BAB II PERANAN KEPOLISIAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA A. Tugas dan Wewenang Kepolisian Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia yang diperoleh secara atributif melalui ketentuan UndangUndang (pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI).
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang ditentukan dalam Peaturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada
Universitas sumatera utara
Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. 27
Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun. Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri.
Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 dijelaskan bahwasannya adapun yang menjadi tugas pokok kepolisian adalah:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban umum; b. Menegakkan hukum; dan 27
http://pospolisi.wordpress.com/2012/10/20/hukum-kepolisian/ diakses tanggal 9 Oktober 2014
Universitas sumatera utara
c. Memberikan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat. 28
Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
28
http:///tugaspokokpolisi001.blogspot.com di akses tanggal 9 Oktober 2014
Universitas sumatera utara
Pidana (KUHP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan wewenangnya. h. Menyelenggarakan
identifikasi
kepolisian,
kedokteran
kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 29
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14, kepolisian Negara Republik Indonesia
secara umum
berwenang :
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. d. Mencari keterangan dan barang bukti;
29
Pasal 14 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
Universitas sumatera utara
e. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional; f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang terdapat mengganggu ketertiban umu; g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu; l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; m. Mengeluarkan
peraturan
kepolisian
dalam
lingkup
kewenangan
administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang – undangan lainnya berwenang :
a. Member ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; b. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; c. Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; d. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
Universitas sumatera utara
e. Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor; f. Memberikan petunjuk, mendidik, dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang tehnis kepolisian; g. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; h. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. 30
B. Kepolisian Sebagai Penyelidik dan Penyidik Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika
1. Fungsi Kepolisian Sebagai Penyelidik
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 ayat 5 KUHAP). Penyelidik dalam melakukan penyelidikan
wajib
menunjukkan
tanda
pengenalnya.
Penyelidik
yang
mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan. terhadap tindak yang dilakukan tersebut diatas, penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum (Pasal 30
Pasal 15 ayat (1), (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
Universitas sumatera utara
102 ayat (1),(2),(3) KUHAP). Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu penyelidik. Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan pelapor atau pengaduan tersebut (PAsal 103 ayat (1),(2),(3) KUHAP). Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia (Pasal 106 KUHAP). 31 Pasal 1 KUHAP, pada ayat 1 dan 4 menyatakan bahwa kedudukan Polri dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai penyelidik dan penyidik. Pada pasal 1 ayat 4 KUHAP dinyatakan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. yang dimaksud dengan penyelidikan dalam pasal ini adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa pidana yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Penyelidikan bukanlah fungsi tersendiri yang terpisah dari penyidikan, tetapi hanya merupakan salah satu cara atau metode dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan,
pemeriksaan
surat,
pemanggilan,
tindakan
pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara ke penuntut umum. 32 Latar belakang dibuatnya fungsi penyelidikan antara lain adanya suatu
31
Mohammad Taufik Makarao., Suhasril., (2002), Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia., hal. 24 32 Andi Hamzah (1993), Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Arikha Media Cipta, hal 141
Universitas sumatera utara
perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa, ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi.Tidak semua peristiwa yang terjadi dapat diduga adalah tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan dengan konsekuensi digunakannya upaya paksa, dengan berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan lebih dahulu bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar-benar merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan penyidikan. 33 Dalam hal penyelidikan, maka tugas Polri ditegaskan dalam pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Rumusan dari pasal ini memuat rincian tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana. Undang-undang No.8 Tahun 1981 (KUHAP) memberikan peran utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberika kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. 34
