BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN UTANG PIUTANG PADA PERSEROAN TERBATAS YANG DILIKUIDASI Sebelum menguraikan mengenai pengaturan penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi. ada baiknya dilakukan pengelompokan variabel terhadap bab ini, yang terdiri dari : penyelesaian utang, hak tagih kreditor atas piutang dagang dan perseroan terbatas yang dilikuidasi. Pada penyelesaian utangpiutang perusahaan biasanya dimulai dari perjanjian bisnis yang tidak dijalankan dengan baik. Jika perjalanan bisnis tidak baik dalam hal ini merugi dan tidak bisa ditutupi dengan daya apapun lagi maka perusahaan tersebut dapat dilikuidasi. Untuk pertama sekali yang akan dibahas adalah mengenai likuidasi perseroan terbatas. Pengaturan mengenai likuidasi perseroan terbatas dipengaruhi oleh masuknya Indonesia menjadi anggota World Trade Organization (WTO) melalui UndangUndang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Sejak masuknya Indonesia ke WTO, pasar di Indonesia menjadi sangat terbuka dan semakin mengurangi kebijakan-kebijakan yang restriktif. Peraturan perundangundangan di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Banyak peraturan yang diselaraskan dengan prinsip perdagangan bebas (structural adjutment). Hal ini dapat dilihat dari disesuaikannya peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
33
34
Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak Cipta, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan lain sebagainya. 54
A.
Likuidasi Perseroan Terbatas di Amerika Serikat Likuidasi Perseroan Terbatas di Amerika Serikat dapat dilihat pada Chapter 7,
Title 11 Bankruptcy Code. Pada peraturan tersebut mengatur mengenai proses likuidasi berdasarkan hukum kepailitan Amerika Serikat. Sebaliknya, Chapter 11 dan 13 mengatur mengenai proses reorganisasi perseroan terbatas debitur dalam kebangkrutan. Chapter 7 adalah bentuk paling umum dari kebangkrutan di Amerika Serikat. 55 Pada bulan April 2005, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan sebuah undang-undang baru yang efektif 17 Oktober 2005, yang berkaitan dengan kebangkrutan pribadi. Peraturan-peraturan baru ini diharapkan mempersulit mereka yang ingin menghapuskan atau merestrukturisasi utang-utang mereka, salah satunya dengan cara membuat biaya-biayanya lebih tinggi. 56 Pada bulan Mei 2003, kurang dari 2 (dua) tahun setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut. Strouds, suatu rantai usaha toko seprai dan peralatan rumah tangga, melaporkan kebangkrutan likuidasi Chapter 7. Rantai usaha yang berpusat di Los Angeles itu tidak mampu menghadapi kompetisi dari Bed, Bath, & Beyond dan Linens ’n Things, dalam perekonomian yang lemah. Rantai usaha itu didirikan lebih 54
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Cetakan Kedua : Revisi, (Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 487. 55 Investopedia, “Chapter 7”, Op.cit. 56 Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, dan Dean A. Shepherd, Enterpreneurship Kewirausahaan, Edisi 7, (Jakarta: Salemba Empat, Tanpa Tahun), hal. 738.
35
dari 70 toko dengan lebih dari 1.500 pekerja di seluruh Amerika Serikat. Keputusan untuk menutup perusahaan dibuat setelah perusahaan itu mengalami kerugian sebesar US$. 8,8 juta selama 10 bulan terakhir operasinya. 57 Pada tahun 1995, Edison Brothers Shoe Stores, dahulu salah satu rantai usaha toko sepatu terbesar di Amerika Serikat, menyatakan kebangkrutannya. Sebagai generasi ketiga dari dinasti Edison dengan gelar MBA dari Harvard University, pada tahun 1999 Peter Edison mampu membeli produk terpenting yaitu rantai sepatu Edison, Bakers Shoe, senilai US$. 8 juta. Dengan persediaan yang hanya cukup untuk musim yang sedang berjalan dan sebuah citra label sepatu murah, ia memulai sebuah strategi untuk merevitalisasi citra label tersebut. Ia menutup lusinan toko kurang menguntungkan dan mengubah model toko-toko yang tersisa secara satu per satu agar tampak seperti butik-butik kelas atas. Penjualan di toko-toko yang telah direnovasi tersebut naik 50% dan bisnisnya secara perlahan memperoleh keuntungan. 58 Kedua contoh kasus di atas membedakan antara likuidasi dan reorganisasi. Likuidasi mengisyaratkan bahwa perusahaan tidak ingin untuk membuka perusahaan lagi, sedangkan reorganisasi adalah bahwa perusahaan memperoleh pinjaman modal kembali untuk bangkit dari keterpurukan. Namun, yang akan dibahas dalam riset penelitian ini adalah mengenai likuidasi perseroan terbatas.
57 58
Ibid.,hal.738-739. Ibid.,hal.739.
36
1.
Pilihan Alternatif Perseroan Untuk Menempuh Chapter 7 – Likuidasi (Alternatives to Chapter 7) Debitur harus menyadari bahwa ada beberapa alternatif untuk Chapter 7.
Sebagai contoh, debitur yang terlibat dalam bisnis, termasuk perusahaan, kemitraan, dan perseorangan, mungkin lebih suka untuk tetap dalam bisnis dan menghindari likuidasi. Debitur tersebut harus mempertimbangkan pengajuan permohonan pada Chapter 11 dari Bankcruptcy Code. Dalam Chapter 11, debitur dapat meminta penyesuaian
hutang,
baik
dengan
mengurangi
hutang
maupun
dengan
memperpanjang waktu untuk pembayaran (dalam hal ini disebut Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang – PKPU), atau mungkin mencari reorganisasi yang lebih komprehensif. Perusahaan perorangan juga mungkin memenuhi persyaratan untuk bantuan di bawah Chapter 13 Bankcruptcy Code. 59 Selain itu, debitur individu yang memiliki penghasilan tetap dapat meminta penyesuaian hutang di bawah Chapter 13 dari Bankcruptcy Code. Sebuah keuntungan tertentu dari Chapter 13 adalah bahwa pada peraturan tersebut menyediakan kesempatan bagi debitur individu untuk menyelamatkan rumah debitur dari penyitaan dengan mengizinkan debitur untuk “mengejar” pembayaran yang tertunggak melalui rencana pembayaran. Selain itu, pengadilan dapat memberhentikan Chapter 7, kasus yang diajukan oleh individu yang memiliki hutang terutama konsumen daripada
59
United States Courts, “Chapter 7 : Liquidation Under the Bankruptcy Code”, http://www.uscourts.gov/FederalCourts/Bankruptcy/BankruptcyBasics/Chapter7.aspx., diakses pada 08 Mei 2011.
37
hutang bisnis jika pengadilan menemukan bahwa pemberian bantuan akan menjadi penyalahgunaan Chapter 7, Title 11, United State Code § 707 (b). 60 Jika “penghasilan debitur pada bulan pengajuan likuidasi” debitur : 61 1. Lebih dari pendapatan rata-rata per kapita, Bankcruptcy Code mensyaratkan penerapan “means test” untuk menentukan apakah Chapter 7 disalahgunakan atau tidak. Penyalahgunaan dianggap jika pendapatan pemohon bulanan debitur saat ini selama 5 (lima) tahun, setelah dikurangi biaya statutorily tertentu diperbolehkan, adalah lebih dari : (i) US$. 11.725,- atau (ii) 25% dari hutang non-priority tanpa jaminan debitur, selama jumlah yang setidaknya US$. 7.025,-; 2. Debitur mungkin membantah dugaan penyalahgunaan ketentuan Likuidasi tersebut hanya dengan menunjukkan keadaan khusus yang membenarkan biaya tambahan atau penyesuaian penghasilan bulanan saaat ini. Kecuali debitur mengatasi dugaan penyalahgunaan, kasus ini umumnya akan dikonversi ke Chapter 13 (dengan persetujuan debitur) atau akan diberhentikan menurut Title 11, United State Code § 707 (b) (1); Debitur juga harus menyadari bahwa perjanjian di luar pengadilan dengan kreditur atau debt counseling dapat memberikan alternatif untuk pengajuan kebangkrutan selanjutnya. 62
60
Ibid. Ibid. 62 Ibid. 61
38
2.
Latar Belakang Likuidasi Sebuah perkara Likuidasi yang diatur dalam Chapter 7 tidak melibatkan
rencana pembayaran seperti yang termaksud dalam Chapter 13. Sebaliknya, likuidator mengumpulkan dan menjual aset-aset debitur dan menggunakan hasil penjualan tersebut untuk membayar hutang atas klaim kreditur sesuai dengan ketentuan Bankruptcy Code. Bagian aset debitur dapat mengganggu hak gadai dan hipotek yang diperjanjikan kepada kreditur lainnya. Selain itu, Bankruptcy Code akan memungkinkan debitur untuk menjaga sisa aset tertentu, tetapi likuidator akan melikuidasi aset debitur yang tersisa. Dengan demikian calon debitur harus menyadari bahwa pengajuan permohonan melalui Chapter 7 – Likuidasi dapat mengakibatkan kerugian harta benda. 63 Di dalam Bankcruptcy Code jika dianalogikan dengan peraturan perundangan di Indonesia, maka Chapter 7 adalah Likuidasi dan Tata Caranya, Chapter 13 adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan Chapter 11 adalah Reorganisasi Perusahaan. Melalui proses likuidasi di Amerika Serikat sudah pasti menyebabkan kerugian harta benda karena pembayaran-pembayaran hutang kepada pihak lain yang melakukan hubungan dagang dengan pemohon likuidasi.
63
Ibid.
39
3.
