BAB II PENGATURAN KONSEP ASAS KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK (THE BEST INTREST OF THE CHILD) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
A. Asas Hukum dan Norma Hukum 1. Asas Hukum Asas Hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Dalam bahasa Inggris, kata ”asas” dipormatkan sebagai ”principle” sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia ada tiga pengertian kata ”asas” : 1) hukum dasar, 2) dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat) dan 3) dasar cita-cita, peraturan konkret (seperti Undang Undang) tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum. 2. Norma Hukum Norma adalah pencerminan dari kehendak masyarakat. Kehendak mayarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dilakukan dengan membuat pilihan antara tingkah laku yang disetujui dan yang tidak disetujui. Pilihan itulah yang kemudian akan menjadi norma dalam masyarakat. Karena itulah, norma hukum merupakan persyaratan dari tumbuh dan munculnya penilaian-penilaian yang ada dalam masyarakat. Selain mengandung penilaian, norma hukum juga mengandung nalar tertentu. Nalar tersebut terletak pada penilaian yang dilakukan masyarakat terhadap tingkah laku dan perbuatan orang – orang dalam masyarakat. Sehingga hukum yang mengandung nalar, dapat membentuk masyarakat menurut suatu pola tertentu yang dikendakinya. Dari Penjelasan diatas dapat disimpulkan norma hukum mengandung dua unsur, yaitu : a. Patokan Penilaian Hukum digunakan untuk menilai kehidupan masyarakat, yaitu dengan menyatakan apa yang dianggap baik dan buruk. Penilaian inilah yang kemudian akan melahirkan petunjuk tentang tingkah laku masyarakat. b. Patokan tingkah laku Pandangan tingkah laku ini lahir bila hukum dipandang sebagai perintah, yaitu ketika masyarakat bertingkah laku sesuai dengan yang diperintahkan oleh hukum.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa perbedaan mendasar antara asas dan norma, yaitu : 1. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, sedangkan norma merupakan peraturan yang riil. 2. Asas adalah suatu ide atau konsep, sedangkan norma adalah penjabaran dari ide tersebut. 3. Asas hukum tidak mempunyai sanksi sedangkan norma mempunyai sanksi. Tentu saja keduanya berbeda, karena asas hukum adalah merupakan latar belakang dari adanya suatu hukum konkrit, sedangkan norma adalah hukum konkrit itu sendiri. Atau bisa juga dikatakan bahwa asas adalah asal mula dari adanya suatu norma. Salah satu contohnya adalah asas Miranda Rule yang menjadi latar belakang lahirnya pasal 56 ayat (1) KUHAP, Pasal 54 KUHAP, Pasal 55 dan 114 KUHAP. Ketentuan pasal-pasal tersebut setelah menjadi ketentuan Undang-undang yang sah telah berubah dari asas Miranda Rule yang abstrak, menjadi norma hukum sebagai peraturan yang riil berlaku di Indonesia. 50 The Best Intrest Of The child yang ada pada KHA, menjadi latar belakang lahirnya antara lain : Pasal 16 UUPA, Pasal 17 UUPA, Pasal 59 UUPA, Pasal 64 UUPA, Pasal 67 UUPA (Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Ketentuan pasal-pasal tersebut telah menjadi ketentuan Undang-Undang yang sah telah berubah dari prinsip The Best Intrest Of The child (Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak) yang abstrak menjadi norma hukum sebagai peraturan yang riil berlaku di Indonesia.
B. Sejarah Singkat Hak Anak Tahun
1923
Seorang
Aktivis
perempuan
bernama Eglantyne
Jeb
mendeklarasikan 10 pernyataan hak-hak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak
50
Comments RSS (http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/17 diakses tanggal 21 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan, dan hak berpartisipasi dalam pembangunan 51 Tahun 1924 Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Banga-Bangsa dikenal sebagai ”Deklarasi Jenewa”. Pada tanggal 10 Desember 1948 diumumkan ketika PBB mengadopsi Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia yang kemudian dikenal sebagai
”Hari Hak Asasi Manusia Sedunia”,
beberapa hal menyangkut hak khusus anak tercantum dalam deklarasi ini. Walaupun ketentuan tentang hak anak sudah masuk dalam Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia, tetapi para aktivis perlindungan anak masih menuntut adanya ketentuan-ketentuan khusus. Tuntutan tersebut direspons, ketika pada tanggal 20 November 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan
yang
disebut dengan ”Deklarasi Hak Anak” yang merupakan deklarasi Internasional kedua. Tahun 1979 Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child / CRC). Rancangan KHA diselesaikan dan disahkan dengan bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang dituangkan dalam resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Sejak itulah anak-anak diseluruh dunia memperoleh perhatian secara khusus dalam standar internasional (KHA terdiri atas 54 pasal).
