ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN LEGISLATIF TERHADAP PEMERINTAH DIY
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM
Oleh : IRWANDI SIDO 09340036
Pembimbing : 1. ISWANTORO., SH., MH. 2. SITI FATIMAH., SH., M.Hum. PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk pempelajari fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga legislatif terhadap Pemerintah DIY. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Yogyakarta adalah daerah yang berstatus “Daerah Istimewa” yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal yang menarik dari daerah ini adalah tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan dengan cara penetapan. Selain itu, salah satu syarat yang diberikan UU No. 13 Tahun 2012 adalah Gubernur dan Wakil Gubernur tidak berasal dari partai politik. Oleh karena itu menarik untuk dikaji bagaimana pola interaksi yang terjadi antara parlemen dan pemerintah DIY dalam hal kegiatan pengawasan sebagai pelaksanaan prinsip Check And Balances. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis dan sosiologis dengan tipe penelitian lapangan (field research). Adapun informasi didapatkan melalui kegiatan interview terhadap anggota dewan dan hasilnya selanjutnya dikomparasikan dengan ketentuan dalam undang-undang, perda, peraturan dewan, dan lain-lain yang berkaitan dengan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD DIY terhadap Pemerintah DIY. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD DIY dilakukan dengan 2 (dua) metode dengan 7 (tujuh) tahapan yang masing – masing memiliki peran penting dalam optimalisasi hasil dari pengawasan yang dilakukan. Tahapan – tahapan ini selanjutnya menghasilkan suatu rekomendasi bagi pemerintah. Dengan model seperti ini diharapkan mampu menjaga efektifitas dan stabilitas pemerintahan meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak kendala – kendala yang masih membutuhkan solusi. Adapun kendala – kendala tersebut antara lain peran masyarakat yang belum optimal, pengawasan yang masih terkesan sporadik dan reaktif, masih didominasi oleh kepentingan politik, kurang maksimalnya koordinasi dengan lembaga pengawas lainnya, agenda pengawasan yang belum tersusun sistematis, kurang optimalnya organisasi sumber daya pengawasan, serta transparansi bagi masyarakat yang belum optimal. Selain itu status sosial kepala daerah yang berbeda juga terkesan menimbulkan rasa “segan” pada personal anggota dewan untuk melakukan pengawasan yang lebih dalam terhadap kinerja pemerintah daerah.
Keyword : Pengawasan, Metode, Daerah Istimewa Yogyakarta
ii
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
FM.UINSK-BM-05.03/RO
Iswantoro, S.H,. M.H Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI Hal: Skripsi Saudara Irwandi Sido Kepada Yth, Bapak Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Di Yogyakarta A
ss
al amu' al aikum l|tr. Wb.
Setelah membaca dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama
NIM Jurusan
Judul
Irwandi Sido :09340036 : Ilmu Hukum :
:,,ANALISIS FTINGSI PENGAWASAN LEGISLATIF TERI{ADAP PEMERINTAI{ DIY "
Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Strnan Kalijaga Yogyakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu dalam Ilmu Hukum.
Dengan
ini, kami
mengharap agar skripsi saudara tersebut
dimunaqosyahkan. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih. Was s al amu' al aihtm Wr. Wb.
17 Juli 2013
001
1V
segera
::rii.i.'aili
t
:;1
til
aio
Universitas Islam Negeri Sunari Kalijaga Yogyakafia
FM.UINSK-BM-O
5
-O
3,4.O
Siti Fatimah, S.H,. M.Hum Dosen Fakultas SYariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga YogYakarla SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI Hal: Skripsi Saudara Irwandi Sido Kepada Yth, Bapak Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Di Yogyakarta As s al amu' al aikum Wr - Wb
-
maka Setelah membaca dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya, kami berpendapat bahwa skripsi saudara: Nama
: Irwandi Sido
NIM
:09340036 : Ilmu Hukum
Jurusan
Judul
:,,ANALISISFUNGSIPENGAWASANLEGISLATIF TERHADAP PEMERINTAH DIY "
Jurusan Ilmu Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Syariah dan Hukum Huklm Universitas Islam Negeri Sunan Kaiijaga Yogyakarta sebagai salah satu Hukum. syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu dalam Ilmu Dengan ini, kami mengharap ag36 skripsi saudara tersebut segela dim.r:naqosyahkan. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih' Was s al amu' al aikum Wr. Wrb -
Yogyakarta,
17
Pembimbing
II
Siti l6timah.. SH.. M.Hum. NIP : 19650210 199303 2 001
5:i#
fliCj
uriuersitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yogyakarra
FM-UINSK-BM-05-06/RO
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKTIIR Nomor: UIN.O2IIH
Skripsi/Tugas Akhir dengan judul ,,
IPP .009 I 6212013
:
ANALISIS FI.INGSI PENGAWASAN LEGISLATIF TERHADAP PEMERINTAH DIY'
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Nama
:
IRWANDI SIDO
NIM
09340036
Telah dimunaqasyahkan pada
18 Oktober 2013
Nilai Munaqasyah
A/B
Dan dinyatakan telah diterima oleh Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
NIP.
t9711207 199503
vl
I
002
I 012
MOTTO
“Na Alleangi Tallanga Na Toalia” ... Pribahasa Makassar ...
“Hanya mereka yang gagal dapat meraih keberhasilan” ... Robert F. Kennedy ... “Setiap mereka yang sukses adalah pemimpi-pemimpi besar. Mereka berimajinasi tentang masa depan mereka, berbuat sebaik mungkin dalam setiap hal, dan bekerja setiap hari menuju visi jauh kedepan yang menjadi tujuan mereka” ... Brian Tracy ... “Jika suatu saat kau tak lagi mendapati pohon untuk berlindung dari panasnya matahari, maka jangan salahkan pohon dan matahari, salahkanlah dirimu sendiri” ... Abraham Lincoln ... “Perjuanganku mudah karena hanya mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” ... Bung Karno ...
vii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur Skripsi ini Ku persembahkan kepada:
Ayahanda Sido Dan Ibunda A. Nurcaya dengan penuh kasih sayang membimbing dan membesarkan serta memberikan yang terbaik bagi anakanaknya hingga saat ini. Telah memberikan motivasi dan semangat untukku dalam usaha menggapai impian dan cita-cita.
Saudara-saudara yang saya banggakan Afandi Sido dan M. Aldi Sido.