Studi Kelayakan Bagi Perseroan Dalam Chapter 7 – Likuidasi (Chapter 7
Eligibility) Untuk memenuhi persyaratan pada bantuan Likuidasi – Chapter 7, Bankruptcy Code, debitur mungkin seorang individu, kemitraan, atau korporasi atau badan usaha lain sesuai dengan 11 United State Code § § 101 (41), 109 b. Tunduk pada tes-tes yang diajukan berarti yang dijelaskan di atas untuk debitur perorangan, bantuan tersedia untuk Chapter 7 terlepas dari jumlah hutang debitur atau apakah debitur adalah bangkrut. Seorang individu tidak dapat mengajukan permohonan Chapter 7 atau Chapter lainnya, namun, jika selama 180 hari sebelum permohonan pailit sebelum diberhentikan karena kegagalan disengaja debitur untuk tampil di depan pengadilan atau mematuhi perintah pengadilan, atau debitur secara sukarela diberhentikan kasus sebelumnya setelah kreditur mencari bantuan dari pengadilan kepailitan untuk memulihkan properti dimana debitur memegang hak gadai (11 United State Code § § 109 g., 362 d., dan e.). Selain itu, individu tidak mungkin menjadi debitur pada Chapter 7 atau Chapter pada Bankruptcy Code kecuali atas permohonannya sendiri dan dalam waktu 180 hari sebelum pengajuan likuidasi, menerima konseling kredit dari lembaga kredit yang disetujui konseling baik dalam individual ataupun grup konseling (11 United State Code. § § 109, 111). Ada pengecualian dalam situasi darurat atau dimana U.S. Trustee (atau administrator kepailitan) telah menetapkan bahwa ada lembaga yang cukup menyediakan konseling
40
yang dibutuhkan. Jika suatu manajemen utang (PKPU) dikembangkan selama konseling kredit diperlukan, maka harus diajukan kepada Pengadilan. 64 Salah satu tujuan utama dari kebangkrutan adalah untuk kejujuran terhadap hutang debitur tertentu adalah sebuah “fresh start”. Debitur tidak memiliki kewajiban pembayaran hutang. Dalam hal Chapter 7, bagaimanapun, discharge hanya tersedia untuk debitur individual, bukan untuk kemitraan atau perusahaan (11 United State Code § 727 a., 1). Meskipun Chapter 7 individu biasanya menghasilkan debit hutang, hak untuk melepaskan adalah tidak mutlak, dan beberapa jenis hutang yang tidak habis dibayarkan. Selain itu, debit kepailitan tidak memadamkan hak pada properti yang dimiliki debitur. 65 Chapter 7 Eligibility adalah studi kelayakan terhadap subjek hukum yang akan dilikuidasi. Studi kelayakan tersebut berupa penghitungan hutang-piutang pemohon (debitur) terhadap aset yang dimiliki. Biasanya aset yang dimiliki lebih sedikit dari pada hutang yang ada. Dengan demikian studi kelayakan dipandang perlu untuk melakukan penghitungan tersebut. Jadi, mengecilkan kemungkinan subjek hukum yang sanggup membayar namun menyalahgunakan peraturan Likuidasi ini. Di Amerika Serikat, pemerintah bertanggung jawab penuh kepada setiap subjek hukum yang melakukan suatu usaha perdagangan, salah satu contohnya dapat dilihat pada peraturan-peraturan mengenai likuidasinya bahwa pemerintah tidak lepas tangan terhadap pemohon (debitur) yang akan melakukan likuidasi.
64 65
Ibid. Ibid.
41
Campur tangan pemerintah kental sekali jika dilihat dalam peraturan likuidasi yang diatur dalam Chapter 7 tersebut. Hal ini diupayakan agar tercipta kepastian hukum yang baik. Terkait dengan teori yang digunakan dalam penulisan riset ini, David M. Trubek, rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi adalah kepastian hukum yaitu kepastian berusaha.
4.
Cara Kerja Chapter 7 (How Chapter 7 Works) Kasus likuidasi pada Chapter 7 dimulai dengan debitur mengajukan
permohonan untuk likuidasi pada Bankcruptcy Court (Pengadilan Kepailitan di Amerika Serikat, sedangkan di Indonesia disebut Pengadilan Niaga). Pengadilan tersebut terletak di wilayah tempat tinggal debitur ataupun usaha dan aset yang paling besar dimiliki. Ada 3 (tiga) persyaratan permohonan debitur yang harus diajukan, antara lain : 66 1. 2. 3. 4.
Schedule of Assets and Liabilites (Laporan Keuangan); Schedule of Current Income and Expenditures (Laporan Laba Rugi); dan A Statement of Financial Affairs (Pernyataan dari Lembaga Keuangan). A Schedule of Executory Contracts and Unexpired Leases (Kontrak-Kontrak Perjanjian yang dibuat dan belum berakhir). Poin ini adalah tambahan. Debitur juga harus menyediakan trustee (kurator) yang ditugaskan melalui
salinan pengembalian pajak atau transkrip untuk tahun pajak yang terbaru serta pajak pada saat pengajuan likuidasi (termasuk pengembalian pajak untuk tahun sebelumnya yang belum mengajukan saat permohonan diajukan) (11 United State Code § 521). Debitur dengan hutang yang dimiliki konsumen, konsumen harus mengajukan 66
Ibid.
42
dokumen-dokumen sebagai bukti yang diajukan sebagai persyaratan pengajuan tambahan. Debitur dan konsumen yang memiliki hutang harus memeriksa kebenaran dokumen yang diajukan berdasarkan konseling kredit, bukti pembayaran dari debitor jika ada, diterima 60 hari sebelum pengajuan. Sebuah laporan laba bersih per bulan dan setiap peningkatan dalam pendapatan atau biaya yang timbul akibat pengajuan, dan catatan kepentingan debitur memiliki kualifikasi pendidikan formal atau pendidikan negara bagian. Contoh : seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan petisi bersama atau perorangan (11 United State Code § 302 a.). bahkan jika pengajuan bersama, suami dan istri tunduk pada semua persyaratan dokumen pengajuan debitur individu (formulir pengajuan dapat dibeli di toko buku, atau di download melalui internet. 67 Pengadilan harus mengenakan biaya untuk pengajuan permohonan tersebut yaitu US$. 245,- biaya US$. 39,- administrasi lainnya, dan biaya tambahan trustee US$. 15,-. Biasanya, biaya yang harus dibayarkan kepada panitera pengadilan atas pengajuan pemrohonan tersebut. Dengan izin pengadilan, bagaimanapun, debitur dapat membayar biaya tersebut secara mengangsur (28 United State Code § 1930 a.). Angsuran tersebut dapat dilakukan sebanyak 4 (empat) kali selama 120 hari setelah formulir permohonan diajukan. Pengadilan juga dapat memperpanjang masa angsuran atas biaya tersebut selama 180 hari setelah pengajuan permohonan. Debitur juga dapat membayar biaya administrasi US$. 39,- dan surcharge trustee US$. 15,dengan angsuran. Jika permohonan bersama yang diajukan maka hanya 1 (satu) biaya 67
Ibid.
43
yang akan dibayarkan. Debitur harus menyadari bahwa kegagalan untuk membayar biaya perkara tersebut dapat mengakibatkan pemberhentian kasus tersebut (11 United Stated Code § 707 a). 68 Jika penghasilan debitur kurang dari 150% dari tingkat kemiskinan (sebagaimana didefinisikan dalam Bankruptcy Code), dan debitur tidak dapat membayar biaya Chapter 7 bahkan dengan angsuran, maka pengadilan dapat mengenyampingkan persyaratan biaya harus dibayar (28 United Stated Code § 1930 f). 69 Untuk melengkapi Official Bankruptcy Forms yang terdiri dari laporan keuangan, jadwal pembayaran hutang, debitur harus memberikan informasi tambahan sebagai berikut : 70 1. 2. 3. 4.
Daftar semua kreditur dan jumlah dan sifat klaim kreditur; Sumber, jumlah, dan frekuensi pendapatan debitur; Daftar semua harta debitur, dan Sebuah daftar rinci dari biaya bulanan debitur, seperti : biaya pengeluaran sewa bangunan tempat usaha; rekening air, listrik, dan telepon; pajak-pajak; transportasi, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Pengajuan permohonan secara bersama-sama, pemohon harus mengumpulkan
informasi apakah mengajukan petisi bersama, petisi individu yang terpisah, atau bahkan jika hanya satu yang mengajukan. Dalam situasi dimana berkas-berkas
68
Ibid. Ibid. 70 Ibid. 69
44
debitur hanya satu, pendapatan dan beban dari debitur lain yang dibutuhkan agar pengadilan, trustee dan kreditur dapat mengevaluasi posisi keuangan usaha tersebut. 71 Di antara jadwal bahwa debitur yang mengajukan permohonan jadwal properti “exemt” atau dikecualikan. Bankruptcy Code memungkinkan seorang debitur perorangan untuk melindungi beberapa kekayaan dari klaim kreditor yang bebas pajak menurut Federal Bankruptcy Law atau berdasarkan Laws of the Debtor’s Home State (11 United State Code § 522 b.). Banyak negara bagian telah mengambil keuntungan dari ketentuan dalam Bankruptcy Code yang memungkinkan masingmasing negara bagian untuk mengadopsi hukum pembebasan sendiri di tempat pengecualian federal. Dalam yurisdiksi lain, debitur individual memiliki pilihan untuk memilih antara paket Pengecualian Federal atau Pengecualian Tersedia di bawah hukum negara. Jadi, apakah properti tertentu yang dikecualikan dan dapat disimpan oleh debitur sering merupakan masalah hukum negara. Debitur harus berkonsultasi dengan seorang pengacara untuk menentukan pengecualian yang tersedia di negara tempat tinggal debitur. 72 Pengajuan permohonan berdasarkan Chapter 7 secara otomatis berhenti berdasarkan tindakan pengumpulan data-data aset yang tidak termasuk dalam aset likuidasi (11 United State Code § 362). Pengajuan permohonan aset yang tidak termasuk dalam aset likuidasi tersebut adalah tindakan yang terdaftar berdasarkan (11 United State Code § 362 b.) dan tinggal menunggu waktu efektif terhadap putusan 71 72
Ibid. Ibid.
45
hanya untuk waktu yang singkat dalam beberapa situasi. Tinggal menunggu putusan penetapan dan tidak memerlukan tindakan hukum lain. Selama tetap berlaku, kreditur umumnya tidak dapat memulai atau melanjutkan tuntutan hukum, wage garnishments, atau bahkan panggilan telepon untuk menuntut pembayaran. Petugas Kebangkrutan memberikan pemberitahuan dari kasus kebangkrutan itu untuk semua kreditur yang nama dan alamatnya diberitahukan oleh debitur. 73 Antara 20 sampai dengan 40 hari setelah permohonan diajukan, trustee akan mengadakan pertemuan kreditur. Jika trustee Amerika Serikat atau administrator kebangkrutan menetapkan jadwal pertemuan di tempat yang tidak memiliki trustee Amerika Serikat atau staf administratof kebangkrutan (Staf Pengadilan Niaga), pertemuan dapat diadakan tidak lebihd ari 60 hari setelah perintah untuk itu. Selama pertemuan ini, trustee menempatkan debitur di bawah sumpah, dan keduanya trustee dan kreditur dapat mengajukan pertanyaan. Debitur harus menghadiri pertemuan tersebut dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan tentang urusan keuangan debitur dan properti (11 United State Code § 343). Jika pemohon telah mengajukan petisi bersama, maka keduanya harus menghadiri pertemuan kreditur dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam waktu 10 hari rapat kreditur, trustee Amerika Serikat akan melaporkan ke pengadilan apakah kasus tersebut harus dianggap merupakan penyalahgunaan dalam studi kelayakan Likuidasi (11 United State Code § 704 b). 74
73 74
Ibid. Ibid.
