19
BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan yang berasal dari perjanjian yang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undangundang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak. 3 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.4 Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW (KUHPerdata). Pada Pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daripada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini yakni : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satuorang atau lebih”. 5 Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan
3
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hal 21 4
Universitas Sumatera Utara
20
terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam ruang lingkup hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan. 6 R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 7 Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”.8 Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”. 9 Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan
5
Sudarsono, Kamus Hukum,(Jakarta: Rincka Cipta, 2007), hal. 363 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89. 7 RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97. 6
Universitas Sumatera Utara
21
yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat dibagi lagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum (Pasal 1353 KUHPerdata). Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.10 Adapun kelemahan-kelemahan dari defenisi di atas adalah seperti diuraikan berikut ini: a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak seperti misalnya pada perjanjian jual-beli, sewa-menyewa. b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa
8
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27 9 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa), 2005 hal 1 10 Ibid
Universitas Sumatera Utara
22
(zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung konsensus, seharusnya digunakan kata persetujuan. c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelaksanaan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam ruang lingkup hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal. d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan perjanjian tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. 11 Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam ruang lingkup harta kekayaan”. 12 Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang dimana isinya dituangkan dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis. 13
11
Ibid Komariah, Hukum Perdata, (UMM Press, Malang, 2008), hal.169 13 Deanazcupcup.blogspot.com/2011/04/bentuk-bentuk-perjanjian-dan-fungsi.html (diakses tanggal 21 Maret 2015) 12
Universitas Sumatera Utara
23
Perjanjian dibawah tangan yaitu yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris. Akta notaris adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. Interpretasi dalam perjanjian penafsiran tentang perjanjian diatur dalam Pasal 1342 s/d 1351 KUHPerdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak. Dengan demikian, maka isi perjanjian ada yang kata-katanya jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai penafsiran. Pasal 1343 untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat beberapa aspek yaitu jika kata-katanya dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian Pasal 1344 ”Jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan”.
Pasal 1345 “Jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian”. Pasal 1349 “Apabila terjadi keraguan-keraguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan sesuatu hal dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu”.
Universitas Sumatera Utara
24
Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. 14
B. Perjanjian Sewa-menyewa dan Wanprestasi dalam Perjanjian Sewamenyewa Perjanjian sewa-menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUHPerdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600). Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah “Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain manfaat dan kegunaan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut itu telah menyanggupi dan menyetujui pembayarannya”. Dari defenisi Pasal 1548 KUHPerdata dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu: 1. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa (yang memakai barang). 2. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan.
14
Ibid
Universitas Sumatera Utara
25
3. Pemanfaatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu dan sudah disepakati pula. Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa, maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang sebagai berikut: a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa (pemakai barang). b. Pihak yang menyewakan atau menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan dan dipakai. c. Pemakaian
berlangsung untuk