Keluarga besar HPMB Yogyakarta
Almamater tercinta Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena telah dilimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak henti-hentinya shalawat serta salam terlafalkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umat manusia menuju jalan Allah SWT dengan segala kebaikan dan kebahagiaan. Karya tulis ini merupakan karya sederhana mengenai bagaimana DPRD sebagai lembaga legislatif melakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan ini besar harapan dapat menjadi satu referensi kajian yang bermanfaat bagi masyarakat dan kemajuan bangsa meskipun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu sangat disadari bahwa ini adalah sebuah proses dan usaha untuk senantiasa belajar demi pengetahuan masa depan yang lebih baik. Dengan ini pula penulis sangat menyadari bahwa karya tulis ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari peranan, bantuan, bimbingan, do’a, dan motivasi dari berbagai pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dan dengan ini pula, diucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang dimaksud tersebut yang diantaranya :
ix
1. Prof. Dr. H. Musa Asy’ari selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2. Noorhaidi Hassan, MA., M.Phil., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak Udiyo Basuki, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4. Bapak Ach. Tahir, S.H.I., L.L.M., M.A. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga. Serta sekaligus sebagai Pembimbing Akademik dari penulis yang selama ini membimbing dan mengarahkan penulis baik itu dalam hal perkuliahan maupun kegiatan akademik lainnya. 5. Bapak Iswantoro, S.H., MH., dan Ibu Siti Fatimah, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang juga senantiasa dengan sabar dan tulus memberikan saran, rekomendasi, serta solusi kepada penyusun dalam penulisan karya ini, di tengah kesibukannya sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. Bapak Badruddin dan seluruh Staf Tata Usaha Prodi Ilmu Hukum serta staf – staf sebelum beliau yang telah sangat sabar melayani mahasiswa dan seluruh dosen, staf, serta seluruh civitas akademika Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
x
7. Segenap staf perpustakaan Kanwil Depkumham Yogyakarta serta perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang sudah sangat membantu penulis dalam melayani dan menyediakan referensi bagi penulis yang sangat berguna bagi kegiatan penyusunan skripsi ini. Semoga senantiasa diberikan anugrah serta kesehatan oleh Allah SWT. 8. Segenap staf DPRD DIY yang juga sangat membantu memfasilitasi penulis dalam melakukan pengumpulan data di lapangan. Terkhusus kepada Bapak Agus Sumartono, S.Si sekretaris Komisi A DPRD DIY yang bersedia menyempatkan waktunya dalam kegiatan wawancara ditengah kesibukannya sebagai anggota dewan. 9. Terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Sido dan Ibunda Nurcaya yang tidak hentinya memberikan motivasi, perhatian, cinta dan kasih sayang yang sangat mendalam. Besar harapan penulis nantinya dapat membuat mereka bangga dan bahagia meskipun itu sama sekali tidak cukup untuk mengembalikan apa yang telah diberikan kepada penulis dengan penuh ketulusan. Semoga senantiasa dalam lindungan Allah SWT, serta diberikan kesehatan dan kebahagiaan. 10. Kepada saudara-saudara, Afandi Sido dan M. Aldi. S yang selama ini menemani, memberikan motivasi, serta memberikan semangat bahkan meminjamkan berbagai fasilitas yang sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
xi
11. Kepada adinda Indah Oktavia Handayani yang selama ini telah bersedia mendampingi penulis dalam suka maupun duka dengan rasa cinta dan kasih sayang. Hal tersebut adalah salah satu motivasi yang kuat yang selalu menjelma menjadi semangat dalam hati yang membuatku kuat menghadapi dunia sampai saat ini. 12. Kepada kakek, nenek, om, dan tante dikampung halaman yang selalu merindukan dan mendo’akan penulis dalam menyelesaikan pendidikan diperantauan ini. 13. Kepada keluarga besar Himpinan Pelajar Mahasiswa Bantaeng (HPMB) Yogyakarta yang telah memberikan tempat bernaung dengan segala fasilitas yang ada. Semoga selalu kompak dan solid untuk mengharumkan nama Kab. Bantaeng dalam kancah nasional, serta dapat menjadi generasi muda pemimpin Bantaeng yang cerdas dan berakhlak mulia. 14. Keluarga besar BEM-Ps Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang menemani penulis berproses dalam birokrasi organisasi sebagai bahan pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. 15. Kepada rekan-rekan KKN Team 7 Angkatan 79 yang pernah mengisi hari-hari penulis sebagai satu keluarga dengan banyak pengalaman yang sangat bermanfaat. Bangga hati ini dapat mengenal kalian semua. 16. Kepada para sahabat, Ismanda, Jusma Akbar, Nurhidayat, dan semua teman-teman prodi Ilmu Hukum angkatan 2009 yang telah melewati
xii
tahun-tahun bersama penuh perjuangan menuntut ilmu di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kampus tercinta. Semoga ilmu yang kita semua dapatkan dapat berguna bagi diri kita, serta dapat diamalkan demi kemajuan bangsa dan Negara kita tercinta. Akhir kata, semoga Allah SWT dapat memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang telah diberikan dan kita dapatkan. Dengan rendah hati mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi pembelajaran kedepannya. Besar harapan skripsi ini dapat bermanfaat terhadap kita semua serta terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Amin.
Yogyakarta, 9 Oktober 2013 Penyusun
IRWANDI SIDO 09340036
xiii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………...……………………………………
i
ABSTRAK…………………………………………………………………..
ii
SURAT PERNYATAAN SKRIPSI………………………………………...
iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI I……………………………………….
iv
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI II……………………………………...
v
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR………………………………..
vi
MOTTO………………………………………………………………………
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………..
viii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………....
xiv
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah……...………………………….
1
B. Rumusan Masalah……………………………………….
7
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian……………………….
7
D. Telaah Pustaka……………………………….................
8
E. Kerangka Teori…………………………………………..
12
F. Metode Penelitian………………………………………..
23
G. Sistematika Pembahasan…………….…………………..
26
KERANGKA TEORITIK LEMBAGA LEGISLATIF DI INDONESIA A. Pengertian Lembaga Legislatif……..………………….....
28
B. Jenis, Fungsi, dan Wewenang Legislatif Indonesia……..
29
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).…………….
33
2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)….………………..
40
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)...……………..
44
4. Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRD Povinsi)
63
5. Dewan Perwakilan Rakyat Kab/Kota…....................
64
xiv
BAB III.
DEWAN
PERWAKILAN
RAKYAT
DAERAH
(DPRD)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BAB IV.
A. Tinjauan Umum Tentang DPRD DIY…………………….
65
B. Fungsi DPRD DIY………………………………………...
66
C. Tugas Dan Wewenang DPRD DIY…..…………………..
66
D. Hak DPRD Dan Pelaksanaan Hak DPRD………………..
67
E. Alat Kelengkapan DPRD………………………………….
74
PENGAWASAN DPRD DIY TERHADAP PEMERINTAH DIY A. Fungsi Pengawasan DPRD DIY 1. Ruang Lingkup Pengawasan DPRD DIY...…………..