33
Djoko Prakoso (1987), Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Bina Aksara, hal 44 34 Momo Kelana (2002), Memahami undang-undang Kepolisian , Jakarta: PTIK Press, hal 81
Universitas sumatera utara
Pada bagian penjelasan dari undang-undang No 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwa ketentuan undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal penyelidikan dan penyidikan, sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyelidikan memegang peranan penting. Penyelidikan merupakan tindakan awal dari keseluruhan tindakan-tindakan dalam rangka proses penyelesaian perkara. Untuk menentukan suatu peristiwa adalah suatu tindak pidana atau bukan memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai. Meskipun dalam KUHAP dinyatakan bahwa setiap anggota kepolisian adalah penyelidik, namun penyelidikan ditangani oleh petugas-petugas kepolisian yang memenuhi syarat ditinjau dari pengalamannya. 35 Penyelidikan sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui kegiatan : a. Pengolahan TKP ; 1. Mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya. 2. Mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti;
35
Harun M.Husein,1991,Penyidikan dan Penuntun dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta., hal.58
Universitas sumatera utara
3. Memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi b. Pengamatan (observasi) 1. Melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan; dan 2. Mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya; c. Wawancara (interview) 1. Mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka; dan 2. Mendapat kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana; d. Pembuntalan (surveillance) 1. Mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana; 2. Mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan pelaku tindak pidana; dan 3. Mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil kejahatan; e. Pelacakan (tracking)
Universitas sumatera utara
1. Mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi; 2. Melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan Interpol, kementrian / lembaga/badan/komisi/instansi terkait; dan 3. Melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan; f. Penyamaran (undercover) 1. Menyusup kedalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi; 2. Menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana; dan 3. Khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi narkoba sampai tempat tertentu (controlled delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning execution); g. Penelitian dan analisis dokumen, yang dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu dengan cara : 1. Mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana; dan
Universitas sumatera utara
2. Meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya. 36 Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada tahap penyelidikan segala data dan fakta yang diperlukan bagi penyidikan tindak pidana tersebut harus dapat dikumpulkan. Sehingga dari hasil penyelidikan itu didapat kepastian tentang bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana, adalah benarbenar merupakan suatu tindak pidana dan terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan, karena segala data dan fakta yang dibutuhkan bagi penyidikan tindak pidana tersebut telah terkumpul. 37 Setelah berakhirnya tingkat penyelidikan, maka dilanjutkan dengan penyidikan. Sebelum suatu penyidikan dimulai dengan penggunaan upaya paksa, terlebih dahulu perlu ditentukan secara cermat data dan fakta yang diperoleh dari hasil penyelidikan. dengan sudah ditentukannya bahwa telah terjadi suatu peristiwa pidana, maka penyidikan adalah tindak lanjut dari penyelidikan. 2. Kepolisian Sebagai Penyidik Pengertian penyidikan menurut ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam Hal Penyidikan Pasal 1 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa "Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 36 37
Pasal 24 undang-undang Nomor 14 Tahun 2012 Ibid., hal.59
Universitas sumatera utara
Kepolisian Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negri. Dalam rangka pelaksanaan menjalankan peran dan fungsinya kepolisian, Wilayah Negara Republik Indonesia, dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mengenai penyidik lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 P.P Nomor 27 Tahun 1983, ditetapkan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagai berikut : a. Polisi Negara R.I yang berpangkat sekurang-kurangnya pembantu Letnan Dua Polisi b. Pejabat pegawai negri sipil tertentu dengan pangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu c. Apabila di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi. Karena jabatanya adalah penyidik; d. Penyidik Polisi Negara ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, wewenang penunjuk tersebut dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian lain; e. Penyidik pegawai negri sipil ditunjuk oleh Mentri Kehakiman dengan pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat penyidik pembantu. Sesuai dengan ketentuan
