ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
MASALAH PENERJEMAHAN PUISI: PEMBAHASAN DAN PENERJEMAHAN PUISI KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI Danny Susanto (diterbitkan oleh Yayasan Panggung Melayu dalam buku: PRESIDEN PENYAIR, editor: Maman S Mahayana (2007)
Pendahuluan Dalam tulisan ini kami mencoba untuk mengulas masalah penerjemahan puisi yang sejak dahulu sampai sekarang masih saja menjadi kontroversi. ide penulisannya kami peroleh dari pengalaman kami menyiapkan sebuah antologi dwi bahasa, yakni kumpulan puisi-puisi yang paling mewakili karya penyair-penyair Portugis yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan, sebaliknya karya penyair-penyair Indonesia, diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis. Sudah lebih dari delapan bulan kami mengumpulkan dan menyeleksi puisi-puisi
yang kami
harapkan
dapat
menggambarkan
sejarah
perkembangan puisi di kedua negara. Selanjutnya, puisi-puisi tersebut kami coba alih bahasakan ke masing-masing bahasa agar pembaca mempunyai gambaran tentang sejarah dan karya-karya puisi dari kedua negara dan dapat merasakan keindahan serta keunikannya masing-masing.
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Tentunya bukan pekerjaan yang mudah mempersiapkan antologi semacam itu, terutama yang menyangkut aspek penerjemahannya. Sangat banyak halangan dan tantangan yang kami hadapi. Sebut saja salah satu tantangan itu adalah kami dari dua dunia yang amat berbeda. Saya (Danny ) dari Indonesia, dengan latar belakang pendidikan kebahasaan dan penerjemahan, sedangkan rekan saya Maria, asal Portugal, dengan latar belakang pendidikan sastra. Saya, menguasai bahasa Indonesia dan Portugis dengan baik, namun masih
agak gamang memasuki dunia sastra.
Sebaliknya, Maria yang, seperti kebanyakan orang senegaranya, tak terpisahkan dari dunia sastra, terutama puisi, namun belum menguasai dengan baik bahasa Indonesia dan awam dalam bidang penerjemahan. Meskipun dengan latar belakang yang berbeda, dengan kerja keras, kami berharap dapat bersinergi sehingga bisa menghasilkan karya yang dapat bermanfaat bagi kedua bangsa. Apalagi, kami juga tak bekerja sendiri, karena mendapat dukungan dari pakar-pakar sastra seperti Bapak Maman Mahayana dan Prof.Dr. Okke Zaimar dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia dan Prof. Dr. Ana Paola Laborinho dari Universidade de Lisboa, Lisbon, Portugal. Untuk turut menghargai jasa-jasa Sutardji Calzoum Bachri yang berperan penting dalam perkembangan dunia sastra Indonesia, dalam tulisan ini kami memaparkan tentang permasalahan penerjemahan puisi dan memperlihatkan karya puisi Sutardji yang kami coba alih bahasakan kedalam bahasa
Portugis
serta
pembahasan
tentang karyanya
serta
hasil
terjemahannya. Sutardji sebagai salah satu ikon penyair Indonesia, karyanya merupakan salah satu yang memang sedang kami pertimbangkan untuk kami masukan ke dalam antologi kami tersebut, tentu saja kalau beliau mengijinkan. Semoga tulisan ini bisa memberi pengetahuan baru bagi pembacanya dan
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
meningkatkan
apresiasi
terhadap
penyair
seperti
Sutardji,
dan
Sutardji-Sutardji berikutnya..
