26
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PENERJEMAH DALAM PERJANJIAN PENERBITAN BUKU TERJEMAHAN A. Proses Penerbitan Buku Terjemahan. 1.
Penerbit meminta izin kepada menerjemahkan buku terjemahan.
pemegang
hak
cipta
asli
untuk
Proses penerjemahan itu melibatkan Pemegang Hak Cipta asli, penerjemah dan penerbit. Sebelum penerbit menerbitkan suatu ciptaan dalam bahasa yang lain, penerbit harus membuat kontrak yang mencakup hak terjemahan. Dalam hal ini, kontrak sebaiknya tidak saja mengontrol hak, tetapi juga menentukan secara spesifik tindakan dan kompensasi apa yang diperlukan untuk menikmati hak itu.38 Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu (lihat pasal 1 angka 14 UUHC). Lisensi diberikan berdasarkan surat perjanjian lisensi (lihat Pasal 45 ayat (1) UUHC). Pada dasarnya, pemberian lisensi disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi (lihat Pasal 45 ayat (3) UUHC). Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi (lihat Pasal 45 ayat (4) UUHC). Agar dapat 38
Tamotsu Hozumi, Op Cit, hal. 49.
26
Universitas Sumatera Utara
27
mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (lihat Pasal 47 ayat (2) UUHC). Dengan mengantongi lisensi dari pemegang hak cipta buku asing, maka penerbit dapat, antara lain, menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil terjemahan buku asing tersebut. Pemegang lisensi juga berhak melarang perbanyakan buku terjemahan tersebut oleh pihak lain tanpa seizinnya (lihat Pasal 45 jo Pasal 2 UUHC serta penjelasannya). Berdasarkan perjanjian lisensi itu, penerbit juga dapat memerintahkan pihak lain dalam hubungan dinas ataup hubungan kerja atau berdasarkan pesanan untuk melaksanakan penerjemahan buku tersebut (lihat Pasal 8 UUHC).39 2.
Penerbit Membuat Perjanjian dengan Penerjemah untuk Menerjemahkan Buku Terjemahan. Ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUHC No. 19 Tahun 2002 dapat dilihat bahwa
perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang tidak hanya pada karya-karya atau ciptaan-ciptaan yang asli saja, akan tetapi juga terhadap karya-karya atau ciptaanciptaan yang bersifat turunan (derivatif) atau pengalihwujudan atau juga pengolahan. Ciptaan dari hasil karya turunan atau pengolahan itu juga dilindungi sebagai hak cipta, sebab bentuk pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan
39
Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20
April 2011.
Universitas Sumatera Utara
28
tersendiri pula. Pemberian perlindungan dimaksud dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya. Pihak yang mengelola hasil karya cipta secara turunan diharuskan pula untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemegang hak ciptaan asli atau si penerima haknya. Demikianlah halnya jika hendak menerjemahkan karya orang lain si penterjemah harus terlebih dahulu meminta izin dari si pemegang hak cipta aslinya.. Dilihat daari perspektif hukum hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta, karya-karya terjemahan juga diakui memiliki tingkat orisinalitas tersendiri sehingga layak mendapatkan perlindungan hak cipta yang terlepas dari perlindungan hak cipta terhadap karya aslinya. Dari ketentuan UU Hak Cipta tersebut di atas, setidaknya terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan terkait urusan hak cipta atas karya terjemahan ini. Hal pertama adalah meskipun bukunterjemahan termasuk dalam objek perlindungan Hak Cipta, namun proses penerjemahan itu sendiri harus dilakukan dengan tetap menghormati Hak Cipta atas karya aslinya. Pasal 2 ayat 1 menyatakan Hak Cipta sebagai hak eksklusif pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya. Sebagaimana yang lebih lanjut diuraikan dalam Penjelasan terhadap Pasal 2 ayat 1 tersebut, “mengumumkan dan memperbanyak” di sini mencakup pula, antara lain, kegiatan menerjemahkan. Hal kedua yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa buku terjemahan mendapatkan perlindungan Hak Cipta yang berdiri sendiri, terlepas dari perlindungan
Universitas Sumatera Utara
29
Hak Cipta terhadap karya aslinya. Manakalah sebuah karya tulis habis masa perlindungan Hak Ciptanya dan memasuki public domain, maka konsekuensinya adalah semua orang bisa melakukan penerjemahan karya tersebut tanpa harus meminta ijin dari siapapun. Pemberian hak penerjemahan ini merupakan salah satu “hak eksklusif” yang dimiliki oleh Pemegang Hak Cipta berkat Hak Ciptanya tersebut. Dalam melaksanakan hak eksklusif itu, terserah kepada si Pemegang Hak Cipta apakah hak penerjemahan yang diberikan berlaku eksklusif hanya kepada satu penerjemah untuk satu wilayah tertentu, atau memberikannya kepada banyak penerjemah sekaligus di suatu wilayah. Maka itu, jangan heran kalau menemukan banyak versi terjemahan atas suatu karya dimana semua versi tersebut mengklaim sebagai terjemahan resmi, atau authorized translation. Penerjemah terbagi atas 2 macam : a. Penerjemah resmi yaitu penerjemah yang berada dibawah naungan instansi pemerintah atau instansi-instansi lainnya sehingga penerjemah ini tidak bebas melakukan penerjemahan karna dibawah sumpah. b. Penerjemah tidak resmi yaitu penerjemah yang tidak dinaungi instansi manapun tapi tetap mempunyai profesionalisme yang bagus sehingga diakui hasil terjemahannya oleh pihak manapun layaknya penerjemah resmi. Dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penerjemah tidak resmi.
