Imam Widhiono
BAB II
PENYERBUKAN TUMBUHAN OLEH SERANGGA
2.1. Latar Belakang
P
enyerbukan adalah proses perpindahan tepungsari (pollen) dari anther ke pistil atau stigma, yang merupakan proses perkawinan (fertilisasi) untuk menghasilkan biji sebagai alat perkembangbiakan tumbuhan. Pembentukan biji selalu melalui proses pembentukan buah yang dimanfaatkan oleh manusia maupun hewan, sehingga proses penyerbukan merupakan proses yang sangat penting bukan hanya bagi tumbuhan itu sendiri, tetapi juga bagi makhluk hidup lainnya. Karena tumbuhan tidak dapat bergerak melakukan perkawinan untuk melaksanakan reproduksi seksual maka tumbuhan membutuhkan sarana bantuan dari luar untuk membantu proses pemindahan tepungsari dari organ kelamin jantan ke stigma sebagai organ kelamin betina. 2.2.
Proses Penyerbukan Tanaman
Berdasarkan asal tepungsari, tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Penyerbukan sendiri, adalah proses perpindahan tepungsari dari anther ke stigma pada bunga yang sama. Secara genetis, penyerbukan sendiri yang berlangsung terus menerus akan menghasilkan keturunan yang lemah atau biasa disebut inbreeding depression. Penyerbukan silang adalah proses penyerbukan yang tepungsarinya berasal dari bunga lain yang secara genetis berbeda sehingga keturunan yang dihasilkan memiliki keragaman genetik yang luas.Individu yang memiliki keragaman genetik yang luas akan memiliki sifat yang tahan dan kuat serta mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baru. Sehingga di alam lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 7
Imam Widhiono Berbagai tumbuhan mengembangkan mekanisme untuk menghindari terjadinya penyerbukan sendiri, mekanisme tersebut meliputi Dichogamy, Herkogamy, Self-sterility, dan Dieliny. 1) Dichogamy adalah spesies tumbuhan yang anther dan stigma matang sexual dalam waktu yang berbeda sehingga waktu matang sexual antara anther dan stigma tidak berkesesuaian sehingga keberhasilan penyerbukan harus mendapatkan tepungsari dari anther bunga lain, baik dari satu tanaman atau tanaman lain. 2) Herkogamy adalah spesies tumbuhan yang melakukan adaptasi struktural untuk menghindarkan terjadinya kontak antara tepungsari dengan stigma dari bunga yang sama atau penyerbukan sendiri. Pada bunga tipe ini, letak anther dan stigma berada pada posisi yang tidak memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. 3) Self-sterility adalah tipe tumbuhan yang apabila terjadi penyerbukan sendiri maka tidak akan terjadi fertilisasi atau menghasilkan biji.Tepungsari yang mampu mencapai stigma akan mengalami penghambatan perkembangannya. Sehingga untuk menghasilkan buah, tumbuhan ini harus mendapatkan tepung sari dari bunga lain. 4) Dieliny adalah tumbuhan yang mempunyai bunga bersifat uniseksual bunga jantan dan bunga betina terpisah. Apabila bunga jantan dan bunga betina berada pada satu tumbuhan disebut sebagai monoceius, sedangkan apabila berada pada tumbuhan berbeda disebut dioceius. Sarana atau agensia dari luar yang membantu proses penyerbukan tumbuhan terdiri atas faktor fisik ( angin dan air) dan faktor hayati (serangga, burung, kelelawar). Dalam buku ini hanya dibahas penyerbukan silang tumbuhan yang dibantu oleh serangga atau disebut Entomophily (Thompson, 2001)
8 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 2.3. Penyerbukan Oleh Serangga Proses koevolusi antara tumbuhan berbunga dengan penyerbuk telah berlangsung jutaan tahun yang lalu. Menurut teori Spengel, bahwa setiap pengkhususan dari anatomy dan fisiologi tumbuhan selalu berhubungan dengan kekhususan struktur dan tingkah laku serangga yang mengunjungi bunga untuk melakukan penyerbukan. Dengan demikian dari 250.000 spesies tumbuhan berbunga (Angiospermae), 70% diantaranya melakukan penyerbukan dengan bantuan serangga dan 30% diantaranya adalah penghasil bahan makanan bagi manusia. Serangga penyerbuk memfasilitasi tumbuhan untuk melakukan penyerbukan silang dengan tumbuhan lain dalam satu spesies serangga juga mampu menyebarkan biji pada jarak yang jauh sehingga dapat menghindarkan pemakanan biji serta menurangi resiko serangan penyakit endemik terhadap tumbuhan. Serangga juga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas buah pada tumbuhan (Thompson, 2001) Kebanyakan spesies tumbuhan diserbuki oleh berbagai spesies serangga. Hubungan antara type serangga dengan variasi ciri-ciri bunga kemungkinan merupakan gambaran potensi yang sangat penting yang menjelaskan bagaimana serangga dapat memilih suatu bunga.. Hubungan ini menjadi sangat penting karena kebanyakan serangga penyerbuk mempunyai variasi kelimpahan antar waktu dan tempat sehingga mempengaruhi efektivitas penyerbukannya. Variasi tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tumbuhan diduga berhubungan dengan berbagai modifikasi tampilan bunga (warna, bentuk, kandungan nektar) dan waktu pembungaan. 2.4.
Modifikasi Tampilan Bunga Dan Serangga Penyerbuk
Variasi tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tumbuhan diduga berhubungan dengan berbagai modifikasi tampilan bunga (warna, bentuk, kandungan nektar) dan waktu pembungaan.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 9
Imam Widhiono 2.4.1. Warna bunga Warna bunga merupakan faktor yang sangat penting yang membatasi serangga penyerbuk khusus untuk mengunjungi suatu jenis bunga serta memengaruhi tingkah laku serangga penyerbuk secara umum. Serangga penyerbuk bertanggung jawab terhadap polimorpisme dalam populasi tumbuhan. Kupu-kupu dan lalat cenderung menyukai bunga berwarna kuning, bombus menyukai bunga berwarna putih. Perubahan warna bunga yang disebabkan oleh umur juga memengaruhi tingkah laku pencarian pakan serangga penyerbuk. Hasil penelitian Widhiono dan Sudiana (2015a) tentang hubungan keragaman serangga penyerbuk dengan warna bunga di lahan pertanian lereng utara Gunung Slamet ternyata menunjukkan serangga penyerbuk, terutama spesies generalis tidak memilih warna bunga. Serangga-serangga tersebut sebagian besar dari jenis lebah liar (Apiformes : Hymenoptera) dari familiaApidae, Bombidae, Meghacilidae, 2.4.2. Bau bunga Bau bunga juga merupakan faktor yang penting sebagai penarik serangga penyerbuk, karena serangga penyerbuk sangat tertarik pada bau bunga. Bunga yang mekar pada malam hari mempunyai bau bunga yang menyengat yang digunakan untuk menarik serangga dari jarak jauh, sedangkan bunga yang mekar pada siang hari cenderung tidak mempunyai bau yang menyengat. Bunga yang mempunyai bau yang menyengat biasanya berkaitan dengan kandungan nektar yang ada (Wright dan Schiestl,2009). 2.4.3. Waktu pembungaan Kesesuaian waktu pembungaan bunga-bunga yang berukuran kecil pada lahan yang luas berperan dalam meningkatkan pengeumpulan energi dan penghematan waktu dan energi yang dibutuhkan oleh serangga penyerbuk dalam pencarian pakan. Waktu pembungaan yang sesuai pada musim bunga akan meningkatkan penyerbukan silang karena menarik serangga penyerbuk dan meningkatkan keberhasilan penyerbukan. Pembungaan vertikal sangat
10 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono menguntungkan bagi serangga penyerbuk dari kelompok lebah karena jumlah nektar cenderung berkurang, tetapi konsentrasi gula pada nektar meningkat pada bunga yang letaknya lebih tinggi. Lebah biasanya mencari nektar dimulai dari bunga dengan posisi dibawah dan secara bertahap naik ke bunga yang lebih tinggi letaknya (Scaven dan Laverty, 2013). 2.4.4. Kunjungan Serangga Pada Bunga Secara Konstan (Flower Constancy) Flower constancy adalah tingkah laku satu serangga penyerbuk yang membatasi kunjungan hanya pada satu jenis bunga dalam aktivitas pencarian pakannya meskipun bunga tanaman lain banyak melimpah (Kidoro dan Hidashi, 2010). Flower constancy merupakan tingkah laku yang sangat penting karena akan meningkatkan efektivitas penyerbukan bagi tumbuhan dan menghemat waktu pencarian dan energi pakan bagi serangga penyerbuk sehingga mampu menjamin keberlanjutan kehidupan koloninya. Kemampuan ini diduga berhubungan dengan pengenalan bunga, penglihatan, penciuman, dan juga daya ingat dari serangga. Flower constancy terutama dimiliki oleh serangga penyerbuk dari kelompok lebah baik lebah eusosial maupun lebah solitair (Gegear dan Laverty, 2001). 2.4.5. Kandungan Nektar Nektar adalah cairan gula sebagai sumber pakan dan energi bagi serangga penyerbuk. Kandungan nektar terdiri atas gula kompleks, asam amino, protein, lemak, antioxidan, vitamin, alkaloid, asam organik dan mineral. Jumlah nektar yang sedikit pada bunga dibandingkan dengan kebutuhan, menyebabkan serangga penyerbuk mengunjungi banyak bunga. Kondisi tersebut menyebabkan lebih banyak terjadi penyerbukan silang pada tumbuhan. Jumlah nektar yang terdapat pada bunga bervariasi antara 10 µg perbunga sampai 163 µg.Serangga penyerbuk sendiri membutuhkan nektar dengan kandungan gula bervariasi antara 15%-75%. Nilai kandungan gizi nektar berbeda bergantungpada serangga yang mengunjunginya.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 11
Imam Widhiono 2.4.6. Kandungan Tepungsari Tepungsari merupakan sumber pakan utama pada berbagai serangga terutama lebah, lalat, thrips, kumbang, dan kupu-kupu. Tepungsari mempunyai kandungan nutrisi yang sangat tinggi terdiri atas asam amino esensial dan non esensial. Kandungan minyak pada bagian luar tepungsari berperan dalam mengakaitkan satu tepungsari dengan lainnya serta untuk menempel pada bagian tubuh serangga penyerbuk. Kandungan tepungsari meliputi protein 1630%, 1-7% tepung, 0-15% gula, dan 3-15% lemak yang sangat dibutuhkan oleh lebah penyerbuk (Ghazoul, 2006). 2.5.
Efektivitas Penyerbukan
Efektivitas penyerbukan adalah frekwensi kunjungan suatu serangga pada sebuah bunga, dan jumlah biji yang dihasilkan oleh kujungan seranggatersebut, merupakan hal sangat penting dalam proses penyerbukan tumbuhan. Menurut Menzel dan Schmida, (1993) efektivitas penyerbukan sangat bergantung pada kelengkapan dan karakteristik serangga penyerbuk yang meliputi : penglihatan, penciuman , tingkah laku pencarian pakan, 2.5.1.
Penglihatan
Secara umum serangga mampu melihat warna dari ultra violet (300 nm) sampai warna kuning oranye (650 nm). Lebah penyerbuk mempunyai mata majemuk yang berbentuk bulat dengan 6300 “facets” dan sangat sensitive terhadap warna biru, kuning dan biru kehijauan , ultraviolet dan polarisasi cahaya. 2.5.2.
Penciuman
Lebah madu mempunyai kemampuan penciuman yang diperkirakan 40 kali lebih tajam dibanding manusia, dan berperan sangat penting dalam menemukan sumber sumber pakan dan sebagai alat komunikasi dalam sarang.
12 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 2.5.3.
Tingkah Laku Pencarian Pakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku pencarian pakan dan cara menentukan sumber pakan meliputi cuaca, jarak sumber pakan, kemampuan terbang serangga dan mutu serta jumlah pakan yang tersedia. Serangga penyerbuk mempunyai keragaman kisaran luas pencarian pakan antara 3-12 km dan tingkat aktivitas pencarian pakan sangat bergantung pada ketersediaan bunga. 2.6.
Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Penyerbukan
Menurut (Kasper et al., 2008), faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kunjungan serangga penyerbuk pada bunga, meliputi: ketinggian tempat, suhu, cahaya matahari, dan angin 2.6.1. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat mempengaruhi proses penyerbukan dan tingkah laku pencarian pakan serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk banyak ditemukan menyerbuk bunga pada ketinggian tempat yang rendah sampai sedang, dan memulai aktivitas mencari pakan lebih awal sejalan dengan kenaikan ketinggian tempat. 2.6.2. Suhu Udara Suhu udara sangat berpengaruh terhadap serangga penyerbuk, karena jumlah energi yang dibutuhkan sangat bergantung pada suhu lingkungan.Apabila suhu lingkungan turun maka energi yang didapatkan berkurang sehingga serangga meningkatkan jumlah bunga yang dikunjungi dan bunga harus menyiapkan jumlah energi yang dibutuhkan serangga. Aktivitas pencarian pakan pada serangga penyerbuk malam hari menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur. Lebah madu Apis cerana mampu melakukan pencarian pakan pada suhu udara rendah dibanding Apis mellifera, aktivitas pencarian pakan oleh lebah dapat dimulai pada suhu 8o C dan mencapai puncak pada suhu udara antara 16-32o C.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 13
Imam Widhiono 2.6.3. Cahaya Matahari Aktivitas serangga penyerbuk sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari, baik yang mempunyai aktivitas siang hari, senja hari maupun malam hari. Lebah madu memulai aktivitas pencarian pakan apabila intensitas cahaya matahari mencapai 500 lux atau dibawahnya dan akan berhenti beraktivitas ketika cahaya matahari hanya mencapai 10 lux.Namun demikian, pada pagi hari lebah madu memulai aktivitas pencarian pakan pada intensitas cahaya matahari dibawah 10 lux. 2.6.4. Angin Angin memengaruhi aktivitas pencarian pakan serangga penyerbuk.Kecepatan angin antara 24-34 km/jam berdampak buruk terhadap aktivitas lebah madu dalam pencarian pakan.
14 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
BAB III
JENIS SERANGGA PENYERBUK
3.1. Latar Belakang
P
ada bab ini akan dibahas serangga penyerbuk yang sangat umum ditemukan pada lahan pertanian dan berdasar pada berbagai hasil penelitian sangat berperan dalam bidang pertanian,terutama pada produksi sayuran dan buah-buahan. Secara umum serangga yang sangat berperan dalam penterbukan tanaman pertanian terdiri atas ordo Hymenoptera (bangsa lebah dan tawon), ordo Coleoptera (bangsa kumbang) , ordo Diptera ( bangsa lalat), dan ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu). Meskipun bangsa kupu-kupu (Ordo Lepidoptera) banyak ditemukan tetapi tidak akan dibahas karena perananya dalam penyerbukan tanaman pertanian relativ kecil. Hasil penelitian yang dilakukan pada kawasan lereng Gunung Slamet disajikan pada tabel 3.1.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 15
Imam Widhiono
Strawberry
Total
0 0
0 14
0 0
0 0
0 0
0 0
68 14
6,15 1,27
Coleoptera
Chrysonelidae
Crysolina polita
0
0
11
23
8
0
0
0
42
3,80
Hymenoptera
Apidae
Amegilla cingulata Amegilla zonata Ceratina sp. Nomia sp. Apis cerana Philanthus politus Trigona Apis dorsata Megachile relativa Lasioglossum malachurum Lasioglossum leucozonium Xylocopa latipes Hylaeus modestus Ropalidia fasciata Ropalidia romandi Polites fuscata Delta companiforne
10 0 0 4 14 4 0
6 0 0 0 0 0 30
2 1 4 0 41 7 1
2 15 4 0 33 0 44
2 15 4 0 43 0 56
2 0 0 0 60 5 0
2 0 4 0 36 0 37
2 15 4 0 57 0 100
28 46 20 4 284 16 268
2,53 4,16 0,36 0,36 25,68 1,45 24,23
0 20 6 0 3 4 2 0 0
0 10 9 5 2 4 0 4 2
12 0 0 0 0 4 0 7 2
16 0 0 7 0 2 0 6 8
0 0 0 10 0 43 0 14 5
11 0 0 29 0 4 0 9 9
6 0 0 14 0 4 0 9 1
0 0 0 0 0 4 0 9 0
45 30 15 65 5 69 2 58 27
4,07 2,71 1,36 5,88 0,45 6,24 0,18 5,24 2,44
Megachilidae Halictidae Anthophoridae Collectidae Vespidae
Sumber : Widhiono & Sudiana (2015a)
16 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Kedelai
30 0
Waluh
38 0
Buncis
Kc.
Chrysosoma leupogon Spaherophora scripta
Spesies
Panjang
Dolichopodida
Familia
Tomat
Diptera
Ordo
Cabe
Menti mun
Jumlah Individu
Kelimpah an Relatif Spesies
Tabel 3.1. Spesies Serangga Penyerbuk yang ditemukan pada Tanaman Pertanian di Lereng Gunung Slamet.