1. Masalah Penerjemahan puisi. Dari
dahulu
sampai
sekarang
perdebatan
tentang
penerjemahan puisi seakan tidak pernah tuntas. Banyak pakar linguistik yang mengatakan bahwa penerjemahan puisi adalah sesuatu yang (hampir) tidak mungkin dilakukan. Gunarwan, misalnya, mengatakan bahwa mengungkapkan unsur-unsur puitis dan sekaligus mempertahankan maknanya yang tepat adalah hal yang sangat sulit, dan bahkan hampir tidak mungkin. Alasannya, dalam satu bahasa saja tidak ada kesamaan bentuk-bentuk dan makna linguistik, apalagi kalau kita berbicara tentang dua bahasa yang berbeda, kecuali dalam kasus yang murni kebetulan seperti roti dan mati yang kebetulan bermakna dan sekaligus berima sama dengan kata-kata bahasa Inggris bread dan dead. Selain itu, puisi juga menggunakan kata-kata
tidak dalam
makna harfiahnya untuk melukiskan suatu gambaran atau citra atau untuk menciptakan efek-efek khusus lainnya. Sebagian lagi lebih optimis dengan mengatakan bahwa terjemahan bisa dilakukan bergantung pada puisinya sendiri serta profil penerjemahnya. Kelompok yang lain mengatakan bahwa penerjemahan puisi selalu dimungkinkan, walaupun hasilnya jangan diharapkan untuk sama dengan terjemahan jenis-jenis teks lainnya.
Walaupun
ada
perbedaan pendapat di antara ketiga kelompok tersebut, mereka semua sepakat bahwa menerjemahkan puisi adalah jauh lebih
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
kompleks dibandingkan menerjemahkan teks-teks lainnya. Masalah dalam penerjemahan teks puisi terletak pada isi teksnya itu sendiri yang berupa ungkapan seni penyairnya. Pada kenyataannya, teks puisi menggunakan bahasa khusus yang berbeda dibandingkan dengan bahasa
yang digunakan dalam
teks-teks jenis lainnya. Karena itulah, penerjemah puisi harus selalu menyadari akan perbedaan-perbedaan ini pada waktu melakukan pekerjaannya. Kontroversi mengenai dapat atau tidaknya puisi diterjemahkan pernah diungkapkan oleh Coleridge: In poetry, in which every line, every phrase, may pass the ordeal of deliberation and deliberate choice, it is possible, and barely possible, to attain that ultimatum which I have ventured to propose as the infallible test of a blameless style; namely: its untranslatableness in words of the same language without injury to the meaning1.
Sementara itu, penyair dan penerjemah asal Perancis, Yves Bonnefoy, dalam esainya yang terkenal “Translating Poetry”, mengatakan: “The answer to the question, ‘Can one translate a poem?’ is of course no. The translator meets too many contradictions that he cannot eliminate; he must make too many sacrifices” (1992:186) .Teori-teori lainnya mengenai penerjemahan puisi isinya kurang lebih sama dengan yang diungkapkan oleh Bonnefoy; tantangan yang dihadapi seorang penerjemah terlalu berat, karena teks yang termasuk jenis sastra yang paling ekspresif dan intim ini memang tidak mungkin diterjemahkan ke bahasa lainnya.
1
Samuel Taylor Coleridge, Biographia Literaria, cap. 22, 1817.
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Bagi Reginald Gibbons, sebelum menerjemahkan, penerjemah harus memiliki reaksi emosional atas karya yang akan ia terjemahkan. Selanjutnya, Gibbons mengatakan, “The task of translating a poem, should be the most practical exercise in reading it. The translator, following an emotional and intellectual response to the original poem, must also feel an impulse toward the genius of his or her own language if the translation is to have life”(1985:654). Impuls atau getaran hati ini lah yang menentukan mungkin atau tidaknya sebuah karya diterjemahkan, karenanya, baginya hal ini merupakan faktor kunci:”. Namun, pakar lainnya, Walter Benjamín, mengatakan bahwa hal tersebut bukan satu-satunya cara untuk menentukan bisa tidaknya sebuah puisi diterjemahkan. “Translation is a mode. To comprehend it as a mode one must go back to the original, for that contains the law governing the translation: its translatability”. Selanjutnya, masih menurut Benjamin, “the question of whether a work is translatable has a dual meaning. Either: Will an adequate translator ever be found among the totality of its readers? Or, more pertinently: Does its nature lend itself to translation and, therefore, in view of the significance of the mode, call for it?”
