14
BAB II PENDIDIKAN AKHLAK
A. Pengertian Pendidikan Akhlak Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”2 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Ibrahim Amini dalam bukunya agar tak salah mendidik mengatakan bahwa, “pendidikan adalah memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. III, hlm. 1. Tim Penyusun Kamus Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), edisi kedua, hlm. 232. 2
15
mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya dan secara perlahanlahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.” 3 Pendidikan (Islam) menurut Athiyah al-Abrasyi seperti dikutip Ramayulis, adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. 4 Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara formal seperti di sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya.5 Selanjutnya definisi akhlak. Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah
3
Ibrahim Amini, Agar tak Salah Mendidik, (Jakarta: al-Huda, 2006), Cet. I, hlm. 5. Ramayulis, Op. Cit., hlm. 3. 5 Muhibin Syah, Ilmu Pendidikan Islam, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2004), Cet. IX, hlm. 11. 4
16
laku dan tabiat. 6 Tabiat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi biasa. Perkataan ahklak sering disebut kesusilaan, sopan, santun dalam bahasa Indonesia; moral, etnic dalam bahasa Inggris, dan ethos, ethios dalam bahasa Yunani. Kata tersebut mengandung segisegi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan. Adapaun definisi akhlak menurut istilah ialah keadaan jiwa yang mendorong timbulnya suatu perbuatan dengan mudah karena dibiasakan sehingga tidak memerlukan pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu. 7 Menurut Imam Ghazali sebagaimana dikutip oleh Imam Suraji, dalam bukunya Etika: dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, mengatakan akhlak adalah Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah dengan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 8 Selanjutnya Imam Kanafi Al-Jauharie dalam bukunya Pokok-Pokok Ajaran Tasawuf mengatakan bahwa nilai seorang muslim, baik dalam hubungannya dengan Allah (Hablun min Allah) maupun dengan sesama makhluk, sesungguhnya ditentukan oleh akhlak yang built in dalam kejiwaan dirinya secara exhaustive-sophisticated. Ketiadaan akhlak dalam diri seorang muslim, hanya 6 A Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), Cet. III, hlm. 11. 7 Imam Suraji, Op. Cit.., hlm. 4. 8 Ibid., hlm. 4.
17
akan menghantarkannya menjadai “muslim sampah”, muslim tanpa makna (meaninglesness muslim) dan tanpa Islam, bahkan cenderung menjadi manusia binatang (QS. Al-A’raf: 179) yang derajatnya sangat rendah (QS. Al-Thin: 4-5). 9 Dengan demikian berdasarkan dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara berkelanjutan dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
B. Dasar Pendidikan Akhlak Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan akhlak. Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain senantiasa dikembalikan kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Dasar pendidikan akhlak di lembaga pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu dasar operasional dan dasar agama 1. Dasar Operasional Dasar operasional mengatur mengenai pelaksanaan pendidikan agama terutama bidang studi Aqidah Akhlak di sekolah sesuai dangan undang9
Imam Kanafi Al-Jauharie, Pokok-Pokok Ajaran Tasawuf, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press,2009) hlm. 214.
18
undang No. 20 tahun 2003 Pasal 36 dan 38, kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 10 2. Dari Agama Pendidikan dalam agama Islam telah banyak diterangkan di dalam AlQur’an dan Hadist. Selain Al-Qur’an, Rasulullah juga telah memberikan contoh secara lansung baik akhlak yang terpuji maupun akhlak tercela. Sebagaimana Firman Allah surat Luqman ayat 17–18, berbunyi:
”Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” Dalam beberapa hadits nabi banyak dijelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan akhlaq, bahkan rasululullah Saw sendiri diutus oleh
10
Tim Penyusun, Memahami Paradigma Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: DEPAG RI, 2003), hlm. 50-51.
19
Allah Swt untuk memberikan pendidikan tentang akhlaq bagi umatnya, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang isinya:
) انما بعثت أل تمم مكارم األخالق (رواه البخاري “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus oleh Allah hanyalah untuk menyempurnakan keluhuran akhlaq”. (HR.Bukhori).11 Kesimpulannya bahwa ajaran Islam serta pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani agar menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutan syari’at, yang bertujuan untuk kemashlahatan serta kebahagiaan umat manusia. Sesungguhnya Rasulallah Saw adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak yang sangat mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling mulia akhlaknya dan manusia yang paling sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah. Karena akhlak al-karimah merupakan cerminan dari iman yang sempurna.
C. Tujuan Pendidikan Akhlak Manusia menurut Rasulullah Saw dilahirkan di atas fitrah, suci, dan bersih. Ketika masih di alam arwah, ia telah berikrar mengakui ketuhanan Allah. Tetapi Rasulullah sendiri kemudian mengisyaratkan kemungkinan adanya perubahan, tergantung bagaimana orang tuanya mendidik dan mengarahkan. Pendidikan akhlak (Islam) paling tidak mempunyai fungsi esensial, yaitu
11
Husein Bahresi, Himpunan Hadits Shahih Bukhari, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981, hlm. 55.
20
mempertahankan eksistensi fitrah manusia dan mengembangkannya sedemikian rupa. Tujuan pokoknya adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu menjadi kholifah Allah yang akram (mulia) yang berarti lebih bertakwa kepada Allah dan yang shalih dalam arti mampu mengelola, mengembangkan dan melestarikan alam. 12 Mengenai tujuan pendidikan akhlak, Secara umum ada dua pandangan teoritis
mengenai
keragamannya
tujuan
tersendiri.
pendidikan, Pandangan
masing-masing
teoritis
yang
dengan
pertama
tingkat
beorientasi
kemasyarakatan, yaitu pandangan yang menganggap pendidikan sebagai sarana utama dalam menciptakan rakyat yang baik. Pandangan teoritis yang kedua lebih berorientasi kepada individu, yang lebih memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung dan minat pelajar.13 Berangkat dari asumsi bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat (sosial animal) dan ilmu pengetahuan pada dasarnya dibina dia atas dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, mereka yang berpendapat kemasyarakatan berpendapat bahwa pendidikan bertujuan mempersiapkan manusia yang bisa berperan dan bisa menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Berdasarkan hal ini, tujuan dan target pendidikan dengan sendirinya diambil dari dan diupayakan untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan dan sejumlah keahlian yang sudah diterima dan sangat berguna bagi masyarakat. 12
Sahal Mahfudh, Op. Cit., hlm. 323. Wan Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat Islam dan Praktek Pendidikan Islam Seyd M.Naquib a-Attas, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. I, hlm. 163. 13
21
Terlepas dari dua pandangan di atas maka tujuan sebenarnya dari pendidikan akhlak adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa kepada yang baik tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dan latihan yang dapat melahirkan tingkah laku sebagai suatu tabiat ialah agar perbuatan yang timbul dari akhlak dan dirasakan sebagai suatu kenikmatan bagi yang melakukannya. Menurut Said Agil tujuan pendidikan adalah ”membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat.” 14 Hal senada juga dikemukakan oleh Muhammad Athiyah al-Abrasi, beliau mengatakan bahwa ”tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orangorang yang bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku serta beradab.” 15
D. Materi Pendidikan Akhlak Jika ilmu akhlak atau pendidikan akhlak tersebut diperhatikan dengan seksama akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak juga dapat disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan 14
Said Agil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. II, hlm. 15. 15 Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, terj, Bustami Abdul Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Cet. III, hlm. 103.
22
dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong kepada perbuatan baik atau buruk. Selanjutnya hal tersebut dapat ditindaklanjuti. Adapun perbuatan manusia yang dimasukkan perbuatan akhlak yaitu: 1. Perbuatan yang timbul dari seseorang yang melakukannya dengan sengaja, dan dia sadar di waktu dia melakukannya. Inilah yang disebut perbuatanperbuatan yang dikehendaki atau perbuatan yang disadari. 2. Perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang tiada dengan kehendak dan tidak sadar di waktu dia berbuat. Tetapi dapat diikhtiarkan perjuangannya, untuk berbuat atau tidak berbuat di waktu dia sadar. Inilah yang disebut perbuatan-perbuatan samar yang ikhtiari. 16 Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang, antara lain: 1. Situasi yang memungkinkan adanya pilihan (bukan karena adanya paksaan), adanya kemauan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja. 2. Tahu apa yang dilakukan, yaitu mengenai nilai-nilai baik-buruknya. Suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syarat-syarat di atas. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan seseorang. Pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriteria apakah 16
hlm. 44
Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka, 1987), Cet. I,
23
baik atau buruk. Dengan demikian ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika dikatakan sesuatu itu benar atau salah maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau fikiran. Pendidikan akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam. Materi pendidikan akhlak ini meliputi aspek keimanan, aspek akhlak dan aspek kisah teladan. 17
E. Metode Pendidikan Akhlak Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu dibina. Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibina. Pendapat ini sering kita temui dalam filsafat Qodariyah.
17
Khaeruddin & Mahfud Junaedi, KTSP, Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Jogjakarta: Pilar Media, 2007), hlm. 179
24
Akhlak adalah gambaran batin yang tercermin dalam perbuatan. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Menurut Imam Ghazali seperti dikutip Fathiyah Hasan berpendapat “sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan “sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasehat dan pendidikan itu adalah hampa.” 18 Namun dalam kenyataanya di lapangan banyak usaha yang telah dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembagalembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Hal ini sangat singkron dengan dalil yang menyebutkan bahwa kebersihan sebagian dari iman. Termasuk kebersihan hati dan pikiran. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, metode diartikan dengan cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Adapun metode pendidikan yang dapat digunakan dalam pendidikan akhlak antara lain: 1. Metode Keteladanan
18
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, (Bandung: al Ma’arif,1986), Cet. I, hlm. 66.
25
Metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan. 19 Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulallah Saw dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan misalnya sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa “pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya.” 20 Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal. 2. Metode Pembiasaan Pembiasaan menurut M.D Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer Aly merupakan “proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis
19
Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 1999), Cet. I, hlm. 135. 20 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. I, hlm.178
26
(hampir tidak disadari oleh pelakunya).”
21
Pembiasaan tersebut dapat
dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda itu sulit untuk dirubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat merubahnya. 3. Metode Memberi Nasihat Abdurrahman al-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah “penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.” 22 Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. 4. Metode Pemberian Hadiah dan Hukuman Reward secara umum biasa diartikan sebagai ganjaran atau hadiah yang diberikan atau didapatkan dengan mudah, misalnya kuis. Pengertian pemberian Reward dalam pendidikan atau metode pembelajaran dimaksudkan 21 22
Ibid., hlm. 134. Ibid., hlm. 190.
27
sebagai sebuah penghargaan yang didapatkan melalui usaha keras anak melalui belajar, baik melalui kelompok maupun individu yang menghasilkan prestasi belajar. Penghargaan atas prestasi anak biasa diberikan dalam bentuk materi dan non materi yang masing-masing sebagai bentuk motivasi positif. 57 Sedangkan punishment mempunyai pengertian hukuman dari sebuah perbuatan. Adapun secara istilah menurut Suwarno adalah memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan yang sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul-betul dirasainya, untuk menuju ke arah perbaikan.58 Adapun menurut Kartini Kartono, punishment (hukuman) adalah perbuatan yang secara interpersonal diberikan, sehingga menyebabkan penderitaan lahir dan batin, diarahkan untuk menggugah hati nurani dan penyadaran si penderita akan kesalahannya.59 Dari dua definisi yang ada, dapat diambil sebuah pengertian bahwa yang dimaksud hukuman adalah pemberian nestapa kepada anak didik atas perbuatan yang tidak sesuai dengan tata nilai yang berlaku serta melanggar peraturan sekolah yaitu melalui penyadaran yang edukatif, tidak memberatkan dan bertujuan untuk melatih siswa agar memiliki rasa tanggung jawab yang besar, semangat dan disiplin melakukan aktivitas. 5. Metode Kisah 57
Rasimin dan Imam Subqi, Belajar PeDe : Kontekstualisasi Reward dan Punishment dalam Pembelajaran, (Yogyakarta : Mitra Cendekia, 2009) hlm. 11 58 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) hlm. 115 59 Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Pendidikan Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan ?, (Bandung : Mendar Maju, 1992) hlm. 261
28
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur dan terbaik. Sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika disadari oleh ketulusan hati yang mendalam.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Kepribadian muslim adalah terwujudnya akhlak mulia, namun akhlak mulia tersebut tidak akan terbentuk tanpa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Zakiyah Darajat bahwa perkembangan agama yang di dalamnya termasuk pembentukan akhlak terjadi melalui pengalaman hidup sejak masih anak-anak, yaitu terdapat pada lingkungan keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat.23 1. Lingkungan Keluarga Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosyi, peranan ibu bapak dalam membina anaknya mempunyai pengaruh, terutama dalam bahasa dan gaya bahasa, di mana anak akan senantiasa mengikuti dan menirukan gaya ibunya. Jika dalam bertutur kata ibu bapak baik, maka secara otomatis anaknya juga akan bertutur kata dengan baik pula. Dalam tingkah laku, sopan santun juga sangat berpengaruh bagi anak. Tingkah laku yang baik akan lahir dalam 23
Zakiyah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Cet. V, (Jakarta : Gunung Agung, 1980), hlm. 65
29
keluarga yang baik (dengan contoh dari kedua orang tua). Suasana yang tercipta (dalam keluarga) yang melingkupi anak adalah merupakan faktor terpenting dalam pembentukan akhlaknya. 24 Melalui keluargalah, pendidikan akhlak diterima oleh anak-anak kita, dan dengan keluarga tersebut dapat dijadikan bekal bagi perkembangan psikologinya di masadepan. Bapak ibunya adalah orang yang pertama mewariskan kebudayaan dan mengajarkan pendidikan agama bagi anaknya. 25 2. Lingkungan Sekolah Pembinaan akhlak dapat pula dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Sikap pengalaman yang dilalui oleh anak baik melalui penglihatan dan perlakuan yang diterima akan ikut menentukan dalam pembentukan dan pembinaan akhlaknya kelak dikemudian hari. Sikap anak terhadap guru, ustadz dan pendidik agama yang diberikan di lembaga pendidikan sangat dipengaruhi oleh sikap guru, jika guru mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak anak, maka anak telah mempunyai pegangan dalam mengahdapi kegoncangan yang terjadi.
24
Muhammad Athiyah Al-Abrosyi, Ruh At-Tarbiyah Wa Al-Ta’lim, (Kairo : Paru Ihya AlKutubi Al-Arobiyah, 2000), hlm. 88 25 Baron Abu Bakar Ikhsan, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung : CV Diponegoro, 2000), hlm. 11
30
3. Lingkungan Masyarakat Dalam pembentukan dan pembinaan akhlak anak, masyarakatlah yang sangat berpengaruh dalam menghiasi kepribadian dan akhlak anak. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian masyarakat adalah kelompok sosial yang majemuk yang akan selalu bersinggungan dengan anak. 26 Sekolah-sekolah Islam seperti Madrasah sebagian besar masih sering menghadapi kekurangan biaya dalam mengaadakan alat pengajaran. Dalam hal ini seringkali yayasan kurang memperhatikan unsur-unsur tersebut. 27 Selain itu kondisi lingkungan yang kurang kondusif juga mengganggu proses pembelajaran yang ada di madrasah. Oleh karena itu masyarakat atau orang tua siswa sebagai mitra madrasah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaran pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, Keterlibatan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan meningkatkan informasi tentang cakupan perhatian, sasaran dan komitmen dari penerima keuntungan dengan program yang diharapkan, serta tentang sarana alternatif untuk memenuhi sasaran dan perhatian tersebut sambil melanjutkan komitmen itu.
26
Bakir Yusuf Barnawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam pada Anak, (Semarang : Bina Utama, 1993), hlm. 40 27 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 94.
31