Imam Widhiono 3.2. Ordo Hymenoptera Ordo Hymenoptera atau bangsa tawon dan lebah merupakan serangga penyerbuk utama pada tanaman pertanian. Kehadirannya pada lahan pertanian sangat dibutuhkan dan telah banyak dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai serangga penyerbuk pada berbagai negara. Beberapa familia dari ordo ini yang penting adalah familiaApidae, Halictidae, Vespidae dan Megachilidae. 3.2.1. Familia Apidae Familia Apiade terdiri atas beberapa sub familia yang penting sebagai penyerbuk yaitu sub familia Apinae, Meliponinae, Antophorinae dan Xylocopinae. Anggota sub familia Apinae dibagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan type sarang yaitu bertipe sarang terbuka dan bertipe sarang tertutup. Lebah madu bertipe sarang terbuka terdiri atas dua spesies yaitu Apis florea dan Apis dorsata. Lebah madu bertipe sarang tertutup terdiri atas dua spesies yaitu Apis mellifera dan Apis cerana. Kelompok lebah madu ( Apis spp) merupakan serangga penyerbuk yang sangat penting pada tanaman pertanian di seluruh dunia. Bagian-bagian tubuh serangga ini sangat termodifikasi untuk proses penyerbukan tanamandan mempunyai kisaran tumbuhan inang yang sangat luas sehingga lebah madu mampu menyerbuki berbagai tipe tanaman. Lebah madu mempunyai waktu paling lama dalam mengunjungi bunga berbagai macam tanaman dan tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi lingkungan dibandingkan dengan jenis serangga yang lain. Selain itu, lebah madu juga mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan berbagai tanaman pertanian yang penting dan perilaku pencarian pakan yang menyebabkan peningkatan mutu buah, menjadikan lebah madu dianggap sebagai penyerbuk yang paling berhasil. Nilai penting lebah madu sebagai penyerbuk juga disebabkan oleh kebiasaan hidup secara berkoloni (eusosial) sehingga jumlah individunya sangat banyak. Secara umum lebah madu dikenal empat spesies utama yaitu lebah kerdil (A. florea) , lebah raksasa, atau lebah hutan (A. dorsata), lebah lokal (A. cerana javana) dan lebah madu import (A. mellifera). Berdasarkan tipe Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 17
Imam Widhiono sarang yang dibuat, lebah madu dikelompokan dalam 2 kelompok yaitu lebah yang membuat sarang tunggal dan terbuka ( A. florea dan A. dorsata) dan lebah yang membuat sarang lebih dari satu sisir dengan sarang tertutup (A. cerana dan A. meliffera). 1) Sub familia Apinae a. Apis florea Fabricius Apis florea biasa disebut sebagai lebah kerdil karena ukurannya kecil, merupakan slah satu lebah madu yang terdapat di Indonesia, menyukai daerah yang panas dan kering. Sarang lebah kerdil terdiri atas satu sisiran tunggal dan sarang biasanya di kamuflase dengan menggantung pada cabang pohon atau herba yang ramping dan terlindungi oleh dedaunan yang rimbun. Sarang dibuat pada cabang pohon dengan ketinggian antara 0,3 m sampai 8 m diatas tanah (Hepburndan Radloff, 2011). Seringkali sarang lebah kerdil juga ditemukan pada gua tanah di lereng hutan. Spesies lebah kerdil menggunakan zat yang lengket seperti resin(propolis) untuk melekatkan sisiran pada cabang dan melindungi dari serangan semut dan serangga lain. Oleh karena itu sebagian sisiran kehilangan puncak untuk menyimpan madu sehingga madu disimpan disekitar cabang tempat sisiran ditempelkan. Sarang dengan sisiran tunggal berisi empat tipe sel dengan ukuran yang berbeda.Sel untuk menyimpan madu merupakan sel paling besar dan dalam dengan ukuran yang sama pada semua sisinya.Dibawah sel madu berisi sel yang lebih kecil yang bersisi anakan calon lebah pekerja, dan sel dengan ukuran sedang dan berada pada bagian paling bawah adalah sel calon lebah pejantan. A. florea banyak tersebar di Jawa dan masih rancu dengan A. andreniformis, dan sering dijumpai menempati sarang lebah madu lokal tradisional (gelodok) (Widhiono, 1992). A. florea mempunyai peran yang sangat penting dalam penyerbukan tanaman, baik di ekosistem alam maupun ekosistem buatan. Terutama sebagai penyerbuk tanaman yang mempunyai bunga berukuran sedang dan besar. Namun demikian belum banyak penelitian tentang peran lebah ini dalam penyerbukan tanaman tertentu.
18 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono b. Apis dorsata Fabricius Apis dorsata merupakan spesies lebah madu dengan ukuran tubuh yang paling besar (Michener, 2000) yang menarik pada lebah ini adalah sel ratu sel pejantan dan sel calon lebah pekerja mempunyai ukuran dan bentuk yang sama dengan ukuran rata-rata antara 5,42 – 6,35 mm. Sarang tersusun dari satu sisiran tunggal dengan panjang antara 1-2 m dengan lebar 0,5 m yang ditempelkan pada cabang pohon yang besar dengan diameter cabang antara 20-40 cm supaya dapat menahan berat sisiran. Sarang diletakan pada cabang pohon yang tinggi dengan ketinggian 30-60 m. Sarang A. dorsata pada umunya menggantung pada dahan pohon berjarak sekitar 20 m di atas permukaan tanah. Satu pohon dapat dihuni paling sedikit 10 koloni (Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007).
Gambar.3.1. Apis dorsata pada bunga bunga Wedellia cinensis (koleksi pribadi)
A. dorsata berperan penting dalam penyerbukan berbagai tumbuhan liar terutama di hutan. (Widhiono, 2011), menemukan kehadiran lebah ini sebagai penyerbuk pada tumbuhan liar yang terdapat di hutan jati, hutan alam dan lahan pertanian di dekat hutan. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 19
Imam Widhiono c. Apis cerana javana Fabricius Lebah madu lokal (Apis cerana javana) tersebar di hampir semua wilayah Indonesia, dan telah dapat dibudidayakan sejak zaman dahulu dengan menggunakan cara yang sederhana. Budidaya lebah madu telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di pedesaan dan sekitar hutan. Mereka mengenal dengan baik tradisi budidaya lebah madu, khususnya lebah jenis lokal (A. cerana)meskipun dalam bentuk dan teknik budidaya yang masih sederhana. Pada tahun 1970 an lebah ini dikembangkan dengan modernisasi sistem budidaya dengan menggunakan stup seperti pada lebah madu A. mellifera. Struktur sarang lebah madu lokal terdiri atas beberapa sisiran dengan ratarata jumlah sisiran 6 buah. Di alam lebah ini membuat sarang di dahan pohon, gua-gua tanah dan pada lubang-lubang pohon. Secara tradisional, lebah ini banyak dipelihara pada gelodok yang terbuat dari kayu kelapa atau kayu randu (Widhiono, 1992). Sisiran lebah madu terdiri atas sel yang berfungsi sebagai penyimpan madu pada bagian paling atas.Sisiran berisi calon anakan yang dikelilingi oleh sel berisi pollen dan sel anakan calon lebah pejantan. Lebah madu banyak dibudidayakan masyarakat karena memberikan hasil madu dan lilin lebah. Perbedaan perilaku lebah madu lokal dengan lebah madu import yang terutama adalah mempunyai kecenderungan menggerombol, melarikan diri dari sarang buatan dan migrasi yang sering.
Gambar 3.2. Apis cerana pada bunga pukul delapan (Turneraulmifolia )
20 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Lebah madu lokal merupakan penyerbuk utama tanaman pertanian maupun tumbuhan liar, hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukan dari berbagai tanaman pertanian yang diamati hampir selalu ditemukan lebah madu lokal .Lebah madu juga terbukti mampu meningkatkan produksi dan mutu beberapa buah tanaman strowberi (Widhiono, dkk. 2012). d. Lebah madu Eropa Apis mellifera Linnaeus. Pada tahun 1970-an, diprakarsai oleh Pusat Apiari Pramuka, mulai dikembangkan budidaya lebah madu secara modern menggunakan jenis lebah eropa (A. mellifera) yang didatangkan dari Australia .Dimulai dari 20 stup (kotak lebah) A. mellifera hadiah kunjungan Presiden Soeharto ke Australia pada tahun 1974 yang diberikan kepada Gerakan Pramuka (Soekartiko, 2009) dalam beberapa tahun telah berkembang hingga puluhan ribu koloni dan melibatkan ratusan peternak. Budidaya A. mellifera menduduki posisi penting dalam kegiatan perlebahan dan produksi madu di Indonesia. Kuntadi (2008a), mengutip data dari Direktorat Jenderal RLPS, mengatakan bahwa A. melliferamenyumbang sekitar 25% dari total produksi madu Indonesia yang rata-rata sebesar 4.000 ton per tahun. Wilayah yang menjadi prioritas pengembangan usaha budidaya lebah eropa adalah Pulau Jawa (Departemen Kehutanan, 2000a). Sampai saat ini, basis produksi dan peng-gembalaan lebah A. melliferaterutama di sekitar wilayah pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Hal ini ber-kaitan dengan ketersediaan tanaman pakan lebah yang cukup baik di wilayah ter-sebut dan adanya infrastruktur jalan yang menjangkau hingga ke pelosok sesuai de-ngan keberadaan tanaman sumber pakan itu sendiri. 2) Sub familia Meliponinae Trigona laeviceps Lebah Trigona laevicepsdi Jawa dikenal sebagai lanceng merupakan serangga sosial tingkat tinggi yang hidup dalam suatu koloni dan termasuk golongan stingless bee yaitu kelompok lebah yang tidak bersengat. Karakter utama serangga sosial tingkat tinggi antara lain terdapat pembagian tugas yang jelas pada masing-masing kasta dan Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 21
Imam Widhiono adanya komunikasi diantara anggota koloni mengenai letak pakan. Koloni lanceng terdiri atas kasta reproduktif (ratu, jantan) dan nonreproduktif (pekerja) . Trigona umumnya membuat sarang di lubang atau cabang pohon (Michener, 2000). Sarang Trigona dibuat dengan mencampur lilin dan resin propolis dari tanaman. Sarang tersusun atas brood cells (sel pemeliharaan telur, larva, pupa), sel polen dan sel madu. Trigona adalah pencari pakan yang agresif, pakan Trigona berupa polen sebagai sumber protein dan nektar sebagai sumber karbohidrat. Trigona menyimpan polen di tungkai belakang dalam keranjang khusus yang disebut corbicula.
Gambar 3.3. Trigona laeviceps pada bunga strowberi (Fragraria x anannasa) (koleksi pribadi )
Ciri morfologi T.laeviceps adalah sengat tereduksi, ukuran tubuh 4 mm, panjang sayap ± 4 mm. Sayap depan berwarna transparan yang hampir merata kecuali ada bagian yang sedikit lebih gelap pada bagian apikal. Sarang lebah lanceng biasanya berada pada lubang pada cabang pohon, liang dalam tanah, atau pada bambu bangunan rumah. Lebah ini sudah banyak dibudidayakan dengan menggunakan potongan bambu sebagai sarang atau kotak kayu sederhana. Komposisi di dalam sarang terdiri atas sel yang berbentuk telur yang terbuat dari
22 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono lilin dicampur dengan propolis, sel ini berisi makanan berupa madu dan polen. Sel makanan tersusun disekitar sel horisontal yang berisi anakan, ketika pupa menetas, maka individu baru masih tinggal di dalam sarang dan melakukan pekerjaan dalam sarang. Dalam satu koloni lebah lanceng berisi 30,000-80,000 individu. Lebah lanceng sangat berperan dalam penyerbukan berbagai tanaman dan tumbuhan liar hal ini terbukti dari hasil-hasil penelitian yang menunjukan bahwa lebah lanceng dapat ditemukan pada berbagai tanaman (Widhiono, 2012). Lebah lanceng juga telah banyak dipergunakan sebagai serangga penyerbuk pada berbagai tanaman terutama tanaman stowberi. 3) Sub familia Anthophorinae Amegilla cingulata dan Amegilla zonata Amegilla cingulata, dikenal sebagai blue banded bee, (lebah bergaris biru) di lahan pertanian banyak ditemukan mengunjungi bunga tanaman dan gulma. (Widhiono, 2012) menemukan lebah ini pada tanaman tomat, mentimun, waluh, kacang panjang dan buncis, sedangkan pada gulma ditemukan pada Rubus parviflorus, Coleus forskohlii dan Boreria laevicaulis . A. cingulata dan A. zonata mempunyai penampilan yang sangat jelas dan hampir mirip antara spesies satu dengan lainnya, lebah jantan mempunyai strip 5 buah sedangkan betina hanya 4 buah strip biru. Lebah ini banyak ditemukan dihutan, lahan alami, lahan pertanian dan daerah urban. A. cingulata membangun sarang tunggal tetapi biasanya sarang berkelompok dengan sarang individu lain. Sarang dibangun pada pinggiran sungai yang kering, atau tempat lain di tanah, ujung saluran berupa sel yang berisi telur atau anakan yang disediakan pakan berupa campuran pollen dan nektar untuk pakan larvanyaLebah ini banyak ditemukan pada lahan pertanian di Indonesia. Lebah ini masuk kedalam bunga dan menggetarkan bunga secara kuat untuk dapat mengambil tepung sarinya, sehingga sangat bermanfaat untuk menyerbukan tanaman yang mempunyai tepungsari yang lengket seperti pada tanaman tomat.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 23
Imam Widhiono
Gambar 3.4. Amegilla cingulata pada bunga Rubus parviforus (koleksi pribadi)
4) Sub familia Xylocopniae 1.
Xylocopa latipes
Lebah xylocopa, atau biasa disebut sebagai lebah tukang kayu tropis, merupakan spesies lebah yang banyak tersebar di Asia Tenggara. Dicirikan oleh ukuran tubuh yang besar dan kuat dan hidup menyendiri (solitair), warna tubuh hitam mengkilap dengan sayap berwarna metalik hijau kebiruan jika terkena cahaya matahari. Lebah ini dikenal sebagai salah satu lebah yang besar, walaupun tidak sebesar Megachile pluto (Megachilidae) Pada saat mencari pakan lebah ini dicirikan dengan suara berdengung dan bertengger pada bunga. Pada daerah perkotaan lebah ini biasa bertengger pada salah satu type bunga setiap hari bahkan bisa dari generasi ke generasi. Sesuai julukannya, Xylocopa membuat sarang dengan cara membuat lubang pada kayu kering. Sesuai dengan namanya lebah ini membuat sarang dengan melubangi kayu kering untuk memelihara
24 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono anakannya. Lebah Xylocopa telah digunakan secara komersial untuk penyerbukan buah markisa di Filipina. Lebah ini banyak ditemukan dilahan pertanian dan banyak sebagai penyerbuk utama pada tanaman buncis dan kacang panjang.
Gambar 3.5. Xylocopa latipes pada bunga tanaman buncis Phaseolus vulgaris (koleksi pribadi )
2.
Ceratina dupla
Tubuh ceratina berwarna hitam berilap hijau atau biru pada bagan clypeus, lubang pronotal dan tungkai berwarna kuning. Ceratina dupla , jantan dan betina berukuran antara 6 sampai 8 mm, kepala dan scutum mempunyai punctures yang berbeda. Lebah ini membuat sarang dengan membuat lubang pada batang pohon yang patah atau bekas terbakar, ketika kedalaman lubang telah sesuai, lebah ini mulai mengunpulkan tepungsari dan nektar , campuran ini dimasukan dan disimpan didalam dasar sarang. Kemudian sarang diisi telur dan menjadi larva. Lebah ini ditemukan sebagai penyerbuk pada beberapa tumbuhan, dan berperan dalam bidang pertanian .
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 25
Imam Widhiono
Gambar 3.6. Ceratina dupla pada bunga kacang panjang Vigna unguiculata (koleksi pribadi )
3.2.2. Familia Halictidae a.
Lassioglossum malachurum
Merupakan lebah eusosial dengan ratu dan pekerja, namun demikian pembagian dan pembedaan kastanya tidak sejelas pada lebah madu. Pada awalnya sempat terjadi pembedaan taxon antara lebah ratu dengan lebah pekerja betina yang dikira berasal dari spesies berbeda. Ukuran tubuh kurang dari 1 mm, lebah berwarna hitam mengkilap dengan rambut berwarna putih pada dasar segmen abdomen. Lebah ini cenderung membuat sarang secara bergerombol pada lokasi yang sesuai. Secara individu setiap lebah membuat lubang pada tanah yang keras dan setiap lubang berdekatan dengan lubang dari individu lain. Pengelompokan sarang kadang-kadang dapat mencapai lebih dari seratus, namun demikian kelompok sarang tersebut bukan meruapakan koloni karena setiap lubang meruapakan koloni yang berbeda. Pakan utama lebah ini adalah tepungsari dan nektar. Lebah L. malachurum banyak ditemukan sebagai penyerbuk tanaman pertanian di lahan yang berdekatan dengan hutan maupun berdekatan dengan pekarangan.
26 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
Gambar 3.7. Lasioglossum malachurum pada bunga Wedelia cinensis (koleksi pribadi)
b.
Augochlora pura
Anggota familia Halictidae yang banyak tersebar dan berwarna hijau metalik sehingga dikenal sebagai sweat bees.Tubuhnya berukuran kecil , merupakan penyerbuk generalis, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyerbukan berbagai tumbuhan, lebah ini membuat sarang dalam tanah yang kering atau pada dahan pohon yang sudah mati dengan membuat sel untuk anakan yang diisi dengan makananan berupa tepungsari dan nektar. Telur diletakan diatas persediaan makanan. Augochlora pura mempunyai kebiasaan mendengung pada saat mengunjungi bunga sehingga sangat berperan dalam penyerbukan tanaman tomat (Winfree et al., 2008).