(1992:72). Menurutnya, kebutuhan
menerjemahkan suatu karya bergantung pada ada tidaknya seorang penerjemah yang memadai serta karya yang akan diterjemahkan. Dalam keadaan yang normal, sebuah karya diterjemahkan bagi pembaca yang tidak memahami bahasa yang dipakai penulis karya, padahal pembaca tersebut biasa saja berasal dari zaman atau negara yang berbeda. Rossetti menyebut publik pembaca yang berasal dari negara lain itu sebagai “fresh nation” . P erdebatan tentang dapat atau tidaknya puisi itu diterjemahkan memang menjadi salah satu topik yang sering diangkat para pakar linguistik, kesusastraan maupun penerjemahan selama abad selama abad XX. Dari jaman dahulu sampai sekarang paradigma ini tidak
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
banyak berubah: tindakan menerjemahkan selalu berada dalam hubungan yang ambivalen antara kepentingan mereproduksi teks aslinya dan menciptakannya kembali. Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu masalah terbesar dalam penerjemahan adalah sangat jarangnya dijumpai kesamaan yang mutlak dalam wilayah semantik yang tampaknya mirip dalam bahasa yang berbeda-beda. Hambatan ini, umumnya dapat diatasi dalam penerjemahan prosa. Walaupun ada makna yang kadang-kadang hilang, makna ini kebanyakan
diberikan
dalam
konteksnya,
sehingga
hasil
terjemahannya bisa sangat mendekati teks aslinya. Namun, seperti yang telah dikemukakan di atas, para penyair menggunakan bahasa dengan
cara
yang
sama
sekali
berbeda
dibandingkan
penulis-penulis pada umumnya. Karena itulah, seorang penerjemah puisi berhadapan dengan masalah yang jauh lebih pelik dari pada penerjemah biasa karena persamaan makna kata di antara kedua bahasa jauh lebih sulit untuk diperoleh. Karena itulah Holmes mengusulkan istilah baru metapuisi untuk mengacu pada puisi yang diterjemahkan. Metapuisi ini adalah karya yang sama sekali berbeda
dari
karya
aslinya.
Metapuisi
mempertahankan hubungan yang sama
dan
puisi
aslinya
seperti hubungan yang
terjalin antara puisi asli dengan realitas. Penyair dan sekaligus penerjemah asal Meksiko, Octávio Paz1 juga menyimpulkan hal yang sama. Ia berpendapat bahwa penerjemahan dan penciptaan puisi merupakan kegiatan yang sama. Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan seorang penerjemah sama dengan kegiatan seorang penyair. Perbedaannya 1]
Paz, Octávio, Traducción: literatura y literalidad, Barcelona, 1971
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
adalah, pada saat menulis, seorang penyair tidak mengetahui hasil akhir dari karyanya, sedangkan penerjemah mengetahui bahwa teks yang sedang ia tulis harus mereproduksi puisi yang ada di tangannya. Hasil yang diperoleh bukan merupakan salinan yang tepat, melainkan sebuah transmisi atau penyampaian dari puisi aslinya. Sebuah terjemahan puisi yang baik menurut Paul Valéry adalah hasil sebuah produksi dampak yang sama yang dilakukan dengan sarana yang berbeda. Bahasa adalah sesuatu yang unik dan khas bagi masyarakat atau bangsa pemakainya. Hal ini merupakan kesulitan dan sekaligus tantangan yang amat menarik dalam penerjemahan karena bisa merangsang penerjemah untuk mengungkapkan rahasia-rahasia yang ada dalam suatu bahasa dibandingkan dengan bahasa lainnya. Konsep ini merupakan topik yang juga dibahas oleh pakar yang sudah kami sebutkan sebelumnya, yaitu Walter Benjamim dalam esainya.
