BAB II PERLUNYA PENGAWASAN OTORITAS (PEMERINTAH) TERHADAP BUMN YANG TELAH DIPRIVATISASI A. Keterlibatan Otoritas (Pemerintah) di BUMN dan Dampaknya terhadap BUMN Keberadaan BUMN sebagai badan usaha tidak terlepas dari campur tangan Otoritas dalam menjalankan kegiatannya. BUMN sebagai Badan Usaha Milik Negara sering ditafsirkan bahwa negara berkuasa penuh terhadap kinerja BUMN, sehingga BUMN menjadi tergantung kepada siapa yang memerintah dan yang menjalankannya. Dominannya peran negara menjadikan BUMN sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan politik merupakan salah satu sebab BUMN tidak bisa berkembang sebagaimana layaknya badan usaha. BUMN menjadi fokus perhatian masyarakat, karena adanya gap antara fasilitas yang dimiliki BUMN dengan harapan masyarakat. BUMN berjalan dengan dukungan fasilitas penuh dari negara, baik dari modal yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan serta keberadaannya yang dibentuk oleh Negara, sehingga BUMN mendapat perlakuan yang berbeda dengan usaha swasta lainnya. Sementara itu masyarakat sangat berharap mendapatkan manfaat dari keberadaan BUMN yang belum bisa terpenuhi secara optimal. Privatisasi BUMN diharapkan dapat memberikan angin segar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara langsung bagi kesejahteraan masyarakat. Keterlibatan otoritas dalam pengelolaan BUMN yang telah diprivatisasi kerap memberikan dampak negatif bagi perkembangan BUMN itu sendiri. Peran otoritas seyogianya melakukan 43 pengawasan atas keberlangsungan privatisasi BUMN, namun terkadang disusupi oleh kepentingan-kepentingan yang bertolak belakang dengan apa yang sudah menjadi arah dalam
perjalanan BUMN tersebut. Disamping itu juga sistem yang birokratis menjadi penghambat bagi kemajuan BUMN yang telah diprivatisasi, sehingga membuka ruang terjadinya penyimpangan oknum-oknum tertentu yang mempunyai peluang untuk itu. Sorotan-sorotan negatif di atas tentu berdampak terhadap rendahnya kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia, dengan demikian akan menghambat pertumbuhan perekonomian nasional yang di lokomotifi oleh BUMN. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap apa yang menjadi tujuan privatisasi BUMN, sasaran yang diharapkan bagi pelaksanaan privatisasi akan sulit tercapai. sehingga pengawasan yang ideal terhadap keberlangsungan privatisasi BUMN menjadi ujung tombak dalam memuluskan pencapaianpencapaian yang diharapkan dalam kebijakan privatisasi BUMN. 1. Pengelolaan BUMN yang Sentralistik dan Birokratis Pengurusan BUMN dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas, hal ini secara tegas disebutkan dalam ketentuan Pasall 5 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 serta ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian dalam wujud usahanya, BUMN dikelola sebagai entity badan hukum privat sebagaimana bentuk usaha swasta lainnya yang merujuk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam pengelolaan perusahaan secara umum seyogianya juga berlaku dalam pengelolaan BUMN. Abdulkadir Muhammad mengungkapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan tugas dan kewajiban untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Apabila yang bersangkutan salah atau lalai menjalankan tugasnya maka dia bertanggung jawab penuh secara pribadi, dan apabila hal itu
menyebabkan kerugian kepada perseroan, maka atas nama perseroan pemegang saham yang memenuhi syarat tertentu dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang bersangkutan. 85 Pengurusan perseroan oleh Direksi membentuk hubungan saling ketergantungan, dimana kegiatan dan aktivitas perseroan bergantung pada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan. Namun disisi lain keberadaan perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, tanpa ada perseroan maka tidak pernah ada Direksi. 86 Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan kepercayaan antara Direksi dengan perseroan, hubungan ini dinamakan dengan fiduciary relation yang selanjutnya melahirkan fiduciary duty bagi Direksi terhadap perseroan yang telah mengangkatnya sebagai pengurus dan perwakilan bagi perseroan, dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai maksud dan tujuan serta untuk kepentingan perseroan. Dengan demikian berarti syarat mutlak dari keberadaan hubungan fidusia dan fiduciary duty adalah fairness. 87 Berkaitan dengan prinsip kepercayaan (fiduciary duty), Paul L. Davis mengemukakan pandangannya bahwa secara umum ada dua hal yang dapat dikemukan disisni. Pertama, Direksi adalah trustee bagi perseroan. Sebagai trustee Direksi bertanggung jawab kepada perseroan sehubungan dengan berkurangnya nilai harta kekayaan perseroan yang dipercayakan untuk diurus olehnya. Kedua, direksi adalah agen bagi perseroan dalam mencapai tujuan dan
85
Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perusahaan Indonesia”, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 114. Lihat juga Gunawan Wijaya, “Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT”, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008) Cet. II, hlm. 43, disebutkan bahwa Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh Direksi di luar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan kecuali dalam hal diatur lain oleh undang undang. Ini berarti Direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan. 86 Fred BG Tumbuan, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta kedudukan RUPS Perseroan Terbatas”, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia T.A 2001-2002, hlm.6 87 J. Robert Brown, “Disloyality without limits : ‘Independent’ Directors and The Elemination of the Duty of Loayality” Kentucky Law Journal Vol. 95, 2006-2007, hlm. 57
kepentingannya. Sebagai agen Direksi mewakili perseroan dalam setiap hubungan hukum perseroan dengan pihak ketiga. Direksi mengikat perseroan dan bukan pemegang saham perseroan. Sebagai agen, Direksi juga tidak bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukan olehnya untuk dan atas nama perseroan. 88 Dalam pengelolaan BUMN, dikhususkan bagi pengawasan BUMN dengan bentuk usaha Persero juga dilakukan berdasarkan ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagiperseroan terbatas. Sehingga otoritas dalam mengawasi keberlangsungan BUMN tetap berdasarkan apa yang telah digariskan dalam mekanisme yang sudah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Kondisi ini terkadang bertolak belakang dengan praktik-praktik yang terjadi dalam pengelolaan BUMN. Pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas seyogianya mampu meningkatkan performa BUMN menjadi lebih baik dan berkembang, namun kenyataannya tidak sebagaimana yang diharapkan, sifat birokratis dan sentralistiknya otoritas mewarnai perjalanan BUMN. Sehingga BUMN seperti tidak leluasa menjalankan organisasi perusahaan sebagaimana usaha-usaha swasta lainnya yang juga sama menjalankan perusahaannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Kepemilikan saham adalah hal paling mendasar terhadap pemberlakuan privatisasi BUMN, hal ini akan berpengaruh terhadap dominasi otoritas dalam mengawasi keberlangsungan BUMN yang di privatiasasi. Sistem pengambilan keputusan dalam RUPS adalah salah satu bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh otoritas. Arah kebijakan yang diinginkan otoritas dalam perjalanan privatisasi disalurkan melalui forum RUPS ini. Menteri merupakan kuasa pemegang saham yang punya andil dalam pengambilan keputusan RUPS, disamping itu
88
598-599
Paul L. Davis, “Gowers Principles of Modern Company Laws”, (London : Sweet Maxwell, 1997) hlm,
perangkat-perangkat negara lainnya seperti DPR, OJK, BPK, BPKP, Komite Privatisasi juga turut serta mempengaruhi kebijakan dalam perjalanan privatisasi BUMN. Jika pengelolaan BUMN mengikuti standar yang telah digariskan oleh mekanisme Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka selain organ dari Persero pihak lain manapun dilarang turut melakukan atau campur tangan dalam pengurusan Persero. Hal ini dimaksudkan agar Direksi dapat melakukan tugasnya secara mandiri dan tidak dicampuri oleh pihak-pihak luar, maka tidak diperbolehkan adanya campur tangan terhadap pengurusan Persero. Termasuk dalam pengertian campur tangan berupa tindakan atau arahan yang secara langsung yang memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan Persero atau terhadap pengambilan keputusan oleh Direksi. 89 Kemandirian Persero sebagai badan usaha merupakan hal penting yang harus tetap terjaga, sehingga Persero dapat dikelola secara profesional dan dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Dalam hal pengelolaan BUMN juga tidak membenarkan adanya hubungan keuangan lintas birokrasi, walaupun pada dasarnya merupakan badan penyelenggara negara. Karena kebutuhan keuangan masing-masing instansi pemerintah telah diatur dan ditetapkan tersendiri, maka instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani Persero dengan segala bentuk pengeluaran, dan sebaliknya Persero tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran instansi pemerintahan dalam pembukuannya. 90 Muchayat mengungkapkan bahwa BUMN tertentu lebih sibuk memainkan peran birokrasi yang semestinya dilakukan oleh pemerintah, sehingga melupakan urusan utamanya sebagai operator dalam pengelolaan dan pengembangan usaha. Dengan tambahan peran sebagai regulator, BUMN terjebak pada birokratisasi sehingga tidak kompetitif ketika harus bersaing
89 90
I. G Ray Wijaya, “Hukum Perusahaan”, (Bekasi : Megapoin, 2005) hlm. 125 Ibid
dengan perusahaan swasta yang memiliki kinerja yang efektif dan efisien. Sebagai contoh, Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan yang memiliki hak penuh untuk mengelola industri perminyakan di Indonesia. 91 Peter Drucker sebagaimana dikutip Riant Nugroho mengemukakan bahwa pemerintah harus fokus dengan pekerjaan-pekerjaan pemerintah saja, tidak usah mengurus hal-hal yang bukan core competence-nya atau bahwa tugas pemerintah hanya mengendalikan, tidak perlu ikut mendayung. Dengan demikian hal-hal yang di luar kompetensi pemerintah atau yang tidak dalam konteks “menyetir” (saja) harus dikeluarkan dari pemerintah. 92 Lebih lanjut Riant Nugroho mengemukakan pemerintah menjalankan bisnis adalah anomali. Hasilnya, perusahan-perusahaan negara tersebut lebih banyak mudhorat daripada manfaat. Pada intinya tidak mungkin birokrat menjalankan bisnis dengan baik, karena birokrat punya misi melayani secara adil. Dengan kompetensi melayani secara adil tidak mungkin ia menjalani bisnis yang memang pada dasarnya sudah diskriminatif, yaitu melayani mereka yang hanya mampu membayar saja. 93 Hambra mengemukakan bahwa status Kementerian BUMN yang merupakan bagian dari pemerintah sebenarnya sudah menjadi kendala untuk melaksanakan tugas pembinaan di lingkungan BUMN secara profesional. Dalam menghadapi BUMN harus mempunyai mindset korporasi, sementara itu disisi lain pemerintah tidak boleh melepaskan diri sebagai pegawai negeri sipil yang masih berjalan dengan sistem yang birokratis dan tunduk dengan regulasi terkait aparatur sipil negara. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pekerjaan yang dihadapi, 91
Muchayat, Op.Cit, hlm. 29, selanjutnya disebutkan bahwa keberadaan dan kinerja BUMN mengalami kemudnduran bahkan menjadi tidak kompetitif. Pemerintah memberikan poteksi yang berlebihan, sehingga menjadikan BUMN berpuas diri, jalan ditempat, tidak kreatif dan tidak inovatif. BUMN juga mendapatkan semacam hak privilegeyang tidak saja memiliki fungsi sebagai pelaku usaha tetapi juga sekaligus memiliki peran regulator. Implikasi dari kebijakan itu BUMN di bidang tertentu benar-benar tidak mampu bersaing dengan swasta. 92 Ryant Nugroho Dwidjowijoto, “Analisa Privatisasi BUMN di Indonesia”, Op.Cit, hlm 288-289 93 Ibid
yaitu berkoordinasi dengan pelaku-pelaku usaha yang bukan berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Keadaan yang sangat dilematis ini harus dapat disiasati agar bisa menjembatani pemikiran yang birokratis dengan pemikiran yang berbasis korporasi, jika tidak demikian akan sulit mengemban tugas pembinaan yang di emban oleh Kementerian BUMN. 94 Kebijakan-kebijakan yang akan di berlakukan dalam pengelolaan BUMN juga tidak serta merta dapat dilaksanakan dengan cepat, regulasi yang ada terkadang menjadi kendala dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkadang bersifat segera. Kewajiban untuk berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait bahkan sampai ke tingkat Presiden membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan sebuah keputusan. Menghadapi kondisi seperti ini, Kementerian BUMN berencana untuk merubah mekanisme yang ada di BUMN yang semulanya mempunyai basic pemerintahan menjadi korporasi, walaupun rencana tersebut sampai saat ini masih sebatas wacana. 95 Jonathan G.S Koppell menawarkan Hibrida Organisasi 96 atau model organisasi campuran yang dimaksudkan untuk membebaskan BUMN dari kontrol birokrasi yang menghambat manajemen mereka.Ada tiga alasan utama mengapa model campuran yang diterapkan dalam BUMN secara inheren tahan terhadap kontrol politik. Pertama, organisasi campuran memiliki beberapa tujuan yangsering bertentangan satu sama lain. Kedua, organisasi campuran mengandalkan pelaku pasar dalam mencapai tujuan mereka. Akibatnya, mereka dibatasi oleh
94
Wawancara langsung penulis dengan Hambra, Kepala Biro Hukum Kementerian Badan Usaha Milik Negara di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2015 95 Ibid 96 Hibrida Organisasi (organisasi campuran) adalah pengalamanyang diambil dari BUMN Amerikadenganorganisasi model campuran antara pemerintahdan perusahaanyang dalam pengelolaan BUMN tidak memihak antarapublik dan swasta.
kekuatan pasar. Ketiga, dan yang paling mendasar, pemimpin politik harus memanfaatkan alat kontrol regulasi bukan mekanisme administratif tradisional untuk kepatuhan birokrasi. 97 Dalam wacana politik Barat, ada kekhawatiran lama bahwa birokrasi pemerintah dapat menjadi tidak akuntabel, yang mempunyai kekuatan yang tidak terkendali. Hal ini berakibat pada mekanis mestruktural perusahaan yang dimasukkan ke dalam desain instansi pemerintah, seperti halnya pengawasan legislatif, eksekutif, pengangkatan kepemimpinan, tahunan anggaran biaya, kesempatan untuk meninjau publik dan pengawasan, dan lain sebagainya. 98 Praktik seperti ini akan menjadi penghambat dalam membuat suatu kebijakan dalam BUMN, sehingga birokrat tetap sebagai sentral terhadap kebijakan yang akan diberlakukan bagi BUMN. Faktor sentralistik sangat berpengaruh dalam pengelolaan BUMN, ruang gerak Direksi tidak leluasa dalam melaksanakan setiap kebijakan perusahaan. Regulasi perseroan terbatas menempatkan Direksi sebagai trustee dalam menjalankan fungsi eksekutif dalam mengelola BUMN, namun kenyataannya sistem birokrasi yang sentralistik masih menempatkan Direksi sebagai pejabat publik yang secara tidak langsung ikut dalam sistem pemerintahan yang sudah mengakar. Kebijakan terpusat telah mematikan kreatifitas dan profesionalitas BUMN yang seyogianya terbangun dalam mekanisme perseroan terbatas dan diharapkan mampu menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang terbebas dari dominasi birokrasi yang sejak awal menginginkan sistem yang sentralistik. Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian operasi manajemen pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila kerja rutinitas aparat birokrasi sering menyebabkan 97
Jonathan G.S Koppell, “Political Control for China’s State-OwnedEnterprises: Lessons from America’s Experiencewith Hybrid Organizations”, Governance: An International Journal of Policy, Administration, and Institutions, Vol. 20, No. 2,April 2007, hlm. 261 98 Aberbach, Joel D., and Bert A. Rockman.. “Mandates or Mandarins? Controland Discretion in the Modern Administrative State.”Public AdministrationReviewVol. 48, 1988, hlm. 606–612.
masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan bahkan terkesan cenderung resisten terhadap pembaharuan. Kondisi seperti ini seringkali memunculkan potensi praktik mal-administrasi yang mengarah pada korupsi, kolusi dan nepotisme. Bermula dari kondisi tersebut maka pemerintah pusat maupun daerah perlu segera melakukan reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen saja tetapi juga dalam tataran kehidupan nyata. 99 Birokrasi saat ini dipandang sebagai sebuah sistem dan alat manajemen pemerintahan yang belum dapat memenuhi harapan publik. Dikatakan demikian karena masih sering tercium bahwa aroma birokrasi sudah melenceng dari tujuan semula sebagai medium penyelenggaraan tugas-tugas kemanusiaan, yaitu melayani masyarakat (public service) dengan sebaik-baiknya. Berbicara soal birokrasi, kita pasti teringat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal melalui ideal type birokrasi modern. Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktik konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi. Konsep birokrasi Max Weber yang legal rasional, diaktualisasikan di Indonesia dengan berbagai kekurangan dan kelebihan seperti terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi timbul manakala terjadi interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik birokrasi, apalagi dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan hukum saat ini yang berkaitan dengan patologi birokrasi. 100 Dikaitkan dengan pengelolaan privatisasi BUMN di Indonesia
99
Agus Pramusinto dan Erwan Agus Purwanto, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik. (Yogyakarta: Gava Media,2009).hlm.110. 100 Ali Abdul Wakhid, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam Reformasi Birokrasi di Indonesia”, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011. hlm, 127-128. Selanjutnya disebutkan bahwa Secara gradual di
seyogianya pengaruh birokrasi harus diminimalkan untuk mempercepat proses perubahan kearah yang diharapkan, sebagai perusahaan privat yang berdimensi publik keterbukaan terhadap pengelolaan BUMN merupakan hal penting untuk mencapai BUMN yang ideal. Profesionalisme BUMN sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, Pertama, status hukum dari perusahaan tersebut, Kedua, kemandirian dari BUMN tersebut, dan Ketiga kebebasan dari intervensi pihak manapun juga. Tanpa ketiga faktortersebut, maka BUMN yang ada akan menjadi perusahaan yang bersifat birokratis karena keberadaannya sangat tergantung kepada pihak lain dari perusahaan tersebut. Status hukum sebagai badan hukum perdata mengakibatkan hubungan hukum antara Perseroan Terbatas milik negara dengan negara menjadi hubungan hukum yang sifatnya perdata, sebatas hubungan antara pemegang saham dengan Perseroan Terbatas tersebut. Hubungan bisnis di antara negara dengan Perseroan Terbatas milik negara adalah hubungan bisnis yang dilandasi oleh profesionalisme dan kemandirian antara kedua badan hukum yang berbeda tersebut. 101 2. Pengaruh kepentingan politik terhadap BUMN Bortolotti dan Faccio sebagaimana dikutip oleh Hadi menyebutkan bahwa
dalam
privatisasi di negara maju, hak kontrol tetap berada ditangan pemerintah, artinya walaupun banyak aset BUMN yang dijual ke swasta, hak kontrol pemerintah pada perusahaan masih
Indonesia dilakukan reformasi birokrasi dalam dimensi kelembagaan, sumberdaya aparatur dan ketatalaksanaan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Apalagi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa: "Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparaturnegara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah". Dalam rangka reformasi birokrasi tersebut, pemerintah pusat meregulasi perundang-undangan yang dikenal pilar reformasi birokrasi yaitu: 1) UU Pelayanan Publik; 2) UU Administrasi Pemerintahan; 3) UU Etika Penyelengara Negara; 4) UU Kepegawaian Negara; 5) UU Kementerian Negara; 6) UU Tata Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 7) UU Badan Layanan Umum/Nirlaba; 8) UU Sistem Pengawasan Nasional; 9) UU Akuntabilitas Penyelenggara Negara. 101 Badan pembinaan Hukum nasional.... Op.Cit, hlm. 69
tergolong besar atau disebut dengan fenomena reluctant privatization. 102 Pelaksanaan privatisasi diberbagai negara dipandang sebagai penguatan pasar dalam struktur perekonomian negara tersebut. Privatisasi merupakan upaya mengembalikan aktivitas perekonomian kepada sektor swasta dengan memperkecil campur tangan pemerintah dalam perekonomian nasional. Namun pada kenyataannya, penetapan privatisasi diberbagai negara menuai hasil yang heterogen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Terdapat perbedaan besar antara privatisasi yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang. Privatisasi menurut Savas merupakan suatu tindakan untuk mengurangi peran dari pemerintah dan atau meningkatkan peran swasta dalam suatu aktivitas atau kepemilikan aset, dengan tujuan mencapai kinerja yang lebih baik dimana salah satunya untuk meningkatkan cost effective dari BUMN. Privatisasi timbul akibat adanya kegagalan perusahaan milik pemerintah dalam pemenuhan masyarakat dimana dirasakan intervensi politikus dalam penentuan kebijakan perusahaan milik negara sangat besar, sehingga dengan privatisasi tersebut campur tangan politikus diharapkan berkurang dan mampu memisahkan tujuan sosial dan ekonomi karena adanya transparansi dalam kebijaksanaan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. 103 Bank Dunia merilis prasyarat untuk sukses privatisasi BUMN salah satunya adalah dengan tata kelola perusahaan yang bebas dari pengaruh kepentingan politik. 104
Dalam
pengelolaan BUMN selalu mengedapankan kontrol politik dan cenderung mengorbankan efisiensi perusahaan. Agarusaha BUMN berfungsi efektif, kendali negara atas usaha BUMN tersebut harus dilonggarkan. Namun dalam hal ini patut dipertanyakan apakah negara bersedia 102
Hadi, S.et al,Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. (Tangerang : Marjin Kiri, 2007) hlm. 55 103 E.S. Savas, Loc.Cit 104 The World Bank, “State-owned Enterprises Reform InIraq,” Reconstructing Iraq, Working Paper No. 2, July 26, 2004
atau tidak membuat kebijakan seperti yang diharapkan publik. Hasil penelitian terhadap BUMN di China mengungkapkan bahwa salah satu eksekutif senior BUMN menyatakan apa yang diharapkan publik sebenarnya sangat berbeda atas sikap dari pejabat, sesungguhnya mereka tidak siap untuk melepaskan kendalinya terhadap BUMN. 105 Hal yang terpenting adalah tentang sejauh mana tekanan politik merusak upaya seorang pemimpin transformasi untuk menerapkan perubahan radikal dalam sebuah BUMN yang baru diprivatisasi. 106 Sehingga muncul pertanyaan sampai sejauh mana faktor-faktor seperti kendala politik, kondisi ekonomi, dan pengaruh sosial membatasi efektivitas pemimpin transformasi? Andrews & Dowling mengungkapkan bahwa setelah privatisasi BUMN dilakukan, ketika pengaruh pemerintah tetap kuat, agen negara akan memiliki kekuatan lebih untuk melindungi kepentingan pribadi dan politik mereka daripada ketika pemerintah memiliki sedikit pengaruh atas kepemilikan terhadap BUMN. 107 Boycko, Shleifer, dan Vishny mengemukakan bahwa politisi sengaja mengeluarkan kebijakan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan BUMN. Dalam pandangan mereka, politisi menghargai BUMN karena mereka dapat menggunakannya untuk mendukung pendukung politik mereka melalui kelebihan kerja, investasi regional yang ditargetkan, dan dengan sengaja underpricing atau overpricing barang yang dibeli (dari pemasok politik terhubung). Politisi memiliki dorongan untuk menyuap para manajer, dan sebaliknya manajer memiliki insentif untuk menyuap para politisi untuk promosi atau kepemilikan di kantor,
105
Jonathan G.S Koppell, Loc.Cit Lihat juga William L. Megginsonand Jeffry M. Netter, “From State to Market: A Survey of Empirical Studies on Privatization”, NYSE Working Paper 98-05, Desember 1998, hlm. 7, disebutkan bahwa para politisi sebenarnya enggan untuk melaksanakan privatisasi karena mereka tidak ingin menyerah atas kemampuan mereka untuk mengoperasikan BUMN dengan cara yang memberikan kemanfaatan ekonomi bagi pendukung politik mereka. 106 Constant D. Beugre, “Post-Privatization Performance of State-Owned Enterprisesin Emerging Economies: A Transformational Leadership Framework”, New Philadelphia, Kent State University, hlm. 9 107 Andrews, W. A.,&Dowling, M. J.“Explaining performance changes in newlyprivatized firms”, Journal of Management Studies,1998, hlm, 607
sehingga korupsi muncul secara endogen dalam model ini. Karena politisi menanggung beberapa biaya inefisiensi ekonomi yang mereka promosikan, namun melihat sebagian besar manfaat (politik), mereka memiliki sedikit dorongan untuk mengejar perubahan yang berarti. 108 Boycko dan kawan-kawan juga menyimpulkan bahwa privatisasi adalah satu-satunya cara untuk mematahkan lingkaran subsidi dan inefisiensi, karena privatisasi akan meningkatkan biaya bagi para politisi dalam hal intervensi dan operasional perusahaan BUMN. Singkatnya, BUMN sangat tidak efisien terutama karena mereka mengejar tujuan politik politisi yang mengendalikan mereka, danini hanya bisa diselesaikan dengan merubah sistem dari pengelolaan BUMN yang dikelola dengan mekanisme yang birokrasi kepada mekanisme privat. 109 Salah satu prinsip dalam mekanisme publik adalah menargetkan tujuan sosial yang perlu diberikan kepada kelompok atau komunitas masyarakat. Pemikiran dasar bahwa pemerintah adalah sebagai penyelenggara publik memiliki insentif terkait dengan tujuan sosial. Negara sebagai pemilik dapat mempunyai kepentingan yang berbeda dari tujuan negara dalam perannya sebagai pelaku bisnis. Tantangan yang sebenarnya adalah untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara pengaruh politik dan kapasitas manajemen untuk bertindak. 110 Kondisi ini hanya untuk menggambarkan kompleksitas dari negara sebagai pelaku bisnis yang sudah seharusnya memenuhi dua tujuan yang berbeda. 111 Upaya untuk menjadikan BUMN di Indonesia sebagai entitas bisnis modern dan profesional telah dilakukan sejak masa Presiden Soeharto. Akan tetapi, kebanyakan BUMN tetap 108
Boycko, Maxim, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny,“Voucher privatization”, Journal of Financial Economics35, 1994, hlm 249. 109 Boycko, Maxim, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny,“A theory of privatisation”, Economic Journal 106, 1996, hlm. 309-319 110 Noetzli, U, “Checks and Balances in Unternehmen. Daszweite Heft zur Corporate Governance”, (Zurich : NZZ-Fokus, 2004). 111 Agung Wicaksono, Corporate Governance of State-Owned Enterprises:Investment Holding Structure ofGovernment-Linked Companiesin Singapore and Malaysia andApplicability for Indonesian State-Owned Enterprises”, Dissertationof the University of St. GallenGraduate School of Business Administration,Economics, Law and Social Sciences HSG, 2009. hlm. 33
seperti wajahnya yang lama dengan kinerja seperti biasanya pula. Sebagian besar perusahaanperusahaan berplat merah tersebut masih dikelola dengan pola ekonomi politik feodal, dimana kekuasaan raja-raja kecil di departemen sangat mempengaruhi badan usaha tersebut. tali temali BUMN dengan politik dalam hubungan yang campur aduk, intervensi, dan ketidak profesionalan ini sudah berlangsung lama, bahkan sampai sekarang. Oleh karenanya BUMN susah untuk berkembang. 112 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - yang kemudian tampil sebagai Presiden setelah Megawati, Abdurrahman Wahid dan B.J Habibie - mencoba berusaha membenahi BUMN melalui Menteri yang membawahi BUMN. Namun, lagi-lagi BUMN menjadi instrumen kekuasaan politik di pusat kekuasaan. BUMN berada di bawah kendali dan lingkaran Presiden di luar Menteri. Ada jebakan etatisme yang lebih dalam melalui Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2005 jo. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris Dewan Pengurus BUMN, yang memberikan peranan besar kepada tim ad hoc di luar Menteri. Peranan lingkaran Presiden dalam menentukan Direksi dan Komisaris BUMN terlalu jauh dalam Instruksi Presiden tersebut, sehingga ada campur aduk profesionalisme dengan politik. Semestinya, Presiden cukup mempercayakan pengelolaan BUMN kepada Menteri dan mewajibkan Menteri untuk melapor dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden agar menjadi lugas, tegas, dan jelas. 113
112
Didik J. Rachbini, “Dilema Pengelolaan BUMN : Antara Bisnis dan Politik”, dalam Ishak Rafick dan Baso Amir, “BUMN Expose : Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilah 2.000 Triliun Lebih”, (Jakarta : Ufuk Press, 2010) hlm ix. Selanjutnya disebutkan bahwa ribuan calon Direksi dan Komisaris BUMN tidak mungkin di seleksi secara tekhnis oleh tim ad hoc dibawah Presiden. Kewenangan tersebut mesti deiserahkan kepada pembantunya, dalam hal ini adalah Menteri Negara BUMN. Ada ambivalensi ekonomi dan politik dalam pengelolaan BUMN karena hubungannya dengan politik mendua. Pada satu sisi, ada pejabat formal mewakili pengangku kepentingan utama pemerintah, yakni Menteri Negara BUMN. Sedangkan pada sisi lainnya, ada tim ad hoc di lingkaran Presiden yang mempunyai kekuasaan menetukan arah BUMN dan pimpinannya. 113 Ibid
Sebagaimana diketahui BUMN merupakan entitas bisnis, sedangkan pemerintah adalah institusi politik. Keberadaan Instruksi Presiden tersebut telah mengarahkan BUMN sebagai organisasi birokrasi di bawah kekuasaan pemerintah. Hubungan yang paling ideal antara bisnis dan politik adalah hubungan yang tidak langsung, sebagaimana yang sudah diatur oleh UndangUndang Perseroan Terbatas melalui RUPS, bukan melalui penunjukan politik sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan BUMN akan menjadi badan usaha yang sulit untuk berkembang dan sangat terbatas ruang geraknya. Presiden Joko Widodo terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono melalui Pemilihan Umum Tahun 2014 yang lalu. Majalah Tempo memberikan opini 114 terkait penunjukan jabatan-jabatan penting di BUMN sebagai politik balas budi Joko Widodo pada pemilihan Presiden 2014. Jika Presiden Joko Widodo mengangkat relawan dan orang-orang dari partai pendukungnya ke berbagai jabatan penting di BUMN adalah sebagai cara membayar utang budi politik. Sebenarnya cara ini bukan hal yang baru, bahkan sudah dianggap lazim. Presiden-Presiden sebelumnya pun selalu melakukan hal yang sama, namun demikian lazim bukan selalu benar. Kebiasaan yang seolah-olah “mentradisi” itu semestinya dilakukan dengan hati-hati. Prinsip “the right man on the right place” haruslah tetap menjadi acuan utama. Walaupun tidak ada pelanggaran aturan atas penunjukan tersebut karena pemerintah sebagai pemegang saham BUMN dan berhak menetapkan orang pada posisi penting tersebut. Namun asas kepatutan akan terganggu bila automaticly seseorang dari kalangan relawan atau partai politik menduduki posisi penting di BUMN. Seyogianya penempatan tersebut memiliki persyaratan bahwa siapa saja yang akan menduduki posisi penting di BUMN harus memiliki kompetensi sehingga layak menduduki
114
Opini Tempo, “Utang Budi dibawa Jokowi” , Majalah Tempo Edisi 27 April – 3 Mei 2015, hlm 28.
posisi tersebut. Apalagi untuk menduduki jabatan Komisaris yang mempunyai tugas mengawasi kinerja Direksi perusahaan milik negara tersebut. Uraian di atas menunjukkan bahwa menajemen perusahaan negara juga sangat bergantung dengan sistem politik yang berlaku dalam suatu negara. Menurut Hilb, sistem politik di negara itu sangat mempengaruhi ideologi dalam membentuk manajer. Negara-negara dengan sistem presidensial cenderung membentuk pendekatan bisnis top-down diantara manajer, sementara sistem non presidensial lebih cenderung mendorong untuk berprilaku bagaimana mencari kesepakatan bersama. 115 Sebuah contoh yang jelas adalah bagaimana sistem Amerika Serikat dan Swiss berbeda dalam hal ini. Sistem politik konsensual Swiss, dimana para pemimpin partai politik yang duduk bersama-sama di dewan federal, badan pemerintah tertinggi, bergantian menjadi presiden federal negara itu, kondisi ini menyebabkan komitmen yang lebih besar dengan konsep perusahaan dengan orientasi fungsional, serta otonomi dan orientasi keuangan lebih sedikit dari pada sistem yang terbangun di Amerika. 116 Privatisasi BUMN harus dilakukan secara berkesinambungan, dimana antara lain pemerintah dan pemegang kekuasaan publik lainnya tidak boleh lagi melakukan berbagai intervensi (campur tangan) dalam bentuk apapun terhadap perusahaan milik negara yang ada. Intervensi dalam berbagai bentuknya hanya akan membuat hancurnya upaya privatisasi terhadap BUMN yang ada, sebagaimana yang pernah terjadi di beberapa negara yang telah melakukan privatisasi terhadap perusahaan milik mereka. Apabila privatisasi dilakukan secara penuh, maka BUMN yang telah diprivatisasi tersebut kelakakan menjadi BUMN yang tangguh dan berdaya saing global serta menghasilkan keuntungan (provit) yang maksimal bagi pemiliknya, yaitu rakyat. Apabila BUMN telah go public, maka BUMN tersebut telah menjadi kepercayaan
115 116
Martin Hilb, “Integrierte Corporate Governance”, (New York : Springer, 2004) Agung Wicaksono, Op.Cit, hlm 68
investor baik di dalam maupun di luarnegeri dan menjadi sasaran investasi para investor tersebut. 117 Pengaruh politik sudah seharusnya tidak mendapatkan tempat dalam pengelolaan BUMN, karena berimplikasi negatif terhadap pencapaian tujuan didirikannya BUMN tersebut. BUMN yang merupakan badan usaha harus dikelola dengan profesional untuk kemanfaatan umum, sehingga ia mampu menjadi pilar perekonomian bangsa Indonesia. Privatisasi BUMN yang merupakan bagian dari mekanisme pengelolaan BUMN harus mampu mematahkan dominasi politik dalam keberlangsungannya, sehingga pengawasan dalam pengelolaannya menjadi sangat dibutuhkan agar perjalanan privatisasi BUMN sesuai dengan rel yang sudah ditetapkan.
