17
BAB II PERLINDUNGAN HAK MEREK DI INDONESIA
A. Kedudukan Hak Merek dalam Hukum Kebendaan Hak merek merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immateril. Benda tidak berwujud, 21namun sebelum membahas mengenai kedudukan hak merek dalam hukum kebendaan di Indonesia, terlebih dahulu haruslah dipahami mengenai ruang lingkup dari hak merek. Di mana pembahasan mengenai ruang lingkup hak merek ini, penulis akan membahas mengenai pengertian hak merek, jenis-jenis hak merek, serta fungsi dari hak merek. 1. Pengertian Hak Merek Sebelum menelusuri tentang merek lebih jauh, maka terlebih dahulu dipahami tentang pengertian merek, agar dapat berpedoman pada pengertian yang sama dalam melakukan pembahasan, guna memperoleh hasil atau paling tidak mendekati sasaran yang hendak dicapai. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Merek 2001 Tentang Merek diberikan pengertian atau batasan tentang merek sebagai berikut : Merek adalah tanda yang berupa gambar nama, kata, hurufhuruf,angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur unsur tersebut yang
21
OK. Saidin, Op.cit, hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
18
memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Selain dari pengertian merek menurut Undang-undang merek tersebut diatas, beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu : a. H.M.N. Purwo Sutjipto, "Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis". 22 b. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, "Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barangbarang yang sejenis lainnya". 23 c. K. Soekardono, "Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan
dengan
barang-barang
sejenis
yang
dibuat
atau
diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain". 24 d. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan dan memberi komentar bahwa: No complete, definition can be given/or a trade mark generally it is any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it,
22
H.M N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia(Djambatan,1983), hlm. 82. 23 Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan (Djambatan,1962), hlm. 80. 24 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8(Jakarta: Dian Rakyat, 1962), hlm. 149.
Universitas Sumatera Utara
19
Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism. 25 Terjemahan bebas : (Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barangbarang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan) e. Iur Soeryatin, "Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya." 26 f. Poerwadaminta, memberikan arti merek sebagai; 1) Cap (tanda) yang menyatakan nama dan sebagainya, misalnya : pisau ini tidak ada mereknya, merek took, merek obat nyamuk. 2) Keunggulan, kegagalan, kualitas, misalnya, jatuh (turun) merek, mendapat nama buruk, sudah tidak gagah (megah) lagi, bermerek, bercap, bertanda dan sebagainya. 27 7. A.B. Loebis, Merek adalah nama atau tanda yang dengan sengaja digunakan untuk
menandakan
hasil/barang
suatu
perusahaan/perniagaan
dari
seseorang/badan dari pada barang perniagaan sejenis milik orang/badan lain. 28
25
Pratasius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, hlm. 7. 26 Suryatin, Hukum Dagang I dan II (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 84. 27 Poerwadaminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1974), hlm. 647. 28 Loebis A.B, Sengketa Merek di Pengadilan Negeri Jakarta(Jakarta: tanpa penerbit, 1974), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
20
8. Suryodiningrat, Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan. 29 Menurut Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan. Pengertian itu menekankan pada fungsi merek untuk membedakan antara barang dan jasa yang sejenis. Mengenai daya pembeda menurut Sudargo Gautama memberikan ilustrasi bahwa suatu merek harus dapat memberikan penentuan atau individuali sering barang yang bersangkutan, sehingga pihak ketiga dapat membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. 30 Dalam Pasal 15 TRIPs dikatakan bahwa yang disebut suatu merek adalah: Any sign, or any combination of sign, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of undertaking, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words, including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks. 31 Pengertian merek yang terdapat dalam persetujuan TRIPs tersebut pada umumnya telah dipakai oleh beberapa negara dalam berbagai peraturanperundangan di bidang merek, seperti yang terdapat dalam undang-undang merek Australia yang termuat dalam Trade Marks Act 1955 yang kemudian pada tahun 1995 diganti dengan Trade Marks Act 1995. Demikian juga yang terdapat dalam 29
Suryodiningrat, RM, Pengantar Ilmu Hukum Merek(Jakarta:PradnyaParamitha, 1975),
hlm. 30. 30
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 34. Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia Dalam Rangka WTO, TRIPs(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1977), hlm. 248. 31
Universitas Sumatera Utara
21