Menurut Benjamin, tugas seorang penerjemah
bukanlah berusaha mempertahankan petanda(signifié) teks aslinya, atau isi referensialnya. Menerjemahkan adalah mengikuti penanda (signifiant) yang berbeda antara satu bahasa dan bahasa lainnya. Terjemahan seharusnya mengungkapkan perbedaan penanda( signifiant)
di
antara
bahasa-bahasa
yang
dipakai
dalam
penerjemahan. Dengan demikian, seorang penerjemah menciptakan semacam rekonsiliasi antara bahasa-bahasa tersebut dan justru hal inilah yang harus dijadikan tujuan akhir sebuah terjemahan. Rekonsiliasi ini diwujudkan dalam bentuk penanda (signifiant) yang paling murni sehingga analogi supra-historis bahasa-bahasa tersebut bisa terungkapkan. Penerjemah bertugas menggali potensi
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
bahasa aslinya sedekat mungkin ke bahasa sasarannya sehingga bahasa aslinya bergaung dalam terjemahannya. Dengan demikian, kita harus membuang jauh-jauh pemikiran bahwa sebuah terjemahan bertujuan mencari persamaan dengan bahasa aslinya. Sebuah terjemahan yang bisa dibaca seperti karya aslinya tidak lagi dianggap sebagai penerjemahan yang terbaik. Terjemahan yang sesungguhnya haruslah bersifat transparan, artinya, tidak menutupi yang asli, melainkan, mengusahakan agar kemurnian bahasa aslinya harus tetap transparan. Jadi, terjemahan adalah pelengkap teks aslinya dan merupakan pelengkap yang amat penting karena dalam terjemahannya teks aslinya bisa berkembang ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk Benjamin, sebuah terjemahan yang kurang baik adalah yang cuma sebatas menyampaikan pesan karena hal ini akan menghilangkan jiwa puisinya itu sendiri. Tentu saja teori yang ia kemukakan bertentangan dengan teori-teori konvensional. Semua yang oleh teori konvensional dianggap sebagai hambatan, menurut teori Benjamin justru dianggap sebagai tugas tambahan bagi penerjemah. Dengan demikian, tidak mungkinnya sebuah teks diterjemahkan justru yang melegitimasi atau menjadi alasan perlu adanya kegiatan penerjemahan. Kebebasan yang dimiliki seorang penerjemah tidak lagi harus dianggap
negatif, tapi harus dilihat
sebagai sikap yang positif. Namun, agar terjemahan suatu teks dimungkinkan,
penting
adanya
kesamaan
pemikiran
antara
penerjemah dan penyair yang puisinya akan diterjemahkan, pemahaman yang dalam dan keakraban. Penerjemah harus selalu bermain dalam tiga tataran: tataran bahasa, untuk mengidentifikasi dan menghormati identitas masing-masing bahasa, tataran isi, agar
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
pesan bisa disampaikan dengan tepat (yang dimaksud tepat di sini adalah dalam arti adanya kesesuaian dengan tujuan dan pemikiran penyair); tataran teks agar sesuai dengan gaya penulisan dan retorika 1 yang ada dalam teks aslinya. 2. Eksistensi penerjemahan puisi Meskipun banyak pro dan kontra terhadap penerjemahan puisi, faktanya banyak sekali puisi-puisi diterjemahkan di berbagai belahan dunia, dan bahkan jumlahnya terus meningkat. Keterbatasan manusia untuk memahami bahasa-bahasa yang sangat banyak jumlahnya itu, memacu orang untuk mencari puisi-puisi terjemahan untuk ikut menikmati
dan
mengapresiasi puisi-puisi dari negara-negara lain yang tidak dipahami dalam bahasa aslinya. Sejumlah puisi karya penyair-penyair dunia sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan,sebaliknya, karya-karya penyair Indonesia pun banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing, antara lain Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Jepang, Arab, Persi, Urdu dsb. Kenyataan inilah yang mendorong kami untuk mencoba menerjemahkan puisi-puisi karya Sutardji yang ulasannya kami paparkan pada butir tiga berikut ini: 3. Pembahasan penerjemahan puisi Sutardji Calzoum Bachri Sebenarnya kami mencoba menerjemahkan dua buah puisi karya Sutardji, yakni Amuk dan Mantra. Untuk puisi pertama, kami cukup kewalahan baik dari segi pengalihan makna maupun bentuk atau musikalitasnya, sehingga kami kami hanya berhasil menerjemahkan bait pertamanya saja. Untuk puisi kedua, Mantra, kami berhasil secara utuh membuat terjemahannya. Karena itu, hanya pusi ini saja yang kami bahas 1]
A.A.Nascimento, Traduzir, verbo de fronteira nos contornos da Idade Média p.121
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
dalam tulisan kami ini. Berikut ini adalah puisi Mantra karya Sutardji Mantra beserta terjemahan yang kami buat. MANTERA lima percik mawar tujuh sayap merpati sesayat langit perih dicabik puncak gunung sebelas duri sepi dalam dupa rupa tiga menyan luka mengasapi duka puah! kau jadi Kau! Kasihku MANTRA* cinco pétalas de rosa sete asas de pombas um retalho de céu dorido cortado pelo cume da montanha onze espinhas solitárias no incenso da adoração três olíbanos feridos defumam a tristeza puf! tu tornas-te Tu meu Amor * Inspirada em récitas usada nos rituais de magia negra. 3.1 Pembahasan tentang aspek kesusastraan.