3. Rendahnya kepercayaan investor Privatisasi seyogianya mampu mendatangkan investor untuk menanamkan modalnya pada bidang usaha BUMN yang di privatisasi. Menurut Purwoko privatisasi yang ideal sudah seharusnya bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu bertahan hidup dan berkembang di masa depan, mampu menghasilkan keuntungan, dapat memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat yang ada disekitarnya. Dengan demikian, privatisasi BUMN diharapkan (1) mampu meningkatkan kinerja BUMN, (2) mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan BUMN, (3) mampu meningkatkan akses ke pasar internasional, (4) terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) terjadinya perubahan budaya kerja, serta (6) mampu menutup defisit APBN. 118
117 118
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit, hlm 64-65 Purwoko, Op.Cit, hlm. 9
Investor mempunyai keinginan untuk cenderung meletakkan investasinya pada pasar yang dapat mencapai nilai-nilai objektif di atas, hal ini menjadi pemikiran investor dalam rangka melindungi mereka dari resiko-resiko bisnis yang mungkin saja terjadi. Terkait privatisasi BUMN yang pengelolaannya mengikuti mekanisme di pasar modal yang merupakan bagian dari lembaga keuangan, Kenneth Kaoma Mwenda mengemukakan bahwa apabila ada pengaturan yang jelas terhadap lembaga keuangan, pelaku pasar dan investor melalui cara seperti effective chinese walls dan kode etik yang jelas, pasar akan cenderung terlindungi terhadap perilaku penyalahgunaan dari pelaku pasar. 119 Apabila digabungkan dengan pengaturan keterbukaan informasi yang efisien, hal ini dapat membentuk pasar yang fair, efisien dan transparan yang pada gilirannya akan menimbulkan kepercayaan dari pelaku pasar termasuk investor terhadap pasar tersebut. 120 Ketika sebuah perusahaan milik pemerintah tidak mengejar strategi bisnis yang efektif, posisi ekonomi di pasar produk akhir dipengaruhi dengan cara yang sama seperti dalam kasus perusahaan milik swasta. Namun, konsekuensi untuk perilaku diskresioner manajer berbeda. Alasannya dapat ditemukan dalam kurangnya kekuatan sinyal pasar jika perusahaan ini dimiliki oleh pemerintah, pemilik akhir (masyarakat selaku investor) tidak dapat memutuskan untuk menjual saham mereka ketika korporasi berkinerja buruk. Hal yang sama berlaku untuk politisi sebagai agen pemilik akhir. Bahkan jika ada kepemilikan minoritas swasta di sebuah perusahaan milik pemerintah, sinyal dari pasar modal melemah, karena pembiayaan BUMN berbeda dengan perusahaan swasta karena kepercayaan dalam likuiditas kepemilikan negara di negara-negara industri. Dengan kata lain, ada harapan bahwa pemerintah akan datang untuk membantu
119
Kenneth Kaoma Mwenda, Loc.Cit Bismar Nasution, “Struktur RegulasiIndependensi OJK”, Disampaikanpada Seminar Eksistensi dan Tantangan OJK Dalam Menata Industri Jasa Keuangan Untuk Pembangunan Ekonomi, dilaksanakan Bening institute, jakarta pada tanggal 23 April 2013, hlm. 3 120
keuangan dari perusahaan -yang menghadapi kesulitan keuangan yang parah- sehingga melemahkan efek pemantauan dari pasar modal. 121 Masuknya investor baru dari proses privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja baru yang lebih produktif, dengan visi, misi, dan strategi yang baru. Perubahan suasana kerja ini diharapkan menjadi pemicu adanya perubahan budaya kerja, perubahan proses bisnis internal yang lebih efisien, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi. 122 Riant Nugroho mengemukakan bahwa dalam persepektif internal manajemen perusahaan, salah satu tujuan dari kebijakan privatisasi adalah memperoleh investor strategis sehingga dapat memacu kinerja manajemen terutama terkait dengan kemampuan teknis, marketing, dan managerial skills. 123 Privatisasi yang paling banyak dipahami adalah privatisasi yang kebijakan-kebijakannya mengizinkan negara melepas kepemilikan kepada perusahaan-perusahaan swasta, pihak-pihak di luar negara atau investor asing. Secara umum, privatisasi memang cenderung dipahami sebagai suatu proses untuk memindahkan status kepemilikan perusahaan negara/BUMN atau harta publik lainnya, dari milik publik (negara) menjadi milik pemodal privat (swasta). Tetapi dalam 121
Arnold Picot and Thomas Kaulmann, “Comparative Performance of Government-ownedand Privately-owned Industrial Corporations -Empirical Results from Six Countries”, Journal of Institutional and Theoretical Economics (JITE), 145, 1989, Zeitschrift fiir die gesamte Staatswissenschaft, hlm. 300-301 122 I b i d, hlm. 11,lihat juga Erman Rajagukguk, “Penanaman Modal Asing di Indonesia : Development Theory V. Dependency Theory”, dalam “Butir-Butir Hukum Ekonomi : 65 Tahun Erman Rajagukguk”, (Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Jakarta, 2011) hlm. 401-402, disebutkan bahwa kedatangan investor khususnya pemodal asing juga diharapkan dapat membawa tekhnologi baru. Sehingga negara penerima modal mendapatkan teknologi tersebut. Tanpa disadari atau disengaja alih teknologi cepat atau lambat akan menguntungkan negara-negara berkembang. Datangnya investor juga membuka infrastruktur yang baru, seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan lapangan terbang. Infrastruktur ini dibangun oleh negara tuan rumah dengan pinjaman negara maju,dibangun oleh tuan rumah sendiri atau dibangun oleh investor asing. Harus diakui penambahan infrastruktur ini membawa peningkatan pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan. Dengan adanya infrastruktur tersebut perbaikan bidang transportasi, kesehatan dan pendidikan yang mengutungkan investor asing dan masyarakat lokal secara keseluruhan. 123 Riant Nugroho Dwidjowijoto dan Randy R. Wrihatnolo, ”Manajemen Privatisasi BUMN”, ( Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008) hlm. 76 selanjutnya disebutkan bahwa kebijakan privatisasi juga ditujukan untuk memperoleh cash inflows bagi kepentingan infrastruktur telekomunikasi, akselarasi akses teknologi telekomunikasi dan metode pengoperasiannya serta keterbukaan perusahaan publik diharapkan dapat mempercepat proses perubahan dan meminimalkan pengaruh birokrasi.
pengertian yang lebih luas, privatisasi sesungguhnya dapat pula diartikan sebagai suatu proses untuk mentransformasikan metode pengelolaan perusahaan negara/BUMN dan harta publik lainnya itu, agar lebih menyerupai metode pengelolaan yang terdapat di sektor swasta. Asas utama privatisasi adalah kepemilikan individual secara mutlak dan mekanisme pasar. Karenanya tidak dikenal public goods atau public services. Yang ada commercial goods atau commercial services. 124 William L Meginson menyebutkan bahwa ketidak berhasilan privatisasi terutama karena struktur kepemilikan yang terkonsentrasi yang dihasilkan dari proses privatisasi. William mengemukakan untuk lebih terkonsentrasi pada struktur kepemilikan post-privatization, yaitu mengedepankan perusahaan yang profitabilitas dan penilaian pasar. Investor strategis tampaknya sangat penting dalam meningkatkan tata kelola perusahaan dan kinerja keuangan, disamping itu juga kepemilikan dominan melalui dana yang disponsori investasi perbankan juga hal yang tak kalah penting. 125 Privatisasi akan mendatangkan investor jika dalam perjalanannya privatiasasi mampu meyakinkan sesuatu yang menjanjikan bagi investor tersebut. Sebelum menjual atau membeli BUMN dalam perekonomian suatu negara yang sedang berkembang, pemerintah ataupun investor harus yakin memiliki seseorang untuk membuat suatu terobosan yang berarti dalam mengelola BUMN. Kegagalan untuk menemukan pemimpin yang mampu memimpin transisi dapat mengakibatkan kinerja yang buruk. Pengembangan dan pelatihan terhadap manajerial untuk mengelola perusahaan yang baru diprivatisasi telah diabaikan dalam literatur privatisasi di sebagian besar negara-negara berkembang. 126 Dengan
124
Ichsanuddin Noersy, Issues and Perspectives of Privatization, Global Justice Update- Volume VI - 2nd Edition - July 2008 and Global Justice Update, Volume 6, Special Edition2008 125 William L. Megginsonand Jeffry M. Netter, Op.Cit, hlm. 17-18 126 Constant D. Beugre, Op.Cit, hlm. 9-10
demikian faktor leadership juga menjadi suatu hal yang tidak bisa dinafikan dalam pelaksanaan privatisasi BUMN. Manajemen BUMN harus memahami bahwa setelah privatisasi dilakukan, pengawasan bukan hanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang akan menanamkan modalnya ke BUMN tersebut. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta mampu menerapkan prinsip-prinsip GCG. Pada masa-masa yang akan datang, BUMN akan dihadapkan dengan persaingan global, dimana batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki oleh produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh karenanya, BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan pasar, bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global. Dengan kebijakan privatisasi BUMN, terutama dengan metode go public diharapkan BUMN mampu menarik investor baik dari dalam maupun luar negeri sehingga mempunyai akses yang lebih baik di pasar global. 127 Jean Jacques Rosa menyebutkan privatisasi sebagai sebuah misteri dalam sistem pemerintahan. Misteri tersebut dapat diselesaikan jika pemerintah mempunyai motif yang sama dengan motif dari investor swasta dalam mengawasai berlangsungnya privatisasi perusahaan BUMN yang didasarkan kepada satu kepentingan untuk memberikan keuntungan kepada pemegang saham dan mengelola dengan baik sumber daya yang ada. Namun kasus yang sering terjadi dalam suatu pemerintahan adalah ketika nuansa kekuasaan dan politik lebih kental
127
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Loc Cit . selanjutnya disebutkan bahwa kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri. Disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Di bidang pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan customer serta para supplier. Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan terus mengembangkan diri, sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dengan harga yang kompetitif.
dibandingkan pencapaian idealisme perusahaan, pemerintah banyak melakukan praktik berbagi kepada para pendukung politiknya dengan harapan mendapatkan peluang untuk didukung dan dipilih kembali sebagai pihak yang berkuasa di pemerintahan. 128 Paparan yang diungkap Jean di atas tentu menjadi momok dalam pengelolaan privatisasi BUMN, ketidaksamaan visi antara investor dan pemerintah tidak memberikan harapan terhadap BUMN untuk mendapatkan investor yang diharapkan dapat membawa angin segar atas keberlangsungan perusahaan. Prinsip-prinsip ideal dalam pengelolaan perusahaan yang tertuang dalam GCG harus dijadikan komitmen bagi pemerintah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan apa yang menjadi tujuan pembentukan BUMN, dengan demikian pemerintah harus mampu melepaskan belenggu politik dalam melaksanakan tugasnya dalam mengemban amanah rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan melalui pengelolaan BUMN yang baik. Pengelolaan yang baik pada pelaksanaan privatisasi BUMN adalah wujud keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat, jika hal ini dapat terwujud akan berdampak terhadap iklim investasi yang kondusif dalam dunia usaha di Indonesia khususnya terhadap keberlangsungan usaha BUMN yang mempunyai dampak yang luas bagi rakyat Indonesia. Namun realitas saat ini belum menunjukkan hal yang ideal untuk menuju ke arah yang diinginkan, sehingga butuh sistem pengawasan yang sistematis dan terukur dalam upaya mengarahkan pengelolaan BUMN yang pro rakyat. Dengan demikian kebijakan memprivatisasi BUMN menjadi langkah yang optimal untuk menarik investor dalam menanamkan berbagai
128
Jean-Jacques Rosa and Edouard Pérard, “When to privatize? When to nationalize? A competition for ownership approach” , Makalah disampaikan pada konferensi "Peran Negara dalam Pelayanan Publik", Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Singapura, September 2007, dan pada Konferensi Internasional ke-31 dari Asosiasi Internasional untuk Ekonomi Energi (IAEE), Istanbul, Juni 2008. Juga dipresentasikan pada "Paris Keuangan Internasional Meeting Affi-EUROFIDAI", Desember 2007; dan di "European Association Manajemen Keuangan Pertemuan Tahunan 2008", Athena, Juni 2008.
bentuk investasi yang diharapkan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan perekonomian Indonesia. 4. Potensi penyimpangan Syarat utama agar pembangunan ekonomi bisa terus berjalan berkesinambungan adalah dengan menciptakan kondisi stabilitas politik yang mantap. Dalam konteks ini intervensi pemerintah menjadi sangat menonjol sehingga kekuasaan pemerintah relatif besar sehingga rawan terhadap penyelewengan wewenang. 129 BUMN memainkan peran yang sangat strategis dalam hal menjalankan fungsi produksi dan distribusi barang dan jasa, namun demikian perlu disadari bahwa pada dasarnya BUMN hadir sebagai business entity yang memainkan peran sebagai stabilisator perekonomian di Indonesia, disamping perannya sebagai agent of development. Dibyo Sumantri mengungkapkan bahwa penyimpangan dalam pengelolaan BUMN sejauh ini tampaknya memang masih menjadi “sympton”yang perlu segera diobati. Mengingat “sympton” ini potensial terjadi dikalangan pengelola perusahaan, jajaran manajemen maupun dilakukan oleh pemegang saham dan karyawan, atau bahkan mungkin sekali terjadi akibat campur tangan dari pihak-pihak luar perusahaan yang tidak dapat dicegah oleh direksi. Selanjutnya Dibyo menyatakan bahwa sinyalemen dari Masyarakat Transparansi Indonesia akhir-akhir ini memang perlu dicermati semua pihak. Ditegaskan bahwa selama ini proses pemilihan direksi BUMN masih tersisa sistem KKN, antara lain berupa ‘titipan’ dari pejabat
129
2009)
Yustika, A.E.. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
yang notabene tidak sesuai dengan kebijakan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) . 130 Penyimpangan policy direction yang merugikan BUMN sering terjadi akibat keterlibatan birokrasi dengan kepentingannya. Policy direction yang merugikan timbul karena adanya kepentingan elite BUMN yang muncul melalui kebijakan-kebijakan yang formal. Tidak sedikit birokrat di BUMN yang sulit membedakan dirinya sebagai birokrat atau profesional perusahaan, sehingga menimbulkan political cost yang sulit diukur. Aset yang besar dan tidak disertai dengan optimalisasi manfaat yang akan didapatkan akan berakibat over-investment dan pemborosan yang membebani BUMN itu sendiri. Selanjutnya kemudahan dari negara dalam bentuk subsidi yang diberikan kepada BUMN setara dengan cost bagi rakyat banyak. Murat Cokgezen mengemukakan bahwa meskipun pembangunan ekonomi suatu bangsa atau daerah adalah salah satu motivasi ekonomi utama di balik pembentukan BUMN, di banyak negara mereka ditugaskan untuk target politik dan sosial baru oleh para politisi yang bertentangan dengan orang-orang ekonomi. Mengejar beberapa tujuan dengan memaksa para pengelola BUMN mengorbankan tujuan ekonomi untuk mencapai apa yang menjadi tujuan kelompoknya. Oleh karena itu, di akhir tahun 1970-an, kontribusi perusahaan publik untuk pembangunan ekonomi dan sosial telah dipertanyakan. Mereka dikritik sebagai sumber inefisiensi ekonomi dan hambatan bagi pembangunan ekonomi dalam suatu negara. 131
130
Dibyo Sumantri Priambodo, “Perjalanan panjang dan berliku: refleksi BUMN, 19932003”,(Yogyakarta : media Pressindo, 2004) hlm 67-68. Selanjutnya disebutkan bahwa meskipun tanpa “syak wasangka” sebelumnya namun pemegang saham, direksi, manajemen maupun karyawan berpotensi memasukkan kepentingan individu. Misalnya saja dalam kontrak atas nama perusahaan melalui praktik pengutipan komisi atau mark up nilai kontrak. Bahkan tidak jarang terjadi “perusahaan dalam perusahaan” sehingga kondisinya seperti yang kita rasakan saat ini bahwa hulu dari berbagai penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan tidak lain adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan muaranya adalah uang dan kekuasaan. 131 Murat Cokgezen,”State Owned Enterprises, Entrepreneurshipand Local Development: A Case From Turkey”, European Jurnal of Economic and Political Studies. Eps – 4 , 2011. hlm 2
Manajemen BUMN dapat memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi, karena BUMN memiliki posisi yang strategis dan berstatus natural monopoli, sehingga pendapatan bersumber dari captive market yang jarang dimiliki oleh swasta. BUMN sebagai agent of development boleh boros atas nama pembangunan, hal ini membuka peluang besar terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan BUMN. Kebocoran dan penyimpangan yang sering terjadi di BUMN antara lain (1) Munculnya pos pengeluaran fiktif untuk menampung political cost (2) Lahirnya biaya yang tidak relevan dengan core business BUMN (3) Biaya-biaya yang dikeluarkan tidak mengandung kewajaran dari aspek bisnis normal yang berakibat BUMN terjebak bisnis berbiaya tinggi (4) Over investment yang terus menerus menimbulkan cost yang terus menerus ditanggung selama hidup BUMN. 132 Perlakuan istimewa negara kepada BUMN menjadikannya tidak peka terhadap lingkungan usahanya, lemah dalam persaingan, tidak lincah dalam bertindak, lamban mengambil keputusan, sehingga hilangnya momentum yang berakhir pada kerugian. Keistimewaan yang diberikan birokrasi seharusnya dikompensasi dengan memberikan kemudahan kepada pihak lain
132
I b i d, Lihat juga Setyo Utomo, “Pencegahan Tindak Pidana Korupsi pada Jasa Konsultasi”, Materi disampaikan dalam Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) tentang “Permasalahan Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa Konsultasi dan Pencegahan Korupsi di Lingkungan Instansi Pemerintah”, yang diselenggarakan di Balai Sidang Djokosoetono Gedung F Lantai 2 FH-UI Depok, Selasa 22 Juni 2010. Disebutkan bahwa Pada umumnya sektor-sektor rawan yang sering menimbulkan penyimpangan dan merugikan keuangan negara yang dilakukan di lingkungan Badan Hukum Milik Negara, antara lain terkait dengan : Pengadaaan jasa, Penyaluran dana Bantuan Operasional, Perbaikan sarana dan prasarana, Harga/nilai kontrak terlalu tinggi (mark up dalam pengadaan barang dan jasa), Penetapan pemenang lelang tidak sesuai ketentuan yang berindikasi suap atau ditetapkan oleh pengurus atau pengawas pada bagian pengadaan barang dan jasa Badan Hukum Milik Negara, Pembayaran fiktif, Pemalsuan surat/dokumen sebagai sarana penyimpangan penggunaan anggaran Badan Hukum Milik Negara, Manipulasi penggunaan barang/dana, Manipulasi biaya pembebasan tanah, Realisasi pekerjaan tidak sesuai kontrak yang merugikan Badan Hukum Milik Negara, Penggelapan uang, Manipulasi gaji pegawai, Pungutan tidak sah, Penyalahgunaan biaya perjalanan dinas, Penyalahgunaan wewenang.