suatu
jangka
waktu
tertentu
dengan
pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula. Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa, maka penyewa yang diserahi barang yang untuk dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang. Pada hakekatnya sewa-menyewa tidak dimaksud untuk jangka waktu yang berlangsung terusmenerus melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula. Mengingat hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula. Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam undang-undang dalam Pasal 1548 KUHPerdata tersebut tidak memberikan penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada beberapa pasal lain dalam KUHPerdata yang menyinggung tentang waktu sewa. Pasal 1570 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
26
“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu. Pasal 1571 KUHPerdata. “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”. Dari dua pasal tersebut tampak bahwa di dalam perjanjian sewa-menyewa, batas waktu merupakan hal yang penting dan meskipun dalam Pasal 1548 KUHPerdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undangundang
memerintahkan
untuk
memperhatikan
kebiasaan
setempat
atau
mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat. 1. Perjanjian Sewa-Menyewa Sewa-menyewa adalah perjanjian dimana pihak yang menyewakan tersebut mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak penyewa manfaat atas suatu benda selama waktu tertentu dengan pembayaran harga sewa tertentu (Pasal 1548 KUHPerdata). Berdasarkan pada rumusan pasal tersebut, dapat diidentifikasi empat unsur utama sewa-menyewa yaitu subjek sewa-menyewa, perbuatan sewamenyewa, objek sewa-menyewa, dan jangka waktu sewa-menyewa. Keempat unsur tersebut dibahas dalam uraian selanjutnya. Dalam bahasa inggris, perjanjian sewa-menyewa disebut hire agreement.15 Walaupun dalam Pasal 1548 KUHPerdata dikatakan bahwa sewamenyewa itu berlangsung selama waktu tertentu, yang berarti bahwa dalam perjanjian sewa-menyewa harus selalu ditentukan tenggang waktu tertentu. Tetapi
Universitas Sumatera Utara
27
dalam perjanjian sewa-menyewa itu dapat juga tidak ditetapkan suatu jangka waktu tertentu. Asal sudah disetujui harga sewa untuk satu jam, satu hari, satu bulan, dan lain-lain. Jadi para pihak bebas untuk menentukan berapa lama waktu tersebut. Dalam praktek pada umumnya perjanjian sewa-menyewa ini diadakan untuk jangka waktu tertentu, sebab para pihak menginginkan adanya suatu kepastian hukum bagi mereka. 1. Subjek sewa-menyewa Istilah sewa-menyewa menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu. Pihak pertama disebut “yang menyewakan, yaitu pihak yang membutuhkan sejumlah uang sewa dan pihak kedua yang dapat disebut “penyewa” yaitu pihak yang membutuhkan atas suatu benda yang ingin dinikmati melalui proses tawar-menawar (offer and acceptance). Pihak pertama disebut pihak yang menyewakan dan pihak kedua disebut pihak penyewa. Sewa-menyewa dapat diartikan sebagai perbuatan sehari-hari yang terjadi antara pihak yang menyewakan benda tertentu untuk sekadar memperoleh sejumlah uang dan pihak penyewa untuk sekadar memenuhi kebutuhan dan manfaat atas benda tertentu selama waktu tertentu. Akan tetapi, secara khusus, sewa-menyewa dapat juga menjadi suatu sumber mata pencarian bagi pihak yang menyewakan benda. Dalam hubungan ini, pihak yang menyewakan benda dapat berstatus sebagai pengusaha produsen (profit oriented), sedangkan pihak penyewa dapat sebagai manusia pribadi, konsumen, badan hukum yang menikmati benda. 16
15
Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hal 345 Ibid. hal, 346
16
Universitas Sumatera Utara
28
2. Perbuatan sewa-menyewa Perbuatan sewa-menyewa memiliki lima unsur yang harus melekat didalamnya yakni persetujuan, penyerahan benda sewaan, pembayaran uang sewa, waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa. a. Persetujuan adalah perbuatan yang menyatakan tercapai kata sepakat antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa mengenai benda yang disewakan, uang sewa, waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa. b. Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda yang disewakan dari pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa untuk dipergunakan. c. Pembayaran uang sewa adalah perbuatan memberikan sejumlah uang dari pihak penyewa kepada pihak yang menyewakan sebagai kontraprestasi atas benda yang dikuasai untuk dipergunakan oleh pihak penyewa. d. Waktu sewa adalah ukuran jangka waktu lamanya proses sewa-menyewa berlangsung. e. Persyaratan sewa-menyewa adalah ketentuan yang disepakati bersama untuk memungkinkan pemenuhan kewajiban dan memperoleh hak pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. 3. Objek sewa-menyewa Objek sewa-menyewa adalah benda dan sewa. Benda yang menjadi objek sewa-menyewa adalah harta kekayaan yang berupa benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud, harus benda tertetu atau dapat ditentukan, dan benda itu memang yang boleh disewakan atau diperdagangkan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
