29
BAB II
PENGATURAN MENGENAI KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN BAITUL MAL DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN FUNGSINYA
A. Kedudukan Dan Kewenangan Baitul Mal di Propinsi Aceh 1.
Sejarah Pelembagaan Baitul Mal di Aceh Didalam literatur fiqh Islam, Baitul Mal adalah suatu badan atau lembaga
yang bertugas mengurusi kekayaan negara, terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan pemasukan maupun pengelolaan, namun terhadap pembentukan lembaga Baitul Mal ini tidak disebutkan secara tegas didalam Al-quran maupun Al-hadist, akan tetapi karena manfaatnya dirasakan sangat besar maka Baitul Mal tetap dipertahankan didalam pemerintahan Islam semenjak Umar bin Khattab. Namun bagaimana bentuk dan tatacara pengelolaannya juga tidak ada pengaturan yang tegas didalam sumber-sumber hukum Islam sama halnya seperti pembentukan lembaga Baitul Mal itu sendiri. Hukum Islam dalam hal ini memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang dianggap sesuai dan memberi manfaat bagi negara dan rakyat, dengan demikian maka bentuk dan sistem pengelolaan Baitul Mal dapat saja berubah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya disamping dapat pula berbeda-beda antara negara satu dengan yang lainnya.49 Lembaga Baitul Mal di Propinsi Aceh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah berdasarkan amanat perundang-undangan, keberadaan Baitul Mal 49
Harun Nasition, et.al, IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Cet. II (edisi revisi), Djambatan, Jakarta, 2002, Hal. 159.
29
Universitas Sumatera Utara
30
ini berkaitan erat dengan penyelesaian permasalahan hukum pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Kepulauan Nias, khususnya di Aceh, setelah bencana alam gempa dan tsunami tersebut timbul permasalahan-permasalah di bidang pertanahan, perbankan, keperdataan dan perwalian yang kemudian permasalahanpermasalahan tersebut harus dilihat dalam konteks pemberlakuan hukum syariat Islam di Aceh sesuai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh. Keberadaan Baitul Mal di Aceh sendiri tidak terlepas dari perkembangan pengelolaan Zakat yang telah ada semenjak abad ke 7 Masehi, yaitu sejak agama Islam masuk ke Aceh, namun pada masa itu keberadaan Baitul Mal belum terlembaga dan hanya terbatas pengelolaan zakat secara tradisonal yang berbentuk pemungutan dan penyaluran zakat oleh Ulama atau lembaga Pengajian. Sedangkan pelembagaan Baitul Mal mulai dilakukan pada tahun 1973, dengan diterbitkannya peraturan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 05 tahun 1973 tanggal 4 April 1973 yang mana melalui peraturan tersebut maka dibentuklah Badan Penertiban Harta Agama (BPHA) yang dikoordinasikan di bawah Sekretariat Daerah untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Sekretariat Kecamatan. Selanjutnya badan ini berada pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan yang kemudian BPHA dirubah menjadi BHA (Badan Harta Agama).50 Seiring dengan perkembangan politik Negara Indonesia yang berubah pada tahun 1998 dengan ditandainya era reformasi, maka pola hubungan daerah dengan 50
Pemberdayaan Umat Melalui Zakat, Majalah Santunan, Edisi 01, Januari 2011, Hal. 10
Universitas Sumatera Utara
31
pemerintah pusat pun berubah dari pola sentralisasi ke pola disentralisasi dengan bentuk otonomi daerah seluas-luasnya yang lebih memberikan keuntungan bagi daerah itu sendiri. Khusus untuk daerah Aceh, salah satu keutungan dari otonomi daerah adalah diberikannya kesempatan untuk menerapkan syariat Islam melalui Undang-undang nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang juga merupakan dasar hukum dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh, dari undang-undang tersebut keluarlah Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Di dalam peraturan Daerah tersebut mengamanatkan pembentukan Badan Baitul Mal sebagai pengelola zakat dan harta agama lainnya. Maka kemudian dibentuklah Badan Baitul Mal melalui Keputusan Gubernur Nomor 18 tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mulai beroperasi bulan Januari 2004. 51 Pelaksanaan kegiatan Badan Baitul Mal tersebut di dukung oleh Qanun Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat. Pembentukan Badan Baitul Mal ini juga erat kaitannya dengan praktek pemungutan zakat dan kelahiran Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (OTSUS) Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dimana zakat telah ditetapkan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota. Pada perkembangan selanjutnya penegasan tentang zakat sebagai sumber pendapatan Asli daerah terdapat juga di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 51
Amrullah, Kisi-kisi Perjalanan Baitul Mal Aceh, tanpa penerbit, Banda Aceh, 2009, Hal.4
Universitas Sumatera Utara
32
2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menggantikan Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Penegasan tersebut terdapat di dalam 3 pasal, yaitu:52 Pasal 180 ayat (1) huruf d disebutkan: Zakat sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota. 2. Pasal 191: Zakat, harta wakaf dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kab./Kota yang diatur dengan Qanun. 3. Pasal 192: Zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terutang dari wajib pajak. 1.
Disamping yang diatur dari 3 (tiga) pasal Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tersebut diatas yang mengatur tentang kewenangan Baitul Mal, juga adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2007 yang selanjutnya menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun tahun 2007 tentang Penyelesaian Masalah Hukum Pasca Tsunami di Aceh dan Nias. Kemudian barulah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut memperluas kewenangan Baitul Mal menjadi wali pengawas serta ditunjuk menjadi pengelola dari tanah, harta, serta rekening nasabah Bank yang tidak ada lagi/ tidak diketahui pemilik/ ahli warisnya. Untuk mengakomodir hal tersebut, sesuai dengan amanah Undang-undang nomor 48 tahun 2007 tersebut, maka semua ketentuan tersebut diatas dituangkan dalam Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 tanggal 18 Januari 2008.
