BAB II PENGATURAN SERTIFIKASI GURU BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL B. Pengaturan Tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan 3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional Hampir setiap orang pernah memperoleh pendidikan, tetapi tidak semua orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mnegarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie bermakna pendidikan sedangkan paedagogiek
bermakna
ilmu
pendidikan
atau
ilmu
mendidik. 66
Tidaklah
mengherankan apabila paedagogik (paedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu menggunakan teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagai anak sampai pada anak mencapai kedewasaannya. Secara estimologik, perkataan paedogogie berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedogogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paedogogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan “paid” merujuk kepada kanak-kanak, yang menjadikan sebab mengapa sebahagian orang cenderung membedakan antara pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan androgogi (mengajar orang dewasa). Padegogi yang juga berasal dari bahasa Yunani Kuno dapat dipahami dari kata
66
Purwanto Ngalim M, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
“paid” yang bermakna “anak”, dan “egogos” yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikkan dalam pendidikan selama ini adalah konsep dari padegogi yang secara harfiah adalah seni mengajar atau seni mendidikan anakanak. 67 Realitasnya, pendidikan pedogogi dalam dunia modern Menurut Taksonomi Bloom membagi fungsi pembelajaran menjadi tiga area, yakni: Pertama, bidang kognitif, yakni yang berkenaan dengan aktifitas mental seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan mencipta; Kedua, bidang efektif, yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri; dan Ketiga, bidang psikomotor, yakni berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup. 68 Ketiga wilayah tersebut memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi pembelajaran semua menjadi satu. Contohnya apabila seorang Guru ingin mengajar seorang pelajar untuk menulis, Guru tersebut harus mengajar pelajar itu cara memegang pensil (bidang psikomotor); bentuk huruf dan maknanya (bidang kognitif); dan juga harus memupuk minat untuk belajar menulis (bidang efektif). Dengan demikian hakikat pendidikan adalah “handayani” seperti yang dikemukakan oleh Ki Mohammad Said R yang memiliki arti “memberi pengaruh”. Pendidikan merupakan kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan
67 68
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Op. cit., hal. 8. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat yang bersangkutan berada. 69 Efek dari pendidikan adalah gejala perilaku dan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar-dasar primer bertahan hidup, agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala pendidikan timbul seketika ketika sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna yang lebih tinggi atau abstrak seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran, dan keterampilan agar terbebas dari kondisi kekurangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam sekitarnya. 70 Hal demikian lah yang menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang ditentukan sebagai berikut: (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Tanggung jawab pemerintah dalam hal ini dimaksud untuk menjamin kualitas pendidikan nasional bagi warga negara Indonesia melalui peran Guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal tersebut, bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Langevald adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Mendidik dapat membantu anak supaya cakap dalam meneyelenggarakan hidupnya. 69 70
Ibid., hal. 8-9. Idris Zahara dan Lisma Djamal, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1985), hal.
32.
Universitas Sumatera Utara
Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar tumbuh sebagai anggota manusia dan anggota masyarakat dan mencapai keselamatan serat kebahagiaan yang setinggi-tingginya.71 Mendidik memerlukan tanggung jawab yang lebih besar dari pada mengajar. Mendidik adalah membimbing pertumpuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan. Oleh sebab itu, Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, (UU Sisdiknas) disebutkan dengan istilah “pendidikan” bukan “pengajaran”. Dasar pendidikan nasional termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945 yang kemudian di atur dalam Pasal 2 UU Sisdiknas, yaitu “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Plato berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah memberikan penyadaran terhadap apa yang seharusnya diketahuinya yang kemudian pengetahuan tersebut harus dapat direalisasikan sendiri sehingga dapat penelitian serta mengetahui hubungan kausal yaitu alasan dan alur pikirannya. 72 Pembahasan tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang penting mengingat perjalanan suatu institusi penyelenggara memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan. Demikian pula pendidikan yang mengarahkan kepada kehidupan yang lebih baik berangkat dari tujuan yang hendak dicapai. Pasal 3 UU Sisdiknas, ditentukan: 71
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa, 1977), hal. 146. 72 . Sukardjo dan Ukim Komarudin, Op. cit., hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sebagaimana tujuan pendidikan nasional di atas, apabila sudah jelas, maka langkah selanjutnya adalah memikirkan perangkat-perangkat lain yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Pentingnya kejelasan tujuan pendidikan, sehingga memudahkan penyiapan perangkat-perangkat lain khususnya mempersiapkan peranan guru-guru yang berkualitas.
Dengan dasar, fungsi, dan
tujuan pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas, setiap unit atau organisasi atau institusi yang bergerak di bidang pendidikan dalam menjabarkan kegiatannya mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan secara institusional sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya seperti tujuan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan tujuan pendidikan Perguruan Tinggi. Semua tujuan institusional tersebut harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum masing-masing jenjang pendidikan dengan tidak melanggar Pasal 3 UU Sisdiknas di atas. Tujuan pendidikan nasional tentunya dapat dicapai melalui penetapan standar nasional pendidikan. Pasal 35 UU Sisdiknas, menentukan mengenai standar pendidikan nasional yakni:
Universitas Sumatera Utara
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. (3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. (4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan ke dalam persyaratan tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Standar tenaga kependidikan mencakup persyaratan pendidikan prajabatan dan kelayakan, baik fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk
penggunaan
teknologi
informasi
dan
komunikasi.
Peningkatan secara berencana dan berkala dimaksudkan untuk meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional, keadilan, dan kompetisi antar bangsa dalam peradaban dunia.