29
demikian, benda yang disewakan itu statusnya jelas dan sah menurut hukum dan diketahui jelas atau calon penyewa atas tawaran dari pihak yang menyewakan dan didukung pula oleh alat bukti yang sah. Harga sewa selalu dinyatakan dalam jumlah uang, tetapi boleh juga dinyatakan baik berupa benda atau jasa. 17 Peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata dapat diberlakukan untuk segala macam sewa-menyewa mengenai semua jenis benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik yang disewakan menurut waktu tertentu maupun yang tidak menurut waktu tertentu. Dengan demikian sudah jelas bahwa peraturan sewamenyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata diberlakukan untuk semua jenis benda yang menjadi objek segala macam sewa-menyewa dan harga sewa. Harga sewa yang dapat diberlakukan sering juga dalam bentuk sewa (borongan). Bentuk sewa sering digunakan dalam kegiatan pengangkutan benda atau penumpang, antara lain kapal laut, pesawat udara, kereta api, dan bus pariwisata. Bentuk sewa sering digunakan menurut waktu atau menurut perjalanan yang dilengkapi dengan nahkoda, pilot, masinis, dan pengemudi yang tunduk pada pemerintah penyewa. 4. Jangka waktu sewa-menyewa Jangka waktu sewa dalam Pasal 1548 KUHPerdata dinyatakan dengan “waktu tertentu”. Apa yang dimaksud dengan waktu tertentu? Dalam praktik sewa-menyewa, yang dimaksud “waktu tertentu” adalah jangka waktu yang
17
Ibid., hal 346
Universitas Sumatera Utara
30
dihitung menurut kelaziman, misalnya jumlah jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Jangka waktu tersebut dapat juga digunakan dalam bentuk sewa, baik sewa menurut waktu maupun sewa menurut perjalanan. Bentuk sewa biasa digunakan pada jasa pengangkutan darat, laut, udara, dan kereta api. Waktu tertentu ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lama proses sewa-menyewa berlangsung yang sesuai dengan jumlah uang sewa pada saat pembayaran uang sewa, dan berakhirnya waktu sewa. Menurut ketentuan Pasal 1579 KUHPerdata, pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa-menyewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Pasal ini ditujukan dan hanya diberlakukan pada sewa-menyewa dengan waktu tertentu. Contohnya adalah orang sudah menyewakan bendanya untuk jangka waktu tiga tahun tidak dapat memutuskan sewa-menyewa jika jangka waktu tersebut belum berakhir walaupun dengan alasan hendak memakai sendiri benda yang disewakan itu. Akan tetapi, apabila pihak yang menyewakan benda itu tidak menentukan jangka waktu sewa, maka dia berhak menghentikan proses sewa-menyewa setiap saat dengan mengindahkan waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan penghentian sewa-menyewa menurut kebiasaan setempat. Namun ketentuan sewamenyewa yang diatur dalam Buku III Bab VII KUHPerdata berlaku untuk semua sewa-menyewa benda bergerak dan tidak bergerak, baik dengan waktu tertentu maupun jangka waktu yang tidak tertentu karena waktu tertentu “bukan syarat mutlak” untuk perjanjian sewa-menyewa.
Universitas Sumatera Utara
31
Untuk mengetahui jangka waktu tertentu berlakunya sewa-menyewa, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: a. Kepastian jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian Misalnya, satu tahun terhitung sejak ditandatanginya perjanjian sewamenyewa. Jika perjanjian ditandatangani 10 Januari 2009, maka perhitungan jangka waktu satu tahun sejak 10 Januari 2009 dan akan berakhir 10 Januari 2010. b. Tarif sewa untuk setiap unit waktu Misalnya, ditentukan secara harian tarif kamar hotel 350 ribu rupiah, tetapi tidak ditentukan berapa hari menginap satu hari, jangka waktu berakhirnya pukul 13.00 hari besoknya. c. Penafsiran pasal-pasal tertentu dalam peraturan sewa-menyewa Misalnya, Pasal 1579 KUHPerdata tidak menentukan jangka waktu sewa, dapat
diakhiri
dengan
penafsiran
untuk
dipakai
sendiri
dan
pemberitahuannya kepada penyewa dalam waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. 5. Hubungan kewajiban dan hak Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan pihak yang menyewakan untuk menyerahkan penguasaan benda guna dinikmati dan memperoleh sewa serta keterikatan penyewa untuk membayar sewa dan memperoleh kenikmatan atas benda yang disewa. Berdasarkan pada uraian tersebut, jelas bahwa sebagian dari suatu sistem hukum, sewa-menyewa memiliki unsur-unsur sistem:
Universitas Sumatera Utara
32
a. Subjek hukum Pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. b. Status hukum Untuk kepentingan diri sendiri atau pihak lain. c. Peristiwa hukum Persetujuan penyerahan penguasaan (bezit) benda untuk dinikmati dan pembayaran sewa sebagai imbalan selama jangka waktu tertentu. d. Objek hukum Benda dan sewa sebagai prestasi. e. Hubungan hukum Keterikatan pihak-pihak untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak. 6.
