BAB II PERJANJIAN EKSPOR IMPOR DAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian dan Pengaturan Hukum dalam Transaksi Ekspor Impor 1. Pengertian Ekspor Impor Pada saat ini tidak ada negara yang dapat hidup tanpa berhubungan dengan negara lain. Semua negara di dunia senantiasa berhubungan dengan negara lain dalam berbagai bentuk. Hubungan itu tidak terbatas berupa hubungan yang dilakukan pemerintah saja melainkan perusahaan juga bahkan perorangan. Hubungan antar perusahaan terutama dalam bentuk perdagangan. Perdagangan yang melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional/transaksi ekspor impor (international trade) atau bisnis internasional (international business). Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan perjanjian ekspor/impor. Dalam jual beli semacam ini kegiatan jual disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importir. Secara ringkas kegiatan ini disebut ekspor impor. Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah Pabean. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke daerah
14
Universitas Sumatera Utara
15
Pabean.
17
Yang dimaksud dengan daerah Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat–tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen. 18 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor maka diperoleh pengertian ekspor, yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah Pabean sesuai peraturan dan perundang–undangan yang berlaku. Sedangkan pengertian impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan ekspor impor yang diatur dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Menurut Pasal 1 butir 13 Undang Undang No. 17 Tahun 2006, definisi dari impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Sedangkan dalam butir 14 disebutkan definisi ekspor yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa : “ Eksport ; to send, take or carry (a good or commodity) out of the country; to transport (merchandise) from one country to another in the course of trade”. “ Import, a product brought into a country from a foreign country where it originated”. Dari definisi Black’s Law Dictionary diatas terhadap ekspor itu sendiri dapat digaris bawahi sebagai catatan ialah bahwasannya ekspor dan impor itu hanya 17
Departemen Jenderal Perdagangan Internasional, Kebijaksanaan Umum Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan hal. 54. 18 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
16
terkait dengan barang atau komoditi, dan tidak termasuk di dalamnya jasa serta kekayaan intelektual. Dengan demikian, ekspor itu adalah kegiatan mengirim, mengambil atau membawa barang dalam rangka perdagangan, itu berarti jika bukan dalam rangka perdagangan meskipun mengirim, mengambil atau membawa barang dari dan ke negara lain itu tidaklah dapat dikatakan sebagai kegiatan ekspor impor sesuai dengan definisi di atas. Sedangkan cakupan definisi terhadap impor masihlah cukup sempit, terkait dengan asal produknya. Sebab sekarang ini yang mana kegiatan ekspor impor sangatlah kompleks, maka suatu badan usaha, individu, atau negara tidak harus mengimpor langsung produk yang dibutuhkan dari negara sumber atau asal produk itu pertama kalinya. Bisa saja produk itu di produksi di Jerman dan dibeli atau diimpor oleh perusahaan yang berada di India, tanpa dilakukan pengolahan lagi produk tersebut diimpor lagi oleh perusahaan yang berada di Republik Rakyat Tiongkok, dengan kondisi fisik produk yang sama kemudian di impor kembali oleh perusahaan yang ada di Indonesia kemudian langsung menjualnya kepada konsumen. Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor dilakukan oleh penjual di Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar negeri. Jadi, ekspor impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini merupakan unsur pertama dari suatu pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan. Sedangkan unsur kedua adalah pembayaran. Unsur kedua ini pada umumnya dilakukan dengan mempergunakan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
17
Sebagaimana dalam perjanjian secara umum, perjanjian ekspor/impor berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Eksportir berkewajiban memberikan barang kepada importir dan berhak menerima pembayaran dari importir. Importir berkewajiban melakukan pembayaran kepada eksportir dan berhak menerima barang dari eksportir. Persoalan dapat muncul manakala masing-masing pihak hanya mau menikmati hak tanpa mau melaksanakan kewajiban masing-masing. Perjanjian ekspor impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara tetapi mempunyai beberapa perbedaan. Beberapa hal yang menyebabkan ekspor impor berbeda antara lain: Pembeli dan penjual dipisahkan dengan batas-batas negara, barang yang diperjualbelikan dari satu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabean yang dikeluarkan masing-masing negara, diantara negara-negara yang terkait terdapat berbagai perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan, hukum, dan sebagainya. Transaksi ekspor impor adalah transaksi perdagangan internasional (International Trade)yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antar pengusaha-pengusaha yang bertempat dinegara berbeda. Perdagangan internasional merupakan transaksi jual beli (atau imbal beli) lintas negara, yang melibatkan dua pihak yang melakukan jual beli yang melintasi batas kenegaraan. 19
19
Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Kontrak Dagang Internasional: Analisis Yuridis Terhadap Kontrak Jual Beli Internasional, Jurnal Hukum Bisnis Vol.27 No.4, Bandung, 2008, hal.24.
Universitas Sumatera Utara
18
Dari segi legal, transaksi perdagangan internasional berarti suatu transaksi yang melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional. Transaksi ini juga melibatkan lebih dari satu pihak yang tunduk pada hukum negara yang berbeda. 20 Mengenai transaksi ekspor impor ini tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang, akan tetapi secara umum ketentuan dalam KUH Perdata dalam Buku III dan Bab V Dan ketentuan dalam KUH Dagang tetap berlaku bagi perdagangan ekspor impor di Indonesia. Perjanjian jual beli yang dimuat dalam salescontract merupakan salah satu bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, maka perjanjian jual beli tunduk pada Hukum Perjanjian pada umumnya. Beberapa pengaturan mengenai Hukum Perjanjian yaitu : a. Mengenai batasan perjanjian, yaitu : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 21 a. Mengenai syarat – syarat sahnya perjanjian. Sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : 1)
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2)
Kecakapan untuk membuat perjanjian.
3)
Suatu hal tertentu.
4)
Suatu sebab yang halal. 22
b. Mengenai asas kebebasan berkontrak, yaitu:
20
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit.,hal.5. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, Pasal 1313. 22 Ibid.,Pasal 1320. 21
Universitas Sumatera Utara
19
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan denganitikad baik. 23 c. Mengenai definisi perjanjian jual beli secara umum, dimana disebutkan jual beli adalah : Suatu perjanjian timbal balik antara penjual dengan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang telah diperjanjikan. 24
2.
Peraturan Hukum tentang Ekspor Impor Setiap negara memiliki peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-
beda. Karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor-impor, misalnya para pengusaha atau para petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan internasional, baik yang berlaku di Indonesia atau di negara lain. Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, maka peraturan umum tentang pelaksanaan ekspor-impor dan lalu lintas devisa yang berlaku dewasa ini di Indonesia adalah PP Nomor 1 Tahun 1982, tentang pelaksanaan
ekspor
impor
dan lalu lintas devisa. Untuk menjalankan peraturan pemerintah tersebut, maka ditetapkan beberapa peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk itu, antara lain :
23
Ibid., Pasal 1338. Ibid.,Pasal 1457.
24
Universitas Sumatera Utara
20
a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/MDAG/PER/3/2012 tentang ketentuan – ketentuan umum di bidang ekspor. b. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
:
48/M-
DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan- ketentuan umum di bidang impor. Sebelum berlakunya PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, telah berlaku beberapa Peraturan Pemerintah yang mengatur
tentang
pelaksanaan
ekspor-impor.