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Dilihat dari bentuk sajaknya, sajak ini terdiri dari dua bait yang tidak simetris. Bait pertama terdiri dari delapan larik dan yang ke dua terdiri dari tiga larik. Keadaan tak sebanding ini memberi kesan berat, adanya tekanan. Sesuai dengan judul, maka interpretasi yang timbul kemudian adalah adanya masalah, dan untuk mengembalikan pada keadaan semula, pada harmoni, diperlukan mantra. Dilihat dari rimanya, tidak banyak rima yang terdapat pada larik-larik awal atau akhir seperti yang biasanya terdapat pada sajak tradisional, tetapi persamaan bunyi vokal selarik atau asonansi banyak ditemukan. Memang, mantra pada prinsipnya adalah permainan
bunyi. Menurut kepercayaan,
sebenarnya permainan bunyi inilah yang dapat mengusir roh jahat. Dari sisi sintaksis, sajak yang terdiri dari duapuluh delapan kata ini hanya mengandung dua verba yang salah satunya merupakan bentuk pasif (dicabik), sedangkan yang lain merupakan bentuk nomina dan adjektiva. Hal ini memberi kesan statis seperti juga dukun yang sedang mengucapkan mantra di depan kemenyannya. Meskipun demikian tak adanya tanda baca selain dua tanda seru, serta tiadanya huruf besar, menimbulkan kesan adanya suatu gerakan yang tak berhenti, bagaikan asap yang mengepul tinggi. Gerakan vertikal ini akan terkuak maknanya dalam pembahasan semantis. Sementara itu, kedua tanda seru menunjukkan fungsi ekspresif yang kuat. Selanjutnya, dari aspek semantis, sebagaimana telah dikatakan di atas, judul sajak ini adalah “Mantra”. Apabila kita perhatikan, semua kosakata yang digunakan sangat mendukung hal ini. “lima percik mawar” adalah air mawar yang biasa digunakan oleh sang dukun dalam berdoa, demikian pula “tujuh sayap merpati”. Pada umumnya yang digunakan sebagai korban adalah ayam hitam namun di sini digunakan jenis unggas lain, yaitu merpati. Selanjutnya frase “sesayat langit perih” menunjukkan adanya suatu kesakitan atau kesedihan yang membutuhkan mantra. Kata “sesayat” menambah
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
perihnya sakit, karena seakan disayat sembilu. Kemudian, perih itu “dicabik puncak gunung”. Ternyata asap kemenyan telah menjulang tinggi hingga mencapai puncak gunung, langit pun dicabiknya untuk menyampaikan doa sang dukun. “sebelas duri sepi” mewakili rasa sakit tadi, berada dalam “dupa rupa”. Rupanya penyakit itu sedang dibakar sang dukun, karena “tiga menyan ” mengobati “luka” itu. Juga larik terakhir “mengasapi duka” menekankan hal tersebut.. Bukan hanya luka fisik yang diobati, melainkan juga luka batin (duka).
Sajak ini juga menarik dari aspek pragmatisnya, karena apabila bait pertama dikemukakan oleh pencerita, untuk menampilkan keadaan sang dukun yang sedang berdoa, maka bait kedua hanya berisi komunikasi langsung antara dukun dengan penguasa alam semesta. Itulah sebabnya bagian ini sangat ekspresif. Seruan “Puah” dilontarkan sang dukun pada akhir doanya, biasanya disertai ludah yang dianggap mempunyai kekuatan gaib, kekuatan penyembuh.. Maka “kau” yang ditampilkan dengan huruf “k” kecil, berubah menjadi “Kau” dengan huruf “besar”, artinya si dukun telah berhasil menyatu dengan penguasa alam semesta yang disebutnya dan dianggapnya sebagai “Kasihku”. 3.2 Pembahasan tentang aspek penerjemahan Dari segi pemindahan makna atau pesan,
kami berusaha sedapat
mungkin untuk setia pada makna dan pesan yang terkandung dalam bahasa aslinya. Usaha kami dipermudah oleh isi puisi Mantra ini, karena, seperti yang telah dikemukakan di atas, di sini Sutardji banyak bermain dengan nomina atau kata benda dan adjektiva atau kata sifat yang mendominasi larik-lariknya, dan hanya bermain sedikit dengan verba atau kata kerja.