90
2. Metode Pengawasan…………………………………..
91
3. Mekanisme Pengawasan ……………………………...
92
4. Hak DPRD DIY Dalam Melaksanakan Pengawasan.... 101 B. Analisis Fungsi Pengaasan DPRD DIY Terhadap Pemerintah DIY Dalam Rangka Peningkatan Efektifitas Dan Stabilitas Pemerintahan……………………………………………… 102 C. Kendala DPRD Provinsi DIY Dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan……………………………................. 136 BAB V.
PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………….. 144 B. Saran……………………………………………………… 146
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........ 148 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era reformasi ini, Indonesia bertekad untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis, untuk itu diperlukan pemerintahan yang stabil dan konstitusional yang berasarkan pembatasan kekuasaan pemerintahan eksekutif dan perlindungan atas hak asasi manusia sebagai warga negara.1 Di sisi lain, Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya masyarakatnya. Dengan bentuk geografis wilayah Negara yang berbentuk kepulauan melahirkan ribuan budaya sebagai ciri pembeda setiap masyarakatnya. Hal ini pula yang membuat Indonesia dianggap sebagai “Negara besar”.2 Atas dasar hal tersebut, sudah menjadi hak setiap warga masyarakat untuk mengembangkan dan mempertahankan nilai – nilai dan setiap potensi daerah yang ada khususnya dari segi budaya dan adat istiadat. Negara wajib mengakui akan semua kearifan lokal yang tumbuh bersama pola keberagaman masyarakat. Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah termasuk provinsi khusus dan diistimewakan serta berbeda dengan provinsi lainnya. Pertimbangannya pun beraneka ragam mulai dari latar belakang sejarah, kekayaan sumber daya alam, bahkan berdasarkan letak geografis dan potensialitasnya. Atas dasar 1
Harry Tanoe Soedibjoe,”Indonesia Layak Menjadi Negara Besar”, http://wartaekonomi.co.id/berita9418/hary-tanoesoedibjo-indonesia-layak-menjadi-negarabesar.html diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul 17.39 WIB. 2 Ibid
1
keistimewaan tersebut, kehidupan budaya asli masyarakat dan kearifan lokal akan terus dipertahankan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (sebelum amandemen). Dimana disebutkan bahwa: “Dalam teritori negara Indonesia terdapat lebih kurang dari 250 zelfbesturende landchappen dan volkgemeinschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya, dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah – daerah Istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak dan usul-usul daerah tersebut”.3 Dalam tatanan negara Indonesia sekarang ini, beberapa daerah dikenal dengan
sebutan
daerah
khusus
dan
daerah
istimewa
sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 18B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 hasil amandemen. Dimana dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa daerah khusus dan daerah istimewa diatur oleh undang – undang. DKI Jakarta, Papua, Papua Barat, serta Nangroe Aceh Darussalam adalah provinsi yang berotonomi khusus, sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi yang berstatus Istimewa.4 Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah istimewa di Indonesia yang sempat menarik perhatian para cendekiawan. Perihal keistimewaan yang diberikan yang membuat banyak daerah – daerah lain 3
Pasal 18 Undang – Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan), dikutip dari buku Keistimewaan Yogyakarta ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Pertanahan, dan Hukum Tatanegara. Terbitan SJDPDRI 2012, Hlm. 210 4 Sekretariat Jenderal DPDRI, Keistimewaan Yogyakarta ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Pertanahan, dan Hukum Ketatanegaraan, (DPDRI. Jakarta: 2012), hlm. 210
2
merasa iri. Tapi meskipun demikian, dari beberapa pertimbangan, Provinsi Yogyakarta memang dianggap perlu mendapatkan keistimewaan.5 Dari sejarahnya, Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat6 adalah kerajaan kesultanan yang jauh lebih dahulu berdiri sebelum Indonesia diproklamirkan menjadi sebuah Negara. Selain itu, Kesultanan Yogyakarta juga berperan besar dalam usaha kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya, mulai banyak kritik terhadap Yogyakarta sebagai daerah istimewa. Salah satu kritikan yang cukup meresahkan adalah tentang Isu Monarki dalam Republik. Karena bentuk dari pemerintahan Yogyakarta yang cenderung ke arah monarki yang dimana dipimpin oleh seorang Sultan sebagai Gubernur ini dinilai bertentangan dengan konstitusi negara. Isu ini memanas sejak pidato Presiden RI yang bertepatan dengan pembahasan RUU Keistimewaan DIY dalam pidatonya mempersoalkan posisi Kesultanan Yogyakarta dalam NKRI.7 Setelah menimbulkan gejolak di masyarakat kota gudeg ini, Akhirnya pada September 2012, RUU Keistimewaan DIY dapat disahkan dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden. Undang-Undang tersebut memberikan Yogyakarta 5 (lima) kewenangan istimewa sebagaimana disebutkan pada Pasal 7 UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY yaitu tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang
5
Ibid Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat : Negeri yang berada dalam wilayah Kraton Kesultanan Yogyakarta 7 Sekretariat Jenderal DPDRI, Keistimewaan Yogyakarta ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Pertanahan, dan Hukum Ketatanegaraan, (DPDRI. Jakarta: 2012), hlm. 212 6
3
Gubernur
dan
Wakil
Gubernur,
Kelembagaan
Pemerintah,
Budaya,
Pertanahan, dan Tata ruang.8 Setelah disahkannya UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, memberikan kepastian terhadap status Daerah Istimewa Yogyakarta dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2012, menetapkan bahwa kewenangan istimewa yang diberikan kepada Yogyakarta meliputi Tata ara Pengisian Jabatan termasuk tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan Pemerintahan, Kebudayaan, Pertanahan, dan Tata Ruang.9 Maksud dari kata “istimewa” di sini adalah hak untuk menentukan sendiri apa yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) tersebut sesuai dengan kearifan lokal serta adat istiadat yang berlaku di Yogyakarta. Adanya ketentuan “istimewa” pada Pasal 18 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2012, dimana pada huruf “a” dikatakan bahwa calon “Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah orang yang bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur, dan bertahta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon wakil gubernur”. Hal tersebut berarti Gubernur DIY adalah seorang Sultan/Raja dari Keraton Yogyakarta. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan pola interaksi antar lembaga kekuasaan di Yogyakarta dengan daerah lain karena mengingat Sultan Yogyakarta adalah seorang yang sangat dihormati dan disakralkan oleh masyarakat Yogyakarta. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Yogyakarta sebagai daerah teritorial Kraton Kesultanan Ngayogyakarta 8 9
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY Ibid
4
Hadingingrat sebagai sebuah kerajaan besar yang masih bertahan sampai saat ini.10 Selanjutnya, menarik untuk dibahas dalam hal bagaimana status keistimewaan ini diaplikasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama keistimewaan yang ada pada lembaga eksekutif termasuk metode penentuan pemerintahnya yang dipilih dengan cara penetapan11. Dengan demikian, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak perlu melakukan praktek politik aktif untuk memperoleh jabatan. Dengan kata lain, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bukan berasal dari Partai Politik (Pasal 18 ayat (1) huruf “n”).12 Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang “golongan putih” ini, apakah akan berpengaruh terhadap hubungannya dengan DPRD yang dimana sepenuhnya berasal dari unsur partai politik dalam rangka pengambilan kebijakan. Mengingat fungsi lembaga legislatif adalah fungsi pengawasan (controlling), apakah kemudian relasi antara keduanya akan menimbulkan problema dalam hal hubungan pengawasan yang dilakukan DPRD. Terlebih lagi dengan adanya sistem koalisi dan oposisi di parlemen yang pada dasarnya dilakukan dengan maksud menjaga efektifitas jalannya pemerintahan. 13 Secara umum, fungsi keberadaan fraksi koalisi di legislatif adalah salah satunya adalah mendukung kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan 10
Sekretariat Jenderal DPDRI, Keistimewaan Yogyakarta ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Pertanahan, dan Hukum Ketatanegaraan, (DPDRI. Jakarta: 2012), hlm. 217 11 Pasal 18 UU Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY yang dimana dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan dengan cara penetapan. 12 Partai Politik : Kelompok terorganisir, orientasi nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik/merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan mereka dengan caracara konstitusi 13 “Koalisi Dan Oposisi Dalam Sistem Presidensial“, http://edisicetak.joglosemar.co/berita/koalisi-dan-oposisi-dalam-sistem-presidensial10335.html diakses pada tanggal 24 april 2013 pukul 20.00 WIB.