Universitas sumatera utara
pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 ditentukan bahwa penyidik pembantu adalah : 1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurangkurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi; 2. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) 3. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a dan b diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul komandan atau Pimpinan kesatuan masing-masing. 38 Selain polri yang dimaksud penyidik adalah pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (vide pasal 1 butir 1 jo. Pasal 6 ayat (1) KUHAP). Tidak semua pegawai negri sipil dapat menjadi penyidik dan tidak semua undang-undang ada klausul yang berkaitan dengan penyidikan. Beberapa undang-undang yang mengatur secara khusus tentang penyidikan oleh PPNS, antara lain: a. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan b. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian c. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan-ketentuan umum dan tata cara perpajakan d. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabean. Syarat kepangkatan PPNS diatur oleh peraturan pemerintah (PP),
38
H. Hamrat Hamid dan Harun M.Husein (1992), Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Jakarta: Sinar Grafika, hal 37
Universitas sumatera utara
peraturan pemerintah yang dimaksud adalah PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 2. Melalui PP Nomor 27 Tahun 1983 diatur perihal : 1) PPNS tersebut sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda tingkat I (II/b) atau yang disamakan. 2) PPNS diangkat oleh mentri kehakiman atas usul dari departemen yang membawahkan pegawai negri tersebut. tembusan usul disampaikan kepada jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI, guna kepentingan pembuatan rekomendasi. 3) Wewenang pengangkatan tersebut sudah dilimpahkan kepada sekretaris Jendral Departemen Kehakiman, berdasarkan surat keputusan Mentri Kehakiman Nomor M.06-06.UM.01.06 Tahun 1983 tentang pelimpahan wewenang pengangkatan penyidik Pegawai Negri Sipil. Pejabat Pegawai Negri Sipil mempunyai kewenangan sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya. Misalnya, PPNS di bidang perikanan sesuai dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1985, PPNS di bidang perpajakan sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan peraturan sebagainya yang mengaturnya. 39 Penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan, sehingga pengertian penyidikan erat kaitannya dengan penyelidikan. Pada saat penyidik akan memulai suatu penyidikan, sebagai penyidik dia telah dapat memastikan bahwa peristiwa yang akan di sidik itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana dan terdapat cukup data dan fakta guna melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut. 39
Bambang Waluyo (2004), Pidana dan Pemidanaan , Jakarta: Sinar Grafika., hal
52
Universitas sumatera utara
Sasaran penyidikan adalah pengumpulan bukti-bukti guna membuat terang suatu tindak pidana dan menentukan tersangka pelakunya. Dalam melakukan penyidikan terhadap suatu tindak pidana, ada beberapa Ketentuan yang dilakukan pada saat dilakukannya penyidikan yang terdapat dalam UndangUndang No 14 Tahun 2012 tentang menajement penyidikan. Adapun beberapa ketentuan yang dimaksud sebagai berikut : Dasar dilakukannya penyidikan : a. laporan polisi/pengaduan b. surat perintah tugas c. laporan hasil penyelidikan d. surat perintah penyidikan e. SPDP Pasal 5 Laporan polisi/pengaduan terdiri atas : a. Laporan polisi model A ; dan b. Laporan polisi model B. (1) Laporan polisi model A sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah laporan polisi yang di buat oleh anggota polri yang mengalami, mengetahui, menemukan langsung peristiwa yang terjadi; (2) Laporan polisi model B sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah laporan polisi yang di buat oleh anggota polri atas laporan/pengaduan yang diterima anggota kepolisian dari masyarakat yang membuat laporan. Surat perintah penyidikan sebagaimana dimaksud, sekurang-kurangnya memuat :
Universitas sumatera utara
a. Dasar penyidikan; b. Identitas petugas tim penyidik; c. Jenis perkara yang disidik; d. Waktu dimulainya penyidikan; dan e. Identitas penyidik selaku pejabat pemberi perintah. pasal 14 "(1) Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat perintah penyidikan. (2) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) atau Siaga Bareskrim Polri dibuat dalam Bentuk Laporan Polisi Model A atau Laporan Polisi Model B. (3) Setelah Laporan Polisi dibuat, penyidik/penyidik pembantu yang bertugas di SPKT Siaga Bareskrim Polri segera menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara pemeriksaan saksi pelapor. (4) Kepala SPKT atau Kepala Siaga Bareskrim Polri segera meneruskan laporan polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada : a. Karo bin ops Bareskrim Polri untuk laporan yang diterima di Mabes Polri; b. Direktur Reserse Kriminal Polda untuk laporan yang diterima di bagian SPKT Polda sesuai jenis perkara yang dilaporkan; c. Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT Polres; dan