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997. Pasal 6 ayat 1 Trade Mark Act 1955 Australia pada intinya menyatakan : A mark used or proposed to be used in relation to goods or services for the purpose of indicating, or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goodsor services and a person who has the right, either as proprietor or as registered user to use the mark, whether with or without an indication of the identity of that person. 32 Tidak jauh dari pengertian itu, dalam Pasal 17 Trade Marks Act 1995 Australia mengenai merek diberikan pengertian sebagai berikut: A sign used, or intended to be used, to distinguish goods or services dealth with or provided in the course I of trade by a person from goods or services so dealth with or provided by any other person. 33 Mengenai beberapa rumusan pengertian merek di atas, maka ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk suatu merek. Unsur itu adalah : a. merupakan suatu tanda; b. mempunyai daya pembeda; c. digunakan dalam perdagangan; d. digunakan pada barang atau jasa yang sejenis. Terhadap pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau 32
Mc Keough and Steward, Intellectual Property in Australia(Butterworths, Melbourne,1991), hlm. 331. 33 Mark Davison, Trade Mark Act 1995 (Monash University, Melbourne,1996), hlm.2.
Universitas Sumatera Utara
22
jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 34 2. Jenis merek Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 UndangUU Merek 2001. Pasal 1 butir 2 UU Merek 2001, mengatakan : “Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.” Pasal 1 butir 3 UU Merek Tahun 2001, menyatakan : “Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.” Sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU Merek 2001 maka jenis-jenis merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Pasal 1 butir 4 ada menyebutkan tentang merek kolektif. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini
34
OK. Saidin, Op.cit, hlm. 345.
Universitas Sumatera Utara
23
pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini kelihatannya diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies. 35 Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama. Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the International Classification of Good and Service for the Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi; a. Kelas 35 : Advertising and Business b. Kelas 36 : Insurance and Financial c. Kelas 37 : Construction and Repair d. Kelas 38 : Communication e. Kelas 39 : Transportation and Storage f. Kelas 40 : Material Treatment g. Kelas 41 : Educational and Entertainment h. Kelas 42 : Miscellaneous. 36
35
Ibid., hlm.346. Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 76. 36
Universitas Sumatera Utara
24
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya. R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu : a. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya : Good Year, Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda. b. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan. c. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya : rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iringiringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”; Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya “Pendawa Lima”. 37 Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan : a. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark) b. Merek dengan perkataan (word mark) c. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan. 38
37
R.M Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Edisi pertama(Bandung: Tarsito, 1981), hlm.15. 38 R.Soekardono,Op.Cit, hlm.165.
Universitas Sumatera Utara
25
Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yaitu : a. Merek lukisan (beel mark) b. Merek kata (word mark) c. Merek bentuk (form mark) d. Merek bunyi-bunyian (klank mark) e. Merek judul (title mark) Suryatin berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek judul kurang tepat untuk indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks”. 39 Selain itu saat ini juga dikenal merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek pada produk minuman Coca-Cola dan Kentucky Fried Chicken. Di inggris perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek. 40 Menurut acuan selama ini gambaran
39 40
Suryatin, Op.Cit, hlm. 87. OK.Saidin.Op.Cit, hlm. 347-348.
Universitas Sumatera Utara
26
produk yang dipresentasikan oleh bentuk, ukuran dan warna tidak dapat dikategorikan sebagai merek. 41 3. Fungsi Merek Berdasarkan definisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki funsi pembeda. Di dalam website Direktorat Jenderal HaKI dikemukakan bahwa pemakaian merek berfungsi sebagai: a. tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya; b. sebagian alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya; c. sebagai jaminan atas mutu barangnya; d. menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan. Selain fungsi pembeda, dari berbagai literatur ditemukan bahwa merek mempunyai fungsi-fungsi lain sebagai berikut : 42 a. Menjaga persaingan usaha yang sehat. Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang 41
Lihat Smith Kline French Laboratories Australia Ltd versus Pengadilan Merek, 1967, 116 CLR 628 42 Hery Firmansyah,Op.Cit, hlm.33-35.