Namun
dengan
semakin
berkembangnya masyarakat dan semakin meningkatnya kegiatan ekspor-impor, maka peraturan-peraturan lama tersebut dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan. Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 1 Tahun 1982 adalah dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta memperlancar perdagangan luar negeri, sehingga perlu disusun tata cara pelaksanaan ekspor-impor yang mudah dan praktis. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dalam bidang ekspor-impor ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia yang mengalami kemerosotan akibat dari pengaruh resesi dunia, diskriminasi tarif dan saingan dari negara-negara produsen lainnya. b. Menciptakan
suatu
suasana agar dapat
melakukan
suatu
usaha
penerobosan pasar serta siap menghadapi saingan dari negara-negara produsen lainnya.
Universitas Sumatera Utara
21
c. Membebaskan para eksportir dan kewajiban menjual devisa yang diperolehnya kepada Bank Indonesia, agar devisa tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik untuk pembelian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya, maupun untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penggunaan devisanya. d. Menyempurnakan cara pembayaran transaksi ekspor-impor, dengan memperluas cara pembayaran dari yang telah ada sebelumnya hingga cara pembayaran yang sesuai dengan yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional. e. Menyediakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dengan syarat yang lunak. 25
Ditinjau dari sifatnya, kebijakan pemerintah mengenai devisa menurut ketentuan pasal 1 dan 2 PP No. 1 tahun 1982 adalah sebagai berikut : a. Setiap orang dapat dengan bebas menguasai atau mempergunakan devisanya tidak membedakan dari mana asal devisa diperoleh. b. Devisa yang diperoleh atau yang dimiliki tidak diwajibkan untuk dijual kepada Bank Indonesia, sehingga dapat dipergunakan untuk barang yang diperlukan. c. Jika devisa tersebut akan dijual kepada Bank Indonesia ataupun Bank Devisa, maka bank tersebut wajib membeli dengan harga kurs yang terjadi
25
Daud S.T. Kobi., Buku Pintar Transaksi Ekspor-Impor, Andi, Yogyakarta, 2011, hal.32
Universitas Sumatera Utara
22
dalam bursa valuta asing, disamping itu devisa tersebut dapat dijual beas kepada pihak yang memerlukan. d. Jika memerlukan devisa, maka dapat diperoleh dengan cara membelinya dari Bank Indonesia, Bank Devisa ataupun pihak lain yang menjualnya. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 32 tahun 1964 tentang devisa. Secara garis besar, devisa dapat dibagi atas dua jenis, yaitu : a. Devisa umum Yaitu devisa yang berasal dari hasil ekspor, atau dari hasil penjualan jasa, atau transfer masuk dari luar negeri. b. Devisa Kredit Yaitu devisa yang berasal dari bantuan luar negeri, baik yang berupa pinjaman maupun donor dari luar negeri yang oleh Bank Indonesia ditempatkan dalam cal devisa di bursa valuta asing. 26 Mengenai tata cara pembayaran ekspor impor, menurut pasal 3 PP No. 1 Tahun 1982, dapat dilakukan dengan tunai maupun kredit, yaitu : a. Pembayaran di muka Pembayaran di muka (advance payment) b. Letter of Credit (L/C) c. Wesel inkaso (Collection Draft) 1) Document Against Payment (D/P) 2) Document Against Acceptance (D/A) d. Perhitungan kemudian (Open Account)
26
Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 tentang Devisa
Universitas Sumatera Utara
23
e. Konsinyasi f. Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dengan PP No. 1 tahun 1982, pemerintah berusaha memperluas cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor untuk member kebebasan kepada eksportir dan importir dalam memilih cara pembayaran. Dengan demikian para eksportir dan importir tidak hanya harus mempergunakan L/C saja di dalam pembayaran transaksi ekspor impor, tetapi juga dapat mempergunakan cara pembayaran lain yang lazim dipergunakan dalam perdagangan internasional, sesuai dengan kesepakatan antara pihak eksportir dan importir. Kebijakan pemerintah mengenai kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, diatur dalam Pasal 4 PP No.1 tahun 1982, dimana untuk peningkatan ekspor dibidang selain minyak dan gas bumi disediakan persyaratan yang lunak. Sedangkan fasilitas kredit ekspor dan asurasi disediakan oleh pemerintah. Untuk beberapa jenis barang tertentu dikenakan pungutan ekspor yang disebut dengan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP No. 1 tahun 1982. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 7 PP No. 1 tahun 1982, Menteri Perdagangan dan Koperasi menetapkan barang-barang tertentu yang dilarang untuk diimpor, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi nasional serta kepentingan negara pada umumnya. Dengan berlakunya PP No. 1 tahun 1982, maka seluruh peraturan yang bertentangan
yang
berlaku
sebelumnya
dinyatakan
tidak
berlaku
lagi,
sebagaimana disebutkan pada PP No. 1 tahun 1982 tersebut.
Universitas Sumatera Utara
24
B. Perjanjian Dasar dalam Kegiatan Ekspor Impor Ekspor impor sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan dalam jual beli barang tertentu senantiasa di awali dengan perjanjian. Perjanjian tersebut merupakan hasil dari kegiatan sebelumnya yang dilakukan oleh eksportir dan importir, yaitu penawaran dan permintaan. Kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam Sales Contract
yang merupakan kesepakatan antara
eksportir dan importir untuk melakukan perdagangan barang sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama dan masing–masing pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan semua kewajiban yang ditimbulkannya. Dalam sales contract tercantum segala sesuatu yang diperjanjikan dan dibuat secara rinci dan tertulis yang menyangkut syarat perjanjian, uraian barang, pelaksanaan penyerahan barang serta cara pembayaran dan hal–hal penting lainnya. Sales contract atau perjanjian jual beli harus mencantumkan cara pembayaran yang dilakukan apakah secara tunai atau kredit, bilamana pembayaran dilakukan dengan cara kredit ditentukan pula dengan atau tanpa letter of credit. Tahap-tahap yang menyertai pelaksanaan perjanjian ekspor impor yaitu : a. Pra Kontraktual atau tahap awal perjanjian Terjadi penawaran produk yang diajukan penjual (eksportir), dimana biasanya disertai dengan harga barang, mutu barang, jumlah serta syaratsyarat lainnya yang biasanya disebut an inquiry for a quotation. Apabila penawaran tersebut disetujui oleh pembeli (importir), maka kedua belah pihak mengikatkan diri untuk melakukan “perjanjian jual beli”, dengan syarat-syarat yang telah disepakati.
Universitas Sumatera Utara
25
b. Kontraktual atau tahap terjadinya perjanjian Merupakan realisasi dari tahap awal perjanjian, yang kemudian dituangkan secara rinci dan tertulis tentang segala sesuatu yang dianggap penting dalam transaksi ekspor impor. c. Post Kontraktual Merupakan realisasi dari perjanjian yaitu pelaksanaan kontrak. 27
C. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor Impor Dewasa ini hampir tidak ada lagi suatu negara didunia yang dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil produksi negaranya sendiri. Baik negara kecil ataupun negara besar, negara yang perekonomiannya sudah maju ataupun masih terbelakang, secara langsung atau tidak langsung membutuhkan pelaksanaan pertukaran barang dan atau jasa antara satu negara dengan negara lainnya. Maka dari itu antara negara-negara yang terdapat di dunia perlu terjalin suatu hubungan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap negara tersebut. Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor, pada hakikatnya adalah suatu transaksi sederhana yang tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyeberangi laut ataupun darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara para pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat, dan cara yang berbeda-beda. Pengaruh keseluruhan dari 27
Etty Susilowati Suhardo, Op.Cit.,hal.12.