Universitas Sumatera Utara
30
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan haknya. Beralih atau dialihkan hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta notariil. Bentuk peralihan dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab yang lain yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus dalam konteks yang terakhir dalam penjelasan UUHC No. 19 Tahun 2002 dikatakan bahwa sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan
yang
disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih dahulu hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga hak-hak penerbit. Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan kerjasama penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para pihak. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan penerbit, diantaranya hak penerbitan, tenggang waktu penerbitan, biaya yang menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan diterbitkan, honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika terjadi sengketa40
40
Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20
April 2011.
Universitas Sumatera Utara
31
B. Hubungan Hukum antara Penerbit dan Penerjemah dalam Penerbitan Buku Terjemahan. Dengan lahirnya perjanjian yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan azas hukum kebebasan berkontrak yang menjadi dasar bagi lahirnya perjanjian antara penerjemah dan penerbit, yang dengan perjanjian penerbitan tersebut telah timbul hubungan hukum yaitu adanya hak dan kewajiban yang melahirkan aturan hukum untuk membuktikan tanggung jawab hukum bagi para pihak. Di dalam pasal kesatu menjelaskan penerjemah diberi tanggung jawab untuk menerjemahkan buku berbahasa asing kedalam bahasa Indonesia. Pasal kedua penerbit membatasi lingkup pekerjaan penerjemah seperti jenis dan ukuran fort hasil terjemahan, spasi dan paper size, penerjemah tidak berhak menyerahkan hasil terjemahan kepada pihak manapun selain penerbit yang membuat perjanjian ini baik sebelum atau sesudah terjemahan ini diselesaikan dan dibeli oleh penerbit, penerjemah juga mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki hasil terjemahan selama proses editing saat diketahui penerbit ada beberapa hal yang dipertanyakan materi isi naskah atau ada teks yang terlewatkan dalam proses penerjemahan sedang editing adalah tanggung jawab penerbit. Pasal ketiga menerangkan bahwa jangka waktu pelaksanaan buku tersebut maksimal 2 (dua) bulan terhitung sejak perjanjian ini ditandatangani. Dan penerjemah tidak terikat jam normal dari penerbit.