melalui policy direction yang menjadi political cost bagi BUMN. Keterlibatan birokrasi dalam BUMN yang berlangsung lama sering menyulitkan direksi untuk bertindak objektif. 133 Pengelolaan BUMN sebagai perusahaan negara hendaknya memperhatikan prinsipprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik guna terwujudnya GCG. Asasasas umum tersebut merupakan ground idea dan harus menjadi kerangka acuan atau frame of reference yang membatasi di dalam setiap pengelolaan keuangan Negara, agar dapat lebih terarah dan dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek hukum (situationsgebundenheit) 134, mengingat kesemua asas-asas umum tersebut telah diimplementasikan ke dalam regulasi yang mengatur tentang pengelolaan keuangan negara. Marwan Effendi mengungkapkan bahwa Khusus untuk lingkungan Badan Usaha Milik Negara, asas-asas umum tersebut tidak hanya sekedar menjadi kerangka acuan dan pembatas di dalam pengelolaan keuangan negara, tetapi lebih jauh lagi adalah dalam upaya untuk mewujudkan good governance dan clean goverment. 135 Dari berbagai penyelewengan dan penyimpangan yang terjadi dalam pengelolan BUMN dapat diambil pelajaran bahwa dalam menjalankan roda organisasi perusahaan negara harus mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemilik atau pemegang saham dengan kepentingan stakeholder lainnya. Sehingga pada masa-masa yang akan datang tidak terjadi benturan kepentingan, dengan demikian para pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah, pemasok, pelanggan, pesaing, karyawan dan berbagai elemen lainnya termasuk 133
Artikel BUMN,http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-83088-Pengetahuan%20AkademikMateri%20Kuliah%20Sistem%20Ekonomi%20Indonesia.html, diakses tanggal 7 Februari 2015 134 Marwan Effendy, ”Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (KajianPutusan No.135/Pid/B/2004/PN.Cn. dan Putusan Sela No.343/Pid.B/2004/PN.Bgr”), Dictum,Jakarta,2005,hal.17. 135 Marwan Effendy, ”Penyimpangan Kebijakan Anggaran Oleh Pejabat Negera, BUMN dan BUMD dari Aspek Pidana”, Makalah disampaikan dalam workshop tentang Korupsi dan Penyimpangan Kebijakan Keuangan Bagi Pejabat Pemerintah Daerah/DPRD dan BUMD, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Investasi dan Keuangan bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, tanggal l2 dan 19 Agustus 2006, di Hotel Oasis Amir Lt.3,Jl. Senen Raya Kav.135-137 Jakarta Pusat. Pernah juga disampaikan dalam Workshop : ”SANKSI HUKUM PEJABAT PEMDA,DPRD DAN BUMN/BUMD” atas Hasil Audit Investigasi Terhadap Kebocoran Negara/Daerah Dalam Tipikor, yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Keuangan dan Pemerintahan dengan Sekolah Tinggi Akutansi Negara, tanggal 4 Agustus 2006,di Hotel Ibis, Kemayoran, Jakarta Pusat,hal.7-8.
masyarakat akan dapat berinteraksi secara sehat dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk itu, pengawasan Otoritas dalam pengelolaan BUMN diharapkan mampu menciptakan keseimbangan yang akan meredam benturan antara stakeholder yang ada. Dibyo Sumantri dalam tulisannya bertajuk refleksi BUMN mengemukakan bahwa patut dicermati oleh para stakeholder, aktivitas apapun jika tanpa sistem pengendalian dan pengawasan yang baik, justru akan berbuntut pada terjadinya penyimpangan sehingga merugikan kinerja BUMN termasuk didalamnya kredibilitas boord of director maupun boord of commission dalam tata kelola dan sistem pengawasannya. 136 B. Pertimbangan-Pertimbangan Tetap Diperlukannya Pengawasan Otoritas terhadap BUMN yang Diprivatisasi Pasal 33 UUD 1945 secara tersirat telah memberikan tempat kepada BUMN untuk mengelola kegiatan perekonomian yang manfaatnya harus dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia. Keterlibatan secara langsung uang negara dalam pendirian BUMN merupakan bentuk keikutsertaan Otoritas dalam keberlangsungan BUMN, dengan demikian diharapkan BUMN mampu menjadi agent of development bagi kemajuan bangsa Indonesia dimasa yang akan datang. Kajian hukum tentang BUMN oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional mengemukakan bahwa secara sederhana Pasal 33 UUD 1945 juga bermakna bahwa negara harus menjaga apa yang terkandung di dalam dirinya termasuk keselamatan, ketahanan ekonomi dan kekayaan negara dari penguasaan golongan atau pribadi tertentu, serta menguasai cabang-cabang produksi penting meliputi fasilitas umum yang kemanfaatannya digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam
136
Dibyo Sumantri Priambodo, Op.Cit, hlm 102
konsitusi maka selama itu pula keterlibatan Otoritas dalam menata perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. 137 Didirikannya BUMN diharapkan dapat menjadi pilar perekonomian Indonesia. Peran dan tugas pokok Otoritas terkait keberadaan BUMN dalam perekonomian Indonesia yakni meningkatkan efesiensi, pemerataan dan mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan utama dibentuknya BUMN tersebut. 138 Konsistensi maksud dan tujuan didirikannya BUMN haruslah tetap dilaksanakan baik oleh Otoritas maupun badan usaha yang dimiliki negara. Sebab keterlibatan Otoritas dalam mengawasi pengelolaan cabang-cabang produksi yang strategis dimaknai sebagai upaya mensejahterahkan rakyat. 1. Terdapatnya kekayaan Negara yang dipisahkan dalam BUMN Keberadaan BUMN dimaknai sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal ini secara tegas disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya Pasal 1 angka (10) menyebutkan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.
137137
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit, hlm. 2, selanjutnya disebutkan bahwa Penguasaan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagihajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. Kekuasaandisini dalam arti luas adalah kekuasaan dalam pengendalian, kontrol,pengaturan dan pengelolaan. Peningkatan kesejahteraan masyarakatoleh negara sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (socialpolicy) di mana pada banyak negara mencakup strategi dan upayaupayapemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya,terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakupjaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial),maupun jaring pengaman sosial (social safety nets) 138 Dewi Sri Laksmi Triman, “Memprioritaskan BUMN dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta yang Bersubsidi sebagai Solusiuntuk Mendukung Kesejahterahan Rakyat”, Majalah Ketahanan Nasional Edisi 94 Tahun 2012, hlm. 24
Terkait dengan pembinaan dan pengelolaan terhadap modal BUMN yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, maka yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. 139 Hal ini dapat dimaknai bahwa pengelolaan serta pembinaan BUMN yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan tersebut harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan bentuk usahanya, baik itu Perum maupun Persero. Kekayaan negara yang dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara, hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa Keuangan Negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. 140 Historis yuridis pengaturan keuangan negara dimulai sejak Tahun 1864 pada saat ditetapkan Indoneische Comptabiliteit Wet (ICW), yang berlaku pertama sekali pada tanggal 1 Januari 1887. Riwayat ICW tersebut terkait dengan perubahan paradigma Groundwet Nedherland 1848, yang memberikan kewenangan lebih kuat kepada parlemen untuk melakukan
139
Lihat Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Hal lain yang meliputi keuangan negara berdasarkan Pasal 2 Undang undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah : hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukanpinjaman;kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara danmembayar tagihan pihak ketiga;Penerimaan Negara;Pengeluaran Negara;Penerimaan Daerah;Pengeluaran Daerah;kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugaspemerintahan dan/atau kepentingan umum;kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikanpemerintah. 140
fungsi kontrol pada keuangan Negara. Di Hindia Belanda, pada Tahun 1917 Gubernur Jenderal memiliki kewenangan menetapkan sementara anggaran. Kemudian setelah dibentuk volksraad mulai dilakukan perintisan ke arah fungsi kontrol parlemen meskipun sampai dengan Tahun 1925 kewenangan dalam hal financiele beleid masih berada di tangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 141 Pasca Indonesia Merdeka, ICW masih diberlakukan di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan peralihan UUD 1945, sampai akhirnya diubah dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang perbendaharaan Indonesia. Bergulirnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998 menghendaki adanya perubahan terhadap regulasi yang mengatur tentang Keuangan Negara, amandemen ketiga UUD 1945 telah merubah aturan terkait Keuangan Negara. Arifin P. Soeria Atmadja mengemukakan bahwa hal ini telah membawa dampak hukum yang sangat serius bagi pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara, daerah maupun milik swasta. 142 Implikasi dari perubahan norma dasar terkait keuangan Negara tersebut telah melahirkan tiga paket Undang-Undang yang mengatur terkait keuangan Negara, yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dampak serius di bidang hukum terjadi karena disebabkan oleh perubahan UUD 1945 pada Bab VII dan Bab VIIA, maupun ketiga paket Undang- Undang yang mengatur pengertian dalam ruang lingkup keuangan Negara. Diskusi dan perdebatan terkait pegertian Keuangan Negara selalu menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan, bermula dari penafsiran yang
141
Ahmad Fikri Hadin, Op.Cit, hlm 23 Arifin P. Soeria Atmadja,“Keungan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik dan Praktik” (Jakarta : rajawali Press, 2009) hlm, 83 142
berbeda terhadap bunyi Pasal 23 UUD 1945 sebelum perubahan, yang memberikan pengertian yang tidak jelas mengenai Keuangan Negara. Terkait
penafsiran
tentang
keuangan
Negara,
Dian
Puji
Simatupang
mengklasifikasikannya menjadi tiga macam, yaitu : 143 1. Keuangan Negara diartikan secara sempit, seperti dikemukakan oleh Harun Al-Rasyid, dia berpendapat bahwa yang dimaksud dengan keuangan Negara dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 sebelum perubahan adalah keuangan Negara dalam arti sempit. 2. Keuangan Negara secara luas, seperti dikemukakan oleh mantan anggota BPK Hasan Akman, bahwa dalam kaitan dengan pertanggung jawaban keuangan Negara sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 ayat (5) UUD 1945, maka yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah Keuangan Negara dalam arti luas. Jadi pertanggung jawaban Keuangan Negara yang harus dilakukan oleh pemerintah tidak saja mengenai APBN, tetapi meliput APBD, keuangan unit usaha Negara dan pada hakekatnya seluruh kekayaan Negara. 3. Dilakukan melalui pendekatan sistematik dan teleologis atau sosiologis terhadap Keuangan Negara yang dapat memberikan penafsiran yang relatif lebih akurat sesuai dengan tujuannya. Pendekatan tersebut mengandung makna Keuangan Negara didasarkan atas tujuan atau fungsi ketentuan peraturan yang bersangkutan dalam konteks masyarakat dewasa ini. Penafsiran ini paling tampak esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai perkembangan yang ada dalam masyarakat. Terkait kekayaan negara yang dipisahkan di dalam pengelolaan BUMN, Tan Kamello berpendapat bahwa adalah anggapan hukum yang keliru jika ada yang menyatakan bahwa
143
Dian Puji N. Simatupang, “Determinasi Kebijakan Anggaran Negara”, (Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2005) hlm, 48 Lihat juga Ikhwan Fahrojih et.all, “Menggugat Peran DPR dan BPK dalam Reformasi Keuangan Negara”, (Malang : In-Trans Publishing, 2008) hlm, 23
BUMN sebagai suatu korporasi yang modalnya berasal dari APBN dan menurut UndangUndang No. 17 Tahun 2003 adalah termasuk Keuangan Negara. Tan Kamello menegaskan bahwa keuangan BUMN bukan merupakan Keuangan Negara, BUMN berdasarkan UndangUndang No. 19 Tahun 2003 adalah Perseroan yang bersifat khusus (lex specialis) dari Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, sehingga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. 144 Diskusi-diskusi terkait Undang-Undang Keuangan Negara pun kerap dilakukan guna mencari kejelasan unsur kekayaan negara dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Saat ini Mahkamah Konstitusi pun telah menyidangkan permohonan uji materiil Undang-Undang Keuangan Negara, karena perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir. Permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi diajukan oleh Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) atau Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia tentang Pengelolaan kekayaan Negara tercatat di Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013. Pasal yang diminta untuk diuji materi adalah Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sedangkan permohonan uji materiil tercatat Nomor 62/PUU-XI/2013 diajukan oleh Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara, pasal yang diminta untuk diuji materi adalah Pasal 2 huruf g dan huruf i UndangUndang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Permohonan uji materiil tersebut pada intinya
144
Tan kamello, “Kriminalisasi Perjanjian Kredit Bank”, dalam Prosiding Seminar Publik : Kriminalisasi Perjanjian Kredit Bank, Penyunting Mahmul Siregar, et.al (Medan : USU Press, 2013), hlm. 65-67
menyatakan bahwa kekayaan BUMN tidak masuk dalam lingkup keuangan negara dan BPK tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap BUMN. Dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pihak-pihak tersebut secara seluruhnya, dengan pernyataan bahwa pengertian Keuangan Negara tersebut tidak bertentangan dengan Konstitusi, karena pengertian tersebut tidak dapat dipahami hanya berdasarkan Pasal 23 UUD 1945, tetapi juga harus dipahami secara komprehensif dengan menggunakan Pasal-Pasal lainnya seperti Pasal 23C yang mengatur perlunya Undang-Undang untuk mengatur hal-hal lain tentang Keuangan Negara (yang diperlukan), serta pemahaman tentang konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang secara eksplisit dianut dalam UUD 1945, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, dan Pasal-pasal yang ada di dalamnya. Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut dibuat pada tanggal 3 Februari 2014. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim Mahkamah Konstitusi menyampaikan hal-hal sebagai berikut: 145 “Menimbang bahwa pemisahan kekayaan negara dalam BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya, harus dikaitkan dengan kerangka pemikiran tersebut. pemisahan kekayaan negara tidak dapat diartikan sebagai putusnya kaitan negara dengan BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Pemisahan kekayaan negara pada BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya hanyalah dalam rangka memudahkan pengelolaan usaha dalam rangka bisnis sehingga dapat mengikuti perkembangan dan persaingan dunia usaha dan melakukan akumulasi modal, yang memerlukan pengambilan keputusan dengan segera, namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarnannya.” “Menimbang bahwa terlepas dari permasalahan konstitusionalitas sebagaimana dipertimbangkan di atas, ternyata masih terdapat permasalahan lain yang harus dipertimbangkan, yaitu mengenai paradigma fungsi BUMN atau BUMD sebagai kepanjangan tangan dari negara, yang dilaksanakan berdasarkan paradigma bisnis (Business judgemenet rules) yang sungguh-sungguh berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan paradigma pemerintahan (government judgemenet rules). 145
Salinan Putusan MK Nomor 48 dan 62/PUU-XI/2013, Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Bahwa benar, kekayaan negara tersebut telah bertransformasi menjadi modal BUMN atau BUMD sebagai modal usaha yang pengelolaannya tunduk pada paradigma usaha (Business judgemenet rules), namun pemisahaan kekayaan negara tersebut tidak menjadikan beralih menjadikan kekayaan BUMN atau BUMD yang terlepas dari kekayaan negara, karena dari perspektif transaksi yang terjadi jelas hanya pemisahan yang tidak dapat sebagai pengalihan kepemilikan, oleh karennya tetap sebagai kekayaan negara dan dengan demikian kewenangan negara dibidang pengawasan tetap berlaku. Meskipun demikian, paradigma pengawasan negara dimaksud harus berubah, yaitu tidak lagi berdasarkan paradigma pengelolaan kekayaan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan (government judgemenet rules), melainkan berdasarkan paradigma usaha (business judgemenet rules). Oleh karenanya, menurut Mahkamah, adalah merupakan ranah kebijakan pembentuk Undang-Undang sebagaimana pengawasan tersebut diatur secara tepat sesuai dengan hakikat dan kekhususan paradigma yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, yang dengan demikian penyelenggaraan fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik dan masing-masing penyelenggara fungsi pemerintahan maupun bisnis dapat berjalan tanpa keraguan. Dengan demikian penyelenggaraan tugas negara, baik oleh pemeriksa maupun lembaga yang diperiksa berjalan efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan menciptakan good corporate governance dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.”
