BAB II PERLUNYA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) DIPRIVATISASI
A. Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok. Pertama, sebagai wadah bisnis aset yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an ketika pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Peristiwanya dimulai pada tahun 1957, ketika kabinet Ali Satroamidjojo II jatuh disertai krisis ekonomi yang parah. Kejatuhan kabinet ini seakan memperkuat sinyal bahwa pemerintahan parlementer akan membawa Indonesia ke dalam keterpurukan.63 Pada November 1957 Presiden Soekarno mengumumkan penyatuan Irian Barat dengan Indonesia karena PBB gagal mengeluarkan resolusi yang mengimbau agar Belanda mau berunding dengan Indonesia untuk masalah Irian Barat. Gerakan Ini menjadi titik awal nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia. Kedua, membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar. Pada pertengahan tahun 1960-an pemerintah mulai mendirikan pabrik-pabrik pupuk urea, mulai di Sumatera Selatan,
63
Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Aceh. Pemerintah mengambil alih Indosat sebagai home-base pemilikan dan pengelolaan Satelit Palapa. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi nasional. Pemerintah mendirikan industri pesawat terbang, IPTN, dengan tujuan menjadi pelaku bisnis regional di bidang pesawat angkut jenis menengah dan kecil.64 Ketiga, membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak, Dahana, pencetakan uang, Peruri, hingga pengelolaan stok pangan, Bulog.65 Seiring dengan konfrontasi politik di Indonesia pada tahun 1959, Pemerintah telah mengambilalih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan Belanda. Ketika itu pemerintah menginginkan dan berharap agar perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil-alih dapat dikelola dan dikembangkan oleh para pengusaha swasta pribumi, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa para pengusaha swasta pribumi saat itu belum memiliki kemampuan untuk menanganinya karena keterbatasan modal usaha dan sumber daya manusia. Sejumlah pengusaha etnis Tionghoa yang bersedia membeli dan mengelola bekas perusahaan-perusahaan Belanda tersebut ditolak Pemerintah dengan alasan pengusaha etnis Tionghoa tidak boleh lagi mendominasi dunia usaha di bidang perdagangan, industri dan pertanian seperti pada jaman pemerintahan kolonial Belanda.
64 65
Ibid. Ibid., hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu Pemerintah akhirnya mengambil keputusan mendirikan sejumlah perusahaan negara untuk mengelola eks perusahaan-perusahaan Belanda dimaksud.66 Kebijakan yang diambil Pemerintah pada awal tahun 1960-an hampir mengalami kebuntuan karena Indonesia pada masa itu belum memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai untuk menjalankan perusahaan-perusahaan berskala besar secara efisien dan produktif. Pada saat itu, pengusaha pribumi sendiri belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak untuk memimpin unit usaha yang besar. Untuk mengatasi masalah sumber daya manusia ini Pemerintah mengerahkan sumber daya manusia dari kalangan militer yang ketika itu relatif cukup baik. Di Indonesia, kalangan militer telah berpengalaman dalam mengelola kegiatankegiatan berskala besar seperti pengadaan personil (rekruitmen, pendidikan dan pelatihan) dan logistik (pengadaan, pengangkutan dan logistik), sehingga boleh dikatakan bahwa kebijakan Pemerintah inilah yang menumbuhkan embrio dwifungsi militer di Indonesia.67 66
Parluhutan Sagala, Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menciptakan Perusahaan yang efektif dan efisien, Disertasi, (Medan: Sekolah Pascasarjana, 2009), hlm. 44 67 Indra Bastian, Op.cit,. hlm. 94. Dapat ditambahkan bahwa posisi dan peranan negara dalam perekonomian nasional pasca kemerdekaan sangat dominan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: (1) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan tidak memiliki social overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan; (2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; dan (3) Terpinggirkannya pengusaha pribumi (sebagai kelas ketiga setelah pengusaha Eropa dan Keturunan Arab dan China). Berbagai permasalahan tersebut mendorong pemerintah untuk berperan lebih besar dan melakukan beberapa intervensi untuk mendorong tumbuhnya perekonomian nasional. Upaya menggerakkan perekonomian dalam masa demokrasi parlementer diimplementasikan melalui Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) dan Program Benteng yang ditujukan untuk membantu pengusaha pribumi. Beberapa kebijakan ekonomi pemerintah juga diarahkan untuk mendorong perekonomian nasional dengan mendirikan perusahaan negara melalui proses nasionalisasi. Nasionalisasi terutama terjadi pada beberapa perusahaan Belanda di bidang
Universitas Sumatera Utara
Pada masa itu, perusahaan negara diatur dengan berbagai peraturan perundangundangan seperti Undang-Undang Perusahaan Negara (Indonesiche Bedrijven Wet/IBW), Undang-Undang Perbendaharaan Negara (Indonesische Comptabliteits Wet/ICW), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Dagang.68 Pengaturan perusahaan negara dengan berbagai ketentuan tersebut pada akhirnya menimbulkan kesulitan di bidang administrasi dan pengawasan oleh pemerintah. Karena itu, untuk melakukan reorganisasi alat-alat produksi dan distribusi yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perpu) No. 19 Tahun 1960. Dengan Perpu ini, pengertian perusahaan negara diseragamkan yaitu semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan Negara Republik Indonesia kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang.69 Kemudian perubahan mendasar terjadi dalam sistem perekonomian Indonesia ketika Orde Baru (Orba) mengambil alih kekuasaan pada tahun 1967. Terjadinya perubahan mendasar tersebut terutama dipengaruhi oleh dua lembaga donor internasional, yaitu International Governmental Group on Indonesia (IGGI) dan International Bank for Reconstruction & Development (IBRD). Kedua lembaga donor ini berhasil meyakinkan Pemerintah bahwa upaya pemulihan perekonomian Indonesia harus didukung oleh bantuan luar negeri. Namun untuk dapat memperoleh infrastruktur yang bersifat natural monopoly. Lihat Setyanto P.Santosa,“Privatiasi:PenerapanNasionalismePengelolaanBUMN”,http://kolom.pacific.net.id/ind/medi a/PrivatisasiPenerapan., diakses pada tanggal 14 Januari 2011. 68 Parluhutan Sagala Op.cit., hlm. 46. 69 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bantuan luar negeri tersebut, kedua lembaga donor dimaksud mensyaratkan Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan “pintu terbuka” untuk memberi jalan masuknya modal asing. Agar bantuan luar negeri tersebut dapat diperoleh, maka Indonesia menerbitkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah mendorong masuknya modal asing ke Indonesia melalui berbagai perusahaan multinasional. Setahun kemudian diundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mendorong terciptanya perusahaan-perusahaan raksasa milik sekelompok kecil pengusaha etnis Tianghoa. Seiring itu pula, lahir perusahaan-perusahaan besar milik badan-badan usaha yang terkait dengan sejumlah yayasan dan oknum militer, yang diduga mewakili militer sebagai institusi. Diperkirakan bahwa sejak saat ini mulai tercipta hubungan kepentingan antara berbagai perusahaan swasta dengan militer dan elit politik yang berkuasa dalam berbagai bentuk kerjasama yang ditenggarai bernuansa kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).70 Pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 yang berhasil mengurangi jumlah BUMN dari sekitar 822 menjadi 184 perusahaan. Dengan Undang-Undang ini, BUMN dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu Perjan, Perum dan Persero. Selain itu, ada lagi bentuk BUMN yang diatur secara khusus dengan undang-undang
70
Indra Bastian, Op.cit., hlm. 94-95.