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 27
Imam Widhiono
Gambar 3. 8. Augochlora pura pada tumbuhan Cleome rutidospermae (koleksi pribadi)
3.2.3. Familia Vespidae a.
Delta companiforme
Dikenal dengan tawon kemit, bukan lebah . Tawon ini stadia larvanya merupakan parasitoid pada berbagai larva serangga lain, sedangkan serangga dewasa mencari pakan berupa tepungsari dan nektar sehingga sering dijumpai mengunjungi bunga. Hidup secara menyendiri (solitair), membuat sarang dari tanah, sarang berisi larva serangga lain yang digunakan sebagai sumber pakan bagi larvanya di dalam sarang. Peran lebah ini dalam penyerbukan sangat kecil karena merupakan lebah penyendiri (solitair) dan tidak mengumpulkan tepung sari dan nektar untuk anakannya tetapi hanya untuk diri sendiri.
28 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
Gambar 3.9. Delta companiformepada tumbuhan Euphorbia heterphyla (koleksi pribadi)
b.
Polistes fuscata
Biasa disebut sebagai tawon kertas, warna tubuhnya coklat kehitaman, dengan ukuran sedang (panjang tubuh 3 cm), dicirikan dengan adanya pinggang diikuti oleh segmen abdomen pertama yang melebar dan bergabung dengan segmen abdomen berikutnya. Sarang terdiri atas sisiran tunggal berbentuk melingkar dan bergabung pada bagian ujungnya bentuknya menyerupai jamur, bahan pembuat sarang menyerupai kertas. Peran dalam penyerbukan Polites banyak ditemukan mengunjungi bunga tanaman dalam mencari pakan untuk kebutuhan sendiri.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 29
Imam Widhiono
Gambar 3.10. Polistes fuscatapada tumbuhan Acalypta indica (koleksi pribadi )
c.
Ropalidia romandi
Ukuran tubuh Ropalidia romandi biasanya lebih kecil dibanding Polites, warna tubuh coklat dengan kombinasi kuning (Gambar 3.11), segmen pertama dibelakang pinggang biasanya lebih ramping dan tampak lebih pipih dibanding segmen berikutnya. Membuat sarang dari beberapa sisiran yang bergabung dan ditutup oleh bahan sperti kertas.
30 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
Gambar 3.11. Ropalidia romandi pada tumbuhan Borreria laevicaulis (koleksi pribadi)
3.2.4. Familia Megachilidae a. Megachile centuncularis Megachile centuncularis atau lebah pemotong daun karena dalam membuat sarang menggunakan bahan dari potongan daun, merupakan lebah penyendiri (solitair). Berwarna keabu2 an dan banyak ditemukan di hutan. Sarang terdapat pada lubang pohon. Menyukai bunga tanaman Leguminoceae. Dan sangat aktiv pada siang hari. Peran dlam penyerbukan Lebah ini banyak ditemukan pada tanaman pertanian di sekitar hutan.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 31
Imam Widhiono
Gambar 3.12. Megachille centuncularis pada tumbuhan Borreria laevicaulis (koleksi pribadi)
b. Osmia spp. Lebah ini membuat sarang berupa lubang di tanah, biasanya hidup berkelompok sehingga sarang diletakan pada lokasi yang sama. Seringkali lebah ini tidak menggali sarang sendiri tetapi menggunakan lubang yang sudah ada. Ukuran tubuh berkisar antara 1 cm berwarna hitam keabu-abuan. Lebah osmia biasa disebut “mason bees” atau lebah tukang batu, karena aktivitas pembuatan sarangnya dengan mengeluarkan material berupa lumpur dan kerikil kecil. Dalam satu sarang terdapat maksimal 11 telur yang diletakan dalam sel dan calon lebah jantan diletakan dekat pintu masuk. Lebah ini ditemukan pada beberapa tanaman pertanian dan gulma pada lahan dekat dengan sumber air.
32 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
Gambar 3.13. Osmia spp. pada tumbuhan Hyptis capitata (koleksi pribadi)
c. Nomia melanderi Merupakan lebah penyendiri (solitair), berwarna hitam metalik dengan kombinasi abu-abu melingkar pada segmen abdomen (gambar). Ukuran tubuh kecil (< 1 cm). Biasanya banyak terdapat pada daerah dengan tanah yang lembab, sarang banyak terdapat di dekat mata air. Sarang tunggal tetapi mengelompok dari beberapa individu. Nomia melanderi banyak ditemukan sebagai penyerbuk tanaman bawang, semanggi, mint, dan seledri
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 33
Imam Widhiono
Gambar 3.14. Nomia melanderi pada tanaman Vigna unguiculata (koleksi pribadi)
3.3. Ordo Lain Sebagai Penyerbuk 3.3.1. Ordo Coleoptera Anggota dari ordo Coleoptera (bangsa kumbang) banyak yang sumber pakannya nektar dan tepungsari, sehingga teradaptasi perilaku lebah. Namun demikian beberapa spesies kumbang selain makan nektar dan tepung sari juga memakan bagian lain dari tanaman sehingga sering dianggap sebagai hama. Bangsa kumbang tertarik terhadap bunga yang mempunyai bau yang menyengat, berasa manis, apak dan pengap, bunga berwarna pucat, tangkai putik berwarna kusam, ruang bunga tertutup dan pada saat mekar bunga terasa hangat. Bangsa kumbang yang diduga mempunyai peranan penting dalam penyerbukan tanaman terutama berasal dari familia Scarabaeidae, Mordellidae, Curculionidae and Cerambycidae, namun demikian kumbang merupakan penyerbuk tanaman yang tidak
34 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono spesifik, karena mengunjungi berbagai jenis tanaman. (Corlet, 2004). Salah satu familia yang penting sebagai penyerbuk tanaman dari familia Palmaceae adalah Curculionidae (Bardford et al., 2011), salah satunya ditemukan sebagai penyerbuk utama pada tanaman salak (Salacca edulis) di Jawa. Namun demikian yang paling terkenal dan berperan sangat penting dalam bidang pertanian adalah Elaeidobius kamerunicus. Yang merupakan penyerbuk pada tanaman kelapa sawit. Penyerbukan kelapa sawit terjadi melalui mekanisme yang disebut dengan penyerbukan silang (cross pollination) yang dilakukan terutama oleh kumbang
introduksi
Elaeidobius
kamerunicus
(Curculionidae).
Kumbang E. kamerunicus memiliki kemampuan menyerbuk bunga kelapa sawit yang paling baik daripada jenis penyerbuk lainnya, karena bentuk, struktur dan ukuran tubuhnya cocok dengan ukuran dan struktur bunga kelapa sawit, didukung populasi yang tinggi karena perkembangbiakannya pada bunga kelapa sawit jantan dan memiliki perilaku yang mendukung fungsinya sebagai penyerbuk spesialis pada kelapa sawit. Kumbang ini mulai dikembangkan di Malaysia sejak 1981 dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982. (Kahono et al.,2012).
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 35
Imam Widhiono
Gambar 3.15. Chrysolina polita (Chrysomelidae) pada bunga rosella Hibiscus sabdarifa (koleksi pribadi)
3.3.2. Ordo Diptera Kurang lebih 25 familia dari Ordo Diptera telah ditemukan mengunjungi bunga berbagai tumbuhan di daerah “Oriental Region” atau “Indo-Malayan” namun demikian yang mempunyai fungsi sebaga serangga penyerbuk terutama dari familia : Ceratopogonidae, Syrphidae,Drosophilidae, Muscidae, Calliphoridae, Sarcophagidae and Tachinidae. Serangga dewasa dari ordo Diptera umumnya makan bahan makanan dalam bentuk cairan hal ini terbukti dengan adanya adaptasi alat mulut sebagai penghisap. Berbagai spesies lalat mampu menghisap partikel padat seperti tepung sari yang di larutkan dalam ludah. Bangsa lalat merupakan penyerbuk utama dan mempunyai peranan yang sangat penting setelah ordo Hymenoptera terutama pada tanaman pertanian dan tumbuhan berbunga yang masuk kelompok tumbuhan sederhana di daerah sub tropis. Kebanyakan
36 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono familia bangsa lalat mengunjungi bunga yang terbuka dengan nektar yang mudah dijangkau karena mempunyai probocis yang pendek, sedangkan familia dengan probocis yang panjang dijumpai familia, Bombyliidae, Empididae,Tabanidae, Nemestrinidae dan Syrphidae (Houston dan Ladd, 2002)
Gambar 3.16. Syrphidae yang bayak ditemukan sebagai serangga penyerbuk pada lahan pertanian (koleksi pribadi).
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 37
Imam Widhiono
BAB IV
PERAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN PERTANIAN
4.1. Latar Belakang Penyerbukan yang dibantu oleh serangga menyumbang lebih dari 90% reproduksi sexual dari kurang lebih 250.000 spesies tumbuhan berbunga (Kearns et al., 1998). Hubungan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan umat manusia melalui perannya dalam mempertahankan keberlanjutan keragaman hayati yang mendukung integritas ekosistem darat. Peran penyerbukan oleh serangga secara langsung bagi manusia adalah keberlanjutan ketersediaan pangan, karena hampir sebagian besar tamanan pertanian dalam menghasilkan buah dan biji tergantung pada penyerbukan oleh serangga. Serangga penyerbuk berperan penting dalam hampir semua ekosistem darat serta menggambarkan suatu kunci layanan jasa ekositem yang sangat penting untuk menjaga produktivitas tanaman pertanian. Kurang lebih sepertiga dari bahan pangan yang dimakan manusia langsung maupun tidak langsung produksinya bergantung pada serangga penyerbuk (Kluser dan Peduzzi, 2007). Walaupun volume produksi dari 115 tanaman pertanian utama hanya mencapai 35% dari total produksi tanaman pertanian, jumlah tanaman yang penyerbukannya bergantung serangga pada berbagai tingkatan mencapai jumlah 87 spesies. Menurut (Kearns et al., 1998) di daerah tropis tumbuhan yang jumlah dan mutu buahnya meningkat jika penyerbukanya dibantu serangga berkisar antara 70% dari 1330. Berdasar data dari 200 negara, hampir 75% tanaman pertanian yang penting secara global sangat bergantung terhadap serangga penyerbuk pada berbagai tingkatan. (Klein et al., 2007). Tanaman Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 39
Imam Widhiono pertanian yang produksinya bergantung pada serangga dikelompokan sebagai penghasil pangan khusus atau minoritas. Namun demikian kelompok ini tidak boleh diabaikan. Jika diperhatikan, keragaman tanaman pertanian sumber pangan, sebagian besar penyerbukannya bergantung pada serangga pada berbagai tingkatan mulai dari hanya meningkatkan mutu dan produksi buah sampai sangat penting untuk reproduksi (Klein et al., 2007). (Klein et al., 2007) membagi proporsi tanaman pertanian global yang dibutuhkan manusia yang produksinya bergantung pada penyerbuk untuk menghasilkan buah dan untuk menghasilkan biji yaitu : 1) 20% tanaman pertanian akan meningkat produski buahnya ketika penyerbukannya dilakukan oleh serangga, dan 2) 15% tanaman pertanian akan meningkat produski bijinya ketika penyerbukannya dilakukan oleh serangga. Berdasarkan tingkat ketergantungannya, maka 92 tanaman dari 108 spesies tanaman pertanian akan meningkat produksinya jika kunjungan serangga penyerbuk meningkat. (Klein et al., 2007) membuat klasifikasi sitem ketergantungan tanaman terhadap serangga penyerbuk yaitu : 1) 2) 3) 4)
Penting, jika produksi menurun hingga ≥90% jika tidak ada penyerbuk , ada sebanyak 13 spesies tanaman pertanian, Besar, jika produksi menurun antara 40% hingga 90%, ada 30 spesies tanaman pertanian, Sedang, jika produski menurun antara 10% hingga 40%, ada 27 spesies tanaman pertanian, Kecil, jika produksi menurun antara 0% hingga 10%, ada 21 spesies tanaman pertanian.
Jika dilihat mutu kandungan nutrisi produk tanaman yang penyerbukannya bergantung serangga, maka dari 150 tanaman pertanian, sebagian besar produksi tanaman tersebut mengandung berbagai kandungan nutrisi yang sangat dibutuhkan manusia seperti lemak, vitamin dan mineral yang berfungsi untuk mempertahankan kekurangan nutrisi pada pangan manusia.
40 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 4.2. Jenis Tanaman Pertanian Dan Serangga Penyerbuknya. Hasil penelitian Widhiono dkk. (2011) menunjukan bahwa 8 jenis tanaman pertanian utama di lereng Gunung Slamet ditemukan antara 5-20 spesies serangga penyerbuk. Tanaman tetrsebut dan serangga penyerbuknya adalah : 4.2.1. Tanaman Strowberi ( Fragaria x annanasa) Produksi strawberi (Fragaria x annanasa) sebagai tanaman penghasil buah sangat bergantung pada keberhasilan proses penyerbukan (Roselino et al., 2009), karena tanaman strowberi mempunyai bunga jantan dan betina yang matang tidak bersamaan sehingga tidak mampu melakukan penyerbukan sendiri. Selain itu bunga strawberry miskin tepungsari sehingga tidak menarik serangga untuk berkunjung. Hasil penelitian (Widhiono, dkk., 2012) dengan menggunakan lebah madu lokal (Apis cerana javana dan Trigona laeviceps), pada tanaman strawberry varietas Oso Grande di desa Serang, Kabupaten Purbalingga menunjukan peningkatan produksi buah masing-masing sebesar 37% untuk A.cerana dan 16,6% untuk T. laeviceps. Partap (2006) menemukan peningkatan produksi buah strawberry sebesar 46% pada tanaman yang penyerbukannya dibantu A. cerana. (Albano et al., 2009) juga menemukan peningkatan keberhasilan pembuahan tanaman strowberi sebesar 33 % pada tanaman yang penyerbukannya dibantu oleh serangga penyerbuk dibandingkan dengan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh (Klatt et al., 2014) menunjukan bahwa kehadiran lebah penyerbuk pada tanaman strawberry meningkatkan mutu, umur buah, dan nilai ekonomis buah strowberi.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 41
Imam Widhiono 4.2.2. Tanaman Cabai (Capsium annuum) Bunga tanaman cabai (Capsium annuum ), seperti kebanyakan tanaman dari familia Solanaceae, menggantung pada pangkal daun berwarna putih mempunyai 5-7 stamen (Winfree et al., 2008), anthers berbentuk tabung dan dapat terlihat apabila terbuka. Menurut Delaplane dan Mayer, (2000) bunga cabai walaupun menghasilkan nektar dan tepungsari tetapi tidak menarik serangga penyerbuk karena tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri, namun demikian data dilapangan menunjukan bahwa penyerbukan silang tanaman ini berkisar antara 7%-91%, sehingga tanaman ini dianggap sebagai menyerbukan sendiri secara semu. Penyerbukan silang yang terjadi dapat berlangsung dengan bantuan serangga penyerbuk Di lereng Gunung Slamet, bunga tanaman cabai dikunjungi oleh 9 spesies serangga penyerbuk .Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Raw (2000) di Central Brazil menunjukan bahwa bunga cabai dikunjungi oleh 16 spesies lebah liar antara lain Hylaeus sp. dan Bombus, sp. Hasil ini menunjukan bahwa meskipun secara teoritis bunga cabai tidak menarik serangga penyerbuk tetapi pada kenyataanya banyak serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga tanaman cabai. Kehadiran serangga penyerbuk akan meningkatkan mutu buah dan mengurangi kegagalan pembentukan buah (de Cruz et al., 2005). 4.2.3. Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis) Tanaman kacang panjang (Vigna sinencis) mempunyai bunga berwarna ungu. Di lahan pertanian di lereng utara Gunung Slamet tanaman iniditemukan dikunjungi oleh duabelas spesies serangga penyerbuk yang sebagian besar merupakan lebah yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar daripada lebah madu lokal seperti Xylocopa sp, Megachille sp, Amegilla sp dan Hylaeus sp. Kwapong et al., (2013) menemukan serangga penyerbuk bunga tanaman kacang panjang yang terdiri atas : Xylocopa varipes, X. olivacea, X. unilator, Amegilla calens, A. Astrocincus, (Apidae), Meghacile erynera (Meghacilidae), dan Nomia chandlery (Halictidae). Spesies
42 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Xylocopaspsangat berperan dalam penyerbukan dan pembentukan buah kacang panjang, bunga yang dikunjungi oleh serangga penyerbuk mempunyai ukuran yang lebih panjang dan jumlah biji yang lebih banyak (Aouar-Sadli et al, 2008, Kingha et al, 2012.). 4.2.4. Tanaman Buncis ( Paseolus vulgaris) Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris) mempunyai bunga berwarna yang walaupun berwarna ungu, di lereng Utara Gunung Slamet tanaman ini dikunjungi oleh sepuluh spesies serangga penyerbuk. Bunga tanaman buncis beersifat autogami yaitu mampu menyerbuk sendiri. Namun demikian penyerbukan silang sengan bantuan serangga penyerbuk akan meningkatkan mutu dan produksi polong. Kasina et al., (2009) dalam penelitianya di Kenya menemukan bahwa spesies lebah Xylocopa ( X. olivacea dan X. calens) merupakan penyerbuk utama tanamn buncis. Bunga tanaman buncis yang dikunjungi oleh lebah tersebut akan menghasilkan polong yang lebih panjang dan lebih berat. 4.2.5. Tanaman Kedelai ( Glycine max) Tanaman kedelai (Glycine max) merupakan tanaman autogamic, yaitu bunga tanaman yang mampu menyerbuk sendiri pada beberapa varietas, tetapi varietas yang lain harus menerima tepungsari dari tanaman lain. Bunga tanaman kedelai mempunyai struktur yang manarik kehadiran serangga penyerbuk untuk mengambil tepung sari dan meningkatkan penyerbukan. Widhiono, dan Sudiana(2015c) menemukan bunga tanaman kedelai yang berwarna putih dikunjungi oleh: Amegilla cingulata, Ceratina sp, Apis cerana, Trigona, Megachile realtiva, Xylocopa laticeps, Ropalidia fasciata, Polites fuscata dan Delta companiforme. Chiari et al. (2005) dalam penenltiannya menggunakan lebah madu (A. mellifera) menemukan bahwa, tanaman kedelai yang penyerbukanya dibantu oleh lebah madu, produksi polong dan bijinya meningkat masingmasing sebesar 61,38% untuk polong dan 58,86% untuk bijinya.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 43
Imam Widhiono 4.2.6. Tanaman Tomat (Lycopresicum esculentum) Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum) (Vegara dan Buendia, 2012), bunga berwarna kuning cerah dikunjungi oleh 10 spesies serangga penyerbuk, bunga tanaman tomat tidak menghasilkan nektar, dan pelepasan serbuk sari dari anther memerlukan “sonication” atau getaran. Serangga penyerbuk pada bunga tomat didominasi oleh lebah liar yaitu sebanyak delapan spesies, satu spesies lebah tidak bersengat dan satu dari lalat. Bunga tanaman tomat umumnya dikunjungi oleh Bombus and Lassioglossum (Teppner, 2005) yaitu jenis lebah yang mampu melakukan getaran pada bunga. Di Brasil bunga tomat dikunjungi oleh lebah dari familia Andreidae, Apidae, Collectidae, Halictidae and Megachilidae yang mampu melakukan sonication pada bunga tomat (Harter et al., 2002). Hoogendon et al., (2006) menyatakan bahwa lebah liar Amegilla sp (Hymenoptera, Anthoporidae) merupakan penyerbuk bunga tomat yang efektif. Silva-Neto et al., (2013) menyatakan bahwa kehadiran serangga penyerbuk pada tanaman tomat, terutama serangga yang mampu melakukan getaran akan meningkatan keberhasilan tepung sari mencapai anther sehingga akan meningkatkan keberhasilan pembuahan dan jumlah biji pada buah. Kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan meningkat sejalan dengan peningkatan kedatangan serangga penyerbuk (Greenleaf dan Kremen 2006). 4.2.7. Tanaman Mentimun ( Cucumis sativus) Mentimun (Cucumis sativus) (Dos Santoset al., 2008), berwarna kuning cerah dan berbentuk terompet dan penyerbukannya sangat memerlukan bantuan serangga. Pada lahan pertanian di lereng Gunung Slamet tanaman ini ditemukan dikunjungi oleh sebelas spesies serangga penyerbuk. Di Filipina, bunga tanaman mentimun umumnya dikunjungi oleh Xylocopa chlorina, Xylocopa philippinensis, Megachile atrata dan Apis dorsata. (Cervanica dan Bergonia, 1993). Selain jenis lebah tersebut, Dos Santos et al., (2008) menemukan lebah tidak bersengat dari sub familia Meliponini merupakan penyerbuk tanaman mentimun yang sangat efektiv sebagai alternatif pengganti lebah madu Apis mellifera.