Universitas sumatera utara
d. Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPKT Polsek . (5) Laporan Polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) dapat dilimpahkan ke kesatuan yang lebih rendah atau sebaliknya dapat ditarik ke kesatuan lebih tinggi." Sebelum melakukan penyidikan, penyidik wajib membuat rencana penyidikan. Rencana penyidikan sebagaimana dimaksud diajukan kepada atasan secara berjenjang sekurang-kurangnya memuat ; a. Jumlah dan identitas penyidik; b. Sasaran/target penyidikan; c. Kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap penyidikan; d. Karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik ; e. Waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara; f. Kebutuhan anggaran penyidikan; dan g. Kelengkapan administrasi penyidikan. Rencana penyidikan dimaksudkan untuk melaksanakan penyidikan agar professional, efektif, dan efisien. Didalam melakukan penyidikan Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria : a. Perkara Mudah; b. Perkara Sedang; c. Perkara Sulit; dan d. Perkara Sangat Sulit. Pada Pasal 18 UU No.14 Tahun 2012 Penanganan perkara sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (4), ditentukan sebagai berikut ;
Universitas sumatera utara
a. Tingkat Mabes Polri dan Polda menangani perkara sulit dan sangat sulit; b. Tingkat Polres menangani perkara mudah, sedang, dan sulit; dan c. Tingkat Polsek menangani perkara mudah dan sedang. 40 Dalam melakukan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Penyidik kepolisian memberikan pernyataan tertulis kepada BNN untuk mulai dilakukanya penyidikan. Didalam tindak pidana narkotika sebagaimana tercantum dalam undang-undang No 35 Tahun 2009 pasal 75 penyidik berwenang untuk: 1. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. 2. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 3. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi. 4. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka. 5. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 6. Memeriksa surat dan atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 7. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 8. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional. 40
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajement Penyidikan Tindak Pidana
Universitas sumatera utara
9. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup. 10. Melakukan teknik pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan. 11. Memusnakan narkotika dan prekursor narkotika. 12. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan tes bagian tubuh lainnya. 13. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka. 14. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman. 15. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat penghubung lainnya
yang diduga mempunyai
hubungan dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 16. Melakukan penyegelan terhadap narkotika dan prekursor narkotika. 17. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti narkotika dan prekursor narkotika. 18. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 41 Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Adapun kewenangan penyidik kepolisian diatur dalam UU Pokok Kepolisian No 2 Tahun 2002 pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah melakukan
41
Pasal 75 Undang-Undang
RI Nomor 35 Tahun 2009
Universitas sumatera utara
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. 42 Kewenangan yang dipunyai oleh Polri ini semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan keluarnya hasil dari penyelidikan yang menyatakan suatu peristiwa pidana dan harus diadakan penyidikan maka tindakan pertama yang diambil adalah pengumpulan bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan mencari dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. Penyidikan dapat dikatakan telah dimulai ketika penyidik telah menggunakan kewenangannya yang berkaitan langsung dengan hak asasi tersangka dalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan kewenangan penyidik untuk menahan tersangka.
43
Penyidikan terhadap suatu tindak pidana
adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk membuat jelas suatu tindak pidana dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. proses ini terdiri atas : a. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Yang dimaksud tindakan pertama yang dilakukan oleh penyidik di tempat kejadian perkara adalah untuk : 1. Menyelamatkan nyawa korban 2. Menangkap pelaku yang masih berada di sekitar lokasi tempat kejadian perkara 3. Menutup tempat kejadian untuk siapapun demi menjaga keadaan lokasi kejadian agar tetap seperti aslinya pada saat terjadinya tindak pidana. Hal 42 43
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Fungsi Tehnis Reserse Maret 2003 H.Hamrat dan Harun M.Husein., hal. 36