46
Hal ini penting bagi debitur untuk bekerja sama dengan trustee dan untuk menyediakan laporan keuangan atau dokumen-dokumen yang diminta oleh trustee. Bankruptcy Code mengharuskan trutee untuk mengajukan pertanyaan debitur pada pertemuan kreditur untuk memastikan bahwa debitur menyadari adanya potensi konsekuensi mencari aset pada kebangkrutan seperti efek pada sejarah kredit, kemampuan untuk mengajukan permohonan di bawah peraturan yang berbeda, efek menerima debit, dan efek untuk menegaskan kembali utang. Beberapa trustee memberikan informasi tertulis tentang topik ini pada atau sebelum pertemuan untuk memastikan bahwa debitur mengetahui informasi ini. Untuk menjaga penilaian independen, hakim pengadilan dilarang menghadiri pertemuan kreditur (11 United State Code § 341 c). 75 Dalam
rangka
kesepakatan
debitur
memperoleh
bantuan
(pinjaman),
Bankruptcy Code memungkinkan debitur untuk mengkonversi Chapter 7 kepada Chapter 11, 12, atau 13 sepanjang debitur yang memenuhi syarat untuk menjadi debitur di bawah Chapter yang baru. Namun, kondisi konversi sukarela debitur adalah bahwa kasus tersebut belum pernah dikonversi ke Chapter 7 dari Chapter lain (11 United State Code § 706 a). Dengan demikian, debitur tidak akan diizinkan untuk mengkonversi kasus tersebut berulang kali dari satu Chapter ke Chapter yang lain. 76
75 76
Ibid. Ibid.
47
Kelihatan disini bahwa pemerintah tidak lepas tangan dari perannya terhadap penegakan hukum. Pemohon sudah membayar biaya administrasi, maka saat likuidasi diajukan inilah Pemerintah bekerja untuk memprosesnya. Tidak lepas tangan begitu saja seperti yang terjadi di Indonesia. Pemerintah hanya mengenakan biaya administrasi tetapi tidak ada pelayanan yang diberikan kepada pemohon likuidasi. Ketidakjelasan peran pemerintah (dalam hal Indonesia) menyebabkan perseroan terbatas kebingungan dalam mengambil sikap apakah akan melikuidasi perusahaan, mempailitkan, dan/atau mereorganisasi perseroan terbatas. Berbeda dengan Amerika Serikat, pihak pengadilan menunjuk trustee terpercaya untuk menetapkan apakah suatu perseroan terbatas itu layak atau tidak untuk dilikuidasi. Dengan demikian berjalanlah sistem hukum dengan baik. 5.
Peranan Pengadilan Dalam Likuidasi Perseroan
( Role of The Case
Trustee) Ketika persyaratan untuk pengajuan likuidasi pada Chapter 7 diajukan, trustee Amerika Serikat (atau Pengadilan Kebangkrutan di Alabama dan North Carolina) menunjuk trustee pada kasus yang diterima untuk mengelola kasus tersebut dan melikuidasi aset pemohon/debitur (11 United State Code § § 701, 704). Jika semua aset debitur dibebaskan atau tunduk pada hak gadai yang berlaku, maka trustee biasanya akan menetapkan “tidak ada aset” di dalam laporan kepada pengadilan, dan tidak akan ada distribusi kepada kreditur tanpa jaminan. Kebanyakan kasus Chapter 7 melibatkan debitur individu yang tidak memiliki aset dalam pembayaran hutang. Tetapi jika kasus tersebut tampaknya memiliki aset, pada awal kasus, kreditur tanpa
48
jaminan harus mengajukan gugatan mereka kepada pengadilan dalam jangka waktu 90 hari setelah tanggal pertama ditetapkan untuk pertemuan kreditur tersebut. Bagaimanapun setelah 180 hari terlewati sejak tanggal perkara ini diajukan untuk mengajukan klaim (11United State Code § 502 b). Dalam kasus Chapter 7 ada aset yang khas, tidak perlu bagi kreditur untuk mengajukan bukti klaim karena tidak akan ada distribusi. Jika trustee kemudian memiliki aset yang akan dibagikan kepada kreditur tanpa jaminan, Pengadilan Kepailitan (Pengadilan Niaga) akan memberikan pemberitahuan kepada kreditur dan akan memberikan waktu tambahan untuk mengajukan bukti klaim. Meskipun kreditur dijamin tidak perlu mengajukan bukti klaim dalam kasus Chapter 7 untuk menjaga kepentingan keamanan atau gadai, mungkin ada alasan lain untuk mengajukan klaim. Seorang kreditur dalam kasus Chapter 7 yang memiliki hak gadai atas properti, debitur harus berkonsultasi dengan seorang pengacara untuk meminta nasihat. 77 Dimulai dari kasus kepailitan yang menciptakan properti. Properti tersebut menjadi milik sah dari semua harta debitur. Ini terdiri dari semua kepentingan hukum atau adil dari debitur dalam properti pada saat dimulainya kasus ini, termasuk properti yang dimiliki atau dipegang oleh orang lain jika debitur memiliki kepentingan properti. secara umum, kreditur debitur dibayar dari properti yang dikecualikan dari warisan yang didapat dari debitur. 78
77 78
Ibid. Ibid.
49
Peran utama dari trustee dalam kasus Chapter 7 pada kasus aset adalah untuk melikuidasi aset pengecualian debitur dengan cara memaksimalkan kembali kepada kreditur konkuren debitur. Trustee yang menyelesaikan hal ini adalah dengan cara menjual properti debitur jika bersih dari hak gadai (selama properti tidak dibebaskan). Trustee juga mungkin mencoba untuk memulihkan keuangan atau properti di bawah kewenangan trustee “avoiding powers”. Kekuatan trustee yang menghindari termasuk kuasa untuk menyisihkan transfer khusus dibuat untuk kreditur dalam waktu 90 hari sebelum permohonan, membatalkan kepentingan keamanan dan transfer prepetition lain dari kekayaan yang tidak benar disempurnakan berdasarkan hukum NonBankruptcy Law pada saat permohonan; dan mengejar klaim untuk tidak dinyatakan pailit. Selain itu, jika debitur adalah sebuah bisnis, Pengadilan Kebangkrutan (Pengadilan Niaga) dapat memberikan wewenang kepada trustee untuk menjalankan bisniss tersebut untuk jangka waktu yang terbatas, jika operasi tersebut akan menguntungkan kreditur dan meningkatkan nilai likuidasi debitur (11 United State Code § 721). 79 Pada §. 726 dari Bankruptcy Code mengatur tentang pembagian harta warisan. Pasal ini mengatur ada enam kelas klaim dan masing-masing kelas harus dibayar secara penuh sebelum kelas yang lebih rendah berikutnya dibayar. Debitur hanya dibayarkan jika semua kelas lain klaim telah dibayar lunas. Oleh karena itu, debitur tidak tertarik disposisikan hal ini kepada trustee tentang aktiva sebenarnya, kecuali sehubungan dengan pembayaran hutang-hutang yang untuk beberapa alasan tidak 79
Ibid.
50
dischargeable dalam perkara kepailitan. Perhatian utama debitur individu dalam kasus Chapter 7 adalah untuk mempertahankan properti dengan membebaskan dan menerima penjualan aset yang mencakup sebagai hutang sebanyak mungkin. 80 Ternyata di dalam Bankruptcy Code Amerika Serikat yang diatur di dalamnya mengenai Likuidasi. Fungsi likuidator juga dapat menjalankan perusahaan apabila ada suatu perjanjian-perjanjian kerja sama yang belum diselesaikan. Apabila memperoleh keuntungan hal tersebut dapat menjadi nilai tambah pada aset debitur.
6.
Penetapan Pengadilan Terhadap Chapter 7 – Likuidasi (The Chapter 7
Discharge) Pada The Chapter 7 Discharge diharapkan kepada pemohon untuk berkonsultasi dengan penasehat hukum yang berkompeten sebelum mengajukan untuk membahas ruang lingkup debitur tersebut. Secara umum, termasuk kasus-kasus yang diberhentikan atau dikonversi, debitur individu menerima debit lebih dari 99% dari kasus Chapter 7. Dalam kebanyakan kasus, kecuali sebuah pihak yang berkeinginan untuk mengklaim objek, Pengadilan Kebangkrutan (Pengadilan Niaga) akan mengeluarkan perintah debit yang relatif awal dalam kasus umumnya. Waktu 60 sampai dengan 90 hari setelah tanggal pertama ditetapkan untuk pertemuan kreditur. 81
80 81
Ibid. Ibid.
51
Dasar-dasar untuk menolak suatu debitur individual debit pada kasus Chapter 7 adalah pihak-pihak yang berpindah-pindah. Di antara alasan lain, pengadilan dapat menolak debitur yang tidak menyertakan laporan keuangan, tidak menjelaskan laba rugi terhadap aset yang dimiliki, melakukan kejahatan pailit seperti sumpah palsu, gagal mematuhi perintah yang sah dari Pengadilan Kebangkrutan (Pengadilan Niaga), atau menghancurkan properti yang akan menjadi milik warisan, atau gagal untuk menyelesaikan kursus instruksional yang disetujui oleh manajemen keuangan. (11 United State Code § 727). 82 Kreditur akan mempertahankan beberapa hak-haknya untuk memperoleh properti yang dimiliki debitur walaupun sebuah penetapan discharged ini telah dikeluarkan pengadilan. Tergantung pada keadaan pemohon, jika debitur memohon untuk menjaga properti yang dijamin (seperti mobil), debitur mungkin memutuskan untuk “reaffirm” hutang. Penegasan kembali adalah suatu perjanjian antara debitur dan kreditur bahwa debitur akan tetap bertangung jawab dan akan membayar seluruh atau sebagian dari uang yang terutang, meskipun hutang sebaliknya akan habis dalam proses kepailitan. Sebagai gantinya, kreditur tidak akan mengambil mobil tersebut selama debitur menunjukkan pembayaran kepada kreditur. 83 Jika debitur memutuskan untuk menegaskan kembali hutangnya, maka debitur harus melakukan sebelum debit dimasukkan. Debitur harus menandatangani perjanjian tertulis dan penegasan kembali melalui pengadilan (11 United State Code
82 83
Ibid. Ibid.
52
§ 524 c). Bankruptcy Code mensyaratkan bahwa perjanjian penegasan kembali harus berisi serangkaian luas pengungkapan yang dijelaskan dalam (11 United State Code § 524 k). Antara lain, pengungkapan yang harus diberitahu kepada debitur dari jumlah hutang yang akan ditegaskan kembali dan bagaimana hal tersebut dihitung dan ditegaskan kembali itu berarti bahwa kewajiban pribadi debitur untuk hutang yang tidak akan habis dalam kepailitan. Pengungkapan juga mengharuskan debitur untuk menandatangani dan melampirkan laporan laba rugi tahun berjalan dan biaya yang menunjukkan bahwa saldo pembdapatan membayar biaya yang cukup untuk membayar penegasan kembali hutang tersebut. Jika saldo tidak cukup untuk membayar hutang yang akan ditegaskan kembali tersebut, ada dugaan dari kesulitan yang tidak semestinya, dan pengadilan dapat memutuskan untuk tidak menyetujui perjanjian penegasan kembali. Kecuali debitur diwakili oleh pengacara, hakim kepailitan harus menyetujui perjanjian penegasan kembali. 84 Jika debitur diwakili oleh pengacara sehubungan dengan perjanjian penegasan kembali, pengacara harus menyatakan secara tertulis bahwa pengacara tersebut menyarankan debitur dari efek hukum dan konsekuensi dari perjanjian yang akan dibuat, termasuk hal-hal yang sudah ada dalam perjanjian itu. Pengacara itu juga harus menyatakan bahwa debitur sepenuhnya menginformasikan dan secara sukarela membuat kesepakatan dan penegasan kembali hutang tidak akan menciptakan kesulitan yang tidak semestinya untuk debitur atau keluarga debitur (11 United State
84
Ibid.