51
http://dewananaksoe.wordpress.com/2009/01/16/sejarah-hak-anak/
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1990 Indonesia Menandatangani KHA di markas besar PBB di New York, selanjutnya Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No.36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990. Pada tanggal 2 September 1990 KHA disepakati sebagai hukum internasional. Lalu Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dan pada Tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 BAB dan 93 Pasal.
C. Pengaturan Tentang Hak Anak Internasional 1. Konvensi Hak Anak (KHA) Menurut KHA defenisi anak adalah setiap manusia yang belum berumur 18 tahun, setiap manusia berarti tidak boleh ada pembeda-pembeda atas dasar apapun, termasuk atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, kebangsaan, asal-usul etnik atau sosial, kekayaan, cacat atau tidak, status kelahiran ataupun status lainnya, baik pada diri si anak maupun pada orang tuanya. Salah satu hak anak adalah hak atas perlindungan khusus, yang dimaksud adalah hak perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapam dengan hukum (ABH) sebagai pelaku. Dalam hal ini khususnya jajaran penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dll) berkewajiban untuk melakukan penanganan permasalahan anak (ABH) dengan benar dan penuh kehati-hatian dengan dasar prinsip-prinsip konvensi hak anak.
Universitas Sumatera Utara
Asas kepentingan terbaik bagi anak (The Best Intres of the Child) merupakan salah satu prinsip utama perlindungan anak sesuai dengan semangat Konvensi Hak Anak (KHA) yang semestinya menjadi dasar dan acuan bagi setiap pihak dalam menangani dan menyelesaikan permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum (anak sebagai pelaku). Konvensi Hak Anak atau Convention on the Rights of The Child adalah sebuah perjanjian internasional yang mengatur tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Majelis umum PBB mengadopsi konvensi ini melalui Resolusi Majelis Umum PBB No.44/25 dan terbuka untuk ditandatangani, pada 20 November 1989 pada peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Anak. Konvensi ini mulai berlaku pada 20 November 1989 setelah jumlah negara yang meratifikasinya memenuhi syarat. Indonesia melakukan menandatangani konvensi ini pada 26 Januari 1990 dan melakukan ratifikasi terhadap konvensi ini mulai Keputusan Presiden No.36 tahun 1990 yang dikeluarkan pada 25 Agustus 1990. Beberapa hal penting dalam Konvensi Hak Anak antara lain yaitu ditetapkannya bahwa defenisi anak adalah setiap manusia yang belum berumur 18 tahun. Selain itu Konvensi Hak Anak terdapat empat prinsip penting yaitu : prinsip non diskriminasi, prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, prinsip kepentingan terbaik anak dan prinsip partisipasi anak. 52 Komisi Hukum Nasional (KHN) perlu mengagendakan program harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak. Bila misinya satu, melindungi anak, seharusnyalah hanya mengenal satu defenisi, defenisi universal yang telah mengikat karena ratifikasi negara, yaitu undang-undang yang secara khusus menyangkut perlindungan anak: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Lebih dari itu, harmonisasi ketentuan peraturan perundangundangan adalah konsekuensi logis dari ratifikasi perjanjian internasional KHA. 53
52 53
http/hamblogger.org/sekilas mengenal-konvensi-hak-anak/ tanggal 9 Mei 2012 Hadi Supeno, Op,Cit, hal.42
Universitas Sumatera Utara
2. Beijing Rules (Standard Minimal Internasional Pemenjaraan Anak) Beijing Rules memberikan mandat kepada negara-negara untuk melakukan riset sebagai suatu dasar
untuk merencanakan, merumuskan kebijakan dan
evaluasi. Hal paling perinsip dari Beijing Rules antara lain : 54 a. Peradilan bagi anak hendaknya dipandang sebagai suatu yang integeral dari proses pembangunan nasional setiap negara, dalam suatu kerangka menyeluruh dari keadilan sosial bagi seluruh anak, dengan demikian, pada saat bersamaan, memberikan andil bagi perlindungan kaum muda dan pemeliharaan ketertiban yang damai dalam masyarakat (1.4). b. Seorang anak adalah seorang anak atau orang muda yang menurut sistem hukum masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa.(2.2.a) c. Hak privasi seorang anak hedaknya dihormati pada seluruh tahap untuk menghindarkan terjadinya kerugian terhadapnya oleh publisitas yang tidak sepantasnya atau oleh proses percepatan (8.1). Pada perinsipnya, keterangan yang dapat mengarah pada terungkapnya identitas seorang pelanggar hukum berusia muda hendaknya tidak diumumkan ke khalayak (8.2)
