BAB II PSIKOLOGI SOSIAL 1. Pengertian Psikologi Sosial Seperti halnya psikologi, maka psikologi sosial merupakan juga suatu ilmu pengetahuan baru, dalam arti baru saja timbul di dalam abad modern. Ilmu ini mulai dirintis pada tahun 1930 di Amerika Serikat, dan kemudian juga di negara-negara lain. Psikologi Sosial masih dalam tahap pembentukan meskipun masalahnya sudah ada sejak adanya manusia. Dorongan kegiatan dihadapinya dalam masalah-masalah praktis.
Masalah-masalah
itu
bergerak
sekitar
kelompok-kelompok
manusia,
organisasi-organisasi, kepemimpinan dan pengikut-pengikutnya, moral, hubungan kekuasaan dan saluran komunikasi. Psikologi sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasisituasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya; termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya. Interaksi ini baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dapat berjalan lancar dapat pula tidak. Interaksi akan berjalan lancar bila masingmasing pihak memiliki penafsiran yang sama atas pola tingkah lakunya, dalam suatu struktur kelompok sosial. Masing-masing pihak telah mempelajari perangsang serta respon mana yang harus dipilih dan dihindarkan. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat kita misalnya, umum sudah memahami bahwa dua individu yang saling berkenalan atau dua sahabat lama yang saling bertemu akan berjabat tangan. Pola interaksi ini berjalan lancar karena memiliki persamaan dalam penafsiran. Dan pola interaksi ini akan menjadi lain bila di antara mereka itu berasal dari lingkungan masyarakat yang tidak mengenal jabat tangan sebagai simbol berkenalan atau keakraban. Pola tingkah laku yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang terbatas kemungkinan berbeda dengan pola tingkah laku masyarakat yang lebih luas.
Tingkah laku individu yang timbul dalam kontek sosial atau lingkungan sosial inilah yang akan dipelajari oleh Psikologi Sosial. Berdasarkan gambaran tersebut dikemukakan beberapa definisi psikologi sosial sebagai berikut: a. Panitia istilah Pedagogik yang tercantum dalam kamus Pedagogik: Psikologi sosial ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala psikis pada massa, bangsa, golongan, masyarakat dan sebagainya. Lawannya: Psikologi individu (orang-seorang). b. Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” mengatakan Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia. Di sini Bonner lebih menitik beratkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku itulah yang pokok, yang menjadi sasaran utama dalam mempelajari psikologi sosial. c. A.M. Chorus dalam bukunya “Grondsiagen der sociale Psikologie” merumuskan: Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Dalam rumusan ini Chorus menekankan adanya tingkah laku individu dalam hubungannya sebagai anggota masyarakat. Rupa-rupanya Chorus menyadari bahwa tiap-tiap manusia tidak bisa lepas dari hubungan masyarakat. Tidak mungkin manusia hidup normal, apabila ia hidup di luar masyarakat. Bahkan Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat adalah ia sebagai seorang Malaikat atau seekor hewan. Itulah sebabnya Chorus membuat rumusan yang berbeda-beda dengan Bonner. d. Sherif & Sherif dalam bukunya “An Outline of Social Psychology” memberikan definisi: “Social psychology is the behavior of the individuals in relation to social stimulus situations”. Psikologi sosial ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi perangsang sosial. Dalam hal ini Sherif & Sherif menghubungkan antara tingkah laku dengan situasi perangsang sosial, perangsang mana sudah barang tentu erat sekali hubungannya antara manusia dengan masyarakat. e. Roueck and Warren dalam bukunya “Sociology” mendefinisikan: Psikologi sosial ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari segi-segi psikologis daripada tingkah laku manusia, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Dalam definisi tersebut lebih menitik beratkan adanya interaksi manusia yang nyata-nyata sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Rupa-rupanya ada
persamaan pandangan dengan Chorus, yaitu tentang adanya hubungan yang erat antara individu dengan masyarakat. f.
Boring,
Langveld,
Weld
dalam
bukunya
“Foundations
of
Psychology”
mengutarakan: Psikologi sosial ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam kelompoknya dan hubungan antara manusia dengan manusia. g. Kimball Young (1956) Psikologi sosial adalah studi tentang proses interaksi individu manusia. h. Krech, Cruthfield dan Ballachey (1962) Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam masyarakat. i.
