Diksi : pemilihan kata yang tepat dan mengandung arti yang dimaksud dalam membuat puisi untuk dapat mengekspresikan pengalaman jiwa dan mencurahkan perasaan penyair (Pradopo, 2009 : 54). d. Imaji : pencitraan atau cara penyair menggambar sesuatu dalam puisi karyanya.
Pengertian
tersebut
senada dengan
yang diungkapkan
Alterbernd dalam Pradopo (2009 : 79) bahwa citraan (imagery) adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, sedang setiap gambar pikiran disebut citra (image). e. Bahasa figuratif/ Majas : bahasa kiasan yang timbul dan menyebabkan puisi menjadi indah dan menarik serta mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungannya dengan sesuatu yang lain (Alterbernd dalam Pradopo, 2009 : 62). f. Rima : persamaan bunyi akhir kata dalam puisi. Abraham dalam Pradopo (2009:81) mengatakan bahwa rima menyangkut bunyi vokal-huruf hidupyang diberi tekanan dan bunyi yang mengikuti vokal itu. g. Ritme : irama yang menyebabkan pergantian turuan naik, panjang pendek, keras lembut ucapan yang teratur tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya nyanyian jiwa penyairnya (Pradopo, 2009:40). h. Aspek tata bahasa : dalam puisi terdapat istilah licentia poetica atau kebebasan sastrawan untuk memanipulasi penggunaan bahasa agar menimbulkan efek tertentu dalam karyanya.
13
i. Tipografi : Atmazaki (1991:23) menyampaikan bahwa tipografi puisi adalah
penyusunan
baris
dan
bait
sajak
atau
puisi
dengan
mempertontonkan aspek visualnya, atau sering disebut ukiran bentuk yang tersusun kata, frase, dan bait. j. Nada atau tone : sikap penyair terhadap pembaca atau terhadap penikmat karyanya pada umumnya, apakah menggurui, menasehati, menyindir, dll (Situmorang dalam Supendi, 2008 : 14). k. Perasaan : sikap penyair terhadap subject-matter atau pokok persoalan yang terdapat dalam puisinya (Situmorang dalam Supendi, 2008: 13). l. Amanat atau tujuan : tujuan penyair dalam menciptakan puisi karyanya, biasanya bergantung pada pekerjaan, cita-cita, haru pandangan hidup dan keyakinan penyair (Supendi, 2008:14) 2.1.2.2. Unsur Ekstrinsik Priyatni (2010: 74-78) mengungkapkan bahwa unsur ekstrinsik puisi terdiri dari aspek historis, aspek psikologis, aspek filsafat, aspek sosiologis dan aspek religius. Wellek dan Warren (1989: 77-134) yang telah membahas unsur ekstrinsik jauh sebelumnya, menambah aspek biografi sebagai unsur ekstrinsik sebuah karya. 2.1.3. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi Puisi mengandung makna yang sering kali tersembunyi dalam setiap kata maupun
ekspresi
bentuknya.
Riffaterre
dalam
Pradopo
(2009
:
209)
menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga penyebab ketidaklangsungan ekspresi
14
puisi tersebut. Ketiga penyebab tersebut
adalah pergantian arti (displacing),
penyimpangan arti (distrorting) dan penciptaan arti (creating of meaning). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga penyebab tersebut. 2.1.3.1. Penggantian Arti (Displacing) Pergantian arti sering kali terjadi pada bahasa kiasan atau bahasa yang mengkiaskan sesuatu. Hal ini berarti suatu kata (kiasan) menunjukkan hal lain (tidak menunjukkan makna aslinya). Misalnya metafora dan metonimi, yang terdapat dalam sajak Chairil Anwar ini. Sajak Putih Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda (Anwar, 2004: 42) Kata mawar dan melati dalam puisi tersebut, tidak benar-benar menunjukkan mawar dan melati dalam arti sesungguhnya, yakni nama bunga. Tetapi menunjukkan sesuatu yang indah dan cinta yang suci (Pradopo, 2009: 212). 2.1.3.2. Penyimpangan Arti (Distrosting) Raffaterre