Universitas Sumatera Utara
26
perdagangan ekspor impor ini adalah untuk memberikan keuntungan bagi negaranegara yang mengimpor dan mengekspor. Transaksi ekspor impor secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dari negara-negara yang terlibat di dalamnya. Bagi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, transaksi ekspor impor merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang paling penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih belum terlalu menggembirakan saat ini, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan sumber-sumber devisa lain dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan menarik investor asing ke Indonesia. Untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, pemerintah merasa perlu untuk mengambil kebijaksanaan serta tindakan dengan jalan menyederhanakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan di bidang lalu-lintas devisa dan ekspor impor. Penyederhanaan tersebut pada umumnya menitikberatkan pada penggunaan devisa dengan tanpa mengurangi pengawasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan. Kebijaksanaan pemerintah tersebut perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan ekspor impor. Jadi hendaknya para pengusaha dapat memanfaatkan kesempatan dan kelonggaran-kelonggaran yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut dengan sebaik-baiknya, dan para pengusaha diharapkan tidak menyalahgunakan kesempatan dan kelonggaran-
Universitas Sumatera Utara
27
kelonggaran tersebut untuk tujuan yang hanya menguntungkan pribadi dan merugikan perekonomian negara Indonesia. 28 1. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor Dalam PP No. 1 tahun 1982 tentang Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa, telah diatur secara garis besar tentang pelaksanaan ekspor impor dan lalu lintas devisa. Namun dalam rangka pelaksanaan kegiatan ekspor, pemerintah merasa perlu untuk menetapkan ketentuan hukum lain yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang ketentuan-ketentuan umum dibidang ekspor. Pemerintah senantiasa berusaha untuk menyempurnakan ketentuanketentuan yang dipandang menghambat usaha peningkatan kegiatan bidang ekspor, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan deregulasi, yang berarti penataan peraturan, dimana peraturan yang dianggap tidak perlu akan dicabut untuk diperbaiki dengan peraturan yang baru. Demikian pula mengenai pengurusan izin pelaksanaan ekspor impor yang terkesan berbelit-belit yang cenderung mengurangi minat para pengusaha untuk melakukan kegiatan ekspor, pemerintah
juga
mengusahakan
penyederhanaan
dengan
mengeluarkan
kebijaksanaan yang diseut dengan debirokratisasi. a. Syarat-syarat Eksportir Tidak semua pengusaha dapat melaksanakan kegiatan ekspor. Seperti halnya bank devisa, maka pengusaha yang berupa badan usaha, dapat bergerak atau berperan sebagai eksportir harus memperoleh izin dari 28
Alfred Hutauruk, Sistem dan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
28
Kantor Wilayah Perdagangan
di daerah masing-masing, setelah
terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk bergerak di bidang ekspor. Untuk itu calon eksportir harus memenuhi beberapa syarat administrasi, antara lain : 1) Izin Usaha Dagang / Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 2) Akte Pendirian Perusahaan dan peraturan-peraturannya 3) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 4) Menyerahkan surat fisikal atau surat yang telah memenuhi kewajiban membayar pajak 5) Surat keterangan bank Berdasarkan
ketentuan
Menteri
Perdagangan
dan
Koperasi
No.
558/MPP/Kep/XII/1998 junto No. 27/KP/I/1982, maka setelah persyaratan administrasi disetujui, pengusaha kemudian mengajukan Angka Pengenal Eksportir (APE), atau Angka Pengenal Eksportir Sementara (APES), atau Angka Pengenal Eksportir Terbatas (APET). Dengan diperolehnya APE, APES atau APET, maka pengusaha yang bersangkutan telah memiliki wewenang untuk melaksanakan ekspor. Tetapi dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Perdagangan
dan
Koperasi
No.
188/MP/Kep/II/2003
junto
No.
558/MPP/Kep/XII/1998 junto Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-DAG/PER/3/2012, pemerintah melonggarkan peraturan dengan mempermudah izin untuk menjadi eksportir. Tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini adalah untuk menarik minat para pengusaha untuk melaksanakan kegiatan ekspor, sehingga akan meningkat pula pendapatan pemerintah yang
Universitas Sumatera Utara
29
diperoleh dari kegiatan ekspor. Maka dari itu, kegiatan ekspor tidak hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah memiliki APE, APES, atau, APET, tetapi juga dilakukan oleh : 1) Setiap pengusaha yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 2) Setiap pengusaha yang telah mendapat izin udara dari departemen teknis/lembaga pemerintah non-departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut, maka pada dasarnya ada dua jenis eksportir, yaitu : 1) Eksportir umum, yang terdiri dari : a) Setiap pengusaha yang memegang angka pengenal eksportir (APE/APES) umum, yang nantinya jika sudah habis masa berlakunya tidak diperlukan lagi mengajukan permohonan APE/APES, tetapi cukup dengan SIUP aja. b) Setiap pengusaha yang telah memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) c) Setiap pengusaha yang mendapat izin usaha dari departemen teknis/lembaga
pemerintah
non
departemen
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Eksportir terdaftar Yaitu pengusaha yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang-barang yang diatur oleh tata niaga ekspor.
Universitas Sumatera Utara
30
b. Cara Pembayaran Ekspor Pembayaran ekspor diperluas tidak hanya dengan menggunakan L/C saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : 1) Pembayaran di muka 2) Letter of Credit (L/C) 3) Wesel Inkaso, dengan kondisi : a) Document against Payment (D/P) b) Document against Acceptance (D/A) 4) Perhitungan kemudian 5) Konsinyasi 6) Cara pembayaran lain yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan antara eksportir dan importir. c. Devisa Devisa yang diperoleh eksportir dari ekspor barang atau jasa tidak diwajibkan untuk dijual kepada Bank Indonesia. Eksportir dapat menjual devisanya kepada Bank Indonesia melalui Bank Devisa dengan harga berdasarkan kurs yang berlaku di bursa valuta asing. Eksportir dapat pula menjual sebagian atau seluruh devisanya kepada Bank Devisa, Importir dan pihak-pihak lain yang memerlukan devisa. Bank Indonesia mengatur tata cara penjualan devisa yang diperoleh dari hasil ekspor kepada Bank Devisa, serta penjualan lebih lanjut
Universitas Sumatera Utara
31