Joseph E. Mc. Grath (1965) Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaimana dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan dan lambang-lambang dan orang lain.
j.
Gordon W. Ailport (1968) Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan
bagaimana
pikiran,
perasaan dan
tingkah
laku
individu
dipengaruhi oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain. k. Secord dan Backman (1974) Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam kontek sosial. l.
W.A. Gerungan “Ilmu jiwa adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki: pengalaman dan tingkah laku individu manusia seperti yang dipengaruhi atau ditimbulkan oleh situasi-situasi sosial”.
Pandangan para ahli ini kiranya juga tidak berbeda jauh dengan pandanganpandangan sebelumnya. Bahkan mereka tidak saja menganggap adanya hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan kelompoknya, tetapi juga hubungan antara kelompok dengan kelompok. Nyatalah kiranya bahwa tiap-tiap ahli psikologi sosial mempunyai pandangan rumusan sendiri-sendiri. Namun demikian tidaklah berarti bahwa masing-masing rumusan itu bertentangan satu sama lain, tetapi semuanya saling isi mengisi dan saling melengkapi. Dan rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah kita simpulkan secara bulat bahwa:
Psikologi sosial adalah suatu studi ilmu ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungnnnya dengan situasi sosial. Atau dapat kita singkatkan: Ilmu yang mempelajari individu sebagai anggota kelompok. Dengan demikian akan jelas bagi kita apa yang akan dipelajari dalam lapangan psikologi sosial itu. Membicarakan psikologi sosial tidak dapat terlepas dari pembicaraan individu dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Masalah pokok dalam psikologi sosial adalah pengaruh sosial (social influence). Pengaruh sosial inilah yang akan mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah maka psikologi sosial didefinisikan sebagai: Ilmu yang mempelajari dan menyelidiki tingkah laku. individu dalam hubungannya dengan situasi perangsang sosial. 2. Latar Belakang Timbulnya Psikologi Sosial Berikut ini dipaparkan sejarah perkembangan psikologi sosial secara singkat, yang dipelopori oleh beberapa tokoh yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan psikologi sosial. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: a. Gabriel Tarde (1842-1904) Seorang sosiolog dan kriminolog Perancis yang dianggap pula sebagai Bapak Psikologi Sosial (Social Interaction). Tarde berpendapat bahwa semua hubungan sosial (social interaction) selalu berkisar pada proses imitasi; bahkan semua pergaulan antar manusia itu hanyalah semata-mata berdasarkan atas proses imitasi itu. Menilik katanya, imitasi berasal dari bahasa Inggris “to imitate” yang berarti: frilow the example ofi take as a model or pattern, yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia secara bebas berarti mencontoh mengikuti suatu pola. Istilah imitasi ini secara populer diartikan sebagai “meniru”. Imitasi itu dalam masyarakat melalui suatu proses perkembangan, adapun prosesnya meliputi tahapan berikut: (1). Timbulnya gagasan-gagasan, penemuan-penemuan baru yang biasanya dirumuskan oleh individu yang berbakat tinggi. (2). Gagasan-gagasan atau penemuan baru kemudian diimitasi dan disebarluaskan oleh orang banyak di dalam masyarakat, sehingga seolah-olah dalam masyarakat terdapat suatu arus imitasi. Demikian seterusnya dan arus imitasi itu timbullah gagasangagasan atau penemuan-penemuan baru.