(dalam
Atmazaki,
1991 :49)
menyampaikan
bahwa
penyimpangan arti akan terjadi apabila terdapat ambiguitas, kontradiksi ataupun nonsense dalam puisi. Ambiguitas artinya terdapat makna ganda, tafsiran yang lebih dari satu. Sedangkan kontradiksi maksudnya adalah makna yang berlawanan dari makna aslinya. Biasanya penyair menggunakan majas ironi bahkan sarkasme untuk
15
menyindir kalangan tertentu. Adapun nonsense adalah bentuk kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti, misalnya gabungan dari dua kata. 2.1.3.3. Penciptaan Arti (Creating of Meaning) Penciptaan arti terjadi karena adanya pemanfaatan terhadap ruang tertentu. Misalnya simitri, rima, enjembement, homologue, dll. Homologue atau persamaan posisi yang biasanya terdapat pada pantun. salah satu contohnya adalah makna yang menguat dan kejelasan karena pengulangan bunyi dan parallelisme. Misalnya bait puisi Rendra (dalam Pradopo, 2009 :220). Elang yang gugur tergeletek Elang yang tergugur terebah Satu harapku pada anak Ingatkan pulang pabila lelah Bait puisi di atas
menunjukkan pensejajaran bentuk membuat
pensejajaran arti. Setinggi apapun elang terbang akan hinggap pula bila hendak istirahat, begitu pula si anak, ia akan pulang bila lelah. 2.2. Penerjemahan Puisi 2.3.1. Hakikat Penerjemahan Puisi Penerjemahan merupakan kegiatan mengalihkanbahasakan suatu teks bahasa sumber (BSu) ke dalam teks bahasa sasaran (BSa) dalam padanan yang sesuai. Machali (2009 :30) menyebutkan bahwa penerjemahan merupakan sebuah produk dan proses. Disebut produk karena merupakan hasil dari pekerjaan seorang penerjemah sedangkan disebut proses karena penerjemahan dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Penerjemahan puisi termasuk ke dalam penerjemahan yang sulit seperti halnya yang diungkapkan Newmark (1988 :162) sebagai berikut.
16
”…the translation of serious literature and authoritative statements is the most testing type of translation, because the first, basic articulation of meaning (the word) is as important as the second (the sentence or, in poetry, the line) and the effort to make word, sentence and text cohere requires continuous compromise and readjustment.” Kutipan di atas diterjemahkan bebas sebagai berikut. “…penerjemahan karya sastra tertentu dan pernayataan seseorang adalah hal yang tersulit dalam terjemahan karena, alasan pertama adalah artikulasi dasar makna (kata) yang sama pentingnya dengan alasan kedua yaitu kalimat atau lirik dalam puisi dan usaha untuk membuat kata, kalimat, dan teks yang sesuai yang kemudian bisa dipahami dan dipertanggungjawabkan” Sekaitan dengan hal itu, Pardede (2009) juga menyampaikan bahwa puisi mempunyai nilai-nilai estetik dan nilai-nilai ekspresif. Nilai estetik atau nilai keindahan sebagai sarana yang digunakan penyair untuk menyampaikan keindahan puisi melalui penggunaan diksi (pemilihan kata), metafora, imageri dan bahasa figuratif. Sedangkan nilai ekspresif sebagai sarana penyampaian pikiran dan emosi pengarang melalui struktur, rima, dan pelafalan. Kesulitan penerjemahan puisi terletak pada bagaimana menghadirkan kembali nilai-nilai estetik dan ekspresi pada puisi terjemahan tersebut sehingga keindahan puisi tersebut tidak hilang. Namun, Suryawinata dan Hariyanto (2007 : 163) berpendapat bahwa sekuat apapun nilai-nilai estetik sebuah puisi, pasti puisi itu mengandung makna yang tertata rapi dalam setiap pilihan katanya. Sehingga penekanan-penekanan tertentu dalam penerjemahan, misalnya pada gaya atau lirik tidak perlu terjadi karena keindahan dalam puisi adalah keberhasilan penyair dalam menghadirkan makna yang ingin disampaikannya dengan kata-kata yang indah. Begitu pula seorang penerjemah puisi dikatakan berhasil bila mampu