Universitas Sumatera Utara
27
dan mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; b. Melindungi konsumen. Berdasarkan UU Merek 2001 di dalam konsiderannya menyebutkan bahwa salah satu tujuan diadakannya undang-undang ini adalah utuk melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang-barang. Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dari barangnya. Apabila merek telah dikenal baik kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas
dari
barang
tersebut
adalah
baik
sebagaimana
yang
diharapkannya; c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya merek dari barang-barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai tanda utuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha pemasaran barang bersangkutan; d. Sebagai sarana untuk dapat melihat kualitas suatu barang. Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya kualitas suatu barang tergantung dari produsen sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing-masing pembeli. Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mempunyai mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkannya;
Universitas Sumatera Utara
28
e. untuk memperkenalkan barang atau nama barang. Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan barang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai. Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat nam mereknya saja. Misalnya, seseorang ingin membeli minuman bermerek Fanta, maka cukup hanya menyebut Fanta saja; f. untuk memperkenalkan identitas perusahaan. Ada kalanya suatu merek digunakan untuk memperkenalkan nama perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya, merek dagang Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan rokok Djarum. Pembahasan mengenai definisi, jenis dan fungsi merek tersebut di atas dapat dihubungkan dengan kedudukan hak merek dalam hukum kebendaan di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh, HKI sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori salah satu diantara kategori itu, adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan oleh pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), yang berbunyi : menurut paham undangundang yang dimaksud benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat
Universitas Sumatera Utara
29
dikuasai oleh hak milik. Untuk pasal ini kemudian Prof. Mahadi menawarkan, seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan kalimat sebagai berikut: yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan benda itu terdiri dari barang dan hak. 43 Selanjutnya
sebagaimana
diterangkan
oleh
Mahadi
barang
yang
dimaksudkan oleh Pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda materil (stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immateril. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan benda ke dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh). Ada suatu benda tak berwujud yang terdapat pada hak merek, jadi bukan seperti apa yang terlihat atau terjelma dalam setiap produk. Yang terlihat atau yang terjelma itu adalah, perwujudan dari hak merek itu sendiri yang ditempelkan pada produk barang dan jasa. 44 Sebagai contohnya, para konsumen berlomba-lomba untuk mengkonsumsi bumbu masak dengan merek “X” ketinbang bumbu masak dengan merek “Y”. Padahal jika bumbu masak dengan merek “X” itu kemudian diganti dengan merek “Y”, dengan komposisi resep yang sama, konsumen juga tidak akan merasa kecewa. Jadi ada sesuatu yang “tak terlihat” dalam hak merek itu. Itulah hak kekayaan immateril (tidak berwujud) yang selanjutnya dapat berupa hak atas intelektual. Dalam kerangka ini hak merek termasuk dalam kategori hak atas kekayaan perindustrian (Industri Eigendom) atau Industrial Property Rights. 45
43
Mahadi, Hak Milik dalam Sistem Hukum Nasional(Jakarta: BPHN, 1998), hlm. 65. OK. Saidin,Op.Cit, hlm. 331. 45 Ibid., hlm. 331. 44
Universitas Sumatera Utara
30
B. Perlindungan Hak Merek di Indonesia Perlindungan hukum atas merek semakin menjadi hal yang penting mengingat pesatnya perdagangan dunia dewasa ini. Imbasnya menjadi sulit untuk membedakan satu produk dengan dengan produk lainnya untuk diberikan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk. Di Inggris, bahkan Australia, pengertian merek justru berkembang pesat dengan mengikutsertakan bentuk tampilan produk di dalamnya. Peraturan merek yang pertama kali diterapkan di Inggris adalah hasil adopsi dari Perancis tahun 1857, dan kemudian membuat peraturan tersendiri, yakni Merchandise Act tahun 1862 yang berbasis hukum pidana. Tahun 1883 berlaku Konvensi Paris mengenai hak milik Industri (paten dan merek) yang banyak diratifikasi negara maju dan negara berkembang. Kemudian tahun 1973 lahir pula perjanjian Madrid, yakni perjanjian internasional yang kemudian disebut Trademark Registration Treaty. 46 Sejarah tentang Undang-Undang Merek di Indonesia dimulai pada Tahun 1961 yang menggantikan Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 Nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214. Perkembangan berikutnya, Tahun 1992 lahir Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (lembaran Negara 1992 No. 81) yang berfungsi mencabut Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 yang kemudian direvisi tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan terhadap TRIPs, yaitu UU Merek 2001. Dengan undang-undang ini terciptalah pengaturan merek
46
Hery Firmansyah,Op.Cit, hlm.35-36.