5
fraksi oposisi sebagai pihak yang berperan aktif dalam melakukan pengawasan jalannya pemerintahan secara tidak langsung melalui mekanisme check and balances.14 Prinsip Check And Balances diperlukan agar tercipta suatu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif. Sinergi eksekutif dan legislatif yang positif akan mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang teratur dan efektif, serta posisi yudikatif yang akan efektif menciptakan jaminan keadilan bagi masyarakat. Tapi sinergi ini kadang terusik dengan hal – hal negatif yang terjadi karena adanya benturan kepentingan masing - masing pihak yang malah akan menjadi blunder bagi keberlangsungan pemerintahan tersebut.15 Kekuatan lembaga parlemen di DIY kemudian diuji apabila dikaitkan dengan hak Impeachment terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur. Apakah lembaga legislatif yang berada pada pemerintahan provinsi istimewa DIY dapat melakukan hal tersebut mengingat gubernur dan wakil gubernur yang tidak dipilih secara “demokratis”?.16 Dengan problema tersebut di atas, maka dalam proposal penelitian ini selanjutnya akan diteliti bagaimana DPRD sebagai lembaga legislatif melakukan fungsi pengawasan terhadap eksekutif pada provinsi yang berstatus “istimewa”. Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa judul penelitian ini menarik untuk diangkat dalam rangka penulisan skripsi sebagai berikut : 14
Ibid. Ibid 16 Salah satu keistimewaan Yogyakarta berdasarkan BAB VI Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY adalah Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih dengan metode “penetapan”, dengan kata lain tidak dipilih langsung oleh rakyat melalui proses Pilkada. 15
6
“Analisis Fungsi Pengawasan Legislatif Terhadap Pemerintah DIY”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis merumuskan permasalahan terbatas pada : 1. Bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD DIY terhadap Pemerintah DIY dalam
rangka peningkatan efektifitas dan stabilitas
pemerintahan ? 2. Kendala yang dihadapi DPRD Provinsi dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut ? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan oleh DPRD DIY terkait dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah DIY sebagai Daerah Istimewa serta apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam kegiatan pengawasan tersebut. Kegunaan dari Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh DPRD DIY terhadap Pemerintah DIY dalam rangka peningkatan efektifitas dan stabilitas pemerintahan. 2. Untuk mengetahui apa saja kendala – kendala yang dihadapi oleh DPRD DIY dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah DIY tersebut.
7
3. Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan pembelajaran tentang bagaimana mekanisme pelaksanaan pemerintahan dan hubungan antara lembaga pemerintahan dalam lingkup daerah yang memiliki status “istimewa”; 4. Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka usaha perbaikan dalam menyusun konsep regulasi yang terkait dengan keistimewaan DIY baik itu dalam hal mekanisme hubungan antar lembaga pemerintahan, sampai pada bagaimana idealnya legislatif dalam daerah istimewa yang merujung pada terciptanya kepastian hukum bagi semua pihak. 5. Untuk menambah pengetahuan peneliti dalam hal aspek keilmuan hukum tata Negara dan
hukum administrasi Negara serta
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang akan didapatkan dalam pelaksanaan penelitian ini dan persiapan pengabdian masyarakat kelak. D. Telaah Pustaka Amir Kusbandono dalam penelitian skripsinya yang berjudul “Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur) Secara Langsung Dan Keistimewaan Yogyakarta”, yang dimana meneliti tentang bagaimana tata cara pengisian jabatan Gubernur DIY dan unsur demokrasi di dalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis yang
dilakukan melalui
penelitian pustaka dimana menganalisis berbagai produk perundang –
8
undangan yang berkaitan dengan hal yang diteliti.17 Hal yang membedakan dengan penelitian selanjutnya adalah penggunaan jenis penelitian yang dimana akan lebih mengutamakan penelitian lapangan (field Research). Obyek dan subyek penelitian selanjutnya juga akan lebih terpusat pada lembaga Legislatif yang dalam hal ini adalah DPRD Provinsi DIY. Tentang bagaimana lembaga ini menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan tata perundang-undangan yang berlaku. Aniz Azizah dimana dalam tulisannya yang bertajuk “Eksistensi Keistimewaan Daerah Istimea Yogyakarta Dalam Aspek Sosial, Budaya, Dan Politik”, merumuskan bahwa Eksistensi Keistimewaan DIY yang terkait dengan posisi keraton terhadap aspek budaya, sosial, dan politik memang sudah mengakar kuat ke dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Sebagai simbol kekuatan budaya, eksistensi keraton dapat dilihat dalam hal masih kuatnya partisipasi masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan oleh keraton serta masih berperannya keraton sebagai sumber kekuatan bagi DIY. Eksistensi keraton dalam aspek sosial dapat dilihat sebagai lambang pemersatu masyarakat
Yogyakarta,
ditunjukkan
dengan
upacara
adat
yang
diselenggarakan oleh keraton masih didukung oleh masyarakat, keberadaan keraton juga sangat berpengaruh terhadap bidang lain terutama bidang ekonomi dan pariwisata yang dapat menghasilkan devisa dari kunjungan wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Sedangkan eksistensi keraton dalam aspek politik dapat ditunjukkan dengan konsep keistimewaan yang diinginkan 17
Amir Kusbandono, Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur) Secara Langsung Dan Keistimewaan Yogyakarta, Skripsi Strata Satu (SI), Fakultas Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010)
9
oleh masyarakat yakni aspirasi dan dukungan masyarakat dalam hal penetapan Sultan dan Pakualam menjadi gubernur dan wakil gubernur di DIY.18 Berbeda dalam penelitian ini yang dimana akan mengkaji bagaimana pola interaksi yang terjadi antara Pemerintahan dengan DPRD sebagai lembaga legislatif paska disahkannya Undang Undang No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Meskipun dalam hal ini masih berdasarkan eksistensi dari Kraton DIY di mata masyarakat Yogyakarta dan Indonesia. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Muchammad Shokhih Muttaqin yang berjudul “Analisis Pengisian Jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Konteks Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”. Dimana dalam penelitian ini memfokuskan pada masalah Bagaimana pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY dan apakah hal tersebut sudah sesuai dengan asas demokrasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis konstruktif terhadap undang - undang. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa metode pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY adalah penetapan secara turun temurun.19 Adapun hal ini dipandang sudah sesuai dengan asas - asas Demokrasi karena pemilihan dengan cara penetapan adalah kehendak dari rakyat DIY sendiri. Perbedaannya terhadap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya adalah dimana peneliti akan berusaha menganalisis apa dampak
18
Anis Azizah. “Eksistensi Keistimewaan Daerah Istimea Yogyakarta Dalam Aspek Sosial, Budaya, Dan Politik”, Thesis Strata 2 (S2). Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2010), hlm 214. 19 Mochammad Shokhih Muttaqin. “Analisis Pengisian Jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Konteks Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”. Skripsi Strata 1 (S1), (:Surakarta Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010)
10
dari proses pengisian jabatan dengan cara penetapan tersebut kedepannya bagi pemerintahan dan bagi wewenang kekuasaan Gubernur dan Wakil Gubernur serta bagaimana DPRD melakukan pengawasan terhadap kebijakan kebijakan yang nantinya dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (PPMKRI) yang berjudul “Status Keistimeaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Bingkai Demokrasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945” yang berfokus pada pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, menghasilkan kesimpulan bahwa pengisian jabatan dengan metode penetapan adalah salah satu keistimewaan dari Provinsi DIY dengan alasan yang didasarkan pada piagam kedudukan yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada 19 agustus 1945 setelah menerima amanat dari Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VIII yang menyatakan integrasi kedua wilayahnya kedalam bingkai NKRI. Metode penetapan tersebut juga dikuatkan dengan isi dari piagam kedudukan tersebut dan juga dengan memperhatikan sejarah dari DIY yang lebih dahulu ada sebelum NKRI.20 Dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya akan dikaji dampak yang dihasilkan
terkait
keistimewaan
Yogyakarta
dengan
metode
penetapannya yang dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi. Tentang bagaimana aplikasinya, bagaimana pengawasannya, dan bagaimana kegiatan politik yang terjadi didalamnya. Karena bagaimanapun, adanya “syarat 20
Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (PPMKRI), Status Keistimeaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Bingkai Demokrasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. (Mahkamah Konstitusi. Jakarta; 2011), hlm 137
11
istimewa” dalam UU No. 13 Tahun 2013 dalam rangka pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur akan berdampak pada interaksi politik yang terjadi nantinya. E. Kerangka Teori 1. Negara Hukum Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan.21 Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan negara hukum ialah negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya.
Keadilan
merupakan
syarat
bagi
terciptanya
kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.22 Menurut Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan
21
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), (Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta: 2010), hlm 46 22 Mochammad Kusnardi. Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sinar Bakti, 1988), hlm. 153
12
fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan undang – undang dan membuat undang – undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik, karena dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.23 Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum,
selalu
berlakunya
tiga
prinsip
dasar,
yakni
supermasi
hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).24 Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law). Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang khusus. Misalnya, anak - anak yang di bawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak - anak yang di atas 17 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan tidak dibolehkan jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna kulit, gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu dalam agama, atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Meskipun demikian, 23 24
Ibid, hlm. 154 Ibid, hlm. 160
13
perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai negara, termasuk di negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.25 Menurut Dicey, Bahwa berlakunya Konsep kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), di mana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun berada di atas hukum (above the law).26 Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala sesuatu harus dilakukan secara adil. Konsep due process of law sebenarnya terdapat
dalam
konsep
hak-hak
fundamental dan
konsep
kemerdekaan/kebebasaan yang tertib (ordered liberty).27 Konsep due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari atas konsep hukum tentang “keadilan yang fundamental” (fundamental fairness). Perkembangan , due process of law yang prosedural merupakan suatu proses atau prosedur formal yang adil, logis dan layak, yang harus dijalankan oleh yang berwenang, misalnya dengan kewajiban membawa surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas, kesempatan yang layak untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara bila diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup, memberikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak 25
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern “Rehctstaat”, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 207 26 Ibid 27 Ibid, hlm. 3
14
dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak atas kepemilikan benda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, hak pilih, hak untuk berpergian kemana dia suka, hak atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hakhak fundamental lainnya.28 Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang substansif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa pembuatan suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara tidak adil, tidak logis dan sewenang-wenang.29 2. Teori Kedaulatan Rakyat Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ.Rousseau yang pada akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis. Teori kedaulatan rakyat ini sebagai cikal bakal dari ajaran demokrasi. Sebagai pelopor teori ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat
28 29
Ibid, hlm. 46 Ibid, hlm. 47
15
disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat. Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa adalah raja atau pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.30 Dalam teori ini pemerintah menyerahkan kebebasan hak serta wewenangnya (natural liberty) kepada rakyat seluruhnya (kesatuan = masyarakat), sehingga terjadi perubahan dari suasana hidup alamiah (natural liberty) menjadi kehidupan bernegara (civil liberty). Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat yang di selenggarakan melalui perwakilan (di Indonesia DPR). Gagasan bahwa rakyat yang berdaulat dapat di simpulkan bahwa yang terbaik untuk masyarakat adalah apa yang di anggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat.
30
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005, hlm. 97
16
Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti oleh Immanuel Kant, yaitu yang mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dari pada warga negaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan di sini adalah kebebasan dalam batasbatas perundang-undangan, sedangkan undang-undang di sini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri. Maka kalau begitu undang-undang itu adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi, atau kedaulatan.31 3. Sistem Pemerintahan di Indonesia Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan semangat kedaulatan rakyat atas negara yang dijalankan oleh sebuah struktur pemerintaha yang konstitusional. Trias Politica sebagai salah satu pilar demokrasi membagi tiga kekuasaan negara menjadi Eksekutif, Legislatif, dan Yudisial dengan independensi masing-masing dengan tujuan menciptakan pemerintahan yang stabil dan bertanggung jawab karena masing-masing mempunyai fungsi yang diatur dalam konstitusi dalam rangka menerapkan prinsip Check And Balances.32 Demokrasi yang melahirkan prinsip Check And Balances berdasarkan konstitusi memberikan kewenangan sekaligus batasan kepada tiap-tiap lembaga tinggi negara dalam menjalankan tugas kenegaraan. Untuk lembaga legislatif, ada tiga tugas pokok yang diberikan konstitusi 31
M. Solly Lubis, Ilmu Negara. (Jakarta: Mandar Maju, 2007) Paul Treanor, diterjemahkan Imron Rosyadi, Kebohongan Demokrasi, (Yogyakarta: Istawa, 2001), hlm 51.` 32
17
yaiu fungsi Legislasi, Pengawasan, dan fungsi Anggaran. Kemudian untuk eksekutif, tentu saja menjalankan pemerintahan secara efektif, dan untuk Yudikatif adalah menjalankan dan menegakkan hukum dan konstitusi.33 Dalam rangka pengisian jabatan yang ada pada lembaga eksekutif dan legislatif, dilakukan dengan cara pemilihan umum yang melibatkan seluruh rakyat indonesia sebagaimana diatur dalam konstitusi negara. Untuk prosedur pemilihan legislatif sendiri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 itu dengan cara melibatkan peran serta partai politik sebagai peserta pemilu. Begitu juga dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang juga diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.34 Kemudian untuk legislatif daerah dan kepala daerah, adapun fungsi yang dimiliki itu kurang lebih sama, hanya saja berada pada level daerah sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah.35 Untuk
Daerah
Istimewa Yogyakarta, terdapat sedikit perbedaan dalam rangka prosedur pengisian jabatan pemerintahan. Ini adalah salah satu keistimewaan yang diberikan negara kepada provinsi ini. Hal ini dipaparkan dalam UU No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang ini, ada
33
Ibid, hlm 83 Pasal 22E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”. 35 Pasal 3 ayat (1) Huruf “a” Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 34
18
beberapa syarat yang menjadi pembeda mengenai tatacara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.36 Hal menarik lainnya dari keistimewaan Yogyakarta adalah sebagaimana disebutkan dalam huruf “n” pada pasal 18 Undang-Undang yang sama. Dimana salah satu syarat lainnya adalah Gubernur dan Wakil Gubernur tidak berasal dari Partai Politik.37 Ini menarik karena kemungkinan besar “syarat-syarat istimewa” tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi interaksi antara Lembaga Eksekutif dengan Lembaga Legislatif. Dan dalam penelitian ini bertujuan untuk sedikit banyak mencari tahu bagaimana pola interaksi yang tercipta antara kedua lembaga pemerintahan tersebut khususnya berkaita dengan kegiatan Checks And Balances.38 4. Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Pemisahan atau pembagian kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan modern dianggap perlu dilakukan tidak terlepas dari semangat untuk menjaga pemerintahan yang dinamis dan stabil. Dalam sistem
presidensial,
dimana
jabatan
kepala
Negara
dan
kepala
pemerintahan berada pada satu orang yaitu presiden. Dengan kondisi tersebut, seorang presiden tentu saja memiliki kewenangan yang besar,
36
Pasal 18 UU 13 tahun 2012 dalam huruf “c” mensyaratkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta adalah orang yang bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. 37 Dalam Pasal 18 huruf “n” Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 mengisyaratkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur bukan sebagai anggota partai politik. 38 Paul Treanor, diterjemahkan Imron Rosyadi, Kebohongan Demokrasi, (Yogyakarta. Istawa: 2001), hlm 62
19
maka untuk menghindari penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan, sistem pemisahan atau pembagian kekuasaan pun muncul sebagai alternatif preventif.39 Awal pemikiran ini lahir pada tahun 1660, John Locke mengemukakan kritik terhadap kekuasaan raja-raja yang absolut lewat bukunya yang berjudul Two Treaties on Civil Government. Dalam buku tersebut beliau mengatakan bahwa negara lahir dari kondisi alami manusia dan kontrak sosial dengan tujuan memelihara hak-hak alami manusia yaitu hak untuk hidup, kemerdekaan, dan hak milik, yang kemudian melahirkan status politik.40 Dalam buku tersebut pula, beliau berpendapat bahwa untuk mencapai keseimbangan dalam suatu Negara, Kekuasaan harus dipilah menjadi tiga bagian yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Federatif yang masing-masing mempuyai wewenang yang berbeda dalam menjalankan pemerintahan.41 Gagasan tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh Montesquieu yang dimana juga menganggap kekuasaan itu terbagi menjadi tiga yang masing-masing mempunyai pekerjaan sendiri secara terpisah. Kekuasaan tersebut dibagi menjadi Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.42 Perbedaan pemikiran John Locke dengan pemikiran Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan ini adalah pada kekuasaan yudikatif. Pada teori John Locke, tidak terdapat kekuasaan yudikatif karena hal tersebut 39
Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, (Yogyakarta. Total Media: 2008), hlm. 46 40 Ibid, hlm. 47 41 Ibid 42 Ibid, hlm. 48
20
dianggap berada pada kekuasaan eksekutif. Sebaliknya pada teori Montesquieu, kekuasaan yudikatif dianggap harus berdiri sendiri dan tidak termasuk sebagai kekuasaan federatif dalam rangka menjamin kebebasan politik warga negara43. Selanjutnya teori Montesquieu ini lebih banyak diterapkan di negara – negara yang kemudian lebih dikenal sebagai konsep Trias Politica. 5. Otonomi Daerah Otonomi Daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonmi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepeningan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah Otonom berarti Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah,
yang
berwenang
mengatur
dan
mengurus
pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat dengan prakarsa sendiri, berdasarkan hukum dan tata perundang-undangan yang berlaku dan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Reublik Indonesia.44
43
Ibid. Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 6 44
21
Dalam penyelenggaraan sistem ini, berlaku asas-asas penunjang dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan.45 Adapun asas-asas tersebut adalah: a. Asas
Desentralisasi,
adalah
penyerahan
wewenang
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. b. Asas Dekonsentrasi, adalah asas pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada Gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 6. Prinsip Check And Balances Sebagai Pola Interaksi Kekuasaan Pemerintahan Check and Balances adalah alternatif
terciptanya good
governance. Dari konsep Trias Politica tetap harus ada perimbangan kekuasaan terhadap ketiga kekuasaan pemerintahan yang ada. Hal ini diperlukan untuk menghindari supremasi kekuasaan dari salah satu lembaga kekuasaan tersebut. Hakim konstitusi Akil Mochtar dalam suatu seminar mengatakan bahwa “Mekanisme checks and balances bertujuan 45
Ibid, Hlm 7
22
mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Checks and balances adalah saling mengontrol, menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-cabang kekuasaan Negara”.46 Dengan demikian, lembaga kekuasaan yang saling mengawasi, saling mengoreksi, saling terbuka, serta saling berimbang diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang kuat dan stabil dan kondusif sebagai semangat tegaknya negara demokrasi. Tapi dalam prakteknya tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Karena untuk menciptakan kondisi tersebut akan membutuhkan waktu lama dalam membentuk prosedur yang bertujuan untuk menjadikan suatu kebiasaan yang dapat diterima oleh masyarakat yang dimana masyarakat tersebut sudah memahami bagaimana demokrasi yang sebenarnya itu.47
F. Metode Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini nantinya menggunakan kualitatif bersifat deskriptif dengan mengutamakan field research disamping library research sebagai penunjang. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat deduktif dengan mengutamakan penelitian lapangan (field Research). 46
H.M Akil Mochtar, “Pentingnya Mekanisme Check and Balances Untuk Pemerintahan Demokratis”, Dilihat pada tanggal 24 Mei 2013 pada pukul 20.35 pada site http://www.akilmochtar.com/2012/11/30/akil-mochtar-paparkan-pentingnya-mekanisme-checksand-balances-untuk-pemerintahan-demokratis/ 47 Syaukani, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta. Pustaka Pelajar,: 2007), hlm. 258
23
2. Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, digunakan pendekatan yuridis dan sosiologis sebagai pilihan pendekatan. Pendekatan ini akan mempermudah peneliti dalam mengkaji bagaimana pengawasan yang dilakukan DPRD Provinsi Yogyakarta terhadap Pemerintah Provinsi Yogyakarta sebagai provinsi yang berstatus istimewa. 3. Analisa Dalam penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah wewenang/kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD DIY sebagai lembaga legislatif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah (eksekutif). Yang nantinya dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah DPRD sebagai lembaga legislatif yang salah satu wewenangnya adalah dalam hal kegiatan pengawasan baik secara kelembagaan maupun keanggotaan. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun Jenis dan Sumber Data antara lain: a) Data Primer: Yang akan menjadi data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari kegiatan wawancara yang dilakukan terhadap subyek yang berkaitan dengan obyek penelitian. Subyek dalam hal ini adalah salah satu Anggota dewan dari Komisi A yang menangani bidang pemerintahan.