kepada Bank Indonesia, sehingga eksportir diberi kebebasan untuk menjual devisa yang diperolehnya. d. Dokumen Ekspor Dokumen utama yang dipergunakan untuk pencatatan ekspor adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), yang wajib diisi oleh eksportir dengan sebenar-benarnya, dan kemudian diajukan ke Bank Devisa yang akan menelitinya untuk kemudian ditandatangani. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Bank pada saat akan menandatangani formulir PEB, antara lain : 1) APE/APES/APET atau SIUP harus masih berlaku 2) Barang yang akan diekspor bukan merupakan barang yang dilarang untuk diekspor 3) Tidak menyimpang dari ketentuan UCP (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit) 4) Harga FOB barang yang akan diekspor yang tercantum dalam PEB harus sama dengan patokan kontrak jual-beli Dokumen PEB tersebut selanjutnya disampaikan kepada instansi bea cukai (pabean) yang akan memeriksa kebenaran barang-barang yang akan diekspor, kemudian mensahkan dokumen tersebut. Selanjutnya dokumen
tersebut
dikirim
kembali
ke
Bank
Devisa
untuk
menyelesaikan pembayaran. e. Barang Ekspor
Universitas Sumatera Utara
32
Dalam hal pelaksanaan kegiatan ekspor, pemerintah memprioritaskan barang ekspor non minyak dan gas bumi yang memiliki pasaran baik dalam lalu lintas perdagangan internasional. Selain itu pemerintah juga memperhatikan
faktor-faktor
lainnya,
seperti
manfaat
bagi
kesejahteraan rakyat, menyerap tenaga kerja, serta bahan-bahan yang banyak dan mudah ditemukan di alam Indonesia. Untuk barang yang akan diekspor, pemerintah menetapkan dua jenis penggolongan yaitu : 1) Penggolongan berdasarkan dilarang atau tidaknya barang ekspor, dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a) Barang-barang yang boleh/bebas diekspor b) Barang-barang yang diatur tata niaga ekspornya, yaitu barangbarang yang dapat diekspor oleh eksportir terbatas c) Barang-barang yang diawasi ekspornya, yaitu barang-barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perdagangan atau pejabat yang berwenang d) Barang-barang yang dilarang diekspornya, yaitu barang-barang yang ekspornya tidak boleh dilakukan. 2) Penggolongan berdasarkan pajak ekspor, digolongkan sebagai berikut: a) Penggolongan berdasarkan pajak ekspor yang penting bagi pemerintah negara, yang belum diolah dan memiliki pasaran yang baik diluar negeri, dikenakan pajak 10%
Universitas Sumatera Utara
33
b) Barang-barang ekspor yang sudah diolah, namun belum dapat diklarifikasi sebagai barang jadi, dikenakan pajak 5% c) Barang-barang ekspor yang berdasarkan strategi menaikkan perekonomian
negara,
menyerap
tenaga
kerja,
serta
menyangkut kegiatan rakyat di daerah, dikenakan pajak sebesar 0% d) Barang-barang ekspor hasil industri dan kerajinan rakyat, serta barang-barang lemah ditinjau dari penghasilan devisa negara, dikenakan pajak sebesar 0% Harga patokan untuk barang-barang ekspor ditentukan secara berkala oleh Menteri Perdagangan. Harga patokan adalah harga barang ekspor dalam valuta asing berdasarkan syarat POB minimal yang harus diserahkan kepada pemerintah. Dengan ditetapkannya harga patokan, maka akan dapat ditentukan pula berapa besar pajak ekspor untuk barangbarang tertentu. Eksportir yang melanggar ketentuan-ketentuan tentang ekspor yang dikeluarkan oleh pemerintah, dapat dikenakan sanksi tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat dicabut APE/APES/APET atau SIUP oleh Menteri Perdagangan. 29
29
Ibid., hal.104
Universitas Sumatera Utara
34
2. Tata Cara Pelaksanaan Impor Bahwa dalam rangka pelaksanaan PP No. 1 tahun 1982, tentang ekspor impor dan lalu lintas devisa, pemerintah memandang perlu untuk menetapkan ketentuan hukum lainnya tentang pelaksanaan impor, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan-ketentuan umum di bidang impor. Berbeda dengan ekspor yang selalu diusahakan
peningkatan
pelaksanaannya oleh
pemerintah
dalam
rangka
meningkatkan penerimaan pendapatan negara yang dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan, maka dala hal impor pemerintah berusaha menaikkan sekecil mungkin pelaksanaan kegiatan impor yang disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi negara. Impor terutama dilakukan untuk jenis-jenis barang yang amat sulit diperoleh atau diproduksi di dalam negeri. Impor atas barang-barang yang sudah dapat diproduksi dan sudah dapat dicukupi kebutuhan menghamburhamburkan cadangan devisa, juga dapat menghambat atau mengurangi produksi dalam negeri. a. Syarat-Syarat Importir Tidak semua pengusaha dapat melakukan kegiatan impor. Seperti halnya Bank Devisa, importir yang berupa badan usaha juga harus memiliki izin dari instansi yang berwenang. Izin ini dapat diperoleh dari kantor perdagangan di daerah masing-masing, setelah sebelumnya mengajukan permohonan. Untuk itu calon importir harus memenuhi beberapa syarat administrasi, antara lain: 1) Izin Usaha Dagang atau Surat Usaha Perdagangan (SIUP)
Universitas Sumatera Utara
35
2) Akta Pendirian Perusahaan dan peraturan-peraturannya 3) Surat permohonan kepada Kantor Dinas yang menangani bidang perdagangan di daerah perusahaan tersebut berdomisili 4) Menyerahkan surat fiscal atau surat keterangan telah memenuhi kewajiban membayar pajak/ Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 5) Surat keterangan bank (referensi bank) 6) Daftar riwayat hidup pengurus yang berhak menandatangani surat-surat atas nama perusahaan. 7) Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) bagi perusahaan yang akan melakukan impor barang tertentu. Setelah syarat tersebut dipenuhi dan permohonan memperoleh persetujuan dari kantor perdagangan setempat, maka proses berikutnya adalah mengajukan permintaan Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Sementara (APIS), atau Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT). Setelah mendapatkan API, APIS atau APIT, maka pengusaha yang bersangkutan telah memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan impor. Pemerintah menggolongkan importir ke dalam empat jenis, yaitu : 1) Impor Umum, Yiatu setiap pengusaha yang memiliki Angka Pengenal Importir (API/APIS) umum. 2) Importir Terdaftar
Universitas Sumatera Utara
36
Yaitu seluruh importir pemegang Angka Pengenal Importir umum, yang mendapat tugas untuk mengimpor komoditi tertentu yng sengaja diarahkan oleh pemerintah. 3) Importir Produsen Yaitu seluruh produsen yang disetujui oleh pemerintah untuk mengimpor sendiri barang-barang yang diperlukan untuk proses produksinya. 4) Produsen Importir Yaitu seluruh produsen yang disetujui untuk dapat mengimpor sendiri barang yang sejenis dengan hasil produksinya. b. Cara Pembayaran Impor Pembayaran impor diperluas tidak hanya dengan menggunakan L/C saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : 1) Pembayaran di muka 2) Letter of Credit (L/C) 3) Wesel Inkaso, dengan kondisi : a) Document against Payment (D/P) b) Document against Acceptance (D/A) 4) Perhitungan kemudian 5) Konsinyasi 6) Cara pembayaran lain yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan antara eksportir dan importir.