Universitas Sumatera Utara
32
Pasal keempat memuat bahwa penerjemah dan penerbit telah menyetujui royalty yang akan diterima oleh penerjemah dan royalty yang akan diterima tidak akan berubah seperti kesepakatan dari awal. Pasal kelima lanjutan dari pasal keempat bahwa pemberian royalty ini dilakukan dengan cara 2 (dua) tahap. Tahap pertama akan diberikan saat penandatanganan dan tahap selanjutnya akan diberikan pada saat naskah buku terjemahan diterima oleh penerbit dan penerbit diberi tenggang waktu pembayarannya yaitu 7 (tujuh) hari sejak naskah terjemahan diterima. Pasal keenam menerangkan bahwa penerbit wajib mencantumkan nama penerjemah dalam buku terjemahan yang kan diterbitkan oleh penerbit dan penerjemah berhak mendapat buku yang akan dicetak oleh penerbit. Penyelesaian sengketa antara penerbit dan penerjah diatur dalam pasal 7 dari perjanjian penerbitan ini yaitu pertama dengan cara musyawarah dan mufakat dan jika musyawarah dan mufakat tidak dapat menyelesaikan permasalahan diantara mereka, penerjemah dan penerbit sepakat membawanya ke Pengadilan Negeri. Pasal 8 menerangkan bahwa keduabelah pihak setuju untuk selalu beritikad baik didalam pelaksanaan perjanjian penerbitan ini dan perjanjian ini dibuat tanpa tekanan berwujud dari pihak luar dan perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan masing-masing ditandatangani diatas materai cukup. Ganda pertama untuk penerjemah dan ganda kedua untuk penerbit. Kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan, dan debitur wajib melaksanakan prestasi dimaksud. Kalau demikian, intisari atau hakikat perjanjian
Universitas Sumatera Utara
33
tiada lain dari pada prestasi. Jika undang-undang telah menetapkan “subjek” perjanjian, yaitu pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang wajib melaksanakan prestasi, maka intisari atau “objek” dari perjanjian adalah prestasi itu sendiri.41 Seperti yang diterangkan dalam pasal 8 penerbit dan penerjemah sepakat untuk beritikad baik dalam pelaksanaan prestasi yang telah mereka sepakati. Sesuai dengan ketentuan pasal 1234 BW, prestasi yang diperjanjikan itu ialah untuk “menyerahkan” menyerahkan sesuatu” melakukan sesuatu
atau “untuk tidak
melakukan sesuatu”. Tentang prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis.42 Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata syarat sah perjanjian adalah : a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadinya dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. Sebagai cara kesepakatan penawaran dan penerimaan adalah : 1) Dengan cara tertulis 2) Dengan cara lisan
41 42
M. Yahya harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 10. Ibid, hal 10
Universitas Sumatera Utara
34
3) Dengan symbol-simbol tertentu 4) Dengan berdiam diri. Secara garis besar terjadinya kesepakatan tersebut secara tertulis dan tidak tertulis. Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta autentik.43 b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian. Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum menikah. Khususnya untuk orang yang menikah sebelum usia 21 tahun tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21 tahun, jadi janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum mencapai 21 tahun.44 c. Ada suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi . prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan
mengenai
pokok perjanjian
atau
objek perjanjian
ialah
untuk
memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika pokok perjanjian atau objek perjanjian kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka perjanjian itu batal.45
43
Ahmad Miru, Hukum Kontrak perancangan kontrak, Rajawali Pres, Jakarta, 2007, hal. 14 Ibid. 45 Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 228. 44
Universitas Sumatera Utara
35
d. Ada suatu sebab yang halal.46 Berdasarkan Pasal 1320 tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus memuat kausa yang sah atau kausa yang halal. Persetujuan yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan nilainilai kesusilaan.47 Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada hakim, perjanjian ini tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif. Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
46 47
Ibid. hal. 231. M. yahya harahap, Op. Cit, hal 11
Universitas Sumatera Utara
36
Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Jika ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, sehingga diberi akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi siapa yang melanggar perjanjian, ia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan undang-undang (perjanjian). Karena perjanjian itu adalah persetujuan kedua belah pihak, maka jika akan ditarik kembali atau dibatalkan adalah wajar jika disetujui oleh kedua belah pihak pula. Tetapi apabila ada alasan yang cukup menurut undang-undang , perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang itu yaitu perjanjian yang bersifat terus menerus berlakunya dapat dihentikan secara sepihak, perjanjian sewa rumah pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir sewa, perjanjian pemberian
kuasa Pasal 1814 KUHPerdata, perjanjian
pemberian kuasa Pasal 1817 KUHPerdata. Pelaksanaan dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusiaan. Seorang penerjemah menurut Undang-undang Hak Cipta untuk melaksanakan haknya menikmati hasil ciptaan melakukannya dengan pengalihan hak yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
37
hak yang dialihkan pada dasarnya tiada lain adalah hak pengalihan hak eksklusif pencipta atas suatu ciptaan yang dapat berupa suatu karya tulis misalnya kepada penerbit. Penerbit yang kemudian akan mengeksploitasi ciptaan karya tulis seseorang pencipta dalam suatu jangka waktu tertentu. Caranya dengan mendayagunakan atau mengelola suatu karya cipta seorang penulis selanjutnya pihak lain memberi suatu imbalan sebagai kompensasi atas hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan karya tulis misalnya berupa royalti, honorarium, fee atau bentuk-bentuk imbalan lain yang disepakati bersama dalam suatu perjanjian. Salah satu dari berbagai jenis perjanjian yang mengatur pengalihan hak cipta suatu ciptaan khususnya karya tulis yang diterbitkan dalam wujud buku untuk dieksploitasi adalah perjanjian penerbitan buku antara penerjemah dengan penerbit buku. Berdasarkan hasil penelitian lapangan para penerbit berpendapat bahwa : 1. Dalam Penerbitan suatu buku untuk melindungi hak cipta dari siapapun atas penerbitan karya tulisnya maka harus diadakan perjanjian tertulis terlebih dahulu hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak penerjemah dan juga hak-hak penerbit. 2. Bentuk kesepakatan antara penerjemah dengan penerbit dalam melakukan kerjasama penerbitan buku dituangkan dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para pihak. 3. Isi perjanjian tersebut memuat hak-hak dan kewajiban bagi penerjemah dan penerbit, diantaranya hak penerbitan, tenggang waktu penerbitan, biaya yang
Universitas Sumatera Utara
38
menyangkut produksi dan pemasaran buku, jumlah buku yang akan diterbitkan, honorarium, jangka waktu perjanjian serta cara penyelesaian jika terjadi sengketa48 C. Hak dan Tanggung Jawab Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan. 1.