44 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 4.2.8. Tanaman Waluh ( Cucumis pepo) Tanaman waluh (Cucurbita pepo) (Nicodemo, et al, 2009), merupakan tanaman yang penyerbukannya sangat membutuhkan bantuan serangga untuk mentransfer tepung sari dari stamen ke pistil. Bunga tanaman waluh berwarna kuning cerah dan berukuran besar di lahan pertanian di lereng Utara Gunung Slamet tanaman ini ditemukan dikunjungi oleh delapan spesies serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk pada tanaman waluh umunya serangga yang berukuran besar dan terutama adalah spesies Peponapis pruinosa . Di berbagai negara yang budidaya tanaman waluh menjadi komoditas penting sebagai pakan ternak maupun sumber energi, ditemukan bahwa rendahnya produktivitas buan waluh disebabkan oleh rendahnya jumlah kunjungan serangga penyerbuk terutama lebah madu (Walters dan Taylor 2006). Bunga tanaman waluh yang tidak dikunjungi oleh lebah madu tidak mampu menghasilkan buah, atau produksi buahnya hany mampu meancapai 32% dibanding dengan tanaman yang dikunjungi oleh lebah madu (Vidalet al., 2010). Nicodemo et al.,(2009) menemukan bahwa produksi buah maksimum yang dihasilkan oleh tanaman waluh terjadi apabila satu bunga betina dikunjungi oleh lebah madu sebanyak 16 kali, karena untuk menghasilkan buah waluh yang kualitasnya baik satu bunga membutuhkan sekurang-kurangnya 1500 - 2000 butir tepung sari. 4.3. Dampak Dari Penurunan Serangga Penyerbuk Pada Produksi Pertanian. Serangga penyerbuk, khususnya lebah sangat dibutuhkan oleh 75% tanaman pertanian yang dibutuhkan oleh manusia diseluruh dunia, terutama tanaman buah. Produksi buah dan sayuran, sangat rentan terhadap penurunan lebah budidaya maupun lebah liar. Perkembangan budidaya pertanian dengan tanaman yang bergantung serangga penyerbuk terus meningkat sejak tahun 1961, untuk mencukupi kebutuhan penyerbukan di beberapa negara maju dikenal penyewaan lebah madu untuk jasa penyerbukan tanaman dan peningkatan pemanfaatan lebah liar yang merupakan komponen penting dalam produksi pertanian. (Kleinet al., 2007). Walaupun Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 45
Imam Widhiono nilai penting serangga penyerbuk dalam produksi pertanian sangta jelas, namun belum banyak informasi tentang keragaman, kelimpahan dan komposisi serangga penyerbuk yang dapat meningkatan produksi dan kualitas produk. Widhiono dkk (2012) menguji kelimpahan lebah madu (Apis cerana dan Trigona laeviceps) terhadap peningkatan produksi buah strawberry menunjukan bahwa peningkatan kelimpahan kedua jenis lebah tersebut dapat meningkatan produksi dan kualitas buah strawberry. 4.4. Peran Serangga Penyerbuk Dalam Konservasi Tumbuhan Penyerbuk menyediakan layananan jasa ekosistem yang sangat penting yaitu membantu penyerbukan 240.000 lebih tumbuhan berbunga yang sudah dikenal baik tanaman budidaya maupun tumbuhan liar. Peran serangga penyerbuk adalah dalam aktivitas pencarian pakan, serangga secara tidak sengaja memindahkan tepung sari dari anther ke stigma yang merupakanp proses penyerbukan. Hasil akhir penyerbukan adalah biji tanaman yang merupakan alat untuk memperbanyak keturunan atau kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan. Peran serangga penyerbuk dalam penyerbukan tumbuhan liar terjadi dan sangat dibutuhkan oleh tumbuhan yang tidak mampu menyerbuk sendiri, tetapi juga sangat penting bagi tumbuhan yang mampu menyerbuk sendiri. Karena adanya serangga penyerbuk memungkinkan terjadinya penyerbukan silang yang secara genetik dan ekologi sangat penting dalam keberlangsungan sistem ekologi di daratan. Penyerbukan silang akan menghasilkan keragaman genetik yang lebih luas dibanding penyerbukan sendiri (inbreeding) sehingga keturunan yang dihasilkan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan dan mampu mempertahanakan keberlanjutan keberadaan suatu spesies tumbuhan di muka bumi. Keragaman tumbuhan pada suatu ekosistem darat akan menjamin keberlangsungan fungsi ekologis dari suatu ekosistem sehingga keberlangsungan kehidupan dapat terjamin. Mengingat serangga penyerbuk juga berperan dalam penyerbukan tumbuhan
46 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono liar yang kebeeradaanya sangat banyak di alam maka ketidak hadiran serangga penyerbuk, terutama serangga penyerbuk spesialis akan menyebabkan kepunahan tumbuhan. (Kevan dan Phillips, 2007) 4.5. Dampak Kepunahan Serangga Penyerbuk Terhadap Tumbuhan Liar Penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dapat menyebabkan penurunan layanan jasa penyerbukan pada tumbuhan liar, dan selanjutnya akan menurunkan populasi tumbuhan liar yang penyerbukanya bergantung pada serangga. Dampak sebaliknya dari penurunan tumbuhan liar akan menyebakan penurunan serangga penyerbuk. Hampir 80% tumbuhan liar pembentukan buah dan bijinya dan sekitar 62%-73% tumbuhan yang diteliti mengalami keterbatasan penyerbukan minimal pada suatu waktu tertentu, tergantung pada lokasi dan musimnya. Tumbuhan yang penyerbukan silangnya sepenuhnya bergantung pada serangga sangat peka terhadap penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, dan biasanya penurunan populasi tumbuhan tersebut paralel dengan penurunan keragaman serangga penyerbuknya.hal ini diduga karena adanya keterbatasan polen. Hasil penelitian terjadinya metapopulasi pada 89 spesies tumbuhan liar sebagian besar terjadi karena adanya fragmentasi habitat yang menyebabkan ketidaksesuaian reproduksi karena keterbatas polen yang terjadi karena adanya isolasi habitat. Spesies tumbuhan liar yang paling berisiko mengalami kepunahan adalah tumbuhan yang membutuhkan serangga penyerbuk khusus (spesialis). Namun demikian, Bukti terjadinya kepunahan masih sangat jarang, mungkin karena adanya mekanisme ketahanan yang dibangun pada berbagai jejaring hubungan antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk yang menyediakan fasilitas pertahanan yang disebabkan oleh hilangnya serangga penyerbuk.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 47
Imam Widhiono Umumnya hubungan tumbuhan dengan serangga penyerbuk merupakan hubungan asimetri dan biasanya tersarang, dengan inti sarang adalah spesies generalis yang memegang peranan kunci, spesies penyerbuk spesialis bergantung pada tumbuhan yang bersifat generalis, sebaliknya spesies tumbuhan spesialis bergantung pada spesies serangga penyerbuk spesialis. Spesies generalis umumnya tahan terhadap perubahan dibanding spesies spesialis, karena mungkin merupakan bagian keberlanjutan dari struktur jejaring dalam perubahan kondisi lingkungan, namun demikian tetap saja spesies generalis dalam bahaya kepunahan.Hal ini ditunjukan dengan adanya kepunahan lokal lebah madu yang merupakan spesies super generalis yang disebabkan oleh penyakit. Kepunahan lebah madu secara lokal dapat menyebabkann kepunahan berbagai spesies tumbuhan. Pola jejaring asimetris dan tersarang sangat tersebar dan tidak bergantung pada komposisi komunitas , lokasi geografis dan faktor-faktor lain . model jejaring asimetrik diduga mempunyai ketahanan yang tinggi sehinga mereka tahan terhadap kehilangan spesies dan hubungannya. Namun demikian , perubahan lingkungan global yang terus terjadi akan mempengaruhi bukan saja terhadap kehadiran suatu spesies, tetapi juga hubungan antar spesies dan jalur hubunganya. Sehingga tetap saja membahayakan jejaring hubungan antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk, meskipun mempunyai struktur ketahanan. (Kevan dan Phillip, 2007).
48 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
BAB V
FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENURUNAN KERAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK
5.1. Latar Belakang Penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk khususnya pada lahan pertanian telah terjadi pada berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Penyebab penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk berkaitan dengan aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur bentang alam terutama oleh perluasan lahan pertanian modern ( Pottset al., 2010). Perubahan struktur bentang alam meliputi terjadinya kerusakan habitat,fragmentasi habitat, dan kehilangan habitat. Fragmentasi habitat digambarkan sebagai penyebaran petak lahan yang sesuai sebagai habitat serangga penyerbuk dikelilingi oleh petak yang tidak sesuai sebagai habitat serangga penyerbuk dengan berbagai tingkat permeabilitas. Fragmentasi tidak hanya diartikan sebagi isolasi petak habitat, tetapi juga dapat diartikan sebagai suatu habitat terpotongpotong menjadi bagian kecil yang disebabkan oleh adanya aktivitas manusia sehingga hubungan antara satu petak dengan petak lainnya hilang. Distribusi dan dinamika populasi serangga penyerbuk dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait fragmentasi. Pada kondisi alami petak habitat dipisahkan oleh tumbuhan liar, pohon dan semak belukar yang merupakan sumber pakan serangga penyerbuk, tempat bersarang, serta tumbuhan pakan stadia pradewasa. Adapaun pada habitat buatan habitat sering kali terisolasi oleh matrik habitat yang berbeda atau adanya habitat dengan tanaman seragam (sistem monokultur) dan pemanfaatan insektisida secara berlebihan. Faktor Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 49
Imam Widhiono lain yang melanda dunia saat ini adalah terjadinya pemanasan global. Secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk adalah : 1) Fragmentasi dan kehilangan habitat 2) Intensifikasi lahan pertanian 3) Pemanasan Global 5.2. Kerusakan Dan Fragmentasi Habitat Kerusakan dan fragmentasi habitat merupakan penyebab utama terjadinya penurunan keragaman serangga penyerbuk pada lahan pertanian, karena akan menganggu interaksi mutualistik antara tanaman dengan proses penyerbukan di .dalam ekosistem. Sistem penyerbukan alami dikarakterisasikan dengan adanya berbagai tipe bunga yang mampu memberikan kebutuhan pakan serangga penyerbuk sehingga akan menarik penyerbuk jenis tertentu. Jenis bunga yang berbeda fenologinya akan menarik berbagai serangga penyerbuk sehingga meningkatkan hubungan mutualisme diantara keduanya. Proses penyerbukan merupakan suatu proses yang kompleks (Hegland et al., 2009, dan Memmott et al., 2004), dan membutuhkan fungsi yang efektiv dari tiga komponen ekosistem yaitu : kepadatan tumbuhan, kepadatan serangga penyerbuk dan tingkah laku serangga penyerbuk, serta interaksi di dalam skala ruang. Interaksi di dalam skala yang meliputi : di dalam skala tumbuhan itu sendiri, di dalam suatu petak maupun di dalam bentang alam. Kerusakan dan fragmentasi habitat akan menyebabkan enam hal berikut ini : 1)
Kegagalan atau penurunan salah satu komponen proses di atas akan menyebabkan kegagalan proses penyerbukan setidak tidaknya pada tingkat individu tanaman. Sebagai contoh : perubahan dalam kepadatan tumbuhan dan perilaku serangga penyerbuk dapat menyebabkan pengurangan proses penyerbukan.
50 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 2)
Berkurangnya kebutuhan minimum suatu habitat bagi serangga penyerbuk yaitu tersedianya sumber pakan bagi larva dan dewasanya yang berupa tepungsari dan nektar . Habitat untuk berbagai jenis lebah minimal harus terdiri atas petak yang mempunyai tumbuhan sumber pakan utama dan tempat untuk membuat sarang dan keduanya harus berada pada kisaran jarak terbang lebah.Tumbuhan sumber pakan utama berbeda-beda antar spesies serangga penyerbuk, khususnya lebah. Tetapi umumnya lebah mempunyai kisaran yang luas terhadap kandungan nektar tumbuhan, kecuali beberapa spesies lebah solitair. Beberapa spesies lebah solitair mempunyai kegemaran khusus yang sudah tetap pada suatu spesies atau genera tumbuhan tertentu, atau disebut “Oligolecty”untuk spesiesspesies tersebut, kehadiran serangga dewasa harus bertepatan dengan musim bunga dalam satu tahun.
3)
Lebah yang mengalami multivoltine ( berreproduksi lebih dari 1 kali dalam satu tahun) atau lebah yang berumur panjang atau koloninya, mempunyai masalah yang berbeda , musim pencarian pakan mereka lebih lama dari pada periode pembungaan berbagai tanaman, sehingga di dalam radius terbang pencarian pakan mereka dari sarang membutuhkan petak dengan berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai waktu pembungaan berbeda sepanjang tahun.
4)
Menurunnya kerapatan tanaman sejenis pada skala bentang alam. Berkurangnya kerapatan tanaman sejenis akan menyebabkan berkurangnya ketersediaan tepung sari sehingga akan menyebabkan penurunan jumlah sumber pakan yang tersedia untuk serangga penyerbuk. Sehingga kehilangan habitat jelas mempunyai dampak yang kuat terhadap kelimpahan serangga penyerbuk. Karena pada hampir semua kasus kehilangan habitat akan menyebabkan berkurangnya tumbuhan sebagai sumber pakan serangga penyerbuk maupun kelimpahan serangga penyerbuk sendiri.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 51
Imam Widhiono 5)
Rusaknya habitat untuk bersarang yang meliputi : substrat yang sesuai untuk bersarang bagi lebah, substrat tersebut meliputi : lubang dengan ukuran yang sesuai bekas kumbang kayu, rongga pada pohon, lubang pada batang pohon dengan ukuran yang sesuai, lubang tikus yang telah tidak terpakai, tanah dengan texture, kedalaman, kelerangan, serta kelembabkan dan tutupan vegetasi yang sesuai . Ketersediaan habitat bersarang yang berdekatan sangat penting, karena sering terjadi kelangkaan sarang lebah pada lahan pertanian tanaman.