Sewa-menyewa tertulis dan tidak tertulis Perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara
tidak tertulis yaitu: a. Secara tertulis Apabila dibuat secara tertulis, berlakulah ketentuan Pasal 1570 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, apabila sewamenyewa dibuat secara tertulis, sewa-menyewa itu berakhir demi hukum jika waktu sewa yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan pemberitahuan untuk itu. b. Secara tidak tertulis Apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis, maka berlakulah ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata. Menurut ketentuan
Universitas Sumatera Utara
33
pasal tersebut, apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis. Sewa-menyewa itu tidak berakhir pada waktu ditentukan, tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewamenyewa dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jadi, tanpa pemberitahuan tersebut, pihak yang menyewakan dianggap telah menyetujui perpanjangan sewamenyewa untuk jangka waktu yang sama. Jangka waktu pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa. Pihak penyewa meskipun tetap memakai bendanya, tidak dapat mengajukan alasan telah terjadi sewa-menyewa ulang secara diam-diam (Pasal 1572 KUHPerdata). Jika setelah berakhirnya sewa-menyewa yang dibuat secara tertulis pihak penyewa tetap menguasai benda yang disewa dan dibiarkan menguasainya. Dengan demikian terjadi sewa-menyewa baru yang akibatnya diatur menurut perjanjian tidak tertulis (Pasal 1573 KUHPerdata). Menurut kebiasaan yang dialami dalam praktik sewa-menyewa, jangka waktu pemberitahuan untuk menentukan apakah sewa-menyewa akan diteruskan atau dihentikan, tergantung juga pada jangka waktu berlakunya sewa-menyewa itu. Apabila jangka waktu berlakunya itu satu bulan, maka pemberitahuan harus sudah disampaikan kepada penyewa selambat-lambatnya tiga hari sebelum berakhir jangka waktu sewa-menyewa. Apabila jangka waktu berlaku itu satu tahun atau lebih, pemberitahuan harus sudah disampaikan kepada penyewa selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya sewa-menyewa.
Universitas Sumatera Utara
34
Apabila pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa meskipun pihak penyewa tetap menguasai dan menikmati benda yang disewanya itu, dia tidak dapat menyatakan adanya sewa-menyewa berulang secara diam-diam. Dengan habisnya jangka waktu sewa-menyewa, berakhirlah sewa-menyewa itu. Penyewa wajib mengembalikan benda yang disewa kepada pihak yang menyewakan. Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama periode suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. 18 Pasal 1548 KUHPerdata menggunakan istilah sewa-menyewa (huur en verhuur). Perkataan tersebut seolah-olah memberikan pengertian yang sama yang dapat menimbulkan salah pengertian seolah-olah para pihak saling sewa menyewakan antara mereka. Padahal sebenarnya tidak demikian dan yang benarbenar terjadi adalah satu pihak menyewakan barang kepada pihak penyewa dan si penyewa membayar sejumlah harga atas barang yang disewakan. Dengan perkataan lain, hanya sepihak saja yang menyewakan dan bukan saling sewa menyewakan antara mereka. Karena itu yang dimaksud dengan sewa-menyewa dalam Pasal 1548KUHPerdata tersebut tiada lain ialah persewaan.
18
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2002), hal. 123.