Hak Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan Dua esensi hak yang terkandung dalam buku terjemahan : a. Hak Eksklusif Penerjemah. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.49 Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangann yang berlaku.50 Ketentuan diatas menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta untuk melarang atau memberi izin menyewakan ciptaannya. Yang dimaksud dengan hak
48
Hasil wawancara dengan Abdul Halim, Direktur PT. Ciputat Press Jakarta Selatan, Tanggal 20 April 2011. 49 Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, asian law group pty ltd bekerjasama dengan penerbit alumni, bandung, 2006. 50 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal 74.
Universitas Sumatera Utara
39
eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin penerjemah. Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki penerjemah, adalah hak untuk : 1) Mengumukan atau memperbanyak ciptaan yang dilindunginya. 2) Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara menjualnya, menitipjualkan (konsinyasi), menyewakan atau cara-cara lain51 Konsep pengumuman yang dianut dalam UUHC tahun 2002 adalah pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan acara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Kemudian yang dimaksud dengan perbanyakan dalam konteks regulasi hak cipta ini adalah perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan bahanbahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Di samping itu, hak untuk memberikan izin, dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 lebih sering disebut dengan istilah lisensi. Lisensi yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
51
Eddy damian, Hukum Hak Cipta, penerbit alumni, bandung, 2009.
Universitas Sumatera Utara
40
pemegang hak terkait kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.52 Kegiatan penerbitan buku yang memuat suatu ciptaan karya tulis, pada dasarnya merupakan suatu proses manufaktur yang dikelola oleh penerbit sebagai suatu badan usaha. Penerbit merupakan pihak yang mewujudkan suatu ciptaan karya tulis seorang penerjemah. Untuk keperluan menerbitkan buku, dana dan wawasan kewiraswastaan perlu dimiliki oleh penerbit. Untuk menerbitkan suatu karya tulis, penerbit akan terlebih dahulu menyuntingnya. Baru kemudian akan melengkapinya dengan susunan perwajahan (lay-out) karya tulis (typhographical arrangement) pada sampul luar dan isi karya tulis, serta menyusun huruf-huruf cetaknya. Jika segala sesuatunya telah siap, karya tulis penerjemah dicetak disebuah percetakan yang dimilikinya sendiri atau dimiliki orang lain. Khusus untuk susunan perwajahan karya tulis yang diciptakan penerbit dalam suatu buku yang diterbitkannya, UUHC 2002 menetapkan jangka waktu pearlindungannya dalam pasal 30 (2), sebagai berikut : ”Hak cipta atas susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.” Penerbit sebagai suatu badan usaha yang melakukan proses manufaktur atau kegiatan penerbitan, harus dibedakan dengan badan usaha percetakan. Suatu badan
52
Arif Lutviansori, Op.Cit, hal 72.