52
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh.
Universitas Sumatera Utara
33
Disamping peraturan perundang-undangan yang disebut diatas, Baitul Mal juga memiliki peraturan-peraturan yang mengatur pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya yaitu Peraturan Gubernur nomor 11 Tahun 2010 tentang pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian. Yang secara garis besarnya adalah penegasan dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 48 tahun 2007 dan qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. Berdasarkan paparan tentang dasar hukum Baitul Mal diatas, adapun yang merupakan aturan hukum berdirinya Baitul Mal Aceh pasca tsunami adalah: 1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2007 yang selanjutnya menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun /2007 tentang Penyelesaian Masalah Hukum Pasca Tsunami di Aceh dan Nias 2. Undang-undang. Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 3. Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. 4. Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi NAD (termasuk Baitul Mal) menetapkan Sekretariat Baitul Mal Aceh (BMA)
sebagai Satuan Kerja
Perangkat Aceh (SKPA) dalam jabatan struktural (Eselon II.b, III.b dan IV.a) 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Kabupaten/Kota Prov.Aceh
Universitas Sumatera Utara
34
menetapkan sekretariat Baitul Mal Kabupaten/Kota (BMK) sebagai Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota SKPK dalam jabatan struktural eselon III.a dan IV.a 7. Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Aceh. 8. Peraturan Gubernur NAD No. 60/2008 tentang Mekanisme Pengelolaan Zakat. 9. Instruksi Gubernur NAD No. 06/INSTR/2008 tentang Pengumpulan Zakat Penghasilan
dikalangan
PNS/Pejabat/Karyawan
lingkup
pemerintahan
Prov.NAD, Pemerintahan Pusat dan Karyawan Perusahaan Swasta pada tingkat Prov. NAD 10. Peraturan Gubernur nomor 11 Tahun 2010 tentang pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian. 2.
Kedudukan dan Susunan Organisasi serta Ruang Lingkup Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
1.
Kedudukan dan Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa Baitul Mal Aceh adalah organisasi
yang dibentuk oleh Pemerintah Propinsi Aceh, Baitul Mal Aceh merupakan bagian dari lembaga keistimewaan Propinsi Aceh yang terdiri dari 4 lembaga
Universitas Sumatera Utara
35
keistimewaan53. Jika dilihat dari bentuk organisasinya, Baitul Mal Aceh dibagi ke dalam 4 tingkatan, yaitu: 1.
Baitul Mal Propinsi54
2.
Baitul Mal Kabupaten / Kota
3.
Baitul Mal Mukim
4.
Baitul Mal Gampong Baitul Mal Propinsi berkedudukan di ibukota propinsi yaitu kota Banda Aceh,
dalam menjalankan fungsinya Baitul Mal propinsi berada di bawah pengawasan gubernur selaku kepala daerah karena Baitul Mal propinsi bertanggung jawab kepada Gubernur. Ketentuan tentang susunan organisasi Baitul Mal Propinsi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh. Susunan organisasi Baitul Mal propinsi terdiri dari kepala Baitul Mal, Sekretaris, Bendahara, dan dibantu oleh beberapa bidang, adapun bidang-bidang tersebut adalah:55 1. Bidang Pengawasan yang terdiri dari a. subbidang Monitoring dan evaluasi b. subbidang Pengendalian dan Evaluasi 2. Bidang Pengumpulan yang terdiri dari: a. subbidang Inventarisasi dan pendataan b. subbidang pembukuan dan pelaporan 53
Pasal 2 peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 18 tahun 2008 tentang organisasi dan tatakerja lembaga Keistimewaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam 54 Jika dilihat susunan tingkatan pada pasal 2 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, defenisi Baitul Mal Aceh sama dengan Baitul Mal propinsi yang membawahi semua Baitul Mal di propinsi Aceh. 55 Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh
Universitas Sumatera Utara
36
3. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan yang terdiri dari: a. subbidang pendistribusian b. subbidang pendayagunaan 4. Bidang Sosialisasi dan Pengembangan yang terdiri dari: a. subbidang Sosialisasi b. subbidang pengembangan 5. Bidang Perwalian yang terdiri dari: a. subbidang Hukum b. sertifikasi dan perwalian Dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Baitul Mal Aceh maka dibentuklah Sekretariat Baitul Mal Aceh berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sekretariat Baitul Mal Aceh ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan Baitul Mal Aceh dan secara administratif kepada Gubernur melalui Sekretariat Daerah.56 Selanjutnya sekretariat Baitul Mal Aceh mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan administrasi kesekretariatan, dan fungsi menyusun program, memfasilitasi penyiapan program, memfasilitasi dan memberikan pelayanan teknis serta pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan pada Baitul Mal Aceh.57 Sampai saat ini Baitul Mal Propinsi Aceh telah memiliki dan membentuk kepengurusan Baitul Mal di tiap Kabupaten dan Kota58 diseluruh Propinsi Aceh, yang diharapkan dapat memaksimalkan peran Baitul Mal Aceh. 56
Pasal 3 Ayat 1 & 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 57 Pasal 4 Ayat 1 & 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 58 Hasil wawancara dengan Bapak Salahuddin Hasan Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh, tanggal 24 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
37
2.
Ruang Lingkup Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
a.