Universitas Sumatera Utara
37
c. Devisa Apabila importir ingin membeli sebagian atau seluruh devisa untuk impor dari Bank Indonesia, maka Bank Indonesia wajib menjualnya berdasarkan kurs yang berlaku di bursa valuta asing. Di samping itu, importir dapat membeli devisa yang diperlukan dari Bank Devisa, eksportir, atau pihak pihak-pihak lain yang bersedia menjualnya. Bank Indonesia mengatur tata cara pembelian devisa untuk impor melalui Bank Devisa. d. Dokumen Impor Dokumen
utama
yang
dipakai
untuk
pencatatan
impor
adalah
pemberitahuan pemasukan barang yang akan digunakan untuk PPUD, yang wajib diisi oleh importir dengan sebenar-benarnya, dan kemudian diajukan kepada instansi bea cukai (pabean). Selanjutnya importir dapat mengambil barang-barang yang diimpornya tersebut. Pengambilan barangbarang yang diimpor dapat dilakukan dengan cara menunjukan dokumen pengapalan barang impor tersebut kepada maskapai pelayaran dan pengangkutan barang. e. Barang Impor Dalam hal pelaksanaan kegiatan impor, pemerintah berhak dan berkewajiban untuk mengatur barang-barang yang akan diimpor, disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan Negara. Untuk barang-barang yang akan diimpor, pemerintah menetapkan dua jenis penggolongan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
38
1) Penggolongan berdasarkan dilarang atau tidaknya barang impor, digolongkan sebagai berikut : a) Barang-barang yang boleh/bebas impor b) Barang-barang yang diatur tata niaga impornya, yaitu barangbarang yang dapat diimpor oleh para importir terbataS c) Barang-barang yang diawasi impornya, yaitu barang-barang yang impornya hanya dapat dilakukan dengan pengawasan Menteri Perdagangan atau Pejabat yang bersangkutan d) Barang-barang yang dilarang impornya, yaitu barang-barang yang impornya sama sekali tidak boleh dilakukan 2) Penggolongan berdasarkan ada atau tidaknya pengenaan pajak pada suatu barang, digolongkan sebagai berikut : a) Barang dagang, yaitu barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan sehingga dikenakan bea masuk, serta pajak penjualan impor, tanpa dipengaruhi besarnya harga barang b) Bukan barang dagang, yaitu barang yang dimaksudkan bukan untuk diperdagangkan, yang terbagi atas dua jenis, yaitu : (1) Barang kiriman (2) Barang bawaan penumpang 3) Penggolongan berdasarkan penting atau tidaknya barang tersebut diimpor ke dalam negeri, digolongkan sebagai berikut : a) Golongan A, yaitu barang yang sangat penting untuk diimpor b) Golongan B, yaitu barang yang penting untuk diimpor
Universitas Sumatera Utara
39
c) Golongan C, yaitu barang yang kurang penting untuk diimpor d) Golongan D, yaitu barang yang tidak dilarang untuk diimpor namun belum termasuk dalam golongab A,B, dan C. 30 Importir yang melanggar ketentuan-ketentuan teantang impor yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku,
dan
dapat
dicabut
API/APIS/APIT oleh Menteri Perdagangan. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ekspor impor, untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, pihak pengusaha harus mendapat dukungan dari seluruh pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan ekspor impor tersebut. Tujuan pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan diatas adalah semata-mata untuk tidak mempersulit para pengusaha dalam pelaksanaan ekspor impor. Untuk pelaksanaan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, jajaran instansi pemerintah yang berkaitan juga diharapkan dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sebab suatu peraturan yang baik tidak akan ada artinya bila tidak dijalankan dengan sempurna.
D. Sistem Pembayaran dalam Transaksi Perdagangan Internasional Pada umumnya dalam kontrak-kontrak bisnis selalu terdapat klausul tentang cara pembayaran. Pembayaran (penyerahan sejumlah uang) merupakan bentuk prestasi terpenting yang harus dilaksanakan oleh salah satu pihak. Di pihak lain
30
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, 1997, hal. 118.
Universitas Sumatera Utara
40
pembayaran merupakan hak yang wajib diperoleh berdasarkan kontrak. Tidak jelasnya tata cara pembayaran atau tidak terjaminnya keamanan mengenai tata cara pembayaran dapat muncul menjadi resiko usaha dan sumber perselisihan (sengketa) dalam hubungan bisnis para pihak yang terlibat. Dalam kontrak-kontrak bisnis internasional, kejelasan dan aspek keamanan mengenai tata cara pembayaran menjadi lebih penting mengingat para pihak yang terlibat dalam kontrak dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh dan tidak jarang para pihak tidak saling mengenal satu sama lain atau tidak pernah bertemu sebelumnya. Cara pembayaran yang tepat dapat memberikan jaminan keamanan dan memberikan keringanan atau kemudahan bagi pihak-pihak tertentu. Misalnya dalam transaksi ekspor-impor, dipilih cara pembayaran advance payment (pembayaran di muka) akan memberikan kemudahan bagi eksportir karena pembeli (importir) terlebih dahulu melakukan pembayaran sebelum barang dikirimkan oleh penjual (eksportir). Oleh karena itu, sebelum merumuskan klausul mengenai tata cara pembayaran, sebaiknya para pihak terlebih dahulu mengenali karakter masing-masing tata cara pembayaran yang dikenal dalam transaksitransaksi internasional. Dalam transaksi perdagangan internasional yang dilakukan oleh penjual (eksportir) dan pembeli (importir) akan timbul hak dan kewajiban bagi masingmasing pihak. Eksportir wajib melakukan penyerahan barang dan berhak untuk menerima pembayaran atas penyerahan barang. Di sisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak untuk menuntut penyerahan barang yang dibelinya. Karena eksportir dan importir terpisah secara geopolitik dan geografis,
Universitas Sumatera Utara
41
maka penyelesaian pembayaran memiliki karakteristik sendiri. Hal ini karena mata uang pada umumnya mata uang yang digunakan berbeda dan mereka terikat hukum dan peraturan negara masing-masing. 31 Adanya jarak dan tidak saling mengenal secara pribadi tentu akan menimbulkan resiko dan kecurangan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Eksportir takut barang yang dikirimnya tidak dibayar oleh importir. Sebaliknya importir juga takut kalau barang yang dipesannya tidak sampai diterima atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Karena ada kendala diatas maka dalam transaksi perdagangan internasional jarang sekali dilakukan secara tunai (cash payment) atau pembayaran di muka (advance payment) karena beresiko besar bagi importir. 32 Pemerintah menunjang kegiatan ekspor impor dengan memberikan kebijaksanaan dalam fasilitas penggunaan devisa serta penyediaan kredit, jaminan kredit ekspor dan asuransi ekspor, serta kebijaksanaan lain yang sangat penting yaitu pengaturan sistem pembiayaan ekspor impor yang dapat dilakukan dengan cara tunai atau kredit. Menurut Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa cara pembayaran ekspor impor adalah dengan tunai atau dengan kredit. Pasal 3 ayat (1) tersebut menjelaskan cara pembayaran ekspor impor dapat dilakukan dengan :
33
31
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.cit., hal.23 Ibid.,hal.24. 33 Etty Susilowati, Op.Cit.,hal.16. 32
Universitas Sumatera Utara
42
1. Pembayaran di muka (Advance Payment) Sistem Pembayaran ini dilakukan manakala pembeli (importir) membayar terlebih dahulu kepada penjual (eksportir) sebelum barang-barang dikirim oleh penjual (merealisasi ekspor) sesuai dengan kesepakatan pafra pihak. Advance Payment merupakan salah satu bentuk cara pembayaran non-L/C yang dikenal dalam berbagai kontrak bisnis, termasuk kontrak bisnis yang bernuansa internasional. Cara pembayaran dengan sistem advance payment biasa dikenal dengan sebutan “pembayaran di muka”. Melalui cara ini pembeli (importir) membayar terlebih dahulu kepada penjual (eksportir) melalui perintah transfer bank ke rekening penjual (eksportir), sebelum penjual (eksportir) yang bersangkutan mengirimkan barang yang diperjanjikan. Setelah menerima pembayaran harga, baik keseluruhan maupun sebagian, penjual (eksportir) melakukan kewajibannya mengirimkan barang melalui port of loading. Barang yang dikirim tersebut sudah tercatat atas nama pembeli (importir). Cara pembayaran dengan advance payment mempunyai beberapa variasi sesuai dengan jumlah harga yang terlebih dahulu dibayarkan oleh pembeli (eksportir). Adakalanya pembeli membeli membayar keseluruhan harga barang termasuk ongkos angkut, asuransi dan semua biaya yang disepakati dalam kontrak bisnis mereka. Dengan pengiriman barang tersebut, pembeli telah menyelesaikan seluruh kewajibannya sepanjang mengenai pembayaran, jadi tidak ada lagi biaya tambahan yang harus dibayar oleh pembeli (importir). Cara ini dikenal dengan istilah payment with order.