Universitas Sumatera Utara
31
dalam satu naskah (single-text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya. 47 Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benar-benar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa law enforcement yang lemah. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inovatif. 48 Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek yang terdaftar. Untuk itu setiap pemilik merek diharapkan agar mendaftarkan mereknya ke Dirjen Haki agar dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap mereknya Agar suatu merek mendapat perlindungan hukum maka merek tersebut harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI). Karena disebutkan dalam perjanjian TRIPs dan di dalam Pasal 3 UU Merek 2001 bahwa merek terdaftar memiliki hak eksklusif untung melarang pihak ketiga yang
47
Ibid, hlm. 36. Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi HaKI di Indonesia(Edisi Khusus Penerbit Peradaban,2007), hlm. 55. 48
Universitas Sumatera Utara
32
tanpa izin dan sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk barang dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu. 49 Adapun yang dimaksud dengan hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar meliputi: 50 1. Menciptakan hak tunggal (sole or single right) Hukum atau undang-undang memberi hak tersendiri kepada pemilik merek. Hak itu terpisah dan berdiri sendiri secara utuh tanpa campur tangan pihak lain; 2. Mewujudkan hak monopoli (monopoly right) Siapapun dilarang meniru, memakai, dan mempergunakan dalam perdagangan barang dan jasa tanpa izin pemilik merek; 3. Memberi hak paling unggul (superiror right) Hak superior merupakan hak yang diberikan doktrin hak paling unggul bagi pendaftar pertama. Oleh karena itu, pemegang hak khusus atas suatu merek menjadi unggul dari merek orang lain untuk dilindungi. Hak atas merek di Indonesia didasarkan atas pemakaian pertama dari merek tersebut. Bagi mereka yang mendaftarkan mereknya dianggap oleh undangundang sebagai pemakai merek pertama dari merek tersebut kecuali kalau dapat dibuktikan lain dan dianggap sebagai yang berhak atas merek yang bersangkutan. Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek
49
Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan UndangUndang Merek RI, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 1994), hlm. 19. 50 Irwansyah Ockap Halomoan, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia,”(Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
33
bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama. Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan kepada pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek melalui
gugatan
perdata
maupun
tuntutan
pidana
dengan
mengurangi
kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan. Perlindungan hukum yang dimaksud dapat berupa perlindungan yang bersifat preventif maupun represif, adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum preventif Perlindungan hukum preventif di sini ialah perlindungan sebelum terjadi tindak pidana atau pelanggaran hukum terhadap merek dan merek terkenal. Dalam hal ini sangat bergantung pada pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya agar mendapat perlindungan hukum. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya preventif adalah : 51 a. Faktor hukum. Undang-Undang Merek 2001 bertujuan untuk lebih memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal asing. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 5 UU Merek 2001 menentukan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini :
51
Hery Firmansyah,Op.Cit, hlm.68.
Universitas Sumatera Utara
34
1) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2) tidak memiliki daya pembeda; 3) telah menjadi milik umum; atau 4) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Selain itu Pasal 6 ayat (1) huruf b menambahkan, bahwa : Permohonan harus ditolakoleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Ketentuan tersebut juga dapat diberlakukan untuk barang dan jasa yang tidak sejenis. b. Faktor aparat Direktorat Merek. Aparat Direktorat Merek, Direktorat Jenderal HKI bertugas untuk memeriksa permohonan pendaftaran merek. Hal yang paling mendasar yang perlu dicermati oleh aparat Direktorat Merek adalah agar tidak terjadi suatu pendaftaran merek tertentu yang sama atau menyerupai dengan merek merek milik pihak lainnya. Perlindungan merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar. Namun demikian, dimungkinkan pula perlindungan terhadap merek tidak terdaftar dengan syarat bahwa merek tersebut termasuk dalam kategori merek terkenal. Dengan itu maka jelaslah bahwa pemilik merek terkenal akan memperoleh perlindungan hukum secara preventif dengan adanya berbagai persyaratan permohonan pendaftaran merek tersebut. Mekanisme perlindungan merek terkenal selain
Universitas Sumatera Utara
35
melalui inisiatif pemilik merek tersebut dapat juga ditempuh melalui penolakan oleh kantor merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya dengan merek terkenal. 2. Perlindungan hukum represif Pengertian perlindungan hukum represif adalah perlindungan yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek. Perlindungan hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran hak atas merek melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana. Bahwa pemilik merek terdaftar mendapat perlindungan hukum atas pelanggaran hak atas merek baik dalam wujud gugatan ganti rugi atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum. Terhadap perlindungan hukum yang sifatnya represif, pemberian sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan UndangUndang Merek yang berlaku, juga harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum secara konsisten. Konsistensi ini akan memberikan jaminan kepastian hukum khususnya bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal asing di Indonesia. Pemilik merek terdaftar juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembatalan pendaftaran merek terhadap merek yang ia miliki yang didaftarkan orang lain secara tanpa hak. Selanjutnya,
mengingat
merek
merupakan
bagian
dari
kegiatan
perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan
Universitas Sumatera Utara
36
peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam undang-undang inipun pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu dalam wujud penetapan sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang lebih besar. Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengkera, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. 52
C. Merek Dagang Terkenal Merek dagang terkenal di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak baru lagi untuk dibahas. Sejak peraturan kolonial dulu, hal ini telah menjadi pembahsan yang cukup menarik untuk diperbincangkan terkait perlindungan hukumnya, dimana para pemilik hak merek terkenal menginginkan untuk mendapat perlindungan hukum yang khusus terhadap hak mereka. Untuk itu perlu kita bahas mengenai sejarah pengaturan merek dagang terkenal di Indonesia agar kita dapat memahami merek dagang terkenal lebih dalam lagi. Membicarakan tentang pengaturan tentang merek terkenal, maka akan dilihat dan dicermati ketentuan perundang-undangan tentang merek, mulai
52
OK. Saidin. Op.Cit, hlm.337-338.
Universitas Sumatera Utara
37
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Merek, UU Merek 2001. Undang-Undang Merek yang berlaku untuk Indonesia sebelum berlakunya Undang-Undang Merek yang sekarang ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (selanjutnya disingkat UU Merek 1961), yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai belaku tanggal 11 Nopember 1961. 53 Undang-Undang Merek 1961 ini menggantikan peraturan tentang merek yang sebelumnya berlaku, yaitu peraturan dari zaman Belanda yang terkenal dengan nama “Reglement Industrieele Eigendom tahun 1912” (Reglement tentang Hak Milik Perindustrian Tahun 1912), Stb. 1912 No. 545 yang mulai berlaku sejak tahun 1913. Dengan berlakunya UU Merek 1961, maka peraturan tentang merek jaman Belanda tersebut tidak berlaku lagi. Sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengganti undang-undang kolonial dengan undang-undang asli Indonesia, pemerintah Soekarno memulai inisiatif reformasi hukum. Beberapa undang-undang baru ditetapkan dan diberlakukan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang berlaku sejak 11 November 1961. Tujuan UU Merek 1961 ini adalah untuk melindungi kepentingan publik dari barang-barang palsu atau tiruan. Undang-Undang Merek 1961 mengadopsi sebagian besar ketentuan dalam Reglement Industrieele
53
Sudargo Gautama dan Rizawan Winata II, Op. Cit, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
38
Eigendom (Staatsblad van Nederlandsch-lndie No.545). Satu-satunya perubahan adalah berkurangnya jangka waktu perlindungan merek dari 20 tahun menjadi 10 tahun. Undang-Undang Merek 1961 tidak merumuskan atau memberi pengertian tentang merek terkenal. Disamping itu, perlu dicatat bahwa merek-merek terkenal yang mayoritas dimiliki perusahaan asing tidak dilindungi secara khusus dalam UU Merek 1961. Tujuan utama undang-undang tersebut adalah melindungi kepentingan publik semata (dan tidak melindungi kepentingan pemilik merek secara spesifik). Walaupun begitu, pengadilan di Indonesia menciptakan yurisprudensi yang memberikan proteksi bagi pemakai pertama merek di Indonesia yang bertindak atas dasar itikad baik. Dengan demikian, perlindungan merek di Indonesia diberikan kepada mereka yang bisa membuktikan bahwa mereka adalah pemakai merek pertama di Indonesia yang beritikad baik dan kepentingan publik tidak dirugikan oleh merek-merek mereka. Menanggapi hal-hal tersebut, pada bulan Juni 1987 Menteri Kehakiman mengeluaran Surat Keputusan Menteri No. M.02-IIC.01.01 tahun 1987 menyangkut merek terkenal (well known trade marks). Berdasarkan keputusan ini, merek terkenal adalah merek yang telah lama dikenal dan digunakan dalam periode waktu yang cukup lama untuk jenis-jenis barang tertentu di wilayah Indonesia. Pendaftaran registrasi merek yang mirip dengan merek terkenal untuk jenis barang yang sama harus ditolak oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta. Akan tetapi, Surat Keputusan Menteri tersebut belum bisa memuaskan banyak pemilik asing merek-merek terkenal. Mereka menghendaki perlindungan merek terkenal
Universitas Sumatera Utara
39
tidak terbatas pada jenis barang yang sama, namun mencakup pula semua jenis produk. Pada tahun 1991 Menteri Kehakiman mengeluarkan Surat Keputusan No. M.03-HC.02.01 tahun 1991 mengenai penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek yang mirip merek milik orang lain atau milik badan lain. Surat keputusan ini menggantikan Surat Keputusan Menteri No.M.02-IIC.01.01 tahun 1987. Surat Keputusan tahun 1991 ini memperluas proteksi merek terkenal hingga mencakup pula barang-barang yang tidak sejenis dan memberikan perlindungan bagi merek terkenal yang digunakan di Indonesia dan/atau di luar negeri. 54 Surat Keputusan (SK) Menteri Kehakiman tahun 1991 ini banyak menuai kritik, di antaranya SK tersebut dinilai cenderung dibuat atas dasar tekanan para pemilik merek dari negara Barat dan melampaui ketentuan dalam Article 6bis Paris Convention karena memberikan perlindungan bagi pemilik merek terkenal yang belum menggunakan mereknya di Indonesia atau tidak memiliki bukti pemakaian di Indonesia. SK tersebut juga dinilai bertentangan dengan kriteria pemakaian merek sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Merek 1961. Pengadilan dalam praktiknya seringkali tidak sepakat dengan SK tersebut. Sebagai gambaran, setelah dikeluarkannya SK Menteri Kehakiman tahun 1991, Direktorat Merek menolak 4.304 aplikasi registrasi merek terkenal yang diajukan oleh unauthorized parties. Namun, beberapa di antara mereka menentang keputusan tersebut dan membawa kasusnya ke pengadilan. Dalam kebanyakan 54
Casavera, 8 Kasus Sengketa Merek di Indonesia(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2009), hlm.
29.
Universitas Sumatera Utara
40
kasus, pengadilan justru memenangkan un-authorizedparties tersebut dan memerintahkan Direktorat Merek untuk menerima aplikasi mereka untuk registrasi merek. Tahun 1992 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1993. Perubahan mendasar dalam undang-undang baru ini terlihat pada fokusnya yang beralih dari proteksi kepentingan konsumen menjadi proteksi merek dagang, termasuk perlindungan khusus bagi merek terkenal. Menariknya, undang-undang ini keluar seiring dengan maraknya bisnis waralaba di Indonesia. Perubahan lainnya menyangkut sistem perlindungan yang semula "first to use" diganti "first to register". Sistem baru ini dipandang lebih bagus karena mampu memberikan kepastian hukum yang lebih besar dibandingkan sistem "first to use". Perubahan berikutnya berkenaan dengan lingkup perlindungan yang semula hanya mencakup barang, UU Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek memperluasnya hingga mencakup barang, jasa, dan merek kolektif. Undang-Undang baru ini juga menetapkan hukuman penjara hingga 7 tahun dan/atau denda hingga Rp. 100 juta untuk pelanggaran hak merek. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah memberikan perlindungan khusus bagi merek terkenal (khususnya untuk kelas produk yang sama), maka pada tanggal 27 Oktober 1993 Menteri Kehakiman membatalkan Surat Keputusan No. M.03-HC.02.01 tahun 1991. Sayangnya, Undang-Undang ini tidak memberikan definisi tentang merek terkenal. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek diamandemen dengan
Universitas Sumatera Utara
41
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 tentang Merek, perlindungan khusus bagi merek terkenal diperluas hingga mencakup semua kelas produk. Kriteria merek terkenal disebutkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 sebagaimana ditegaskan dalam penjelasannya: memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, penentuannya juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara (jika ada). Tanggal 1 Agustus 2001, undang-undang merek terbaru disahkan oleh pemerintah, yakni UU Merek 2001. Undang-Undang ini sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, dan berlaku sejak tanggal disahkan. Undang-Undang Merek 2001 ini juga melindungi merek terkenal (well know mark), Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf UU Merek 2001, kriteria untuk menentukan bahwa suatu merek barang atau jasa sudah masuk dalam katagori merek terkenal (well know mark) adalah dilihat dari : Dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat tentang merek tersebut, Dengan memperhatiakn reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besarbesaran, Investasi dibeberapa negara didunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Mencermati kriteria merek terkenal sebagaimana diatur dalam UU Merek 2001 tersebut di atas, kiranya masih belum jelas ukuran pengetahuan umum masyarakat tentang merek. Yang dimaksud disini apakah merek tersebut sudah
Universitas Sumatera Utara
42
dikenal luas, dan luas disini juga perlu ada kejelasan ukurannya. Disamping itu juga, pengetahuan umum masyarakat tentu berbeda-beda antara masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya tinggi. Begitu pula mengenai reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, ini memerlukan pembuktian akan adanya kegiatan promosi tersebut. Promosi yang gencar dan besar-besaran disini, apa ukurannya, apakah karena hampir setiap hari dipromosikan/diiklankan atau ada ukuran-ukuran lainnya. Indonesia untuk acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris, 55 yang menafsirkan secara implisit yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu lebih dari 20 (dua puluh) tahun maka dapat dianggap sebagai merek terkenal. Pasal 6 bis Konvensi Paris ini kemudian diadopsi kedalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIP’s): (2) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to services, in the dermining whether a trademarks is well known, member shall take account of the knowledge of a trademarks in the relevant sector of the publish including knowledge in the member of the promotion of the trademarks. Terjemahan bebas: (Artikel 6 bis Konvensi Paris tahun 1967 menerapkan unsur mutatis mutandis terhadap sektor pelayanan jasa dalam menetapkan apakah suatu merek sudah dikenal, anggota akan mempelajari sejauh mana merekmerek tersebut dikenal pada sektor publik yang relevan termasuk pengetahuan anggota tentang mempromosikan merek-merek tersebut). 55
Indonesia meratifikasi Konvensi Paris versi Stockholm melalui Keputusan Presiden Nomor24 Tahun1979 tetapi dengan menyampingkan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 1 sampai dengan Pasal 12.Dapat ditafsirkan, untuk pasal-pasal tersebut yang diikuti adalah Konvensi Paris versi Londonsebagaimana yang telah diikuti oleh Belanda pada jaman penjajahan yang kemudian diikuti Indonesia,walau saat itu Indonesia telah merdeka.
Universitas Sumatera Utara
43
(3) Article 6 bis of the Paris Convention (1967) shall apply, mutatis mutandis to goods or services which are not similar to those in respect of which trademarks is registered, provided that use that trademarks in relation to those goods or services would indicate a connection between those goods or services and the owner of the regitered trademarks and provided that the interest of the owner of the registered trademarks are likely to be damage by such use. (Artikel 6 bis Konvensi Paris tahun 1967 menerapkan unsur mutatis mutandis terhadap barang dan jasa yang tidak serupa dengan barang dan jasa yang ada hubungannya dengan merek-merek yang terdaftar, jika pengunaan merek-merek tersebut dalam hubungannya dengan barang dan jasa tersebut mengindikasikan adanya suatu hubungan antara barangbarang dan jasa tersebut dan pemilik merek-merek yang terdaftar tersebut dan jika kepentingan si pemilik merek-merek yang sudah terdaftar tersebut mungkin akan terganggu oleh penggunaan merek tersebut). Dalam bukunya Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa: “Merek terkenal adalah merek dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Dengan pengertian bahwa bila masyarakat menyenangi suatu merek bukan berarti yang disenangi itu hanya mereknya saja namun barang yang menggunakan merek tersebut diyakini barang yang bermutu tinggi yang sesuai dengan selera masyarakat”. Dapat disimpulkan bahwa barang ber-merek adalah barang yang bermutu tinggi sehingga mencerminkan mutu barang yang tinggi dan dikenal masyarakat melalui promosi yang gencar dan terus-menerus seperti melalui iklan yang menarik.” 56 Sebagaimana telah dijelaskan diatas, hingga sekarang belum didapati definisi merek terkenal yang dapat diterima secara umum, Pasal 16 ayat (2) Trade RelatedAspect of Intellectual Property Rights (TRIP’s) sendiri hanya berhasil membuat kriteria sifat keterkenalan suatu merek dengan memperhatikan faktor pengetahuan tentang merek dikalangan tertentu dalam masyarakat, termasuk pengetahuan negara peserta tentang kondisi merek yang bersangkutan, yang diperoleh dari hasil promosi merek tersebut.
56
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 230.
Universitas Sumatera Utara
44
Ketentuan Pasal 12 ayat (2) Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIP’s) kemudian di adopsi oleh penjelasan Pasal 6 UU Merek 2001, walaupun belum berhasil membuat defenisi merek terkenal, namuntelah mencoba memberikan kriteria merek terkenal. Penjelasan Pasal 6 UU merek 2001, kriteria merek terkenal selain memperhatikanpengetahuan umum masyarakat, penentuan juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut dibeberapa negara. World
Intellectual
Property
Organization
(WIPO),
memberikan
rekomendasi mengenai kriteria merek terkenal sebagai berikut: 57 1. the degree of knowledge or recognition of the mark in the relevant sector of public; 2. the duration, extent and geographical area of any use of the mark; 3. the duration, extent and geographical area of any promotion of the mark, including advertising or publicity and the presentation, at fairs or exhibitions, of the goods and/or services to which the mark applies; 4. the duration and geographical area of any registrations, and/or any applications for registration, of the mark, to the extent that they reflect use or recognition of the mark; 5. the rcord of successful enforcement of rights in the mark, in particular, the extent to which the mark was recognized as well known by competent authorities; 57
Anne Gunawati, Perlindungan Merek Terkenal Barang Dan Jasa Tidak Sejenis Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat (Bandung: PT. alumni, 2015), hlm.116.
Universitas Sumatera Utara