Universitas Sumatera Utara
35
Perjanjian sewa-menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini adalah suatu perjanjian konsensuil yang artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Peraturan tentang sewa-menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa. 19 1. Wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie, yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang merupakan kewajibannya dan telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun undang-undang. Adapun unsur-unsur wanprestasi antara lain: a. Adanya perjanjian yang sah. Maksudnya perjanjian sah apabila terdapat syarat sahnya perjanjian, antara lain adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, objek tertentu dan kausal atau dasar yang halal. b. Adanya kesalahan (karena kelalaian dan kesengajaan). Maksud kelalaian adalah dalam hal suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila kemudian ternyata dilakukannya sesuatu perbuatan yang seharusnya tidak untuk dikerjakan dengan dilakukannya sesuatu tersebut.
19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
36
c. Adanya kerugian. Maksudnya disini adalah bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. d. Adanya sanksi. Maksud sanksi disini dapat berupa kewajiban membayar kerugian yang diderita oleh pihak lawan (ganti rugi), berakibat pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara (apabila masalahnya sampai di bawa ke pengadilan). 20 Akibat dari wanprestasi tersebut adalah munculnya suatu ganti rugi bagi pihak
yang
merasa
dirugikan.
Menurut Nieuwenhuis, kerugian
adalah
berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain. KUHPerdata hanya mengatur tentang ganti rugi dari kerugian yang bersifat material (berwujud) yang dapat dinilai dengan uang dan tidak mengatur ganti rugi dari kerugian yang bersifat immaterial, tidak berwujud (moral, ideal). Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak terjadinya kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata: ”pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. 20
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Rajawali Persada, Jakarta, 2003), hal. 69
Universitas Sumatera Utara
37
C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Wanprestasi (ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perikatan atau perjanjian antara para pihak. Baik perikatan itu didasarkan atas perjanjian maupun yang bersumber pada undang–undang. Apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu dapat menjadi alasan bagi pihak lainnya untuk mengajukan gugatan. Demikian juga tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alasan untuk batal atau dapat dibatalkannya suatu persetujuan/perjanjian melalui gugatan. Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi atas berbagai kemungkinan yakni: 1. Ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat. 2. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan atau dilakukan tetapi tidak sebagaimana mestinya. 3. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. 4. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakan kewajiban timbal balik, kelalaian suatu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan yang disertai dengan permintaan penggantian kerugian. Jika digolongkan dalam pembagian diatas, maka hukuman atau sanksi dalam
perkara
No.503/Pdt.G/2009/PN.Mdn
adalah
tergolong
kedalam
Universitas Sumatera Utara
38
pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. Pasal 1226 dan Pasal 1267 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban (ingkar janji). Ketentuan undang – undang ini, terutama Pasal 1226 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian karena didalamnya banyak terkandung kelemahankelemahan yang kadang–kadang satu sama lain mempunyai sifat yang bertentangan. Maka sifat yang bertentangan itu adalah: a. Materi yang diatur dalam ayat (1) dan ayat (2). Ayat pertama menyatakan bahwa syarat batal itu dianggap selalu ada didalam perjanjian, tetapi ayat (2) menyatakan bahwa kalau syarat batal terjadi maka perjanjian itu tidak batal dengan sedirinya melainkan harus diucapkan oleh hakim. b. Pembentuk undang–undang memandang atau meletakan syarat dan kewajiban memenuhi prestasi itu dalam kedudukan yang sederajat. c. Apabila syarat batal dipenuhi maka segala sesuatu dikembali kedalam keadaan semula. Ketentuan ini mengandung kelemahan karena tidak mendekati keadilan. Pihak yang tidak lalai dibebani pula dengan suatu kewajiban untuk menerima kembali segala apa yang mungkin telah diserahkannya kepada pihak lain. Apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu menjadi alasan bagi pihak lainya untuk mengajukan gugatan. Demikian juga tidak terpenuhi ketentuan Pasal
Universitas Sumatera Utara
39