53
Code § 524 k). Bankruptcy Code membutuhkan pendengaran penegasan kembali jika debitur belum diwakili oleh pengacara selama negosiasi perjanjian, atau jika pengadilan menyetujui perjanjian penegasan kembali (11 United State Code § 524 d dan m).
Debitur dapat membayar seluruh hutang secara sukarela,
bagaimanapun caranya, walaupun tidak ada kesepakatan penegasan kembali (11 United State Code § 524 f). 85 Dalam hal likuidasi diterima oleh Pengadilan Kepailitan/Kebangkrutan (Penagdilan Niaga) atau dengan kata lain Chapter 7 terpenuhi maka kreditur tidak dimungkinkan lagi untuk melanjutkan tindakan hukum lainnya terhadap debitur. Tapi tidak semua hutang dari Pemohon/Debitur dihapus dengan Chapter 7. Utang tidak habis termasuk utang untuk tunjangan dan tunjangan anak, pajak tertentu, utang dengan pasti kelebihan pembayaran manfaat pendidikan atau pinjaman dibuat atau dijamin oleh unit Pemerintah, utang asuransi kematian, utang asuransi jaminan dana kecelakaan, dan utang untuk perintah restitusi kriminal (11 United State Code § 523 a). Debitur akan terus bertanggung jawab untuk jenis utang sejauh mereka tidak dibayar dalam hal Chapter 7. Utang untuk uang atau harta yang diperoleh palsu, utang untuk penipuan atau penyalahgunaan kepercayaan sementara bertindak dalam kapasitas fidusia, dan utang untuk asuransi kesehatan disengaja atau berbahaya oleh debitur untuk entitas lain atau milik entitas lain akan dibuang kecuali kreditur tepat
85
Ibid.
54
waktu melampirkan bukti utang dan berlaku dalam sebuah tindakan untuk memiliki hutang tersebut dinyatakan non-dischargeable (11 United State Code § 523 c). 86 Pengadilan dapat membatalkan sebuah permohonan likuidasi atas permintaan trustee, kreditur, jika aset tersebut berasal dari penipuan oleh debitur. Jika debitur membeli properti yang dengan sengaja dan curang dalam laporan pembeliannya maka properti tersebut diserahkan kepada trustee, atau jika debitur (tanpa penjelasan memuaskan) membuat kesalahan terhadap materi-materi yang disajikan atau gagal untuk menyediakan dokumen atau informasi lainnya sehubungan dengan audit kasus debitur (11 United State Code § 727 d). 87 Permohonan likuidasi di Amerika Serikat juga harus berdasarkan saran dari pengacara atau konsultan hukum. Bagi debitur yang ingin melikuidasi perusahaannya maka pemohon harus mengikuti segala tata cara yang berlaku. Tata cara tersebut juga harus dibarengi dengan kejujuran dari debitur mengenai asal-muasal aset yang dimilikinya sehingga dapat memudahkan trustee untuk melakukan penjualan aset-aset agar dapat dibayarkan kepada kreditur. Dalam peraturan kepailitan Amerika Serikat kelihatan adanya perlindungan kepada debitur. Namun, apabila debitur tersebut tidak benar
dalam
mengajukan
lampiran-lampiran
dalam
permohonannya
maka
perlindungan tersebut akan berkurang dan lebih mengutamakan kreditur. Jadi, ada keseimbangan hukum disini antara kreditur dan debitur mengenai penyelesaian utangpiutang.
86 87
Ibid. Ibid.
55
Setelah mengetahui peraturan mengenai likuidasi yang berlaku di Amerika Serikat, selanjutnya akan dibahas mengenai likuidasi Perseroan Terbatas yang ada di Indonesia. Likuidasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan untuk masalah penyelesaian utang-piutangnya diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. B. Pengaturan Mengenai Likuidasi dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
1.
Pengertian Likuidasi Tidak ditemukan satu pasalpun di dalam KUHD ataupun KUH Perdata yang
menggunakan istilah likuidasi. Dari beberapa kepustakaan yang ada, banyak yang membahas dalam bab yang diberi judul berakhirnya perseroan terbatas. Pemecahan atau bubarnya perseroan terbatas untuk menjelaskan tentang likuidasi. Secara umum, penyebutan likuidasi sudah menjadi suatu istilah yang dapat dimengerti di dalam masyarakat. 88 Jika ditinjau dari asal katanya, yang dimaksud dengan bubarnya atau berakhirnya sebenarnya adalah ”ontbinding”, dimana arti yang lebih mendekati ketepatan adalah ”pemecahan”. Pemecahan disini dimaksudkan adalah pecahnya para pemegang saham dengan tujuan untuk mengakhiri berdirinya persekutuan. Setelah pecahnya para Pemegang Saham bukan berarti langsung perseroan terbatas menjadi 88
Murni, “Analisis Terhadap Likuidasi Persekutuan Komanditer (CV), Untuk Menjadi Perseroan Terbatas (PT) dalam Perspektif Hukum Ekonomi”, (semarang : Tesis, Universitas Diponegoro, 1998), hal. 79.
56
bubar, akan tetapi para Pemegang Saham masih harus melakukan beberapa urusan yang sifatnya pemberesan terhadap perseroan terbatas yang masih berjalan beberapa waktu lagi (loopende zaken), seperti pembayaran hutang-hutang dan tagihan-tagihan perseroan terbatas kepada pihak ketiga, pembagian keuntungan atau saldo kepada para Pemegang Saham jika masih ada, dan sebagainya. Setelah urusan pemberesan selesai barulah Perseroan Terbatas tersebut dinyatakan bubar (einde). Segala proses yang terjadi dari mulai pemecahan sampai urusan pemberesan itu disebut dalam banyak literatur hukum sebagai likuidasi. 89 Meskipun KUHD tidak menggunakan istilah likuidasi, namun kepustakaan hukum banyak yang menggunakan istilah likuidasi, dan peraturan yang dikeluarkan sekarang ini telah memasukkan likuidasi dalam pasal-pasal khusus, bahkan digunakan pula sebagai judul peraturan, yaitu peraturan yang berkaitan dengan lembaga keuangan perbankan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada Pasal 37 ayat (3), yang menyebutkan bahwa : 90 ”Dalam hal direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
89
Ibid., hal. 79-80. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 90
57
Meskipun ketentuan tersebut tidak memberikan definisi, ciri-ciri, dan struktur hukum terhadap makna lembaga likuidasi, namun terminologi likuidasi telah dimasukkan di dalam perundang-undangan. Tampaknya undang-undang perbankan melihat likuidasi dalam pengertian luas, yaitu sebagai suatu proses, yang diawali dengan pembubaran dan diikuti dengan pemberesan. Jadi istilah likuidasi ini mecakup lembaga pembubaran dan pemberesan, 91 meskipun tidak disebutkan dalam pasalpasalnya. Agar lebih jelas, kiranya perlu diketahui pula pengertian likuidasi dari berbagai literatur, antara lain : Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa 92 : ”Likuidasi adalah proses membubarkan perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditur dan pembagian harta yang tersisa kepada pemegang saham (persero)”. Kamus Hukum Ekonomi Elips, menyebutkan bahwa 93 : ”Liquidation adalah pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan hutang, serta penyelesaian sisa harta atau hutang antara para pemegang saham”. Kamus Perbankan, menyebutkan bahwa 94 : 91
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 124, sebagaimana dikutip Murni, Op.cit.,hal. 80. 92 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, ”Likuidasi”, http://kamusbahasaindonesia.org/ likuidasi, diakses pada 08 Mei 2011. 93 ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi Elips, (Jakarta: Proyek Elips, 1997). 94 Institut Bankir Indonesia, Kamus Perbankan Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1980).
58
”Likuidasi adalah suatu tindakan untuk membubarkan suatu perusahaan atau badan hukum”. Black’s Law Dictionary, menyebutkan bahwa 95 : ”Liquidation is the act or process of setting or making clear, fixed and determinate that which before was uncertain or unascertained”. Dalam pandangan ahli hukum Andi Hakim, likuidasi diartikan sebagai penyelesaian, khususnya untuk badan hukum/organisasi lain mengenai pengakhiran, setelah
keputusan
untuk
membubarkannya,
suatu
badan
hukum
setelah
pembubarannya masih bekerja untuk menyelesaikan urusannya. 96 Sementara itu Van Schilfgaarde dan Doorhout Mees dalam Van de BV en de NV dan Nederlands Handels en Faillissementrecht mengemukakan : 97 “Likuidasi (pembubaran) adalah penghentian kegiatan Perseroan Terbatas sebagai akibat dari berakhirnya tujuan perseroan. Pembubaran tidak mempunyai arti identik dengan “berakhirnya” eksistensi perseroan. Perseroan adalah subjek hukum, memiliki aktiva dan pasiva. Setelah pembubarannya diucapkan, eksistensinya tetap ada dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi (pembubaran). Hak yang dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikulnya wajib dipenuhi. Perseroan Terbatas tidak boleh lagi melakukan hak dan kewajibannya itu. Perseroan Terbatas itu ada sepanjang diperlukan untuk pemberesan”. Pemerintah banyak mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang menggunakan istilah-istilah yang berkembang di dalam dunia usaha akibat dari masuknya Indonesia ke World Trade Organization (WTO). Undang-Undang No. 40
95
Henry Campbell Black, Richard A. Garner (Editor),Op.cit.,hal.2960 Andi Hakim, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal. 354, sebagaimana dikutip Murni, Op.cit., hal. 82. 97 Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 168. 96
59
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu produk hukum yang dikeluarkan untuk tujuan mengurangi resktriktif yang ada pada peraturan sebelumnya. Peraturan ini mengalami banyak penyempurnaan mengenai masalah likuidasi. Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan rumusan yang jelas mengenai likuidasi Perusahaan ini. Dalam pasal 142 ayat (2) huruf a hanya menentukan, Apabila terjadi pembubaran Perseroan berdasar keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam AD telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasar keputusan pengadilan niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi. Yang melakukan likuidasi dalam pembubaran adalah likuidator. Likuidasi mengandung arti pemberesan, penyelesaian , dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan pembubaran Perseroan. Selama penyelesaian pembubaran atau pemberesan berjalan, Perseroan itu berstatus Perseroan “dalam penyelesaian” yang oleh pasal 143 ayat (2) disebut Perseroan dalam likuidasi. Kalimat atau kata “dalam likuidasi” harus dicantumkan dibelakang nama Perseroan dalam setiap surat keluar Perseroan. Sebenarnya ada suatu keadaan yang sangat mirip dengan likuidasi yaitu yang disebut “Kepailitan” (Faillisement, Bankruptcy). Pailit adalah suatu keadaan dimana debitur berada dalam keadaan tidak mampu membayar hutang-hutang kemudian
60
kreditur memohon kepada hakim agar dinyatakan pailit. 98 Kadang kala kepailitan dapat menjadikan suatu badan usaha dapat dilikuidasi, namun likuidasi tidak selalu disebabkan oleh kepailitan. 99 Kerangka pengertian likuidasi, memberikan kemungkinan yang lebih luas mengenai sebab-sebab terjadinya likuidasi, misalnya karena ingin bergabung dengan perusahaan lain (merger) atau ingin merubah bentuk badan usaha. Demikian juga mengenai akibat hukum dari likuidasi adalah berbeda dengan akibat hukum dari terjadinya kepailitan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pada terminologi likuidasi dan kepailitan terdapat perbedaan yang cukup prinsipil. Yang pertama, terjadinya likuidasi tidak selalu disebabkan karena ketidakmampuan membayar hutang-piutang. Sebab pada saat terjadinya likuidasi kadang kala aset/harta kekayaan perseroan masih ada (tidak habis). Namun kepailitan terjadi oleh karena ketidakmampuan membayar utang-piutang, memang sudah tidak tersisa lagi harta kekayaan perseroan. 100 Kedua, dalam likuidasi selalu akan mengakibatkan eksistensi suatu badan menjadi bubar/berakhir, sedangkan dalam kepailitan tidak selalu mengakibatkan bubarnya perseroan, oleh karena dapat diambil alih oleh pemilik yang baru, seorang kreditur atau pihak ketiga lainnya. Ketiga, likuidasi dapat terjadi tanpa putusan pengadilan atau dengan putusan dari pengadilan, sedangkan terjadinya kepailitan
98
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Terbitan Pertama, (Medan: USU Press, 2009), hal. 20. Murni, Op.cit., hal. 83. 100 Ibid., hal. 83-84. 99
61
dengan melalui putusan pengadilan, dimana sebelumnya harus ada permohonan kepada hakim komisaris. 101 Vollmar menekankan bahwa orang harus dapat membedakan antara pembubaran kebersamaan perkawinan dengan pembubaran pada kebersamaan dalam perseroan. Pembubaran perkawinan menyangkut lenyapnya atau putusnya suatu hubungan hukum, sedangkan pada pembubaran perseroan, usaha yang dijalankan bersama berakhir dalam arti bahwa lantas tidak dapat diterimanya pekerjaanpekerjaan baru, dan disitu masih ada sesuatu yang harus diselesaikan, hutang-piutang yang ada masih harus dilunasi, harus ada perhitungan keuntungan dan kerugian. 102 Menelusuri beberapa pengertian dari para ahli dan sumber kepustakaan yang ada, maka dapat membantu penegasan bahwa likuidasi merupakan suatu proses berangkai yang diawali dari tahap pemberesan, keseluruhan proses tersebut yang disebut dengan likuidasi. Proses likuidasi itu selesai barulah suatu badan hukum itu dapat dikatakan bubar/berakhir. 103 Seiring dengan semakin pesatnya dunia usaha, kemajuan dan kehancuran usaha dapat terjadi dengan berbagai sebab. Kompleksitas persoalan bubarnya suatu usaha juga tidak dibatasi hanya dengan apa yang dikatakan peraturan saja melainkan masih bisa disebabkan oleh berbagai macam keadaan-keadaan diluar ketentuan perundang-
101
Ibid., hal. 84-85. FHFA. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, Cetakan I, Terjemahan I.S. Adiwimarto, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), hal. 372, sebagaimana dikutip Murni, Op.cit., hal. 85. 103 Murni, Op.cit., hal. 85. 102
62
undangan. Oleh sebab itu, banyak kalangan yang berpendapat bahwa ketentuan mengenai bubarnya perseroan bukanlah suatu ketetapan yang bersifat harga mati. 104 2.
Pembubaran dan Likuidasi Perseroan Terbatas Dalam Pasal 142 ayat (1) UU nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
mengatur dasar terjadinya pembubaran Perseroan yang dibenarkan oleh hukum. Menurut pasal ini Pembubaran perseroan terjadi karena: a. Berdasarkan keputusan RUPS b. Karena jangka waktunya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir c. Berdasarkan penetapan Pengadilan d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, f.
Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan
likuidasi
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
undangan 105.
104
Ibid., hal. 90. 105 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
perundang-
63
Sehubungan dengan dasar terjadinya pembubaran yang dikemukakan diatas, akan dijelaskan beberapa proses pembubaran yang diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2007. a.
Proses Pembubaran Berdasarkan Keputusan RUPS. Tata cara pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS diatur pada pasal 144 UUPT 2007, melalui proses berikut.
1)
Yang berhak mengajukan usul pembubaran Yang berhak mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS, menurut Pasal 144 ayat (1) terdiri atas: a) Direksi
b) Dewan Komisaris c) Pemegang saham Syarat pemegang saham untuk dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan adalah paling sedikit mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. 2) Syarat Sahnya Keputusan RUPS Tentang Pembubaran Perseroan. Agar keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah menurut hukum, maka keputusan harus diambil sesuai dengan ketentuan pasal 87 ayat (1) dan pasal 89 UUPT nomor 40 tahun 2007. Hal ini ditegaskan pada pasal 144 ayat (2) UUPT. 3)
Pembubaran mulai berlaku.
64
Pembubaran Perseroan melalui proses RUPS mulai berlaku menurut pasal 144 ayat (3), terhitung sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan. b.
Proses Pembubaran Perseroan Berdasarkan Jangka Waktu Berdirinya Berakhir. Sesuai dengan ketentuan pasal 6 UUPT, anggaran dasar dapat menentukan jangka waktu berdirinya Perseroan. Apabila anggaran dasar menentukan Perseroan didirikan untuk jangka waktu tertentu, maka proses pembubarannya menurut Pasal 145 ayat (1) UUPT adalah Perseroan karena hukum bubar apabila jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam AD telah berakhir. Terhitung sejak tanggal jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir, Direksi tidak boleh atau dilarang melakukan perbuatan hukum. Semua perbuatan hukum dalam rangka pemberesan beralih seluruhnya kepada likuidator.
c.
Proses Pembubaran Berdasarkan Penetapan Pengadilan. Pasal 142 ayat (1) huruf c UUPT menentukan proses pembubaran Perseroan berdasarkan penetapan Pengadilan. Hal ini disebabkan diajukannya Permohonan oleh orang atau pihak yang memiliki hak atau legal standing (legitima persona standi in judicio) pihak yang memilik kapasitas atau kedudukan untuk mengajukan permohonan pembubaran ke Pengadilan Negeri, telah ditentukan secara limitatif pada pasal 146 ayat (1) yaitu kejaksaan, pihak yangt berkepentingan, pemegang saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Adapun dasar alasan permohonan yang dapat diajukan adalah bahwa perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan lagi.
65
d.
Proses Pembubaran Karena Harta Pailit Perseroan Tidak Cukup Untuk membayar Biaya Kepailitan. Pasal 142 ayat (1) huruf a, berbunyi sebagai berikut : ”dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan”. Menurut pasal ini, maka cara pembubaran Perseroan berkaitan dengan pasal 17
ayat (2) dan pasal 18 UU nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang ( UU KPKPU). Menurut pasal 17 ayat (2) UU KPKPU, Majelis Hakim yang membatalkan putusan pernyataan Pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator. Selanjutnya penjelasan pasal ini memberi pedoman kepada Majelis Hakim yang memutus perkara kepailitan, supaya biaya kepailitan ditetapkan berdasar rincian yang diajukan oleh kurator setelah mendengar pertimbangan Hakim Pengawas. Berdasarkan pasal 17 ayat (3) UU KPKPU, biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator dibebankan kepada pihak pemohon pernyataan pailit (voluntary petition) atau kepada pemohon pailit (involuntary petition) dan debitur dalam perbandingan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. Untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Eksekusi atas permohonan Kurator. Selanjutnya pasal 18 UU KPKPU mengatur tata cara pencabutan putusan pernyataan Pailit yaitu :
66
1. Majelis Hakim dapat mencabut putusan pernyataan pailit apabila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Pengadilan Niaga atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitur, dapat memutuskan “pencabutan putusan pernyataan pailit”. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Dalam penetapan pencabutan putusan kepailitan itu, Pengadilan Niaga sekaligus memutuskan pemberhentian Kurator sesuai dengan tata cara yang diatur dalam UU KPKPU. 2. Majelis menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator. 3. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan eksekusi Berdasarkan uraian diatas , jika harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dapat memutuskan pencabutan pernyataan pailit. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan pasal 142 ayat (1) huruf d, terjadi pembubaran Perseroan. e. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit Yang Telah Dinyatakan Pailit
Dalam
Keadaan Insolvensi. Hal ini diatur dalam pasal 142 ayat 1 huruf e UUPT. Proses cara pembubaran Perseroan ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 187 UU No.37 Tahun 2004 tentang KPKPU. Menurut pasal ini, setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat untuk mendengar seperlunya mengenai cara
67
pemberesan harta pailit, dan jika perlu mengadakan pencocokan piutang yang dimasukkan setelah berakhir tenggang waktu. Jika ketentuan ini dikaitkan dengan cara pembubaran yang disebut pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT, terhitung sejak Perseroan dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, Perseroan telah berada dalam keadaan “insolvensi”. Berarti sejak saat itu terjadi pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT. f. Proses Pembubaran Karena Izin Usaha Dicabut. Hal ini diatur pada pasal 142 ayat (1) huruf f UUPT. Dalam penjelasan pasal ini yang dimaksud dengan dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha perasuransian Sejak tanggal pembubaran, Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali jika diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi. Apabila larangan ini dilanggar oleh Perseroan, anggota direksi, anggota dewan komisaris dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. 106 Perseroan yang sedang dalam proses likuidasi harus selalu mencantumkan kata “Dalam Likuidasi” di belakang nama perseroan di setiap surat keluar. Likuidator wajib memberitahukan mengenai bubarnya perseroan kepada semua kreditor 106
M.Yahya Harahap, Op.cit., hal. 557.
68
perseroan dengan surat tercatat. 107 Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS untuk melakukan likuidasi yang dilakukannya atas kekayaan perseroan. Sisa kekayaan hasil likuidasi dibagikan kepada pemegang saham secara proporsional. 108 Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi tersebut dan mengumumkannya dalam dua surat kabar harian. 109 Pembubaran sebagaimana tersebut di atas wajib untuk dilakukan pendaftaran dan pengumuman tentang telah dibubarkannya perseroan. Dalam pendaftaran dan pengumuman wajib disebutkan nama dan alamat likuidator. Jika hal itu tidak dilakukan, akibat bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Jika likuidator lalai melakukan pendaftaran dan pengumuman, likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. 110
3.
Perkembangan Likuidasi dalam Kegiatan Bisnis Pada dasarnya likuidasi dapat dipahami sebagai arti dari pembubaran, dan
prosedur likuidasi dalam arti luas mengandung suatu proses, dimana tahap awal dari proses tersebut adalah pecah/bubarnya para perseroan dan diikuti dengan tahap pemberesan. 111 Akibat hukum dari terjadinya likuidasi adalah bubarnya eksistensi suatu badan hukum. Dengan pesatnya perkembangan kegiatan bisnis, menjadikan 107
Pasal 143 ayat (2), Ibid. Pasal 149 ayat (1) huruf d., Ibid. 109 Pasal 147 ayat (4) huruf b., Ibid. 110 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, (Jakarta : Visimedia, Oktober 2009), hal. 38. Lihat juga: Pasal 149 ayat (1) huruf b., Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 111 Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas : 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, (Jakarta: Forum Sahabat, Agustus 2008), hal. 122. 108
69
semakin ketatnya persaingan di dalam dunia usaha. Tampaknya masalah umum yang sering menjadi persoalan dunia usaha adalah kesedian sumber dana atau modal yang tidak cukup bagi perseroan agar tetap eksis di dalam menjalankan kegiatan usaha. 112 Untuk itulah berbagai strategi bersaing telah banyak dikembangkan dalam prakteknya, seperti melalui strategi merger, akuisisi, konsolidasi, dan likuidasi. Likuidasi untuk merger ataupun likuidasi untuk menutup badan hukum atau menyudahi badan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa dunia usaha itu menuntut adanya perubahan-perubahan (inovasi) baik dari aspek hukum maupun aspek manajerial, seperti perubahan kinerja, perubahan organisasi kepemilikan, ataupun penyempurnaan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan dunia usaha. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya merger dan likuidasi juga telah dilakukan oleh pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan negara (BUMN) yang dinilai mengalami kesulitan keuangan serta tidak dapat mengembangkan usaha atau yang sering kali dikatakan sebagai perusahaan yang tidak sehat. 113 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 749/1989 yang menyebutkan bahwa kriteria penilaian BUMN, yaitu : rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Sebagai contoh : pada tahun 1990, PT. Pusat Perkayuan Marunda dilikuidasi dan hasil aset likuidasinya disertakan ke PT. Kawasan Berikat Nusantara, PT. Tirta Raya, dan PT. Batu Bara dilikuidasi kemudian merger dengan PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam. 114
112
Murni, Op.cit., hal. 102. Ibid.,hal.102-103 114 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1990 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pusat Perkayuan Marunda dan Penambahan Penyertaan Modal Negara yang Berasal dari 113
70
Sebagaimana dalam uraian sebelumnya, dalam arti luas likuidasi dipahami sebagai suatu proses yang diawali dengan pembubaran dan diikuti dengan pemberesan, dimana akibat dari likuidasi itu menjadikan bubarnya eksistensi badan usaha. Terlepas dari apa yang menjadi sebab dan tujuan diadakan likuidasi, kedua tahap pembubaran dan pemberesan itu perlu dilalui dalam setiap proses likuidasi. Dalam struktur hukum merger, pengertian merger dipahami sebagai bentuk kerja sama yang ada di antara perusahaan, yakni adanya sebuah perusahaan yang mengambil alih satu atau lebih perusahaan yang lain. Setelah terjadi pengambilalihan, perusahaan yang diambil alih tersebut dibubarkan sehingga eksistensinya sebagai badan hukum lenyap dan kegiatan usahanya dilanjutkan oleh perusahaan yang mengambil alih. 115 Pada waktu terjadinya pengambilalihan, tentunya perusahaan harus berada dalam stadium likuidasi, dimana pada umumnya perusahaan dalam stadium ini diberi tanda “Dalam Likuidasi”. 116 Dengan demikian, likuidasi untuk merger dapat dipahami bahwa proses pemberesan itu tidak dilakukan sesuai dengan maksud pemberesan. Jika terdapat perhitungan dalam pemberesan, hal itu dimaksudkan dalam rangka untuk mengetahui Kekayaan Negara Hasil Likuidasi Perusahaan Perseroan (Persero) Tersebut ke Dalam Modal Saham Perseroan (Persero) PT.Kawasan Berikat Nusantara. 115 Pasal 1 angka 9, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa : “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”. 116 Pasal 143 ayat (2), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
71
posisi akhir (sebelum diadakan likuidasi) dari aktiva dan pasiva perusahaan yang akan di-merger. Biasanya perusahaan-perusahaan yang akan di-merger dapat menjadi perusahaan cabang dan pemilik perusahaan yang di-merger dapat bergabung dengan perusahaan hasil merger. 117 Di dalam perkembangan kegiatan bisnis, penggunaan likuidasi tidak hanya sebagai upaya pembubaran suatu institusi/badan hukum saja namun juga dapat digunakan sebagai cara pengembangan perusahaan. 118 Oleh sebab itu selain likuidasi itu untuk tujuan merger, diketahui pula adanya likuidasi yang bertujuan untuk merubah bentuk badan usaha. Hal ini biasanya dilakukan terhadap badan-badan usaha yang masih berbentuk persekutuan Comanditaire Venootschap (CV) atau Firma untuk menjadi suatu Perseroan Terbatas (PT). Dengan begitu banyak perkembangan yang ada mengenai likuidasi perseroan terbatas hal yang paling mendasar alasan dilikuidasinya perseroan terbatas adalah ketidaksanggupan untuk tetap bertahan dalam dunia bisnis. Pemerintah sendiri juga merasakan hal itu dengan melikuidasinya BUMN yang tidak bisa memberikan keuntungan kepada Negara. Notabene memberikan profit sharing pada saat pembagian dividen, yang terjadi adalah BUMN tersebut terus-menerus melakukan permohonan penyertaan modal.
117
Murni, Op.cit., hal. 106. Dalam likuidasi dilakukan untuk pengembangan usaha adalah apabila perusahaan awalnya berbentuk Comanditaire Venootschap kemudian dilikuidasi untuk didirikan kembali menjadi Perseroan Terbatas. Lihat : Robert D. Hisrich, Op.cit., Lihat juga: Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, Buku Kesatu, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 28., sebagaimana dikutip Ibid., hal. 107. 118
72
C.
Pertimbangan Likuidasi Perseroan Terbatas Bila ditinjau dari sudut penyebutannya saja, yaitu Perseroan Terbatas (PT),
maka yang terbayang adalah suatu perusahaan besar dengan modal yang cukup kuat. Secara sederhana penyebutan ini telah dapat menyatakan karakteristik Perseroan Terbatas, yang tersimpul dari kata “Perseroan” dan “Terbatas”. Dari kedua kata perseroan dan terbatas itu dapat diartikan bahwa Perseroan Terbatas, seluruh modal yang dimiliki terbagi dalam sero-sero (saham-saham) sedangkan terbatas memberi makna pada tanggung jawab para pemegang saham adalah terbatas pada nilai jumlah saham yang dimilikinya. Sekalipun dalam beberapa kepustakaan belum ditemukan penjelasan asal-muasal terjadinya penyebutan itu, namun penggunaan istilah itu telah lazim digunakan dan bahkan kini telah menjadi judul resmi undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 119 Likuidasi dilakukan berdasarkan keputusan RUPS sesuai dengan yang tersebut di dalam Pasal 142, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah pasti setiap perseroan terbatas memiliki alasan-alasan dalam hal pembubaran perseroan. Latar belakang tersebut dapat dilihat pada Akte Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada saat pembubaran perseroan. Latar belakang sebuah Perseroan Terbatas dilikuidasi dapat disamakan dengan pertimbangan likuidasi perseroan terbatas. Namun, subjek yang mempertimbangkan hal tersebut adalah
119
Ibid., hal. 110-111.
73
Pemegang Saham sebagai pemilik perseroan. Perkembangan bisnis persreoan juga menjadi suatu pertimbangan dalam pengambilan keputusan melikuidasi perseroan. 120 Namun, pertimbangan dari dilikuidasi perseroan terbatas tidak dicantumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dalam membahas mengenai “Analisis Hukum Penyelesaian utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi” ini tidak dibahas mengenai aspek-aspek lain mengenai pertimbangan likuidasinya melainkan hanya pertimbangan bisnis karena perseroan terbatas tidak mencukupi antara pendapatan dengan pengeluaran. Oleh sebab itu, para pemegang saham harus turut bertanggung jawab secara penuh sampai harta kekayaan pribadi atas perbuatan yang dilakukan oleh salah satu persero, maka akan banyak kendala dalam melacak harta kekayaan pribadi dari tiaptiap pemegang saham dan karenanya sulit untuk dapat dilaksanakan. Atas dasar inilah karakteristik pertanggungjawaban yang terbatas sangat mutlak dilekatkan pada bentuk Perseroan Terbatas. 121 Dengan melekatnya tanggung jawab terbatas pada Perseroan Terbatas, hal ini dapat menjadi pertimbangan tersendiri bagi seseorang yang akan melakukan investasi modalnya ke dalam suatu Perseroan Terbatas, bahwa
120
RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak dan kewajiban para pemegangg saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS. Lihat : Laura Ginting, “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”, (Medan : Tesis , Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 107. 121 Murni, Op.cit., hal. 112.
74
harta kekayaan pribadi akan terhindar dari tuntutan para kreditur Perseroan Terbatas, sementara harapan keuntungan dari Perseroan Terbatas masih dapat diperoleh. 122 Adapun yang menjadi pertimbangan dilikuidasinya sebuah perseroan terbatas dalam riset ini adalah Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Laba Rugi perseroan terbatas dan Neraca Keuangan didapat bahwa tidak seimbangnya antara pendapatan dengan pengeluaran. Berbagai cara sudah dilakukan namun tidak menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini terkait juga dengan hukum persaingan yang semakin ketat. Studi kelayakan (feasibility study) juga dilakukan dalam hal memperoleh keadaan pasar saat ini, namun didapat bahwa perseroan terbatas (yang menjadi subjek penelitian ini PT. Schutter Indonesia). Ada juga mengenai pertimbangan-pertimbangan lain dalam melikuidasi perseroan terbatas yakni : mengenai infrastruktur yang tidak mendukung, hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengurusan perusahaan baik internal maupun eksternal, dan lain sebagainya. Jadi, berdasarkan itu pula Pemegang Saham dapat mengambil keputusan untuk menyudahi atau menutup atau membubarkan perseroan.
D.
Pengaturan Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi 122
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka prinsip pertanggungjawaban kini dapat diterobos dalam hal jika terjadi keadaan-keadaan khusus, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila : a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang Saham yang bersangutan baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang Saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d. Pemegang Saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan”, Loc.cit.,hal. 107-108.
75
Mengenai pengaturan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas pada Perseroan dalam Likuidasi, hal ini dapat dilihat dalam pasal 147 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa Likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembubaran Perseroan, wajib memberitahukan mengenai pembubaran itu kepada semua kreditor. Adapun cara memberitahukannya adalah dengan cara mengumumkan pembubaran itu dalam surat kabar dan Berita Negara RI. Adapun halhal yang diberitahukan kepada kreditor menurut pasal 147 ayat (2) adalah: a.
Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya
b.
Nama dan alamat Likuidator
c.
Tata cara Pengajuan tagihan
d.
Jangka waktu pengajuan tagihan
Jangka waktu kreditor untuk mengajukan tagihan kepada likuidator adalah 60 (enam puluh) hari sejak diumumkannya Pembubaran Perseroan di Surat Kabar dan Berita Negara RI. Berdasarkan penjelasan pasal ini maka penghitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan kepada kreditor yang paling akhir. Selanjutnya berdasarkan pasal 149 ayat (1) UU nomor 40 tahun 2007, likuidator melakukan Pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi, meliputi pelaksanaan pencatatan dan pengumpulan harta kekayaan dan utang Perseroan. Setelah likuidator menginventaris seluruh harta kekayaan dan utang-utang Perseroan, maka berdasarkan pasal 149 ayat (2) UU ini, likuidator harus dapat memperkirakan apakah harta kekayaan Perseroan dapat membayar seluruh
76
utang-utang perseroan. Dalam hal likuidator memperkirakan utang Perseroan lebih besar dari kekayaan Perseroan, maka likuidator wajib mengajukan pailt Perseroan. Kewajiban ini dikecualikan dalam dua hal: 1) Peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan 2) Semua kreditor yang diketahui indentitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan diluar kepailitan. Kewenangan likuidator wajib mengajukan pailit terhadap Perseroan dalam likuidasi adalah kewenangan yang diberikan UUPT tahun 2007, yaitu dalam pasal 149 ayat (2). Dengan demikian, permohonan pailit yang diajukan likuidator, tidak tunduk pada ketentuan Pasal 104 ayat (1) UUPT. Sehingga permohonan pailit atas Perseroan yang diajukan likuidator, tidak perlu memperoleh persetujuan RUPS terlebih dahulu. Permohonan pailit dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain utang ada juga piutang usaha yang harus ditagih oleh likuidator. Hal ini juga bermanfaat agar asset perseroan terbatas cukup untuk membayar seluruh utang dan kewajiban perseroan terbatas. Sudah dibahas pada bab sebelumnya mengenai asal-muasal utang piutang dari perseroan terbatas adalah berasal dari hubungan-hubungan bisnis dengan pihak lain. Namun, dalam hal ini banyak sekali perjanjian kerja sama yang tidak diberikan haknya kepada perseroan. Perseroan dilikuidasi bergerak atas nama Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi dilakukan oleh Likuidator. Penyelesaian utang-piutang bisa melalui jalur pengadilan (in-court) maupun luar pengadilan (out-court). Penyelesaian
77
sengketa utang piutang melalui jalur pengadilan, antara lain : a. Gugatan perdata biasa; b. Arbitrase; c. Proses kepailitan dan atau PKPU. Sedangkan penyelesaian utang piutang melalui luar pengadilan antara lain dapat menggunakan : a. Alternative Dispute Resolution (ADR); b. Jasa Mediator “Prakarsa Jakarta”; dan lain sebagainya. Hal tersebut di atas demi melakukan penegakan hukum. 123 Ketegasan masalah sengketa hutang piutang merupakan sengketa perdata dipertegas dalam beberapa yuridsprudensi, antara lain berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Maret 1970 No. 93 K/Kr/1969 yang secara jelas dan tegas menyatakan ”Sengketa tentang hutang-piutang merupakan sengketa perdata”. Jadi, penjelasan penyelesaian sengketa hutang piutang harus menempuh jalur perdata. Dalam perusahaan terbatas yang sedang dalam tahap likuidasi, jika ingin menuntut haknya berupa pembayaran utang dapat ditempuh jalur pengadilan. Dasar hukumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dengan dalil wanprestasi. 1.
Jalur Pengadilan (Gugatan Perdata Biasa) Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan
suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata : “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat
123
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.
78
suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang”. Wanprestasi terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti : a. Tidak dipenuhinya prestasi sama sekali b. Tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi c. Tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjikan Pada wanprestasi diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti Pernyataan lalai (inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai tanpa memerlukan somasi (summon) atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 yang menyatakan : “apabila perjanjian secara tegas menentukan kapan pemenuhan perjanjian, menurut hukum, debitur belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban sebelum hal itu dinyatakan kepadanya secara tertulis oleh pihak kreditur”. Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan
79
barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya”. Pasal 1246 KUH Perdata menyatakan bahwa : “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tersebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interest). Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas. Meskipun tuntutan ganti rugi tidak diperlukan secara terinci, beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung membatasi tuntutan besaran nilai dan jumlah ganti rugi, seperti : a. Putusan Mahkamah Agung No. 196 K/ Sip/ 1974 tanggal 7 Oktober 1976 menyatakan “besarnya jumlah ganti rugi perbuatan melawan hukum, dipegangi prinsip Pasal 1372 KUH Perdata yakni didasarkan pada penilaian kedudukan sosial ekonomi kedua belah pihak”. b. Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Sip/ 1977 tanggal 13 April 1978, menyatakan, “soal besarnya ganti rugi pada hakekatnya lebih merupakan soal kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan suatu ukuran”. Namun, ada kelemahan dalam berperkara pada jalur pengadilan, dimana pihakpihak yang ada yang dengan sengaja memperlambat proses ini untuk maksud-maksud
80
tertentu sehingga penyelesaian perkara terkesan lambat dan makan biaya yang banyak. Terhadap proses litigasi melalui pengadilan ini muncul berbagai kritik yang dilontarkan oleh masyarakat pencari keadilan terutama dari pelaku usaha, wujud kritik tersebut menurut Suyud Margono dapat diuraikan sebagai berikut : 124 a. “Penyelesaian sengketa ‘lambat’ (waste of time), kelambatan tersebut diakibatkan oleh pemeriksaan yang sangat formal dan sangat teknis menjadikan arus perkara semakin deras, beban terlalu banyak (over loaded); b. Biaya perkara ‘mahal’, apabila dikaitkan dengan lama penyelesaian perkara. Biaya perkara mahal membuat orang berperkara menjadi lumpuh dan terkuras waktu dan pikiran (litigation paralyze people); c. Perkara tidak tanggap (unresponsive), karena dianggap sering mengabaikan perlindungan hukum dan kebutuhan masyarakat, dan sering berlaku tidak adil atau unfair; d. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan sengketa, tidak mampu memberikan penyelesaian yang memuaskan yang memberikan kedamaian dan ketentraman kepada pihak-pihak disebabkan oleh : 1. Salah satu pihak pasti menang, dan pihak lain pasti kalah (win-lose); 2. Keadaan win-lose akan menumbuhkan bibit dendam, permusuhan serta kebencian; 3. Putusan pengadilan membingungkan; 4. Putusan pengadilan sering tidak memberi kepastian hukum (uncertainty) dan tidak bisa diprediksi (unpredictable). e. Kemampuan para hakim bersifat ‘generalis’, memiliki pengetahuan yang terbatas hanya di bidang hukum saja”. Selain kritik di atas yang paling menonjol adalah kritik terhadap sistem perkara yang tidak sistematis dan tidak didisain untuk menyelesaikan sengketa secara efisien karena hanya memberi putusan yang abstrak melalui proses banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang kemudian sulit dieksekusi. Kaitannya dengan likuidator yang menyelesaikan pembayaran hutang-piutang ini adalah bahwa likuidator akan memakan waktu yang lama dalam hal likuidasi. Waktu yang lama akan 124
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 65-66., sebagaimana dikutip Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.,hal.57-58.
81
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dengan begitu perseroan terbatas yang sedang dalam likuidasi akan sulit untuk menghemat pengeluaran (cut spending) perseroan. Untuk menyelesaikan sengketa agar lebih efektif dan efisien perlu dilakukan inovasi terhadap peraturan dan lembaga-lembaga yang menyangkut peradilan. Lembaga dading yang diatur dalam Pasal 130 HIR/154 RBG mewajibkan hakim untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa sebelum memeriksa pokok perkara. Mekanisme dading (damai) ini mempunyai beberapa keuntungan yang dibuat dan disetujui kedua belah pihak yang bersengketa dan selanjutnya diajukan kepada hakim yang memeriksa lalu hakim membuat suatu keputusan perdamaian yang memuat akta perdamaian itu sendiri ditambah perintah untuk melaksanakan isi perdamaian. Putusan perdamaian ini bersifat final and binding artinya terhadap putusan itu tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi dan hal ini mengikat kedua belah pihak yang berperkara. 125 Dari uraian mengenai penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan ini untuk menuntut hak/utang dari kreditor maka Likuidator membutuhkan waktu yang lama dalam pemberesan harta kekayaan perseroan terbatas. Terkait dengan pembatasan masalah pengaturan penyelesaian sengketa hutang piutang perseroan terbatas dalam likuidasi maka pembahasan mengenai jalur pengadilan (in-court) dengan gugatan biasa saja yang akan dibahas. Untuk pembahasan jalur pengadilan lainnya tidak termasuk dalam substansi penulisan penelitian ini. Pada jalur luar pengadilan (outcourt) selanjutnya akan dibahas mengenai penyelesaian utang piutang melalui Alternative Dispute Resolution (ADR). 125
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit.,hal.60.
82
2.
Jalur Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution – ADR) Alternative Dispute Resolution (ADR) dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
beberapa istilah seperti : Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS) dan Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). 126 Penggunaan istilah ADR adalah untuk mengelompokkan proses negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase. ADR dapat diartikan dalam 2 (dua) hal, yaitu : a. Alternative to Litigation : Seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian ADR. b. Alternative to Adjudication : yang termasuk ADR hanyalah negosiasi, mediasi dan konsiliasi yakni mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif. Di Indonesia penggunaan ADR tersebut adalah termasuk dalam pengertian Alternative to Adjudication, hal ini dapat dilihat dari judul Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jadi jelas, yang dimaksud dengan ADR itu dalam ketentuan tersebut adalah penyelesaian di luar Adjudication (out of court), sedangkan Arbitrase termasuk ke dalam kelompok adjudikasi bersama-sama dengan litigasi. Dalam penjelasan ketentuan ADR ini disebutkan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau bedan pendapat melalui prosedur yang disepakati para
126
Ibid.,hal.94.
83
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsoliasi atau penilaian ahli. 127 Dalam perkembangan selanjutnya istilah ADR memberi kesan bahwa pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa secara konsensus hanya dapat dilakukan di luar penagdilan (out of court), sedang saat ini sudah diterapkan mediasi di pengadilan sebagai annexed court berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003. Hadimulyo memperkenalkan Strategi Penyelesaian Sengketa, yaitu : konsiliasi; fasilitasi; negosiasi; ditambah dengan pengalaman di bidang birokrasi yakni konsultasi dan koordinasi, sedang fasilitasi adalah bantuan pihak ketiga untuk menghasilkan suatu pertemuan atau perundingan yang produktif. 128 a.
Negosiasi Negosiasi merupakan salah satu bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif
dimana para pihak yang bersengketa melakukan perundingan secara langsung (ada kalanya didampingi pengacara masing-masing) untuk mencari penyelesaian sengketa yang sedang mereka hadapi ke arah kesepakatan bersama (konsensus) atas dasar winwin solution. Negosiasi dapat diwujudkan dalam bentuk komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. 129
127
Manahan M. P. Sitompul, Loc.cit.,hal.94-95. Hadimulyo, Mempertimbangkan ADR : Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta: ELSAM, 1997), hal. 31-32., sebagaimana dikutip oleh Ibid,hal.95. 129 Sayud Margono, Op.cit.,hal. 49, sebagaimana dikutip Ibid,hal.95. 128
84
Secara umum negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan tercapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. 130 Pengertian sehari-hari dari negosiasi adalah berunding atau bermusyawaran, asal katanya adalah negotiation yang berarti perundingan, sedang yang mengadakan perundingan disebut negotiator. Manusia selalu melakukan negosiasi dalam kehidupannya sehari-hari baik dalam kehidupan bisnis, pribadi, keluarga, pergaulan, mitra kerja, majikan, karyawan, teman bahkan dengan lawan sengketa. Bila seorang pelaku usaha, pengacara hendak melakukan negosiasi akan diperhadapkan dengan kegiatan besar, sehingga perlu mempersiapkan diri tentang apa yang harus dilakukannya sewaktu menggunakan strategi agar dapat dijalankan sebaik mungkin untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan. 131 Ada 7 (tujuh) prinsip umum negosiasi yang harus dilaksanakan, yaitu 132 : 1. Negosiasi melibatkan dua pihak atau lebih; 2. Pihak-pihak yang bersengketa harus menjunjung tinggi ketertiban satu sama lain dalam mencapai hasil yang diinginkan bersama; 3. Pihak-pihak yang bersangkutan setidak-tidaknya pada awalnya menganggap negosiasi sebagai cara yang lebih memuaskan untuk menyelesaikan sengketa dibandingkan dengan metode-metode yang lain; 4. Masing-masing pihak harus beranggapan bahwa ada kemungkinan untuk membujuk pihak lain untuk memodifikasi posisi awal mereka; 5. Setiap pihak harus mempunyai harapan akan sebuah hasil akhir yang mereka terima dan suatu konsep tentang seperti apa hasil akhir itu; 130
Jony Emirson, Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Prehalindo, 2002), hal. 494., sebagaimana dikutip Ibid,hal.95-96. 131 Manahan M. P. Sitompul, Op.cit,hal.96. 132 Alan Fowler dalam Runtung Sitepu, Modul Penyelesaian Sengketa Alternatif, (Medan : Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 5., sebagaimana dikutip oleh Ibid,hal.98-99.
85
6. Masing-masing pihak harus mempunyai suatu tingkat kuasa atas kemampuan pihak lain untuk bertindak; 7. Proses negosiasi itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu interaksi di antara orang-orang, terutama antara komunikasi lisan yang langsung walaupun kadang-kadang dengan elemen tertulis. b.
Mediasi Mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak
ketiga yang netral. Peranan pihak netral tersebut adalah untuk membantu para pihak untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dipersengketakan dengan membangun suatu proposal yang diharapkan dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa yang ditanganinya, hanya dapat mengikuti pertemuan-pertemuan rahasia bersama pihak-pihak yang bersengketa. 133 Dari rumusan atau definisi yang dikemukakan oleh beberapa sarjana, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut 134 : 1. “Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan; 2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan; 3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian; 4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung; 5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa”. Peran mediator ini sangat tergantung kepada kebutuhan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, peran itu bisa dari yang paling ringan hingga yang paling 133 134
Manahan M. P. Sitompul, Loc.cit,hal.99. Suyud Margono, Op.cit., hal. 253., sebagaimana dikutip Ibid,hal.99-100.
86
berat sesuai kebutuhan dari sengketa itu dengan kemauan para pihak. Peran dan kegiatan mediator dapat dilihat sebagai jenis terapis negosiasi. Terapis artinya menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa dan kemudian menyusun acara yang memungkinkan intervensi lain dengan tujuan mencapai suatu kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. 135 Peran penting mediator adalah melakukan diagnosa konflik, identifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis, menyusun agenda, memperlancar dan mengendalikan komunikasi, mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar menawar, membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, penyelesaian masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan, dan diagnosa sengketa untuk memudahkan penyelesaian problem. 136 Bilamana menurut mediator diperlukan bertemunya salah satu pihak untuk membicarakan sesuatu tanpa disertai pihak lainnya, maka mediator membuat pertemuan dalam bilik kecil (caucusing). Caucusing adalah melakukan pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak, dimana mediator memanggil para pihak satu per satu di dalam kamar tersendiri (dimungkinkan memanipulasi situasi dalam pembicaraan) demi untuk tercapainya tujuan perdamaian. 137 Hal memanipulasi situasi ini juga perlu dimaklumi oleh mediator agar dalam melakukan caucusing bila menemukan situasi yang tidak menguntungkan bagi salah satu pihak dapat
135
Loc.cit,hal.100. Gary Goodpaster dalam Ibid,hal.100. 137 Runtung Sitepu, Bahan Kuliah ADR, (Medan: PPS S3 Universitas Sumatera Utara, Tanggal 12 September 2003), sebagaimana dikutip Ibid,hal.100. 136
87
dieliminasi oleh mediator demi tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa. 138
c.
Konsiliasi Konsiliasi juga merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa bisnis.
Konsiliasi dapat diartikan sebagai upaya membawa pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak secara negosiasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi diartikan sebagai usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan itu. Menurut Oppenheim, konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kepada komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan atau mejelaskan fakta-fakta dan setelah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan, membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat. 139 Pada mulanya konsiliasi timbul dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam perjanjian antara Swedia dan Chili pada tahun 1920. kemudian pada tahun 1922, konsiliasi dan arbitrase ditetapkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam suatu perjanjian yang dibuat antara Jerman dan Swiss. Konsiliasi di Amerika Serikat merupakan tahap awal dari proses mediasi, dengan acuan penerapan apabila terhadap seseorang diajukan proses mediasi, dan tuntutan yang diajukan 138
Manahan M. P. Sitompul, Op.cit,hal.101. Oppenheim, dalam Huala Adolf, et.al., Masalah-Masalah Hukum dan Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 186., sebagaimana dikutip Ibid,hal.101-102. 139
88
climant dapat diterimanya dalam kedudukannya sebagai respondent. Dalam tahap yang demikian telah diperoleh penyelesaian tanpa melanjutkan sengketa, karena pihak responden dengan kemauan baik (goodwill) bersedia menerima apa yang dikemukakan oleh climant. Cara penyelesaian dengan goodwill demikian ini disebut konsiliasi winning over by goodwill. 140 Biasanya alasan responden memenuhi tuntutan secara iktikad baik (goodwill) adalah karena : a. responden sendiri mengerti dan menyadari sejauh mana seriusnya persoalan yang dipersengketakan, sehingga dianggap layak untuk memenuhi permintaan; dan b. tidak ingin permasalahan ini dicampuri pihak ketiga, dengan pengharapan penyelesaian akan lebih baik tercapai antara kedua belah pihak. 141 Jadi, dalam hal pengaturan penyelesaian sengketa hutang piutang pada perseroan terbatas dalam likuidasi tidak ada pengaturan pasti untuk itu. Tugas likuidatorlah yang menerapkan bagaimana cara menyelesaikan hutang piutang perseroan terbatas dalam likuidasi. Semua pilihan yang tersedia adalah sepenuhnya hak likuidator. Pengaturannya dapat dikejar dengan menggunakan KUH Perdata khususnya mengenai wanprestasi (cidera janji). Cidera janji tersebut terkait dengan tidak dipenuhinya perjanjian-perjanjian dalam hubungan bisnis antar badan hukum (dengan tujuan kepastian hukum).
140
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, (Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Dirjendikti, Depennas, 2002), sebagaimana dikutip Ibid,hal.102. 141 M. Yahya Harahap, et.al., Laporan Akhir Penelitian Hukum Tentang ADR, (BPHN: Depkeh RI, 1995/1996), hal. 52., sebagaimana dikutip Ibid,hal.102-103.
89
Sebuah hubungan bisnis pada dasarnya adalah hubungan yang berlandaskan kepercayaan. Sebuah perseroan terbatas merasa sudah menjalankan kewajibannya, tetapi perseroan terbatas lain tersebut belum membayar ongkos atas pekerjaan yang sudah dilakukan. Kejadian seperti ini sering terjadi di Indonesia dan sering menimbulkan kerugian yang besar bagi pihak yang dikhianati. Untuk mengatasi masalah seperti ni maka harus dicermati surat perjanjian kerja sama yang dibuat. Di dalam surat perjanjian kerja sama biasanya memuat objek yang harus dikerjakan oleh kedua belah pihak. 142 Seandainya perseroan terbatas dalam likuidasi sudah melakukan kewajiban sesuai dengan isi perjanjian kerja sama tersebut dan hingga batas waktu pembayaran, mitra kerja belum juga memenuhi kewajibannya (wanprestasi) maka dapat dilayangkan surat tagihan dengan cara persuasif. Bila melakukan somasi terhadap kreditur tersebut maka isi somasi itu antara lain peringatan terhadap kelalain kreditur dan tuntutan sanksi yang diinginkan. Jika somasi tidak juga digubris, maka dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan. 143 Terkait dengan teori hukum yang digunakan untuk membedah permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu teori keadilan (Adam Smith) yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian. Maka untuk menyelesaikan utang piutang pada Perseroan yang dilikuidasi, likuidator memegang peranan penting dalam hal ini. Likuidatorlah yang menentukan utang-utang mana saja 142
Eka An Aqimuddin dan Marya Agung Kusmagi, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis, Cetakan Pertama, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2010), hal. 198. 143 Ibid,hal.198-199.
90
yang harus didahulukan pembayarannya, dan utang mana pula yang dapat dibayar kemudian begitu juga dengan cara penagihan piutang Perseroan, harus ditentukan oleh likuidator cara yang paling efektif untuk menagih semua piutang –piutang tersebut, karena hal ini merupakan asset perseroan. Kerugian harus bisa diminimalisir, diupayakan agar pembayaran utang maupun penagihan piutang dilakukan tanpa melalui jalur gugat menggugat diPengadilan. Peran likuidator adalah penting guna terciptanya keadilan bagi kreditur maupun debitur. Jika keadilan tercipta dalam mengambil jalan tengah yaitu perdamaian dalam penyelesaian hutang piutang maka akan terhindar dari kerugian yang besar.