Universitas Sumatera Utara
tersendiri yaitu bank-bank milik pemerintah dan Pertamina.71 Dalam praktiknya, bidang usaha BUMN dibedakan antara public utilities (telekomunikasi, listrik, gas, kereta api dan penerbangan), industri vital strategis (minyak, batu bara, besi baja, perkapalan dan otomotif), dan bisnis.72 Dalam kaitan dengan pengelolaan BUMN, pada awal orde baru pemerintah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN, yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokrasi, dan desentralisasi. Hal ini ditujukan untuk membuka kesempatan bagi pihak swasta agar terlibat dalam proses pembangunan. Upaya perbaikan kinerja BUMN dilakukan melalui ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara. Dalam peraturan ini BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonomisnya, yakni Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan. Dalam perkembangan selanjutnya BUMN di Indonesia mengalami beberapa perubahan, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah.73 Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum dan Persero dimaksudkan untuk 71
Perjan adalah BUMN yang berusaha di bidang penyediaan jasa-jasa bagi masyarakat termasuk pelayanan kepada masyarakat, permodalannya termasuk bagian dari APBN yang dikelola oleh Departemen yang membawahinya, dan statusnya berkaitan dengan hukum publik (IBW dan ICW); Perum adalah BUMN yang berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum di samping mendapatkan keuntungan, modal seluruhnya milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan dan berstatus badan hukum yang diatur dengan undang-undang; dan Persero adalah BUMN yang bertujuan untuk memupuk keuntungan dan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sektor swasta dan koperasi, di luar bidang usaha Perjan dan Perum. Parluhutan Sagala, Op.cit., hlm. 48. 72 Christianto Wibisono, lihat dalam Ibrahim, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 107. 73 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan peranan perusahaan negara dan sekaligus pengendaliannya oleh Pemerintah. Dengan adannya Peraturan Pemerintah ini Pemerintah memiliki kewenangan yang sangat besar dalam hal pengelolaan BUMN dan sekaligus membatasi kewenangan pengelolanya (manajemen).74 Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk menciptakan landasan hukum yang kuat dan jelas bagi pemangku kepentingan (stake holers). Melalui peraturan perundang tersebut diharapkan dapat dirumuskan arah, sasaran, program, dan kebijakan pemerintah terhadap BUMN secara jelas sehingga dapat menjadi pedoman bagi semua pihak yang terkait. Peraturan Tentang BUMN merupakan kebutuhan mutlak karena landasan hukum tentang BUMN yang ada sebelumnya belum sempurna, termasuk beberapa ketentuan tentang restruksturisasi dan privatisasi.75 Pasca-reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai : (1) penataan BUMN secara efisien, transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi dipasar modal. Untuk melaksanakan TAP MPR tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.
74 75
Parluhutan Sagala, Op. cit., hlm. 50. Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN terbagi atas 2, yaitu: Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (Lima Puluh Satu Persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.76 Pada tahun 2005 diterbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan BUMN yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan badan hukum dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun yang sama, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan (Persero) yang merupakan kebijakan tentang privatisasi BUMN. Pada tanggal 23 September 2009, pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009
76
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297.
Universitas Sumatera Utara
Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perusahaan Perseroan (Persero). Kebijakan ini merupakan kebijakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN.
B. Masalah Umum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN sebagai salah satu tulang punggung perekonomian (asset produktif yang dimiliki pemerintah) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Pemerintah sangat berkepentingan atas kesehatan BUMN. Akan tetapi, kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan, dan tidak transparan. Kinerja BUMN dalam perkembangannya terkesan dipandang negatif. Sering kali BUMN dituduh sebagai badan usaha yang tidak efisien dan memiliki profitabilitas yang rendah. Boleh dikatakan bahwa terciptanya kesan dan kondisi seperti itu dipengaruhi orientasi pendirian BUMN, yang semula diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian dibandingkan dengan perolehan laba (profitability). Agar dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif sehingga
Universitas Sumatera Utara
mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya mekanisme pasar yang begitu kompetitif.77 Ada beberapa masalah yang sering dihadapi BUMN dan selalu digunakan sebagai pertimbangan yang mendorong dilakukannya kebijakan privatisasi di beberapa negara, menurut hasil penelitian World Bank (2004), antara lain adalah karena beberapa permasalahan dalam BUMN itu sendiri, yaitu:78 Pertama, inefisiensi, kelebihan karyawan, dan produktivitas rendah. Ketiga masalah tersebut terbilang akut dan dominan pada BUMN yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan pemerintah. Kedua, kualitas barang dan jasa rendah. Kualitas barang dan jasa yang dihasilkan BUMN pada umumnya dinilai rendah oleh masyarakat karena lemahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbelakangan teknologi yang digunakan oleh BUMN untuk memproduksi barang dan jasa. Ketiga, rugi secara berkelanjutan dan peningkatan utang. Beberapa BUMN yang merugi dan memiliki utang cukup besar tidak dapat segera melakukan pembenahan untuk meningkatkan kinerjanya karena beberapa alasan. Salah satunya adalah aset BUMN yang berasal dari penyisihan APBN (sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN) harus dikonsultasikan kepada pemerintah dan bahkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).79 Keempat, tidak responsif terhadap kebutuhan publik. Keterlambatan dalam merespon kebutuhan publik, pada umumnya disebabkan oleh lambannya proses pengambilan keputusan dan kurangnya jiwa wirausaha (entrepreneurship) di lingkungan manajemen BUMN. Kelima, ketiadaan dana untuk memenuhi kebutuhan modal investasi. Salah satu hambatan pengembangan BUMN adalah kurangnya dana investasi terutama untuk keperluan pengembangan usaha. Sebagian modal BUMN berasal dari utang 77 78
Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 37. Ibid., hlm. 37-39.