b. Gustave le Bon (1841-1932) Terkenal dengan sumbangannya dalam lapangan “Psikologi massa”. Yang dimaksud dengan massa ialah kumpulan orang satu sama lain untuk sementara waktu karena minat atau kepentingan bersama. Cortoh: para penonton pertandingan olah raga, sepakbola dan sebaginya. Le Bon mengatakan bahwa massa itu mempunyai suatu jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan sifat-sifat jiwa individu. Jadi seorang individu yang tergabung dalam massa itu akan bertingkah laku secara berlainan dibandingkan dengan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu. Adapun sifat massa itu lebih impulsif, Iebih mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera dan nyata lebih mudah terbawa-bawa oleh sentimen, kurang rasionil lebih mudah dipengaruhi (sugestibel), lebih mudah mengimitasi dan sebagaina. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut Le Bon pada manusia terdapat dua macam jiwa, yaitu jiwa individu dan jiwa massa yang masingmasing berlainan sifatnya. Jiwa massa lebih bersifat primitif (buas tidak rasionil, penuh sentimen daripada sifat-sifat jiwa individu. Pendapat Le Bon tersebut ternyata banyak menimbulkan kritik terutama pandangannya terhadap massa. Jiwa massa dianggapnya banyak mengandung sifat-sifat negatif pada hal sebenarnya anggapan itu tidak selalu benar seluruhnya, sebab massa dapat membangun secara konstruktif serta dapat mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang susila. Contoh: kesatuan-kesatuan aksi massa dan lain-lain. c. Sigmund Freud (1856-1939) Seorang ahli psikologi, sekaligus Bapak Psiko-analisa, juga sebagai psikiater Austria yang ternama. Seirama dengan Gustave Le Bon, ia berpendapat bahwa jiwa manusia itu rnempunyai sifat-sifat khusus yang berlainan dengan sifatsifatjiwa individu. Berlainan dengan Le Bon, ia berpendapat bahwa jiwa massa itu sebenarnya sudah terdapat dan tercakup oleh jiwa individu. Hanya saja sering tidak disadari oleh manusia itu sendiri, karena memang dalam keadaan terpendam. Pendapat mi sesuai dengan prinsip Ilmu Jiwa dalam yang dibinanya. Baru setelah berada dalam
situasi massa, maka sifat-sifat yang terpendam tersebut seolah-olah diajak untuk mengatakan dirinya dengan leluasa, sehingga tampaklah jiwa massa yang sebelumnya tidak terduga-duga itu. Sudah barang tentu pendapat Freud tersebut mengandung kelemahan. Salah satu kelemahannya ialah bahwa tinjauan Freud mengenai jiwa massa hanya dan segi yang negatif, segi yang tidak baik. Padahal pada jiwa massa terkandung pula sifatsifat yang positif, sifat-sifat yang baik antara lain: sifat rela berkorban, suka membantu dan lain sebagainya. d. Emile Durkheim (1858-1917) Sebagai seorang tokoh sosiologi, ia berpendapat bahwa: 1. Gejala-gejala sosial yang terdiri dalam masyarakat itu tidak dapat dibahas oleh psikologi, melainkan hanya oleh sosiologi. Adapun alasannya ialah bahwa yang mendasari gejala-gejala sosial itu adalah suatu kesadaran kolektif dan bukan kesadaran individuil. 2. Masyarakat itu terdiri atas kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapan kolektif pula. Dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejalagejala sosial. 3. Bahwa manusia terdapat dua macam jiwa, seperti yang dikemukakan oleh Le Bon, yaitu jiwa kelompok (group mind) dan jiwa individu (individu mind). Kritik yang ditujukan atas pendapat Durkheim tersebut meliputi hal-hal dibawah ini: a. Berat sebelah, artinya sangat menitik beratkan pada peranan jiwa kolektif. b. Fantastis, artinya pendapat mengenai jiwa kolektif hanya suatu lamunan, khayalan saja yang sukar dibuktikan oleh kehidupan nyata. e. William James & Charles H. Cooley (hidup diawal abad 20) Mereka berpendapat bahwa perkembangan individu itu berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat di sekitarnya. Ciri-ciri dan tingkah laku individu tidak mudah dimengerti jika tidak dikaitkan dalam hubungannya dengan orang-orang lain di dalam kelompok itu, sebab sejak dilahirkan individu itu sudah beninteraksi sosial dengan orang lain, misalnya dengan orang tuanya, keluarganya, kawankawan sepermainan yang kesemuanya ini akan memupuk perkembangan
individuil
serta
keseimbangan
pribadi
sebaik-baiknya.