54
Peraturan-peraturan minimum Standard Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (Beijing Rules) disahkan melalui Resolusi Majelis PBB No.4033 Tanggal 29 Nopember 1985
Universitas Sumatera Utara
d. Pertimbangan akan diberikan, bilamana layak, untuk menangani pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunakan pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompenten (11.1) e. Penahanan sebelum pengadilan hendaknya hanya digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat mungkin (13.1). Dimana mungkin, penahan sebelum pengadilan akan diganti dengan langkah-langkah alternatif, seperti, pengawasan ketat, perawatan intensif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat pendidikan atau rumah (13.2).
Prinsip tersebut menjelaskan bahaya akan ”pencemaran kejahatan” bagi anak sementara dalam penahanan sebelum pengadilan tidak boleh diremehkan. Dengan demikian adalah penting untuk menekankan perlunya langkah-langkah alternatif. Dari prinsip-prinsip tersebut diatas memberikan penjelasan akan pentingnya perlindungan terhadap anak akan privasi orang-orang berusia muda (anak dan anak remaja) sangat rentan terhadap stigmatisasi dan pentingnya melindungi anak dari pengaruh-pengaruh merugikan yang ada diakibatkan oleh publikasi di media masa. Peraturan harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam konvensi hakhak anak, terutama prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Keenam mengenai Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Terhadap Pelaku Pelangaran Hukum, pada resolusi 4 mengenai standar-standar peradilan bagi anak merinci bahwa peraturanperaturan tersebut, antara lain, akan mencerminkan prinsip dasar bahwa penahanan pra peradilan hanya akan digunakan sebagai pilihan terakhir, bahwa tidak satupun anak-anak dibawah umur dapat ditahan dalam suatu fasilitas dimana mereka rawan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari tahanan-tahanan dewasa dan bahwa pertimbangan harus selalu diberikan
Universitas Sumatera Utara
terhadap keperluan-keperluan khusus berkaitan dengan tahap pertumbuhan mereka 55 3. The Tokyo Rules (Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa Bangsa Untuk Upaya Upaya Non-Penahanan)
Menghindari penahanan sebelum diadili, pada butir 6.1 Penahanan praperadilan haruslah digunakan sebagai langkah terakhir dalam proses peradilan, guna menghormati investigasi atas kejahatan yang dituduhkan dan untuk perlindungan masyarakat dan korban.
56
4. JDL / Havana Rules (Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Perlindungan Anak Yang dicabut kebebasannya) Yang menjadi ”Perspektif Dasar” yaitu antara lain : 57 a. Sistem peradilan anak hendaknya menjujung tinggi hak-hak dan keamanan dan mengedepankan kesejahteraan jasmani dan rohani anak. Pemenjaraan hendaknya digunakan sebagai upaya terakhir. b. Anak hendaknya dicabut kebebasannya sesuai dengan perinsip-perinsip dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan ini dan dalam Peraturan Minimum Standard Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Penyelenggaraan Pengadilan Anak (Beijing Rule). Pencabutan kebebasan seorang anak hendaknya merupakan disposisi upaya terakhir dan hendanya dilakukan untuk masa
55
Majelis Umum (Mukadimah) Peraturan Peraturan Minimum Standard Perserikatan BangsaBangsa Mengenai Admnistrasi Peradilan Bagi Anak (”Beijing Rules”) 56 Peraturan Standard Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Upaya-Upaya NonPenahanan (The Tokyo Rules) Resolusi PBB 45/110, 1990 pada bagian II tahap Pra Pradilan Psl.6 57 Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perlindungan Anak yang dicabut kebebasannya (JDL/”Havana Rules”) Rosolusi No. 45/113 Sidang Pleno ke 68, 14 Desember 1990.