Universitas Sumatera Utara
43
Variasi lain adalah partial payment with order. Sesuai dengan namanya, dalam sistem pembayaran ini pembeli hanya membayar sebagian harga terlebih dahulu, misalnya hanya membayar harga barang saja. Biaya-biaya lain sesuai yang diperjanjikan (misalnya ongkos angkut, asuransi, dan biaya lainnya) akan dibayar oleh penjual setelah penjual melakukan kewajibannya mengirimkan barang. Penagihan sisa pembayaran oleh penjual umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem collection. Cara pembayaran dengan menggunakan sistem pembayaran advance payment mengandung resiko yang harus dipertimbangkan, khususnya oleh importir yang terlebih dahulu melakukan pembayaran. Bila saja terjadi wanprestasi dari penjual yang berakibat fatal bagi pembeli, misalnya penjual tidak mengirimkan barang tepat waktu yang dijanjikan atau penjual mengirimkan barang yang kualifikasi dan mutunya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Oleh karena itu, kontrak bisnis yang mendasari transaksi seperti ini harus diperkuat dengan berbagai klausul yang dapat menjamin kepentingan pembeli, misalnya klausul tentang ganti rugi atau sanksi. Cara pembayaran dengan advance payment umumnya dipilih oleh para pihak dalam kontrak bisnis apabila diantara para pihak terdapat hubungan bisnis yang sudah berjalan dengan baik. Dengan kata lain, kontrak bisnis yang pada umumnya bukan hubungan bisnis yang pertama bagi para pihak. Cara ini baru bermanfaat apabila para pihak sudah saling mengenal satu sama lain dan sudah sering melakukan transaksi, atau bila pembeli telah mengenal reputasi penjual.
Universitas Sumatera Utara
44
Keuntungan menggunakan sistem pembayaran advance payment adalah mengurangi biaya perbankan bila dibandingkan dengan penggunaan L/C. Kesepakatan tersebut tercantum dalam kontrak jual beli (sales contract). Dalam sistem pembelian ini importir menanggung segala resiko, baik tentang pembayaran yang telah dilakukan maupun tentang kemungkinan tidak dikirimnya barang-barang yang dipesan. 34 2. Wesel Inkaso dengan kondisi Document Against Payment (D/P) dan Document Against Acceptance (D/A) Dalam sistem ini eksportir memiliki hak pengawasan barang-barang sampai weselnya (draft) dibayar importir. Eksportir atau penarik wesel (drawer) mengapalkan barang sementara dokumen pemilikan atas pengiriman barang secara langsung atau melalui bank importir dikirim ke importir. Penyerahan dokumen kepada importir didasarkan pada : a. D/P (Document against Payment) :
penyerahan
dokumen
kepada importir dilakukan apabila importir telah membayar. b. D/A (Document against Acceptance) : penyerahan dokumen kepada importir dilakukanapabila importir telah mengaksep weselnya 3. Perhitungan kemudian (Open Account) Cara pembayaran dengan open account merupakan kebalikan dari advance payment. Pada advance payment pembeli yang terlebih dahulu melakukan pembayaran harga barang, sedangkan dengan open account penjual yang
34
Roselyne Hutabarat, Transaksi Ekspor Impor, Cet.3, Erlangga, Jakarta, 1990, hal.10.
Universitas Sumatera Utara
45
terlebihdahulu melakukan pengiriman barang, kemudian pembeli membayar harga melalui perintah transfer bank ke rekening penjual. Pembayaran dengan cara open account ini, barang yang telah dikirimkan kepada importir tanpa disertai surat perintah membayar serta dokumen-dokumen. Pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu atau terserah kebijaksanaan importir. Dalam hal ini, resiko sebagian besar ditanggung eksportir, misalnya : eksportir harus mempunyai banyak modal dan apabila pembayaran akan dilakukan
dengan
mata
uang
asing,
resiko
perubahan
kurs
menjadi
tanggungannya. Dalam open account, nama pemilik barang yang tercantum dalam dokumen ekspor sudah atas nama pembeli (importir). Dokumen yang diserahkan oleh eksportir kepada importir dapat melalui bank. Namun demikian, penyerahan dokumen tersebut kepada bank hanya sebatas sebagai kurir. Cara pembayaran dengan open account sangat menguntungkan pembeli, melalui sistem ini pembeli terlebih dahulu melihat barang yang dikirimkan oleh penjual. Pembeli dapat melihat dan memeriksa terlebih dahulu spesifikasi barang yang dijanjikan, kemudian melakukan pembayaran. Pemilik memiliki waktu untuk menyatakan penolakan atas barang yang telah dikirimkan oleh penjual. Keuntungan lain adalah pembeli memiliki waktu yang cukup longgar untuk menyediakan dana guna keperluan pembayaran. Di sisi lain, resiko dapat muncul di pihak penjual, misalnya barang telah dikirimkan penjual ke pelabuhan tempat kedudukan pembeli, tetapi pembeli tidak melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran tidak tepat waktu. Penjual
Universitas Sumatera Utara
46
akan rugi karena telah menanamkan modal atas harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk kepentingan ongkos pengangkutan dan biaya asuransi. Sama seperti cara pembayaran advance payment, cara pembayaran dengan open account jarang digunakan oleh pihak-pihak yang belum saling mengenal dengan baik reputasi mitra kontraknya. Oleh karena cara ini sangat menguntungkan pembeli, maka umumnya cara pembayaran open account banyak dilakukan antara induk perusahaan dan anak perusahaan. Dengan cara pembayaran kemudian, maka induk perusahaan sebenarnya telah memberikan pembiayaan kepada anak perusahaan. Keuntungan cara pembayaran open account sama seperti pada pembayaran dengan advance payment yaitu dapat mengurangi jasa perbankan. Sistem pembayaran ini adalah kebalikan dari sistem advance payment. Dalam hal ini yang menganggung resiko adalah eksportir, sedangkan yang mendapat fasilitas kredit atau penanggulan pembayaran adalah importir. Disebut open account (perhitungan kemudian) karena belum dilakukan pembayaran apaapa oleh importir kepada eksportir sebelum barang-barang dikapalakan atau tiba diterima importir atau sebelum waktu tertentu yang disepakati. Eksportir telah melakukan pengapalan barang, akan mengirimkan invoice kepada importir, dan tidak akan dikirimkan wesel atau instrumen lain oleh eksportir kepada importir. Dalam invoice tersebut eksportir akan mencantumkan tanggal dan waktu tertentu, importir harus melakukan pembayaran dan pemberian diskon harga bagi pembayaran yang dilakukan sebelum jatuh tempo. Jadi, transaksi ini merupakan transaksi langsung antara eksportir dan importir.
Universitas Sumatera Utara
47
Importir akan membayar barang setelah tiba di tempat importir berada. Eksportir
menanggung
segala
resiko,
sedangkan
importir
mendapatkan
penangguhan pembayaran. Pembayaran dengan open account ini dilakukan apabila : a. Adanya kepercayaan dari eksportir bahwa importir pasti akan membayar barang yang diterima tepat pada waktunya. Demikian juga keyakinan importir bahwa eksportir akan mengirimkan barang tepat waktu sesuai dengan kontrak yang dibuat dan barang yang dipesan. b. Barang komoditi yang dikirim oleh eksportir bukan merupakan barang yang dilarang untuk diekspor. c. Barang-barang dan dokumen akan langsung dikirim oleh pembeli. d. Eksportir harus menyediakan modal yang cukup besar, walaupun resikonya cukup tinggi, khususnya apabila importir ingkar janji, eksportir sulit membuktikannya. e. Barang-barang dan dokumen akan langsung dikirim oleh pembeli. f. Eksportir kelebihan dana g. Eksportir yakin tidak ada peraturan di negara importir yang melarang/menghalang-halangi transfer pembayaran importir tersebut ke dalam rekening eksportir Dalam transaksi ini terdapat resiko sebagai berikut : a. Eksportir tidak mendapat perlindungan/kepastian apakah importir akan membayar.