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Karenanya, terjemahan hampir kata per kata sangat dimungkinkan untuk puisi ini Sebagian besar nomina dan adjektiva yang ada dalam puisi aslinya dapat dengan mudah dicari padanannya dalam bahasa sasaran. Misalnya, judul puisi itu sendiri bisa dipertahankan dalam bahasa sasaran, karena kata ini, setidak-tidaknya di kalangan tertentu, sudah dikenal juga di Portugal. Namun, agar semua pembaca asal Portugal memahami, kami beri catatan kaki tentang maknanya. Lalu, larik pertama dan kedua juga bisa dengan mudah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran: lima percik mawar dengan cinco pétalas das rosas, tujuh sayap merpati, dengan sete asas de pombas. Larik-larik berikutnya juga dapat dengan setia dipindahkan ke dalam bahasa sasaran. Hanya pada larik keenam,
dalam dupa rupa, kami mendapat
kesulitan menginterpretasikan adjektiva
rupa yang bisa bermakna
berupa-rupa atau berbagai jenis, atau berarti dupa yang memiliki rupa yakni keindahan, atau hanya usaha penyair untuk memperoleh musikalitas dengan pengulangan bunyi a pada kata dupa rupa. Karena itu, untuk kata rupa itu kami memutuskan untuk menggabungkan ketiga kemungkinan tersebut, yakni makna dan bunyi yang menunjukkan keberagaman dan keindahan, dengan kata adoracao. Selain itu, sedikit kesulitan kami jumpai saat menemukan padanan untuk kata menyan karena memang tidak dikenal dalam budaya Portugis. Namun, kami menemukan padanan kata Portugis olíbano yang walaupun dari segi semantik tidak benar-benar sama dengan menyan atau kemenyan, paling tidak sudah cukup mendekati karena juga sejenis dupa yang dibakar dan mengeluarkan wangi. Dilihat dari segi musikalitas, terlihat bahwa kata-kata bahasa Indonesia yang umumnya terdiri dari dua suku kata, juga di sebagian besar lariknya dapat dipertahankan karena bahasa Portugis, berbeda dari bahasa Inggris, juga sebagian besar katanya memiliki dua suku kata.
Memang dalam versi
Portugis, karena tuntutan aturan gramatikal dan sintaksis, kadang-kadang
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
ada penambahan satu suku kata, sehingga secara tertulis tampak musikalitasnya tidak dapat dipertahankan dalam bahasa sasaran. Namun, hal itu tidak terlalu mengganggu musikalitasnya saat puisi itu dibacakan karena penambahan yang umumnya berupa preposisi itu hampir tidak diucapkan sehingga tetap terdengar seperti kata yang memiliki dua suku kata. Misalnya pada larik satu, cinco pétalas de rosas. yang merupakan terjemahan dari puisi aslinya lima percik mawar, dilihat secara tertulis, terlihat ada suku kata yang berlebih, yakni pada kata de. Namun, saat dibacakan, sesuai dengan sistem fonetik bahasa Portugis, kata de ini seolah menyatu dengan kata berikutnya yang terdiri dari dua suku kata, yakni kata rosas [dərozaz]. Hal yang kurang lebih sama terlihat pada larik dua dan tiga. Musikalitas yang tak mampu kami pertahankan adalah pada larik ke empat yakni: dicabik puncak gunung, yang kami beri padanan cortado pelo cume da montanha di sini ada tambahan dua suku kata dari kata pelo yang berarti oleh yang dalam bahasa Portugis tidak dapat dihilangkan tanpa mengganggu makna. Sementara dalam bahasa Indonesia Dicabik (oleh) puncak gunung, kata oleh boleh dihilangkan. Tambahan suku kata juga ada pada kata montanha yang terdiri dari tiga suku kata, sebagai padanan dari kata gunung yang hanya memiliki dua buah suku kata. Selain itu, walaupun telah diusahakan secara maksimal, kami juga