Universitas sumatera utara
ini sangat diperlukan untuk kepentingan penyidikan agar kejadian tersebut menjadi jelas dan dapat ditemukan kebenaran dari tindak pidana tersebut 4. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan, dan mengambil barang bukti yang dapat membantu penyidik untuk mendapatkan petunjuk tentang identitas pelaku, cara dan alat yang digunakan pelaku. Semuanya ini diperlukan untuk mengatasi kemungkinan pelaku memberikan alibi atau kebohongan yang dapat diungkapkan oleh pelaku pada saat pemerksaan dilakukan atas pelaku 5. Menemukan dan mencari saksi yang dapat membantu penyidikan untuk membenatu memecahkan persoalan yang dihadapi penyidik dalam membuat terang peristiwa tersebut. 44 Tindakan pertama ditempat kejadian perkara sangatlah perlu karena dari tempat kejadian dapat ditemukan banyak petunjuk yang dapat membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. hal ini dapat dipastikan karena sesempurna apapun dan seprofesional apapun pelaku tersebut dia pasti akan meninggalkan bekas atau tanda yang dapat mengarah kepadanya. Tempat kejadian perkara adalah tempat dimana data dan fakta dapat ditemukan. Tempat kejadian perkara merupakan awal dari usaha untuk mengungkap suatu tindak pidana. Seorang perwira reserse yang dianggap mampu biasanya memimpin tindakan pertama ditempat kejadian. 45 Bahkan karena pentingnya tempat kejadian perkara tidak jarang penyidik meminta bantuan dari luar kepolisian seperti dokter maupun tenaga medis. Karena pentingnya suatu tempat kejadian perkara, maka diusahakan agar 44 45
Harun M.Husein ibid., hal 104 Ibid hal 104
Universitas sumatera utara
penanganan dilakukan oleh penyidik yang sangat mengerti arti pentingnya tempat kejadian perkara. Sidik jari merupakan bukti penting yang dapat menunjukkan pelaku. Ini dikarenakan tidak ada manusia yang mempunyai sidik jari yang identik sama. Dan pada umumnya para pelaku ditangkap karena sidik jari mereka yang didapati di tempat kejadian. b. Penangkapan Penangkapan adalah wewenang dari penyidik untuk kepentingan penyidikan. Penangkapan diperlukan agar pelaku tindak pidana tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti yang dapat memberatkan dirinya. Walaupun penangkapan adalah wewenang dari penyidik, bukan berarti penyidik dapat menangkap seseorang sesuka hati. Pasal 17 KUHAP menetapkan syarat untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut adalah adanya barang bukti permulaan yang cukup dan atas dasar bukti permulaan yang cukup itulah seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana dapat ditangkap. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam hal penangkapan. Tersangka dapat langsung ditangkap tanpa ada surat perintah penangkapan ketika si tersangka tertangkap dalam keadaan tertangkap tangan. Dan ketika si tersangka sampai di penyidik maka penyidik mengel uarkan surat perintah penangkapan dan disampaikan tembusan kepada keluarga tersangka. c. Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk perampsan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi penahanan adalah suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Untuk mengungkapkan suatu tindak pidana dan dalam hal ini penyidik haruslah benar-benar berhati-hati untuk
Universitas sumatera utara
menahan seseorang.Oleh karena itu, penahanan seharusnya dilakukan jika perlu sekali. Kekeliruan dalam penahanan dapt mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan. Dalam KUHAP diatur tentang ganti rugi dalam pasal 95 disamping dapt dilakukannya praperadilan. 46 Penahanan bukan saja menjadi kewenangan penyidik. Hal ini ditetapkan dalam Pasal 1 ayat 21 KUHAP yang menyatakan, penahanan adalahpenempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan pasal tersebut, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Adapun tujuan dilakukannya penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP yaitu: a. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk menyelesaikan penyidikan sampai tuntas dan sempurna. Ketika penyidikan selesai maka penahan tidak lagi diperlukan. b. Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujuan untuk kepentingan penuntutan. c. Penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan
46
M.Yahya Harahap (2003), Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, hal 164
Universitas sumatera utara
penahanan dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan dilakukan sesuai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Untuk menghindari salah tangkap atau salah penahanan, maka dalam surat perintah penahanan harus berisi hal-hal sebagai berikut : 1. identitas tersangka/terdakwa, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal 2.menyebut alas an penahanan, umpamanya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan sidang pengadilan 3. uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan. Maksudnya agar yang bersangkutan tahu mempersiapkan diri melakukan pembelaan dan juga untuk kepastian hukum 4. menyebutkan dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk memberi kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya. 47 Dalam KUHAP ditentukan bahwa ada 3 macam pejabat atau instansi yang berwenang melakukan penahanan. Yaitu penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum dan hakim yang menurut tingkatan pemeriksaan terdiri atas hakim pengadilan negri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung ( Pasal 20 sampai Pasal 31 KUHAP). Rincian penahanan dalam hukum acara pidana Indonesia berdasarkan Pasal 24-29 sebagai berikut 48 : 1) penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik :
20 hari
2) perpanjangan oleh penuntut umum
40 hari
3) penahanan oleh penuntut umum:
:
20 hari
47
Ibid., hal. 168 Andi Hamzah (1996), Hukum Acara Pidana Indonesia.,Jakarta: CV. Saptha Artha Jaya, hal. 137 48
Universitas sumatera utara
4) perpanjangan oleh ketua pengadilan negri:
30 hari
5) penahanan oleh hakim pengadilan negri:
30 hari
6) perpanjangan oleh hakim pengadilan negri:
60 hari
7) penahanan oleh hakim pengadilan tinggi:
30 hari
8) perpanjangan oleh ketua pengadilan negri:
60 hari
9) penahanan oleh Mahkamah Agung:
50 hari
10) perpanjangan oleh ketua Mahkamah Agung :
60 hari
Jadi, seseorang tersangka atau terdakwa dari pertama kali ditahan dalam rangka penyidikan sampai pada tingkat kasasi dapat ditahan paling lama 400 hari. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses peradilan tersangka atau terdakwa mendapat kepastian hukum. Penahanan yang dilakukan hanya didalam rumah tahanan atau penjara pada saat masih berlakunya HIR. Namun dalam KUHAP diperkenalkan dengan resmi macam-macam jenis penahanan. Dalam Pasal 22 KUHAP dinyatakan adanya jenis penahanan lain di luar penahanan pada rumah tahanan negara, yaitu penahanan rumah dan penahanan kota. Pada pasal 22 ayat (2) penahanan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 22 ayat (3) menjelaskan bahwa penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka, dengan kewajiban tersangka atau terdakwa melaporkan diri pada waktu yang ditentukan. Penyidik mempunyai alternative dalam memberlakukan penahanan apabila di kemudian hari tersangka atau terdakwa mengalami keadaan yang membuat dia
Universitas sumatera utara
tidak dapat ditahan di dalam rumah tahanan negara. Seperti apabila tersangka atau terdakwa mengalami sakit yang memaksa tersangka harus dirawat dirumah sakit. Apabila
seseorang
yang ditahan
dirumah
pindah
kerumah
sakit
atas
permintaannya karena sakit, maka ia dipandang sebagai tahanan rumah. Namun dalam praktek jarang dilakukan penahanan kota atau rumah. 49 Perlu diperhatikan di dalam KUHAP adanya ketentuan pengecualian tentang penahanan yang diatur dalam Pasal 29 KUHAP yang mengatakan bahwa jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan alas an yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena : a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau b. perkara yang sedang diperiksa diancam pidana penjara Sembilan tahun atau lebih. Dalam pasal 29 ayat (2) KUHAP ditentukan lamanya perpanjangan yaitu tiga puluh hari yang dapat diperpanjang lagi tiga puluh hari. Jadi, jumlahnya enam puluh hari. Perpanjangan tersebut berlaku pada kelima tingkat yaitu : penyidikan (Pasal 24), penuntutan (Pasal 25), pemeriksaan pengadilan negri (Pasal 26), pemeriksaan banding (Pasal 27), pemeriksaan kasasi (Pasal 28). Dengan demikian bagi delik yang diancam pidana penjara Sembilan tahun atau lebih dapat ditahan cukup lama juga.
49
Ibid ., hal. 140
Universitas sumatera utara
Delik-delik semacam itu banyak pula, seperti kejahatan terhadap keamanan negara. Pembunuhan, delik ekonomi yang "dapat mengacaukan perekonomian dalam masyarakat ", delik korupsi, delik subversi, delik narkotika, delik rahasia atom, dan lain-lain. Pejabat yang berwenang memperpanjang penahanan sesuai dengan Pasal 29 ayat (3) berbeda dengan yang berwenang memperpanjang yang biasa. Dalam ayat itu ditentukan bahwa : a. pada tingkat penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negri. b. Pada tingkat pemeriksaan di pengadilan negri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi. c. Pada tingkat pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung . d. Pada tingkat kasasi di berikan oleh ketua Mahkamah Agung. 50 d. Penggeledahan Ditinjau dari segi hukum dan undang-undang sebagaimana yang dijelaskan Pasal 1 angka 17 KUHAP, penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Ditinjau dari segi hukum, penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan di rumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya untuk melakukan pemeriksaan, tetapi bisa juga sekaligus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan. Dilihat dari segi hak asasi manusia
50
Andi Hamzah., Op.Cit., hal. 138
Universitas sumatera utara
tindakan penyidik ini sudah melanggar hak asasi asasi tersebut dilanggar demi penegakan hukum dan menjaga ketertiban masyarakat. 51 Kewenangan untuk melakukan penggeledahan hanya diberikan kepada penyidik, baik itu polisi atau penyidik pegawai negri sipil. Penuntut umum atau hakim tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan. Hal ini diperjelas pada pasal 23 KUHAP yang menyatakan “untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukann dalam undang-undang ini.”