6)
Berkurangnya permeabilitas matriks sekitar petak habitat dan jarak antar petak yang tersisolasi juga penting bagi serangga penyerbuk. Hasil penelitian Widhiono dan Sudiana (2014) menunjukan bahwa lahan pertanian yang berbatasan dengan habitat hutan mempunyai keragaman serangga penyerbuk yang lebih tinggi dibanding dengan yang jauh dari hutan .
5.3. Intensifikasi Pertanian 5.3.1. Intensifikasi Pertanian Beberapa kondisi yang disebabkan oleh sistem pertanian modern dan banyak praktik pertanian membuat lahan pertanian menjadi habitat yang tidak sesuai bagi perkembanangan populasi serangga penyerbuk (Kremen et al., 2002). Intensifikasi lahan pertanian telah menyebabkan terjadinya bentang alam yang homogen, yaitu adanya lahan yang luas dengan satu jenis tanaman pertanian tanpa gulma dan menyempitnya habitat semi alami ( hilangnya habitat pinggiran, yang merupakan penyedia sumber pakan dan tempat bersarang bagi lebah liar pada tepi lahan pertanian), Sehingga kompleksitas struktur lahan di antara lahan pertanian dengan ekosistem yang berdekatan berkurang atau menghilang. Hilangnya jejaring vegetasi liar yang menopang serangga penyerbuk, menyediakan tempat bersarang serta mikrohabitat untuk menetaskan telur dan pertumbuhan periode larva. Sealin itu intensifikasi pertanian juga akan meningkatkan penggunaan bahan kimia (pestisida), yang akan menyebabkan berkurangnya jumlah serangga penyerbuk pada lahan pertanian (Kevan, 1999).
52 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 5.3.2. Penyeragaman tanaman pada lahan pertanian Dalam sistem pertanian modern proses koevolusi antara bunga dengan serangga telah mengalami gangguan karena lahan didominasi oleh jenis bunga yang seragam dalam ukuran, warna dan bentuk. Bunga-bunga ini biasanya mekar bersamaan dan hanya bertahan dalam beberapa pekan, sehingga jumlah puncak penyerbuk hanya dibutuhkan dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini disebabkan oleh diterapkanya sistem monokulture yang berdampak pada penurunan keragaman serangga penyerbuk dalam skala yang luas. Sebuah hasil riset yang besar menunjukan bahwa lahan pertanian modern yang dikelilingi oleh habitat pertanian yang lain memiliki jumlah lebah yang lebih sedikit dibandingkan dengan lahan pertanian modern yang dikelilingi lahan semi alami. Pada bentang lahan pertanian yang mempunyai jenis tanaman yang berbeda ternyata ditemukan jenis serangga penyerbuk yang lebih bervariasi dibanding lahan dengan satu jenis tanaman pertanian ( Widhiono dan Sudiana, 2015a). 5.3.3. Pengolahan tanah Praktik pengolahan tanah, biasanya berkaiatan dengan ketersediaan gulma yang ada. Pengolahan lahan secara intensif akan menyebabkan perubahan pada komposisi dan kelimpahan spesies gulma yang ada dalam sistem pertanian. Hal ini akan berpengaruh pada berkurangnya sumber daya floral bagi penyerbuk. Praktik pengolahan tanah secara luas akan merusak sarang harus serangga penyerbuk di tanah. 5.3.4. Dampak penggunaan insektisida Penggungaan pestisida dalam pertanian sebagai penyebab berkurangnya penyerbuk, terutama ketika waktu penyemprotan bersamaan dengan waktu pembungaan. Insektisida menjadi ancaman utama bagi penyerbuk, dan penggunaan pestisida yang menyebabkan berkurangnya kelimpahan lebah dilaporkan secara musiman di banyak negara di dunia ini. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 53
Imam Widhiono Penggunaan diazinon untuk mengontrol kutu daun dalam lahan alflfa menghasilkan penurunan besar-besaran penyerbuk lebah alkali, yang membutuhkan beberapa tahun untuk pemulihan. Teracuninya lebah madu dapat menghasilkan kematian langsung dan berpindahnya lebah ratu. Berbagai serangga penyerbuk liar lebih rentan terhadap pestisida dibandingkan dengan lebah madu domestik, dan penyerbuk liar mungkin dapat punah dari lingkungan lahan pertanian dan sekelilingnya atau membutuhkan beberapa waktu untuk mencapai masa recoveri sehingga kembali pada bentuk sebelum penggunaan pestisida dilahan tersebut. Sementara para petani mungkin sadar bahwa pestisida tidak seharusnya digunakan pada tanaman pertanian yang membutuhkan penyerbuk pada saat pembungaan, pestisida digunakan pada periode lain pada tumbuhan akan berpengaruh pada bunga gulma, dan penyerbuk, dimana kunjungannya pada bunga, mungkin juga akan terpengaruh akibat penggunaan pestisida. Penyerbuk yang hidup lahan alami yang berdekkatan dengan lahan pertanian dapat terpengaruh penggunaan pestisida baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dan efeknya dapat berupa efek berbahaya langsung maupun efek sampingan berbahaya. Dampak dari penggunaan pestisida, sangat bervariasi tergantung dari jenis pestisida yang digunakan, kerentanan spesies penyerbuk, tipe vegetasi dan lama penggunaan pestisida dilahan tersebut. Penggunaan insectisida untuk mengontrol hama nonpertanian pada ekosistem non-pertanian dapat juga berefek pada kelimpahan serangga penyerbuk dan aktivitas disekitar lahan pertanian. herbisida juga dapat secara dahsyat mempengaruhi populasi penyerbuk dengan menghancurkan sumber makanan periode larva dan tempat yang aman untuk bersarang, (Kevanet al. 1997).
54 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 5.4. Dampak Pemanasan Global Terhadap Serangga Penyerbuk Pada saat ini isu utama berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah terjadinya pemanasan global yang perlu diantisipasi dengan model adaptasi. Pemanasan global juga berpengaruh terhadap hubungan antara serangga penyerbuk dengan tumbuhan, yang secara garis besar terjadi melalui 3 proses yaitu : perubahan fenologi pembungaan, terjadinya perubahan hubungan serangga penyerbuk dan terjadinya ketidak sesuaian antara serangga penyerbuk dengan bunga. 5.4.1. Perubahan Phenology Banyak organisme merespon perubahan temperatur dengan merubah aktivitas dan metabolismenya, atau melakukan perbuahan phenology. Hingga saat ini kekuatan dan arah tanggapan fenologi tehadap kenaikan temperatur dan apakah perubahan fenologis sebagai respon terhadap perubahan iklim terjadi pada semua komunitas di alam masih belum diketahui, namun demikian dalam sepuluh tahun terakhir telah menjadi perhatian utama tentang respon fenologis terhadap pemansan global (Post dan Inouye 2008; Rosenzweig et al., 2008) dan banyak pemahaaman tentang pemanasan global berasal dari kajian fenologi. Perubahan phenology pada tumbuhan yang berkaiatan dengan penyerbukan meliputi empat hal yaitu : 1)
Awal pembungaan
Secara umum munculnya bunga tampaknya berhubungan dengan suhu rata-rata dalam sebulan atau bulan sebelum waktu pembungaan. Respon awal pembungaan terhadap kenaikan suhu bersifat linier, yang akan menjadi hal yang penting bagai hubungan antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Sparks dan Menzel (2002) menemukan hubungan yang linier antara variasi suhu dengan 25 jenis tumbuhan di Inggris 23 diantaranya melakukan pembungaan lebih awal ketika terjadi kenaikan suhu udara. Untuk memahami pengaruh pemanasan global, penjelasan respon spesies tanaman dengan pembungaan lebih awal, secara general merupakan hal yang penting. Selain itu perlu diperhatikan juga faktor-faktor lain Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 55
Imam Widhiono yang ikut berpengaruh seperti fotoperiodsitas, penguapan dan kelembaban tanah dan juga kombinasinya. Jika perubahan iklim merusak hubungan antar faktor lingkungan yang digunakan oleh tumbuhan sebagai perangsang awal pembungaan, kombinasi yang terjadi sebelumnya mungkin akan muncul kembali pada musim berikutnya, yang akan menyebabkan waktu pembungaan yang aneh. Selanjutnya respon fenologis tumbuhan terhadap kenaikan temperatur sebelumnya tidak menunjukan apakah respon lebih lanjut dari tumbuhan terhadap temperatur akan terus linier, datar, atau akan mengikuti hubungan yang lain. Beberapa respon lanjutan tidak saja bergantung pada respon langsung suatu tanaman terhadap suhu atau faktor lingkungan yang lain, tetapi juga bergantung pada modifikasi ekologis maupun evolusi oleh hubungan tumbuhan dengan penyerbuknya. 2)
Lama waktu pembungaan
Lama waktu pembungaan merupakan aspek fenologis lain yang sangat penting baik bagi reproduksi tumbuhan maupun sebagai penyedia pakan serangga penyerbuk. Sangat jelas bukti terjadinya perpanjangan musim pertumbuhan pada berbagai tumbuhan di Eropa selama sepuluh tahun terakhir, tetapi lama waktu musim bunga tampaknya tidak terpengaruh terutama untuk spesies yang bunganya muncul lebih lambat yang menunjukan lebih banyak variasi respon terhadap pemansan global 3)
Pemunculan serangga penyerbuk
Sebagian besar penyerbuk adalah serangga yang bertubuh kecil dan bersifat poikilothermic (suhu tubuh dipengaruhi suhu lingkungan) sehingga sangat rentan terhadap perubahan suhu yang akan mempengaruhi siklus hidup dan pola aktivitasnya. Seperti tumbuhan, pada serangga juga terjadi hubungan linier antara suhu dengan pehenology serangga penyerbuk dan pengaruhnya sangat kuat pada awal musim.
56 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 4)
Kelimpahan dan penyebaran tumbuhan dan serangga penyerbuk
Suhu merangsang terjadinya perubahan kelimpahan bunga yang akan sangat berpengaruh terhadap interkasi penyerbukan. Peningkatan jumlah bunga merupakan salah satu respon yang terjadi pada tanaman ketika terjadi kenaikan suhu udara. Peningkatan jumlah bunga akan menyebabkan terjadinya peningkatan keberhasilan reproduksi pada spesies tumbuhan. Misalnya melalui peningkatan jumlah kunjungan serangga penyerbuk sebagai akibat dari perubahan tingkah laku dan komposisi serangga penyerbuk dalam komunitas yang akhirnya akan meningkatkan penyerbukan silang dan jumlah biji yang dihasilkan (Hegland et al, 2009). Sebaliknya peningkatan jumlah bunga individu tanaman kemungkinan akan menyebabkan meningkatnya penyerbukan sendiri yang disebabkan oleh adanya geitonogamy. Peningkatan jumlah bunga juga akan mempengrauhi serangga penyerbuk karena ketersediaan pakan yang meningkat merupakan faktor yang sangat penting yang mengatur aktivitas dan kepadatan populasi serta keragaman serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter dan Schiele, 2008). Bukti langsung pengaruh suhu terhadap kelimpahan serangga penyerbuk masih jarang. Namun demikian informasi dari penelitian sepanjang gradient ketinggian tempat maupun garis lintang untuk menggambarkan pengaruh suhu, menunjukan pengaruhnya pada komunitas serangga penyerbuk terpengaruh oleh perubahan iklim. Misalnya penyerbuk dari kelompok lalat lebih banyak ditemukan pada daerah yang lebih dingin dan lebih basah, sedangkan lebah lebih banyak ditemukan pada daerah yang lebih panas dan lebih kering. Yang diduga sebagai dampak dari pemanasan global.
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 57
Imam Widhiono 5)
ketidaksesuaian penyerbuk
antara
tumbuhan
dan
serangga
Hubungan tanaman dengan penyerbuk dapat terganggu melalui dua cara yaitu ketidak seuaian waktu (phenological mismathces) dan ketidak sesuai ruang dan waktu (distributional mismathces), yang akan merubah ke tersediaan pasangan hubungan mutualistik. Mismatches terjadi apabila pasangan hubungan mutualisme yang asli berkurang pemanfaat habitat bersama baik dalam skala waktu dan tempat, sehingga akan mulai terjadi pemisahan tingkat trophik nya. (Memmott et al., 2007) membuat simulasi bagaimana pemanasan global mempengaruhi jejaring hubungan antara tumbuhan dengan penerbuk yang sudah terjalin lama. Mereka menemukan bahwa berdasarkan pada perubahan fenologis, antara 17 and 50% dari semua spesies serangga penyerbuk menderita karena kerusakan ketersediaan pakan yang disebabkan oleh ketidak sesuaian waktu. Serangga penyerbuk spesial akan lebih menderita dengan kekurangan pakan, tetapi serangga generalis dengan jumlah sumber pakan yang lebih banyak juga mengalami kekurangan pakan. Variasi antar spesies terhadap respon fenologis terhadap pemanasan global mungkin juga menyebabkan ketidak sesuaian hubungan serangga dengan tanaman yang ditimbulkan oleh ketidak mampuan serangga mengunjungi bunga yang biasa dkunjungi, terutama apabila bunga mekar terlalu awal atau terlalu terlambat. (Memmott et al., 2007) kebanyakan serangga penyerbuk mengunjungi bunga berdasarkan kebiasaan, seperti suatu kesesuaian fenologis terjadi dan muncul dari proses yang panjang dari hubungan antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Hasil ini dapat menjelaskan bagaimana serangga penyerbuk merespon pemanasan global dan hubungannya dengan ketersediaan pakan. Respon suhu dan munculnya mismacthes dalam hubungan penyerbukan sangat bervariasi antar spesies dan antar daerah.
58 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 6)
Dampak dari ketidak sesuaian
Kesesuaian waktu dalam hubungan mutualisme merupakan hal yang sangat penting untuk efesiensi bagi tumbuhan dan kelangsungan hidup serangga penyerbuk. Oleh karena itu salah satu hal yang perlu diperhatikan dari dampak pemanasan global terhadap hubungan penyerbukan adalah dampak demografi dari ketidak sesuaian antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk. Penjelasan bagaimana hubungan penyerbukan merespon terhadap pengaruh iklim pada mismatches masih dalam bentuk prakiraan, karena masih sedikitnya bukti bahwa peningkatan suhu mempengaruhi demografi dan dinamika populasi antara tumbuhan dengan serangga penyerbuknya. Pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan pakan bagi serangga penyerbuk dan ketersediaan penyerbuk bagi tumbuhan sulit untuk diprediksi karena masih belum jelasnya sistem pengaturan populasi apakah dari atas atau dari bawah (SteffanDewenter dan Schiele, 2008). Jika kejadian mismatches berdampak serius terhadap demografi, kepadatan dan distribusi populasi serangga penyerbuk, berarti kondisi ini dipengaruhi oleh pengaruh dari bawah seperti kelimpahan bunga. Sedangkan apakah mismatches akan secara nyata berpengaruh terhadap demografi tumbuhan sangat bergantung pada pengaruh dari atas yaitu melalui pengaruh kelimpahan serangga penyerbuk terhadap ketersediaan dan penyebaran tepungsari. 7)
Pada tanaman,
Ketidaksesuaian serangga penyerbuk yang penting akan mengurangi peletakan tepungsari melalui perubahan kunjungan serangga penyerbuk baik jumlah maupun kualitas kunjungan pada bunga, meningkatkan keterbatasan tepungsari. Diantara tumbuhan,sangat umum terjadi keterbatasan reproduksi yang disebabkan oleh kekurangan penyerbukan (Ashman et al., 2004) dampak lain dari mismatches is adnya dampak berurutan yang mungkin terjadi berupa interaksi spesies pada akhir musim bunga. Penurunan secara drastis populasi serangga penyerbuk pada awal mungkin akan berpengaruh terhadap tanaman yang berbunga lebih awal maupun pada tanaman terlambat berbunga yang secara berturutan tanaman berbunga akan memfasilitasi satu dengan lainnya untuk mempertahankan populasi serangga penyerbuk. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 59
Imam Widhiono 8)
Pada serangga penyerbuk
Pada serangga penyerbuk, ketidak sesuaian dengan spesies sumber pakan utama akan mengurangi asesibilitas pakan melalui perubahan ketersediaan karbohidrat dan protein ( nektar dan tepungsari ), yang akhirnya akan mempengaruhi kelulushidupan dan reproduksi serangga penyerbuk. Dampak mismatches pada dinamika populasi serangga penyerbuk akan lebih berbahaya dibanding bagi tanaman, karena serangga penyerbuk sering kali bergantung sepenuhnya pada sumber pakan dibanding ketergantungan tumbuhan terhadap penyerbuknya. Banyak serangga penyerbuk berhasil melakukan reproduksi dan pengembangan populasinya ketika terjadi keseuaian dengan waktu pembungaan dan kelimpahan bunga yang sesuai. Serangga penyerbuk umumnya mempunyai masa hidup yang sangat pendek diabnding tumbuhan sehingga serangga lebih peka terhadap perubahan iklim global (Morriset al.,2008), dan banyak terjadi dinamika populasinya sangat beragam antar waktu dan tempat. (Williams et al.,2001). Ketersediaan sumber daya pakan dalam hal ini kelimpahan bunga merupakan penekan dari bawah yang sangat menentukan dinamika populasi serangga penyerbuk dibanding penekan dari atas yang berasal dari parasitioid dan predator. SteffanDewenter dan Schiele(2008). Perpanjangan waktu pembungaan atau peningkatan ketersediaan pakan per bunga merupakan salah satu bentuk kompensasi atas kekurangan pakan yang disebabkan oleh adanya ketidak sseuaian dalam ruang dan waktu.hal lain yang penting dari dampak adanya mismaches adalah kelimpahn serangga penyerbuk karena hampir sebagian besar serangga penyerbuk maupun tumbuhan bersifat general dalam memanfaatkan pasangan mutualisme, sehingga mismaches hanya meruapakn bagian dari proses tersebut yang selanjutnya akan berdampak pada perubahan atau ketidak sesuaian dalm struktur tropik.