Universitas Sumatera Utara
41
usaha percetakan. Suatu badan usaha percetakan semata-mata melakukan kegiatan memproduksi jasa cetak mencetak. Lain halnya dengan badan usaha penerbitan, selain melakukan kegiatan bisnis juga mempunyai tugas yang mengandung aspekaspek idelalisme seperti digariskan dalam GBHN 1993 dengan ketentuan tentang masalah perbukuan yang dicantumkan dalam Bab “kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan”, butir 1 (kesejahteraan social) Sub. 12, yang berbunyi : Penulisan, penerjemahan dan penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, khususnya bacaan anak yang berisikan cerita rakyat, buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta terbitan buku pendidikan lainnya, digalakkan untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala berfikir serta menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta disebarkan merata diseluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu, dikembangkan iklim yang dapat mendorong penulisan dan penerjemahan buku dengan penghargaan yang memadai dan jaminan perlindungan hak cipta. Walaupun iklim kondusif seperti yang dikehendaki GBHN mengenai dunia perbukuan dan penerbitan belum tercapai sampai sekarang, tidak dapat disangkal bahwa peran penerbit sebagai motor dalam dunia buku-buku yang memuat karyakarya tulis dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni mempunyai fungsi yang esensinya ialah memberikan layanan informasi. Penerbit yang menerbitkan buku-buku merupakan penyalur primer yang menyebarkan bahan-bahan tertulis diperbagai bidang tersebut diatas kepada masyarakat pemakai. Mereka mendapat bahan-bahan pustaka yang diterbitkan penerbit
dengan
cara
membeli
dan
berlangganan.
Didalam
memberikan
pelayanannya, penerbit bertanggung jawab atas pengadaan, pengorganisasian
Universitas Sumatera Utara
42
pengawasan serta penyebarluasannya kepada penyalur-penyalur sekunder, yaitu perpustakaan-perpustakaan, toko-toko buku, dan para distributor buku. Dalam menjalankan fungsinya itu, hendaknya penerbit buku bersikap transparan terhadapa semua pihak dan terbuka atas perkembangan baru dalam dunia penerbitan yang membawa horizon baru dalam menyongsong millennium baru.53 b. Hak Ekonomi dan Hak Moral Penerjemah Hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak cipta secara umum terhimpun dalam tiga bagian, seperti yang disampaikan oleh Prof. Abdulkadir Muhammad tersebut. Namun oleh beberapa pakar hak eksklusif ini mencoba untuk disistematiskan ke dalam bagian-bagian tertentu, dalam istilah yang lebih umum sering didengar adanya hak moral (moral right) dan hak ekonomi economic right). Menurut Jumhana bahwa perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya untuk dapat dikatakan bahwa suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri maka dalam hukum Indonesia harus terlebih dahulu dapat dibuktikan dengan adanya pendaftaran merk dagang atau merk suatu jenis karya cipta di Departemen Kehakiman Perlindungan hukum hak cipta sebagai hak khusus atau tunggal merupakan hak monopoli pencipta terhadap suatu karya cipta hak tersebut meliputi dua aspek yaitu hak ekonomi dan hak moral.54 Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya hak ekonomi yang melekat pada pencipta meliputi hak
53 54
Eddy damian, Loc.Cit, hal 177. Jumhana, Hak Kekayaan Intlektual Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999,
hal. 25
Universitas Sumatera Utara
43
untuk mengumumkan, memperbanyak dan memberi ijin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaan tersebut. Sedangkan
hak
moral
merupakan
hak
yang
meliputi
kepentingan
pribadi/individu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan/integritas ceritanya.55 Hak ekonomi dari seorang pencipta adalah untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi atas ciptaannya, hal ini antara lain meliputi : 1) Hak reproduksi atau penggandaan (reproduction right). Yaitu penambahan jumlah sesuatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun sebagian yang samgat subtansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau tidak, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Bentuk penggandaan atau perbanyakan itu dapat dilakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern. Hak reproduksi ini juga mendakup perubahan bentuk ciptaan satu kebentuk ciptaan lainnya, misalnya rekaman music, pertujukan drama, juga pembuatan duplikat dalam rekaman suara dan film. 2) Hak adaptasi (adaptation right).