Ruang lingkup Kewenangan Baitul Mal Aceh. Dalam menjalankan fungsinya, Baitul Mal diberikan kewenangan yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan qanun mengenai Baitul Mal, adapun ruang lingkup kewenangan Baitul Mal dapat diperinci sebagai berikut:59 1. Mengurus dan mengelola zakat 2. Mengurus dan mengelola Tanah Wakaf 3. Melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat 4. Melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya 5. Menjadi Wali terhadap anak yang tidak mempunyai wali nasab, 6. Menjadi wali Pengawas terhadap wali nashab, 7. Menjadi wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap. 8. Menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah. 9. Membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Ruang lingkup kewenangan tersebut merupakan kewenangan Baitul Mal yang diatur oleh Peraturan perundang-undangan yang secara mutatis mutandis merupakan ruang lingkup kewenangan yang berdasarkan tingkatan Baitul Mal, baik untuk tingkat propinsi, Kabupaten kota, Mukim dan Gampong. Adapun ruang lingkup kewenangan Baitul Mal Aceh secara rinci adalah sebagai berikut: 59
Pasal 8 qanun nomor 10 tentang Baitul Mal
Universitas Sumatera Utara
38
1. Melaksanakan pengurusan dan mengelola Zakat Zakat adalah Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya,60 dengan kata lain zakat adalah suatu pungutan yang bersifat wajib terhadap orang Islam yang akan disalurkan guna kepentingan masyarakat luas dan untuk pengelolaannya dilakukan oleh badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Khusus di propinsi Aceh, pengurusan dan pengelolaan zakat ini merupakan kewenangan dari Baitul Mal, dasar hukumnya adalah qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. Adapun zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal dan zakat penghasilan.61 Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa pungutan zakat penghasilan ini menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mana penerimaan atas zakat itu harus disetor ke kas umum daerah. Disamping itu zakat juga berlaku sebagai faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terutang dari wajib pajak, seperti yang diketahui dalam ajaran Islam bahwa zakat dikenakan kepada penduduk yang beragama Islam, sedangkan pajak dikenakan kepada
60
Bab I Ketentuan Umum pasal 1 poin 2 Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. 61 Zakat Penghasilan menurut Al-qardawi merupakan pungutan zakat yang diperoleh dari keahlian, baik secara perorangan ataupun secara bersama-sama, yang dimaksud dengan perorangan adalah keahlian perorangan yang berupa profesi, sedangkan yang dilakukan bersama-sama seperti pegawai baik pemerintah maupun swasta yang menerima pembayaran gaji atau upah, Pedoman Pemungutan Zakat, Baitul Mal Aceh, Banda Aceh, 2009, Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
39
penduduk yang non muslim, untuk menghindari dari kewajiban pembayaran double duties (kewajiban rangkap) berupa zakat dan pajak.62 Namun sayangnya masalah ini kurang mendapat respon yang positif dari pemerintah khususnya Dirjen Pajak Keuangan Republik Indonesia sehingga sampai saat ini belum adanya peraturan yang secara tegas mengatur tentang zakat sebagai faktor pengurang pajak penghasilan terutang, sedangkan tahap implementasi pemungutan terhadap zakat penghasilan tersebut telah berjalan, hal tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nomor 60 tahun 2008 tentang mekanisme pengelolaan zakat, yang mana pada pasal 2 mengatur
kewenangan
untuk
mengumpulkan
zakat
penghasilan
dari
PNS/Pejabat/karyawan yang beragama Islam, selanjutnya juga ada Instruksi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 06/instr/2008 tentang pengumpulan zakat penghasilan dikalangan PNS/Pejabat/Karyawan lingkup Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Pusat dan karyawan perusahaan swasta pada tingkat provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pengumpulan zakat tersebut didominasi oleh zakat pengasilan PNS yang berada didalam lingkup Pemerintah Daerah Aceh.63 2.
Melaksanakan pengurusan dan mengelola tanah Wakaf Wakaf adalah suatu perbuatan penyerahan suatu hak milik yang sifat zatnya
tahan lama kepada seseorang atau Nazhir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan
62 63
Masfuk Zuhdi, Op. cit, hal. 250 Amrullah, Opcit, Hal. 39
Universitas Sumatera Utara
40
maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan syariat Islam.64 Maksud dari digunakan sesuai dengan syariat Islam dapat dilihat di pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemudian dalam Pasal 9 diatur tentang hal yang dapat menjadi Nazhir adalah: a. perseorangan b. organisasi c. badan hukum Fungsi nazhir ini adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf65, sehingga fungsi nazhir ini menjadi sangat penting karena dalam kenyataannya banyak terjadi kasus harta wakaf yang menjadi terlantar atau beralih tidak sesuai fungsi dan peruntukkannya kepada pihak yang tidak berhak sehingga menimbulkan sengketa dan konflik dalam masyarakat dimana harta kekayaan wakaf itu berada. Menyangkut wewenang Baitul Mal sebagai pengurus dan pengelolaan harta wakaf dapat dilihat pada pasal 31 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, yang menyatakan bahwa Baitul Mal dapat menjadi Nazhir untuk menerima Wakaf dari wakif guna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syariat.
64
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Prenada Media, Jakarta, 2004. Hal. 425. 65 Ibid hal. 428
Universitas Sumatera Utara
41
Adapun jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak, namun kategori harta wakaf didalam qanun ini masih dirasakan kurang lengkap karena jika dilihat dari penjelasan undang-undang nomor 4 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menyatakan bahwa harta wakaf tidak terbatas hanya berbentuk benda bergerak dan tidak bergerak, namun juga benda terhadap Harta kekayaan Intelektual dan hak sewa dapat dijadikan sebagai harta wakaf.66 3.
Melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat Tugas Baitul Mal melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan
zakat, yang dimaksud dengan pengumpulan adalah pemungutan terhadap wajib zakat yang ada di Aceh, setelah dikumpulkan maka selanjutnya akan disalurkan kepada para penerima zakat (asnaf) yang terbagi ke dalam beberapa asnaf
yang telah
ditentukan, penyaluran zakat tersebut bersifat zakat konsumtif, sedangkan untuk pendayagunaan zakat ialah bersifat zakat produktif seperti penyaluran zakat yang bersifat pinjaman dana bergulir dan pembiayaan. 4.
melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya Kewajiban sosialisasi ini dilakukan guna meningkatkan Pengetahuan
masyarakat dan kesadaran masyarakat
akan peran Baitul Mal khususnya dalam
bidang zakat, wakaf dan harta agama lainnya sesuai dengan yang diamanatkan perundang-undangan, termasuk juga mensosialisasikan program-program yang direncanakan oleh Baitul Mal, seperti program-program unggulan yang berasal dari dana-dana yang telah dikumpulkan oleh Baitul Mal sehingga dengan demikian Baitul
66
Poin 2 dari Penjelasan Umum Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Universitas Sumatera Utara
42
Mal semakin mudah melakukan tugas-tugasnya dalam meningkatkan kesejahteraan umat. 5.