Universitas Sumatera Utara
sehingga biaya modalnya (cost of capital) lebih tinggi dibandingkan jika didanai dengan modal sendiri (ekuitas). Keenam, intervensi vertikal secara berlebihan. Seringkali kebijakan pemerintah dalam pengelolaan BUMN sangat intervensif sehingga manajemen BUMN mengalami hambatan dalam pengambilan keputusan manajerial. Ketujuh, beragam tujuan dan saling bertentangan. Dualisme tujuan BUMN, yaitu tujuan untuk memperoleh keuntungan dan pelayanan sosial kepada publik, merupakan salah satu penghambat BUMN untuk memasuki pasar yang kompetitif. Kedelapan, misi lembaga yang salah arah dan tidak relevan. Adanya intervensi politik dan hambatan regulasi dapat mengacaukan misi BUMN sebagai entitas bisnis. Kesembilan, pemanfaatan dan kinerja aset yang tidak optimal. Investasi yang dilakukan BUMN, terutama dalam bentuk infrastruktur, penggunaannya belum dapat dioptimalkan (not fully employed), antara lain karena masalah kemampuan SDM, konflik kepentingan, birokrasi, serta hambatan hukum. Kesepuluh, praktik-praktik ilegal. Praktik ilegal seperti praktik suap, pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai prosedur, kolusi dan nepotisme, serta beberapa praktik ilegal lain dalam pengelolaan BUMN. Penerapan good corporate governance (GCG) diharapkan dapat membersihkan praktik-praktik ilegal tersebut.80 Kesebelas, pencurian dan korupsi. Tingginya kasus pencurian dan korupsi dalam tubuh BUMN merupakan masalah yang perlu dicermati secara serius baik oleh pemerintah maupun oleh manajemen BUMN.81 80
Dalam melaksanakan reformasi ditubuh BUMN diperlukan adanya penerapan pengelolaan usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN. Untuk membangun Good Corporate Governance tidak mungkin hanya dengan retorika atau slogan semata-mata, untuk mencapai kinerja yang optimal, BUMN memang perlu menerapkan coroprate governance yang baik. Dan ketetapan itu barangkali bisa diawali dengan penegasan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi, komisaris beserta seluruh jajaran manajemen perusahaan tersebut. 81 Lemahnya penegakan hukum di masyarakat, ternyata juga dirasakan di dalam sistem manajemen BUMN. Hal itu terjadi karena adanya sistem reward and punishment di beberapa perusahaan negara memang belum berjalan efektif. Dengan demikian sering kita dengar banyak pejabat BUMN yang memiiki kinerja yang kurang baik, akan tetapi tidak mendapat sanksi yang memadai. Melalui kajian komprehensif mengenai terjadinya KKN di berbagai instansi pemerintah saat ini tampaknya bisa ditarik benang merah bahwa dalam masyarakat yang sehat, berbagai organisasi atau badan usaha di dalmnya juga akan sehat. Sebaliknya dalam masyarakat yang belum sehat dengan sendirinya “organ” yang ada dalam masyarakat tersebut, termasuk badan usaha ataupun aparatnya juga akan terimbas. Dengan istilah, jika ingin membenahi BUMN, maka benahi pula seluruh lapisan masyarakat termasuk aparat pemeritah sampai ke pejabatnya. (Dibyo Soemantri Priambodo, Refleksi BUMN 1993-2003, (Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004), hlm. 61-62.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki BUMN yang bermasalah yang memenuhi kriteria di atas, sehingga salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala ekonomis, langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah dengan melakukan privatisasi. Memasuki era globalisasi seperti sekarang, beberapa BUMN yang telah melakukan perbaikan manajemen, khususnya efisiensi operasi, akan mampu menghadapi persaingan pasar. Langkah perbaikan yang dilakukan meliputi restrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan, penerapan sistem pengendalian manajemen, dan kebijakan strategis lainnya. BUMN yang tidak melakukan perbaikan manajemen biasanya akan menghadapi berbagai kesulitan, terutama di bidang finansial.82
82
Menurut Santosa (1994) bahwa untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, sekaligus memperluas skala usaha agar mencapai skala ekonomis, langkah yang ditempuh sebagian besar BUMN yang berkinerja buruk adalah melalui peningkatan utang perusahaan. Dengan tetap menjalankan perusahaan atas dasar operasi berbiaya tinggi, dan dalam beberapa kasus diperburuk dengan intervensi pemerintah yang berlebihan, manajemen BUMN tidak mampu melakukan perbaikan kinerja. Bahkan, beban utang meningkat dari waktu ke waktu. Permasalahan ini bagaikan lingkaran yang tidak berujung atau vicious funding cycle yang selalu membelit pengelolaan BUMN. Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.cit., hlm. 40.
Universitas Sumatera Utara
Skema 1. Vicious Funding Cycle
Limited Internal Fund High Dependence on Foreign Debt
Weak Cash Flow and Low Profit Low Productivity, Low Revenues Poor Quality Service un-met Demands Weak Cash Flow and Low Profit
Weak Cash Flow and Low Profit
Limited Pressure on Efficiency and Technology Upgrading
Un-stable Regulatory Framework
Political Risk
Limited Investment in Plant & Equipment
Weak Cash Flow and Low Profit
Weak Currency High inflation Trade Imbalance
Sumber: Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008).
Skema tersebut di atas menunjukkan kondisi BUMN. Dari satu sisi, keterbatasan dana internal menjadikan BUMN sangat bergantung pada dana luar negeri, yang untuk memperolehnya harus melalui prosedur yang relatif cukup rumit dan membutuhkan biaya tinggi pula. Sebagai konsekwensinya, investasi sarana dan prasarana produksi barang dan jasa menjadi sangat terbatas sehingga menghasilkan produktivitas, pendapatan, dan kualitas produk yang rendah. Kondisi ini menyebabkan BUMN tidak mampu memenuhi permintaan konsumen atau bersaing di pasar sehingga arus kas (cash-flow) yang dimiliki dan laba yang dihasilkan sangat kecil, bahkan terkadang negatif. Di sisi lain, keterbatasan investasi untuk menggantikan peralatan yang tidak produktif mengakibatkan beban utang dan biaya modal menjadi tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan ketidak efisienan dalam
Universitas Sumatera Utara
pengoperasian perangkat yang dimiliki. Berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN menjadi semakin berat dengan adanya berbagai permasalahan eksternal, seperti; a) b) c) d) e) f)
lemahnya nilai tukar mata uang rupiah; tingkat inflasi yang tinggi; neraca perdagangan yang tidak seimbang; risiko politik; peraturan yang tidak stabil; dan kurangnya tekanan untuk melakukan kegiatan secara lebih efisien atau meningkatkan kemampuan teknologi. Kesemuanya ini menjadikan permasalahan BUMN ibarat lingkaran yang tidak
berujung pangkal (vicious cycle). Dalam mengantisipasi perkembangan pasar yang makin dinamis, yang untuk menghadapinya membutuhkan sumber daya yang lebih besar, beberapa BUMN yang relatif baik kemudian melakukan privatisasi melalui skema penawaran saham umum perdana atau initial public offering (IPO) atau go public.83 Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan melakukan stabilitas harga dan laju inflasi pemerintah memberikan proteksi dan hak monopoli kepada BUMN serta memberikan subsidi bagi BUMN yang merugi. Kondisi ini menciptakan kebergantungan BUMN kepada pemerintah sehingga sebagian besar justru menjadi beban bagi pemerintah. Ketergantungan BUMN terhadap pemerintah tidak menciptakan struktur kemandirian BUMN untuk berkompetisi dengan perusahaan swasta, dan BUMN sering kali memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja, kualitas, dan produktivitas karyawan BUMN relatif rendah jika 83
Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op.cit., hlm. 41-42.
Universitas Sumatera Utara
dibandikan dengan karyawan perusahaan swasta. Tingginya biaya produksi mempengaruhi tingkat harga produk yang ditawarkan kepada konsumen. 84 Dalam kasus tertentu pemerintah memberikan subsidi yang terlalu besar bagi BUMN sehingga secara internal upaya untuk menciptakan efisiensi dalam tubuh BUMN menjadi makin sulit. Ketidak jelasan peran yang diambil pemerintah dalam pengelolaan BUMN menyebabkan Pemerintah tidak mampu mendorong efisiensi dalam BUMN yang bersangkutan.
C. Pengertian Privatisasi Privatisasi merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada sektor swasta. Asumsi penyerahan pengelolaan pelayanan publik ke sektor swasta adalah peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya yang dapat dicapai.85 Privatisasi atau swastanisasi secara umum berarti pengalihan BUMN kepada perusahaan swasta. Akan tetapi kini arti privatisasi lebih luas dari sekedar penjualan asset publik lewat lelang publik atau penjualan langsung, yaitu termasuk juga berbagai cara lain, seperti pemberian sub-kontrak dan konsesi dari jasa pemerintah; perjanjian lisensi; kontrak manajemen; perjanjian penyewaan usaha, peralatan atau
84 85
Ibid., hlm. 11. Indra Bastian, Op. Cit., hlm. 18
Universitas Sumatera Utara
asset; penjanjian usaha patungan (joint-venture); serta skema BOT (Build-OperateTransfer). Berbagai terminologi privatisasi telah ditelusuri pada beberapa sumber pustaka yang ada. Daftar pustaka maupun media yang diperoleh ternyata memberikan kontribusi penting pada berbagai tahap perkembangan teori privatisasi. Sejumlah sumber pustaka bahkan telah mengarahkan langsung ke kemungkinan alternatif prespektif privatisasi. Di Inggris, sebagai negara pencetus gerakan global privatisasi, akibat adanya dokumen resmi tentang “Privatisasi”, maka beberapa sumber formal pemerintah dieksplorasi untuk mendapatkan konsepsi relevan. Transkip pidato John Moore (Menteri Muda BUMN-Inggris: 1980-1988) pada berbagai kesempatan mengemukakan bahwa privatisasi sering dikonotasikan sebagai:86 a) b) c) d)
Pengembalian perusahaan negara kepada sektor swasta Kontrak jasa kepada sektor swasta Pembebasan (dalam arti kompetisi) Deregulasi
Berikut ini akan diuraikan lebih rinci pemahaman privatisasi dengan cara mengutip pendapat akademisi dan praktisi yang berpengaruh dalam Program Privatisasi di Inggris. Dari pendapat merka, dapat dikuak pendekatan konsep “Privatisasi” serta berbagi faktor terkait sebagai berikut: 87 1. Peacock (1930-an) Privatisasi, pada umumnya diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi bahwa dominasi kepemilikan saham akan berpindah ke pemegang swasta:
86 87
Ibid., hlm. 19. Indra Bastian, Model Pengelolaan Privatisasi, (Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm. 27-29.