Salah satu hakim Mahkamah Konstisusi, Harjono menyatakaan perbedaan pendapat (dissenting opinion) terhadap perkara a quo, Hakim Harjono berpendapat bahwa hubungan negara terhadap BUMN (Persero) adalah hubungan kepemilikan sebagai pemegang saham Perseroan Terbatas yang hak dan kewajibannya tunduk pada UU Perseroan Terbatas. Negara tidak lagi mempunyai kekuasaan yang bebas terhadap sebagian kekayaan negara yang dipisahkan untuk menjadi modal perseroan karena telah dikonversi menjadi hak pemegang saham sebagaiman diatur dalam UU Perseroan Terbatas. Selanjutnya Hakim Harjono menyampaikan bahwa dengan telah dikonversi menjadi kepemilikan pemegang saham dalam persentase yang tercermin sebagai hak suara dalam RUPS dan hak untuk mendapatkan deviden, maka hubungan negara dengan kekayaan yang semula dimilikinya menjadi putus. Apabila negara dalam pembentukan Persero memisahkan kekayaannya yang berupa barang atau benda dengan nilai uang tertentu sebagai modal persero
yang kemudian dikonversi menjadi saham, maka hubungan kepemilikan negara dengan barang atau benda tersebut telah putus, artinya barang atau benda tersebut tidak lagi milik negara tetapi sebagian dari harta kekayaan persero, sebab apabila kepemilikan negara masih tetap melekat, maka negara akan mempunyai dua titel hak atas satu barang atau benda yang sama. hak pemegang saham menggantikan hak kepemilikan yang sebelumnya dipunyai oleh negara. Hal senada disampaikan Hikmahanto Juwana dalam sidang yang dilaksanakan Mahkamah Konstitusi dalam mata acara mendengarkan keterangan ahli. Berikut pendapat yang disampaikan Hikmahanto terkait modal negara yang dipisahkan dalam pengelolaan BUMN: 146 Pertama, kepada saya ditanya oleh Pemohon bagaimana secara doktrin bila uang negara dijadikan modal bagi BUMN? Apakah tetap merupakan uang negara atau telah menjadi uang BUMN yang terpisah dari uang negara? Atas pertanyaan ini ada tiga alasan dan yang merupakan pendapat saya. Pertama, adalah uang negara yang sudahdisetorkan kepada BUMN, maka tidak lagi menjadi uang negara karena negara telah mendapatkan “bukti” dari modal yang disetorkan itu dalam bentuk saham. Saya sudah sampaikan di dalam keterangan saya, visualisasi. Jika negara menyetorkan tidak dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk tanah (in breng) karena di situ akan mudah melihatnya secara nyata. Ketika negara mempunyai aset berupa tanah dan kemudian memasukkan sebagai modal, maka atas tanah tersebut BUMN dapat membaliknamakan atas nama Badan Usaha Milik Negara tersebut, dan sebagai kompensasi, maka negara akan mendapatkan saham. Adalah aneh atau janggal apabila tanah yang sudah menjadi milik dari BUMN tersebut kemudian diklaim sebagai milik dari negara. Artinya telah terjadi dua kali penghitungan, pertama adalah saham yang dimiliki oleh negara. Yang kedua adalah tanah yang memang asalnya dari negara tetapi kemudian sudah dimasukkan sebagai modal dalam Badan Usaha Milik Negara. Itu merupakan alasan pertama saya.” “Alasan kedua, kenapa keuangan BUMN tidak bisa dianggap sebagai keuangan negara? Karena keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara. Secara alamiah, mengelola keuangan negara berbeda dengan mengelola keuangan BUMN. Dalam keuangan BUMN ada neraca laba dan rugi, tapi tidak badan negara. Dalam konteks negara, negara menganggarkan dan terpenting adalah bagaimana penyerapan dari apa yang telah dianggarkan. Namun dalam 146
Risalah Sidang Perkara MK Nomor 48 DAN 62/PUU-XI/2013, Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Acara Mendengarkan Keterangan BPK, Ahli/Saksi Pemohon, dan Pemerintah, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2013
konteks BUMN, maka management (pengurus) akan mengelola uang tersebut sebagaimana layaknya badan usaha, termasuk badan usaha swasta, badan usaha milik negara tidak selalu untung. Seperti tadi sudah dikatakan oleh saksi fakta bahwa keuangan BUMN untung dan rugi dilihat dari akhir tahun, tahun fiskalnya, buku tahunan seperti apa? Sehingga tidak bisa pada waktu-waktu tertentu ada kerugian, lalu kemudian dianggap telah terjadi kerugian negara. “Bapak/Ibu Para Hakim Konstitusi yang saya hormati, saya khawatir kalau misalnya ini diteruskan, nanti orang-orang terbaik di Indonesia, para eksekutif di dunia swasta tidak akan mau masuk Badan Usaha Milik Negara karena mereka dalam membuat putusan selalu terbayang-bayang dengan masalah korupsi karena dianggap merugikan keuangan negara.” “Ketiga,secara doktrin mengategorikan keuangan BUMN sebagai keuangan negara menurut saya sudah bertentangan dengan konsep uang publik dan uang privat. Tadi secara sederhana disampaikan oleh senior saya rekan saya Prof. Erman Rajagukguk bahwa ketika beliau mendapat uang pensiun yang asalnya dari APBN uang tersebut tidak mungkin diperlakukan sebagai uang publik seterusnya. Sehingga ketika ada seorang pencopet mengambil uangnya maka si pencopet itu dituduh telah merugikan keuangan negara. Uang publik ada akhirnya, uang publik berakhir ketika uang privat dimulai. Dalam konteks BUMN, uang publik ketika masuk menjadi modal BUMN maka menjadi uang privat dan ini konsep uang publik dan uang privat diikuti dalam ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa. Kalau kita menilik Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa jelas bahwa pengadaan barang dan jasa yang diatur di situ adalah pengadaan jasa yang menggunakan uang APBN. Sehingga BUMN ketika dia menggunakan uang yang ada di BUMN tidak menggunakan ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, menurut saya janggal ketika Undang-Undang Keuangan Negara memasukkan uang BUMN menjadi uang negara.” “Selanjutnya ada pertanyaan pada saya, bagaimana dari segi sosial legal apabila keuangan BUMN sebagai keuangan negara? Saat ini potensi BUMN yang rugi dibawa ke ranah pidana seperti tadi disampaikan oleh Saksi Fakta sangat besar padahal kerugian yang dimunculkan bisa saja tidak terjadi karena ada niat maupun perbuatan jahat. Hal ini karena keuangan BUMN kalau dikategorikan atau dimasukkan dalam ranah pidana dianggap sebagai keuangan negara. Sehingga ketika BUMN merugi serta merta aparat penegak hukum akan mengatakan bahwa telah terjadi kerugian negara. Memang yang membuat kita repot adalah di dalamUndang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 2 ataupun Pasal 3 tidak ada kata-kata dengan sengaja. Sehingga mudah untuk dikatakan bahwa mengingat tidak ada kata-kata dengan disengaja maka tidak perlu dibuktikan adanya niat jahat sepanjang apa yang dilakukan melawan hukum, menguntungkan diri sendiri kalau
tidak ada diri sendiri, maka orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara meskipun tidak ada sama sekali konspirasi antara mereka yang duduk di BUMN itu dengan pihak yang mendapat keuntungan apakah itu orang lain atau korporasi, mereka ini berpotensi untuk dibawa ke ranah pidana.” “Bapak, Ibu Para Hakim Konstitusi yang saya hormati untuk kita ketahui bahwa kerugian yang diderita oleh BUMN tidak semata-mata karena adanya perbuatan jahat. Rugi bisa muncul karena keputusan bisnis (business judgment). Saya ibaratkan analogikan sebagai seorang dokter. Kapan dokter itu melakukan malpraktik yang katakanklah mengakibatkan matinya pasien dan kapan dokter itu sudah melakukan semua prosedur tetapi ujungnya memang pasiennya meninggal. Pada waktu biasanya pasca ditangani keluarga pasien akan mempermasalahkan profesionalitas dari dokter. Nah untuk bisa menentukan apakah dokter ini malpraktik atau tidak maka ada dewan kehormatan yang akan menentukan apakah prosedur yang dilakukan oleh sang dokter ini sudah terpenuhi semua bila sudah maka dia tidak bisa dipersalahkan secara pidana. Demikian juga dengan manajemen atau pengurus dari BUMN apabila ada kerugian dari perusahaan tersebut dan dia sudah melakukannya sesuai dengan prosedur yang ada, best practices, maka seharusnya tidak bisa kemudian yang bersangkutan di bawah ke ranah pidana. Di samping itu kerugian bisa juga karena masalah perdata karena perjanjian yang diwanprestasikan oleh pihak lain, sehingga sesaat mungkin muncul kerugian negara, padahal apabila kerugian karena perdata seharusnya diselesaikan secara perdata, gugat pihak yang merugikan bukan kemudian membawa management pengurus dari BUMN ke ranah pidana. Demikian juga kerugian karena masalah administratif dan seterusnya.” “Bapak, Ibu Hakim Konstitusi yang saya hormati, terlepas dari apakah uang BUMN adalah uang negara, maka untuk kita ketahui di sektor BUMN maupun swasta bisa saja terjadi, yang namanya tindak pidana korupsi. Kalau kita berkomitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi dan karena seperti tadi disampaikan oleh Prof. Erman, kita sudah meratifikasi United Nations Convention against Corruption Tahun 2003, maka seharusnya kata-kata keuangan negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pun harus dihilangkan karena itu yang akan membatasi perbuatan-perbuatan di sektor swasta, yang mengarah pada kejahatan korupsi untuk tidak bisa dijerat. Intinya adalah objek daripada tindak pidana korupsi itu, pada perbuatannya tidak pada asal uangnya. Sampai saat sekarang yang menjadi permasalahan adalah asal uangnya, bukan perbuatannya.” “Terakhir, ingin saya sampaikan bahwa bila keuangan BUMN tetap dianggap sebagai keuangan negara, maka sebagaimana tadi sudah disampaikan oleh Saksi Fakta bahwa BUMN yang harus bersaing dengan badan usaha swasta sebenarnya tidak memiliki level plan feiled yang sama. Swasta tidak akan dibayang-bayangi dengan masalah merugikan keuangan negara, tapi tidak demikian dengan Badan
Usaha Milik Negara. Lalu, bila itu yang terjadi bagaimana negara bisa berharap BUMN sebagai milik dari negara ini, menyumbang kontribusi dari pendapatan dividen kepada anggaran belanja negara.” Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait kekayaan negara, Hambra mengemukakan pendapatnya
bahwa
walaupun
keuangan
BUMN
adalah
Keuangan
Negara,
namun
pengurusannya menggunakan sistem korporasi dan tidak menggunakan sistem pemerintahan. Pengawasan oleh DPR terhadap BUMN dilakukan dengan menggunakan pendekatan korporasi dengan menempatkan BUMN sebagai sebuah korporasi. Diperlukan sebuah konsensus nasional dari berbagai pihak dalam memandang pengelolaan BUMN berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga bagi para pengemban amanah baik itu Direksi, Komisaris, RUPS, dan karyawan BUMN mendapat kejelasan dan kepastian hukum dalam melakukan pengurusan BUMN. Disamping itu BUMN dapat lebih meningkatkan peran dan konstribusi terhadap bangsa dan negara. 147 Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa untuk berjalannya ekonomi, maka perlu dilakukan sebuah perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, karena Undang-Undang ini bertentangan dengan doktrin badan hukum dan UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang tidak memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha, sehingga dalam menjalankan bisnisnya pelaku usaha ragu-ragu dalam mengambil suatu tindakan bisnis. 148 147
Hambra, “Implikasi Keuangan BUMN sebagai Keuangan Negara”, disampaikan pada seminar tentang BUMN di Bali, 8 Mei 2015 148 Erman Rajagukguk, “Perlunya Judicial Review UU Keuangan Negara dan Pembaharuan UU Anti Korupsi”, Disampaikan pada ceramah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 18 Juni 2011 dalam “Butir-Butir Hukum Ekonomi : 65 Tahun Erman Rajagukguk”, (Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Jakarta, 2011) hlm. 187. Selanjutnya disebutkan bahwa hukum akan berperan dalam pembangunan ekonomi bila bisa menciptakan tiga kualitas: predictability, stability dan fairness. Predictability artinya hukum memberikan kepastian akan suatu tindakan yang dilakukan. Kedua, stability artinya hukum dapat mengakomodir kepentingan yang saling bersaing di masyarakat. Ketiga, hukum harus dapat menciptakan fairnessyaitu keadilan. Jika tidak ada standar apa yang adil dan apa yang baik, maka dalam jangka panjang kekuasaan bisa kehilangan legitimasi.