52
Menggeledah atau memasuki rumah atau tempat kediaman
orang dalam rangka menyelidik suatu delik menurut hukum acara pidana, harus dibatasi dan diatur secara cermat. Menggeledah rumah atau tempat kediaman merupakan suatu usaha mencari kebenaran, untuk mengetahui baik salah maupun tidak salahnya seorang. 53 Penyidik harus betul-betul cermat dan mengikuti ketentuan-ketentuan tentang cara melakukan penggeledahan itu, agar terhindar dari pelanggaran ketentuan KUHAP, ditentukan bahwa hanya penyidik atau anggota kepolisian yang diperintahkan olehnya yang boleh melakukan penggeledahan atau memasuki rumah orang (Pasal 33 ayat 1).Itu pun dibatasi dengan ketentuan bahwa penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan atas izin ketua pengadilan negri (Pasal 33 ayat (1) KUHAP). Ketentuan tentang keharusan adanya izin ketua pengadilan negri tersebut masih mengikuti ketentuan 77 HIR. Sebenarnya izin ketua pengadilan negri untuk
51
M.Yahya Harahap., Op.Cit., hal. 249 52 Ibid., hal. 250 53 Bonn, E. Sosrodanukusumo,t.t.,Tuntutan Pidana, Djakarta: Penerbit "siliwangi",hal 144
Universitas sumatera utara
melakukan penggeledahan merupakan semacam campur "tangan hakim" dalam penyidikan. 54Diharuskan adanya izin dalam hal melakukan penggeledahan, menurut penjelasan Pasal 33 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa keharusan adanya izin ketua pengadilan negri maksudnya untuk menjamin adanya hak asasi manusia (ketentraman orang atas tempat kediamannya). Ketentuan lain dalam KUHAP adalah bahwa jika yang melakukan penggeledahan itu bukan penyidik sendiri, maka petugas kepolisian yang diperintahkan melakukan penggeledahan itu harus dapat menunjukkan selain surat izin ketua pengadilan negri juga surat perintah tertulis dari penyidik (penjelasan Pasal 33 ayat (2) KUHAP). 55 Kemudian, Pasal 34 ayat (1) KUHAP itu selain mengatur kekecualian adanya izin ketua pengadilan negri, juga memperluas pengertian "rumah" yang tersebut pada Pasal 33 KUHAP, mengikuti Pasal 78 HIR yang juga demikian, sehingga meliputi: a. Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang berada di atasnya. b. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada. c. Ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya. d. Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya. Disamping batasan yang ditentukan untuk melakukan penggeledahan, di tambahkan pula pasal 35 bahwa kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki : a. Ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 54
A.Minkenhof, (1967),De Nederlandse Strafvordering, Haarlem:H.D., Tjeenk Willink & Zoon., hal.109 55 E.Bonn., Sosrodanukusumo., ibid., hal.146
Universitas sumatera utara
b. Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan. c. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan. Demikianlah
pembatasan-pembatasan
yang
ditentukan
agar
penggeledahan itu dilakukan dalam hal perlu guna mencari kebenaran. Di samping penggeledahan rumah atau tempat kediaman, ditentukan juga bahwa penyidik berwenang menggeledah badan atau pakaian tersangka pada waktu tersangka ditangkap atau dibawa kepada penyidik. e. Penyitaan Pengertian penyitaan diatur dalam Pasal 1 butir 16 yaitu: "Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan". Penyitaan yang dilakukan guna kepentingan acara pidana dapat dilakukan dengan cara-cara yang telah di tentukan oleh undang-undang. Dalam pelaksanaannya diadakan pembatasan-pembatasan antara lain keharusan adanya izin ketua pengadilan negri setempat (Pasal 38 ayat (1) KUHAP). Namun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negri setempat guna mendapatkan persetujuannya. Dalam Pasal 39 ayat (1) butir a KUHAP tercantum benda yang dapat disita, ialah " benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
Universitas sumatera utara
sebahagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana". Benda-benda yang dapat disita tersebut ialah: 56 I. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan delik atau untuk mempersiapkannya (Pasal 39 ayat (1) butir b KUHAP). II. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidik tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) butir c KUHAP). III. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) butir d KUHAP). IV. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat (1) butir d KUHAP). Menurut Pasal 44 ayat (1) KUHAP ditentukan bahwa benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan banda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara republik Indonesia, di kantor kejaksaan negri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita. Dalam melakukan penyitaan terhadap narkotika dan prekursor narkotika wajib melakukan penyegelan dan memuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat: 1. Nama, jenis, sifat, dan jumlah; 2. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