17
menghadirkan kembali makna yang terkandung dalam puisi tersebut dengan padanan yang sesuai. Sekaitan dengan hal tersebut, Machali (2009: 140) menegaskan bahwa kesepadanan (equivalence) bukan berarti kesamaan. Kesepadanan pada zaman sekarang dikaitkan pada fungsi teks dan metode atau teknik yang digunakan dan sesuai dengan fungsi teks tersebut. Sehingga kesepadanan diukur secara menyeluruh, artinya perubahan apaun yang terjadi yang sifatnya lokal, yakni menyangkut kata, frase dan kalimat harus dilihat dari fungsinya yang lebih tinggi. Sejauh fungsi teks dalam bahasa sasaran tidak bergeser dari fungsi aslinya, maka teks tersebut sepadan dengan aslinya. 2.3.2. Metode Penerjemahan Puisi Suryawinata dan Hariyanto (2007) merangkum beberapa pendapat ahli, yakni Nida dan Taber, Larson dan Newmark mengenai klasifikasi terjemahan umum berdasarkan metode atau proses penerjemahannya. Klasifikasi terjemahan tersebut adalah sebagai berikut. a. Terjemahan Harfiah Menurut Nida dan Taber (dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 40), penerjemahan harfiah adalah penerjemahan yang mempertahankan struktur kalimat BSu-nya walaupun strukturnya tidak berterima dalam Bsanya. Hal ini sama dengan pendapat Larson (dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 40). Jika penerjemahan itu menggunakan struktur yang berterima dalam Bsa, maka disebut terjemahan harfiah yang dimodifikasi.
18
Adapun Newmark (dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 41) berpendapat bahwa terjemahan harfiah harus menggunakan struktur kalimat yang berterima dengan Bsa-nya. Jadi, terjemahan harfiah versi Newmark sama dengan terjemahan harfiah yang dimodifikasi versi Larson. b. Terjemahan Dinamis Nida dan Taber dalam Suryawinata dan Hariyanto (2007: 41) berpendapat bahwa terjemahan yang berpusat pada konsep tentang padanan dinamis dan menjauhi konsep padanan formal atau bentuk yang dekat dekali dengan konsep terjemahan harfiah. c. Terjemahan Idiomatis Larson
(dalam
Suryawinata
dan
Hariyanto,
2007:
45)
mengkontraskan terjemahan idiomatis dengan terjemahan harfiah. Bertolak belakang dengan terjemahan harfiah yang berusaha meniru bentuk BSu, maka terjemahan idiomatis adalah terjemahan yang menggunakan kata-kata dan struktur yang luwes dalam BSa. Sehingga hasil terjemahan idiomatis tidak akan terasa sebagai hasil terjemahan, tetapi seperti tulisan asli dalam BSa. d. Terjemahan Semantis dan Terjemahan Komunikatif Kedua konsep terjemahan ini merupakan pendapat Newmark sebagai kontribusi yang besar terhadap konsep penerjemahan (Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 48). Terjemahan semantis adalah terjamahan yang mempertahankan struktur semantik dan sintaksis serta makna kontekstual dari teks BSu. Oleh karena itu nilai-nilai budaya dalam teks BSu harus tetap hadir dalam BSa. Salah satu contohnya adalah terjemahan Kitab Al-Qur`an.