1320 KUHPerdata tentang syarat–syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alasan untuk batal atau dapat dibatalkan suatu perjanjian atau persetujuan melalui gugatan. Dalam perkara perdata No.503/Pdt.G/2009/PN.Mdn terlihat akibat adanya perbuatan wanprestasi (ingkar janji) yang telah dilakukan oleh tergugat tersebut. Penggugat telah mengalami kerugian yang sangat besar baik itu kerugian materiil maupun moriil. Adapun kerugian materiil yang ditimbulkan tergugat yaitu: 1. Biaya sewa kapal tiga bulan pertama setelah dipotong biaya operasional docking sejumlah Rp. 23. 627. 979,- (dua puluh tiga juta enam ratus dua puluh tujuh ribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan rupiah). 2. Kerugian yang dialami tergugat yang harus mengeluarkan gaji anak buah kapal yang tidak diperkerjakan oleh tergugat sesuai dengan perjanjian perbulan Rp. 14. 306.000,- (empat belas juta tiga ratus enam ribu rupiah). 3. Penggugat dirugikan menggantungkan 1 (satu) unit kursi sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang harus dibayar oleh tergugat kepada penggugat. 4. Sejak kapal ini ditahan, maka kapal ini mengalami kerugian karena perbuatan wanprestasi yang dilakukan tergugat selama 8 (delapan) bulan kapal tongkang tidak dapat dioperasikan sehingga penggugat mengalami kerugian perbulan Rp. 35. 000.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) sejak bulan September 2007 hingga gugatan ini diajukan Mei 2008 sebesar Rp. 280.000.000,- (dua ratus delapan puluh juta rupiah) yang harus dibayar tergugat kepada penggugat.
Universitas Sumatera Utara
40
Disamping kerugian materiil yang dialami penggugat yang harus dibayar tergugat kepada penggugat, penggugat juga mengalami kerugian moriil sebesar sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Adapun akibat hukum bagi debitur yang teleh melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi atas berbagai kemungkinan, yaitu : 1. Ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat. 2. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilakukan tetapi tidak sebagaimana mestinya. 3. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. Sebagaimana dalam suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan yang disertai dengan permintaan penggantian kerugian. 21 Pasal 1226 KUHPerdata memberikan ketentuan bahwa tiap perjanjian bilateral selalu dianggap telah dibuat dengan syarat, bahwa kelalaian salah satu pihak akan mengakibatkan pembatalan perjanjian. Pembatalan tersebut harus diminta pada hakim.
21
R. Subekti,Op.Cit, hal, 147
Universitas Sumatera Utara
41
Ada empat akibat dari terjadinya wanprestasi, yaitu: 1. Melakukan pembayaran atas kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi; 2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 3. Peralihan resiko; 4. Melakukan pembayaran biaya perkara kalau sampai diperkarakan didepan hakim.22 Akibat-akibat dari terjadinya wanprestasi : a. Ganti rugi Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur yakni biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran yang harus dibayarkan dan perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Misalnya jika seorang sutradara mengadakan perjanjian dengan seorang pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan pemain ini kemudian tidak datang sehingga pertunjukkan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. Istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan debitur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya dalam hal jual beli sapi. Kalau sapi yang dibelinya itu mengandung suatu penyakit yang menular kepada sapi-sapi lainnya milik si pembeli, hingga sapi-sapi ini mati karena penyakit tersebut. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
22
Subekti, Op.Cit, hal.45
Universitas Sumatera Utara
42
dihitung oleh kreditur. Misalnya dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga pembeliannya. Menurut Pasal 1247 KUHPerdata menyatakan bahwa: “siberutang hanya diwajibkan mengganti biaya,rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.
Pasal 1248 KUHPerdata menyatakan bahwa: bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya siberutang, penggantian biaya, rugi, bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”.
Dari kedua pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ganti rugi itu dibatasi, hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi. b. Pembatalan perjanjian. Mengenai pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, sebagai sanksi kedua atas kelalaian seorang debitur, mungkin ada orang yang tidak dapat melihat sifat pembatalannya atau pemecahan tersebut sebagai suatu hukuman karena debitur menganggap dibebaskan dari kewajiban memenuhi prestasi. Pembatalan perjanjian bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Universitas Sumatera Utara