60 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
BAB VI
STRATEGI KONSERVASI SERANGGA PENYERBUK PADA LAHAN PERTANIAN
6.1. Latar Belakang Penurunan keragaman dan populasi serangga penyerbuk pada lahan pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi eksositem pertanian. Intensifikasi pertanian yang meliputi : penanaman sistem monokultur, penggunaan pupuk, insectisida dan herbisida serta sistem pengelolaan lahan akan menyebabkan berkurangnya keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk. Selain itu tindakan pengurangan lahan semi alami akan menyebabkan berkurangnya spesies tumbuhan yang merupakan sumber pakan serangga penyerbuk, dan berubahnya hubungan serangga dengan tumbuhan (Keith, 2009). Secara umum beberapa faktor potensial telah teridentifikasi sebagai penyebab penurunan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, adalah : kerusakan habitat dan hilangnya habitat alami yang secara langsung akan menyebabkan berkurangnya sumber pakan, kehilangan tempat bersarang dan ketidak sesuaian kondisi iklim mikro (Brosi et al, 2008). Oleh karena itu, upaya konservasi serangga penyerbuk yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah jenis dan kelimpahan tumbuhan berbunga sebagai sumber pakan, mempertahankan keberadaan habitat-habitat yang sesuai yang mampu menyediakan tempat bersarang dan ketersediaan pakan sepanjang tahun serta kondisi mikroklimat yang sesuai. Kondisi habitat yang demikian dapat tercapai apabila struktur dan keragaman vegetasi yang sesuai tersedia (Kramer et al., 2011).
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 61
Imam Widhiono Konservasi serangga penyerbuk berbasis habitat didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa keragaman dan populasi lebah liar sebagai serangga penyerbuk bergantung pada, mutu habitat, luasan habitat, posisi habitat dan ketersediaan hubungan dengan habitat lain (Hodgson et al., 2009). Diantara faktor-faktor tersebut, yang paling menentukan adalah mutu habitat, yaitu jumlah dan keragaman tumbuhan (berbunga) sebagai sumber pakan serangga penyerbuk sepanjang tahun. Karena keragaman dan populasi tumbuhan yang rendah mengakibatkan terjadinya keterbatasan jumlah serbuk sari sebagai sumber pakan utama serangga penyerbuk ( Holzuch, et al. 2011). Dalam konsep konservasi serangga penyerbuk pada skala bentang alam telah dikembangkan 5 prinsip dasar yang saling berhubungan. Prinsip tersebut berbasis pada kondisi habitat, baik kualitas habitat, ukuran habitat maupun isolasinya. Prinsip tersebut meliptui : 1) Mempertahankan habitat sumber khususnya untuk spesies serangga penyerbuk spesialis 2) Mempertahankan kualitas hetergoenitas bentang alam 3) Mengurangi perbedaan antara petak alami dengan petakpetak yang telah termodifikasi 4) Mempertahankan jumlah habitat yang tidak terganggu dan mengurangi gangguan pada habitat. 5) Mempertahankan hbungan antar habitat Prinsip tersebut ditujukan terutama untuk mempertahankan populasi pada tingkat yang sehat, karena kepunahan suatu spesies serangga penyerbuk disebabkan oleh penurunan populasi yang terus berlanjut. Populasi yang sehat biasanya membutuhkan dukungan kombiansi tiga hal yang berkaitan dengan metapopulasi yaitu ukuran petak habitat yang luas, mutu petak habitat dan pengurangan isolasi.
62 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono 6.2. Konservasi Serangga Penyerbuk Pada Lahan Pertanian Pada lahan pertanian konservasi serangga penyerbuk dilakukan melalui 3 langkah utama yaitu : 1) mengenal dan melindungi serangga penyerbuk dan habitat yang sudah ada, 2) meningkatkan dan mengembalikan kualitas habitat untuk serangga 3) mengelola habitat untuk meningkatkan komunitas serangga penyerbuk.
keragaman
6.2.1. Mengenal dan melindungi serangga penyerbuk dan habitat yang sudah ada, Dalam konservasi serangga penyerbuk, pada bentang alam biasanya ditemukan serangga penyerbuk liar dan habitat yang sudah ada . Pada bentang alam yang didominasi lahan pertanian di Indonesia banyak ditemukan spesies serangga penyerbuk dari Ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu), Ordo Diptera (bangsa latat), Ordo Coleoptera (bangsa kumbang) dan yang terbanyak Ordo Hymenoptera (bangsa lebah dan tawon). Jenis habitat yang banyak terdapat disekitar lahanpertanian dan berperan sebagai habitat serangga penyerbuk adalah berupa batasan lahan, tepian parit,tepian hutan, lahan yang tidak dimanfaatkan (Sudiana dan Widhiono, 2015). Kebanyakan petani sebenarnya sudah memiliki habitat yang sesuai untuk serangga penyerbuk lokal baik dalam bentuk habitat semi alami maupun habitat alami yang berdekatan dengan lahan pertaniannya dan berperan dalam meningkatkan populasi dan keragaman serangga penyerbuk lokal. Habitat –habitat yang sudah ada berupa perbatasan lahan, pinggiran parit, dan lahan yang tidak dipergunakan. Bagaimana mengenali habitat tersebut agar dapat diperankan sebagai faktor yang penting dalam konservasi serangga penyerbuk pada lahan pertanian? Untuk dapat memanfaatkan habitat tersebut sebagai habitat serangga penyerbuk dibutuhkan beberapa informasi yang penting. Informasi tersebut meliputi : Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 63
Imam Widhiono (1) Jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan berbunga (2) Jadwal waktu pembungaan antar tumbuhan liar (3) Jenis dan jumlah serangga penyerbuk yang ada (4) Jumlah dan jenis sarang penyerbuk liar yang ada 6.2.2. Melindungi serangga penyerbuk dan habitat yang sudah ada. Untuk dapat melindungi serangga penyerbuk yang sudah ada harus terlebih dahulu difahami faktor-faktor yang dapat merusak atau berdampak buruk terhadap populasi serangga penyerbuk maupun habitatnya. Beberapa cara yang harus dilakukan meliputi : 1) Mengurangi penggunaan Pestisida Pestisida baik insektisida, herbisida maupun fungsida, mempunyai dampak yang merusak komunitas serangga penyerbuk. Pestisida tidak hanya membunuh langsung serangga penyerbuk, tetapi pada dosis sub lethal akan mempengaruhi tingkah laku pencarian pakan maupun tingkah laku bersarang sehingga akan menghambat pertumbuhan populasinya. Pada lebah sosial, dampak pollen yang terkena pestisida akan menyebabkan kematian pada anakan sehingga populasinya menurun. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma akan membunuh jenis tumbuhan yang menyediakan sumber pakan bagi serangga penyerbuk terutama pada saat tanaman utama tidak berbunga. Untuk melindungi penyerbuk dan habitatnya maka disarankan untuk tidak menggunakan pestisida pada lahan yang dikonservasi (Nicholls dan Altieri, 2012), Namun demikian, apabila penggunaan pestisida tidak dapat dihindari maka penggunaannya diupayakan untuk : langsung pada tanaman yang dituju , menghindari penggunaan pestisida yang berspektrum luas, menghindari penggunaan pestisida pada saat tanaman sedang berbunga, dan lahan harus bebas dari gulma untuk mengurangi peluang serangga penyerbuk mengunjungi bunga yang telah di semprot pestisida.
64 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Waktu penyemprotan pestisida juga perlu memperhatikan beberapa hal antara lain : penyemprotan pada malam hari akan mengurangi resiko kematian pada lebah liar, suhu udara juga perlu dipertimbangkan terutama berkaitan dengan aktivitas serangga penyerbuk, pada suhu yang rendah aktivitas lebah liar akan menurun sehingga tepat untu melakukan penyemprotan. Namun demikian toksisitas residu akan lebih panjang pada saat suhu rendah yang dapat membahaykan lebah liar yang mengunjungi bunga pada pagi hari (New, 2005). Pada saat ini banyak digunakan insektisida dari jenis Neonicotinoid yang merupakan insektisida racun otak dengan sifat-sifat yang sangat diharapkan yaitu mempunyai aktivitas yang luas, penggunaan dalam dosis rendah, mempunyai toksisitas yang rendah terhadap mamalia, bersifat sistemik pada tanaman dan metode penggunaan yang serbaguna. Namun demikian model penyebaran insektisida ini di dalam tanaman akan menyebabkan terjadinya penumpukan bahan racun pada tepung sari dan nektar yang berdampak pada serangga penyerbuk, sehingga jenis insetisida ini di berbagai negara merupakan salah satu penyebab kepunahan lokal serangga penyerbuk. Nama dan turunan insektisida berbahan aktiv neonicotinoid meliputi : Imidacloprid, Clotianidin, Fipronil, Aceta miprin, Thiacoprid dan Thiamethoxan (Kindemba, 2009) 2) Melindungi sarang lebah Lebah membutuhkan sarang, sehingga untuk mendukung pengembangan populasi lebah liar sangat penting diperhatikan penyediaan tempat bersarang atau perlindungan sarang lebah liar yang sudah ada. Kebutuhan tempat bersarang bagi lebah sama pentingnya dengan penyediaan sumber pakan. Sebaiknya tempat bersarang dengan sumber pakan berada pada satu habitat, tetapi biasnya lebah dapat beradaptasi pada skala bentang alam dimana sumber pakan dengan tempat bersarang terpisah. Namun demikian dua kunci utama (sumber pakan dan tempat bersarang) untuk pengembangan populasi dan keragaman lebah liar tidak boleh terlalu berjauhan. Lebah liar sering kali membuat sarang ditempat yang mencolok, sebagai contoh beberapa jenis lebah liar menggali lubang pada tanah yang gundul, lebah yang lain menempati lubang pada pohon, beberapa lebah mengunyah keluar empulur lembut batang tanaman untuk membuat sarangnya. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 65
Imam Widhiono
. a
b
c
Gambar 6.1. a. Sarang Trigona laeviceps. b. Setup lebah madu. c. Sarang lebah Rhopalidia sp (foto pribadi)
Sangat penting untuk mencari dan mengetahui tempat dan bentuk sarang lebah liar yang sudah ada dan jika memungkinkan membuat tiruan sarang untuk merangsang lebah memanfaatkan sarang yang ada. Kebanyakan lebah membuat sarang di dalam tanah, tetapi beberapa lebah yang penting membuat sarang di bagian tanaman. Lebah liar yang bersarang dalam tanah membutuhkan akses langsung terhadap permukaan tanah yang terbuka untuk menggali lubang sarang. Jenis tanah yang disukai adalah tanah yang tidak subur sehingga membutuhkan tanah yang berkualitas rendah, berpasir atau lempung berpasir. Sebagian besar lebah yang bersarang ditanah adalah lebah solitair, seringkali type lebah ini menggunakan sarang bersama lebah lain. Untuk melindungi lebah yang bersarang di dalam tanah perlu diperhatikan hal sebagai berikut : (1) menghindari pengairan pada lahan yang gersang yang ditemukan adanya sarang lebah dalam tanah. (2) menghindari pembersihan rumput pada lahan yang terdapat sarang lebah (3) menghindari penggunaan fumigant (pengasapan tanah) untuk mengendalikan cendawan pathogen akar. Perlindungan terhadap lebah yang bersarang pada lubang pohon. Lebah yang bersarang pada lubang pohon biasanya memanfaatkan lubang bekas serangan kumbang pada batang pohon, atau pada
66 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono lubang pohon yang lain. Atau pada pohon mati yang masih berdiri, karena tidak berhubungan dengan kebutuhan manusia biasanya sarang lebah ini tidak banyak terganggu. 3) Mendukung budidaya lebah madu Secara tradisional, budidaya lebah madu banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan, mengingat peran lebah madu lokal sebagai serangga penyerbuk. Upaya pengkayaan habitat dan konservasi lebah liar juga akan bermanfaat untuk konservasi lebah madu lokal. Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa lebah madu membutuhkan air untuk mendinginkan sarangnya, sehingga diperlukan ketersediaan air pada habitat dimana ditemukan budidaya lebah madu oleh masyarakat. 4) Meningkatkan Kualitas Habitat Untuk Serangga Penyerbuk Pada Lahan Pertanian. Kualitas habitat serangga penyerbuk diukur berdasarkan pada beberapa faktor antara lain : jumlah jenis tumbuhan penghasil bunga sebagai pakan serangga penyerbuk, jumlah bunga dan ketersediaannya sepanjang tahun, dan ketersediaan tempat bersarang (Widhiono dan Sudiana, 2015a). Sehingga metode peningkatan kualitas habitat dilakukan dengan pengkayaan tumbuhan berbunga untuk menyediakan pakan sepanjang tahun pada lahan pertanian, metode ini merupakan adopsi dari Agri Environmental Scheme (AES) yang di kembangkan di benua Eropa (Whittingham, 2011). Metode ini dikembangkan berdasar pada teori dan kenyataan bahwa keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk berhubungan dengan komunitas tumbuhan pada habitat, semakin beragam jenis tumbuhan yang ada, semakin tinggi keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk (Chimura et al, 2012). Pada lahan pertanian modern terjadi penyerdahanaan ekosistem yang disebabkan oleh adanya sistem monokultur. Pada sistem pertanian monokultur akan terjadi pemiskinan tumbuhan sumber pakan serangga penyerbuk, oleh karena itu langkah yang harus dilakukan adalah pengkayaan lahan pertanian dengan tumbuhan liar Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 67
Imam Widhiono berbunga yang disukai serangga penyerbuk. Widhiono dan Sudiana (2012 dan 2013) dalam penelitiannya kawasan pertanian di lereng utara Gunung Slamet, Jawa Tengah, menggunakan 4 spesies tumbuhan liar yang paling banyak dikunjungi serangga penyerbuk yaitu : Cleome rutidospermae, Tridax procumber, Borreria laevicaulis dan Euphorbia heterophyla sebagai tumbuhan pengkaya pada lahan pertanian Strawberry, Cabe rawit, Tomat dan buncis dengan jumlah tanaman antara 5%,10% dan 15% dari total tanaman pertanian. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan keragaman dan populasi serangga penyerbuk dan peningkatan jumlah buah yang dihasilkan.