24
b) Data Sekunder: Yang akan menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan kepentingan penelitian. Adapun data ini terkait dengan dokumentasi, Perda, Peraturan Dewan,
struktur, kode etik, tata tertib, rekam siding, transkip
sidang, dll. c) Data Tersier Untuk data tersier, tidak menutup kemungkinan akan diperlukan sebagai penunjang hasil penelitian. Data ini berupa artikel-artikel, buku, Undang-Undang, dll. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui kegiatan wawancara ditunjang dengan studi pustaka maupun penelusuran berkas-berkas yang dianggap terkait dengan obyek penelitian dan tergantung pada jenis data yang akan dikumpulkan. Untuk data primer, didapatkan melalui kegiatan interview terhadap anggota DPRD Provinsi Yogyakarta, maupun kalangan akademisi termasuk mahasiswa. Untuk data sekunder, didapatkan melalui kegiatan penelusuran historis maupun pemantauan secara langsung terhadap pola interaksi yang berkembang pada subyek penelitian. Dan untuk data tersier, dilakukan dengan cara penelusuran pustaka dan dengan cara yang lainnya.
25
5. Metode Pengelolaan Data Teknik
pengelolaan
data
yang
akan
dilakukan
pengolahan secara deduktif dengan cara mengumpulkan, mengamati dan, menyimpulkan setiap data yang ada dengan memperhatikan
aspek
kelengkapannya,
validitas,
serta
relevansinya terhadap obyek penelitian kemudian menganalisis menggunakan teori yang ada mauun dengan peraturan perundang-undangan yang terkait. 6. Analisis Data Dalam rangka analisis data akan dilakukan penelusuran data dan kemudian akan dikomparasikan dengan peraturan perundang-undangan. Maksudnya adalah dengan data-data yang ada, akan mencari tahu bagaimana DPRD Provinsi DIY melaksanakan pengawasannya terhadap kebijakan pemerintah DIY yang kemudian hasilnya akan tetap dikorelasikan dengan data-data yang lainnya ataupun literatur serta Undang-Undang yang terkait hingga dapat menarik suatu kesimpulan mengenai masalah yang akan dipecahkan.
G. Sistematika Pembahasan Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penulisan skripsi ini, maka dirumuskan dengan sistematika sebagai berikut :
26
Bab satu membahas beberapa point diantaranya latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, Kerangka Teoritik. Tinjauan pustaka sendiri di sini adalah untuk mengamati hasil-hasil penelitian yang sedikit banyak berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan yang kemudian dapat dijadikan bahan pemikiran alternatif dalam penarikan kesimpulan. Bab dua membahas tinjauan umum tentang lembaga Legislatif di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Bab tiga akan membahas tinjauan umum tentang lembaga legislatif Provinsi DIY, mengenai fungsi dan kewenangan DPRD DIY sebagai salah satu unsur pelaksana pemerintahan daerah. Bab empat adalah berisi pemaparan hasil penelitian dan analisa dari rumusan masalah yang telah ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap masalah tersebut yang akan menganalisis bagaimana DPRD Provinsi Yogyakarta melakukan kegiatan pengawasan terhadap pemerintah DIY dalam rangka peningkatan efektifitas dan stabilitas pemerintahan, serta apa saja kendala-kendala yang dihadapi DPRD Provinsi DIY dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan tersebut. Bab lima
adalah bab terakhir dari skripsi ini yang dimana
didalamnya akan ada kesimpulan dari segala pembahasan terhadap masalah
–
masalah
yang
diangkat,
serta
aka
nada
saran/rekomendasi terkait dengan pemecahan masalah tersebut.