Universitas Sumatera Utara
minimum yang dipandang perlu dan hendaknya dibatasi pada kasus-kasus luar biasa. Lamanya sanksi hendaknya ditentukan oleh otoritas peradilan, tanpa mengesampingkan kemungkinan pembebasan dirinya. 5. Riyadh Guidelines (Pedoman Riyadh) Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pencegahan Tindak Pidana Anak, yang menjadi prinsip-prinsip dasar antara lain : 58 Prinsip 1. Pencegahan tindak pidana anak merupakan bagian utama pencegahan kejahatan dalam masyarakat. Melalui kegiatan-kegiatan yang secara sosial dan secara hukum bermanfaat, dan dengan menerapkan orientasi kemanusiaan terhadap
masyarakat
maupun
pandangan
hidup,
kaum
muda
dapat
mengembangkan sikap-sikap ”non crimogenic” Prinsip 5. Kebutuhan akan dan pentingnya kebijakan-kebijakan progresif mengenai pencegahan tindak pidana dan kajian yang sistimatis serta penjabaran upaya-upaya tersebut hendaknya diakui. Upaya-upaya ini hendaknya menghindari kriminalisasi (criminalizing) dan penalisasi (penalizing) atas suatu prilaku anak yang tidak menyebabkan kerugian serius terhadap perkembangan anak atau membahayakan orang lain. Kebijakan dan upaya-upaya berikut ini agar tercakup a. Ketentuan mengenai kesempatan, terutama mengenai kesempatan pendidikan, dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan anak dan berfungsi sebagai kerangka pendukung dalam melindungi perkembangan individu seluruh anak,
58
Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pencegahan Tindak Pidana Anak “Riyadh Guidelines” Resolution No.45/112. Sidang Pleno ke 68, 14 Dsember 1990.
Universitas Sumatera Utara
terutama mereka yang jelas terlihat berada dalam bahaya atau menghadapi resiko sosial dan memerlukan perhatian serta perlindungan khusus. b. Pertimbangan bahwa perilaku dan perangai anak yang tidak sejalan dengan keseluruhan nilai dan norma-norma sosial seringkali merupakan bagian proses pendewasaan dan pertumbuhan dan pada kebanyakan individu , cendrung menghilang dengan sendirinya seiring dengan masa transisi ke masa dewasa. c. Kesadaran bahwa
menurut pendapat
utama para pakar, memberi lebel
”deviant/pembangkang” kepada anak, ”pelaku pidana/delinquent” atau ”pra pelaku pidana/predelinquent” seringkali menyumbang kepada perkembangan pola konsisten perilaku yang tidak dikehendaki oleh anak.
D. Pengaturan Hak Anak Dalam Perundangan Nasional 1. Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Amandemen Undang-Undang Dasar RI 1945 menyatakan secara tegas telah memberikan jaminan bagi kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang anak sebagaimana tercantum dalam pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar RI 1945 yang berbunyi : ” Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Hal ini merupakan jaminan konstitusi yang menjamin perlindungan bagi anak, namun hal tersebut tidak banyak berarti bila tidak ada perhatian dan keinginan yang kuat dari semua pihak (stakeholder) untuk melindungi anak. Sangat jelas pengaruh KHA pada pasal ini, yaitu pada kalimat ”setiap anak berhak atas kelangsungan
Universitas Sumatera Utara
hidup, tumbuh dan berkembang” sebagai hak-hak dasar, sedangkan ”perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” merupakan perlindungan khusus.