a
b
c
d
Gambar 6.2. Jenis tumbuhan liar yang dikunjungi serangga penyerbuk. a. Borreria laevicaulis b. Euphorbia heterophyla c. Tridax procumbers. d. Cleome rutidospermae (koleksi pribadi)
68 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Penggunaan ke empat jenis tumbuhan liar tersebut diuji cobakan pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasar ketinggian tempat, ternyata hasilnya tidak berbeda nyata antar ketinggian tempat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengkayaan lahan pertanian dengan keempat jenis tumbuhan liar tersebut dapat diterapkan pada lahan pertanian untuk meningkatkan keragaman serangga penyerbuk maupun hasilnya. Peletakan tumbuhan liar pada lahan dapat ditempatkan pada ujung baris tanaman pertanian atau pada sela antar guludan. Pengkayaan lahan dengan tumbuhan liar dapat dilakukan dengan penerapan sistem pertanian organik, karena sistem pertanian organik terbukti mampu meningkatkan keragaman hayati pada ekosistem pertanian. Peningkatan keragaman hayati terjadi karena menurunnya penggunaan pestisida dan pupuk mineral pada lahan, serta terjadinya pergantian tumbuhan yang ada. (Gabriel danTscharntke, 2007). Pertanian organik juga terbukti mampu meningkatkan keragaman serangga penyerbuk melalui mekanisme pengkayaan tumbuhan berbunga yang mampu menyediakan pakan bagi serangga sepanjang tahun serta ekosistem yang lebih stabil (Batary et al, 2013) 5) Mengelola habitat sekitar lahan pertanian Habitat semi alami disekitar lahan pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam konservasi serangga penyerbuk di lahan pertaniankarenamampu menduking keberadaan berbagai spesies serangga penyerbuk serta mampu menyediakan tempat bersarang bagi lebah liar (Krameret al., 2011). Morandin dan Wilson (2006) menyatakan bahwa lahan yang tidak diolah disekitar lahan pertanian mampu menyediakan serangga penyerbuk untuk tanaman pertanian yang ada. Sudiana dan Widhiono (2015) menemukan bahwa habitat hutan (hutan alam, hutan pinus, hutan damar dan hutan rakyat) di sekitar lahan pertanian dihuni oleh sekitar 13 spesies lebah liar yang berperan sebagai serangga penyerbuk pada tanaman pertanian. Tipe hutan yang paling berdekatan dengan lahan pertanian adalah hutan pinus dan hutan damar. Kedua tipe hutan tersebut dihuni oleh sedikitnya 9 spesies lebah liar. Keberadaan serangga tersebut berhubungan dengan mutu habitat terutama adalah keragaman Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 69
Imam Widhiono tumbuhan liar berbunga yang ada yang mendominasi tumbuhan bawah .Habitat tersebut perlu dikelola dengan cara yang terutama adalah tidak dilakukan pembersiahn lahan dengan menggunakan herbisida. 6.3. Konservasi Serangga Penyerbuk Di Luar Lahan Pertanian 1) Pemilihan tempat Pemilihan lokasi yang akan dipergunakan sebagai habitat baru untuk konservasi serangga penyerbuk harus dimulai dari pengamatan yang menyeluruh yang meliputi : letak dan jarak dari lahan pertanian, pola penggunaan lahan dan ketersediaan sumber daya. (1) Jarak dari lahan pertanian Komunitas lebah liar dan serangga penyerbuk secara umum tersusun dari spesies yang mampu mencari pakan dalam daerah edar yang luas maupun spesies yang hanya mampu mencari pakan pada jarak yang dekat dengan sarang, sehingga jarak sumber pakan pendukung juga harus diperhatikan. Berbagai peneltian menunjukan bahwa layanan jasa penyerbukan oleh serangga lebih tinggi pada lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan dan lahan semi alami lainnya dibanding dengan lahan yang berbatasan dengan lahan pertanian lainya. Bailey et al., (2014) menemukan terjadinya hubungan negatif antara keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan jarak dari batasan hutan, semakin jauh dari hutan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk semakin kecil. Tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman pertanian menurun sampai 50% pada lahan yang berjarak 668 m dari habitat alami (Ricketts et al., 2008). Hasil penelitian yang dilakukan pada lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan pinus di lereng utara Gunung Slamet, menunjukan bahwa jumlah individu serangga penyerbuk yang mengunjungi tanaman starwbery dan tomat semakin menurun sejalan dengan meningkatnya jarak dari batasan hutan (Widhiono, 2014)
70 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
Gambar 6.3. Jumlah individu serangga penyerbuk dan hubungannya dengan jarak dari hutan pada tanaman starawbery dan tomat di desa Serang, Purbalingga Jawa Tengah ( Widhiono, 2014)
2) ukuran dan bentuk : Ukuran lahan pendukung konservasi serangga penyerbuk, minimal 1,5 are atau 2,0 are, semakin besar ukuran lahan semakin potensial untuk meningkatkan populasi dan keragaman serangga penyerbuk. Dengan penanaman herba dalam lahan berbentuk segi empat yang luas akan mengurangi dampak perbatasan dan mencegah masuknya gulma yang tidak dikendaki, namun demikian penanaman dalam bentuk lajur lebih mudah diterapkan terutama jika memanfaatkan perbatasan lahan yang ada (Nicholls dan Altieri, 2012) 3) Design Habitat Dalam merancang penanaman tumbuhan untuk serangga penyerbuk, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah bentang alam pertanian secara keseluruhan dan bagaimana habitat baru dapat dimanfaatkan oleh habitat yang berdekatan. Oleh karena itu perlu di perhatikan juga hal-hal khusus dalam penanaman seperti keragaman spesies tumbuhan, waktu pembungaan, kepadatan tumbuhan, dan pertimbangan memasukan rumput-rumputan untuk pengendalian gulma dan stabilitas tanah. 4) Pertimbangan bentang alam. Langkah pertama dalam merancang habitat adalah pertimbangan bagaimana lahan tersebut dapat berfungsi dengan kondisi bentang alam yang berbatasan. Sebagai contoh, apakah habitat baru cukup Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 71
Imam Widhiono dekat dengan lahan tanaman yang membutuhkan serangga penyerbuk dan mempunyai nilai yang nyata? Dalam hal ini hal yang perlu dipertimbangkan adalah kemampuan jarak terbang serangga penyerbuk yang lebih kecil sangat terbatas, sehingga habitat baru perlu dirancang lokasinya tidak terlalu jauh dengan lahan pertanian yang dikelola. Jenis penataan ini akan mengurangi gangguan dari penyerbuk tanaman yang tidak dikendaki dan masih tetap mendukung peningkatan populasi lebah liar. Habitat baru yang berdekatan dengan habitat penyerbuk yang sudah ada, akan lebih menguntungkan karena habitat lama dapat berfungsi sebagai benih untuk pengembangan habitat baru. Sebagai contoh lahan kososng atau habitat alami, dapat menjadi tempat yang baik untuk memulai membangun habitat baru. Banyak pula terjadi lahan dengan banyak sarang lebah liar tetapi tidak mempunyai tanaman sumber pakan, maka lahan sperti ini sangat baik sebagai habitat baru dengan menambahkan tanaman sumber pakan lebah liar. 5) Penganekaragaman tumbuhan : Berbagai mekanisme penyedianan tanaman dalam ekologi penyerbuka telah dikembangkan, tetapi prinsip dasarnya adalah tersedianya keragaman tumbuhan berbunga yang akan menarik berbagai spesies serangga penyerbuk karena perbedaan atraksi dari tumbuhan terhadap serangga yang berbeda (pelengkap daya tarik ) dan juga karena perbedaan jumlah dan mutu sumber daya yang tersedia pada bunga ( pelengkap sumber daya) Pada petak dengan keragaman tanaman yang berlimpah, kemungkinan ditemukan banyak serangga penyerbuk karena tumbuhan berbunga yang ada akan sebagai tempat perlindungan bagi serangga penyerbuk yang terusir dari petak yang kaya bunga dengan kandungan sumber daya yang tinggi (Chmuraet al., 2012). Sehingga bunga tanaman yang kurang menarik serangga juga memberi keuntungan bagi serngga penyerbuk tertentu. Demikia juga halnya petak dengan banyak bunga dapat meningkatkan kunjungan serangga penyerbuk karena petak dengan bunga yang berlimpah akan menarik kedatangan serangga penyerbuk dibanding petak yang miskin bunga. Oleh karena itu, spesies tumbuhan yang berbunga pada berbagai petak akan
72 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono menghambat terjadinya kerusakan sistem penyerbukan oleh aktivitas manusia melalui layanan atraksi terhadap berbagai serangga penyerbuk yang pada akhienya akan menghambat terjadinya kepunahan serangga penyerbuk. Keanekaragaman tanaman adalah hal yang sangat penting dalam merancang pengkayaan habitat untuk serangga penyerbuk . karena bunga harus tersedia sepanjang musim atau setidak2nya pada saat habitat yang berdekatan membutuhkan serangga penyerbuk tidak tersedia bunga sebagai sumber pakan. Oleh karena itu sangat penting dilakukan untuk memasukan juga pertimbangan terhadap warna, bentuk, dan ukuran bunga, ukuran tanaman serta pola pertumbuhan untuk menambah keragaman tumbuhan agar menyediakan keragaman serangga pemyerbuk yang ada. (Thompson, 2001) Ketertarikan serangga penyerbuk terhadap bunga tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ukuran bunga, warna bunga dan jumlah bunga (Asikainen dan Mutikainen, 2005), bunga tersusun sebagai organ sexual tanaman, pada tanaman yang penyerbukannya dilakukan dengan bantuan serangga, bunga dikelilingi oleh corolla yang warna, bentuk dan susunanya berbeda antar species, yang ditujukan untuk menarik serangga penyerbuk (Menzelet al., 2009). Selain itu juga dipengaruhi oleh ketersediaan nektar dan tepung sari serta kondisi bunga untuk serangga penyerbuk (Winfreeet al., 2008). Ketersediaan tepung sari dan nektar merupakan daya tarik yang sangat penting karena pada dasarnya serangga mengunjungi bunga untuk mendapatkan sumber pakan. (Faheem et al., 2004). Bunga menyediakan pakan bagi serangga berupa tepung sari dan nektar dan berada dekat dengan organ sexual. Serangga penyerbuk beradaptasi terhadap sumber pakan pada bunga melalui evolusi dan pengalaman sepanjang hidupnya. Salah satu yang berkembang dengan baik adalah kemampuan serangga mengenal warna bunga sehingga mampu mengenal lokasi dan membedakan antar bunga (Kevan, 1983). Namun demikan untuk mengunjungi bunga serangga pertama kali tertarik terhadap warna bunga (Campbellet al., 2010) yang membatasi serangga penyerbuk tertentu untuk mengunjugi bunga Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 73
Imam Widhiono dan mempengaruhi perilaku secara umum dari serangga penyerbuk. Diantara faktor-faktor tersebut yang pertama kali menentukan kunjungan serangga penyerbuk pada bunga adalah warna bunga (Anzel dan Shmida, 1993). Tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada bunga sangat menentukan keberhasilan produksi buah pada tanaman pertanian, seperti pada kacang panjang (Vigna sinencis) (Kingha et al., 2012), buncis (Phaseolus vulgaris) ( Kwapong et al., 2013), Tomat (Solanum lycopersicum) (Vegara dan Buendia, 2012), cabai (Capsium annuum ) (Winfree et al., 2008), mentimun (Cucumis sativus) (Dos Santos, et al., 2008), waluh (Cucurbita pepo) (Nicodemo et al., 2009) dan Strowberi ( Fragaria x annanasa) (Roselino et al., 2009), dan kedelai (Glycine max) (Chiari et al., 2005).Tanaman-tanaman tersebut mempunyai tipe dan warna bunga yang berbeda-beda. Tanaman kacang panjang memiliki bunga berwarna ungu, buncis memiliki bunga berwarna ungu, tanaman tomat Warna bunga juga perlu menjadi bahan pertimbangan, sebagian besar lebah liar menyukai bunga berwarna ungu, violet, kuning , putih dan biru. Kupu-kupu juga mengunjungi berbagai warna bunga termasuk bunga berwarna merah, sedangkan serangga penyerbuk dari Diptera lebih menyukai bunga berwarna putih dan kuning. Sehingga dengan menyediakan berbagai macam bunga, maka akan didapatkan ketersediaan bunga sepanjang musim yang akan dikunjungi berbagai macam serangga penyerbuk. Hasil peneltian Widhiono dkk. (2014) menunjukan bahwa Preferensi lebah terhadap warna bunga di Hutan Pendidikan Konservasi Gunung Tugel Banyumas yaitu pada bunga berwarna ungu dilihat dari frekuensi kunjungannya sebanyak 56 individu (44%) sedangkan keragaman lebah yang paling tinggi terdapat pada bunga berwarna kuning ditunjukan dengan banyaknya jumlah spesies yang berkunjung yaitu 4 spesies lebah sebanyak 45 individu (37%). Sebagian besar lebah liar bersifat generalis, yaitu mengunjungi berbagai macam bunga sepanjang hidupnya, sebagian kecil , termasuk serangga yang sangat penting sebagai peyerbuk, bersifat spesialis yaitu hanya mengunjungi satu familia atau bahkan hanya satu genus tanaman.
74 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Komposisi komunitas serangga penyerbuk dan pola kunjungan juga bergantung pada karakteristik bunga yang menguntungkan seperti struktur bunga (Fontaine et al., 2006), misalnya lalat syrpidae dan lebah solitair tidak mampu mengambil nektar pada type bunga yang nektarnya tersembunyi sedangkan serangga penyerbuk yang mempunyai proboscis yang panjang tidak menyukai bunga dengan nektar yang terbuka. Bunga dengan warna kuning dan putih lebih menarik serangga penyerbuk dari ordo Diptera diabnding Hymenoptera, karena hymenoptera lebih menyukai bunga berwarna biru dan merah (Sutherland et al., 1999). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kunci dalam penguatan fasilitasi dan hubungan kompetitif antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk adalah tersedianya berbagai spesie tumbuhan berbunga pada petak habitat. Pengkayaan habitat untuk penyerbuk liar umumnya dilakukan melalui peningkatan kelimpahan dan keragaman tumbuhan yang di persiapkan untuk mencukupi kebutuhan sumber daya pada waktu musim munculnya serangga penyerbuk. (Vaughan et al., 2007 dan Menz et al., 2011). Hasil pengamatan serangga penyerbuk pada berbagai tanaman pertanian di lereng utara Gunung Slamet ditemukan 1106 individu yang terdiri atas 17 species yang berasal dari 7 familia dari 3 Ordo yaitu Diptera, Coleoptera dan Hymenoptera . Ordo Diptera terdiri atas 1familia yaitu Dolichopodidae,spesies Chrysosoma leucopogon, Ordo Coleoptera, terdiri atas 1familia yaitu Chrysomelidae spesies Crysolina polita. Ordo Hymenoptera yang terdiri atas 6 familia dan 15 spesies yaitu dari familia Apidae ( Apis cerana, Trigona sp, Amegilla cingulata,A. zonata, Nomia sp., Ceratina sp., Philanthus polites, ) familia Meghacilidae (Meghacile sp). dari familia Vespidae (Polytes fuscata, Delta campineforme, Ropalidia romandi dan R. fasciata ) dari familia Collectidae (Hylaeus modestus) dan dari familia Anthophoridae (Xylocopa latipes)
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 75
Imam Widhiono 6) Kepadatan tumbuhan dan waktu pembungaan. Keragaman tanaman juga harus mempertimbangkan berapa jumlah tumbuhan yang berbunga pada waktu tertentu. Beberapa tanaman dengan waktu pembuangaan yang beberbeda jika ditempatkan dalam suatu tempat akan menarik serangga penyerbuk terutama lebah liar. Namun demikian sekurang-kurangnya 3 jenis tumbuhan berbunga ditempatkan pada suatu tempat dan dibuat tiga kelompok waktu pembungaan yang berbeda ( Januari - April, Mei – Agustus, September – Desember) mampu mendukung kehadiran dan populasi serangga penyerbuk. Dalam model perencanaan ini maka sekurangkurangnya ada 9 jenis tumbuhan berbunga yang dibutuhkan untuk pengkayaan habitat. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan bunga mempengaruhi jumlah spesies lebah liar dan kelimpahannya untuk berkunjung dan kerapatan bunga yang lebih tinggi memberikan daya tarik kepada lebah liar yang lebih tinggi pula 7) Jenis tumbuhan Serangga penyerbuk lokal biasanya sudah teradaptasi dengan tumbuhan lokal, tumbuhan lokal juga mempunyai keunggulan adaptasi terhadap kondisi lingkungan lokal yang ada. Sebaliknya sebagian besar tanaman hortikultura tidak mampu menyediakan sumber polen dan nektar bagi populasi besar serangga penyerbuk. Demikian juga halnya tamana bukan asli dikawarirkan akan menjadi invasive dan membentuk koloni baru yang kan menekan komunitas tumbuhan asli. Tumbuhan asli akan memberikan keuntungan antara lain karena: a) Dalam perawatan tidak membutuhkan pupuk dan pestisida. b) Membutuhkan lebih sedikit air dibanding tumbuhan non asli c) Menyediakan tempat perlindungan dan sumber pakan permanen bagi hewan liar Penggunaan tumbuhan lokal akan menyediakan konektivitas dengan populasi tumbuhan lokal di alam, terutama pada habitat yang sudah terfragmentasi.
76 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Tabel 6.1. Jenis tumbuhan liar berbunga yang dikunjungi serangga penyerbuk pada berbagai tipe habitat No
Familia
Nama latin
Nama lokal
1
Acanthaceae
Barleria elegans
Sujen trus
2
Barleria cristata
Daun madu
Ageratum conyzoides
Bandotan
4
Crassocephalum crepidioides
Sintrong
5
Eleutheranthera ruderalis
Gajahan
6
Galinsoga parviflora
Bribil
7
Tridax procumbens
Glentangan
8 9
Vernonia cinerea Widelia chinensis
Sawi langit Tusuk konde
3
10
Asteraceae
Compositae
11 12
Euphorbiaceae
13 14 15
Blumea lacera
Sembung kuwuk
Eupatorium odoratum
Glempangan
Chamaesyce hirta
Patikan kebo
Clidemia hirta Euphorbia heterophylla
Jatang kuda Kate mas
Euphorbia hirta
Patikan kebo
Cyperaceae
Cyperus difformis
Sunduk welut
Kyllinga nemoralis
Wudelan
18
Rubiaceae
Borreria latifolia
Rumput kancing ungu
19 20
Lamiaceae
Hedyotis auricularia Hyptis capitata
Remek watu Gringsingan
21
Ocimum americanum
Selasih
22
Hyptis rhomboidea
Jaka tua
16 17
23
Verbenaceae
Lantana camara
Tembelekan
24 25
Rosaceae
Stachytarpheta jamaicensis Rubus chrysophyllus
Pecut kuda Kecaling
Rubus parviflorus
Kupi-kupi
27
Fabaceae
Arachis pintoi
Kacang hias
28
Solanaceae
Physalis angulata
Ciplukan
29 30
Polygalaceae Capparaceae
Salomonia cantoniensis Cleome rutidospermae
Maman ungu
31
Commelinaceae
Commelina diffusa
Aur-aur /Gewor (Jawa)
32
Onagraceae
Jussieua linifolia
Rumput grinting
33
Melastomataceae
Melastoma malabatricum
Senggani
34
Malvaceae
Sida rhombifolia L.
Sidaguri
26
Sumber : Widhiono & Sudiana (2015b)
Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 77
Imam Widhiono Pada saat menganalisis sumber polen dan nektar, sangat penting untuk dilihat seluruh tumbuhan yang potensial yang ada di dalam dan di sekitar lahan pertanian yang paling banyak dikunjungi serangga penyerbuk. Baik dari kelompok lebah liar maupun serangga penyerbuk yang lain. Tumbuhan tersebut meliputi tanaman pertanian yang ada maupun gulma yang menyediakan bunga yang tumbuh liar di batasan lahan, tanaman pagar, tepian hutan tepi jalan, lahan alami, maupun pada lahan yang tidak ditanami. Tumbuhan liar yang ada mungkin akan sumber pakan yang berlimpah dalam jangka pendek, misalnya tanaman pertanian yang dibudidayakan atau tanaman budidaya utama pada lahan, jenis tanaman ini harus dimasukan sebagai salah satu komponen yang penting dalam perencanaan konservasi serangga penyerbuk lokal pada lahan pertanian. Namun demikian untuk serangga penyerbuk yang sangat produkstiv (Apis cerana dan Trigona sp) membutuhkan sumber polen dan nektar diluar musim bunga tanaman utama. Sepanjang tumbuhan tidak berbahaya dan bukan gulma yang bersifat invasive maka tumbuhan liar dapat dijadikan sumber pakan serangga peneyrbuk diluar musim bunga. Tumbuhan tersebut dapat menyediakan bunga sebelum musim bunga tanaman utama maupun sesudah musim bunga, sehingga ketersediaan pakan serangga penyerbuk tersedia sepanjang musim (Morandin et al., 2007). Gulma tersebut dapat dikendalikan saat musim bunga tanaman pertanian tiba.