Universitas Sumatera Utara
“...Privatisasi mencakup perubahan “dari dalam ke luar”, di mana terdapat kontrak dan jasa pemerintahan”. 2. Beesley dan Littlechild (1980-an) Secara umum, “Privatisasi” diartikan sebagai “pembentukan perusahaan”. Sedangkan, menurut Company Art, privatisasi diartikan sebagai penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50 % dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta. Jadi ide privatisasi merupakan konsep pengembangan industri dengan meningkatkan peranan kekuatan pasar. 3. Dunleavy (1980-an) Privatisasi diartikan sebagai pemindahan permanen aktivitas produksi barang danjasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta atau dalam bentuk organisasi nonpublik, seperti lembaga swadaya masyarakat. 4. Clementi (1980-an) Terdapat empat batasan dalam kebijakan Pemerintah Thatcher, tentang informasiperusahaan sektor publik secara keseluruhan, antara lain: a. Pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke swasta b. Liberalisasi aktivitas melalui kompetisi c. Menghapus fungsi tertentu yang dilakukan oleh sektor publik secara bersamaan atas melakukan sub-kontrak kepada sektor swasta, sehingga dapat dilakukandengan yang lebih rendah. d. Mengurangi jasa sektor publik yang tidak mempunyai nilai manfaat.
5. Pirie (1980-an) Ide privatisasi melibatkan pemindahan produksi barang dan jasa sektor publik ke sektor swasta. Pemindahan ini mengakibatkan perubahan manajemen perusahaan sektor publik ke mekanisme swasta. Privatisasi lebih merupakan metode, bukan semata-mata kebijakan final. Sebuah metode regulasi yang memiliki kecenderungan untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar.
Universitas Sumatera Utara
6. Posner (1980) sebuah perusahaan perdagangan, dapat beraktivitas dengan jalan membeli atau menjual barang dan jasa perusahaan ke agen-agen ekonomi lainnya. Baik perusahaan sektor publik seperti British Steel, atau perusahaan sektor swasta seperti ICI mengusulkan bahwa perusahaan harus mengadaptasi dari satu kondisi ke kondisi lain dalam menyusun argumentasi untuk privatisasi. Mark One merupakan sebuah industri besar yang menyediakan pelayanan masyarakat secara berbeda dibanding mekanisme perusahaan publik pada umumnya yang biasanya supplier atau konsumen dominan, dan aktiva modal perusahaan ini mempunyai status hukum. Seperti perusahaan negara lainnya di Inggris, seperti Kantor Pos, British Telecom, atau NCB, Mark One hendaknya segera dialihkan ke sektor swasta melalui program privatisasi. Berppindahnya pengelolaan perusahaan dari sektor publik ke swasta diasumsikan sebagai alat pengurangan jumlah pegawai negeri. Berbagai perkembangan di atas menunjukkan perkembangan implementasi kebijakan publik “privatisai” dari waktu ke waktu. 7. Kay dan Thompson (1970-an) Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Perubahan yang paling penting adalah adannya “dis-nasionalisasi” penjualan kepemilikan publik, deregulasi terhadap pengenalan kompetisi ke status monopoli dan kontrak melalui franchise ke perusahaan swasta terhadap produksi barang dan jasa yang dibiayai oleh negara. 8. Shackleton (1970-an) Penggunaan istilah “Privatisasi” sangatlah beragam. Ada beberapa istilah yang merefleksikan pemindahan kepemilikan. Kategori yang paling besar mencakup berbagai hal yang memberi arti bahwa sektor publik diekspos terhadap kekuatan pasar. Selaras dengan kategori ini, Shackleton secara khusus membicarakan dua tipikal ukuran, yaitu: a. Terkait dengan industri yang telah “dinasionalisasi” maupun perusahaan negara yang lain b. Terkait dengan Konsep Negara Sejahtera dan Jasa yang disediakan oleh sektor publik.88
88
Indra Bastian, Op.cit., hlm. 19-21.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa konsep privatisasi secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu:89 a. Perubahan peran pemerintah dari pemilik dan pelaksanan menjadi regulator dan fasilisator kebijakan serta penetapan sasaran baik secara nasional maupun nasional maupun sektoral. b. Para manajer (pengelola) selanjutnya akan bertanggung jawab kepada pemilik baru yang diharapkan mampu mencapai sasaran perusahaan dalam kerangka regulasi perdagangan, persaingan, keselamatan kerja, dan peraturan lain yang ditetapkan pemerintah, termasuk kewajiban pelayanan masyarakat. c. Pemilihan metode dan waktu pelaksanaan kebijakan privatisasi yang terbaik bagi suatu perusahaan milik negara mengacu pada kondisi pasar dan regulasi sektoral.
D. Dasar Hukum Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Di Indonesia 1. Undang-Undang Dasar 1945 Cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar telah dirangkum dan dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea 4. Secara eksplisit cita-cita bangsa Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut : “...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial keadilan sosial,...” (Pembukaan UUD 1945 Alinea 4). Cita-cita ini secara lebih eksplisit dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan makna sejahtera sebagai sejahtera secara merata, artinya bahwa setiap individu bangsa Indonesia berhak menikmati hidup yang sejahtera.