Bahkan
Cooley
menambahkan self-concept seseorang individu merupakan refleksi dan konsepkonsep orang lain. f. Kurt Lewin (meninggal tahun T966) Beliau menjadi terkenal karena pembinaannya dalam lapangan psikologi moderm yang disebut “Typological Psychology” atau Field Psikologi. Pokok pikiran Field Psychology adalah bahwa bagaimanapun dan bilamanapun manusia itu hidup dalam suatu ‘field” (lapangan). Jadi yang dimaksud dengan field adalah suatu lapangan kekuatan physis maupun psychis yang senantiasa berubah menurut situasi kehidupannya. Oleh karena itu uraian mengenai tingkah laku manusia harus pula memperhatikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadapnya dalam lapangan yang berubah-ubah itu. Kesimpulan Kurt Lewin tersebut merupakan kesimpulan ekperimental, sebab ditarik oleh ekperimen yang dilakukan bersama-sama dengan Lippit dan White (1939). Penelitian mereka atas tiga kelompok yang dipimpin dengan pola kepemimpinan yang berbeda ternyata mampu menghasilkan pengaruh yang berlainan pula terhadap suasana kerja dan cara-cara bertingkah laku dalam kelompoknya masing-masing. Selanjutnya perlu diketahui, bahwa psikologi sosial mulai berkembang setelah Perang Dunia 1. Kejadian mi diikuti oleh meluasnya komunisme, depresi ekonomi pada tahun 1930, munculnya Hitler, kekacauan diantara ras, dan Perang Dunia II yang merangsang lahirnya cabangcabang ilmu sosial. Kemunculan itu berupaya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul karena situasi di atas. Psikologi sosial sendiri diharapkan pada berbagai masalah yang memerlukan jawaban dan penjelasan. Masalah-masalah itu adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan gejala-gejala kepemimpinan, pendapat umum (public opin ion), propaganda, prasangka sosial, perubahan sikap, komunikasi, pembuatan keputusan, hubungan ras serta konflik nilai. Beberapa kejadian sejarah penting dalam perkembangan psikologi sosial dapatlah di petakansebagai berikut (John H. Harvery dan William P. Smith, 1977 :4):
Tahun 1897: Eksperimen dalam bidang psikologi sosial yang pertama dilakukan oleh triplett. Eksperimen ini bermaksud meneliti pada kecepatan pengendara sepeda dengan hadirnya pengendara sepeda (motor) lain didepannya. Ternyata kecepatan ditemukan meningkat dengan hadirnya pengendara lain di depannya. Tahun 1908: Buku pertama tentang psikologi sosial secara bersamaan dikeluarkan oleh Mc. Dougall dan Ross. Buku Mc. Dougall menekankan peranan instrink dalam tingkah laku sosial, sedangkan buku Ross pada peranan imitasi (peniruan) dan “Group mind” di dalam tingkah laku sosial. Tahun 1921: Terbitlah “The journal of Abnormal and social psychology” yang banyak memuat laporan penelitian di lapangan. Pada tahun 1965 Journal itu dipisahkan ke dalam “Journal of Abnormal Psychology” dan “Journal of personality and sosial psychology”. Tahun 1920-1950: Selama periode ini tekanan diletakan pada pengukuran sikap dalam Psikologi sosial. Tokoh-tokoh yang mengembangkan validitas, skala reliabilitas untuk mengukur sikap adalah Bogardus (1924), Thurstone (1928), Likert (1932), dan Guttman (1950). Juga selama periode ini Moreno (1934) mengembangkan teknik sociometri untuk mengukur ketertarikan antar individu (inter personal attraction). Tahun 1945: Lewin mendirikan Pusat Riset untuk Dinamika Kelompok (Research Center for Group Dynamics) di institut Pusat Teknologi Massachusatts. Pendirian ini berarti pendekatan eksperimental dalam Psikologi sosial. Banyak para tokoh senior dalam psikologi sosial sekarang ini yang memulai pekerjaan mereka dengan Lewin Pusat Riset ini. Sesudah Lewin meninggal pada tahun 1947 Pusat Riset ini pindah ke tempat yang sekarang yaitu Universitas Mechigan.
Akhir 1950 dan 1960: Selama periode ini Psikologi Sosial tumbuh secara aktif. Progam gelar dalam Psikologi dimulai di sebagian besar universitas. 3. Dasar Mempelajari Psikologi Sosial Dalam kehidupan manusia merupakan makhluk tertinggi di antara makhlukmakhluk lain ciptaan Tuhan. Kelebihan manusia dan makhluk- makhluk yang lain terutama karena kecerdasan dan kemauan yang dimilikinya dan kesadara terhadap Tuhan zat Yang Maha Tinggi/pencipta dirinya dan seluruh alam semesta. Karena kecerdasan dan kemauan yang dimiliki manusia tersebut manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat dari padanya dan sebagai homo Faber manusia mampu menciptakan segala sesuatu untuk kesempurnaan dirinya.
Manusialah
satu-satunya
makhluk
yang
berbudaya
yang
selalu
berkembang ke arah yang lebih baik dan paling dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan
alam
dengan
sebaik-baiknya.
Oleh
karena
ditinjau
dari
segi
kebutuhannya, manusia adalah makhluk monodualis artinya di samping manusia membutuhkan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya sebagaimana makhluk biologis yang lain, manusia juga membutuhkan hasil kebudayaan untuk pertahanan dan perkembangan hidupnya, sehinga tidak tertelan oleh tuntutan alam dan kemajuan zaman, justru sebaliknya dapat memperkembangkan dan menyempurnakan hidupnya ke derajat yang lebih tinggi. Kesemuanya itu bisa tercapai karena potensi-potensi yang dimiliki manusia, di mana potensi ini mengalami proses perkembangan setelah individu itu hidup dalam lingkungan masyarakat. Potensi-potensi tersebut antara lain: 1. Kemampuan menggunakan bahasa Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada manusia dalam pengertian, bisa merubah menambah dan mengambangkan bahasa yang digunakan. Pada binatang memang ada tetapi masih sangat sederhana sekali dan terbatas pada bunyi suara yang merupakan isyarat atau tanda-tanda.
2. Adanya sikap etik Dalam setiap masyarakat pasti ada peraturan/norma-norma yang mengatur tingkah laku anggota-anggotanya baik itu di masyarakat modern maupun di masyarakat
yang
masih
terbelakang
sekalipun
norma-norma
tersebut
merupakan ketentuan apakah suatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk. Norma-norma tersebut tidak selalu sama antara masyarakatyang satu dengan masyarakat
yang
lain
sesuai
dengan
adat
kebiasaan,
agama
dan
perkembangan kebudayaan pada umumnya dimana dia hidup. Individu sebagai anggota masyarakat berusaha untuk berbuat sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat karena adanya sikap etik yang dimilikinya. Namun demikian sesuai dengan tuntutan kebadayaan manusia berusaha untuk menyempurnakan norma-norma yang telah ada. 3. Hidup dalam alam 3 dimensi Artinya manusia maupun hidup atas dasar 3 waktu. Tingkah laku manusia didasarkan pada pengalaman yang lampau, kebutuhan-kebutuhan sekarang dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pengalamanpengalaman masa lalu merupakan pegangan bagi perbuatan-perbuatannya masa sekarang, sehingga kesalahan yang sama tidak akan selalu terulangulang. Pengalaman-pengalaman yang tidak baik diingat untuk tidak diperbuat lagi sedang pengalaman yang baik dipegang untuk pedoman dalam aktifitasaktifitasnya masa kini sedangkan aktifitas-aktifitas masa kini di arahkan untuk mencapai tujuan selanjutnya,dengan sebaik-baiknya. Dengan perkataan lain manusia dapat merencanakan apa yang akan diperbuat dan apa yang akan dicapai. Ketiga pokok di atas biasa pula di sebut sebagai syarat “human minimum”. Dengan demikian yang tidak memenuhi human minimum ini dengan sendirinya sukar digolongkan sebagai masyarakat manusia. Ditinjau dan sifat manusia sebagai makhluk monopluralis artinya di samping sebagai makhluk individul juga sebagai makhluk sosial dan makhluk berketuhanan. Atas dasar sifat-sifat manusia tersebut, Dr. A. Kuypers menggolongkan kegiatan manusia menjadi 3(tiga) golongan utama yang hakiki, ialah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan yang bersifat sosial dan kegiatan yang bersifat keTuhanan.
Manusia sebagai makhluk individual, berarti manusia itu merupakan suatu totalitas. Individu berasal dari kata in-dividere, yang berarti tidak dapat dipecahpecah. Memang ada beberapa pandangan tentang hal ini, misalnya Aristoteles berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan daripada beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja tersendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, berkembang biak, kemampuan sensitif (bergerak mengamati dan
mempunyai
nafsu),
dan
kemampuan
intelektif
(berkemauan
dan
berkecerdasan). Descartes menyatakan bahwa manusia itu terdiri atas zat-zat rohaniah ditambah zat material yang masing-masing tunduk pada peraturan-peraturan tertentu yang kadang-kadang bertentangan. Dengan demikian kita melihat bahwa pada manusia itu masih terdapat adanya dualisme, yang tidak saja berbeda tetapi bahkan kadang-kadang berlawanan. Dengan munculnya Wilhelm Wundt, sebagai tokoh aliran ilmu jiwa modern, barulah ada penegasan bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan jiwa dan raga yang berkegiatan sebagai keseluruhan. Dalam pembahasan ilmu jiwa sosial, yang menjadi pokok pembahasan, dengan tidak mengabaikan segi individulnya, karena tanpa memperhatikan segi individul tersebut akan sukarlah diperoleh pengertian yang sewajarnya, adalah manusia sebagai makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan selalu membutuhkan bantuan orang lain, ia memerlukan bantuan untuk makan, minum, dan memenuhi kebutuhan biologisnya. Demikian pula setelah bertumbuh lebih besar, anak belajar berbicara, berjalan, mengenal benda-benda, normal dan sebagainya selalu membutuhkan pertolongan dan bantuan orang-orang sekitarnya. Pada pokoknya tak mungkin manusia hidup sendiri tanpa adanya komunikasi dengan manusia lainnya. Manusia baru menjadi manusia yang sebenarnya kalau ia hidup bersama manusia juga. Dengan kata lain, pada dasarnya pribadi manusia tak sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psychis atau rohaniahnya walaupun secara biologis-fisiologis ia mungkin dapat mempertahankan dirinya.
Justru dalam interaksi antar manusia itulah sebenarnya, manusia dapat merealisir kehidupan secara individul. sebab tanpa adanya timbal balik dalam interaksi sosial itu dia tidak dapat mereali kemungkinan-kemungkinan serta potensi-potensi yang ada padanya sebagai makhluk individu. Dalam kehidupan bersama ini pula individu akan turut membentuk norma-norma kelompok/norma-norma sosial. Selain itu dalam kehidupan sosial tadi individu bukan hanya akan mendapat kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya, tapi masyarakat itu juga membutuhkan sumbangan. Atas dasar uraian-uraian di atas maka sudah seharusnya manusia mengabdi kepada kehidupan bersama dan meningkat kehidupan bersama tersebut ke arah yang lebih tinggi, karena meningkatnya kehidupan masyarakat merupakan pula pendorong untuk meningkatkan diri pribadi dan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan kecakapan sera potensi yang ada pada dirinya. Untuk maksud itu ilmu jiwa sosial merupakan salah satu ilmu yang sangat penting sebab ilmu jiwa sosial memberikan dasar-dasar pengertian tentang gejalagejala kejiwaan dan tingkah laku individu dalam situasi sosial; dengan demikian akan memudahkan dalam meng-approach masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan
dan
pengarahan
kepada
suatu
tujuan
dengan
sebaikbaiknya. Di samping itu dengan mempelajari ilmu jiwa sosial maka kita tidak akan mudah terpengaruh dan terbawa-bawa oleh situasi yang ada dalam masyarakat,tidak mudah tersugesti oleh gerakan-gerakan massa yang tidak selamanya baik. Dengan bantuan ilmu ini pula memungkinkan kita untuk memecahkan suatu problema sosial secara tepat dan sistematis, mengenai semua proses kejiwaan yang mengakibatkan kehidupan bersama utuk merubah manusia-manusia lama menjadi manusia baru sesuai dengan manusia itu sendiri, maka salah satu cara yang dapat dilaksanakan ialah dengan merubah sifat dan sikap sosialnya; caracara demikian dipelajari pula dalam ilmu sosial.