78 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono
DAFTAR PUSTAKA Aizen, S.A., Garibaldi,S.A., Cunningham, A., and Klein, A.M., 2009. How much dose agriculture depend on pollinators ? Lesson from long-term trends in crop productions. Ann. Bot. 103. 1579-1588. Aizen, S. A. and Feinsinger.P. 1994. Habitat Fragmentation, Native Insect Pollinators, and Feral Honey Bees in Argentine ‘Chaco Serrano’. Ecological Applications 4:378–392. Albano, S., Salvado, S., Duarte, S., Mexia, A. and Borges, P.A.V., 2009. Pollination effectiveness of different strawberry floral visitors in Ribatejo, Portugal : Selection of pottential pollinators. Part 2. Adv. Hort. Sci. 23 (4) : 246-253. Aouar-Sadli, M, Louadi, K and S-E, Doumandji, 2008. Pollination of broad bean (Vicia faba, Fabaceae) by wild bee and honey bees ( Hymenoptera: Apoidea) and its impact on the seed production in the Tizi-Ouzou area (Algeria), African Journal of Agricultural Research Vol.3 (4). 266-272. Barfod,A.S., Hagen,M., and Borchsenius,F. 2014. Twenty-five years of progress in understanding pollination mechanismsin palms (arecaceae).Annals of botany :1 of 14 Bata´ry P, Sutcliffe L, Dormann CF, Tscharntke T (2013) Organic Farming Favours Insect-Pollinated over Non-Insect Pollinated Forbs in Meadows and Wheat Fields. PLoS ONE 8(1): e54818. doi:10.1371/journal.pone.0054818 Bauer,D.M and Wing, I.S. 2010. Economic consequences of pollinator declines: a synthesis. Agricultural and Resource Economics Review 39.3 : 368–383 Biesmeijer, J. C., S. P. Roberts, M. Reemer, R. Ohlemueller, M. Edwards, T. Peeters, A. Schaffers, S. G. Potts, R. Kleukers, C. D. Thomas, J. Settele, and W. E. Kunin. 2006. Parallel declines in pollinators and insect-pollinated plants in Britain and the Netherlands. Science 313:351–354 Biesmeijer, W. E. Kunin, J. Settele, and I. Steffan-Dewenter. 2008. Measuring bee diversity in different European habitats and biogeographical regions. Ecological Monographs 78:653–671 Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 79
Imam Widhiono Blaauw BR and Isaacs R. 2014. Flower plantings increase wild bee abundance and the pollination services provided to a pollination-dependent crop. J Appl Ecol 51: 890–98. Brosi, B.P., Armsworth, Daily G.C., 2008. Optimal Design of agricultural landscapes for pollination services. Conservation Letters 1 : 27-36. Campbell, D.R., 2008. Pollinator shift and the origin and loss of plant species. Ann.Missouri Bot. Gard. 95: 264-274 Chimura,D., Adamski,P, and Denisuk, Z, 2012. How do plant communities and flower visitoras relate? Acase study of semi natural xerothermic grasslands. Acta Societas Botanicorum Poloniae. 82(2). 99-105 Carvalheiro LG, Veldtman R, Shenkute AG, et al. 2011. Natural and within-farmland biodiversity enhances crop productivity. Ecol Lett 14: 251–59. Chaplin-Cramer, R., Tuxen-Bettman,K and Kremen, C, 2011. Value of wildland habitat for supplying Pollinantion services to Agriculture. BioOne. 33-41 Chiari, W,C., de Toledo, V.A.A., Ruvolo-Takasuki, M.C.C., Mitsui, M.H., 2005. Pollination of Soybean (Glycine max L.Merril) by Honeybees ( Apis melliffera L.). Brazilian Archives of Biology and Technology. Vol. 48. No. 1 34-36 Corlett, T.R. 2004. Flower visitors and pollination in the Oriental (Indo-Malayan ) Regions. Biol. Rev. (2004), 79, pp. 497–532. Delaplane, K.S., and Mayer, DF.2000. Crops pollination by bees. Cambridge:cabi CABI Departemen Kehutanan. (2000). Perlebahan: Peluang agribisnis yang ramah lingkungan. Jakarta: Biro Hubungan Masyarakat, Departemen Kehutanan Eilers, E. J. Kremen, C., Greenleaf, S.S., Garber, A.K., and Klein, A.M., 2011. Contribution of Pollinator-Mediated Crops to Nutrients in the Human Food Supply. PLoS ONE | www.plosone.org. Volume 6 | Issue 6 | e21363
80 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Fohouo, F.N.T, Ngakou, A.N, and B.S. Kengni, 2009. Pollination and Yiled responses of Cowpea ( Vigna unguiculata. L. Walp.) to the Foraging Activity of Apis melliffera adansonii (Hymenoptera:Apidae) at Ngaoundere (Cameroon). African Journal of Biotechnology Vol.8 (9) 1988-1996 Fontaine C, Dajoz I, Meriguet J, and Loreau M. 2006. Functional diversity of plant–pollinator interaction webs enhances the persistence of plant communities. PLoS Biol 4: e1 Frimpong EA, Gemmill-Herren B, Gordon I, and Kwapong PK. 2011. Dynamics of insect pollinators as influenced by cocoa production systems in Ghana. J Pollination Ecol 5: 74–80 Gabriel, D., and Tscharntke, T. 2007.Insect pollinated plants benefit from organic farmingAgriculture, Ecosystems and Environment 118 (2007) 43–48 Garibaldi LA, Steffan-Dewenter I, Kremen C, 2011. Stability of pollination services decreases with isolation from natural areas despite honey bee visits. Ecol Lett 14: 1062–72 Gegear, R.J., and Laverty, T.M., 2001. Flower Constancy in Bumblebees: a test of the trait variability hyphothesis. Animal Behaviour. 69.no 4. 939-949. Ghazoul, J. 2006. Floral Diversity and the Facilitation of Pollination. J.Ecol. 94: 295-304 Greenleaf S.S. and Kremen C. 2006. Wild bee species increase tomato production and respond differently to surrounding land uuse in Northern California. Biological Conservation 13, 81-87 Hegland SJ, Nielsen A, La´zaro A, Bjerknes AL, Totland Ø. 2009. How does climate warming affect plant–pollinator interactions? EcologyLetters 12: 184–195. Holzschuh
A, Steffan-Dewenter I, Kleijn D, Tscharntke T (2007)Diversity of flower-visiting bees in cereal fields: effects of farmingsystem, landscape composition and regional context. Journal of Applied Ecology 44:41-49
Holzschuh A, Dormann CF, Tscharntke T, and Steffan-Dewenter, I. 2013. Mass-flowering crops enhance wild bee abundance. Oecologia 172: 477–84 Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 81
Imam Widhiono Houston, T.F, and Ladd, P.G. 2002. Buzz pollination in the Epacridaceae. Australian Journal of Botany 50: 83–91 Kahono, S., Lupiyaningdyah,P.,Erniwati, Nugroho,H. 2012. Potensi dan pemanfaatan serangga penyerbuk untuk meningkatkan produksi kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit desa Api-Api, kecamatan Waru, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.Zoo Indonesia. 21(2): 23-34 Kasper ML, Reeson AF, Mackay DA Austin AD (2008). Environmental factors influencing daily foraging activity of Vespula germanica (Hymenoptera, Vespidae) in Mediterranean Australia. Insect Soc., 55: 288-296 Klatt, BK, Holzschuh, A., Westphal, C., Cough, Y., Pawelzik, E., Tscharnke, T. 2014. Bee pollination improves crop quality, shelf life and commercial value. Proc. R. Soc. B. 281. 20132440 Kidoro, M.L, and Higashi, S. 2010 Flower Constancy in Generalist Pollinator Ceratina flaviceps (hymenoptera : Apidae) an evaluation by Pollen Analysis. Psyche. Vol 10, Kluser S, Peduzzi P, (2007), Global Pollinator. Decline: A Litterature Review. UNEP/GRID- Rome Kevan.P.G. 1983. Insect as flower visitors and pollinators. Ann. Rev. Entomol 28:407-453 Kevan, P.G. and Phillips, T. 2001. The Economics impacts of Pollinators Declines: an Approach to assessing the Consequences. Conservation Ecology 5(1) : art 8 Kingha, B.M.T, Fohouo, F.T., Ngakou, A and A.Brukner. 2012. Foraging and pollinations activities of Xylocopa olivacea ( Hymenoptera, Apidae) on Phaseolus vulgaris (Fabacea) flowers at Dang (Ngaoundere- Cameroom). J. Agricultureal Extension and Rural Development Vol 4(6).330-339 Klein AM, Steffan–Dewenter I, Tscharntke T (2003) Fruit set of highland coffee increases with the diversity of pollinating bees. Proceedings of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences 270:955-961
82 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Klein AM., Vaissiere, B., Cane, JH., Steffan-Dewenter I, Cunningham, SA., Kremen, C., Tschranke, T. 2007. Importance of crop pollinators in changing landscapes for worlds crops. Proceeding Royal Society London B, Biological Sciences 274. 303-313 Klein AM, Brittain C, Hendrix SD, Thorp R, Williams N, KremenC (2012) Wild pollinationservices to California almond rely onsemi-natural habitat. Journal of Applied Ecology 49:723732 Kuntadi. (2008). Langkah-langkah memaksimalkan produksi dan produktivitas koloni lebah madu. MakalahGelar Teknologi tanggal 5-6 November2008 di Padang Pariaman.Sumatera Barat. Pusat Peneltiandan pengembangan Hutan dan KonservasiAlam. Bogor Kwapong, P.K., Danquah, P.A., and A.T. Asare. 2013. Insect Floral Visitors of Cowpea ( Vigna unguiculata). Annals of Biological research. 4(4):12-18 Kearns, C. A., D. W. Inouye, and N. M. Waser. 1998. Endangered mutualisms: The conservation ofplant-pollinator interactions Annual Review of Ecology and Systematics 29:83-112. Kremen, C, Ricketts, T (2000) Global perspectives on pollination disruptions. Conservation Biology 14:1226-1228 Memmott, J, Craze, PG, Waser, NM, and Price, MV. 2007. Global warming and the disruption of plant–pollinator interactions. Ecology Letters 10: 710–717. Memmott J, Waser NM, Price MV. 2004. Tolerance of pollination networks to species extinctions. Proceedings of the Royal Society of London B:271: 2605–2611 Menz, M.H.M, Phillips, R.D., Winfree, R, 2011. Reconnecting plants and pollinators: challenges in the restoration of pollination mutualisms. Trends Plant Sci 16: 4–12. Menzel, R. And A. Shmida. 1993. The Ecology of Flower colours and the natural colour vision of insect pollinators : The israeli flora as study case. Biol. Rev. 68 : 81-120 Michener, C. D. (2000). The bees of the world. Johns Hopkins University Press, New York, New York Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 83
Imam Widhiono Morandin LA and Kremen C. 2013. Hedgerow restoration promotes pollinator populations and exports native bees to adjacent fields. Ecol Appl 23: 829–39 Nicholls, C.I and Altieri, M.A. 2012. Plant biodiversity enhances bees and other insect pollinators in agroecosystems. A review. Agron Sustain Dev 33: 257–74 Nicodemo, D., Couta, R.H.N., Malheiros, E.B., and De Jong, D. 2009. Honey bees an effective pollinating agent of pumpkin. Sci. Agric. 66(4) 476-480 Otis, G. W. (1990). Diversity of Apis in Southeast Asia. In G. K. Vearesh, B. Malik, and H.Viraktanathan (Eds.), Social insects and Environment (pp. 725-726). Oxford: IBA. Partap, U. 2006. Pollination of Strawberry by asian Honey bees , Apis cerana. International Centre for Integrated Mountain Development (ICIMOD). PO.Box 3226, Kathmandu , Nepal Potts SG, Biesmeijer JC, Kremen C, Neumann P, Schweiger O, Kunin WE (2010) Global pollinator declines: trends, impacts and drivers. Trends in Ecology & Evolution 25:345-353 Roselino, A.C., Santos,S.B., Hrncir, M. And Bego, L.R., 2009. Differences between the quality of straberries ( Fragaria x ananassa) pollinated by the stingless bees Scaptotrigona aff. Depilis and Nannotrigona testaceicornis. Genetics and Molecular Research 8(2): 539-545. Raw A. 2000. Foraging behaviour of wild bees at hot peppers flowers (Capsium annuum) and its possible influence on cross pollination. Annals of Botany 85: 487-492 Roubik DW, Yanega D, Aluja, Buchmann SL, Inouye DW (1995) On optimal nectar foraging by some tropical bees (Hymenoptera: Apidae). Apidologie 26:197-211 Roth, T.H., Amrhein, V. , Beatrice, P., and D.Weber,. 2008. A Swiss Agri-Environemt Scheme effectively enhances species richness for some taxa over time. Agriculture, Ecosystem & Environment. 125. 167-172 Scaven, F. L. 1 and Rafferty, N. E. 2013. Physiological effects of climate warming on flowering plants and insect pollinators and potential consequences for their interactions. Curr Zool. ; 59(3): 418–426
84 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator
Imam Widhiono Seely, T. D. (1985). Labour Specialization by Workers. Honeybee Ecology. Prinecton: NewJersy. pp. 31-35. Shuel, R. W. (1992). The production of nectar and pollen by plants. The Hive and The Honeybee. Hamilton, Illinois: Dadant & sons. pp. 345-455. Sudiana, E dan Widhiono, I., 2015. Keragaman serangga penyerbuk pada habitat hutan. Makalah Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Yogyakarta Soekartiko, B. 2009. Perkembangan perlebahan nasional dan dunia. (Makalah). Pertemuan Asosiasi Perlebahan Indonesia 2009 di Cibubur. Jakarta: Bina Apiari Indonesia Soesilowati Hadisoesilo, 2001. Keanekaragaman spesies lebah madu asli Indonesia. Biodiversitas vol 2 no 1 123-128 Walters, S.A., and B.H. Taylor.2006. Effects of Honey bee Pollination on Pumpkin Fruit and Seed Yield, HortScience. 41: 370-373 Whittingham, M.J., 2011. The future of Agri-Environment Schemes: biodiversity gains and ecosystem services delivery?. Journal of App.Ecol. 48. 509-513 Widhiono, I dan Ariani, E., 1992. Penentuan ras lebah madu lokal (Apis cerana Farb.). Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan. Widhiono, I dan Trisucianto, E., 2011. Keragaman tumbuhan liar sebagai inang serangga penyerbuk. Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan. Widhiono I., Sudiana, E dan Trisucianto, E, 2012. Potensi lebah lokal dalam peningkatan produksi buah strawberry (Fragaria x ananasa). Inovasi. Jurnal Sains dan Teknologi. Vol.06 (02) 163-168. Widhiono,I., Sudiana, E dan Trisucianto, E, 2012. Pengaruh pengkayaan tumbuhan liar terhadap keragaman serangga penyerbuk dan hasil panen tanaman pertanian. Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan. Widhiono, I dan Sudiana, E., 2013a. Uji pemantapan model konservasi serangga penyerbuk dengan pengkayaan habitat. Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan. Strategi Konservasi Serangga Pollinator | 85
Imam Widhiono Widhiono, I dan Sudiana, E., 2013b. Penentuan type habitat serangga penyerbuk ordo Hymenoptera untuk konservasi. Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan Widhiono, I dan Sudiana, E, 2014. Pengaruh jarak dari hutan terhadap keragaman lebah liar. Laporan Penelitian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak di publikasikan Widhiono, I dan Sudiana, E., 2015a. Keragaman Serangga Penyerbuk dan Hubunganya dengan Warna Bunga pada Tanaman Pertanian di Lereng Utara Gunung Slamet, Jawa Tengah. BiospeciesVol 8. No 2. 43-50 Widhiono,I dan Sudiana, E., 2015b. Peran tumbuhan liar dalam konservasi lebah liar penyerbuk (Hymenoptera). Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Yogyakarta. Winfree R, Williams NM, Gaines H, et al. 2008. Wild bee pollinators provide the majority of crop visitation across land-use gradients in New Jersey and Pennsylvania, USA. J Appl Ecol 45: 793–802 Wongsiri, S., Rinderer, T. E. and Sylvester, H. A. (1991). Biodiversity of Honeybees in Thailand. Bangkok: Prachachon. pp. 50-63 Wratten, D.S, Gillespie, M., Decortye, A., Mader, E. and Desneux N., 2012. Pollinator Habitat Enhancmnet : Benefit to Other Ecosystem. Agric.Ecosyst.Env. 159 :112-12 Wright, G. A. and Schiest, F. P. 2009. Floral scent in a whole-plant context .The evolution of floral scent: the influence of olfactorylearning by insect pollinators on the honest signalling of floral rewards, Functional Ecology23, 841–8
86 |Strategi Konservasi Serangga Pollinator