89
Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op. Cit., hlm. 68.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dalam pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 (hasil amandemen) dan penjelasannya sebagai berikut: 1) Perekonomian disususn sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2) Cabang-Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi ber keadilan, berkelanjutan , berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang. Penjelasan pasal 33 UUD 1945, sebagai berikut: Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan untuk pemilikan anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara. Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Universitas Sumatera Utara
Secara eksplisit Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, selama pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 masih tercantum dalam konstitusi, selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Khusus untuk BUMN, pembinaaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi yang saling terkait, yakni visi founding father yang ada dalam UUD, visi dari lembaga/badan pengelola BUMN, dan visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini harus dapat diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk dijadikan pedoman dalam pembinaan. Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu karakteristik sistem konstitusi dan kenegaraan yang ingin diwujudkan. Pasal 33 bukan sekedar petunjuk tentang susunan perekonomian dan wewenang pemerintah untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi, melainkan mencerminkan cita-cita, keyakinan dan pandangan kenegaraan yang dianut dan diperjuangkan secara konsisten oleh para pemimpin pergerakan nasional. Munculnya aspek politik dan sosial ekonomi dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai reaksi terhadap berbagai kelemahan yang timbul dari demokrasi liberal yang dikritik soekarno, sebagaimana dikatakan:90 Untuk membuat kesejahteraan rakyat jelata, politik democratie atau parlementaire democratie sahaja belum cukup. Masih perlu lagi ditambah dengan demokrasi di lapangan lain, kerakyatan di lapangan lain, kesama-
90
Zulkifli Taufik, Pengaturan Privasi Dikaitkan Dengan Parameter Kepentingan Umum Dan Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak (Pasal 33 UUD 1945), Tesis,( Medan: Program Pascasarjana USU, 2005), Hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
rasa sama-rataan di lapangan lain. Lapangan lain ini ialah lapangan rezeki, dengan ekonomi. Demokrasi politik sahaja belum cukup, demokrasi politik itu masih perlu dicomplet-kan lagi dengan demokrasi ekonomu. Demokrasi politik sahaja belum cukup yang mencakupi ialah demokrasi politik plus demokrasi ekonomi. Pasal 33 Ayat 2 dan 3 secara jelas menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pengertian diatas, secara jelas Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara kesejahteraan (welfare state), bahwa kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayat 4 dan 5 secara implisit menekankan pada pelaksanaan demokrasi ekonomi dan reformasi pengelolaan BUMN serta peran dan partisipasi swasta. Sejak Indonesia merdeka, posisi dan peranan perusahaan negara telah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers terutama pada kata “dikuasai oleh negara”. Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Sebaliknya, Hatta menentang pendapat ini dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Sistem ekonomi Indonesia berdasarkan UUD 1945, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada tiga sektor pelaku ekonomi koperasi, usaha negara dan usaha swasta. Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dalam perkembangannya banyak unit-unit produksi dan distribusi yang dulu dikuasai/dimiliki oleh negara, ternyata banyak cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak kemudian beralih dimiliki swasta. Ini dapat dilihat adanya pengambilalihan peran negara oleh swasta dalam bentuk monopoli yang mengakibatkan beban bagi perekonomian rakyat. Walaupun dapat dikatakan bahwa pemilikan oleh swasta bisa juga diartikan sebagai “dikuasai oleh negara”, karena ada pengaturan khusus. Dalam kondisi yang demikian, muncul kebijaksanaan pemerintah tentang swastanisasi, karena kurang mampunya BUMN dalam bidang manajemen perusahaan.91 Privatisasi haruslah sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, Sesuai dengan pengertian “dikuasai oleh negara” privatisasi pada dasarnya tidak bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945, karena meskipun privatisasi dilaksanakan, negara masih tetap dapat menguasai melalui regulasi. Namun privatisasi dalam pelaksanaannya harus sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, Hal ini berarti bahwa privatisasi harus memiliki semangat sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
91
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
hajat hidup orang banyak, serta diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi. 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Privatisasi sudah dilaksanakan pada tahun 1990-an tetapi baru mempunyai dasar hukum dalam bentuk Undang-Undang pada Tahun 2003, yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan proses privatisasi di Indonesia. Ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyebutkan bahwa privatisasi merupakan pejualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Menurut ketentuan pasal 74 ayat (1) Undang-undang Badan Usaha Milik Negara, disebutkan bahwa maksud dari privatisasi, adalah : a. b. c. d. e. f.
Memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat; Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Universitas Sumatera Utara
Privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha.92 Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memerhatikan kondisi pasar. Yang dimaksud dengan “kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan internasional. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara juga menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik dalam proses penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada intervensi dari pihak lain di luar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pasal 76 ayat (1) Undang-undang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria : 1) Industri/setor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN; 2) Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha kompetitif dengan cirri utama terjadinya perubahan 92
I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, cet II (Jakarta: Yayasan SAD Satria Baktia, 2000), hlm. 357.
Universitas Sumatera Utara
teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya. Selain itu pada pasal 76 ayat (2) disebutkan bahwa sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Di samping Persero yang dapat diprivatisasi, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 juga mengatur mengenai Persero yang tidak dapat diprivatisasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 : 1) Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan hanya oleh dikelola oleh BUMN ; 2) Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara 3) Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. 4) Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. Agar suatu Privatisasi dapat berjalan dengan baik dan tepat tujuan, tentu harus diatur ketentuan mengenai bentuk-bentuk Privatisasi yang dapat dilakukan oleh BUMN. Bentuk-bentuk Privatisasi tersebut sesungguhnya beraneka ragam, sehingga Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan batasan bentuk Privatisasi yang dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
Universitas Sumatera Utara
hendak melakukan Privatisasi. Dalam pasal 78 Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Privatisasi dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : 1) Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, hal ini berarti privatisasi dilakukan dengan penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering atau go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi BUMN yang telah terdaftar di bursa; 2) Penjualan saham langsung kepada investor, hal ini berarti suatu Privatisasi dilakukan dengan penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lainnya termasuk financial investor. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham BUMN yang belum terdaftar di bursa. Hal ini berarti saham milik suatu BUMN tersebut dijual kepada pihak tertentu yang hendak menjadi mitra usaha BUMN tersebut sehingga mitra usaha tersebut kemudian bertindak sebagai pemilik. Dengan kata lain, mitra usaha dapat juga bertindak sebagai pemegang saham mayoritas yang kemudian juga sebagai pengendali perusahaan. 3) Penjualan saham kepada menajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan merupakan penjualan sebagian besar atau seluruh saham suatu perusahaan langsung kepada manajemen dan/atau karyawan perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain, kepemilikan perusahaan beralih pada pihak yang terkait dengan perusahaan. Dalam pasal 79 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Dalam hal ini Menteri Teknis bertindak sebagai regulator di sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota komite Privatisasi dalam privatisasi BUMN di bidangnya. Dengan kata lain, Menteri Teknis ini menjadi pengendali dalam proses privatisasi
Universitas Sumatera Utara
BUMN dalam rangka perannya sebagai Komite Privatisasi. Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden. Komite Privatisasi bertugas untuk : 1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi 2) Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk meperlancar proses Privatisasi 3) Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektorial pemerintah. Tata cara Privatisasi yang diatur dalam Undang-undang Badan Usaha Milik Negara adalah sebagai berikut : 1.
Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-perusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang tata cara Privatisasi Persero. Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai : a. b. c. d.
2.
Penentuan BUMN yang layak untuk dimasukkan dalam program Privatisasi Penyampaian program tahunan Privatisasi kepada komite Privatisasi Konsultasi dengan DPR dan Departemen/Lembaga Non Departemen terkait Pelaksanaan Privatisasi
Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses privatisasi. Yang termasuk dalam pengertian orang dan/atau badan hukum yang mempunyai benturan kepentingan adalah meliputi pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi sebagai berikut : 1) Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical 2) Hubungan antara pihak dewan karyawan, Direktur, atau Komisaris dari pihak tersebut. 3) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota Direksi atau Komisaris yang sama. 4) Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut; 5) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama;atau 6) Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) Privatisasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang tata cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) adalah Negara tidak memiliki seluruh saham. Dalam hal ini, kepemilikian saham akan disesuaikan dengan pengaturan dari Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi harus juga memperhatikan aspek-aspek perjanjian dan atau kesepakatan dengan pemegang saham lainnya. Hal ini berarti, pemerintah tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
secara sepihak memutuskan jumlah saham yang menjadi haknya, sekalipun jumlah saham yang dimiliki pemerintah minimal 51%. Pada ketentuan umum dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas yang modal seluruhnya terbagi dalam saham yang seluruh sahamnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia dan bertujuan mengejar keuntungan. Privatisasi BUMN dapat dilakukan apabila memperoleh persetujuan dari DPR-RI yang di dalam persetujuannya memuat target penerimaan Negara dari hasil privatisasi. Rencana privatisasi harus dituangkan dalam program tahunan. Privatisasi yang pelaksanaannya dikonsultasikan kepada DPR-RI. Privatisasi tersebut dapat dilakukan terhadap saham milik Negara pada Persero dan/atau saham dalam simpanan. Dengan kata lain, terdapat beberapa macam pilihan untuk melakukan Privatisasi. Privatisasi memuat beberapa prinsip yang harus ditaati oleh pemerintah, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Transparansi Kemandirian Akuntabilitas Pertanggung jawaban Kewajaran; dan Prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar
Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 terdapat tata cara melakukan privatisasi. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Penjualan sahan berdasarkan ketentuan pasar modal 2. Penjualan sahan secara langsung kepada investor 3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yang bersangkutan. Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 yaitu Tata cara melakukan Privatisasi ada penambahan dari Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 yaitu dalam hal penjualan saham secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan kepada investor yang berstatus BUMN, Menteri dapat melakukan penunjukan langsung dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas, anggaran dasar BUMN yang bersangkutan, dan/atau perjanjian pemegang saham. Penetapan cara Privatisasi dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri. Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi criteria : a. Industri/sektor usahanya kompetitif ; atau b. Industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah Suatu Perusahaan Persero (Persero) tidak dapat diprivatisasi apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : a. Persero yang bidang usahanya berdarkan ketentuan peraturan perundangundangan hanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara. b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara. c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk Privatisasi.