Universitas Sumatera Utara
48
b. Karena tidak ada bukti importir tidak mau membayar, eksportir sulit membuktikan di pengadilan bahwa ia mempunyai tagihan kepada importir. c. Penyelesaian perselisihan akan menimbulkan ongkos bagi eksportir terutama bila ia harus datang ke tempat importir. 35 4. Konsinyasi (Consignment) Yang dimaksud dengan konsinyasi (consignment) adalah pengiriman barang-barang eksportir pada importir di luar negeri dan barang-barang tersebut dikirim oleh ekpsortir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir dengan harga yang ditetapkan oleh eksportir. Barang-barang tersebut dikumpul dan dijual importir yang merupakan agen dari ekspotir tersebut. Setelah barang-barang tersebut terjual, pembayarannya akan dilakukan oleh importir. Apabila barangbarang tersebut tidak terjual, akan dikembalikan kepada eksportir. Dalam sistem konsinyasi ini eksportir tetap memegang hak milik atas barang, sedangkan importir hanya merupakan pihak yang dititipi barang untuk dijual. Dengan demikian, eksportirlah yang menanggung resiko yang mungkin terjadi. Resiko ini antara lain : a. Modal terlalu lama tertimbun pada barang yang diperdagangkan. b. Tidak ada kepastian eksportir akan menerima pembayaran. c. Eksportir dapat menjadi korban kenakalan importir yang melaporkan barang telah terjual pada saat harga belum naik, padahal pada saat itu
35
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
49
barang belum dijual sehingga hasil ekspor yang diterima eksportir tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima. d. Bila importir tidak membayar, tidak ada bukti yang diperoleh eksportir untuk menuntut importir di pengadilan. Selain itu, dalam hal ini importir tidak berfungsi sebagai pembeli dalam pelaksanaan pembayaran konsinyasi, melainkan hanya sebagai peneriman titipan dari supplier untuk menjual komoditi/barang tertentu yang dikirimkan. Pembayaran baru dilakukan setelah komoditi tersebut terjual, kemudian mentransfer valuta hasil penjualan kepada supplier melalui bank atau pos dan importir mendapatkan komisi dari hasil penjualan. Dalam hal ini, konsinyasi juga dikategorikan sebagai cara pembayaran transaksi. Konsinyasi sebenarnya merupakan variasi lain dari cara pembayaran dengan menggunakan open account. Melalui konsinyasi, penjual yang terlebih dahulu mengirimkan barang. Perbedaannya dengan open account
adalah
mengenai waktu pembeli mengirimkan barang. Pada open account, pembeli mengirimkan harga pembelian setelah barang dikirimkan atau pada waktu tertentu yang disepakati setelah barang dikirimkan oleh penjual. Sementara pada konsinyasi, pembeli berkewajiban mengirimkan harga pembayaran barang setelah pembeli berhasil menjual barang tersebut kepada pihak ketiga. Cara pembayaran seperti ini cenderung mengandung resiko yang sangat besar bagi penjual. Kemungkinan terjadinya wanprestasi sangat besar dan dalam keadaan tertentu sulit terpantau. Kemungkinan wanprestasi antara lain : a. Pembeli tidak membayar harga kepada penjual.
Universitas Sumatera Utara
50
b. Pembeli telah berhasil menjual barang tersebut kepada pihak ketiga, tetapi pembeli menunda pembayaran kepada penjual dan menyatakan barang tersebut belum lagi terjual. Dengan demikian, pembeli mendapat keuntungan dari penundaan pembayaran tersebut. c. Apabila pembeli telah menjual barang tersebut kepada pihak ketiga pada saat terjadinya kenaikan harga barang tersebut, tetapi memberitahukan kepada penjual bahwa barang tersebut dijual kepada pihak ketiga pada saat sebelum terjadinya kenaikan harga. Oleh karena besarnya kemungkinan resiko yang mungkin dialami oleh penjual, maka dalam kontrak-kontrak yang menggunakan cara pembayaran konsinyasi seperti ini dilengkapi dengan klausula yang tegas tentang ganti rugi atau sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi. Pengenalan yang baik tentang berbagai bentuk kalusula ganti rugi akan sangat membantu menghindari kerugian. Selain itu, sangat penting diatur tentang mekanisme pengawasan dalam kontrakkontrak konsinyasi. Mengingat resiko dalam kontrak konsinyasi, bentuk kerjasama konsinyasi jarang digunakan. Kecuali oleh pihak-pihak yang telah lama saling mengenal baik, mengetahui reputasi masing-masing dan yang terpenting para pihak telah berulang kali melakukan transaksi atau kerjasama bisnis lainnya. Kontrak-kontrak yang menggunakan cara konsinyasi dalam pembayaran juga mempunyai berbagai keuntungan. Bagi penjual (eksportir), akan memperoleh keuntungan berupa kemudahan untuk memasarkan barang di luar negeri, karena cara ini banyak diminati oleh importir. Sementara itu bagi importir, sangat
Universitas Sumatera Utara
51
menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembayaran harga barang terlebih dahulu. 5. Letter of Credit (L/C) Pembayaran transaksi dengan menggunakan L/C merupakan cara pembayaran yang paling umum digunakan dalam transaksi-transaksi bisnis, khususya transaksi jual beli barang (sales of good). Cara pembayaran dengan menggunakan
L/C terlebih dahulu dicantumkan dalam sales
contract.
Berdasarkan klausula cara pembayaran dengan menggunakan L/C yang tercantum dalam kontrak inilah, kemudian pembeli (importir) mengajukan aplikasi L/C kepada bank devisa di negaranya (opening bank) untuk manfaat penjual. Opening bank selanjutnya akan mengirim surat L/C kepada beneficiary melalui bank korespondennya di negara penjual (eksportir). Bank koresponden/advising bank kemudian memberitahu beneficiary bahwa kepadanya telah dibuka L/C. Setelah menerima L/C tersebut, penjual (eksportir) mengirimkan barang kepada pembeli. Dokumen-dokumen asli mengenai barang itu diserahkan kepada advising bank dan duplikatnya dikirimkan kepada pembeli. Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen, advising bank akan melakukan pembayaran. Dokumen yang telah diterima dan telah diterima oleh advising bank kemudian dikirim kepada opening bank/issuing bank. Setelah itu issuing bank melakukan pembayaran kepada advising bank. Pembuka kredit (importir) membayar semua kewajiban kepada issuing bank setelah dinotifikasi bahwa semua dokumen telah datang. Issuing bank akan
Universitas Sumatera Utara
52
mengirimkan dokumen asli kepada pembuka kredit, sebagai dasar untuk meminta barang dari pengangkut. Dengan menggunakan L/C, pembayaran akan menjadi lebih mudah, aman, dan terjamin kelengkapan dokumen pengapalan serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait. Selain itu, bagi eksportir L/C juga dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh pinjaman. Cara
pembayaran
dengan
menggunakan
L/C
memiliki
berbagai
keuntungan, tergantung pada jenis L/C yang dipergunakan. Misalnya, jenis irrevocable and confirmed L/C akan sangat menguntungkan eksportir dari segi keamanan, karena L/C seperti ini tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak selama jangka waktu berlakunya, kecuali ada persetujuan semua pihak. Jenis sight L/C dan red clause L/C juga sangat menguntungkan dan aman bagi eksportir karena eksportir bisa segera mendapat pembayaran. Sight L/C yaitu L/C yang jika semua persyaratan telah terpenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 hari kerja. Red Clause L/C yaitu pembayaran dilakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang dikapalkan. Bagi
importir
bentuk
documentary
L/C
mungkin
akan
lebih
menguntungkan. Dengan bentuk ini eksportir (penjual) telah melengkapi semua syarat dokumen. Pemilihan jenis L/C tergantung pada perjanjian dan kesepakatan yang diambil saat dilakukan korespondensi transaksi. Dengan demikian, kemampuan
Universitas Sumatera Utara
53