27
beberapa
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penggalian informasi dan data disertai analisis pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD DIY terhadap Pemerintah DIY dalam rangka peningkatan efektifitas dan stabilitas pemerintahan adalah sebagai berikut : Pengawasan dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu : a. Pengawasan reguler adalah pengawasan terhadap capaian – capaian pemerintah
yang
berkaitan
dengan
program-program
kerja,
pelaksanaan dan hasil kebijakan, dan sebagainya yang dilakukan setiap 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun yang dilengkapi dengan kegiatan pembacaan LPJ oleh pemerintah daerah. b. Pengawasan berjalan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan perda/perdais, kebijakan-kebijakan publik, pelaksanaan anggaran (APBD) dan lain-lain. Dalam hal ini dapat juga dibantu dengan peran kontrol sosial oleh masyarakat, lembaga pengawas (LOD) dan lainnya. Metode tersebut di atas adalah bagian dari 7 (tujuh) tahapan mekanisme pengawasan. Adapun 7 (tujuh) tahapan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut yaitu : 1. Tahap I
: Penentuan agenda pengawasan untuk satu tahun ke depan;
146
2. Tahap II
: Penentuan metodologi pengawasan mencakup jangka
waktu, rencana teknik, pembagian tugas dan tanggungjawab, koordinasi instansi terkait dan tenaga ahli, serta pendokumentasian hasil; 3. Tahap III : Menjalin jaringan/instansi terkait dan aliansi strategis (DPR RI, Partai Politik, Institusi Pengawasan, serta masyarakat); 4. Tahap IV : Pelaksanaan Pengawasan (memperoleh informasi – menghimpun informasi awal – analisa, penyusunan laporan awal, dan penentuan rekomendasi); 5. Tahap V
: Penyusunan Laporan;
6. Tahap VI : Tindak lanjut hasil pengawasan; 7. Tahap VII : Menilai kinerja pemerintah daerah dalam LKPJ. Kemudian hal – hal yang menjadi kendala DPRD DIY dalam melaksanakan fungsi pengawasan adalah sebagai berikut : a. Kewenangan pengawasan yang dipolitisasi; b. Pengawasan yang belum memberikan kontribusi yang maksimal terhadap keperlangsungan pengelolaan pemerintahan; c. Pengawasan yang masih terkesan sporadik dan reaktif; d. Partisipasi masyarakat yang belum optimal; e. Agenda pengawasan yang belum tersistematis; f. Pengorganisasian sumber daya pengawasan belum optimal; g. Mekanisme penyampaian informasi kepada masyarakat belum optimal. Selain kendala teknis tersebut, terdapat juga kendala yang dikategorikan sebagai kendala personal yaitu :
147
a. Status Gubernur dan Wakil gubernur yang bertahta sebagai raja menimbulkan rasa “sungkan” pada anggota dewan dalam melakukan pengawasan secara mendalam; b. Profesionalisme kerja anggota dewan yang tidak sama/tidak merata; c. Latar belakang politik anggota dewan yang berbeda – beda;
B. Saran 1. Terhadap Undang Undang Ada baiknya kewenangan DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemerintah daerah diharmoniskan dan juga diperjelas karena hal ini sangat berpotensi dibawa keranah politik yang negative dan dapat disalahgunakan. Ada baiknya pada Undang Undang 27 Tahun 2009 ditambahkan tentang bagaimana hak – hak seperti interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat tersebut di perhatikan. Mengenai batasa – batasan penggunaannya juga dibuat terrang sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
2. Terhadap DPRD DIY Setelah melakukan analisis terhadap mekanisme pelaksanaan pengawasan yang dilakukan DPRD DIY, selanjutnya disarankan untuk membuat suatu agenda khusus yang sistematis bagaimana dan seperti apa pengawasan tersebut dilaksanakan agar tidak terkesan sporadik dan reaktif serta memaksimalkan peran serta masyarakat karena masyarakat adalah
148
kelompok yang paling krusial dan berhak dalam menanggapi setiap kebijakan – kebijakan yang ada.
3. Terhadap Pemerintah DIY Untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil, selanjutnya disarankan untuk melakukan koordinasi yang optimal terhadap lembaga – lembaga pengawas yang ada tidak terkecuali DPRD DIY. Hal ini demi perwujudan prinsip Check And Balances.
4. Terhadap Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk melakukan pendalaman terhadap hubungan status sosial kepada daerah DIY yang dimana bertahta sebagai raja dengan tingkat efektifitas penyelenggaraan fungsi pengawasan oleh DPRD DIY.
149
DAFTAR PUSTAKA
DPPK Provinsi Yogyakarta. Informasi Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (DPPKDIY.Yogyakarta: 2012) Fuady, Munir. Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat), Bandung: Refika Aditama. 2009. Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Yogyakarta: Total Media: 2008. Hardjono. Legitimasi Perubahan Konstitusi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Lubis, M. Solly. Ilmu Negara. Jakarta: Mandar Maju, 2007 Mahmuzar. Sistem Pemerintahan Indonesia, Bandung: Nusa Media, 2010. Murhani, Suriansyah. Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah. Jakarta: Laksbang Meditama, 2008. Treanor, Paul. diterjemahkan Imron Rosyadi, Kebohongan Demokrasi, Yogyakarta: Istawa, 2001. Purnomowati, Reni Dwi. Implementasi Sistem Bukameral Dalam Parlemen Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Soehino, Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 2005 Sunarno, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika, 2008. Syafiie, Inu Kencana. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Syaukani, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
150
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogjakarta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakart. Peraturan DPR-RI No. 2 Tahun 2011 Tentang Tata Beracara Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Peraturan DPR-RI Tentang Tata Tertib Peraturan DPR-RI Tentang Tata Kerja PERDA DIY Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat DIY Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat DIY Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib
151
Skripsi, Thesis, Disertasi, Makalah, Artikel. Azizah, Anis. “Eksistensi Keistimewaan Daerah Istimea Yogyakarta Dalam Aspek Sosial, Budaya, Dan Politik”, Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. 2010) Tanoesoedibjo, Hary. “Indonesia Layak Jadi Negara Besar” Artikel pada situshttp://wartaekonomi.co.id/berita9418/hary-tanoesoedibjo-indonesialayak-menjadi negara-besar.html Asshiddiqie, Jimly. “Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD tahun 1945”, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VII, Denpasar: Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. 2003. ________________, “Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi”, Bahan Seminar Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi, Jakarta: DPP Partai Golkar, 2008. “Koalisi Dan Oposisi Dalam Sistem Presidensial“, http://edisicetak.joglosemar.co/berita/koalisi-dan-oposisi-dalam-sistempresidensial10335.html diakses pada tanggal 24 april 2013 Kusbandono, Amir. “Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur) Secara Langsung Dan Keistimewaan Yogyakarta”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah 2010. Mochtar, Akil. “Pentingnya Mekanisme Check and Balances Untuk Pemerintahan Demokratis”, Artikel pada site http://www.akilmochtar.com/2012/11/30/akil-mochtar-paparkanpentingnya-mekanisme-checks-and-balances-untuk-pemerintahandemokratis/. Dilihat pada tanggal 24 Mei 2013 Muttaqin, Mochammad Shokhih. “Analisis Pengisian Jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Konteks Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret 2010) Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (PPMKRI), “Status Keistimeawan Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Bingkai Demokrasi
152
Berdasarkan Undang-Undang Konstitusi. 2011
Dasar
1945”.
Jakarta:
Mahkamah
Rauf, Maswardi. “Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UUD 1945”, Makalah Bahan Seminar Kajian Konstitusi, Bali: 2003 Sekretariat Jenderal DPDRI, Keistimewaan Yogyakarta ditinjau dari Hukum Adat, Hukum Pertanahan, dan Hukum Ketatanegaraan, Jakarta: DPDRI, 2012.
Referensi Lain http://www.dprd-diy.go.id www.mpr.go.id / wikipedia/MPRRI. sebagai referensi pembahasan MPR-RI. www.dpr.go.id www.pemda-diy.go.id http://birohukum.jogjaprov.go.id www.transparansi.or.id. www.kemendagri.go.id www.google.co.id
153