59
2. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum
yang
dilakukan oleh anak, disebabkan oleh faktor eksternal antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan imformasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang dewasa/tua telah membawa perubahan sosial
yang mendasar dalam kehidupan masyarakat
yang sangat
berpengaruh terhadap nilai dan prilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam perkembangan sikap, prilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya. Demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan perbedaan perlakuan di dalam hukum (perlakuan khusus), baik hukum acara dan ancaman pidananya. Hal ini dimaksud untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Peradilan Anak merupakan peradilan khusus, merupakan spesialisasi dan diferensiasinya di bawah peradilan umum. Peradilan anak diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam pasal 2 menentukan bahwa Pengadilan Anak adalah pelaksanaan kekuasaan 59
Hadi Supeno, Op,Cit, hal 43
Universitas Sumatera Utara
kehakiman yang berada dilingkungan peradilan umum. Di Indonesia belum ada tempat bagi suatu Peradilan Anak yang berdiri sendiri sebagai peradilan yang khusus. Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan. 60 Bentuk perlindungan yang berkaitan dengan asas kepentinan terbaik baik anak, yang diberikan kepada Anak Berhadapan Hukum (ABH) pada UndangUndang No.3 Tahun 1997 antara lain : 1. Batas usia anak yang diatur dalam pengadilan anak adalah 8 hingga kurang dari 18. Pelaku tindak pidana anak dibawah usia 8 tahun akan diproses penyidikannya namun dapat diserahkan kembali pada orang tuanya atau bila tidak dapat dibina lagi diserahkan pada departemen sosial. 61 2. Aparat hukum yang menjalankan proses peradilan anak adalah aparat yang mengerti masalah anak terdiri dari penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak, dan hakim kasasi anak. 3. Orang tua/ wali dan petugas kemasyarakatan yang berwenang dapat mendampingi anak selama proses pemeriksaan anak dipersidangan. 4. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan (BAPAS) adalah petugas yang berwenang untuk memberikan hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS), Dan hakim wajib menjadikan bahan pertimbangan untuk memberikan putusan yang terbaik bagi anak.
60
Maidin Gultom, Op, Cit Hal.75 Jika merujuk kepada Putusan Makamah Konstitusi No.1/PPU-VIII/2010 maka usia yang dapat dipidana minimal 12 tahun dan masimal 18 tahun. Dalam amar pertimbangannya Makamah Konstitusi menilai batas umur 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak dan hal ini juga telah diterima dalam praktek sebagian negara-negara didunia. 61
Universitas Sumatera Utara
5. Penjatuhan pidana penjara pada anak adalah setengah dari ancaman maksimal orang dewasa. 6. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan a) pidana penjara b) pidana kurungan, c) pidana denda, d) pidana pengawasan. Sedangkan berupa tindakan yang dapat dijatuhkan ialah a) mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, b) Menyerahkan kepada negara, untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja c) Menyerahkan kepada Departmen Sosial. 7. Masa penahanan anak lebih singkat dari masa penahanan orang dewasa. 8. Sidang anak ialah sidang tertutup untuk umum dengan putusan terbuka untuk umum. Namun demikian Hadi Supeno berpendapat, tahun 1997 pemerintah mengintroduksi Undang-Undang No.3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang dengan segala kelemahannya, untuk masanya, undang-undang ini dipandang sebagai bagian dari Perhatian negara terhadap anak. 62 Namun Undang-Undang No.3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak bertentangan dengan pasal 28B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan lebih-lebih dengan Undang-Undang Perlindungan Anak . 63 . Istilah anak nakal dalam UU Pengadilan Anak, istilah anak nakal sangat tidak tepat sebab merugikan anak secara moral karena label anak nakal tidak serta merta hilang walaupun pengadilan membebaskannya dari segala tuduhan.