55
Rahmadi Usman, Hukum Atas Kekayaan Intlektual Perlindungan Dan Dimensi Hukumnya, PT Alumni Bandung 2003 Hal. 86
Universitas Sumatera Utara
44
Hak untuk mengadakan adaptasi dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa lain, aransemen musik, dramatisasi dari nondramatik, mengubah menjadi cerita fiksi dari karangan nonfiksi atau sebaliknya. 3) Hak distribusi (distribution right). Hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan atau bentuk lain yang dimaksudkan agar ciptaan tersebut dikenal dengan istilah pengumuman, yaitu pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun, sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. 4) Hak pertunjukan (public performance right). Hak ini dimiliki oleh para pemusik, dramawan maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkapkan dalam pertunjukan. Dalam UUHC, hak penampilan ini menjadi bagian dalam istilah yang disebut pelaku, yaitu aktor, penyanyi, pemusik, penari atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertujukkan,
menyajikan,
menyampaikan,
mendeklamasikan,
atau
memainkan suatu karya music, drama, tari, sastra, folklore, atau karya seni lainnya. 5) Hak penyiaran (broadcasting right)
Universitas Sumatera Utara
45
Hak untuk menyiarkan dapat berupa mentransmisikan suatu ciptaan dengan atau tanpa peralatan kabel atau melalui sistem elektromagnetik. Termasuk dalam pengertian menyiarkan adalah menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public
performance),
mengkomunikasikan
pertunjukan
langsung
(life
performance), dan mengkomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku. 6) Hak pinjam masyarakat (public lending right) Hak ini dimiliki pencipta yang karyanya tersimpan diperpustakaan, yaitu pencipta berhak atas suatu pembayaran dari pihak tertentu yaitu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut. Lamanya perlindungan atas hak pinjam oleh masyarakat (public lending right) tersebut secara umum sama dengan lamanya perlindungan hak cipta yaitu selama hidup pencipta dan ditambah 50 tahun setelah meninggal. Pencipta yang memiliki hak pinjam oleh masyarakat harus memenuhi kualifikasi tertentu.56 Makna dari Hak Moral seperti diatur dalam Pasal 24 UUHC No. 19 Tahun 2002 adalah bahwa dengan Hak Moral, penerjemah dari suatu karya cipta memiliki hak untuk : 1) Dicantumkan nama atau nama samarannya didalam ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum.
56
Muhammad djumhara, hak milik intelektual (sejarah, teori dan prakteknya di iindonesia), PT. aditya bakti, bandung, 2010, hal 72.
Universitas Sumatera Utara
46
2) Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi penerjemah. Hak moral adalah hak-hak pribadi penerjemah untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai penerjemah karya tersebut. Hak-hak ini menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari si penerjemah dengan karyanya walaupun control ekonomi atas karya tersebut hilang, Karena telah diserahkan
sepenuhnya
oleh
pemegang
hak
cipta
atau
lewatnya
waktu
perlindungannya seperti diatur dalam UUHC yang berlaku. UUHC di Indonesia menekankan hak-hak moral secara jelas dibandingkan dengan UUHC yang berlaku di Negara yang menganut sistem common law. UUHC Indonesia terlihat lebih menggambarkan pengaruh sistem hukum sipil. Pasal 1 ayat 2 dalam mendefenisikan “pencipta” mengacu kepada “sesuatu yang bersifat pribadi” dari suatu hasil karya yang lahir berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diterangkan dalam bentuk khas, hak untuk mempertahankan keutuhan karya tersebut seperti yang dipahami si pencipta terlihat memperoleh perlindungan hak cipta yang diatur dalam Undang-undang. 57 2.
Tanggung Jawab Penerjemah dalam Pelaksanaan Penerbitan Buku Terjemahan Pengalihan kepemilikan hak cipta dapat dilakukan dengan cara penyerahan
(assignment) dan dengan cara pemegang hak cipta memberikan lisensi kepada orang/badan lain. Pengalihan hak cipta dengan penyerahan (assignment) maksudnya 57