19
Adapun terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang berusaha menciptakan efek BSu yang sama dalam terjemahan BSa. Oleh karena itu, terjemahan
BSa
tidak
boleh
kaku
dan
mudah
dimengerti
oleh
pembaca.Newmark memperkenalkannya dalam bentuk bagan berikut ini. Gambar 2.1 Jenis-Jenis Terjemahan Menurut Newmark Berpihak pada BSu harfiah (literal) setia (faithful) semantis
Berpihak pada BSa bebas (free) idiomatik (idiomatic) komunikatif
Adapula Andcare Lefevere (dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2007 :160) mencatat tujuh metode penerjemahan puisi yang biasa dilakukan penerjemah Inggris untuk menerjemahkan puisi-puisi karya Catullus. Ketujuh metode itu adalah sebagai berikut : a. Terjemahan fonetik Metode penerjemahan ini beusaha untuk menghasilkan kembali suara dari BSu ke dalam BSa. Dalam waktu bersamaan penerjemah mengalihkan makna puisi asal BSu ke dalam BSa. b. Terjemahan literal Metode ini adalah metode penerjemahan puisi dengan menekankan pada proses penerjemahan yaitu penerjemahan kata per kata ke dalam BSa. Namun, penerjemahan literal ini mempunyai kelemahan-kelemahan yang fatal, yakni sering kali makna hasil terjemahan tersebut tidak berhasil
20
dihadirkan dalam BSu. Selain itu, sruktur frase dan bentuk akan melenceng jauh dalam BSu. c. Terjemahan irama Terjemahan dengan metode ini menekankan pada penerjemahan yang berusaha memproduksi irama dalam BSu. Penerjemahan dengan metode ini mengacaukan makna dan memporak-porandakan sturktur hasil terjemahan dalam BSu. d. Terjemahan puisi ke prosa Yaitu metode penerjemahan dengan menerjemahkan bentuk puisi ke dalam bentuk prosa. Penerjemahan ini mempunyai beberapa kelemahan, yakni hilangnya makna, musnahnya nilai komunikatif penyair dan pembaca serta hilangnya keindahan puisi. e. Terjemahan bersajak Dalam metode penerjemahan bersajak ini, penerjemahan dilakukan dengan mengutamakan pemindahan rima akhir larik puisi ke dalam puisi terjemahannya. Walaupun secara fisik kelihatan sama, tetapi jika dilihat maknanya, belum tentu hasil penerjemahan ini memuaskan. f. Terjemahan puisi bebas Penerjemahan ini memungkinkan penerjemah untuk mendapatkan ketepatan padanan kata dalam BSa dengan baik, dan kadar kesastraannya pun bisa dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, masalah rima dan irama sering kali diabaikan. g. Interpretasi
21
Lefevere mengajukan dua jenis terjemahan yang masing-masing disebut sebagai versi dan imatasi. Suatu versi puisi dalam BSa mempunyai isi atau makna yang sama bila dibandingkan dengan puisi aslinya namun bentuknya telah berbeda sama sekali. Sedangkan imitasi puisi , penerjemah betul-betul telah menuliskan puisinya sendiri, tetapi dengan judul dan topik serta titik tolak yang sama dengan puisi aslinya. Metode-metode penerjemahan di atas mempunyai kelemahan-kelemahan masing-masing. Anne Cluysenaar (dalam Suryawinata dan Haryanto, 2007: 161) berpendapat bahwa kelemahan-kelemahan itu disebabkan oleh adanya penekanan terhadap elemen-elemen tertentu dalam penerjemahannya. Namun, apapun metodenya yang terpenting adalah keberhasilan menghadirkan kembali makna puisi dalam BSa. 2.3.3. Teknik Penerjemahan Puisi Teknik penerjemahan adalah pekerjaan atau cara kerja dalam segala tindakan atau proses penerjemahan yang berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frase dan kata. Beberapa peneliti menyebutnya strategi penerjemahan. Teknik-teknik yang digunakan dalam penerjemahan puisi ini dilakukan agar terjadi kesepadanan (equivalence) kata atau kalimat dalam bahasa sasaran. Suryawinata
dan
Hariyanto
(2007 :
92)
membagi
dua
teknik
penerjemahan; teknik penerjemahan yang berkenaan dengan struktur dan yang berkenaan dengan semantik atau makna. Sedangkan Machali (2009:101-103) menyampaikan beberapa teknik penerjemahan yang berbeda diantaranya adaptasi,
22
pemadanan berkonteks dan pemadanan bercatatan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa teknik penerjemahan tersebut. 2.3.4.1. Teknik Struktural Teknik penerjemahan strutural dibagi menjadi tiga, yaitu penambahan, pengurangan dan transposisi. a. Penambahan (Addition) Penambahan yang dimaksud adalah menambahkan elemen tertentu dalam kalimat yang tidak terdapat dalam BSu tetapi berterima dalam BSa secara struktur. Contoh : BSu BSa
: Saya guru.(Ind) : Je suis professeur.(Prc)
Kata “suis” harus ditambahkan demi keberterimaan dalam struktur BSa, yakni bahasa Prancis. b. Pengurangan (Substraction) Pengurangan adalah pengambilan elemen tertentu dalam BSa. Seperti halnya penambahan, pengurangan juga harus dilakukan demi keberterimaan dalam BSa.Contoh : BSu BSa
: Il est un médecin (Prc) : Dia seorang dokter (Ind)
Kata “est” yang berarti adalah dalam BSu harus dihilangkan karena tidak biasa dipakai dalam BSa, yakni bahasa Indonesia. c. Pergeseran bentuk (Transposition) Pergeseran bentuk atau transposisi adalah suatu teknik penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk struktur dari BSu ke BSa.