Universitas Sumatera Utara
Ada sedikit perubahan tentang pengertian “tenaga kependidikan” dan “tenaga pendidik” antara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (undangundang lama) dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (undang-undang yang baru). Pasal 1 angka 7 UU No.2 Tahun 1989 disebutkan “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan”, sedangkan dalam Pasal 1 angka 5 UU No.20 Tahun 2003
disebutkan
“Tenaga
kependidikan
adalah
anggota
masyarakat
yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, pendidik sebagaimana disebutkan dalam UU No.2 Tahun 1989 terdiri dari tenaga pendidik (Guru dan Dosen), pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar, sedangkan pendidik dalam UU No.20 Tahun 2003 terdiri dari Guru, Dosen, Konselor, Pamong Belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya. 73 Tentang pengertian tenaga kependidikan, baik UU No.2 Tahun 1989 maupun UU No.20 Tahun 2003 tetap menggunakan genus “anggota masyarakat” yang bisa sangat luas cakupannya. Hal ini sangat baik karena mencakup sifat inklusif dari pengertian tenaga kependidikan artinya siapapun dapat menjadi tenaga kependidikan tetapi tidak dapat begitu saja menjadi tenaga pendidik tanpa memenuhi persyaratan misalnya pendidikan prajabatan sesuai dengan akta mengajar. Mengenai tenaga 73
Dedi Supriadi, Guru di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003), hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
pendidik secera keseluruhan UU Sisdiknas membuka kemungkinan bagi adanya jenis tenaga pendidik lain di luar apa yang disebutkan secara khusus seperti tersimpul dari kalimat “….dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya”. UU Sisdaknas fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan jenis-jenis jabatan profesional kependidikan. Perspektif UU No.2 Tahun 1989 menggunakan istilah “tenaga pendidik” sebagaimana dalam Pasal 1 angka 8 UU No.2 Tahun 1989 adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik. UU No.20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas) tidak menggunakan istilah tenaga pendidik melainkan “pendidik” saja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas dapat dipahami bahwa undang-undang ini lebih khusus menentukan jabatan-jabatan apa saja yang termasuk ke dalam pendidik dalam dunia pendidikan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas tersebut juga meletakkan perbedaan antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Pendidik, ditegaskan dalam Pasal 1 angka 5 yaitu “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”, sedangkan Pasal 1 angka 6 ditegaskan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
Universitas Sumatera Utara
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Mengenai pendidik dan tenaga kependidikan lebih lanjut diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 44 UU Sisdiknas. Tugas pendidik dan tenaga kependidikan, ditentukan dalam Pasal 39 UU Sisdiknas yaitu: (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Jelas terdapat perbedaan tugasnya dalam penyelenggaraan pendidikan dimana bahwa pendidik bertugas langsung bersinggungan dengan peserta didik sedangkan tenaga kependidikan fokusnya adalah tugas-tugas yang bersifat administrasi, mengelola, mengembangkan, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan termasuk di dalamnya adalah lembaga-lembaga yang menyangkut penyelenggaraan teknis pendidikan. 74 Pendidik dan tenaga kependidikan dalam penyelenggaraan pendidikan mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Sisdiknas yaitu: (1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; b. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
74
Ibid., hal. 45 dan hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Hak-hak dan kewajiban tersebut, khususnya bagi Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. 75 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Ada tiga masalah besar mengenai pendidikan di Indonesia saat ini yakni: Pertama, mutu pendidikan masih rendah; Kedua, sistim pembelajaran di sekolahsekolah belum memadai, dan Ketiga, krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia. 76 Hal ini merupakan kritik terhadap mutu pendidikan di Indonesia saat ini, bahkan kemungkinan dunia pendidikan di Indonesia terkait dengan kepentingankepentingan tertentu yang masih samar. Misalnya terjadi tarik-menarik kepentingan antara idealisme dan pragmatisme. Idealisme memandang pendidikan mumpunyai peran dalam membentuk kehidupan publik turut membangun karakter bangsa, negara, 75 76
Dadi Permadi dan Daeng Arifin, Op. cit., hal. 24. Ibid., hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
dan setiap warganya. Sisi lain menginginkan institusi pendidikan dipahami sebagai lahan investasi ekonomi yang tujuannya adalah materialistik semata. 77 Pendidikan yang lebih mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran tanpa diimbangi dengan intesifnya pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Akibatnya, apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal. Konsep pendidikan semacam ini kurang tepat. Pendidikan yang hanya mementingkan kecerdasan otak dibanding kecerdasan emosi dan spritual dapat menimbulkan masalah dalam masyarakat. Pendidikan dasar dan menengah yang seharusnya menjadi dasar penyamaian dan penyuburan nilai-nilai luhur dalam dimensi sosial, budaya, dan kemanusiaan kepada anak didik atau peserta didik, menjadi tidak berdaya akibat tidak relevannya antara tuntutan kurikulum dan perkembangan kondisi sosial budaya, baik lokal, nasional maupun global. 78 Menerjemahkan fungsi pendidikan sebagaimana dicantumkan dalam UU Sisdiknas, maka langkah awal yang dilakukan oleh pemerintah adalah menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sehingga dengan SNP yang telah ditetapkan, dapat diketahui hal-hal yang harus dicapai oleh layanan pendidikan melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu suatu badan yang mandiri dan independen bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi Standar
77 78
http://kupretist.multiply.com/reviews/item/77, diakses tanggal 26 April 2011. Muhammad Ali, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: Pedagogiana Press, 2007), hal.
54.
Universitas Sumatera Utara
Nasional Pendidikan (SNP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (selanjutnya disebut PP SNP). Ketentuan mengenai Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Sisdiknas, kemudian diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Peraturan tersebut adalah PP SNP. Pasal 1 angka 1 PP SNP didefenisikan mengenai Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lingkup Standar Nasional Pendidikan ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) PP SNP meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h.