Sebagai negara hukum, saat ini perdebatan terkait modal negara yang dipisahkan tersebut telah berkekuatan hukum sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa modal BUMN masih tetap dikategorikan sebagai kekayaan negara, sehingga pengelolaannya masih merujuk pada regulasi terkait keuangan negara dan perbendaharaan negara, serta masih memberikan kewenangan bagi BPK serta perangkat otoritas lainnya untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap keuangan BUMN. Negara selaku pemodal dalam pembentukan BUMN masih memiliki andil untuk melakukan pengawasan melalui lembaga yang telah diberi kewenangan untuk itu, walaupun sistem pengelolaannya tetap didasarkan sesuai dengan bentuk usaha BUMN tersebut. Sistem pengelolaan BUMN go public sesuai bentuk usahanya tetap mengacu pada regulasi tentang Perseroan Terbatas dan Pasar Modal dalam menjalankan rutinitas usahanya, namun sistem pengawasan ganda berlaku terhadap pengelolaan BUMN
tersebut. Selain pengawasan
berdasarkan yang sudah diatur dalam regulasi terkait Perseroan Terbatas dan Pasar Modal, otoritas masih berwenang untuk mengawasi keberlangsungannya terkait kekayaan yang dimiliki negara atas modal pembentukan BUMN tersebut. Tidak hanya sebatas pengawasan oleh otoritas saja, DPR tetap akan melakukan pengawasan terhadap BUMN terkait aksi-aksi yang dilakukan korporasi sepanjang masih terdapat kekayaan negara didalamnya. Sejak awal proses pelaksanaan privatisasi BUMN, keberadaan DPR memang sudah dilibatkan, karena hal ini menyangkut saham BUMN yang akan dialihkan kepada publik. Namun dalam pengelolaan usahanya, DPR tetap akan mengikuti aksiaksi korporasi khususnya menyangkut hal-hal yang strategis. Jika memang diperlukan DPR akan
memanggil BUMN untuk melakukan dengar pendapat sebelum melakukan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kekayaan negara. 149
2. Melindungi kepentingan masyarakat luas terkait keberadaan BUMN Pada awalnya perusahaan negara -yang merupakan cikal bakal BUMN- didirikan melalui Undang-Undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, sangat jelas ditegaskan bahwa perusahaan negara adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan. Adapun maksud dan tujuan didirikannya perusahaan negara adalah untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin - yang diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno - dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil. 150 Aminuddin Ilmar mengemukakan bahwa dengan sifat perusahaan negara yang memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum serta memupuk pendapatan, maka disini terlihat perbedaannya yang sangat mendasar dengan usaha swasta dan koperasi yang mendasarkan pemupukan keuntungan sebagai hal yang utama. Selain itu, perumusan dalam ketentuan terkait tujuan perusahaan negara tersebut jelas pula dimaksudkan untuk membangun suatu tatanan ekonomi nasional dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta
149
Wawancara langsung penulis dengan Tomy Iskak, Tenaga Ahli Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta, pada tanggal 15 April 2015. 150 Pasal 4 ayat 1 dan 2 Undang Undang No. 19 Prp tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
kesenangan kerja dalam perusahaan demi terwujudnya suatu masyarakat yang adil dan sejahtera. 151 Didirikannya sebuah usaha negara dalam bentuk perusahaan negara (state enterprises) dikarenakan adanya suatu anggapan yang sama, bahwa selalu ada sektor atau bidang yang dianggap penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta dinilai vital atau strategis, sehingga hal tersebut tidak dapat begitu saja diserahkan pengelolaanya atau keberlangsungannya kepada usaha swasta. 152 Proses terbentuknya suatu negara tidak dapat dipisahkan dari faktor keinginan dan kepentingan sekelompok manusia yang tumbuh karena adanya hubungan antar sesama manusia untuk membangun negara. Oleh karena itu negara yang dibentuk merupakan suatu organisasi yang terdiri dari kelompok manusia yang terpolakan untuk mencapai tujuan tertentu, antara lain usaha untuk mewujudkan dan menjamin kebahagiaan atau kesejahteraan lahir dan batin bagi anggota organisasi atau rakyatnya. Saat ini keberadaan BUMN diatur dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Salah satu pertimbangan Undang- Undang ini diberlakukan adalah BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam perjalanannya, peran BUMN dalam perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dirasakan belum optimal. 153 Maksud dan tujuan diberlakukannya Undang-Undang BUMN ini, selain mengejar keuntungan, Pasal 2 angka (1) sub (c) menegaskan bahwa tujuan didirikannya BUMN adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. 151
Aminuddin Ilmar, Op.Cit, hlm. 76 Sjahrir dan Mohammad Ikhsan, “Mendefinisikan Kembali Peranan Pemerintah dalam pembangunan Ekonomi”, Majalah Manajemen dan Usahawan indinesia, 1994, hlm. 9 153 Lihat konsideren menimbang poin b dan c Undang Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 152
Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, usaha yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum, namun demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan. 154 Memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang selanjutnya lebih rinci diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 terkait perekonomian nasional untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen bangsa. Dalam kaitan di atas, maka penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat merupakan hal yang harus dilakukan pemerintah. Seiring perjalanan reformasi di Indonesia, pada tahun 1998 Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN/Badan pengelolaan BUMN -saat ini Kementerian BUMN- juga berkeinginan melakukan reformasi terhadap pengelolaan BUMN di Indonesia. Rencana ini
154
Lihat penjelasan Undang Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Bandingkan dengan Aminuddin Ilmar, Op.Cit, hlm. 78. Disebutkan bahwa keinginan pemerintah untuk mengarahkan semua BUMN ke dalam BUMN bentuk Persero dengan mengukur tingkat keberhasilan BUMN melalui pengukuran secara kuantitatif dengan dasar return on investment (ROI), keseimbangan modal dan aset serta keuntungan, tanpa memperhatikan maksud dan tujuan pendirian BUMN pada awal mulanya sesuai dengan ketentuan UU No. 19 Tahun 1969 tentang Bentuk Bentuk Usaha Negara merupakan kesalahan yang sangat mendasar.
tertuang dalam masterplan Reformasi Badan Usaha Milik Negara yang telah di rancang sedemikian rupa untuk dapat meningkatkan kinerja BUMN. Reformasi di tubuh BUMN tetap berorientasi bagaimana BUMN diarahkan untuk mengamankan kepentingan masyarakat. Langkah-langkah yang dilakukan dibagi kedalam dua kategori, yaitu kerangka regulasi dan melalui proses-proses yang transparan. 155 Dalam kerangka regulasi, terdapat tujuh kategori untuk membimbing dan campur tangan terhadap perilakuperilaku perusahaan, yaitu standart harga dan jasa, pengawasan atas praktik-praktik bisnis yang tidak adil, pengaturan untuk keselamatan konsumen dan kualitas produk, karyawan mendapat manfaat dari Undang-Undang Keselamatan Kerja, kewajiban pelayanan terhadap masyarakat, institusi keuangan, dan hal-hal terkait pengelolaan perseroan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selanjutnya dalam kerangka proses-proses yang transparan dalam pengelolaan BUMN merupakan inti dari kesuksesan program privatisasi BUMN. Pemerintah berkewajiban untuk membuat peraturan terkait privatisasi yang bukan hanya sebaik mungkin, tetapi juga didasarkan kepada kepentingan masyarakat. Hal tersebut harus dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut : a. Jaminan bahwa kepentingan nasional yang akan dicapai berasal dari adanya seleksi yang berhati-hati atas metode privatisasi yang terbaik bagi setiap perseroan. b. Tujuan dilakukannya seleksi terhadap mitra bisnis adalah untuk memilih mitra bisnis yang catatan kinerja dan komitmennya luar biasa. Cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah mempergunakan proses privatisasi yang disiapkan secara profesional, transparan dan kompetitif.
155
Masterplan Reformasi Badan Usaha Milik Negara, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN / Badan Pengelolaan BuUMN (Jakarta : Perum Percetakan Uang RI, 1998) hlm. 17-18
c. Proses tersebut umumnya meliputi : penunjukan penasehat profesional yang mengetahui industri tersebut; penilaian akan kebutuhan bangsa; sektor; perusahaan dan pelanggannya; konsultasi penuh dengan perusahaan dan pihak lain yang berminat; memastikan bahwa sistem persaingan rezim dan regulasi adalah jelas dan adil; publisitas mengenai privatisasi tersebut termasuk iklan dalam jurnal profesional dan surat kabar; pengiriman undangan kepada calon penawar untuk menyatakan minat; undangan tender bagi penawar berkualifikasi yang masuk dalam short list; evaluasi tender; dan negosiasi dengan penawar tertinggi. Keseluruhan prinsip-prinsip tersebut di atas merupakan langkah-langkah konkrit keinginan untuk dapat menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang profesional dan mempunyai integritas yang tinggi dalam mewujudkan kepentingan bangsa dan negara, terutama kepentingan publik untuk menciptakan kesejahteraan sosial. Masterplan yang sudah dipersiapkan untuk meningkatkan kinerja BUMN merupakan langkah maju untuk meningkatan daya saing BUMN, baik di pentas nasional maupun internasional. Namun mengingat ini masih sebuah rencana, implikasinya harus dapat berbanding lurus dengan apa yang telah direncanakan. Terlepas dari itu semua, keberadaan BUMN masih menyimpan harapan yang besar bagi rakyat Indonesia untuk dapat merasakan dampak dari keberadaannya. Terkait privatisasi yang akan dilaksanakan terhadap BUMN, Studi telah membandingkan kinerja
perusahaan
individu
sebelum
dan
sesudah
mereka
diprivatisasi
umumnya
menguntungkan untuk dilakukan privatisasi. Dalam hal kinerja terjadi peningkatan dalam ukuran dan pengaruh, namun demikian juga memiliki beberapa permasalahan. Bahkan pengukuran kinerja relative sulit (misalnya, tingkat pengembalian mungkin naik karena aset yang ditulis).
Mengingat bahwa privatisasi adalah keputusan sosial, itu adalah konsekuensi bagi kesejahteraan ekonomi (total surplus), daripada keuntungan belaka. 156 Sebagaimana disampaikan sebelumnya, bahwa pertimbangan untuk memberlakukan Undang-Undang tentang BUMN ini adalah bahwa peran BUMN dalam perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat dianggap belum optimal. Untuk dapat mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional. 3. Upaya mendukung fungsi BUMN sebagai Agent of Development Sejak dekade pertama revolusi kemerdekaan sampai dengan sekarang, BUMN telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional. Melihat ke masa-masa awal kemerdekaan, ketika sektor usaha swasta belum efektif bekerja akibat situasi politik dan ekonomi pasca perjuangan kemerdekaan yang belum tertata, maka BUMN menjadi tumpuan bagi program penyediaan barang dan jasa serta infrastruktur lainnya oleh pemerintah. Saat itu bisa dikatakan BUMN menjadi soko guru bagi perekonomian dan pembangunan nasional. 157 Dimasa berikutnya, peranan BUMN masih signifikan bagi pembangunan perekonomian nasional. BUMN misalnya mengambil peran yang signifikan bagi pembangunan sektor-sektor yang belum berkembang dan belum disentuh oleh perusahaan swasta. Sehingga banyak penugasan-penugasan pemerintah yang diberikan kepada BUMN untuk melaksanakan proyekproyek perintis pembangunan yang memunculkan istilah BUMN sebagai agen pembangunan dengan segala kelebihan dan kelemahannya serta berbagai kontroversi yang menyertainya. 158
156
Mc. Fetridge, “The Economicsof Privatization”, C.D. Howe Institute, Benefactors Lecture, Toronto, October 22, 1997, hlm. 14. 157 Mahmuddin Yasin, Op.Cit, hlm. 61 158 Ibid
Penugasan-penugasan
tersebut
memperlihatkan
peranan
BUMN
sebagai
agen
pembangunan (agent of Development), yang tidak hanya memikirkan profit semata melainkan juga melayani kepentingan publik melalui pembangunan proyek-proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat. Disaat yang sama, BUMN juga merupakan sumber pendapatan bagi negara, memiliki jumlah aset cukup besar dengan skala dan jenis usaha yang bervariasi, serta mempunyai wilayah operasi yang tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia. Dibyo Soemantri mengungkapkan bahwa sebagai suatu organisasi, BUMN memang memiliki sifat yang unik. Disatu pihak, sebagai agen pembangunan dituntut mengemban kebijaksanaan dan program pemerintah, sementara itu di sisi lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial yang beroperasi berdasarkan kaidah dan prisnsip-prinsip usaha yang sehat. Dalam beberapa hal “ambivalensi” kedua fungsi tersebut seringkali kurang bisa berjalan selaras, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbulnya kerancuan persepsi dalam jajaran manajemen BUMN yang berakibat menyulitkan manajemen dalam menentukan langka-langkah strategis maupun operasional. 159 Dalam menjalankan misinya sebagai agent of development BUMN masih mendapat berbagai kemudahan dari pemerintah, misalnya subsidi dalam anggaran, pajak, bea masuk, bunga kredit. Sepanjang Repelita yang sudah pernah dilaksanakan dalam lima tahap di era pemerintahan Presiden Soeharto, dana pemerintah yang dialokasikan kepada pengelolaan BUMN telah mencapai Rp. 55 triliun. Namun dengan adanya kebijaksaan deregulasi dan debirokratisasi akhir-akhir ini tentunya diharapkan bagi masing-masing BUMN untuk segera berbenah diri sehingga tercapai efisiensi yang optimal, efektif, produktif dan dikelola secara propesional,
159
Dibyo Soemantri Priambodo, “Perjalanan Panjang yang berliku, Refleksi BUMN 1993-2003, sebuah catatan tentang peristiwa, pandangan, dan renungan dalam Satu Darawarsa” (Yogyakarta : Media Pressindo, 2004) hlm. 7-8
sehingga suatu saat nanti BUMN akan mampu bersaing secara sehat, kendati segala bentuk kemudahan secara berangsur-angsur ditiadakan. 160 BUMN diharapkan bisa berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara, serta memberikan motivasi dan inovasi bagi seluruh sektor ekonomi, serta mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, baik usaha mikro maupun usaha kecil menengah yang dimasa krisis ekonomi merupakan andalan yang bisa menjaga stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu dibutuhkan konsep yang konkrit dalam upaya memetakan dan menganalisis BUMN pasca krisis ekonomi tahun 1997, agar BUMN mempunyai daya saing yang tinggi serta bisa melaksanakan peran-peran pembangunannya. Muchayat 161 mengemukakan bahwa BUMN harus diperankan dalam penyediaan infrastruktur sebagai modal utama pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan infrastruktur nasional dapat dibagi secara wilayah dalam tiga kategori, pertama, pengembangan infrastruktur dikawasan yang telah berkembang. Untuk wilayah ini strategi penyediaan infrastruktur diarahkan untuk memenuhi tuntutan daya saing seiring tuntutan pertumbuhan dengan memperbesar pemanfaatan sumber dana swasta disamping dana pemerintah. Kedua, penyediaan infrasruktur di wilayah mulai berkembang, antara lain meliputi pulau Kalimantan dan Sulawesi, dimana pertumbuhan ekonominya dicirikan oleh kegiatan-kegiatan baru yang mulai berkembang. Ketiga, penyediaan infrastruktur di kawasan pengembangan baru, meliputi kepulauan Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur, dimana pemanfaatan secara besar-besaran sumber daya alam terutama lahan pertanian, sumber daya air dan potensi kelautan masih memerlukan dukungan pengembangan sistem transportasi terpadu, (laut, darat, dan udara) dengan pendanaan infrastruktur yang mengandalkan terutama kemampuan pemerintah pusat maupun daerah.
160 161
Ibid Muchayat, Op.Cit, hlm. 14-15
Dalam pelaksanaannya pembangunan infrastruktur tersebut tidak selalu berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan ketiadaan dan inkonsistensi dalam implementasi rencana tata ruang suatu daerah, masalah pengadaan tanah dan tumpang tindih peraturan. Kondisi ini ditandai antara lain, munculnya konflik pemanfaatan ruang antar sektor dan antar daerah yang berbatasan, terhambatnya pembangunan karena konflik tanah dan kemacetan di jalur-jalur regional utama dan di daerah perkotaan. Program privatisasi yang dicanangkan pemerintah diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menjamin terjadinya perbaikan yang berkesinambungan dalam pertumbuhan, efesiensi dan keuntungan BUMN dalam menunjang pemulihan keadaan ekonomi, kesejahteraan serta untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap konsumen. Hal ini merupakan sasaran nasional pemerintah terkait program privatisasi yang tertuang dalam Masterplan Reformasi Badan Usaha Milik Negara. Sehingga pertumbuhan ekonomi serta pembangunan di Indonesia memiliki harapan yang besar terhadap program privatisasi yang dilakukan terhadap BUMN. 162 Hal senada kemukakan Loizos Heracleous, bahwa privatisasi seyogianya mampu untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu meningkatkan modal swasta untuk pembangunan infrastruktur, meringankan beban fiskal negara, atau meningkatkan kualitas pelayanan dan mengurangi harga untuk konsumen. 163 Riant Nugroho mengemukakan bahwa arah pembangunan BUMN yang dirintis pemerintah sejak dibentuknya Kantor Menteri BUMN pada tahun 1998 hingga saat ini dinilai sudah tepat, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan lebih fokus, terutama dalam konteks restrukturisasi dan privatisasi, sehingga benar-benar mampu meningkatkan corporate value dari BUMN. Restrukturisasi tidak dapat dinilai sebagai hal yang sudah selesai, karena BUMN berada 162
Masterplan Reformasi Badan Usaha Milik Negara, Op.Cit, hlm. 7 Loizos Heracleous, “State Ownership, Privatization and Performancein Singapore: An Exploratory Studyfrom a Strategic Management Perspective”, Asia Pacific Journal of Management, 18, 69–81, 2001, hlm. 75 163
dilingkungan yang berubah, sehingga restrukturisasi merupakan agenda melekat bagi setiap BUMN dalam rangka menjadikan dirinya sebagai korporasi yang adaptif. 164 William mengemukakan bahwa pemerintah biasanya mengadopsi program privatisasi dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan, dan dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi perusahaan milik negara, sebagian besar juga berharap bahwa privatisasi dilaksanakan melalui penawaran saham publik akan mengembangkan pasar saham nasional mereka. Sebuah penelitian di bidang ekonomi lebih menguatkan untuk mendorong negara-negara melakukan program privatisasi ini dengan memberikan keyakinan antara hubungan langsung antara pengembangan pasar modal dan pertumbuhan ekonomi. 165 Agenda terpenting untuk menatap langkah BUMN kedepan adalah memperkuat pemahaman bahwa BUMN merupakan pelaku ekonomi nasional yang ikut menentukan arah pembangunan ekonomi Indonesia dimasa-masa yang akan datang, termasuk menjadi penggerak utama pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, kebijakan yang berkenaan dengan BUMN harus benar-benar membawa nilai-nilai untuk sedapat mungkin menjadikan pengelolaan BUMN diperuntukkan bagi kepentingan nasional, bukan untuk kepentingan sekelompok ataupun segelintir orang saja. Dengan demikian program pemerintah untuk melaksanakan privatisasi BUMN harus sejalan dengan arah pembangunan serta pertumbuhan perekonomian nasional. Sehingga BUMN yang sudah diprivatisasi dalam pengelolaannya harus dapat menghasilkan out put yang sesuai dengan tujuan awal pembentukannya. Kondisi inilah yang mendasari 164
BUMN dalam
Riant Nugroho D dan Ricky Siahaan, “ BUMN Imdonesia : Issue, Kebijakan, dan Strategi “, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2005) hlm.xxvi 165 William L. Megginson&Maria K. Boutchkova, “The Impact of Privatization on Capital Market Development andIndividual Share Ownership”Makalah Disampaikan pada The Third FIBV Global Emerging Markets Conference & ExhibitionFederation of International Stock ExchangesIstanbul, TurkeyApril 2000&The Thirteenth Plenary Session of the Advisory Group on PrivatisationOrganization for Economic Cooperation & DevelopmentParis, FranceSeptember 1999. hlm. 5
pengelolaannya harus tetap mendapat pengawasan dari otoritas, misi yang diemban sebagai agent of development harus menjadikan BUMN sebagai wujud badan usaha yang sehat, efesien dan profesional. C. Analisis Perbandingan Peran Pemerintah dalam Pengawasan BUMN BUMN di Indonesia sebenarnya tidak kalah jika dibandingkan dengan negara lain apabila dilihat dari aset yang dimiliki. Muchayat 166 mengemukakan bahwa sejauh ini total aset yang dimiliki oleh BUMN Indonesia mencapai sekitar Rp. 2.200 triliun yang tersebar dalam berbagai sektor bisnis. Sementara itu, aset BUMN negara tetangga seperti halnya Temasek di Singapura serta Khasanah Nasional Berhad dan Petronas di Malaysia sedikit di bawah BUMN Indonesia. Walaupun dari segi aset Temasek dan Petronas masih di bawah Indonesia, namun perusahaan perusahaan negara mereka mampu mencatat kinerja yang gemilang. Jika dibandingkan dengan BUMN di Indonesia, perolehan Petronas mencapai 70% dari keseluruhan pendapatan perusahaan-perusahaan milik pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu BUMN pemerintah Singapura, Temasek, hanya memiliki 50 perusahaan. Dengan jumlah itu, perusahaan yang berada di bawah kendali pemerintah Singapura itu mampu mencatat kinerja yang kurang lebih sama dengan BUMN di Indonesia. Riant Nugroho berpendapat bahwa ada satu kesamaan yang membuat kedua BUMN tersebut unggul, yaitu BUMN di Malaysia dan Singapura
dianggap, diperlakukan, dan
berperilaku sebagai perusahaan, dan bukan “milik” atau “bagian” dari birokrasi pemerintah. Mereka diberlakukan sama dengan perusahaan-perusahaan swasta. Artinya, birokrasi politik
166
Muchayat, Op.Cit, hlm. 120
tidak melakukan intervensi yang berlebihan terhadap BUMN. Di Malaysia misalnya, Petronas tidak di audit oleh “BPK” atau “BPKP” nya Malaysia, melainkan oleh auditor independen. 167 Pengelolaan Temasek di Singapura dan Petronas di Malaysia akan dijadikan perbandingan
khususnya
terkait
pengawasan
otoritas
masing-masing
negara
dalam
keberlangsungan BUMN mereka. Kunjungan langsung ke masing-masing kantor BUMN tersebut sudah dilakukan dalam rangka penelitian ini, baik Petronas di Malaysia dan Temasek di Singapura. 168 Namun kedua BUMN tersebut tidak memberikan rincian-rincian data perusahaan mereka secara detail, tetapi secara umum telah memberikan gambaran pengelolaan perusahaan mereka dan bagaimana otoritas mengawasinya, serta memberikan arahan melalui official untuk melihat Temasek Review bagi Temasek Hodings dan Annual Report untuk Petronas sebagai bahan yang dapat dijadikan acuan atas penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pengelolaan perusahaan milik pemerintah Singapura dan Malaysia tersebut.
1. Temasek Holdingss di Singapura Temasek Holdingss adalah BUMN Singapura yang didirikan pada tahun 1974 oleh Pemerintah Singapura. BUMN ini bergerak dalam bidang investasi. Didukung dengan 11 kantor secara global di beberapa negara Asia, termasuk di Jakarta, Indonesia, bahkan juga berada di London yang mulai beraktivitas pada bulan Maret 2014 dan kantor yang berada di New York
167
Riant Nugroho D dan Ricky Siahaan, “ BUMN Imdonesia : Issue.........., Op.Cit, hlm. xxiii-xxiv. Selanjutnya disebutkan bahwa di Indonesia seringkali bukan bisnisnya yang tidak saja inefisien, namun juga auditnya. Jika di swasta hanya ada satu kali audit, maka di BUMN bisa sampai lima kali audit. Secara yuridis, dapat saja diberikan pembenaran : agar tidak terjadi penyelewengan. Tetapi apakah ada jaminan bahwa “multipel-audit” ini menutup seluruh kemungkinan penyelewengan, termasuk oleh si pemeriksa sendiri? 168 Penulis telah melakukan kunjungan langsung ke kantor Petronas di Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 31 Maret 2015, dan ke kantor Temasek Holding di Orchad Road, Singapura pada tanggal 1 April 2015. Menindaklanjuti kunjungan yang dilakukan penulis, selanjutnya beberapa kali penulis telah berkirim email kepada kedua BUMN tersebut untuk memintai keterangan-keterangan lebih lanjut.
yang mulai aktif sejak bulan Juni 2014 lalu. 169 Temasek Holdingss semakin melebarkan sayapnya berekspansi investasi merambah Eropa dan Asia. Hal ini sejalan dengan tema investasi yang juga menjadi target pencapaian Temasek Holdingss, yaitu Transformasi Ekonomi, Menumbuhkan Pendapatan Masyarakat Menengah, Mencapai Keuntungan Komparatif yang lebih baik, dan Tampil sebagai Sang Juara. 170 Perusahaan milik Pemerintah Singapura ini menegaskan bahwa saat ini saham Temasek Holdings dimiliki secara penuh oleh Departemen Keuangan Singapura. Walaupun dimiliki oleh Pemerintah Singapura, namun pengelolaannya tidak dilakukan oleh Pemerintah Singapura. 171 Investasi yang dikelola oleh Temasek Holdings merambah banyak bidang, yaitu: 172 a. Keuangan dan Perbankan (DBS Bank, PT. Bank Danamon Indonesia (link), Bank of China, Hana Financial, ICICI Bank, Fullerton Fun Management, China Minsheng Banking, China Construction Bank, NIB Bank Pakistan) b. Telekomunikasi dan Media (Singapore Telecommunications, ST Telemedia (link), MediaCorp, mbTelesystem, Telekom Malaysia, Indosat, Telkomsel) c. Multi-Industri (Singapore Technologies (link), Kepel Corporation (link), SembCorp Industries (link)) d. Transportasi & Logistik (PSA International, Airport Authority of Thailand, SIA, Jetstar Asia Airways, Qantas, Tiger Airways, Spice Jet, Neptune Orient Lines, SMRT Corporation, SembCorp Logistic (link))
169
Temasek Review 2014, Our Journey has Begun, 40 Years Temasek. Temasek, hlm. 13 http://www.temasek.com.sg/diakses tanggal 5 April 2015 171 Penjelasan langsung Official Temasek Holding pada saat kunjungan penulis ke kantor Temasek Holding, Orchar Road – Singapura pada tanggal 1 April 2015 172 http://www.temasek.com.sg/ diakses tanggal 5 April 2015 170
e. Property (Capital Land (link), Mapleetee Investment (link), Keppel Land (link), The Ascott Group (link), Raffles Holdings (link)) f. Infrastruktur dan Rekayasa (Keppel Offshore and Marine, Singapore Technologies Engineering (link), SembCorp Marine (link)) g. Utilitas (Singapore Power (link), Power Seraya (link), Tuas Power (link), Senoko Power(link), SembCorp Utilities, City Gas, Gas Supply, China Power) h. Farmasi (Quintles, Martrix Laboratories) i. Lain-lainnya (Chartered Semiconductor Manufacturing (link), Statas ChipPAC (link), Wildlife Reserves Singapore (link), Aetos Security Managmenet (link), MPlant (link), Mahindra & Mahindra, Amtel Holland Holdings, Shin Corporation) Dari sejumlah perusahaan yang dimiliki sahamnya oleh Temasek Holdings tersebut, beberapa di antaranya merupakan Temasek Link Companies (TLC). Untuk mencapai tujuannya, Temasek memiliki prinsip-prinsip yang menjadi petunjuk sikap yang merupakan acuan perusahaan dalam pengelolaannya. Pinsip-prinsip pengelolaan ini dirangkum dalam Temasek Charter. Temasek Charter mengulas tentang identitas perusahaan, dalam hal ini Temasek Holdings, apa yang harus mereka lakukan sebagai inestor dan pemegang saham aktif dan terpercaya. Sebagai sebuah lembaga, Temasek memiliki nilai-nilai yang menjadi filosofi mereka, yaitu MERITT, yang merupakan istilah untuk: 1. Meritocracy / meritokrasi keadilan dan objektivitas dalam menilai kontribusi dan kinerja 2. Excellence / keunggulan penuh semangat berkomitmen untuk belajar
3. Respect / saling menghormati memperlakukan sesama sebagaimana kami ingin diperlakukan 4. Integrity / integritas jujur kepada diri kami sendiri, kepada profesi kami, kepada institusi kami, dan kepada stakeholders. 5. Teamwork saling menghargai dan bekerja sama dan saling melengkapi 6. Trust / kepercayaan membudayakan sikap saling mendukung dan saling percaya Total return sejak berdiri tahun 1974 adalah 16% gabungan tahunan. Temasek telah mendapatkan rating korporate ‘Aaa’ oleh Moody’s dan ‘AAA’ oleh Standard & Poor’s. Dewan Pengurus Temasek terdiri dari komite-komite, masing-masing dipimpin oleh seorang Direktur non-eksekutif yang independen dari manajemen yang dibentuk dengan otoritas yang sudah didelegasikan sebagai berikut : 173 a. Komite Eksekutif (Executive Committee – Exco) : memiliki wewenang untuk menyetujui investasi baru dan keputusan divestasi sampai batas yang ditetapkan. Di luar batas itu, transaksi akan dipertimbangkan oleh Dewan. Notulen rapat Exco dilaporkan kepada Dewan. b. Komite Audit (Audit Committee – AC) : Terdiri hanya direktur independen, peran AC adalah untuk mendukung Dewan dalam tanggung jawab pengawasannya dengan mengkaji, antara lain sistem, kontrol internal, dan proses yang digunakan untuk pelaporan keuangan, audit, dan pemantauan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. AC juga mengkaji ruang lingkup dan hasil audit eksternal, dan independensi auditor eksternal. AC didukung oleh 173
Temasek Review, Op.Cit, hlm. 51-52
Audit Internal (IA). IA memiliki akses penuh dan tidak terbatas untuk semua catatan, properti dan personil untuk secara efektif menjalankan fungsinya. Selain tinjauan yang dilaporkan secara periodik tentang proses kontrol utama bagi semua kantor, IA juga dapat melakukan tinjauan khusus jika diminta oleh Dewan, AC atau manajemen senior. c. Pengembangan Kepemimpinan & Komite Kompensasi (Leadership Development & Compensation Committee – LDCC) : bertanggung jawab untuk merekomendasikan Dewan dan manajemen tentang rencana / program kepemimpinan Dewan Temasek, termasuk Dewan dan d. CEO. serta pedoman dan kebijakan terhadap penilaian kinerja dan rencana kompensasi
Untuk meminimalisir resiko operasional, Temasek memberlakukan manajemen resiko dalan sistem dan proses, termasuk persetujuan perwakilan otoritas, kebijakan perusahaan, dan pelaporan resiko kepada Dewan Pengurus. Proses-proses seperti sistem dua-kuci, dan tinjauan para ahli yang spesial menangani bidang-bidang tertentu memberikan pandangan-pandangan yang bervariasi untuk dibagi dan didebatkan dalam diskusi. Resiko baik dalam skala negara ataupun sektor disusun ke dalam resiko biaya yang sudah disesuaikan dari modal yang mengalami kendala dari setiap investasi. Unit Legal dan Peraturan perundang-undang (Legal & Regulation Unit- LRU), meyakinkan bahwa kebijakan-kebijakan, proses-proses, dan sistem-sistem konsisten dengan Undang-Undang yang berlaku, dan sejalan dengan arahan Dewan Direksi. LRU melakukan pengawasan terhadap laporan berkenaan dengan ketaatan terhadap peraturan melalui sistem pelacakan keamanan yang tangguh. Peraturan-peraturan yang menjadi syarat ditinjau secara berkesinambungan dan terus diperbaharui agar senantiasa mengikuti perubahan dan perkembangan peraturan dan perundangan.