gagal dalam mempertahankan rima pada larik tujuh, delapan sembilan yang dalam bahasa aslinya berakhiran dengan a, sedangkan dalam versi terjemahan rima ini tidak dapat dimunculkan demi mempertahankan pesannya. Namun, kami merasa terhibur karena pada larik sebelumnya(larik enam), kami berhasil mempertahankan rimanya: sebelas duri sepi yang diterjemahkan dengan onze espinhas solitárias . Kami juga merasa puas bahwa pada keempat larik tersebut musikalitas dari segi jumlah suku kata cukup dapat kami pertahankan. Bagaimana pun, kami cukup puas karena sekurang-kurangnya
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
dalam dua kasus yang kami paparkan di atas, kami tetap setia pada makna atau pesan yang akan disampaikan. Selanjutnya, kami merasa paling puas pada hasil terjemahan tiga
larik
terakhir yang, baik dari segi makna maupun musikalitas, sangat mendekati bahasa aslinya. Kesimpulan Usaha kami menerjemahkan puisi-puisi karya Sutardji membuktikan bahwa teori atau pendapat bahwa menerjemahkan puisi itu sulit dan hampir mendekati mustahil itu memang benar adanya. Dalam proses penciptaannya, kami harus terus bermain dalam tataran-tataran yang disebutkan oleh Benjamin, yakni kesetiaan pada bahasa yang digunakan, pesan dan dampak yang ingin disampaikan serta gaya penulisan dan retorika, yang kadang-kadang terpaksa tidak bisa dilakukan secara konsisten. Kami juga berkesimpulan bahwa puisi-puisi tertentu lebih mudah dan lebih mungkin dialihbahasakan dibandingkan dengan puisi-puisi lainnya karena bentuk serta isi pesan dalam puisi aslinya itu sendiri. Yang terakhir, meskipun sulit dan penuh tantangan, penerjemahan puisi itu perlu dan harus dilakukan agar penyebaran puisi serta pembacanya lebih meluas sehingga tidak terbatas pada pembaca yang menguasai bahasa aslinya saja.
KEPUSTAKAAN
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Benjamin, Walter. “The Task of the Translator”, in Theories of Translation: An Anthology of Essays from Dryden to Derrida. Eds. Rainer Schulte and John Vigente. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1992. Bonnefoy, Yves. “Translating Poetry”, in Theories of Translation: An Anthology of Essays from Dryden to Derrida. Eds. Rainer Schulte and John Vigente. Chicago and London:The University of Chicago Press, 1992. Flor, João Almeida, et al.. Problemas da Tradução: Escrever Traduzindo. II Jornada de Estudos sobre a Tradução. Lisboa: Guelf, 1983. Gibbons, Reginald. “Poetic Form and the Translator”, in Critical Inquiry Vol. 11, No. 4:654-71, 1985. Gunarwan, Asim. Pragmatics and Poetic Translation Some Implications for the Translators. Paper presented at FIT Asian Translators Forum. Bogor, 2007 Mounin, Georges. Los problemas teoréticos de la traducción. Madrid: Gredos, 1971. Nascimento, Aires A. , Traduzir, Verbo de Fronteira nos contornos da Idade Média in Vários, O Género do Texto Medieval, edições Cosmos Lisboa, 1997 Newmark, Peter. Manual de traducción. Madrid: Cátedra, 2004. Paz, Octavio. Traduccion : Literatura y Literalidad. 2nd ed. Barcelona: Tusquets Editores, 1981. Poe, Edgar Allan. The Poems of Edgar Allan Poe. Cambridge & Mass., :Harvard University Press, 1980. Ruland, Richard & Malcolm Bradbury. From Puritanism to
ABC Amber Text Converter Trial version, http://www.processtext.com/abctxt.html
Postmodernism: A History of American Literature. U.S.A: Viking Penguin, 1991. Steiner, George. After Babel: Aspects of Language and Translation. 2 nd ed. Oxford:O.U.P., 1992.