Tim Lindsey, dkk, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
47
adalah pengalihan keseluruhan hak-hak ekonomi yang dapat dieksploitasi dari suatu ciptaan yang dialihkan kepada penerima/pemegang hak cipta. Pengalihan hak cipta secara lisensi maksudnya ialah pencipta buku/pemegang hak cipta masih memiliki hak-hak ekonomi tertentu dari ciptaan yang dialihkan kepada pemegang hak cipta. Pengalihan hak cipta biasanya dituangkan dalam suatu perjanjian yang berbentuk akta dibawah tangan. Perjanjian penerbitan buku tersebut dapat berupa penyerahan hak cipta dan dapat juga secara lisensi. Suatu perjanjian penerbitan buku yang tergolong sebagai perjanjian lisensi ekslusif mengatur didalamnya beberapa hal tentang pengalihan atau transformasi hak cipta dari penerjemah kepada penerbit buku. Pada suatu pengalihan hak cipta dengan perjanjian penerbitan buku yang tergolong sebagai perjanjian lisensi eksklusif diatur dengan jelas mengenai hak dan kewajiban antara penerjemah/pemegang hak cipta dengan penerbit. Penyerahan atau pengalihan hak cipta dapat diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada orang/badan lain. Penyerahan ini adalah sesuai dengan system hukum yang berlaku di Indonesia, yang memperbolehkan barang-barang bergerak itu diserahkan kepada orang/badan lain, dengan berbagai cara. Jika hak cipta diserahkankepada orang/badan lain untuk sebagian, maka mengenai bagian yang diserahkan itu penerjemah/pemegang hak cipta tidak ada lagi haknya, sedangkan bagian yang tidak diserahkan, pencipta buku tetap mempunyai hak sepenuhnya. Jika hak cipta itu diserahkan kepada orang lain/badan lain untuk seluruhnya, maka
Universitas Sumatera Utara
48
penerjemah/pemegang hak cipta tidak mempunyai hak lagi sama sekali mengenai hasil ciptaannya, yang seluruhnya telah diserahkan. Secara umum hak dan kewajiban penerjemah selaku pemegang hak cipta dengan penerbit didalam perjanjian kerjasama yang mereka sepakati dapat disimpulkan sebagai berikut : Hak dan kewajiban para pihak itu dapat terlihan dengan jelas dalam pasalpasal/ketentuan-ketentuan yang dituangkan secara tertulis di dalam perjanjian penerbitan buku antara lain : a. Hak penerjemah/pemegang hak cipta dalam perjanjian penerbitan buku dengan lisensi eksklusif yaitu : 1) Mengalihkan hak cipta karya tulis untuk dieksploitasi dengan cara diterbitkan dalam bentuk buku. 2) Menjamin keaslian dan kepemilikan hak khusus karya tulisnya. 3) Menetapkan jangka waktu pengalihan hak cipta karya tulis untuk dieksploitasi dalam bentuk buku. 4) Menerima sejumlah buku yang telah diperbanyak. 5) Menerima pembayaran royalty. b.
Kewajiban penerjemah/pemegang hak cipta dalam perjanjian penerbitan buku dengan lisensi eksklusif yaitu : 1) Menyerahkan untuk dialihkan karya tulis asli, bukan plagiat.
Universitas Sumatera Utara
49
2) Bertanggung jawab terhadap gugatan pihak ketiga tentang keaslian ciptaan karya tulis. 3) Selama jangka waktu yang disepakati tidak menyerahkan sebagian atau keseluruhan hak cipta karya tulis untuk dieksploitasi dalam bentuk buku kepada pihak ketiga. 4) Mentaati jadwal penerimaan royalti. c. Hak penerbit dalam perjanjian penerbitan buku dengan lisensi eksklusif yaitu : 1) Menerima ciptaan karya tulis asli dengan hak cipta sah yang dimiliki penulis. 2) Menerima secara sah ciptaan karya tulis yang benar-benar asli, bukan plagiat. 3) Menetapkan harga jual buku untuk memperoleh keuntungan bisnis yang wajar. d. Kewajiban penerbit dalam perjanjian penerbitan buku dengan lisensi eksklusif bersama-sama dengan penerjemah/pemegang hak cipta. 1) Hanya menerbitkan dalam bentuk buku, tidak ciptaan derivatif. 2) Menandatangani perjanjian penerbitan buku yang tergolong lisensi eksklusif bersama-sama dengan penerjemah/pemegang hak cipta. 3) Menepati pembayaran royalti dan memasarkan buku keseluruh segmen pasar yang dapat dijangkau.