Universitas Sumatera Utara
Proses awal yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Perseroan (Persero) apabila hendak melakukan privatisasi adalah membentuk Komite Privatisasi. Komite Privatisasi yang dimaksud wadah koordinasi untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral. Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha. Tugas dan kewenangan dari Komite Privatisasi, ialah : a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi b. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi Persero c. Membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan Sektoral Pemerintah. Dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 terdapat sedikit perubahan dan penambahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 yaitu Pasal 12 butir 5 dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 di hapus. Program tahunan Privatisasi sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, diatur dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero), yaitu : (1) Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual. (2) Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan
Universitas Sumatera Utara
jumlah saham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam program tahunan Privatisasi. (3) Menteri menyampaikan program tahunan privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya. (4) Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah diberikan selambatlambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan. (5) Dihapus. (6) Menteri mensosialisasikan program tahunan privatisasi. (7) Menteri mengkonsultasikan rencana privatisasi Persero yang termuat dalam program tahunan privatisasi kepada DPR-RI. (8) Menteri melaksanakan privatisasi Persero dengan memperhatikan arahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) Dalam kondisi tertentu Menteri dapat melaksanakan privatisasi di luar program tahunan privatisasi setelah terlebih dahulu memperoleh arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi dari Menteri Keuangan serta dikonsultasikan dengan DPR-RI. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan privatisasi diatur dengan Peraturan Menteri. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 12 A yang berbunyi sebagai berikut: (1) Menteri mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan privatisasi. (2) Menteri dapat membentuk tim privatisasi dalam hal privatisasi dilakukan terhadap saham milik negara atau privatisasi terhadap saham milik negara bersama saham baru. (3) Pembentukan tim Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didelegasikan kepada direksi. (4) Direksi dapat membentuk tim Privatisasi dalam hal privatisasi dilakukan terhadap saham baru.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, Pemerintah dapat melakukan privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atas Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) yang di dalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil privatisasi. Rencana privatisasi sebagaimana dimaksud dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksanaannya dikonsultasikan kepada DPR-RI. Dalam pengusulan RAPBN kepada DPR-RI, pemerintah menyertakan daftar BUMN yang akan diprivatisasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi target penerimaan negara dari hasil privatisasi yang direncanakan dalam RAPBN tersebut. Dengan demikian, persetujuan yang diberikan oleh DPR-RI atas RAPBN dimaksud sudah termasuk di dalamnya persetujuan atas rencana privatisasi BUMN-BUMN yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 telah disetujui DPR-RI tersebut selanjutnya dituangkan dalam program tahunan privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini. Program tahunan privatisasi tersebut dalam pelaksanaannya dikonsultasikan dengan DPR-RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 diubah sehingga Pasal 14 dengan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya tersebut harus diseleksi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Menteri menetapkan lembaga/profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 setelah melalui proses seleksi yang dilakukan oleh Menteri atau Tim Privatisasi.
Universitas Sumatera Utara
2) Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masing lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya. 3) Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), maka Menteri dapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar hanya 1 (satu) bakal calon dan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua) bakal calon. 4) Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri. Ada pun larangan dan hal-hal yang dilarang apabila seseorang hendak menjadi penasehat keuangan. Larangan tersebut berkaitan dengan keberadaan hubungan afiliasi dengan : 1) Penjamin pelaksana emisi dan perantara pedagang efek dalam hal privatisasi dilakukan dengan cara penawaran umum. 2) Investor atau perantaranya dalam hal privatisasi dilakukan dengan cara penjualan saham secara langsung kepada Investor. Selain itu, spesialis industri yang dapat terlibat dalam proses privatisasi harus mempunyai keahlian teknis dalam bidang usaha Persero yang bersangkutan yang dibuktikan dengan sertifikat dan pengalaman yang telah mendapatkan pengakuan dari lembaga atau aosiasi atau sejenisnya yang berkompeten. Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang. 1) Melakukan tugasnya hanya untuk kepentingan pemegang saham Persero dan Persero yang bersangkutan. 2) Menjamin dan menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya yang dituangkan dalam pernyataan tertulis.
Universitas Sumatera Utara
3) Menggunakan informasi tersebut hanya untuk pelaksanaan tugasnya dalam proses privatisasi yang bersangkutan dan tidak menggunakannya untuk kepentingan lain. Dalam Pasal 17, Lembaga dan/atau profesi penunjang harus melalui langkahlangkah agar dapat berperan dalam privatisasipPerusahaan Perseroan (Persero) yang dalam hal ini adalah BUMN, yaitu : (1) Lembaga dan/atau profesi penunjang dengan bantuan Persero yang bersangkutan melakukan penelaahan dan pengkajian (due diligence) terhadap perusahaan sesuai dengan bidang profesinya masing-masing. (2) Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausal yang mewajibkan lemabga dan/atau profesi penunjang. a. Menyusun proyeksi keuangan, penilaian perusahaan dan usulan struktur penjualan serta jumlah saham yang akan dijual. b. Menyusun persyaratan dan identifikasi calon investor c. Menyiapkan memorandum informasi dan/atau prospectus. d. Menyusun seluruh dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku e. Membantu dalam melakukan negosiasi dengan calon Investor. Dalam Pasal 18 terdapat aturan mengenai pembiayaan atas pelaksanaan Privatisasi dibebankan pada hasil Privatisasi. Apabila Privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaanya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Besarnya biaya privatisasi ditetapkan oleh Menteri. Penetapan biaya pelaksanaan privatisasi wajib memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas. Biaya pelaksanaan privatisasi dipergunakan untuk : a. Biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya. b. Biaya operasional/ privatisasi
Universitas Sumatera Utara
Pada Pasal 20, hasil privatisasi saham milik Negara pada Persero disetorkan langsung ke Kas Negara. Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yang bersangkutan. Hasil privatisasi anak perusahaan Persero dapat ditetapkan sebagai dividen intern Persero yang bersangkutan. Hasil privatisasi merupakan hasil bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya pelaksanaan privatisasi. Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil privatisasi diatur menurut ketentuan Pasal 22, yaitu : 1) Penjamin pelaksanaan emisi atau penasehat keuangan membuka rekening penampungan (escrow account) untuk menampung hasil privatisasi. 2) Setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan privatisasi; pelaksanaan emisi atau penasehat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih privatisasi ke kas Negara dan/atau kas Persero yang bersangkutan. 3) Penjamin pelaksana emisi atau penasehat keuangan wajib segera melaporkan penyetoran hasil Privatisasi kepada Menteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan. Dalam Pasal 22 juga terdapat aturan yaitu Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil privatisasi diperhitungkan sebagai hasil privatisasi (Pasal 22 ayat 2) dan verifikasi atas biaya dan hasil privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh menteri (Pasal 22 ayat 3). Ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 diubah sehingga Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2009 berbunyi sebagai berikut: 1)
Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada perseroan terbatas yang sahamnya kurang dari 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta dilaksanakan berdasarkan ketentuan
Universitas Sumatera Utara
2)
3)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21. Penjualan saham milik Badan Usaha Milik Negara pada perseroan terbatas yang sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsipprinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21. Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada Persero terbuka dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan ketentuan di bidang pasar modal.