56
Andi Hamzah., Loc. Cit., hal.147-153
Universitas sumatera utara
3. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika dan prekursor narkotika; dan 4. Tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan. Penyerahan barang sitaan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis. Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Polri, BNN, PNS, menyisihkan sebagian kecil barang sitaan untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3x24 jam sejak dilakukan penyitaan. Selain untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, status barang sitaan untuk pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian kecil narkotika yang di sita tersebut dapat dikirim ke negara lain, yang disuga sebagai asal narkotika tersebut. Untuk barang sitaan yang akan di musnakan, penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1x24 jam sejak pemusnahan itu dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik polri atau penyidik BNNsetempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negri setempat, Ketua Pengadilan Negri setempat, Ketua Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman narkotika dilakukan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang- kurangnya memuat: 1. Nama, jenis, sifat, dan jumlah;
Universitas sumatera utara
2. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun di tentukan dan dilakukanpemusnahan; 3. Keterangan
mengenai
pemilik
atau
yang
menguasai
tanaman
narkotika;dan 4. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan. 57 Berakhirnya suatu penyitaan menurut hukum acara pidana adalah: 1. Penyitaan dapat berakhir sebelum ada keputusan hakim ( pasal 46 ayat 1 KUHAP) : a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi. b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti. c. perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu delik atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu delik. 2. penyitaan berakhir setelah ada putusan hakim (Pasal 46 ayat (2) KUHAP), maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali kalau benda tersebut menurut keputusan hakim dirampas untuk negara, untuk dimusnakan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlakukan sebagai barang bukti untuk perkara lainnya. 58 f. Pemeriksaan Surat 57
H.Siswanto (2012), Politik Hukum dalam Undang-undang Narkotika UU No 35 Tahun 2009, Jakarta: Rineka Cipta, Op.cit.,hal 304-306 58 Mahmud Mulyadi (2009), Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan: USU Press, hal.27
Universitas sumatera utara
Penyitaan surat dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau penganggkutan, sepasang paket, surat atau benda tersebut diperuntukan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerima. Pada pasal 47 KUHAP disebutkan, penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau penganggkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negri. Untuk kepentingan tersebut penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan, atau perusahaan telekomunikasi atau penganggkutan lain untuk menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa, surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau penganggkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah
Universitas sumatera utara
dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tandatangan beserta identitas penyidik. Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses pradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan. Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 dan pasal 75. Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau penganggkutan yang bersangkutan. Dalam hal sesuatu tindak pidana sedemikian rupa sifatnya, sehingga ada dugaan kuat dapat diperoleh keterangan dari berbagai surat, buku atau kitab, daftar, dan sebagainya, penyidik segera pergi ketempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa surat, buku atau kitab, daftar, dan sebagainya, serta jika perlu menyitanya.Penyitaan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 129 undang-undang ini ( Pasal 131 ayat 1 & 2 KUHAP). 59
59
Mohammad Taufik Makarao., Suhasril., (2002), Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia., hal. 62
Universitas sumatera utara