23
Contoh: Bahasa Prancis
Bahasa Indonesia
Étudiante française Nominal + Adj.
mahasiswi Bahasa Prancis Nominal + Nominal
Gabungan nominal dan adjektif dalam bahasa Prancis (BSu) menjadi gabungan nominal dan nominal dalam bahasa Indonesia (BSa). Perubahan bentuk ini dimaksudkan untuk mendapatkan padanan kata yang tepat dalam BSa. 2.3.4.2. Teknik Semantis Berikut ini beberapa teknik semantis yang dikemukan Suryawinata dan Hariyanto, yaitu : a. Pergeseran makna (Modulasi) Modulasi adalah teknik untuk menerjemahkan frase, klausa atau kalimat dengan memandang pesan dalam BSu dengan sudut pandang yang berbeda (Newmark dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2007: 75).Contoh : BSu BSa
: Tu me manque.(Prc) : Aku rindu kamu.(Ind)
Jika diartikan secara harfiah, artinya akan menjadi Kamu membuatku rindu, tetapi kalimat tersebut tidak lazim dalam BSa, sehingga menjadi Aku rindu kamu. Menurut Newmark (dalam Machali, 2009 : 99), modulasi dibagi dua yakni modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase atau struktur tidak ada padanannya dalam BSa sehingga
24
perlu dimunculkan. Sedangkan modulasi bebas adalah teknik penerjemahan yang dilakukan karena alasan nonlinguistik, misalnya untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian dalam BSa dan mencari padanan yang terasa alami dalam BSa. Misalnya kata ”sentiment” dalam bahasa Inggris yang berarti ungkapan perasaan, setelah dipungut dalam bahasa Indonesia ia mengalami gaya bahasa peyoratif. Maknanya bukan lagi mengungkapkan perasaan, tetapi bermakna ”kebencian”. b. Pemungutan (Borrowing) Pungutan adalah teknik penerjemahan dengan mengambil kata secara utuh dari BSu ke dalam BSa. Pungutan terdiri dari transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi adalah pemungutan kata dari BSu ke BSa dengan tetap mempertahankan bunyi dan tulisannya. Adapun naturalisasi adalah proses selanjutnya, yakni pungutan itu disesuaikan dengan bunyi dan tulisan dalam BSa. Naturalisasi sering disebut adaptasi. Menurut Hoed dalam Machali (2009:102), adaptasi adalah pengupayaan padanan kultural antara dua situasi tertentu yang mempunyai konsep yang berbeda dalam BSu dan BSa. Contoh: BSu BSa
: Dear Sir (Ing) : Dengan Hormat (Ind)
c. Padanan Budaya Padanan budaya merupakan teknik penerjemahan untuk kata yang khas dalam BSu dengan mencari kata yang khas juga dalam BSa.Contoh: BSu
: Jaksa Agung (Ind)
25
BSa
: Attourney General (Ing)
d. Padanan Deskriftif Penerjemah terkadang menemukan kata yang menunjukkan budaya dalam BSu dan kurang pas jika diterjemahkan secara harfiah dalam BSa, sehingga dengan padanan yang mendeskripsikan kata tersebut dalam BSa baru bisa dipahami dan sesuai dengan makna yang diinginkan. Contoh : BSu BSa
: Gadis itu menari dengan luwesnya.(Ind) : The girl is dancing with great fluidity and grace (Ing)
e. Sinonim Sinonim yang dimaksud adalah penggunaan kata yang umum digunakan dalam BSa dan mempunyai makna yang hampir sama dengan kata dalam BSu. Hal ini dilakukan jika penerjemah tidak ingin menggunakan padanan deskriptif. Contoh : BSu BSa
: Quelle grande ta soeur!(Ing) : Betapa tingginya suadarimu!(Prc)
f. Terjemahan resmi Terjemahan resmi adalah terjemahan yang mengacu pada terjemahan yang telah dibakukan. Biasanya masing-masing bahasa (BSa) mempunyai pedoman penerjemahan yang telah dibakukan. g. Penyusutan dan Perluasan Teknik penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan komponen BSu dan perluasan yang dimaksudkan adalah perluasan BSa. Misalnya penyusutan dari kata “automobile” menjadi “mobil”, perluasan arti kata “whale” menjadi “ikan paus”.
26
h. Penambahan dan Penghapusan (Omission/Deletion) Penambahan disini berbeda dengan penambahan dalam teknik struktural. Pada teknik semantis, penambahan dilakukan dengan memasukan informasi tambahan dalam BSa. Adapun penghapusan yang berarti penghapusan teks BSu di dalam BSa, dilakukan karena penerjemah menganggap tidak terlalu penting bagi keseluruhan teks atau sulit untuk diterjemahkan.Contoh penghapusan : BSu BSa
: Sama dengan raden ayu ibunya. (Ind) : C`est comme sa mère (Prc)
i. Pemadanan Berkonteks Pemadanan berkonteks adalah penempatan suatu informasi dalam konteks agar maknanya jelas bagi penerima informasi berita. Dengan lebih memperhatikan konteks atau tema dari suatu teks sumber (TSu) akan lebih mudah menerjemahkan dan lebih jelas maknanya bagi pembaca atau penerima informasi. j. Pemadanan Bercatatan Pemadanan bercatatan dapat dilakukan apabila semua teknik penerjemahan itu tidak dapat menghasilkan padanan yang diharapkan. Hal ini berlaku misalnya pada kata atau leksikal yang tidak ada padanan katanya dalam BSa seperti kata sarung, batik dan gado-gado dalam bahasa Indonesia. 2.3. Penelitian Terjemahan Terjemahan dengan fungsinya sebagai hasil dari proses yang dilewati penerjemah dan sebagai alat yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran
27
bahasa dapat dianalisis dan dikaji secara ilmiah. Oleh karena itu, banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian atau analisis terhadap penerjemahan baik terhadap proses penerjemahan maupun hasil terjemahannya. Adapun metode yang dapat digunakan dalam penelitian diantaranya adalah metode kualitatif dan metode kuantitatif, tergantung pada tujuan pembahasannya. Berikut ini adalah pembahasan
mengenai
macam-macam
pnerjemahan
berdasarkan
topik
bahasannya. 2.3.1. Macam-Macam Penelitian Terjemahan Suryawinata dan Hariyanto (2007:173) membagi tiga penelitian terjemahan berdasarkan topik bahasannya. Berikut ini adalah ketiga macam penelitian terjemahan tersebut. 2.3.1.1. Penelitian Proses dan Hasil Terjemahan Penelitian mengenai proses penerjemahan berarti peneliti meneliti objek penelitian yang melakukan proses penerjemahan secara langsung. Peneliti melihat langsung bagaimana prosedur penerjemahan yang dilakukan dan mencatat kegiatan dari awal sampai akhir penerjemahan. Penelitian terhadap proses penerjemahan ini sangat penting karena dengan melihat hasil penelitian, para penerjemah dapat bercermin dari cara penerjemah lain dan komentar para ahli mengenai penerjemahkan tersebut. Berbeda dengan penelitian terhadap proses penerjemahan, penelitian terhadap hasil atau kualitas terjemahan dapat dilakukan dengan banyak cara (Suryawinata dan Hariyanto, 2007:177), diantaranya (1) membandingkan teks
28
BSu dengan BSa, (2) terjemahan balik dari BSa ke BSa, (3) prosedur Cloze, yakni mengambil sepenggal teks BSa dan menyuruh subjek penelitian untuk mengisi penggalan teks dan membandingkannya dengan teks BSa yang sudah selesai (4) pengujian pemahaman dan kesan oleh pembaca teks BSa dan (5) membandingkan pemahaman dan kesan yang didapat pembaca BSu dan BSa. 2.3.1.2. Penelitian Pengajaran Penerjemahan Penelitian mengenai pengajaran penerjemahan merupakan penelitian terhadap pendidik, peserta didik dan proses pengajaran penerjemahan. Penelitian terhadap peserta didik dapat dilakukan dengan cara meneliti pengaruh latar belakang peserta didik terhadap pembelajaran penerjemahan. Sedangkan penelitian terhadap pendidik, bisa dilakukan dengan meneliti apakah keberhasilan pendidik dipengaruhi oleh pengalaman menerjemahkan sebelumnya atau kedalaman ilmu yang dimilikinya. Adapula penerjemahan terhadap proses pengajaran, yakni penelitian mengenai metode pengajaran yang digunakan atau media apa yang digunakan dalam penerjemahan. 2.3.1.3. Penelitian dengan Terjemahan sebagai Instrumen Penelitian yang menggunakan terjemahan sebagai instrument atau alat penelitian biasanya digunakan dalam penelitian bahasa asing.Objek penelitian diminta untuk menerjemahkan teks BSu. Hasil dalam teks BSa yang berupa kesalahan-kesalahan digunakan sebagai bukti ketidakpahaman objek terhadap suatu materi dalam ilmu kebahasaan.
29
2.3.2. Analisis Puisi Terjemahan Penelitian mengenai puisi terjemahan merupakan penelitian mengenai aspek-aspek yang terkandung dalam puisi. Suryawinata dan Hariyanto (2007 :167) mengungkapkan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat dianalisis dari terjemahan puisi tersebut. Ketiga faktor tersebut adalah (1) faktor kesastraan dan estetika (2) faktor kebahasaan dan (3) faktor sosial budaya yang terkadang menjadi masalah dalam penerjemahan puisi. Pada faktor kesastraan dan estetika, peneliti mengkaji tentang makna dan gaya yang indah dari sebuah puisi. Sedangkan dalam faktor kebahasaan, peneliti dapat mengkaji tentang strukur, padanan kata, kalimat dalam bahasa sasaran. Halhal yang menyangkut latar belakang sosial budaya termasuk ke dalam faktor sosial budaya. Sebelum meneliti terjemahan puisi tersebut, peneliti harus menginterpretasi terlebih dahulu puisi BSu untuk mengetahui makna atau pesan yang terkandung.Interpretasi yang didasari pada teori pola makna dalam puisi akan sangat membantu penelitian terjemahan puisi. Kedua faktor di atas dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan berikut ini. 2.3.2.1. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural dapat disebut sebagai pendekatan instrinsik karena pendekatan strukutral menunjukkan bahwa karya sastra adalah suatu dunia yang terlepas dari dunia luar. Karya sastra mempunyai struktur atau sistem sendiri yang mempunyai unsur-unsur yang penting. Seperti halnya yang diungkapkan Abrams dalam Nurgiyantoro (2010: 36) bahwa struktur karya sastra menunjukkan pada pengertian hubungan antara unsur instrinsik yang bersifat timbal balik, saling
30
memperngaruhi dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Fungsi analisis struktural adalah untuk mengetahui hubungan antar unsur-unsur tersebut. Sehingga struktur lebih dari sekedar unsur-unsur dan keberadaanya, karya sastra lebih dari sekedar pemahaman bahasa sebagai alatnya atau sekedar bentuk dan isinya. Unsur-unsur karya sastra pada dasarnya tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur tersebut (Hawks dalam Pradopo, 2009: 120). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsurunsur karya sastra merupakan bagian dari struktur. Dan setiap unsur mempunyai fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan karya sastranya. Priyatni (2010 :67) menyebutkan bahwa unsur intrinsik puisi terdiri dari judul, diksi, imaji, bahasa figuratif, bunyi, rima, ritme dan tema. Atmazaki (1991 : 70) dan Pradopo (2009 :100) menambahkan aspek tata bahasa dan tipografi dalam sajak sebagai salah satu unsur intrinsik puisi. Adapula Waluyo (dalam Supendi, 2008 :12) menambah aspek nada tema, nada, perasaan dan amanat. Analisis stuktur bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiantoro, 2007: 37). Oleh karena itu, analisis struktur merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra sebelum ia melangkah pada analisis lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka analisis struktural dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur-unsur
31
tersebut. Hal tersebut bertujuan agar analisis struktur dapat memaparkan seluruh unsur-unsur yang saling berkaitan. 