Universitas Sumatera Utara
50
Penyerahan atau pengalihan hak cipta dapat diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada orang/badan lain. Penyerahan itu adalah sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, yang memperbolehkan barang-barang bergerak itu diserahkan kepada orang/badan lain, dengan berbagai cara. Jika hak cipta diserahkan kepada orang/badan lain untuk sebagian, maka mengenai bagian yang diserahkan itu penerjemah/pemegang hak cipta tidak ada lagi haknya, sedangkan bagian yang tidak diserahkan, penerjemah tetap mempunyai hak sepenuhnya. Jika hak cipta itu diserahkan kepada orang/badan lain untuk seluruhnya, maka penerjemah/pemegang hak cipta tidak mempunyai hak lagi sama sekali mengenai hasil ciptaannya, yang seluruhnya telah diserahkan. Walaupun hak cipta telah diserahkan seluruhnya atau sebagian, penerjemah itu tetap berwenang menjalankan suatu tuntutan hukum untuk mendapatkan ganti kerugian terhadap seseorang yang melanggar hak cipta itu. Suatu perubahan tidak dapat diadakan atas suatu ciptaan, kecuali dengan izin dari yang mempunyai hak cipta. Apabila si penerjemah telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, maka walaupun demikian, selam ia masih hidup izinnya juga tetap diperlukan. Meskipun hak dan kewajiban para pihak telah tertuang dengan jelas di dalam perjanjian penerbitan buku, akan tetapi secara umum dapat dijelaskan hak dan kewajiban antara pemegang hak cipta dan penerbit yaitu :
Universitas Sumatera Utara
51
a. Hak dari penerjemah yaitu : 1) Mendapat honorarium yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. 2) Mendapat persen eksemplar setiap kali terbit. 3) Mengontrol/mengetahui berapa jumlah buku yang telah laku terjual. 4) Mengontrol/mengetahui berapa banyak jumlah buku yang telah dicetak 5) Mengetahui kapan bukunya akan dicetak ulang. 6) Memberi saran mengenai perwajahan dari bukunya. 7) Mendapat potongan apabila penerjemah membeli bukunya. 8) Menerima sejumlah contoh buku yang telah diperbanyak. b. Kewajiban dari penerjemah yaitu : 1) Menyerahkan untuk dialihkan karya tulis yang asli bukan plagiat. 2) Bersedia mengoreksi kembali hasil karyanya yang akan dicetak coba dan ulang. 3) Bertanggung jawab terhadap pihak ketiga tentang keaslian ciptaan karya tulis. 4) Bersedia mengganti kerugian kepada penerbit apabila karya tulisnya yang sudah dicetak dan mendapat tuntutan dari pihak ketiga. c. Hak dari penerbit yaitu : 1) Mempunyai hak tunggal atas penerbitan buku tersebut. 2) Berhak untuk mengedit naskah yang masuk tanpa mengubah arti dan makna naskah asli.
Universitas Sumatera Utara
52
3) Mempunyai hak tunggal untuk menentukan harga jual buku. 4) Berhak untuk bekerja sama dengan pihak lain. 5) Berhak untuk membuat ilustrasi buku tersebut. 6) Menerima karya tulis yang asli bukan plagiat. 7) Menerima ciptaan yang sah yang benar-benar milik si pemegang hak cipta d. Kewajiban dari penerbit yaitu : 1) Menerbitkan buku dalam waktu yang telah ditentukan. 2) Membayar honorarium yang telah disepakati. 3) Memberitahu kepada pemegang hak cipta bahwa naskah telah diterbitkan. 4) Memberikan persen eksemplar setiap kali terbit. 5) Memberitahukan bahwa buku edisi pertama telah terjual habis dan perlu dicetak ulang. 6) Menerbitkan naskah dalam bentuk buku dan bukan ciptaan derivatif Tanggung jawab pemegang hak cipta terlihat jelas di dalam perjanjian penerbitan buku yang tertuang dalam hal mengenai hak dan kewajiban para pihak. Dari pasal hak dan kewajiban itu dapat mengetahui batas tanggung jawab dari para pihak di dalam perjanjian penerbitan buku tersebut. Apabila pemegang hak cipta menghendaki karya tulisnya tersebut hanya dicetak dalam bentuk suatu buku oleh penerbit, sedangkan soal pemasarannya dilakukan atau diurus oleh si pemegang hak cipta sendiri, maka dalam hal seperti ini penerbit hanya bertanggung jawab sebatas mencetak karya tulis tersebut dalam
Universitas Sumatera Utara
53
bentuk buku, mengenai isinya dan hal-hak yang lain penerbit tidak bertanggung jawab melainkan menjadi tanggung jawab penerjemah/pemegang hak cipta. Dalam hal ini hak cipta tetap berada ditangan pemegang hak cipta. Namun ada juga perusahaan penerbitan yang mencetak, menerbitkan dan memasarkan karya tulis dari penerjemah/pemegang hak cipta kepada masyarakat, sedangkan pencipta dalam hal ini hanya hanya menerima fee/royalti. Dan hak cipta pada umumnya diserahkan kepada perusahaan penerbit. Dalam hal ini penerbit bertanggung jawab terhadap ciptaan yang diterbitkan. Apabila dikemudian hari ada tuntutan terhadap isi buku yang diterbitkan maka penerbitlah yang bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara