BAB II PERSEPSI ORANG TUA DAN ANAK PEREMPUAN TERHADAP PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
A. Konsep Persepsi 1) Pengertian Persepsi Persepsi atau yang biasa orang terkenal dengan istilah pandangan atau pendapat berasal dari bahasa asing yaitu perception yang mempunyai arti tanggapan, pengertian, penglihatan, atau daya pemahaman.1 Menurut kamus besar bahasa indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu.2 Menurut Bimo Walgito Persepsi merupakan suatu proses yang didahului
oleh
proses
penginderaan,
yaitu
merupakan
proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera, yaitu mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, 1
Zainul Bahry, Kamus Umum: Khususnya Bidang Hukum dan Politik, (Bandung: Angkasa, 1996), hlm. 124 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001). Cet, ke-III, hlm. 863
19
20
hidung sebagai alat penciuman, lidah sebagai alat pengecapan, merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima stimulus dari individu dengan dunia luarnya. Stimulus yang diindera itu kemudian diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi.3 Menurut Sarlito Wirawan Sarwono persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi.4 Jalaludin Rahmat berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman tentang peristiwa, obyek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan.5 Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan persepsi merupakan segala sesuatu yang diterima oleh panca indera terhadap lingkungan sekitar kita sehingga kita dapat melihat, memahami, dan mengerti yang terjadi di lingkungan kita. 2) Sebab-sebab Terjadinya Persepsi Sebab-sebab terjadinya persepsi itu ditentukan oleh 2 faktor personal dan faktor situsional. Faktor personal terdiri dari beberapa 3
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), hlm. 87-
88 4
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 86 5 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Karya, 1986), hlm.64-67
21
unsur misalnya biologis, sosiopsikologis yang terdiri dari motif, sikap, kebiasaan, dan kemauan. Adapun faktor situsional berasal dari kebutuhan dan pengalaman.6 Menurut Bimo Walgito sebab-sebab terjadinya persepsi yaitu objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut. 3) Faktor yang Memengaruhi Persepsi Proses terbentuknya persepsi sangat komplek, dan ditentukan oleh dinamika yang terjadi dalam diri seorang ketika ia mendengar, mencium, melihat, merasa, atau bagaimana dia memandang suatu obyek dalam melibatkan aspek psikologis dan panca inderanya. Menurut Bimo Walgito ada beberapa faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu a. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus datang dari luar individu dan yang mempersepsi, tetapi juga datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.
6
Ibid., hlm. 50
22
b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris. c. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan presepsi diperlukan adanya perhatian. Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemutusan atau konsentrasi diri seluruh aktivitas individu yang diajukan kepada sekumpulan objek.7 4) Jenis-jenis Persepsi Menurut Walgito ada beberapa jenis persepsi yaitu : persepsi melalui indra pendengaran, persepsi melalui indera penciuman, persepsi melalui indera pengecapan dan persepsi melalui indera kulit atau perasa.8 Sedangkan menurut Irwanto sebagaimana dikutip oleh Bimo Walgito dalam bukunya yang berjudul pengantar psikologi ada dua jenis persepsi yaitu : 1) Persepsi
positif,
yaitu
persepsi
yang
menggambarkan
segala
pengetahuan dan tanggapan yang selaras dengan objek persepsi yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. 7
Bimo Walgito, Op. cit, hlm. 90 Ibid., hlm. 124
8
23
2) Persepsi
negatif,
yaitu
persepsi
yang
menggambarkan
segala
pengetahuan dan tanggapan yang tidak selaras dengan objek persepsi. Hal ini diteruskan dengan kepastian untuk menerima atau menolak dan mementang segala usaha obyek yang dipersepsi. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi berasal dari panca indera, apabila persepsi tersebut selaras dengan pengetahuan maka hal tersebut dikatakan sebagai persepsi positif, akan tetapi jika objek persepsi tidak selaras dengan pengetahuan maka hal tersebut akan menjadi persepsi negatif. 5) Proses Terjadinya Persepsi Proses terjadinya persepsi pada manusia diperlukan sebuah stimuli yang harus ditangkap melalui organ tubuh yang bisa digunakan sebagai alat bantunya untuk memahami lingkungannya. Alat bantu itu dinamakan alat indera. Indera yang saat ini secara universal diketahui adalah hidung, mata, telinga, lidah, dan kulit.9 Menurut Bimo Walgito proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut.
9
Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit, hlm. 86
24
Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu. Hal tersebut karena keadaan menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenaioleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. Skema tersebut dapat dilanjutkan sebagai berikut.
L
S
L = Lingkungan
O
R
L
25
S = Stimulus O = Organisme atau individu R = Respon atau reaksi Namun demikian masih ada pendapat atau teori lain yang melihat kaitan antara lingkungan atau stimulus dengan respon individu. Skema tidak seperti yang dikemukakan diatas, tetapi berbentuk lain, yaitu : L
S
R
L
L = Lingkungan S = Stimulus R = Respon
Dalam skema tersebut terlihat bahwa organisme atau individu tidak berperan dalam memberikan respon terhadap stimulus yang mengenainya. Hubungan antara stimulus dengan respon bersifat mekanistis, stimulus atau lingkungan akan sangat berperan dalam menentukan respon atau perilaku organisme. Pandangan yang demikian merupakan pandangan yang behavioristik. Tidak semua stimulus akan direspon oleh organisme atau individu. Respon diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik perhatian individu. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa yang dipersepsi oleh individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung kepada keadaan individu yang bersangkutan. Stimulus yang mendapatkan pemilihan dari
26
individu tergantung kepada bermacam-macam faktor, salah satu faktor adalah perhatian individu, yang merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan persepsi.10 6) Faktor-faktor yang Menentukan Persepsi Faktor-faktor yang menentukan persepsi dapat dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut. 1) Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktorfaktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus itu. Faktor-faktor fungsional yang memengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. 2) Faktor Struktural Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheimer (1959), dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural.11
10
Bimo Walgito, op. cit, hlm. 90-92 Jalaluddin Rakhmat, op. cit, hlm. 54-57
11
27
B. Konsep Orang Tua 1) Pengertian Orang Tua Dalam kamus bahasa indonesia, pengertian Orang Tua adalah “ayah dan Ibu”, baik melalui hubungan biologis maupun sosial, dalam arti sempit, pengertian orang tua biasa disebut dengan ibu dan bapak yang memiliki hubungan keluarga. Akan tetapi pengertian orang tua dapat dibedakan menjadi dua, yaitu orang tua kandung dan orang tua angkat atau bukan kandung.12 Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam satu keluarga atau rumah tangga, yang dalam penghidupan sehari-hari lazim disebut dengan ibu dan bapak. Mereka inilah yang terutama dan utama memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah tangga atau keluarga. Menurut Hasbullah, orang tua adalah tempat menggantungkan diri bagi anak secara wajar. Mengingat orang tua adalah orang dewasa, maka merekalah yang bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.13
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,, 2001), Cet. Ke-III edisi III, hlm. 859 13 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 40-41
28
2) Tanggung jawab Orang Tua terhadap Anak Orang tua merupakan pendidik paling utama dan pertama bagi anak-anaknya Oleh karena itu, seorang anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian sebagai bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam lingkungan keluarga. Adapun tugas dan tanggung jawab orang tua yaitu antara lain : a) Mendidik Keluarga untuk Beribadah Kepada Allah Pengertian mendidik di sini sangat luas, misalnya mengajar keluarga untuk bisa membaca al Qur’an, shalat, puasa, berakhlak mulia, serta melaksanakan ajaran Islam dan menjauhi segala larangan. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidikan orang tuanya.14 Dalam ajaran Islam, telah dinyatakan mengenai tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak. Sebagaimana firman Allah:
14
Zuhairini, Dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 177
29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. at-Tahrim: 6)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dimengerti bahwa supaya keluarga, dalam hal ini orang tua, terbebas dari siksa neraka maka harus mendidik dan membina keluarganya (anakanaknya). b) Menafkahi dan Memenuhi Kebutuhan Hidup Keluarga Setiap
orang
tua
berkewajiban
untuk
memenuhi
kebutuhan anak-anaknya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Baik kebutuhan primer (seperti: sandang,
30
pangan,
dan
perumahan)
maupun
kebutuhan
sekunder
(tambahan).15 c) Hidup dengan Rukun dan Cinta Kasih Orang tua yang memiliki tanggung jawab dalam mengurus keluarga, terutama seorang anak yang sebagai amanat dari Allah. Disini orang tua punya tanggung jawab terhadap anaknya bukan hanya yang bersifat jasmani saja tetapi juga harus mencakup yang bersifat rohani seperti: orang tua harus mengasihi dan memberikan suasana aman dan nyaman kepada anaknya tersebut. d) Mengasihi dan Membangun Keharmonisan Seorang orang tua (ayah atau ibu) harus mengasihi anaknya, memberikan rasa aman, nyaman, tentram, harmonis, sehingga anak-anak bisa mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Mengasihi seorang anak bukan berarti harus selalu memberikan semua yang anak inginkan. Sebaliknya, seorang anak mampu dipenuhi, karena tidak semuanya itu baik, bermanfaat dan tepat untuk dilaksanakan pada waktu tertentu. Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan keluarganya tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani saja akan tetapi juga harus memenuhi kebutuhan rohani, primer maupun sekundernya. 15
Heri Jauhari Muchartar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya: 2005),
hlm. 82
31
Menurut
Wiji
Suwarno
mengungkapkan
bahwa
sekurang-kurangnya terdapat empat tanggungjawab yang harus dilakukan orang tua, antara lain: 1. Memelihara dan membesarkannya 2. Melindungi dan menjamin kesehatannya 3. Mendidik dengan berbagai ilmu 4. Membahagiakan kehidupan anak16 3. Kedudukan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Pendidikan
pada
hakikatnya
merupakan
suatu
proses
pemberdayaan manusia secara luas, melalui pengembangan potensi jasmaniah maupun rohaniah, secara individu maupun manusia sebagai komunitas, melalui proses yang bersinambungan dari pranutfah sampai ke liang lahat. Orang tua (ibu dan ayah) sebagai pendidik utama di keluarga harus saling bekerja sama untuk mendidik anaknya. Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal. Fungsi dan peranan orang tua dalam keluarga, disamping pemerintahan dan masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja akan tetapi keluarga 16
Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar Ruzz, 2006), hlm. 40-
41
32
ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususnya untuk pendidikan keluarga, terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang
diselenggarakan
dalam
keluarga
dan
yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan (pasal 10 Ayat 4). Dalam penjelasan undangundangan tersebut ditegaskan bahwa pendidikan keluarga itu merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan
bernegara
kepada
anggota
keluarga
yang
bersangkutan. Selanjutnya, dalam penjelasan ayat 5 pasal 10 dijelaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungan sendiri.17 Kedudukan ibu dan bapak dalam pendidikan di lingkungan keluarga sangat menentukan masa depan anaknya. Dalam hal ini masalah yang perlu mendapatkan perhatian dalam pendidikan masa 17
Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 169
33
depan adalah masalah pendidikan keluarga. Di sini, peran ibu sangat menentukan bagi masa depan pendidikan anak-anaknya.
C. Konsep Anak Perempuan 1. Pengertian Anak Perempuan Dalam bahasa arab, perempuan diterjemahkan dengan mar’ah dari akar ra’ yang berarti melihat, memandang. Dari kata tersebut dapat dipahami secara negatif dan positif. Secara negatif bahwa perempuan hakekatnya merupakan pandangan laki-laki. Oleh karena itu, ia belum bisa (secara psikologis) melakukan kontak komunikasi sebelum menghadapi cermin (berhias terlebih dahulu). Secara positif, bahwa perempuan merupakan makhluk yang terpandang yang dapat menentukan baik buruk kondisi moral suatu bangsa. Oleh karenanya, ia menjadi cermin bagi anak-anak bangsa dan sosial masyarakatnya.18 Perempuan merupakan permata kehidupan. Dalam lekuk hidupnya, Tuhan menganugerahkan permata yang indah dan menawan. Selain itu juga perempuan adalah sebuah kebanggaan dan ibu kehidupan. Perempuan adalah manusia sebagaimana lakilaki. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang diberikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama 18
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pesantren AlMunawwir Krapyak, 1984). hlm. 951
34
kepada keduanya, kecuali terdapat dalil syara yang memberi tuntunan dan tuntutan khusus untuk perempuan dan laki-laki, yang jumlahnya sangat sedikit, dan kebanyakan dalil syara tidak diciptakan khusus untuk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan.19 2. Pendidikan bagi Anak Perempuan Sebuah pendidikan dan perempuan adalah dua hal yang sangat berkaitan. Tidak ada bidang kegiatan yang tertutup bagi seorang perempuan. Islam sama sekali tidak melarang para perempuan untuk belajar agama dan untuk mencari jalan demi kemajuan bagi dirinya. Bahkan para ahli ilmu dan ahli fiqih zaman dahulu ataupun zaman sekarang sepakat, bahwa menuntut sebuah ilmu syar’i yang menjadi kebutuhan pokok adalah hukumnya fardhu’ain atas mereka.20 Masyarakat memandang pendidikan seolah-olah sebagai pekerjaan berat yang bersifat fisik dan memerlukan otot yang kuat untuk melakukannya. Di samping itu, perempuan dengan peran rumah tangga untuk mengasuh dan merawat anak, tidak perlu memperoleh pendidikan tinggi, melainkan cukup hanya mampu membaca dan menulis sekedar dapat mendidik anak-anak di awal kehidupannya.21
19
Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). 20 Budi Rajab, Perempuan dan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 2 21 Eti Nurhayati, op. cit, hlm. 146
35
Perempuan memainkan peranan yang penting di dalam berbagai bidang, khususnya pendidikan. Islam sangat menghargai sifat
kehalusan dan
ketajaman perasaan perempuan
yang
menjadikan mereka layak untuk memegang tugas sebagai seorang pendidik dibandingkan dengan kaum laki-laki oleh sebab itu, perempuan lebih penting diberi pendidikan yang secukupnya karena kaum perempuan merupakan pendidikan yang paling layak untuk mendidik anak-anak dan anak bangsa mereka.22 Dengan demikian, dari penjelasan yang di atas dapat dipahami bahwa pendidikan perempuan adalah suatu proses yang komprehensif yang mencakup seluruh aspek pendidikan untuk mempersiapkan perempuan agar dapat mengatasi semua tantangan, sehingga dengan pendidikan tersebut, perempuan dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. 3. Format Pendidikan untuk Anak Perempuan Untuk bahan merumuskan pendidikan alternatif bagi anak perempuan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut a. Perempuan harus mendapat prioritas dan dukungan penuh untuk memperoleh pendidikan setinggi mungkin dibanding laki-laki pada tahap awal untuk memperkuat motivasi berprestasi.
22
Labibah Zain, Perempuan Kedua, (Yogyakarta: Jala Sutra, 2008). hlm. 6
36
b. Perempuan harus mendapat wawasan yang luas dalam berpendidikan. c. Perempuan tidak harus dipersalahkan dan dihina jika mengalami kegagalan dalam usaha pendidikan. d. Perempuan harus dihargai dan diperkuat jika mencapai prestasi dan keberhasilan dalam pendidikan. e. Perempuan
harus
didukung
untuk
berani
menyatakan
pendapatnya secara tegas. f. Tidak membandingkan hasil prestasi yang dicapai perempuan dengan prestasi yang dicapai laki-laki yang akan menyurutkan semangat usaha perempuan. g. Pendidikan untuk perempuan jangan berjalan secara alamiah, melainkan harus terencana.23
D. Konsep Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Dalam bahasa indonesia, kata pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan pe- dan akhiran –an, imbuhan ini menunjukkan arti perbuatan dan cara melakukan sesuatu. Jadi pendidikan secara etimologi berarti cara melakukan perbuatan yang dalam hal ini adalah mendidik.24 Sedangkan secara terminologi, sebagaimana dinyatakan oleh bapak pendidikan indonesia, Ki Hajar Dewantara, “ pendidikan 23
Eti Nurhayati, op. cit, hlm. 162-164 W.J S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. Ke-12, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 250 24
37
berarti suatu usaha kebudayaan yang berasaskan peradaban untuk memajukan kehidupan dan mempertinggi derajat kemanusiaan.”25 Ada beberapa pendapat tentang definisi pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan yang dikutip oleh Dr. Kartini Kartono, yaitu a. Menurut M.J. langeveld, pendidikan merupakan upaya manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. b. Menurut Stella Van Petten Handerson, pendidikan merupakan kombinasi dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. c. John Dewey mengemukakan mengemukakan bahwa pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak hanya tujuan akhir dibalik dirinya. 26 d. Menurut Ahmad D Marimba sebagaimana dikutip oleh Dr. Mansur, M. A. Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya,
pengalamannya,
kecakapannya
serta
keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk
25
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Lihir Taman Siswa, 1962), hlm. 166 26 Kartini Kartono, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Pradnya Pratama, 1997), hlm. 12
38
menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohani.27 Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pada bab I pasal 1 disebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian
diri
kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Jadi dapat diartikan bahwa pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama, terencana, dan bertujuan untuk memajukan peradaban dan kebudayaan manusia dalam rangka menyempurnakan kehidupan kemanusiaannya. Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai,
hati
nuraninya,
perasaannya,
pengetahuannya,
dan
ketrampilannya. 2. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan secara umum yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu atau arah maksud dengan hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.28 Zakiah Daradjat dalam bukunya ilmu
27
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 26 28 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 65
39
pendidikan Islam menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu selesai.29 Syahrizal Abbas dalam bukunya manajemen perguruan tinggi menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.30 Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana terdapat dalam pasal (3) bab II UU nomor 20 tahun 2003, mempunyai satu butir utama (berkembangnya potensi peserta didik) yang mencakup empat indikator, yaitu: pertama, hubungan dengan Tuhan ialah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa. Kedua, terbentuknya kepribadian meliputi berakhlak mulia, berilmu, mandiri, dan menjdi warga negara yang demokratis. Ketiga, bidang usaha yang meliputi cakap, kreatif, dan bertanggungjawab. Keempat, bidang kesehatan meliputi sehat jasmani dan rohani.31
29
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 29 Syahrizal Abbas, Manajemen Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 90 31 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12-14 30
40
3. Proses Berlangsungnya Pendidikan Pendidikan akan dimulai sejak anak lahir dan akan berlangsung sampai anak tersebut sampai meninggal dunia. Oleh karena itu proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. a) Pendidikan dalam Keluarga Keluarga adalah suatu lingkungan kecil yang terdiri atas ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Komposisi tersebut sering dinamakan dengan istilah keluarga inti. Keluarga juga berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan suatu kekerabatan yang sangat mendasar didalam masyarakat. Selain itu juga
keluarga
sebagai
institut
pertama
dan
utama
dalam
perkembangan seorang individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarga. Salah satu bentuk tanggungjawab orang tua terhadap anak didalam keluarga adalah dengan mendidik anak-anaknya.32 Keluarga secara normatif termasuk kedalam kelompok lembaga pendidikan diluar sekolah. Islam memandang keluarga sebagai lembaga pendidikan karena didalam keluarga berlangsung pula proses kependidikan.33 Dalam hal ini, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena merekalah anak mula-mula
32
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 55 33 Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 154
41
menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarganya.34 Dengan
demikian
tidak
diragukan
lagi
bahwa
tanggungjawab pendidikan didalam keluarga secara mendasar terpikul kepada orang tua. Apakah tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, hal itu adalah merupakan fitrah yang telah dikodratkan Allah swt kepada setiap orang tua. Mereka tidak bisa mengelakkan tanggungjawab itu karena merupakan amanat Allah swt yang telah dibebankan kepada mereka. b) Pendidikan di Sekolah Sekolah adalah lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukanlah sekedar tempat menuangkan ilmu pengetahuan ke otak murid, tetapi sekolah juga harus mendidik dan membina kepribadian si anak dalam menyelesaikan dan menghadapi kesukaran-kesukaran dalam hidup.35 Sekolah merupakan wahana
yang mencerdaskan dan
memberikan perubahan kehidupan anak-anak didik. Dengan kata lain, sekolah mampu memberikan warna baru bagi kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka tempat untuk belajar berbicara, berpikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa dalam konteks kehidupan manusia yang sangat luas, diukur 34
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 35 Depag R.I., Alqur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Karya Toha Putra, 2001), hlm.
35
79
42
dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik. Orang tua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah anak-anak mereka menerima ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak dikehidupan dunianya dan kehidupan akhiratnya. Sekolah berkewajiban dan bertanggungjawab atas hasil transformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.36 c) Pendidikan di Masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi. Masyarakat juga merupakan lingkungan yang ketiga setelah lingkungan pendidikan keluarga dan sekolah. Didalam suatu masyarakat mudah sekali dijumpai keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, dimana dalam Islam keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah.37 Masyarakat mempunyai pengaruh yang besar dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada didalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak didiknya menjadi anggota 36
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, op. cit, hlm. 71-72 Ibid, hlm. 87
37
43
yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya, dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, warga kota, dan warga negara.38 Pendidikan di masyarakat merupakan suatu keharusan dan kehadirannya, terutama dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis, secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat.39 Kebutuhan terhadap pendidikan di masyarakat beraneka ragam corak dan bentuknya. Bentuk pendidikan di masyarakat berlangsung mulai dari penitipan bayi dan penitipan anak sebelum sekolah, program persamaan bagi mereka yang tidak bersekolah atau putus sekolah, pemberantasan buta huruf, kepramukaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar struktur pendidikan sekolah. Dari uraian diatas jelas bahwa anak sangat membutuhkan pendidikan. Hal ini terjadi karena perkembangan dari anak itu sendiri. Apabila tidak memperolah pelayanan, perkembangan tersebut tidak akan mencapai sasaran secara optimal.
E. Konsep Perguruan Tinggi 1. Pengertian Perguruan Tinggi
38
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), hlm.
64 39
Zakiyah Daradjat, op. cit, hlm. 45
44
Perguruan
tinggi
adalah
satuan
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi, yang kelembagaannya dapat berupa akademi, sekolah tinggi, institut atau universitas. perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa dan telah melahirkan kaum terdidik dan intelektual yang menata kehidupan bangsa menuju arah yang lebih baik. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kewajiban ini dikenal dengan tridharma perguruan tinggi. Perguruan tinggi dalam mengemban tridharmanya memerlukan penataan secara menyeluruh terhadap kelembagaan dan manajemen pengelolaan. Manajemen perguruan tinggi sangat berperan dalam menjamin keberlangsungan kegiatan di perguruan tinggi.40 Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pengertian dari universitas, institut, sekolah tinggi dan akademi a. Universitas Universitas adalah lembaga ilmiah yang memberikan pendidikan, pengajaran, serta penelitian atas keseluruhan cabang ilmu pengetahuan. Universitas terdiri dari beberapa fakultas dan tiap fakultas mempunyai beberapa tujuan atau departemen. Jurusan atau departemen biasanya terbagi lagi dalam bagianbagian yang lebih menjurus.
40
Syahrizal Abbas, op. cit, hlm. 88
45
b. Institut Institut ialah lembaga ilmiah yang memberikan pendidikan, pengajaran serta penelitian atas beberapa cabang ilmu pengetahuan yang sejenis. c. Akademi Lembaga pendidikan yang bertaraf universitas tetapi tidak lengkap. Lembaga ini umumnya bergerak dalam bidang kejuruan, kesenian, bahasa, kepemimpinan perusahaan dan lainlain. Terdapat pula berupa lembaga yang menyelenggarakan studi dan riset dalam bidang ilmu pengetahuan, sosial, dan ekonomi, dan berkedudukan sebagai penasehat pemerintah dalam usaha-usaha pembangunan. d. Sekolah Tinggi Sekolah tinggi itu hampir sama dengan institut, yaitu lembaga ilmiah yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta penelitian atas satu cabang ilmu pengetahuan.41 2. Tujuan Perguruan Tinggi Sebagai suatu komponen dalam pendidikan, tujuan pendidikan menduduki pada posisi penting diantara komponenkomponen pendidikan yang lainnya. Dapat dikatakan bahwa komponen dari semua kegiatan pendidikan dilakukan itu sematamata terarah kepada atau ditujukan untuk sebuah pencapaian tujuan 41
Hassan Shandly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeven, 1990),
hlm. 120
46
tersebut. Dengan kata lain bahwa kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya.42 Adapun tujuan perguruan tinggi yaitu sebagai berikut a. Mempersiapkan
peserta
didik
menjadi
anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian b. Mengembangkan
dan
menyebar
pengetahuan,
teknologi
dan
luaskan kesenian
ilmu serta
mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. c. Dan
dapat
menghasilkan
sarjana-sarjana
yang
mempunyai seperangkat pengetahuan yang berupa : kemampuan akademis, kemampuan profesional, maupun kemampuan personal.43 Tujuan umum dari pendidikan perguruan tinggi ialah untuk menghasilkan sarjana yang
42
Slameto, “umum”, http://www.pts.co.id/?q=umum.php di akses tanggal 14 februari
2015 43
Bagus J, http://Edukasi.Kompasiana.com/2012/10/30/Pengertian-dan-TujuanPerguruan-Tinggi-499395.Html, di akses tanggal 15 februari 2015
47
1. Berjiwa pancasila. 2. Bersifat terbuka dan dapat menghargai pendapat orang lain serta memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan. 3. Cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan tinggi dan cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan. 4. Menguasai ilmu yang dipelajarinya dan teknik-teknik analisa guna mengadakan penelitian dan pemahaman seluruh proses ilmu yang dipelajarinya, dan pengolahan sumber-sumber dalam masyarakat. 5. Ikut
serta
dalam
memajukan,
mengembangkan
dan
menyebarluaskan ilmu yang dipelajarinya. Sedangkan tujuan khususnya dari pendidikan perguruan tinggi yaitu mempersiapkan lulusannya untuk memiliki nilai, sikap, pengetahuan, ekologi yang diarahkan pada pembentukan manusia pembangunan yang berjiwa penuh pengabdian.44 Sedangkan tujuan khusus pendidikan di Perguruan Tinggi ialah mempersiapkan lulusannya yang memiliki nilai, sikap, pengetahuan,
keterampilan,
kemampuan
berkomunikasi
dan
kesadaran ekologi yang diarahkan pada pembentukan manusia pembangunan yang berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menjadi :
44
Hassan Shandly, op. cit, hlm.42
48
Tenaga Ahli Perencana dan peneliti Pengelola dan pinata Pembimbing dan penyuluh Pekerja sosial45 3. Manfaat Belajar di Perguruan Tinggi Belajar merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan pengetahuan yang diinginkan. Menurut pandangan Islam, tujuan belajar adalah untuk mencapai pengetahuan agama Islam yaitu membentuk manusia yang muslim yang selamat di dunia dan di akhirat. Dalam belajar tidak hanya dalam masalah dunia saja, tetapi juga harus mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan soal hidup di akhirat (yang belum diketahuinya).46 Tujuan pertama setiap kegiatan belajar adalah supaya ia mendapat manfaat di kemudian hari. Karena demikian pentingnya, maka banyak siswa yang menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk meraih prestasi yang baik yang hasilnya dapat dirasakan dikemudian hari. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa manfaat belajar diperguruan tinggi, yaitu a. Memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dari sebelumnya b. Terjadinya perubahan perilaku seseorang disertai pengalaman
45
Ibid, hlm. 42 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 183 46
49
c. Dengan belajar yang sungguh-sungguh dapat memberantas kebodohan d. Berwawasan luas (intelek) e. Banyak pengalaman f. Bisa menjadi penengah bagi masyarakat g. Manfaat lainnya dapat dirasakan pada masa yang akan datang.