bernegosisasi dan bargaining power sangat menentukan jenis L/C yang digunakan. Pengertian Letter of Credit secara umum merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan importir yang merupakan nasabah dari bank tersebut, untuk menyediakan dana dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir). Pembukaan L/C oleh importir dilakukan melalui bank yang disebut opening bank atau issuing bank. Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai kembali kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal dengan baik. L/C digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Namun, L/C bukan merupakan garansi atau surat berharga yang dapat dipindahtangankan. 36 Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang utama sebagai berikut : a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual (penerima) berdasarkan kontrak penjualan. b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit berdasarkan permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak. c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima berdasarkan L/C sebagai kontrak. d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus berdasarkan kontrak keagenan. 36
Adrian Sutedi, Hukum Ekspor Impor, Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup), Jakarta, 2014, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
54
e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima berdasarkan kontrak pembayaran L/C. Sistem pembayaran dengan menggunakan L/C merupakan cara paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir, asalkan eksportir tersebut dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C. dengan penerbitan L/C ini sebuah bank bertindak sebagai pengganti importir yakni pihak yang memberikan kepercayaan dan kepastian kepada penjual bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank tersebut sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam L/C. 6. Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) Dalam kontrak-kontrak
bisnis yang berdimensi internasional selalu
melibatkan lebih dari satu sistem hukum. Dalam transaksi, umumnya para pihak menginginkan kontrak bisnis diatur menurut hukum negaranya sendiri. Untuk menghindari kesulitan dalam melakukan pemilihan hukum, dalam transaksi yang menggunakan L/C, International Chamber of Commerce (ICC) telah merumuskan UCP sebagai acuan yang sama bagi para pihak yang melakukan transaksi dengan L/C. UCP ini berasal dari kebiasaan dalam transaksitransaksi bisnis internasional yang berkembang dari waktu ke waktu. UCP telah mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir dilakukan pada tahun 2007 dengan dihasilkan UCP dengan terbitan nomor 600 atau yang biasa dikenal dengan UCP 600. UCP 600 inilah yang kini menjadi acuan dalam transaksi bisnis internasional yang menggunakan L/C sebagai cara pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
55
Sebagai sebuah kerangka acuang yang sama di semua negara dalam transaksi bisnis yang menggunakan L/C, UCP memiliki beberapa karakter hukum, sebagai berikut : a. UCP menganut prinsip separation Dengan prinsip ini berarti perjanjian tata cara pembayaran dengan L/C merupakan kontrak yang terpisah dengan sales contract atau kontrak lainnya, meskipun dalam kontrak tersebut berisi ketentuan tentang klausula penggunaan L/C. Bank yang terlibat dalam pembayaran transaksi yang menggunakan L/C tidak bisa dilibatkan dalam kontrak bisnis para pihak. Artinya jika terjadi wanprestasi (misalnya tentang pembayaran atau pengiriman barang) dalam kontrak bisnis para pihak, maka pihak bank tidak bisa ditarik sebagai satu pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. Bank hanya bertanggungjawab sepanjang mengenai dokumen-dokumen L/C sesuai dengan perjanjian kredit yang bersangkutan. b. UCP merupakan hukum yang mengatur UCP 500 merupakan hukum yang bersifat mengatur. Sifat mengatur ini didasarkan pada prinsip lex specialis derogat lex generalis yang dianut dalam Pasal 1 UCP 600. Dengan prinsip ini berarti UCP 600 hanya akan digunakan sebagai hukum yang mengatur hubungan para pihak sepanjang mereka secara tegas mencantumkan UCP 600 dalam kontrak sebagai hukum yang mengatur hubungan mereka. UCP 600 dapat dikesampingkan para pihak jika mereka mengatur mekanisme sendiri dalam hubungan hukum antara mereka. Sifat mengatur UCP ini akan berubah menjadi memaksa apabila para pihak secara tegas
Universitas Sumatera Utara
56
dalam klausula L/C memilih untuk menerapkan UCP 600. Dengan demikian jika terjadi perselisihan mengenai L/C sebagai cara pembayaran, maka terlebih dahulu dilihat dalam perjanjian L/C yang bersangkutan apakah diatur mekanisme sendiri atau ada klausula penujukan kepada UCP 600. 7. Commercial Bills of Exchange Cara ini yang paling umum dipakai. Commercial Bills of Exchange sering disebut Draft atatu Trade Bills, adalah surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang tertentu, pada waktu tertentu, pada masa yang akan datang. Surat perintah semacam ini sering disebut wesel. Apabila si pembeli menyetujui, dia membutuhkan tanda tangan pada Draft tersebut dan draft tersebut dapat diperjualbelikan (disebut Trade Draft).
Cara pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan luar negeri sesusai kesepakatan antara penjual dan pembeli : 1. Barter Sistem perdagangan dengan barter ini merupakan perdagangan timbal balik antara dua negara yang biasa disebut “counter purchase” atau “counter trade” dimana antara dua negara saling membeli dan menjual barang/komoditi tertentu. Di sini pembayaran harga barang yang diimpor dengan barang yang diekspor nilainya sama. Sistem barter ini merupakan bentuk paling sederhana dari counter trade yang merupakan pertukaran barang dengan barang secara langsung tanpa adanya pembayaran dalam bentuk uang. Sistem ini banyak ditempuh
Universitas Sumatera Utara
57
negara-negara
berkembang
karena
kesulitan
meningkatkan
volume
dan
mempromosikan barang ekspornya. Pertukaran barang ini biasanya didasarkan pada kepercayaan tanpa adanya jaminan pembayaran dari bank, baik dalam bentuk garansi maupun L/C. Barter biasanya dilakukan pada saat bersamaan dengan cara alat pengangkutan barang dari negara A kembalinya mengangkut barang yang menjadi pembayaran dari negara B. Dapat juga barang-barang yang dipertukarkan masih dalam proses produksi, dalam hal ini barang penukar yang diserahkan dengan menerima jaminan (Performance Bond) lebih dulu. 2. Barter Konsinyasi Hampir sama dengan barter di atas, kecuali nilai barang ekspor mungkin lebih tinggi dari barang impor sehingga selisih harga harus dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer. Seperti barter biasa, hanya saja apabila harga barang ekspor lebih tinggi dari barang impor, maka selisih harga harus dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer. 3. Counter Purchase Selain barter, dikenal sistem counter purchase yang dipopulerkan di Indonesia tahun 1982 dan dikaitkan dengan usaha pemerintah untuk menggalakan ekspor nonmigas. Counter purchase diikat oleh dua kontrak yakni kontrak jual beli yang secara teknis tergantung satu sama lain yakni dengan syarat untuk setuju saling membeli barang antara kedua belah pihak. Dengan demikian, bila suatu negara membeli suatu produk dari negara lain, maka negara lain tersebut berkewajiban untuk membeli produk dari negara yang menjual tersebut.
Universitas Sumatera Utara
58
4. Advance Payment kurang dari 100% Pembayaran di muka bukan langsung seluruh barang yang diekspor, melainkan 0,25 sampain 95% dari harga barang ekspor. Sisanya ditagih dengan collection. 5. Pembayaran secara tunai Pembayaran langsung tunai (cash) oleh pembeli kepada eksportir biasanya pembeli mempunyai perwakilan di tempat penjual. 37
37
Roselyn Hutabarat, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara