BAB II Perkembangan Geolistrik
II.1. Metoda Geolistrik
Studi medan listrik dan arus dalam bumi masih tergolong disiplin ilmu geofisika yang muda. Meskipun demikian, metoda geolistrik pada geologi telah digunakan sejak 100 tahun yang lalu untuk mencari prospek deposit sulfida menggunakan metoda SP (Self Potential) studi geofisika mulai dibangun pada awal abad ke 20. Pada tahun 1912 Schlumberger bersaudara di Perancis bekerja dengan dasar metoda garis equipotensial dan tellurik. Di Amerika F. Wenner membangun konsep pengukuran tahanan jenis semu. Di Swedia dua orang ahli geofisika, Lundberg dan Saundberg membangun metoda elektromagnetik untuk prospek deposit ore.
Metoda geolistrik dapat membedakan batuan menurut tahanan jenis, permeabilitas dan aktivitas elektrokimia.
Metoda ini dapat dikelompokkan dari beberapa
pandangan. Studi untuk medan dilakukan dengan menggunakan arus DC atau AC dengan batas frekuensi yang lebar, harmonik atau non harmonik.
Tahanan jenis medium diukur dari gangguan nilai (∆V/I) menggunakan modifikasi hukum ohm. Pada metoda potensial (DC), arus dilewatkan ke tanah melalui elektroda arus dipermukaan bumi. Distribusi potensial diukur dengan elektroda potensial dipermukaan bumi.
4
II.2. Metoda Mise-Á-La-Masse
Salah satu variasi metode geolistrik adalah MaM . Metode ini sering digunakan pada eksplorasi tambang, geotermal, minyak dan aplikasi geoteknik. Nama ”mise-á-la-masse” dapat diterjemahkan sebagai ”memberikan (sesuatu) pada massa”. MaM adalah konfigurasi elektroda pada survey geolistrik yang memanfaatkan massa konduktif dibawah permukaan bumi sebagai salah satu elektroda arus listrik.
Elektroda arus kedua pada MaM ditempatkan jauh dari daerah survey. Pada umumya lima atau enam kali ukuran massa yang akan diidentifikasi. Distribusi potensial dari dua elektroda arus ini akan mendekati dan merefleksikan geometri massa benda yang diidentifikasi atau memiliki informasi mengenai bentuk dan kemenerusan massa tersebut.
Gambar II.1.a (Parasnis 1966, yang dikutip oleh Reynolds, 1997) menunjukkan distribusi potensial yang digambarkan dalam garis equipotensial disekitar elektroda pada medium yang homogen isotropik. Gambar II.1.b menunjukkan distribusi potensial secara skematik dari potensial, saat elektrodanya diletakkan pada benda konduktif pada kedalaman tertentu. Pada kasus kedua ini, equipotensial cenderung mengikuti bentuk dari benda konduktif tersebut. Pada permukaan tanah, titik pusat dari equipotensial belum tentu merupakan titik vertikal dari elektroda didalam tanah.
5
Gambar II. 1. (a) adalah penyebaran equipotential secara normal sedangkan (b) dipengaruhi oleh suatu bidang konduktif. (Parasnis 1973, dikutip oleh Reynolds, 1997)
Pengukuran lapangan dilakukan dengan memasukkan arus searah ke dalam bumi. Tegangan yang dihasilkan pada permukaan tanah diukur oleh potensiometer dengan mengacu pada stasiun referensi.
Dalam bidang pertambangan, massa konduktif yang digunakan sebagai elektroda adalah tubuh mineral yang terekspos didalam pit atau lubang bor. Dalam aplikasi geotermal dan minyak bidang reservoir, masa konduktif adalah lapisan berisi fluida. Dalam aplikasi geoteknik, objek yang diinvestigasi biasanya adalah pipa pembuangan limbah dari logam.
II.3. Perkembangan Metoda Mise-Á-La-Masse
Pada papernya Beasley (1985) menerangkan, metoda MaM mulai dikembangkan oleh Schlumberger diawali dengan metoda equipotensial pada tahun 1920. Pada
6
tahun 1940 Heiland, dalam suatu eksperimennya menganggap metode equipotensial ini kurang cocok diterapkan pada kasus-kasus tertentu. Saat ini metoda equipotensial mulai tergantikan oleh MaM. Beberapa ahli seperti MacMurray tahun 1956 dan Hoagland, Parasnis periode tahun 1967-1974, Pelton dan Hallof tahun 1971, dan Ketola pada tahun 1972 memberikan hasil beberapa kasus dalam penggabungan data permukaan dengan data MaM .
Pada tahun 1984 Oppliger (1984) memberikan koreksi topografi pada perhitungan MaM dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa dengan memasukan data topografi dapat menghilangkan distorsi (Gambar II.2).
Gambar II. 2. Pengukuran tanpa memasukan data topografi (a) dan pengukuran setelah memasukan data topografi (b) (Oppliger, 1984)
7
Model simulasi secara sintetik mulai diperkenalkan pada metoda MaM oleh Craig, et.at (1985) dengan mencoba beberapa model sintetik pada suatu body panjang dengan bermacam-macam bentuk (vertikal, horisontal, dengan kemiringan 60o dan 30o) berdasarkan rumus tertentu. Salah satu contohnya ada pada Gambar II.3
Gambar II. 3. Salah satu hasil respon data sintetik Craig, et.al, (1985) pada suatu body vertikal
Penggunaan MaM untuk investigasi air tanah dan geotermal dimulai tahun 1990. Pada tahun 1991 Mizunag, et.al (1991) membuat suatu program numerikal modeling untuk MaM . Program modeling yang dihasilkan oleh keduanya hanya difokuskan disekitar bidang konduktif.
8
Aplikasi metoda MaM pada bidang hidrogeologi untuk mendeliniasi daerah reservoir air banyak dilakukan oleh beberapa pakar salah satunya dalam pidato ilmiah guru besar Institut Teknologi Bandung Profesor Deny Juanda Puradimaja berjudul “Hidrogeologi Kawasan Gunungapi dan Karst di Indonesia” dalam slidenya memuat metoda MaM dalam merekontruski aliran tanah pada jaringan gua. (Gambar II.4)
Gambar II. 4. Kajian kondisi aliran airtanah dan rekonstruksi jaringan gua di kawasan Buniayu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat (Gua Cipicung dan Gua Siluman), telah berhasil merekonstruksi gua dan jaringannya dengan menggunakan kombinasi metode MaM dan geolistrik inversi 2D WennerSchlumberger sebanyak 8 bentangan
Aplikasi pada bidang geothermal dengan mengunakan pemodelan numerik Mizunaga, et.al (1991) diaplikasikan oleh Sumintadireja (2000) pada lapangan geothermal Kamojang. (Gambar II.5)
9
Gambar II. 5. Kombinasi resistivitas semu dari dua data pengukuran dan resistivitas hasil inversi (bawah). (Sumintadireja, 2000)
Pengukuran MaM untuk medeteksi fluida yang mengalir dan diukur antar waktu tertentu dilakukan oleh Sumintadireja, et.al (2006) dalam memonitoring pergerakan fluida disuatu lapangan minyak yang sedang dilakukan injeksi uap. Hasil pengukuran dan inversi terlihat Gambar II.6.
10
a
b
C 031
031
012
030
031
60
013
60
013
012
030
016
016
40
011
015 014
40 011
015 010
007
20
014
005
009
018
005
009
018 017
020 002 025
025
001
021
-20
001 026
-40
028
0
20 20
40
-40
-20
028
027
024
029
-60 -20
023
023
027
024
029
0
20
40 40
-40
-20
b
Sesaat setelah injeksi
027
024
029
-60
a
Sebelum injeksi uap
001 026
-40
-40
023
021
-20 022
022
-60
003
003
002
026
028
004 KSK22
020
022
-40
009 008
017
0
002 025 021
005
018
004 KSK22
0
006
019
008
004
020
-20
010
007
20
KSK22 003
014
010
007
006
019
008 017
011
015
20 006
019
012
030
016
40
0
013
60
0
20
40 40
C
Ketika injeksi uap
Gambar II. 6. Resistivitas semu antar waktu (atas) dan hasil inversi antar waktu (bawah). (Sumintadireja, et.al 2006)
Dari beberapa artikel diatas, pendekatan simulasi model secara eksperimen dilapangan sebagai refferensi dalam analisa dan menentukan tingkat ketelitian dan ketepatan metoda MaM dalam mendeteksi aliran fluida antar waktu belum pernah dilakukan.
11