Temasek memiliki kode etik dan tata laku yang disebut Temasek Code of Ethic & Conduct (T-Code) dan kebijakan-kebijakan lainnya yang terkait sebagai acuan bagi Dewan Direksi dan Staff dalam menjalankan aktivitas profesionalnya sehari-hari. Dengan integritas yang menyatu dari prinsip-.prinsip yang menyeluruh, yang meliputi anti-suap dan pengungkapan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan peraturan yang terjadi dalam transaksi (mengungkap pelanggaran). 174 Temasek mendukung proses pengelolaan dewan pengurus yang kokoh yang melembagakan manajemen yang profesional dan objektif dari perusahaan dan pembaharuan kepemimpinan. Usaha Temasek dipandu dan diarahkan oleh Dewan yang terdiri dari 9 anggota, dibantu oleh tiga komite Dewan yaitu Komite Eksekutif (Exco), Komite Audit (AC), dan Pengembangan Kepemimpinan dan Kompensasi. Pendekatan Mutakhir mengenai Tata Kelola Perusahaan/The New Corporate Governance approach sebagaimana diungkapkan Hilb 175 bahwa jumlah optimal dari anggota dewan adalah tujuh, dibantu oleh dua komite dewan. Sebuah komite dewan manajemen terintegrasi yang bertanggung jawab untuk penunjukan, umpan balik, remunerasi dan pengembangan Dewan dan Top Manajemen. Meskipun tidak persis mengikuti model dalam hal jumlah anggota dan dewan, struktur Temasek sejalan dengan komposisi yang direkomendasikan yang memiliki AC yang bertanggung jawab atas audit dan manajemen risiko fungsi, dan bahwa LDCC memenuhi fungsi dewan kedua. Exco pada Temasek, berwenang untuk bertindak atas nama Dewan. Komite ini meninjau, mempertimbangkan, dan melakukan persetujuan, termasuk yang berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan pendanaan, merger dan akuisisi, perubahan struktur 174 175
I b i d, hlm. 29 Martin Hilb, “Integrierte Corporate Governance”, (New York : Springer, 2004)
kepemilikan saham, dividen, kebijakan dan keputusan bisnis utama dalam batas-batas keuangan yang sudah didelegasikan oleh Dewan. Juga bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan dan pedoman untuk mengelola sumber daya modal secara efektif dan efisien. Dikarenakan Temasek adalah perusahaan investasi, ukuran yang digunakan oleh dewan untuk keberhasilan didefinisikan sebagai orientasi pemegang saham yang berkomitmen untuk memaksimalkan return pemegang saham jangka panjang. Sebelumnya hingga tahun 2006, fungsi terakhir ini dilakukan oleh dewan lain. Pemegang saham mengharuskan perusahaan mendapatkan return investasi yang tepat sebagai entitas komersial Temasek. Orientasi para stakeholder tercermin dari akuntabilitas kepada Presiden Singapura, independen dan dipilih langsung wakil rakyat Singapura, sebagai stakeholder Temasek. Dalam hal ini, Temasek juga harus membuat keputusan bisnis yang menguntungkan masyarakat Singapura sebagai stakeholders dengan menciptakan nilai bagi Pemerintah Singapura sebagai pemegang saham. 176 Dalam hal pengawasan, Temasek Holdings melakukakan pengawasan dalam kerangka corporate governance mencakup empat fungsi pengawasan, yaitu audit, manajemen risiko, komunikasidan evaluasi. Berikut penjabaran terkait fungsi pengawasan tersebut: 177 1. Audit Fungsi Fungsi audit dewan Temasek dilakukan berdasarkan persetujuan audit rekening tahunan. Audit Komite (AC) membantu Dewan dalam fungsi ini dengan meninjau sistem dan proses berikut ini untuk memastikan perilaku bisnis perusahaan terkait Laporan keuangan, Audit internal dan eksternal, Manajemen risiko keuangan, Pengendalian internal, dan Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. AC memiliki akses penuh terhadap informasi dan kerjasama dari
176 177
Agung Wicaksono, Op.Cit, hlm 100-102 I b i d, hlm. 103-106
semua karyawan. Ini memiliki kewenangan untuk terlibat hukum eksternal dan penasihat profesional yang sesuai. 2. Manajemen Fungsi & Risiko Manajemen risiko dan pengawasan adalah tanggung jawab Dewan. Didukung oleh CEO bersama dengan seniornya manajemen dan Unit Manajemen Risiko (RMU), Dewan menentukan tujuan dan kebijakan yang mengatur risiko bisnis dan investasi, meninjau manajemen risiko kerangka kerja dan mempromosikan budaya sadar risiko dalam perusahaan. 3. Dewan fungsi komunikasi. Dewan bertemu setidaknya secara triwulanan, dan lebih sering jika diperlukan. 4. Fungsi Evaluasi Dewan fungsi evaluasi di Temasek tidak diuraikan secara rinci. Namun, ia memiliki 360 ° sistem kinerja evaluasi, artinya setiap anggota dewan dievaluasi oleh semua anggota lain. Hal ini juga dievaluasi oleh bawahan dalam rangka untuk memastikan bahwa semua keputusan yang dibuat adalah adil. Struktur Perusahaan induk (Holding Company) sebagai cara untuk mengelola aset negara "di bawah satu atap" sekarang menjadi kecenderungan global, terutama di negara-negara yang dianggap sebagai negara berkembang. Pelaksanaan corporate governance di perusahaan perusahaan Linked pemerintah (GLCs) di bawah Temasek Holdings Singapura (Temasek) menimbulkan ketertarikan di tanah air dimana terbuka kemungkinan bagi Indonesia untuk menerapkan yang demikian dalam mengatur BUMN. Saat ini beberapa BUMN di Indonesia telah di terapkan pengelolaan BUMN di bawah satu atap (Hoding Company), diantaranya adalah seluruh perusahaan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) saat ini sudah dikelola dengan sistem Holding Company di bawah
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)
2. Petronas di Malaysia Sebagaimana negara-negara lainnya, Malaysia juga memilki Badan-Badan Usaha Milik Negara. Di Malaysia, perusahaan negara dibedakan menjadi tiga. 178 Pertama, perusahaan yang ada di dalam kewenangan atau otoritas suatu kementerian. Perusahaan ini dikontrol secara penuh oleh otoritas negara tersebut, dimana anggaran atau anggarannya berasal dari negara, tidak dikenakan pajak, dan audit oleh negara. Kedua, perusahaan yang bersifat semi-negara. Walaupun anggarannya berasal dari negara, namun lembaga bisnis ini dikontrol secara parsial oleh negara, tidak dikenakan pajak, dan diaudit oleh negara. Ketiga, perusahaan negara dalam bentuk BUMN. Perusahaan-perusahaan ini bersifat independen ataupun tidak dikontrol oleh negara. Anggaran maupun modalnya pun tidak didukung oleh negara. Namun demikian, perusahaan-perusahaan ini dikenakan sebagai wajib pajak. Selain itu, perusahaan BUMN ini tidak diaudit oleh negara atau pemerintah, melainkan oleh auditor independen. Petronas merupakan BUMN Malaysia, atau masuk kedalam kategori ketiga terkait perusahaan negara dalam pemilahan di atas. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 17 Agustus 1974 melalui Undang-Undang 1965 tentang keperusahaan (Companies Act 1965). BUMN ini berdiri dengan mempergunakan landasan hukum de petrolium development act 1974. Tujuan pertama dari pembentukan Petronas sesuai dengan Undang-Undang tersebut adalah untuk membantu pemerintah dalam mendayagunakan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang ada di Malaysia. Tujuan kedua adalah membantu pemerintah dalam melaksanakan new economic policy, sebuah program sosial ekonomi yang berusaha mengurangi kesenjangan sosial ekonomi antar etnis dengan cara membangun kesetaraan dengan memperbesar kesempatan ekonomi pada etnis yang tertinggal. 178
Baharudin Mydin, “Memanajemeni BUMN : pengalaman Petronas Malaysia”, dalam “BUMN Imdonesia : Issue, Kebijakan, dan Strategi “, Penyunting Riant Nugroho D dan Ricky Siahaan, Op.Cit, hlm. 173175
Petronas didirikan sebagai perusahaan negara dengan tujuan agar dapat memaksimalkan kemanfaatan berada didalam payung perlindungan negara, namun dikelola sebagai perusahaan komersial yang mandiri. Paling tidak terdapat empat hubungan khas antara pemerintah dengan Petronas sebagai BUMN. Pertama, tidak dibebani beban pelayanan sosial (civil service rules and regulations) dan bebas dari batasan dan pemikiran birokratik. Kedua, diberi keleluasaan yang cukup untuk mengembangkan kapasitas binsisnya. Ketiga, diizinkan untuk memanfaatkan laba yang diperolehnya untuk meningkatkan investasinya. Keempat, didorong untuk kompetitif dan business driven. Selama perjalanan sebagai perusahaan, pada saat ini Petronas menjadi salah satu perusahaan yang duduk dijajaran fortune larges corporation di dunia. Perusahaan ini berkembang menjadi perusahaan minyak dan gas yang terpadu dan terintegrasi, beroperasi di lebih dari tiga puluh negara dengan karyawan dua puluh ribu orang lebih tersebar diseluruh unitnya di seluruh dunia. Pada saat ini 80% dari pendapatan kotor perusahaan diperoleh dari kegiatan bisnis internasional. Petronas berkembang lebih dari tujuan dan harapan yang pernah diberikan kepadanya pada saat didirikan. Petronas Group memiliki 103 anak perusahaan penuh, 19 anak perusahaan sebagian, dan 57 perusahaan terkait. Perusahaan-perusahaan tersebut membentuk Petronas Group yang terlibat dalam berbagai aktivitas berbasis minyak dan gas. Financial Times menyebut Petronas sebagai satu dari "tujuh bersaudara baru", serta perusahaan minyak dan gas nasional milik pemerintah non-OECD paling berpengaruh di dunia. 179 Kegiatan usaha Petronas mencakup (1) eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak mentah dan gas alam di Malaysia dan luar negeri; (2) pencairan, penjualan dan transportasi Liquefied Natural Gas (LNG); (3) pengolahan dan transmisi alami gas, dan penjualan produk gas alam; (4) penyulingan dan pemasaran produk 179
http://id.wikipedia.org/wiki/Petronas, diakses tanggal 5 April 2015
minyak bumi; (5) manufaktur dan penjualan petrokimia produk; (6) perdagangan minyak mentah, minyak bumi, gas dan LNG produk dan petrokimia produk; dan (7) pengiriman dan logistik yang berkaitan untuk LNG, minyak mentah dan produk minyak bumi. 180 Petronas mempunyai “tiga terbesar”. Pertama, mempunyai ladang dengan produksi dalam satu lokasi yang terbesar di dunia, yaitu kompleks LNG di Bintulu Sarawak. Kedua, Petronas memiliki armada 15 tengker LNG, yang merupakan jaringan armada tengker LNG terbesar di dunia. Ketiga, Petronas berkantor di salah satu gedung tertinggi di dunia, menara kembar Petronas di Kuala Lumpur. Upacara peletakan batu pertama untuk PETRONAS Twin Towers berlangsung pada tahun 1992. Menara yang dirancang oleh arsitek ternama Amerika Argentina Cesar Pelli, memiliki salah satu pondasi terdalam di dunia sedalam 120 meter dan menjadi menara kembar tertinggi di dunia. The Petronas Twin Towers secara resmi dibuka oleh Perdana Menteri, YABhg Tun Dr Mahathir Mohamad, pada 1 Agustus 1999. 181 Pada tanggal 1 April 2012, Kebijakan Anti-Suap Petronas diberlakukan untuk memberikan jalan bagi seluruh karyawan Petronas dan anggota masyarakat untuk mengungkapkan perlakuan yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Kebijakan. Di bawah Kebijakan Anti Suap, whistleblower (karyawan dan masyarakat yang melaporkan tindak suap dan perilaku tak pantas lainnya) akan diberikan perlindungan kerahasiaan identitas, sejauh yang wajar dapat dilakukan. Perlindungan tersebut diberikan bahkan jika penyelidikan kemudian mengungkapkan bahwa whistleblower keliru mengenai fakta-fakta dan aturan dan prosedur yang terlibat. Petronas tetap teguh dalam komitmennya untuk mempertahankan standar integritas tertinggi dan kode etik dalam urusan bisnis, termasuk mematuhi semua aturan antisuap yang berlaku dan hukum korupsi di beberapa
180 181
Petronas Annual Report 2013, Petronas, hlm. 7 http://www.petronas.com.my/about-us, diakses tanggal 5 April 2015
yurisdiksi dimanapun Grup beroperasi. Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk memerangi suap dan korupsi, Petronas telah mengadopsi kebijakan tak ada toleranci (zero tolerance) terhadap segala bentuk suap dan korupsi. 182 Sejak peluncuran Petronas Kode Etik dan Etika Bisnis (COBE) pada 1 April 2012, serangkaian lokakarya pelatihan di seluruh rantai bisnis untuk melatih para pelatih telah dilakukan. Pelatih diharapkan untuk melatih karyawan dalam bisnis masing-masing. Lokakarya COBE juga telah dimasukkan sebagai bagian baru dari program on-boarding untuk eksekutif di Perusahaan sejak tanggal 1 Juli 2013. Pada tanggal 31 Desember 2013, tiga puluh lima ribu sembilan ratus delapan puluh (35.980) karyawan telah menjalani pelatihan langsung di COBE dan pelatihan penyegaran juga akan dilakukan secara berkala untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan di antara semua direksi dan karyawan. 183 Perusahaan akan mengintensifkan program pelatihan dengan memberikan pelatihan online untuk lebih menjangkau untuk lebih karyawan yang akan beroperasi di 2014.COBE dengan persyaratan yurisdiksi lokal dimana Petronas operasi. COBE, yang Mengingat aplikasi internasional COBE ini, beberapa ketentuan COBE akan dimodifikasi untuk mengadaptasi, menekankan kemajuan prinsip-prinsip disiplin, baik perilaku, profesionalisme, loyalitas, integritas dan kekompakan, memiliki Negara Suplemen terpisah untuk negara-negara dimana Petronas beroperasi untuk memenuhi yurisdiksi lokal, Undang-Undang yang berlaku dan adat istiadat sosial. COBE disertai dengan Panduan yang menetapkan FAQ (Frequently Asked Questions) Pertanyaan dan beberapa "Instruksi dan Larangan" untuk situasi khusus tertentu. 184
182
Petronas Annual Report 2013, Petronas, hlm. 24-25 Ibid 184 Ibid 183
Dalam mencapai tujuan perusahaan, Baharudin 185 mengemukan beberapa kunci keberhasilan Petronas. Pertama, Petronas dikelola sebagai sebuah perusahaan komersial (commercial entrprise). Hubungan dengan pemerintah, dalam hal ini dengan kepala pemerintahan, yaitu Perdana Menteri, hanya pada tingkat konsultatif saja. Sementara, perusahaan secara konsisten dikelola dengan mengacu kepada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Gorporate Governance (GCG). Di dalam penyelenggaraanya, dilarang adanya penyelahgunaan privilese (abause of provilege). Kedua, kualitas kepemimpinan. Dalam keberlangsungan Petronas, syarat seseorang pemimpin ada tiga, yaitu mempunyai visi yang jelas, konsisten dalam menjalankan visi dan misi, 186 dan manajemen yang kuat (strong management) yang ditunjukkan dengan manajemen yang pro-aktif dan hands on. Ketiga, kualitas sumber daya manusia. Setiap karyawan Petronas harus mengacu kepada negara dan loyal kepada kepentingan bangsa. Kekuatan sumber daya manusia juga ditunjukkan dari kuatnya semangat tim. Kekuatan dan kualitas ini ditopang oleh adanya kesamaan nilai diantara karyawan (shared values). Nilai perusahaan yang dijadikan shared values dari sumber daya manusia Petronas adalah loyalitas, profesionalisme, integritas, dan kohesivitas. Keempat, kewirausahaan dan keberanian untuk mengambil resiko (enterpreneurial fair and willingness to venture). Petronas beroperasi berdasarkan perencanaan strategis jangka panjang sebagai korporasi, Petronas berani untuk mengambil resiko bisnis yang memberikan peluang besar untuk pengembangan usaha. Disamping itu Petronas melakukan hubungan yang baik secara eksternal, khususnya dengan para konstituen.
185
Baharudin Mydin, Op.Cit, hlm 176 Visi dari Petronas adalah A Leading Oil and Gas Multinational of Choice. Sementara Misi Petronas adalah : 1. We are a business entity, 2. Petroleum is cour business, 3. Our Primarily responsibility is to develop and add to this national resource, 4. Our objective is to contribute to the well-being of the people and the nation. 186
Kelima, dalam hal teknologi Petronas relatif sangat adoptif terhadap perkembangannya, sehingga Petronas menyebutnya sebagai fast follower of technology. Untuk mengembangkan teknologi Petronas berupaya semaksimal mungkin untuk selalu up dated, sehingga Petronas senantiasa melakukan bench marking dengan kompetitor maupun dengan best practice di dunia. Keenam, menjadi warganegara yang baik (good corporate citizen). Dalam hal ini mempunyai indikator selain memenuhi kewajibannya sebagai perusahaan, seperti membayar pajak dan deviden kepada negara, Petronas juga mempunyai program kepedulian sosial atau corpoarate social responsibility. Petronas juga mengemban tugas-tugas spesifik dalam bentuk memberikan dukungan kepada proyek-proyek strategis nasional. Menyoroti pengelolaan perusahaan BUMN Malaysia ini, Tanri Abeng 187 mengatakan bahwa rahasia di balik keuntungan luar biasa Petronas adalah karena pemerintah Malaysia memberikan keleluasaan bagi Petronas untuk menjalankan aksi korporasi secara global. Sehingga suatuhal yang wajar jika saat ini cakupan wilayah kerja Petronas ada di tiga puluh dua negara di dunia. Jika kita bandingkan dengan seluruh BUMN di Indonesia, Satu BUMN Malaysia yaitu Petronas bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Tanri Abeng memberikan pandangannya terkait sistem pengelolaan BUMN di Indonesia. Perusahaan negara ini dapat bersaing dengan perusahaan Petronas bahkan mampu menjadi perusahaan Go Internasional dengan beberapa syarat-syarat khusus. Pertama, perusahaan BUMN harus memperbesar ukuran perusahaan dengan membentuk induk usaha atau holding company bagi masing-masing sektor usaha. Hal ini dinilai dapat memperbesar kapitalisasi perusahaan. Sebagai contoh, holding BUMN untuk usaha infrastruktur, semen, perkebunan,
187
http://pewartaekbis.com/satu-perusahaan-malaysia-ini-keuntungannya-lebih-besar-dari-138-bumnindonesia/6535/, diakses tanggal 25 April 2015
hingga keuangan. Menurutnya kebijakan itu dapat membuat perusahaan BUMN akan memiliki skala internasional. Kedua,Chief Executive Officer (CEO) dari BUMN harus berkelas internasional. kemampuan CEO level global diperlukan untuk membawa dan memimpin BUMN bersaing di pasar global. Ketiga, perusahaan BUMN hendaknya memiliki roadmap pengembangan BUMN jangka panjang. Roadmap inilah yang dapat dibuat sebagai panduan bagi direksi untuk membangun perusahaan BUMN di masa mendatang. Lebih dari pada road map, syarat “keberanian” yang harus
dimiliki
pucuk
pimpinan
sebuah
perusahaan
BUMN
dalam
pengambilan
keputusan.Terakhir keempat, perusahaan BUMN harus benar-benar diproteksi dari intervensi politik. Intervensi politik adalah sumber utama penghambat perkembangan perusahaan BUMN, termasuk untuk proyeksi pembentukan holding BUMN.Belum jalannya korporatisasi holding sektoral diakibatkan terlalu banyak politisasi.