Pada penjelasannya, peraturan pemerintah ini menyebutkan bahwa privatisasi dilaksanakan berdasarkan pemikiran yang menyejajarkan peran strategis BUMN dengan kemajuan ekonomi nasional. Dikemukakan bahwa sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yang dicapai, produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perlu ditingkatkan lagi sehingga peran dan sumbangannya dalam pembangunan dapat memberikan hasil optimal bagi peningkatan kesejahteraan mayarakat.
E. Perlunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Diprivatisasi Pemahaman akan peranan BUMN di berbagai negara lain, telah mengantarkan pentingnya mendayagunakan BUMN di Indonesia. Di tahun 1959, perusahaanperusahaan-perusahaan milik Belanda mulai diambil alih oleh Pemerintah Indonesia seiring dengan konfrontasi politik. Keinginan Pemerintah Indonesia agar perusahaanperusahaan Belanda diambil alih itu dikelola dan dikembangkan para pengusaha swasta pribumi, namun kenyataannya kemampuan tersebut belum ada. Tawaran dari
Universitas Sumatera Utara
beberapa pengusaha Tionghoa yang bersedia membeli dan mengelola eks perusahaan Belanda itu ditolak dengan alasan pengusaha etnis Tionghoa tidak boleh dominan dalam bidang perdagangan, industri, dan pertanian seperti pada jaman pemerintahan kolonial Belanda. Sehingga diputuskan pembentukan beberapa perusahaan negara untuk mengelola perusahaan-perusahaan eks Belanda tersebut.93 Dalam periode 1970-an, muncul investasi Pemerintah dalam industri mesin dan alat-alat berat, seperti industri besi, baja, pengolahan logam, petrokimia, pulp dan kertas. Kebijakan itu berlangsung sampai 1990-an termasuk pembangunan industri kapal, kereta api dan pesawat terbang. Alasan strategi tersebut adalah sebagai berikut:94 1) Ada kekhawatiran pihak pemerintah, bahwa bila dibiarkan bebas, alat produksi akan dikuasai oleh modal asing dan kelompok-kelompok pengusaha etnis Tionghoa. 2) BUMN cocok untuk melaksanakan program restrukturisasi ekonomi yang berkembang di tahun 1970-an. Investasi oleh BUMN dapat diarahkan untuk menentukan arah pembangunan ekonomi. 3) BUMN dapat menjadi unsur stimulasi pengembangan sektor swasta di Indonesia. BUMN mempunyai kemampuan untuk masuk ke berbagai sektor sekaligus memberikan berbagai dorongan dan kemudahan kepada investor dalam bidang atau daerah yang kurang menguntungkan. BUMN juga menyediakan infrastruktur dan bahan baku yang relatif murah bagi sektor swasta, termasuk penyediaan dana dan mencari kontrak-kontrak. Kinerja BUMN sebenarnya telah memburuk sejak awal 1980-an, ketika liberalisasi ekonomi Indonesia mulai dilaksanakan. BUMN terbiasa mendapat fasilitas khusus Pemerintah. Ketika ekonomi pasar mulai, BUMN belum siap. Di
93 94
Indra Bastian, Op. cit., hlm. 94. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tahun 1990-an, kondisi BUMN lebih parah dengan laba rata-rata BUMN di tahun 1996 dan 1997, hanya 3% dari modal yang ditanamkan. Dibandingkan swasta, tingkat keuntungan tersebut hanya seperempat atau seperlima dari laba perusahaan swasta sejenis. Akibatnya adalah ketidakmampuan untuk membiayai perluasan usahanya, atau untuk membayar utang BUMN. Di tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter pertengahan tahun1997. Kondisi kinerja BUMN semakin parah. Dengan rekomendasi IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia, Pemerintah lebih serius meningkatkan kinerja BUMN. Pemerintah menyebut langkah perbaikan itu meliputi:95 1. Restrukturisasi 2. Penggabungan Usaha (Merger) 3. Pelaksanaan Kerja Sama Operasi (Joint Operation). Program privatisasi yang dijalankan oleh pemerintah orde baru Soeharto pada dasawarsa awal 1980-an kemudian dilanjutkan oleh pemerintah-pemerintah berikutnya setelah reformasi 1998. Beberapa alasan mengapa pemerintah Indonesia melakukan privatisasi terhadap BUMN, yaitu (1) untuk menutupi defisit APBN, (2) tidak memiliki dana segar menyubsidi BUMN agar terus berkembang demi kepentingan masyarakat, (3) banyak BUMN yang tidak dapat menghasilkan keuntungan maksimal untuk dikontribusikan bagi kemakmuran rakyat melalui
95
Indra Bastian, Op cit., hlm.94-95.
Universitas Sumatera Utara
APBN, (4) maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menyebabkan BUMN bekerja tidak efisien. 96 Kebijakan privatisasi di Indonesia, pertama kali diatur pada tahun 2001 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2001 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam Pasal 8 Kepres ini dinyatakan bahwa tujuan privatisasi BUMN adalah untuk meningkatkan Good Corporate Governance, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Selain itu, kebijakan ini juga ditujukan bagi menstimulasi pertumbuhan ekonomi melalui penyerapan investasi dari luar negeri. Tujuan privatisasi dari prespektif ekonomi menurut Ernst (1994) adalah sebagai berikut:97 1. Kebebasan ekonomi dan kepentingan konsumen (economic freedom and consumer sovereignity); privatisasi yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat membuka kesempatan ekonomi yang lebih baik kepada pihak swasta sehingga pihak swasta dapat memberikan pelayanan publik yang terjangkau oleh pelanggan (Moore, 1986). 2. Meningkatkan efisiensi (improving efficiency); perusahaan publik secara relatif menunjukkan kinerja yang lebih burk jika dibandingkan dengan perusahaan swasta dalam posisi kompetisi serta penggunaan modal dan tenag kerja yang kurang efisien dan kurang menguntungkan. Pelaksanaan program privatisasi memiliki maksud dan tujuan-tujuan yang strategis dan praktis. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui privatisasi adalah memberikan kontribusi finansial kepada Negara dan badan usaha, mempercepat penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yang akan memberikan 96
http://massofa.wordpress.com/2008/02/23/privatisasi-bumn-masalah-hutang-luar-negeri/, pada tanggal 23 Januari 2011. 97 Riant Nugroho op.cit, hlm. 70-71.