2.3.2.2. Pendekatan Linguistik Pendekatan linguistik dalam analisis puisi menekankan pada aspek kebahasaan puisi tersebut. Penyair mempunyai kebebasan tersendiri dalam memanipulasi bahasa yang digunakan dalam puisi. Manipulasi ini digunakan untuk menimbulkan efek tertentu, misalnya penyair menciptakan anarkronisme untuk menunjukkan sesuatu hal yang seolah-olah terjadi padahal belum terjadi. Kebebasan ini sampai kepada kebebasan memilih bahasa yang tidak sesuai dengan tata bahasa. Kebebasan ini disebut dengan licentia poetica atau poetic license (Atmazaki, 1993 :70). Pada dasarnya, puisi tetap mematuhi kaidah tata bahasa karena seperti karya sastra lainnya, puisi menggunakan bahasa sebagai alatnya. Sebuah pemikiran atau ide penyair tidak akan menjadi sesuatu yang utuh jika tidak disajikan dalam bahasa yang tepat. Oleh karena itu, faktor kebahasaan dalam puisi ini sangat penting untuk diperhatikan. Adapun pelanggaran-pelanggaran bahasa yang dilakukan penyair biasanya didasarkan pada alasan-alasan tertentu, misalnya untuk menimbulkan emosi dan perasaan yang mendalam serta untuk menunjukkan efek kedekatan penyair dengan pengalaman yang terdapat dalam puisi tersebut. Aspek kebahasaan atau linguistik dalam puisi terjemahan menjadi lebih penting lagi karena puisi tersebut hadir dalam bahasa lain yang mempunyai kaidah atau tata bahasanya sendiri. Penerjemah tidak hanya menerjemahkan secara
32
makna saja tetapi juga bagaimana keindahan yang timbul dalam bahasa puisi aslinya dapat muncul kembali dalam bahasa yang lain. Oleh karena itu, menganalisis puisi dengan pendekatan linguistik atau kebahasaan sangatlah penting. Analisis puisi dengan menggunakan pendekatan linguistik dilakukan dengan menguraikan puisi baris per baris dan membedahnya berdasarkan struktur bahasa yang digunakan. Pendekatan linguistik ini juga berguna untuk mengetahui sejauh mana perubahan atau pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan. Sehingga akan terlihat bagaimana kesepadanan (equivalence) dan kesejajaran (correspendance) kedua puisi tersebut, baik dari segi bentuk maupun maknanya. 2.4. Hubungan Penerjemahan Puisi dengan Pembelajaran Bahasa Prancis Pembelajaran bahasa merupakan pembelajaran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup seorang manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu membutuhkan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan kesuksesan seseorang dapat dilihat dari bagaimana proses komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka pembelajaran bahasa dalam dunia pendidikan formal menjadi salah satu pembelajaran yang harus diperhatikan. Pembelajaran bahasa asing, termasuk pembelajaran bahasa Prancis mempunyai kesamaan dengan pembelajaran bahasa ibu. Pembelajaran bahasa Prancis menitikberatkan pada empat keterampilan berbahasa, yakni keterampilan
33
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Adapula materi grammaire atau tata bahasa untuk menyokong keempat keterampilan berbahasa tersebut. Pada dasarnya, tujuan pembelajaran bahasa Prancis adalah bagaimana peserta didik dan mahasiswa mampu mengungkapkan kata, frase atau kalimat bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Sehingga secara tidak sadar, kegiatan mengalihbahasakan atau menerjemahkan dari BSu ke BSa merupakan kegiatan yang paling dekat dengan pembelajaran bahasa Prancis. Setiap kali peserta didik dan mahasiswa berusaha untuk mengungkapkan sebuah kalimat dalam bahasa Prancis, maka saat itu pula ia sedang melakukan proses penerjemahan. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pembelajaran penerjemahan (traduction) dalam pembelajaran bahasa Prancis untuk diperhatikan. Sehubungan dengan hal tersebut, penerjemahan puisi dapat memberikan kontribusi terhadap pembelajaran bahasa Prancis pada mata kuliah Traduction. Penerjemahan puisi yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman peserta didik dan mahasiswa dapat membantu memahami bahasa Prancis, tidak hanya dari segi kebahasaannya saja tetapi juga keindahan bentuk puisinya. Peserta didik dan mahasiswa yang mempunyai ketertarikan pada puisi akan lebih mempermudah proses pembelajarannya.