Standar isi; Standar proses; Standar kompetensi lulusan; Standar pendidik dan tenaga kependidikan; Standar sarana dan prasarana; Standar pengelolaan; Standar pembiayaan;dan Standar penilaian pendidikan. Pasal 3 PP SNP ditentukan bahwa SNP berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Tujuan SNP sebagaimana dalam Pasal 4 adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. SNP dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang
Universitas Sumatera Utara
bermutu. Selain itu, SNP juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. SNP memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Salah satu lingkup PP SNP dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d diatur mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Standar pendidik menurut Pasal 28 ayat (1) PP SNP ditentukan bahwa “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Pasal 1 angka 7 PP SNP ditentukan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Kualifikasi akademik menyangkut tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Dinyatakan dalam Pasal 28 ayat (3) PP SNP bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
Universitas Sumatera Utara
serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik 79 ; kompetensi kepribadian 80 ; kompetensi profesional 81 ; dan kompetensi sosial 82 . Tenaga kependidikan harus memiliki keempat kompetensi di atas. Dalam UU SNP ditentukan bahwa kualifikasi pendidik untuk tingkat pendidikan anak usia dini, Sekolah
Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah,
Sekolah
Menengah
Pertama/Madrasah
Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1). Pada setiap tingkat pendidikan tersebut, menurut Pasal 35 PP SNP menggariskan sekurang-kurangnya terdiri atas Kepala Sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. Pendidik harus memiliki standar tertentu begitu pula dengan tenaga kependidikan, standar dimaksud adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditentukan dalam PP SNP. Pasal 28 aya (1) PP SNP menegaskan terhadap Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 79
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 80 Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 81 Kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam SNP. 82 Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Universitas Sumatera Utara
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan Pendidik misalnya Guru. Dibutuhkan kompetensi atau kemampuan Guru dalam hal kompetensi pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi profesional; dan kompetensi sosial. Sehubungan dengan itu, E. Mulyasa, mengatakan bahwa Guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan bagi peserta didiknya. 83 Guru pun harus berfikir positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap peserta didiknya, maksud berfikir positif di sini adalah Guru harus berfikir dengan lebih banyak mempertanyakan kualitas dirinya sendiri tentang kompetensinya dan perannya sebagai Guru. Terhadap peserta didiknya, Guru harus berpandangan bahwa peserta didik adalah bagian dari hidupnya untuk dididik, dibimbing, diajar, diasuh, dan diarahkan dalam penguasaan materi pelajaran di sekolah bahkan di luar sekolah sekalipun, Guru tetap menjadi bagian dari peserta didik. 84 Guru adalah salah satu bagian terpenting dari pendidik. Karena pendidik bersinggungan langsung dengan peserta didik. 85 Posisi strategis Guru tidaklah bermakna pasif justru harus bermakna aktif dan progresif dalam arti Guru harus bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik dan sempurna
83
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Op. cit., hal. 36. 84 Nurlaela Isnawati, Guru Positif-Motivatif (Buku Pintar Para Guru Agar Bisa Menjadi Teladan yang Inspiratif dan Motivatif bagi Anak-Anak Didiknya, (Yogyakarta: Laksana, 2010), hal. 24-25. 85 Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Yogyakarta: DIVA Press, 2010), hal. 203.
Universitas Sumatera Utara
di segala aspek kehidupan khususnya menyangkut moralitas, sosial, budaya, dan ekonomi kerakyatan. 86
C. Pengaturan Tentang Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 1. Guru Sebagai Tenaga Profesional Guru merupakan profesi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Profesi Guru mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perkembangan peradaban manusia dari satu era ke era selanjutnya. Suatu pekerjaan dapat disebut profesi jika: 87 a. Memiliki fungsi dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat; b. Memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus; c. Didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Diperkuat dengan kode etik dan organisasi profesi; dan e. Ada penghargaan, gaji, insentif yang memadai sebagai kompensasi. Kendala guru sebagai profesi pada praktiknya di lapangan, masih terdapat kendala yakni belum terpenuhinya pengusaan kompetensi, mutu pendidikan, dan penghargaannya pun masih rendah. 88 Guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
86
Ibid., hal. 204. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2017120-guru-sebagai-profesi/, diakses tanggal 26 April 2011. 88 Ibid. Posisi dan peran guru dalam kancah pendidikan nasional adalah masalah yang tidak pernah tuntas untuk dibahas. Di dalamnya tersimpan berbagai hal yang penuh kontroversi. Masalah tersebut memang begitu menarik untuk diperbincangkan, tetapi banyak sisi yang begitu sensitif untuk didiskusikan. Simak saja, misalnya, beberapa pertanyaan berikut. Apakah posisi dan peran guru begitu sentral dalam menentukan mutu dan keberhasilan pendidikan nasional? Kalau memang sentral, apakah tugas itu merupakan tugas profesional yang tidak dapat dikerjakan oleh siapa saja? Kalau tugas itu 87
Universitas Sumatera Utara
yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 39 ayat (2) UU Sisdiknas yang disebutkan dalam pasal tersebut bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Pengakuan kedudukan Guru sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Guru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 2005 sebagai berikut: 89 a. b. c. d. e. f. g.
Mengangkat martabat guru; Menjamin hak dan kewajiban guru; Meningkatkan kompetensi guru; Memajukan profesi serta karier guru; Meningkatkan mutu pembelajaran; Meningkatkan mutu pendidikan nasional; Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; h. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan i. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi
menuntut persyaratan profesional tertentu, apakah guru diakui sebagai sebuah profesi yang patut dihargai sebagaimana layaknya sebuah profesi penting dalam upaya mencerdaskan bangsa? Beberapa pertanyaan tersebut mengundang banyak opini baik dari kalangan eksekutif, legislatif, akademisi, maupun dari kalangan masyarakat umum. 89 Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Universitas Sumatera Utara
Guru tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Guru dalam melaksanakan tugasnya harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis Guru yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. 90 Profesional berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ditekuni oleh seseorang. Profesi dalam arti lain adalah suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. 91 Dari kata profesi muncul istilah profesional yang artinya adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan dan memenuhi hidupnya dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. 92 Profesionalisasi diterjemahkan adalah suatu proses perolehan jabatan Guru yang 90
Ibid. Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Loc. cit. 92 Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 94. 91
Universitas Sumatera Utara
dinilai dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengakuan jabatan Guru menjadi suatu profesi. 93 Profesional menurut Pasal 1 angka 4 UUGD adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Mengkaji Guru sebagai profesi, perlu diperhatikan ciri-ciri profesi secara sederhana tentang. Ciri-ciri profesi adalah: 94 a. Profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter disebut profesi karena memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian juga Guru, memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik (anak-anak generasi muda bangsa melalui pendidikan formal); b. Profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan; c. Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge). d. Ada kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan. e. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial atau material. Masing-masing kriteria profesi saling berkaitan. Artinya jika salah satu kriteria tidak dapat terpenuhi, hilang, atau salah, maka suatu pekerjaan itu tidak dapat dikategorikan sebagai profesi. Berikut dikemukakan beberapa ciri-ciri profesi
93
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Op. cit., hal. 14. http://kus1978.wordpress.com/2008/05/09/guru-sebagai-profesi-dan-standarkompetensinya/, diakses tanggal 26 April 2011. 94
Universitas Sumatera Utara
menurut para ahli yang harus dipenuhi oleh seseorang profesional. Kriteria tersebut adalah: 95 a. Menurut Glenn Langford, kriteria profesi meliputi: 1. Upah; 2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan; 3. Memiliki tanggung jawab dan tujuan; 4. Mengutamakan layanan; 5. Memiliki kesatuan; 6. Mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya. b. Menurut Moore, profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Seseorang profesional menggunakan waktu sepenuhnya untuk melakukan pekerjaannya; 2. Terikat oleh panggilan hidup. Artinya pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku; 3. Merupakan anggota organisasi profesional yang formal; 4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus; 5. Terikat dengan syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian; 6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi. c. Greenwood, menyarankan bahwa profesi dibedakan dari non profesi karena memiliki unsur-unsur yang esensial yaitu: 1. Suatu dasar teori sistematis; 2. Kewenangan (authority) yang diakui oleh masyarakat; 3. Kode Etik yang mengatur hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman sejawat; 4. Kebudayaan profesi yang terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma. d. Komisi Kebijaksanaan Amerika Serikat menyebutkan kriteria profesi di bidang pendidikan meliputi: 1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan; 2. Profesi mengejar kemajuan dan kemampuan para anggotanya; 3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional; 4. Profesi memiliki norma etis; 5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya (mengenai perubahan kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan profesional dan sebagainya); 6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi.
95
Dadi Permadi dan Daeng Arifin, Op. cit, hal. 16-17.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ciri-ciri profesi di atas, Guru atau pendidik mengemban tugas mulia dapat dikatakan sebagai tenaga profesional yang memiliki kaidah-kaidah sebagaimana profesi lainnya seperti Dokter, Akuntan, Advokat dan lain-lain. Tampak jelas bahwa Guru memiliki karakteristik tersebut di atas, meskipun ada beberapa karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Menjadi guru yang profesional, Guru juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi seperti itu maka Guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan. Disiplin ilmu itu antara lain adalah pedagogi (membimbing anak). Kode etik profesi Guru yang dibuat oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetapi penegakannya belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan politik sehingga kurang bergerak sebagai organisasi profesi. Pernah ada kegiatan Konvensi National Council for Social Studies (NCSS) di Amerika Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi murni yang bidang kegiatannya menyangkut urusan profesi. Organisasi ini punya peranan penting dalam memberikan masukan penyempurnaan kurikulum social studies (IPS), inovasi tentang strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat peraga, dan hal-hal yang terkait dengan profesi Guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi induk bagi organisasi-organisasi Guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya. 96 Ciri profesi dalam hal adanya imbalan finansial dan material yang memadai, gaji Guru di Indonesia pada saat ini telah lebih baik jika dibandingkan dengan gaji Guru pada tahun 60-an sampai pada masa orde baru. Gaji Guru di Amerika Serikat 96
NCCS, http://www.socialstudies.org/standards, diakses tanggal 27 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
pernah memprihatinkan yakni pada tahun 1864 Guru-Guru di Illionis digambarkan dengan citra yang memprihatinkan dilihat dari kesejahterannya yang sering disebut dengan ”has little brain andless money” artinya ”punya otak kosong dan kantong melompong”. Dewasa ini, gambaran Guru di Amerika Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakan Guru di Amerika rata-rata merupakan tamatan perguruan tinggi, yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga ekonomi dan sosial. 97 Meningkatkan kesejahteraan Guru suatu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan sehingga Guru-Guru dapat memfokuskan diri dalam bidang profesinya sebagai Guru jadi tidak ada alasan lain bagi Guru-Guru untuk tidak bekerja secara profesional apabila gajinya sudah ditingkatkan. Gaji guru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan profesi lainnya, jika tidak bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian penghargaan kepada Guru, aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan berdasarkan prestasi kerja Guru yang dapat dibanggakan. Dengan demikian tidak tepat lagi digunakan istilah kepada Guru dengan ”pahlawan tanpa tanda jasa”. 98 Pekerjaan Guru dikatakan sebagai profesi mencerminkan bahwa Guru harus menjalankan kode etik profesi Guru Indonesia dengan berpedoman kepada kode etik yaitu: 99
97
http://mrajayukboy.blogspot.com/2009/04/guru-sebagai-profesi_02.html, diakses tanggal 27 April 2011. 98 Dadi Permadi dan Daeng Arifin, Op. cit, hal. 21. 99 Zainal Aqib, Op. cit., hal. 9-10.
Universitas Sumatera Utara
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; c. Guru berusaha memeroleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar; e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan; f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; g. Guru memelihara hubungan profesi, semanagat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial; h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; dan i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Secara tegas ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 UUGD bahwa yang dimaksud dengan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional dapat dirujuk kepada Pasal 2 UUGD yang dinyatakan sebagai berikut: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan. (2) Pengakuan kedudukan Guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi dari kedudukan Guru sebagai tenaga profesional 100 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di atas ditentukan dalam Pasal 4 UUGD yang berfungsi
untuk
meningkatkan
martabat
dan
peran
Guru
sebagai
agen
pembelajaran 101 dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Tujuannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUGD untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional
dan
mewujudkan
tujuan
pendidikan
nasional,
yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Profesi Guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas sebagaimana prinsip-prinsip yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UUGD sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan 100
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUGD. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 101 Penjelasan Pasal 4 UUGD. Guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Universitas Sumatera Utara
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Guru sebagai tenaga professional, harus menjujung tinggi prinsip-prinsip profesionalitas di atas. Sebab Guru memiliki keahlian dalam bidang akademis yang ditandai dengan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan terakreditasi oleh pemerintah. Guru yang telah memiliki sertifikat mengajar, dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untuk mengajar dalam lembaga atau satuan pendidikan. Secara akademis, Guru professional memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semester) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi. 102 2. Kompetensi Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Salah satu ciri sebagai profesi, Guru harus memiliki kompetensi yang dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan dan harus dikuasainya. Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Definisi kompetensi dikutip dari beberapa pakar ilmu pendidikan sebagai berikut: a. Menurut Dadi Permadi dan Daeng Arifin, menyebutkan: Kompetensi adalah kemampuan Guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, 102
http://informasismpn9cimahi.wordpress.com/2010/06/06/prinsip-profesionalitas-guru, diakses tanggal 27 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
b.
c.
d.
e.
f.
evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan bebagai potensi yang dimilikinya. 103 Hoyyima Khoiri, mendefinisikan kompetensi adalah suatu gambaran yang utuh tentang potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan melalui tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu. 104 Fachruddin Saudagar, mendefinisikan kompetensi adalah sejumlah kemampuan yang harus dimiliki Guru untuk mencapai tingkatan Guru profesional. 105 Broke dan Stone, mendefinisikan kompetensi adalah descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful artinya kompetensi Guru merupakan gambaran kaulitatif tentang hakikat perilaku Guru yang penuh arti. 106 Ondi Soandi dan Aris Suherman, mendefinisikan kompetensi adalah seluruh kemampuan Guru yang dipersyaratkan guna melaksanakan profesinya agar mencapai hasil yang memuaskan. 107 Secara yuridis, kompetensi didefinisikan dalam Pasal 1 angka 10 UUGD yaitu Seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berdasarkan definsi kompetensi dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa kompetensi adalah seluruh kemampuan Guru (baik pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati) yang diwajibkan dalam mengelola pembelajaran baik bagi peserta didik untuk menciptakan mutu peserta didik yang menguasai ilmu pengetahuan dan berkhlak mulia sehingga dapat diharapkan bagi pencapaian pembangunan nasional. Kompetensi Guru diatur dalam UU Sisdiknas, pengaturannya terdapat pada Pasal 35 ayat (1) dinyatakan, “Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, 103
Dadi Permadi dan Daeng Arifin, Op. cit., hal. 61. Hoyyima Khoiri, Op. cit., hal. 37. 105 Fachruddin Saudagar, Op. cit., hal. 31. 106 Broke dan Stone, dalam E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Rosdakarya, 2007), hal. 25. 107 Ondi Soandi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 57. 104
Universitas Sumatera Utara
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”. Menurut Pasal ini, yang menjadi Standar Nasional Pendidikan di Indonesia salah satu unsurnya adalah kompetensi kelulusan peserta didik. Oleh sebabnya, kompetensi Guru perlu diperhitungkan dalam hal ini. Maka dalam Pasal 61 ayat (1) UU Sisdiknas dipersyaratkan sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. Dalam Pasal 61 ayat (3) kemudian diatur mengenai sertifikat kompetensi itu diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 67 ayat (1) dinyatakan bahwa “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Ketentuan pidana ini menegaskan bahwa dalam perolehan gelar akademik termasuk sertifikat kompetensi untuk Guru diancam dengan sanksi pidana dan denda. Pengaturan kompetensi khusus kepada Guru dirujuk kepada UUGD dimana dalam Pasal 1 angka 10 UUGD didefinisikan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Profesi Guru
Universitas Sumatera Utara
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UUGD yang salah satu syaratnya pada huruf d memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Kompetensi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UUGD merupakan suatu kewajiban untuk memenuhinya dalam Pasal 8 UUGD dinyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Ada 4 (empat) jenis kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam Pasal 10 ayat (1) ditegaskan bahwa Kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi Guru harus berkelanjutan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 huruf b UUGD. Hal ini menjadi beban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan Guru yang sudah berstandar kompetensi yang disebutkan dalam Pasal 24 ayat (1) UUGD dan dilangsungkan secara merata (ayat 2) untuk menjamin keberlangsungan pendidikan sesuai dengan kewenangan. Pasal 32 UUGD diatur mengenai pembinaan dan pengembangan Guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier meliputi empat jenis kompetensi yakni: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam hal pembinaan dan pengembangan kompetensi Guru, Pasal 34 menegaskan:
Universitas Sumatera Utara
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. (2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi Guru. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UUGD telah disebutkan di atas bahwa kompetensi Guru meliputi 4 (empat) jenis kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman Guru terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Pedagogik termasuk ilmu yang bersifat teoritis dan praktis yang berhubungan dengan ilmu-ilmu lain misalnya ilmu sosial, psikologi, metodologi pembelajaran, sosiologi, dan filsafat. 108 Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Karakteristik kepribadian Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah mengajar, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan sumber daya manusia. Sehingga dapat dikatakan kepribadian Guru yang baik menentukan kepribadian peserta didik yang baik pula demikian sebaliknya. 109 Kompetensi
108 109
Hoyyima Khoiri, Op. cit., hal. 38. Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Op. cit., hal. 35-38.
Universitas Sumatera Utara
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi semacam ini meliputi pengetahuan, sikap, keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan kompetensi dasar yang wajib dimiliki oleh Guru yang profesional. 110 Kompetensi sosial adalah kemampuan Guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama Guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial ini berkaitan erat dengan kemampuan Guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat Guru tinggal sehingga peranan dan cara Guru berkomunikasi di masyarakat berbeda dengan orang yang bukan Guru. Kompetensi sosial meliputi: terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tuanya, bersikap simpatik, bekerja sama dengan pihak sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dalam mitra pendidikan, dan mempu memahami dunia sekitarnya. 111 Guru dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui menjadikannya sebagai profesi. Tentu hal itu harus mempersyaratkan adanya kompetensi Guru sebagaimana dijelaskan empat macam kompetensi di atas. Keempat macam kompetensi itu dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, namun dalam
110 111
Ibid., hal. 48. Ibid., hal. 64. lihat juga: Hoyyima Khoiri, Op. cit., hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
praktiknya sesungguhnya keempat jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisahkan akan tetapi telah menyatu dalam peran Guru. 112 Guru dalam mengembang kompetensinya sekaligus mengemban tanggung jawabmoral yakni setiap Guru berkewajiban menghayati dan mengamalkan Pancasila dan bertanggung jawab mewariskan moral Pancasila itu serta nilai-nilai dalam UUD 1945 kepada generasi muda yakni siswa-siswi atau peserta didik yang akan tumbuh menjadi penerus pembangunan bangsa Indonesia. Demikian sangat penting kompetensi Guru ini, menurut Oemar Hamalik, kompetensi Guru penting sebagai: 113 a. b. c. d. e.
Alat seleksi penerimaan Guru; Acuan dalam rangka pembinaan Guru; Acuan dalam rangka penyusunan kurikulum; Acuan terhadap hasil belajar siswa atau peserta didik; Kriteria profesional. Kompetensi itu dipandang sangat penting sebagai bagian atau komponen dari
pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi Guru dalam melaksanakan profesinya sebab profesi Guru bukan urusan mudah bahkan untuk menjadi Guru (sekolah formal) membutuhkan kerja keras melalui studi pada universitas tertentu memerlukan waktu yang lama, biaya, dan kerja keras, jadi tidak mudah dan tidak sembarangan orang dapat berperan sebagai Guru melainkan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai pendukung dan penunjang dalam pelaksanaan profesi. Guru yang tidak memiliki kompetensi dimaksud, mustahil akan terwujud pelaksanaan kegiatan proses pendidikan di sekolah-sekolah. Kompetensi tersebut menjadi modal
112 113
Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 34. Ibid., hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
dasar Guru dalam membina dan menididik peserta didik sehingga tercapai mutu pendidikan yang diharapkan bersama sebagaimana diamanahkan dalam UU Sisdiknas, UUGD, PP No.19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional Pendidikan, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan pendidikan nasional. 114 3. Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Guru Dalam Menjalankan Tugas Profesi Guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas. Salah satu prinsip profesionalitas Guru dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h UUGD adalah mendapatkan perlindungan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hasil karya keintelektualan Guru juga dilindungi oleh hukum ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c UUGD ditegaskan perolehan perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual dimaksud mencakup hasilhasil karya ilmiah Guru misalnya buku-buku karangannya perlu mendapatkan perlindungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf c UUGD di atas, dapat dipahami bahwa maksud perlindungan hak atas kekayaan intelektual seorang Guru tetap memperhatikan kepada perlindungan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa yang diaksud dengan hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
114
Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Perlindungan terhadap Guru merupakan suatu kewajiban bagi semua pihak baik pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan pendidikan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UUGD bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan dimaksud meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum yang dinyatakan dalam ayat (3) UUGD mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Perlindungan profesi pada ayat (4) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam melaksanakan tugas. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada ayat (5) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Semua perlindungan yang disebutkan dalam Pasal 39 UUGD berlaku bagi Guru yang melaksanakan tugas di daerah-daerah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
Universitas Sumatera Utara
29 ayat (1) yaitu ”Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas”.
D. Pengaturan Sertifikasi Bagi Guru Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Sertifikasi Guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada Guru. Sertifikat pendidik dimaksud diberikan oleh penyelenggara sertifikasi kepada para Guru yang telah memenuhi standar profesional. Sasaran terakhirnya yakni menciptakan Guru yang profesional, yakni Guru-Guru yang benar-benar mampu menekuni profesi yang diembannya secara baik untuk meningkatkan sistim pendidikan nasional. 115 Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Sertifikasi Guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi Guru juga mengandung makna suatu proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengetahui penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. 116 Melalui sertifikasi Guru, menurut Dadi Permadi dan Daeng Arifin, selain meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Guru, juga berpengaruh terhadap
115 116
Muhammad Zen, Op. cit., hal. 15. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Op. cit., hal. 33-34.
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kesejahteraan Guru melalui peningkatan gaji Guru. Hal yang melatarbelakangi adanya sertifikasi Guru untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 117 Guru-Guru dalam memenuhi persyaratan dalam proses sertifikasi disibukkan dengan berbagai kegiatan untuk memenuhi portofolio diantaranya sertifikat sebagai peserta, penyelenggara atau pembicara di sebuah forum seminar, diskusi, konferensi, tulisan ilmiah yang pernah dipublikasikan di media, partisipasinya dalam berbagai kegiatan di masyarakat, di organisasi tertentu, menjadi pembimbing karya ilmiah, penguji karya ilmiah, penasehat OSIS, dan lain-lain yang kesemuanya itu dapat dibuktikan dengan bukti fisik berupa surat pengakuan dari yang berhak mengeluarkannya. 118 Pasal 1 angka 11 UUGD ditentukan pengertian ”sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen”. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sertifikat pendidik wajib dimiliki oleh Guru diatur dalam Pasal 8 UUGD terlebih dahulu harus melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (Pasal 9). Peserta sertifikasi Guru berlaku bagi siapa saja tidak terkecuali baik PNS maupun bukan PNS, asalkan memenuhi persyaratan. Pasal 11 berbunyi: 1. Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 117 118
Dadi Permadi dan Daeng Arifin, Op. cit., hal. 83. Jamal Ma’mur Asmani, Op. cit., hal. 195-196.
Universitas Sumatera Utara
2. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menyelenggarakan sertifikasi kepada Guru-Guru merupakan komitmen pemerintah cq Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengimplementasikan amanah UU Sisdiknas dan UUGD. Pada tanggal 30 Desember 2005 UUGD mulai diberlakukan yang merupakan kebijakan universal untuk meningkatkan kompetensi Guru lewat kebijakan keharusan Guru memiliki kualifikasi Strata 1 dan D-IV serta memiliki sertifikat pendidik atau sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini, Guru disejahterakan dengan memperoleh tambahan gaji yang disebut dengan tunjangan profesi sebesar satu bulan gaji pokok. 119 Wibowo, mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut: 120 1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan; 2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan; 3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melaksanakan seleksi terhadap pelamar yang kompeten; 4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan; 5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
119
Hoyyima Khoiri, Op. cit., hal. 14. Mungin Eddy Wibowo, ”Standardisasi, Sertifikasi, dan Lisensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan”, Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan di Surabaya tahun 2004, hal. 19. 120
Universitas Sumatera Utara
Pendidik dimaksud di atas adalah Guru sedangkan tenaga kependidikan adalah orang perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan. Tugas dan kedudukan Guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Dalam melaksanakan tugasnya, Guru harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, dalam Penjelasan Umum UUGD, dinyatakan keharusan memperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis Guru yang meliputi: 1. Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi; 2. Pemenuhan hak dan kewajiban Guru sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas; 3. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian Guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan; 4. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi Guru untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para Guru;
Universitas Sumatera Utara
5. Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap Guru dalam pelaksanaan tugas profesional; 6. Peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat Guru dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional; 7. Penguatan kesetaraan antara Guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan Guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat; 8. Penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban Guru sebagai tenaga profesional; dan 9. Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban Guru. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
pendidikan,
kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan Guru dalam UUGD sebagai tenaga profesional. Sertifikasi bagi Guru dalam jabatan untuk angkatan tahun 2010, didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan (selanjutnya disebut Permendiknas
Universitas Sumatera Utara
No.18 Tahun 2007). Sedangkan untuk sertifikasi Guru dalam jabatan untuk angkatan 2011 (belum dilaksanakan) sudah dikeluarkan peraturannya yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan (selanjutnya disebut Permendiknas No.11 Tahun 2011). Guru dalam jabatan adalah Guru PNS dan non PNS yang sudah mengajar pada satuan pendidik, baik yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, dan sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Sertifikasi guru dalam jabatan dinyatakan dalam Pasal 1 Permendiknas No.18 Tahun 2007 berbunyi: (1) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru dalam jabatan. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV). (3) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi bagi Guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk pengumpulan portofolio Guru. Ditegaskan dalam Pasal 2 Permendiknas No.18 Tahun 2007 yaitu: (1) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. (2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio. (3) Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian: a. Terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: b. Kualifikasi akademik; c. Pendidikan dan pelatihan;
Universitas Sumatera Utara
(4) (5)
(6) (7) (8)
d. Pengalaman mengajar; e. Perencanaan dan pelaksanaan pem belajaran; f. Penilaian dari atasan dan pengawas; g. Prestasi akademik; h. Karya pengembangan profesi; i. Keikutsertaan dalam forum ilmiah; j. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan k. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat: a. Melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus; atau b. Mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan ujian. sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi. Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberi kesempatan untuk mengulang ujian m ateri pendidikan dan pelatihan yang belum lulus. Salah satu dasar pada bagian menimbang untuk dikeluarkannya Permendiknas
No.18 Tahun 2007 bahwa tugas pemerintahan dalam program sertifikasi bagi Guru tidak boleh berhenti dengan alasan belum ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi bagi guru. Permendiknas No.18 Tahun 2007 dibuat dalam rangka mengisi kekosongan hukum pelaksanaan program sertifikasi bagi Guru dalam jabatan perlu menetapkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang sertifikasi bagi Guru dalam jabatan, agar lebih jelas pelaksanaannya. Berdasarkan Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 pada Pasal 1 angka 1 didefinisikan bahwa “Sertifikasi bagi guru dalam jabatan selanjutnya disebut Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada Guru yang bertugas
Universitas Sumatera Utara
sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, dan Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan”. Pengertian sertifikasi Guru dalam jabatan menurut Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 lebih khusus disebutkan siapa-siapa saja yang harus diberikan sertifikasi berbeda dengan Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 yang menegaskan bahwa sertifikasi bagi Guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru dalam jabatan. Pasal 2 ayat (1) Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 menegaskan bahwa sertifikasi bagi Guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Mengenai uji kompetensi pada tahap pertama tidak dikenal dalam Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 akan tetapi disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa sertifikasi dilaksanakan melalui: penilaian portofolio; pendidikan dan latihan profesi Guru; pemberian sertifikat pendidik secara langsung; atau pendidikan profesi Guru. Uji kompetensi dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2011 justru ditekankan pada peserta sertifikasi bagi Guru dalam jabatan yang tidak lulus sertifikasi tahap pertama. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (3) Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 yaitu “Guru dalam jabatan yang belum memenuhi syarat kelulusan akademik penilaian portofolio mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru yang diakhiri uji kompetensi”. Penting diketahui hal yang menonjol diatur dalam Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 ini yakni ditekankan kepada pengumpulan portofolio sebanyakbanyaknya. Portofolio atau bukti fisik secara tertulis yang menayatakan prestasi Guru yang pernah dilakukannya. Secara logika mudah untuk membuat prestasi guru yang
Universitas Sumatera Utara
dibuktikan dengan dokumen tertulis apalagi pihak yang berkompeten memberikan bukti tertulis tersebut dapat diajak bekerja sama oleh guru yang bersangkutan. Hal ini merupakan suatu tindakan yang tidak fair dalam pengumpulan dokumen portofolio.
E. Instansi Yang Berwenang Menyelenggarakan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan UU Sisdiknas menentukan secara umum penyelenggara pendidikan dengan menggunakan istilah tenaga kependidikan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 UU Sisdiknas yaitu “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. Kemudian tenaga kependidikan dipertegas dalam UUGD yang digunakan istilah penyelenggara pendidikan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 UUGD yaitu “Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal”. Pasal 1 ayat (3) Permendiknas 2007 menentukan sertifikasi bagi Guru dalam jabatan diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi (PT) yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Penentuan Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara sertifikasi Guru dalam jabatan menurut Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011 pada Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa ”Sertifikasi diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri”. Kemudian pada ayat (3) ditegaskan “Perguruan Tinggi
Universitas Sumatera Utara
penyelenggara sertifikasi dapat didukung oleh Perguruan Tinggi yang memiliki program studi terakreditasi yang relevan dengan bidang studi/mata pelajaran Guru yang di sertifikasi”. Berdasarkan Permendiknas Nomor 11 Tahun 2011, dibuka peluang kerja sama antar Perguruan Tinggi yang memiliki program studi terakreditasi. Ketentuan sertifkasi ini berlaku bagi Guru non pendidikan agama dalam jabatan. 121 Beberapa tugas dan wewenang Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi Guru dalam jabatan yang ditetapkan dalam Permendiknas No.18 Tahun 2007 sebagaimana Pasal 3 menentukan: (1) Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan memberi Nomor Pokok Mahasiswa peserta sertifikasi. (2) Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan wajib melaporkan setiap perubahan berkenaan dengan mahasiswa peserta sertifikasi kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. (3) Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan wajib melaporkan guru dalam jabatan yang sudah mendapat sertifikat pendidik kepada Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) untuk memperoleh Nomor Registrasi Guru. Sertifikasi Guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan awalnya diatur dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tetapi setelah dikeluarkan Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan, maka Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 dinyatakan tidak berlaku lagi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 14 Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010. Perlu diketahui bahwa dalam Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 tidak menggunakan istilah sertifikasi Guru dalam jabatan akan tetapi digunakan adalah Program 121
www.sertifikasiguru.org, diakses tanggal 28 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan Profesi Guru Bagi Guru Dalam Jabatan. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan khusus yang diberikan melalui lembaga penyelenggara sertifikasi menekankan kepada Guru adalah sebagai Profesi. Pasal 1 angka 2 Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 menentukan dengan menggunakan istilah Program Profesi Guru (PPG). Pasal 1 angka 2 dituliskan: Program Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Dalam Jabatan yang selanjutnya disebut program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik. Mengenai lembaga penyelenggara, Pasal 1 angka 3 Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Pasal 1 angka 3 berbunyi: ”Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program PPG pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Tujuannya adalah untuk menghasilkan Guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan (Pasal 2). Program PPG diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang memiliki lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan oleh Menteri. Persyaratannya ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2) Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Memiliki program studi kependidikan strata satu (S-1) yang: a. Sama dengan program PPG yang akan diselenggarakan; b. Terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT) dengan nilai minimal B; c. Memiliki dosen tetap sekurang-kurangnya 2 (dua) orang berkualifikasi doktor (S3) dengan jabatan akademik paling rendah Lektor, dan 4 (empat) orang berkualifikasi Magister (S2) dengan jabatan akademik paling rendah Lektor Kepala berlatar belakang pendidikan sama dan/atau sesuai dengan program PPG yang akan diselenggarakan; d. Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada angka 3) minimal salah satu latar belakang pendidikannya adalah bidang kependidikan. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan untuk menunjang penyelenggaraan program PPG; 3. Memiliki program peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional atau yang sejenis dan berfungsi efektif; 4. Memiliki program dan jaringan kemitraan dengan sekolah-sekolah mitra terakreditasi paling rendah B dan memenuhi persyaratan untuk pelaksanaan program pengalaman lapangan (PPL); 5. Memiliki laporan evaluasi diri dan penjaminan mutu berdasar fakta, sekurangkurangnya 2 (dua) tahun terakhir. Pasal 3 ayat (3) Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010 menegaskan, dalam hal belum ada program studi yang terakreditasi atau dalam hal belum ada program studi yang sesuai dengan mata pelajaran di satuan pendidikan dasar dan menengah, Menteri dapat menetapkan perguruan tinggi penyelenggara PPG untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumber daya yang relevan dengan program studi tersebut. Apabila tidak ada LPTK yang menyelenggarakan program studi tertentu yang diperlukan, Menteri dapat menetapkan LPTK sebagai penyelenggara PPG untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi/fakultas yang memiliki program studi yang sama dengan bidang studi tersebut dan terakreditasi paling rendah B. Penetapan LPTK sebagai penyelenggara program PPG didasarkan atas hasil evaluasi dokumen usulan dan verifikasi lapangan yang dilakukan oleh tim yang
Universitas Sumatera Utara
ditugaskan Direktur Jenderal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Permendiknas Nomor 9 Tahun 2010. Penetapan LPTK sebagai penyelenggara program PPG dilakukan oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. LPTK penyelenggara program PPG dievaluasi secara berkala oleh tim yang ditugaskan Direktur Jenderal.
Universitas Sumatera Utara