Universitas Sumatera Utara
umpan balik dalam merangsang minat investor, baik domestik maupun luar negeri, untuk menambahkan modal. Sektor riil perekonomian nasional dengan demikian dapat bergerak lebih cepat karena adanya insentif dan modal yang memadai dan tentu saja akan diiringi pula dengan luasnya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.98 Dalam prespektif ekonomi kebijakan, manfaat pelaksanaan privatisasi selain utnuk memperbaiki perekonomian nasional (makro), juga bertujuan meningkatkan kinerja BUMN (mikro). Secara ringkas manfaat kebijakan privatisasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Manfaat Privatisasi pada Skala Makro Ekonomi a. Pertama, membantu pemerintah memperoleh dana pembangunan. Dengan melakukan privatisasi, perusahaan diharapkan akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap negara, baik dalam bentuk pajak dan dividen maupun kontribusi lanansung terhadap APBN. Keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi memiliki kontribusi positif terhadap peningkatan pelayanan kepada publik. Dengan melibatkan pihak swasta, dana pembangunan menjadi lebih besar sehingga dapat mewujudkan perekonomian Indonesia yang lebih demokratis. b. Kedua, pengganti Kewajiban Setoran Tambahan Modal Pemerintah. BUMN merupakan salah satu aset yang dimiliki pemerintah sekaligus agen dalam menjalankan pembangunan nasional. Kontribusi BUMN pasca-privatisasi menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Ketika IPO dilakukan, pemerintah ikut menjual sebagian saham seri B Milik Negara Republik Indonesia (divestasi). Dana hasil penjualan saham Seri B itu digunakan sepenuhnya oleh pemerintah untuk mendanai kebuthan pemrintah, seperti pembayaran angsuran pinjaman luar negeri dan menutup keuangan APBN. c. Ketiga, mendorong Pasar Modal Dalam Negeri. Privatisasi melalui penerbitan saham (initial public offering) diharapkan dapat mendorong pasar modal dalam negeri. Penerbitan saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap pasar modal dengan tingkat kapitalisasi pasar 98
A. Efendy Choirie, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2003), hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
kurang lebih 18 persen. Kapitalisasi sebesar itu merupakan nilai terbesar yang pernah diberikan satu emiten di Bursa Efek Jakarta.99 2. Manfaat Privatisasi pada Skala Mikro BUMN a. Restrukturisasi Modal (Capital Restructuring) Privatisasi diarahkan untuk membentuk struktur modal yang lebih baik bagi perusahaan. Privatisasi melalui penerbitan saham baru dapat meningkatkan ekuitas perusahaan sehingga dana yang dibuthkan untuk mendanai proyek investasi ataupun operasi perusahaan dapat dipenuhi dari modal sendiri (equity). Penerbitan saham dapat memperkuat struktur modal perusahaan serta mengurangi ketergantungan perusahaan atas utang kepada kreditor. Beban yang tinggi akan menghambat pertumbuhan serta meningkatkan biaya modal (cost of capital) yang ditanggung oleh perusahaan. b. Keterbukaan dalam Pengelolaan Perusahaan Keterlibatan sektor swasta dan perubahan kepemilikan saham perusahaan menuntun manajemen untuk lebih transparan dalam melaksanakan tata kelola perusahaan (good corporate governance). Pemegang saham sebagai salah satu pemangku kepentingan (stake holder) memiliki hak untuk mengetahui pengelolaan perusahaan serta kinerja perusahaan untuk periode tertentu. Manajemen selaku agen memiliki kewajiban untuk melaporkan kejadian dan beberapa kebijakan yang dilakukan kepada para pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). c. Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas Perubahan kepemilikan perusahaan dari pemerintah pada sektor swasta diharapkan mampu meningkatkan kinerja manajemen. Privatisasi diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya perusahaan. Beberapa prinsip good coporate governance yang dijalankan manajemen diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. d. Perubahan Budaya Perusahaan Perubahan kepemilikan perusahaan mendorong manajemen untuk melakukan revitalisasi manajemen serta perubahan budaya perusahaan. Perubahan dari status BUMN menjadi perusahaan swasta menuntut manajemen untuk bekerja lebih profesional di segala lini. Orientasi perusahaan tidak lagi pada pemenuhan
99
Riant Nugroho dan Randy R Wrihatnolo, Op. cit., hlm. 69-71.
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan publik semata, tetapi lebih diarahkan pada upaya untuk membentuk BUMN sebagai entitas bisnis yang profesional dan memiliki daya saing tinggi.100 Terdapat Pro dan kontra terhadap kebijakan privatisasi BUMN. Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berpendapat bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi serta adanya peningkatan partisipasi kontrol masyarakat dalam BUMN tersebut. Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berpendapat bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berpendapat bahwa defisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memperkirakan bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun mendatang tetap akan terjadi.101 Terlepas dari pro dan kontra masyarakat terhadap pelaksanaan program privatisasi BUMN, privatisasi telah menjadi amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tertuang dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 (GBHN Tahun 1999-2004), yang menyebutkan: 100
Ibid.,hlm. 11. Purwoko, Model Privatisasi BUMN yang mendatangkan Manfaat Bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol .6 No. 1, 2002), hlm. 8. 101
Universitas Sumatera Utara
“Menyehatkan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentigan umum. Bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi melalui pasar modal”. Karena sudah menjadi amanat dari rakyat, maka tidak ada alasan untuk tidak setuju terhadap kebijakan privatisasi BUMN. Tetapi, privatisasi harus dilaksanakan dengan prosedur yang benar, tidak merugikan rakyat dan dana hasil privatisasi harus digunakan untuk kepentingan rakyat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut keterangan Kementerian Menteri Negara BUMN sebagaimana yang termuat dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI Dengan Menteri Negara BUMN Tentang Restrukturisasi dan Privatisasi Tahun 2008, secara umum gambaran mengenai kinerja BUMN yang menjadi latar belakang dilakukannya restrukturisasi dan privatisasi BUMN adalah sebagai berikut:102 a) BUMN-BUMN yang kegiatan usahanya tidak menyangkut hajat hidup orang banyak (eksternalitas rendah) dan sektor usahanya kompetitif akan dilakukan privatisasi dengan melepas sebagian atau seluruh saham negara (divestasi) pada BUMN-BUMN tersebut. b) Bagi BUMN-BUMN yang kinerjanya relatif bagus dan memiliki prospek untuk dikembangkan, namun membutuhkan dana untuk pengembangan usaha dalam rangka lebih meningkatkan kinerja dan value perusahaan akan dilakukan privatisasi dengan penerbitan saham baru (saham dalam portepel) yang hasilnya (proceed) akan masuk ke kas perusahaan untuk memperkuat struktur permodalan. Metode yang akan dilakukan (IPO) disesuaikan dengan kondisi pasar dan kondisi perusahaan. c) Terhadap BUMN-BUMN yang kinerjanya kurang baik (merugi),namun masih memiliki prospek untuk dikembangkan dan telah pernah dilakukan 102
Maria Sevia Lolandia Perangin-angin, Analisis Hukum Terhadap Kepemilikan Saham Pemerintah di BUMN Setelah Privatisasi di Indonesia, Skripsi, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2009), hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
restrukturisasi, sedangkan Pemerintah tidak memiliki dana untuk penambahan modal kerja perusahaan, maka akan dilakukan privatisasi melalui penerbitan saham baru dan/atau melepas saham negara (divestasi) kepada mitra strategis. d) BUMN-BUMN yang terus menerus merugi dan prospek usaha kurang bagus akan dilakukan upaya penyelamatan melalui privatisasi kepada mitra strategis sebelum alternatif likuidasi (alternatif terakhir) diakukan. Salah satu kekuatan ekonomi nasional yang perlu ditingkatkan produktivitas dan efisiensinya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya Persero. Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaanya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan adanya profesionalisme. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Melalui privatisasi diharapkan juga akan dapat merubah citra BUMN menjadi sebuah (commercial entity) dengan membebaskan dirinya dari intervensi birokrat, menghilangkan
Korupsi,
Kolusi
dan
Nepotisme
(KKN)
dalam
internal
manajemennya, dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance dalam seluruh jajaran BUMN tersebut.
Universitas Sumatera Utara