Melaksanakan perwalian terhadap anak yang tidak mempunyai wali Nasab, Menjadi wali Pengawas terhadap wali nashab dan wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap bertindak. Seperti yang diketahui bahwa perwalian adalah merupakan suatu lembaga
pengawasan terhadap anak di bawah umur atau belum cakap menurut hukum, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta untuk pengawasan benda atau kekayaan anak tersebut di atur oleh undang-undang.67 Secara umumnya anak yang berada dibawah perwalian adalah: 1. anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaan orang tua 2. anak sah yang orang tuanya telah bercerai 3. anak yang lahir diluar perkawinan (naturrlijk kind)68 Didalam literatur Islam perwalian dikenal sebagai kekuasaan (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas seizin orang lain.69 Sedangkan yang dimaksud wali nasab adalah wali yang berdasarkan ikatan pertalian darah menurut ukuran terdekat, misalnya bapak, kakak laki-laki (seibu dan sebapak), kakak laki-laki sebapak dan sebagainya, penjelasan tentang wali nasab dapat dilihat didalam pasal 21 Kompilasi Hukum Islam yang membagi wali nasab tersebut pada 4 golongan, yaitu: 67
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1992, hal. 52 Ibid. hal 53 69 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Edisi Revisi, PT, Raja Grafindo Persada, 2005. Hal. 134 68
Universitas Sumatera Utara
43
1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. 2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. 3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. 4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka. Jika wali nasab tersebut tidak ada, maka menurut pasal 39 qanun nomor 10 tahun 2007 Baitul Mal dapat ditunjuk menjadi menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai wali nasab tersebut, akan tetapi jika telah ditetapkan wali terhadap anak tersebut maka Baitul Mal juga diberikan kewenangan untuk menjadi wali pengawas terhadap wali Nashab. Selanjutnya didalam pasal 40 qanun tersebut, Baitul Mal juga diberikan kewenangan sebagai wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap bertindak. Pengampuan (curatele) ialah suatu lembaga yang khusus mengurus orang dewasa yang tetapi tidak dapat atau kurang mampu untuk bertindak sewajarnya sebagaimana layaknya orang dewasa, sehingga untuk dapat melakukan tindakan-tindakan hukum orang-orang seperti itu masih memerlukan bantuan dari orang lain yang khusus untuk melindungi dan mengamankan segala kepentingan orang yang bersangkutan.70 Pengampuan disebut juga sebagai Al-hajru yang berarti penyempitan dan pencegahan dari seseorang mengelola hartanya, yang dapat dibedakan:71
70
Djanius Djamin dan Samsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata, Akademi Keuangan dan Perbankan Perbanas, Medan, 1992, Hal. 86 71 Opcit, Hal. 138.
Universitas Sumatera Utara
44
1. Pengawasan terhadap orang lain, seperti pengawasan terhadap seseorang yang dinyatakan pailit dan mencegah dari mengelola hartanya sendiri yang bertujuan melindungi hak-hak kreditor. 2. Pengampuan terhadap diri, jiwa seperti pengawasan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur, orang safah (bodoh, pandir) dan orang gila. Baitul Mal dapat menjadi Wali Pengampu dalam hal tidak adanya orang yang menjadi wali pengampu dengan mengajukan permohonan penetapan ke Mahkamah Syariah, Setelah diangkat menjadi wali atau wali pengampu oleh Mahkamah Syariah, maka Baitul Mal dalam menjalankan tugasnya mempunyai kewajiban sebagai berikut:72 1. Mengurus anak atau orang yang berada dibawah pengasuhan/pengampuannya dan harta bendanya dengan sebaik-baiknya. 2. Membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahannya. 6.
Menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah. Dalam lapangan hukum telah diatur bahwa setiap orang dapat mempunyai hak
kebendaan (zakelijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai sesuatu benda didalam siapapun benda tersebut berada.73 Benda atau harta tersebut dapat saja dialihkan atau beralih kepada pihak lain, barang yang bernilai ekonomis disebut sebagai harta kekayaan, beralihnya
72
Pasal 42 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional¸ edisi Pertama, Cet. I, Jakarta, Kencana, 2008, Hal. 142 73
Universitas Sumatera Utara
45
hak atas harta tersebut bisa dengan cara melalui jual beli dan hibah/pemberian atau perwarisan kepada ahli waris. Semenjak terbitnya qanun nomor 10 tahun 2007 tersebut, harta yang telah diserahkan untuk dikelola oleh Baitul Mal Aceh khususnya di wilayah Baitul Mal Kota Banda Aceh berdasarkan penetapan dari Mahkamah Syariah adalah sebagai berikut: a. Putusan nomor: 350/Pdt.P/2007/MSy-BNA yang menetapkan biaya ganti rugi Bangunan/bangunan yang tidak diketahui pemilik/ahli waris pasca tsunami sebesar Rp. 1.070.200.000,- (satu milyar tujuhpuluh juta duaratus ribu rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari pelebaran jalan sampai ke pelabuhan Ulee Lheue di kecamatan Meuraxa. b. Putusan nomor: 133/Pdt.p/2008/Msy-BNA yang menetapkan biaya ganti rugi tanah yang tidak diketahui pemilik/ahli waris pasca tsunami sebesar Rp. 3.146.050.000,- (tiga milyar seratus empatpuluh enam juta limapuluh ribu rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari pelebaran jalan Sultan Iskandar Muda, pembangunan tanggul Lampaseh Aceh dan perluasan Krueng Neng/drainase Zona I dari pusat Kota sampai ke Pelabuhan Ulee Lheue di kecamatan Meuraxa dan kecamatan Jaya Baru. c. Putusan nomor: 73/Pdt.p/2010/MS-BNA yang menetapkan biaya ganti rugi tanah/Bangunan yang tidak diketahui pemilik/ahli waris pasca
Universitas Sumatera Utara
46
tsunami sebesar Rp. 186.729.820.,- (Seratus delapan puluh enam juta tujuhratus duapuluh sembilan juta delapanratus duapuluh rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari tanah/bangunan untuk pelebaran jalan Sultan Iskandar Muda, kecamatan Meuraxa. d. Putusan nomor: 42/Pdt.p/2011/MS-BNA menetapkan pengalihan dana sejumlah Rp. 21.678.043,- (duapuluh satu juta enamratus tujuhpuluh delapan ribu empat puluh tiga rupiah) dan tanggung jawab pengelolaannya dari Bank Aceh Syariah cabang Banda Aceh kepada Baitul Mal Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan simpanan milik nasabah yang tidak diketahui keberadaan pemilik atau ahli warisnya. 7.
Membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan Baitul Mal pada prinsipnya juga memiliki dua sisi kelembagaan yakni
berfungsi sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial) yang sumber dananya didapat dari sumber-sumber yang telah disebutkan diatas, juga berfungsi sebagai lembaga keuangan yang berorientasi laba, yang penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan dalam prinsip Syariah. Salah satu program yang telah dilaksanakan oleh Baitul Mal adalah program zakat produktif melalui dana bergulir. Program ini berjalan dengan menyisihkan sebagian dana dari Baitul Mal untuk dijadikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
47
modal usaha bergulir dimana adminstrasi penyaluran dipisahkan dan tidak bercampur dengan administrasi keuangan Baitul Mal.74 Dalam kenyataannya, kerjasama dengan pihak ketiga ini sebenarnya telah ada sejak lama di Indonesia dengan model organisasi privat yang selama ini dikenal sebagai Baitul Mal wat-Tamwil yang merupakan lembaga keuangan Islam dan biasanya berbentuk Koperasi yang membantu bisnis skala kecil yang dianggap kurang potensial bagi bank.75 b.
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal Aceh dapat dilihat pada pasal 10 dan
pasal 11 qanun nomor 10 tahun 2007. Adapun kewenangan Baitul Mal Aceh adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan dan mengelola serta menyalurkan zakat mal, zakat pendapatan dan jasa/ honorrium serta harta agama dan wakaf yang berlingkup propinsi. Untuk zakat mal meliputi BUMN, BUMD Aceh, dan perusahaan swasta besar, sedangkan untuk zakat pendapatan dan jasa/ horrorium berasal dari; 1. Pejabat /PNS/ TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah pusat yang berada di Ibukota Propinsi 2. Pejabat/PNS/ karyawan lingkup Pemerintah Aceh 3. Pimpinan dan Anggota DPRA 4. Karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta besar pada tingkat propinsi 74
Amrullah, Opcit, Hal. 26 Sukron Kamil. Et al, Revitalisasi Filantropi Islam, Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2005, Hal. 127. 75
Universitas Sumatera Utara
48
dan; 5. Ketua, anggota dan karyawan lembaga dan Badan daerah tingkat propinsi 2. Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) 3. Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kabupaten/Kota. 4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/Kota. Sedangkan kewajiban Baitul Mal Aceh terdiri dari: 1. Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodic setiap 6 bulan kepada Gubernur 2. Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat. 3.
Sumber Pembiayaan Kegiatan Baitul Mal Aceh Sumber pembiayaan Baitul Mal dapat dibedakan berdasarkan tingkatan Baitul
Mal, yaitu:76 1. Baitul Mal Aceh Baitul Mal Aceh memperoleh sumber pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang dibebankan pada propinsi dan sumber lain yang tidak mengikat yang diperoleh dengan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan perundang-undangan. Ketentuan segala biaya ini dibebankan kepada APBA juga dipertegas didalam Peraturan Gubernur 76
Pasal 43 Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal
Universitas Sumatera Utara
49
Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh 77 2. Baitul Mal Kabupaten/Kota Baitul Mal Kabupaten/Kota memperoleh sumber pembiayaan yang berasal dari APBA yang dibebankan pada propinsi dan sumber lain yang tidak mengikat yang diperoleh dengan tidak bertentangan dengan peraturanperaturan perundang-undangan. 3. Baitul Mal Kemukiman Dan Baitul Mal gampong Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong memperoleh sumber pembiayaan yang dibebankan kepada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang berada dibawahnya. Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong tidak memperoleh pembiayaan dari pemerintah propinsi ataupun pemerintah kota, didalam undangundang yang menyangkut Baitul Mal tidak mengatur alasan kenapa Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong tidak termasuk kedalam pembiayaan dari Propinsi maupun dari Kabupaten/Kota. B. Kedudukan dan Kewenangan Baitul Mal Kota Banda Aceh 1.
Susunan Organisasi Baitul Mal Kota Banda Aceh
77
Pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh
Universitas Sumatera Utara
50
Baitul Mal Kabupaten/ Kota berada di bawah Baitul Mal Propinsi dan berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota serta bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota, adapun susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/kota hampir sama dengan Susunan organisasi Baitul Mal Propinsi. Tidak berbeda dengan Baitul Mal Propinsi, dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Baitul Mal Kabupaten/Kota juga dibentuk Sekretariat Baitul Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Kabupaten/Kota pada Pemerintahan Aceh, Sekretariat Baitul Mal Aceh ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan Baitul Mal Kabupaten/kota dan secara administratif kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah.78 Selanjutnya sekretariat Baitul Mal Kabupaten/Kota juga mempunyai tugas dan fungsi yang sama dengan sekretariat propinsi yakni mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan administrasi kesekretariatan, dan fungsi menyusun program, menfasilitasi penyiapan program, menfasilitasi dan memberikan pelayanan teknis serta pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan pada Baitul Mal Kabupaten/Kota.79 Pengaturan tentang susunan Organisasi Baitul Mal kota Banda Aceh diatur di Bab II pasal 5 ayat (1) qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, yang berbunyi: 78 Pasal 3 Ayat 1 & 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Kabupaten/Kota pada Pemerintahan Aceh 79 Pasal 4 Ayat 1&2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Universitas Sumatera Utara
51
Badan pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala, Sekretariat, Bendahara,
Bagian
Pengumpulan,
Bagian
Pendistribusian
dan
pendayagunaan, bagian sosialisasi dan pembinaan dan bagian perwalian yang terdiri dari sub bagian dan seksi.80 Ketentuan tentang struktur organisasi di Baitul Mal Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut didalam peraturan Bupati atau Walikota81, sedangkan untuk Baitul Mal Kota Banda Aceh diatur di dalam Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Kota Banda Aceh. Namun susunan Organisasi didalam Peraturan Walikota ini agak berbeda dengan yang diatur di dalam qanun karena di dalam pasal 2 Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Kota Banda Aceh ini ditambahkan bidang harta agama yang digabung dengan bidang Perwalian sehingga menjadi bidang Perwalian dan Harta Agama serta Bendahara. Susunan organisasi Baitul Mal Kota Banda Aceh:82 1. Kepala Baitul Mal 2. Sekretariat 3. Bidang pengumpulan 4. Bidang pendistribusian dan pendayagunaan 5. Bidang sosialisasi dan pembinaan 6. Bidang perwalian dan harta agama, dan 7. Bendahara Untuk lebih jelasnya Struktur Organisasi dan tata kerja badan Baitul Mal dapat dilihat dari bagan Organisasi Baitul Mal Banda Aceh sebagai berikut:
80
Pasal 5 ayat 1 dan 2 Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal Pasal 5 ayat 8 Qanun Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baitul Mal 82 Pasal 2 Peraturan Walikota Banda Aceh, Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Kota Banda Aceh 81
Universitas Sumatera Utara
52
Bagan Organisasi Baitul Mal Banda Aceh KEPALA BAITULMAL KOTA
SEKRETARIS DAERAH
SEKETARIAT
Bidang Penggumpulan
Subbbidang Inventatisasi
Subbidang Pembukuan Dan Pelaporan
Bidang Pendistribusian Dan pendayagunaan
Bidang Sosialisasi Dan Pembinaan
Bidang Perwalian Dan Harta Agama
Bendahara
Subbidang Pendistribbusian
Subbidang Sosialisasi
Subbidang Perwalian
Bendahara Penerimaan
Subbidang Pendayagunaan
Subbidang Pembinaan
Subbidang Harta Agama
Bendahara Pengeluaran
Sumber : Lampiran Peraturan Walikota Banda Aceh nomor 3 tahun 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja badan pelaksana Baitul Mal Kota Banda Aceh 2.
Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal Kota Banda Aceh Adapun ruang lingkup kewenangan Baitul Mal Kabupaten/Kota sama dengan
pengaturan terhadap ruang lingkup tugas Baitul Mal Aceh yang terdapat dalam pasal
Universitas Sumatera Utara
53
8 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, sedangkan kewenangan Baitul Mal kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:83 1.
Mengumpulkan dan mengelola serta menyalurkan zakat mal, zakat pendapatan dan jasa/ horrorium serta harta agama dan wakaf pada tingkat kabupaten. Untuk zakat mal meliputi BUMNdan Badan Usaha yang berklasifikasi menengah, sedangkan untuk zakat pendapatan dan jasa/ horrorium berasal dari: 1. Pejabat PNS.TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah pusat/pemerintah Aceh pada tingkat Kota Banda Aceh. 2. Pejabat/PNS karyawan lingkup Pemerintah Kota Banda Aceh. 3. Pimpinan dan Anggota DPRK Banda Aceh. 4. Karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta yang berada pada tingkat kota Banda Aceh. Disamping itu, Baitul Mal kota Banda Aceh juga memungut zakat sewa rumah atau pertokoan dan mengelola harta agama dan harta wakaf yang ada di kota Banda Aceh.
2. Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Kota Banda Aceh. 3. Meminta laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong. 4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong. 83
Pasal 12 Qanun nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal
Universitas Sumatera Utara
54
Untuk kewajiban dari Baitul Mal Kota Banda Aceh diatur didalam pasal 13 qanun nomor 10, adalah sebagai berikut: 1. Menyampaikan laporan dan pertanggung jawaban secara periodic setiap 6 bulan sekali kepada bupati/walikota. 2. Menginformasikan pertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat. 3.
Tugas Bidang dan Sub Bidang Baitul Mal Kota Banda Aceh. Dari bagan organisasi diatas, dapat dilihat bahwa Baitul Mal kota Banda Aceh
memiliki struktur organisasi yang dilengkapi dengan bidang dan subbidang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah Propinsi Aceh. Adapun tugas dari bidang dan sub bidangnya masing-masing adalah sebagai berikut:84 1. Bidang pengumpulan:85 Bidang Pengumpulan dipimpin oleh Kepala bidang pengumpulan yang mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pendataan muzakki, penetapan jumlah
zakat
yang
harus
dipungut
berdasarkan
fatwa
MPU
dan
menyelenggarakan pembukuan dan pelaporan. Bidang pengumpulan dalam melaksanakan fungsinya dibantu oleh subbidangsubbidang yaitu:
84
Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 3 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Kota Banda Aceh 85 Pasal 7 Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
55
a. subbidang inventarisasi, yang bertugas melakukan penyusunan program inventarisasi dan pendataan muzakki untuk menghitung potensi zakat, infaq, sadakah, serta pendataan harta wakaf dan harta agama secara keseluruhan, baik dari pengumpul zakat, perusahaan dan perorangan. b. Subbidang
pembukuan
dan
pelaporan
yang
mempunyai
tugas
menyelenggarakan administrasi pembukuan penerimaan zakat, infaq, sadakah, wakaf dan harta agama secara menyeluruh dan menyusun laporan penerimaan bidang pendistribusian dan pendayagunaan terdiri dari sub bidang pendistribusian dan subbidang pendayagunaan, 2. Bidang pendistribusian dan pendayagunaan Bidang ini mempunyai tugas melakukan penyaluran dan pendayagunaan zakat sesuai dengan asnaf yang telah ditetapkan oleh ketentuan syariat dan pelaporan. Bidang pendistribusian dan pendayagunaan dalam melaksanakan fungsinya dibantu oleh subbidang-subbidang yaitu: a. Subbidang pendistribusian mempunyai tugas pendataan, inventarisasi, klasifikasi, klarifikasi mustahiq dan menyalurkan menurut asnaf, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. b. Subbidang pendayagunaan bertugas melakukan pendayagunaan zakat sesuai dengan peruntukannya, penyusunan administrasi pendayagunaan zakat dan pelaporan secara berkala. 3. Bidang Sosialisasi dan pembinaan
Universitas Sumatera Utara
56
Bidang ini bertugas melakukan sosialisasi, pembinaan, penyuluhan dalam rangka menjaga, memelihara, mengatur dan mengurus harta agama dan memasyarakatkan kewajiban membayar zakat serta menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam pengembangan harta agama. Bidang Sosialisasi dan Pembinaan dalam melaksanakan fungsinya dibantu oleh subbidang-subbidang yaitu: a. Subbidang sosialisasi mempunai tugas melakukan sosialisasi dan penyuluhan dalam
rangka
memasyarakatkan
kewajiban
membayar
zakat
dan
menggalakkan umat untuk mengeluarkan infaq dan sadakah. b. Subbidang pembinaan mempunyai tugas melakukan pembinaan terhadap pemanfaatan harta agama, wakaf infaq dan sadakah . 4. Bidang perwalian dan harta agama Bidang ini mempunyai tugas sebagai wali pengasuh bagi anak-anak yang tidak mempunyai orang tua atau ahli waris dan wali pengasuh bagi orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum serta melakukan pengelolaan harta agama dan harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya dengan kewenangan dan ketentuan perundang-undangan. Bidang Perwalian dan Harta Agama dalam melaksanakan fungsinya dibantu oleh subbidang-subbidang yaitu:
Universitas Sumatera Utara
57
a. Subbidang Perwalian mempunyai tugas melakukan penyusunan dan produk hukum atau petunjuk teknis, sosialisasi dan advokasi dalam rangka memotivasi masyarakat untuk memperjelas status perwalian. b. Subbidang harta agama mempunyai tugas melakukan pendataan asset-aset harta agama untuk dicatat didalam data base sebagai dokumen resmi pemerintah kota didalam mengelola harta agama yang tidak ada pemilik dan ahli warisnya serta mendayagunakan dan melakukan penyimpanan terhadap dana nasabah yang tidak ada pemilik dan ahli warisnya. Dari susunan dan pembagian bidang-bidang organisasi dapat dilihat bahwa kewenangan dari pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya di Baitul Mal Kota Banda Aceh merupakan tugas dan kewenangan dari bidang perwalian dan harta agama serta kewajiban pendataan/inventarisir aset-aset harta agama merupakan tugas subbidang harta agama. 4.
Struktur organisasi dan kewenangan serta kewajiban Baitul Mal Mukim dan Gampong Dibawah Baitul Mal Kabupaten/kota terdapat Baitul Mal Mukim atau Baitul
Mal yang berkedudukan di tingkat mukim,86 Baitul Mal ditingkat Mukim ini struktur
86
Secara spesifik didalam pasal 2 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur tentang pemerintahan Aceh dibagi dalam 4 tingkatan yakni, Kabupaten/kota, Kecamatan, Mukim dan Gampong, masing-masing tingkatan pemerintahan ini mempunyai kewenangan yang berbeda, sesuai dengan pasal 114 UUPA tersebut, mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan yang terdiri dari gabungan beberapa Gampong yang mempunyai wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau bana lain yang berkedudukan langsung di bawah Camat, adapun kewenangan dan urusan pelayanan diatur dalam qanun. Abdur Rozaki, et.al, Mengembangkan Gampong Peduli Hak Anak, Institute For Research and Empowerment (IRE), Yokyakarta, 2009, Hal 4.
Universitas Sumatera Utara
58
organisasinya agak berbeda dari susunan organisasi di tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota, struktur organisasi mukim terdiri dari ketua yang dijalankan oleh Imeum
mesjid
Kemukiman
dimana
Baitul
Mal
tersebut
berada,
dalam
pelaksanaannya Imeum Mukim menunjuk dan menetapkan sekretaris, bendahara, seksi perwalian, seksi perencanaan dan perdataan serta seksi pengawasan, Baitul Mal Kota juga bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/kota. Kewenangan dari Baitul Mal Mukim adalah mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf lingkup kemukiman87 dan kewajibannya adalah menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam) bulan
kepada
Baitul
Mal
kabupaten/kota
serta
menginformasikan
pertanggungjawabannya kepada masyarakat.88 Kemudian selanjutnya barulah kepengurusan Baitul Mal Gampong, untuk susunan organisasi Baitul Mal gampong tidak jauh berbeda dengan Baitul Mal Mukim, hanya saja ketua di Baitul Mal tingkat gampong dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau imuem Mesjid yang tingkatnya dibawah Imuem Mukim, sedangkan struktur organisasi lainnya sama dengan Baitul Mal Mukim dan Baitul Mal Gampong juga bertanggung Jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/kota. Dibandingkan dengan mukim, kewenangan dari Baitul Mal Gampong lebih luas dan rinci pengaturannya di dalam qanun, adapun kewenangan adalah
87 88
Pasal 14 qanun nomor 10 tentang Baitul Mal. Pasal 15 qanun nomor 10 tentang Baitul Mal.
Universitas Sumatera Utara
59
melaksanakan
tugas-tugas
perwalian
serta
mengelola,
mengumpulkan
dan
menyalurkan:89 a. zakat fitrah di lingkup Gampong yang bersangkutan b. zakat hasil perdagangan/usaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil perikanan dan hasil perkebunan daru masyarakat setempat c. zakat emas dan perak d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup gampong atau nama lain. Kewajibannya Baitul Mal gampong adalah menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam) bulan kepada Baitul Mal kabupaten/kota serta menginformasikan pertanggungjawabannya kepada masyarakat. C. Dewan Pertimbangan Syariah Untuk menunjang kinerja Baitul Mal maka dibentuklah Dewan Pertimbangan Syariah, dasar pembentukan Dewan Pertimbangan Syariah adalah Peraturan Gubernur Nomor 02 Tahun 2011 tentang Dewan Pertimbangan Syariah Baitul Mal, pengertian Dewan Pertimbangan Syariah terdapat pada pasal 1 angka 6 Peraturan Gubernur tersebut, yang menyebutkan bahwa: Dewan Pertimbangan Syariah yang selanjutnya disebut Dewan Pertimbangan adalah unsur kelengkapan Baitul Mal Aceh yang berwenang memberikan pertimbangan syar”i, pengawasan fungsional dan menetapkan pengelolaan zakat, harta wakaf dan harta Agama kepada Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota. Pada awal pembentukan Baitul Mal juga telah ada Dewan Syariah yang berkedudukan di tingkat propinsi sebagai pengawas fungsional dan pemberi pertimbangan terhadap pelaksanaan operasional Baitul Mal pada semua tingkatan.90
89 90
Pasal 16 qanun Nomor nomor 10 tahun 2007. Amrullah, Op.Cit, Hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
60
Dasar pembentukan Dewan Syariah pada waktu itu adalah Keputusan Gubernur Nomor 18 tahun 2003 dan qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 tahun 2004. Pada awalnya manfaat Dewan Syariah ini dirasakan sangat besar manfaatnya, karena dapat mengakomodir semua permasalahan yang timbul dalam kegiatan pelaksanaan Baitul Mal,91 namun dalam perjalanan pembentukan dasar hukum Baitul Mal yang berbentuk Qanun seperti yang perintahkan oleh Undang-undang nomor 48 tahun 2007, keberadaan Dewan Syariah ini diusulkan dalam rancangan qanun menjadi Dewan Pertimbangan untuk Provinsi dan Dewan pengawas untuk kabupaten/kota, namun ketika rancangan qanun ini dibahas di legislative atau Dewan Permusyawaratan Rakyat Aceh (DPRA) justru menghilangkan usulan dewan pertimbangan dan dewan pengawas dengan alasan bahwa fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara ex officio oleh Majelis Permusyawarata Ulama (MPU) di masing-masing tingkatan pemerintahan.92 Sekarang
dengan
diterbitkannya
peraturan
gubernur
tersebut,
maka
keberadaan Dewan Syariah tersebut kembali ada, adapun susunan Organisasi Dewan syariah ini adalah sebagai berikut:93 a. ketua merangkap anggota b. wakil ketua merangkap anggota c. sekretaris bukan anggota, dan
91
Ibid, Hal. 12 Ibid 93 Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. 92
Universitas Sumatera Utara
61
d. anggota Sebagai organsasi yang mempunyai fungsi pengawasan dan pertimbangan atas Baitul Mal, maka Dewan Pertimbangan diberikan tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan pertimbangan syar’i kepada Baitul Mal dalam melakukan pengelolaan zakat, waqaf, infaq dan sadakah serta harta agama lainnya.94 Sedangkan fungsi Dewan Pertimbangan adalah sebagai berikut:95 a. Pelaksanaan pemberian pertimbangan syar’i kepada Baitul Mal Aceh. b. Pelaksanaan pemberian pertimbangan, nasehat, baik asistensi maupun advokasi. c. Pelaksanaan penetapan pendayagunaan zakat, wakaf, infaq dan sadaqah serta harta agama lainnya. d. Pelaksanaan pemberian rekomendasi kepada Gubernur terhadap kinerja Baitul Mal Aceh. Selanjutnya kewenangan Dewan Pertimbangan adalah:96 a. Merumuskan kebijakan umum dibidang pengelolaan zakat, wakaf, infaq dan sadakah serta hart agama lainnya. b. Menetapkan nishab zakat penghasilan/profesi sesuai dengan tingkat perkembangan harga emas dipasaran seluruh aceh; dan c. Menyelesaikan perbedaan penafsiran tentang amil zakat, muzakki, mustahiq dan harta kena zakat, infaq, pengelolaan harta wakaf, serta harta agama lainnya. Dengan adanya peraturan Gubernur ini, maka pengawasan terhadap Baitul Mal semakin dapat dioptimalkan kembali guna terwujudnya efesiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas lembaga Baitul Mal dalam mengelola harta publik yang dipercayakan pengelolaannya kepada Baitul Mal serta dapat menyelesaikan permasalah-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaanya melalui pertimbangan-pertimbangan Dewan Syariah.
94
Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. Pasal 5 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. 96 Pasal 6 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. 95
Universitas Sumatera Utara