62 63
Hadi Supeno Op,Cit hal. 43 Ibid hal. 144
Universitas Sumatera Utara
Defenisi anak dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 (Pasal 1 ayat (1) dan (2) ) sejak awal telah mengkriminalisasikan anak 64 Dari tinjauan hak pendidikan dapat disimpulkan bahwa usia pertanggungjawaban hukum seorang anak pada Undang Undang Pengadilan Anak (Pasal 4) a) Bertentangan dengan mandat UUD 1945 yang menyatakan bahwa semua warga negara berhak memperoleh pendidikan. Ketika anakanak berusia 8 tahun, tetapi sudah harus berurusan degan hukum, dia tidak bisa lagi memperoleh hak pendidikan sebagaimana tercantum dalam konstitusi dasar. b) Bertentangan dengan Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, karena tidaklah mungkin seorang anak yang berada dalam tahanan atau penjara bisa menikmati pendidikan yang berkualitas. c) Bertentangan dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak yang mengharuskan agar setiap anak berhak memproleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya. Demikian juga tidak mungkin amanat pasal 50 Undang Undang Perlindungan Anak akan terpenuhi karena usia 8 tahun yang sudah harus berhadapan dengan hukum akan sangat menganggu tumbuh kembang anak. Betapapun baik dan hebatnya sebuah penjara anak, itu tetaplah penjara yang mendegradasi kepribadian seorang anak bahkan menghancurkan sama sekali masa depannya. d) Bahwa berdasarkan Pasal 4 Beijing Rules, ditentukan bahwa usia anak pertanggungjawaban pidana anak/remaja tidak dapat ditetapkan pada usia terlalu rendah, mengingat kenyataan emosional, mental dan intlektual anak /remaja. 65 Disamping itu yang paling mendasar juga bahwa penanganan anak yang berhadapan dengan hukum mekanisme dan hukum acaranya masih diserahkan pada sistem peradilan umum, sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 ”Peradilan Anak
adalah pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berada di
lingkungan peradilan umum”. Kebiasaan dari pada peradilan umum adalah
64 65
Ibid hal. 146 Ibid hal. 157
Universitas Sumatera Utara
menghukum pelaku (retributive justice), sehingga kebiasaan ini juga berpengaruh terhadap penanganan kepada anak, dan berakibat pada putusan terhadap anak adalah hukuman (dipenjarakan), sehingga sudah saatnya ada peradilan yang khusus (terpisah dari peradilan umum) dengan mekanisme dan acaranya menggunakan keadilan restoratif atau diversi. 3. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Manusia dianugerahkan oleh Allah SWT akal budi dan nurani sehingga mampu membedakan membimbing
dan
yang baik dan yang buruk dengan demikian dapat
mengarahkan
sikap
dan
prilaku
dalam
menjalani
kehidupannya. Dengan akal budi dan nurani tersebut pula maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri prilaku atau perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dasar dan hak-hak tersebut yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugrah Allah SWT. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berari bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Universitas Sumatera Utara
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-haknya hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Hukum pada dasarnya pencerminan dari HAM, sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. 66 Hukum tidak lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus memancarkan perlindungan terhadap, hak-hak warga negara. 67 Undang Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada bagian kesepuluh mengatur tentang hak anak mulai Pasal 52 sampai dengan Pasal 66. Pada Pasal 52 ayat (1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Pasal 52 ayat (2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Pasal 66 ayat (1) Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Ayat (3) Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Ayat (4) Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir. Ayat (6) Setiap anak yang dirampas kebebesannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. Ayat (7) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum. 66
Maidin Gultom, op cit, hal. 7 Muladi, Kapita Selekta Sistim Peradilan Pidana, 1995, Badan Penerbit Dipengoro, hlm.45 67
Universitas
Universitas Sumatera Utara
4. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional khususnya dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara. 68 Oang tua, keluarga dan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan terarah. Hal ini dilakukan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan
dan terarah guna
menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spritual maupun sosial, untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) pada asas dan tujuan, pasal 2 penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasa Konvensi Hak Hak Anak meliputi : 68
Bagian dari Penjelasan Undang Undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ,Bab Umum
Universitas Sumatera Utara
a. non diskriminasi b. kepentingan yang terbaik bagi anak c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan d. penghargaan terhadap pendapat anak
69
Pasal 16 Ayat (1) Setiap anak berhak memproleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Ayat (2). Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Ayat (3). Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 17 ayat (1). Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. Pasal 59. Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban
dan
bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) Pasal 64 Ayat (1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan degan hukum merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat, 69
Asas perlindungan anak sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terkadung dalam Konvensi Hak-Hak Anak.Yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.Yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.Yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keptusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
pada Ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui : a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak b. penyediaan petugas pendampingan khusus anak sejak dini. c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum f. Perlindungan dari pemberitaan
identitas melalui media massa dan untuk
menghidari labelisasi. Pasal 67 Ayat (1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza) sebagaimana dimaksud Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Identifikasi pasal-pasal
anak yang berkomplik dengan hukum tersebut
diatas bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak dapat dikatakan memenuhi maksud dan tujuan dari KHA dan ketentuan hukum internasional lainnya. Namun demikian UUPA masih mempunyai kelemahan dan bertentangan dengan perlindungan anak itu sendiri, dalam hal anak berkomplik dengan hukum yaitu BAB XII tentang ketentuan Pidana, penggunaan istilah ”setiap orang” sangat
Universitas Sumatera Utara
tidak tepat, sehingga jika yang menjadi pelakunya adalah yang tergolong anak (yang belum berumur 18 tahun). Maka ancaman hukuman dan denda yang termuat dalam UUPA tersebut terlalu berat dan sangat bertentangan dengan asas kepentingan terbaik bagi anak (sebaiknya diatur jika anak sebagai pelaku). Misalnya pada Pasal 81 Ayat (1) Setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) dan paling singkat 3 (tiga tahun) dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah). Walaupun Undang Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 26 Ayat (1) mengatur ancaman pidana bagi anak nakal adalah ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa namun ancaman tersebut masih juga terlalu kejam jika anak sebagai pelaku. Pasal tersebut diatas yang menyebutkan kata setiap orang, termasuk anak (anak remaja) dari data yang ada pada BAPAS Klas I Medan, banyak juga yang menimpa mereka yang sudah mengenal pacaran (menyintai lawan jenis) dengan usia sekitar 15 (lima belas tahun) sampai dengan 18 (delapan belas tahun), mereka saling jatuh cinta, akibat faktor internal, masa puberitas (kebutuhan biologis yang tidak terkendalikan) dan pengaruh faktor eksternal yang terlalu kuat yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh orang dewasa yang tidak bertanggungjawab hanya tujuan untuk meraup materi/keuntungan pribadi/perusahaan belaka. 70 Peredaran gambar dan film porno, film/senetron yang sangat tidak mendidik ditayangkan hampir setiap malam di TV, mulai sinetron anak SD, SMP dan SMA ditayangkan tentang cerita anak remaja pacaran/percintaan remaja, film porno dengan mudah pula diakses/diperoleh diinternet (melalui warnet dan juga Hand Phone/HP), faktor banyaknya peredaran narkoba, sehingga anak remaja mengkonsumsinya, faktor banyaknya tempat-tempat hiburan malam yang membebaskan anak remaja masuk didalamnya dan lain sebagainya, yang pada akhirnya dapat berpengaruh besar terhadap anak remaja dalam perlakuan pelecehan seksual dan lain sebagainya. Dan jika anak tersebut oleh penegak hukum dikenakan pasal tersebut diatas akibatnya anak dihukum/dipenjara dengan waktu yang lama sehingga anak harus pula putus sekolah, setelah anak bebas dari penjara anak sudah malu melanjutkan sekolah karena usianya sudah tidak sesuai lagi (terlalu lama dipenjara). Demikian juga halnya dengan ketentuan pidana menurut Undang Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, juga menggunakan kata setiap orang, dan tidak ada perlakuan khusus bagi anak. Walaupun anak ditemukan sebagai pelaku, dan kalau mau dipahami lebih jauh, sesungguhnya dalam hal ini anak adalah sebagai korban dari orang dewasa yang ingin mencari keuntungan pribadi,
70
Hasil wawancara dengan PK BAPAS Medan
Universitas Sumatera Utara
kelompok kecil atau besar (mafia) yang tidak jarang
pula mendapatkan
perlindungan dari penegak hukum yang tidak bertanggungjawab. 5. Keputusan Bersama Tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
Terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) yang di tandatangani oleh Ketua Makamah Agung, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan Hukum, tepatnya pada acara puncak Peringatan Hari ibu ke-81, merupakan terobosan hukum yang bersejarah dalam penanganan ABH di Indonesia. Dikeluarkannya SKB ini dilatarbelakangi oleh keinginan pihak-pihak tersebut untuk memperbaiki situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dengan menggunakan prinsip –prinsip keadilan restoratif yang tidak hanya legal justice tetapi juga mempertimbangkan social justice dan moral justice. Hal ini dikarenakan hasil kajian dan pemetaan fakta diberbagai Lapas Anak di lapangan menunjukkan situasi dan kondisi ABH sangat memprihatinkan, lebih kurang 90% ABH dijatuhi hukuman pidana penjara. 71 Surat Keputusan Bersama ini lahir karena, yaitu :
71
DS.Dewi dan Fatahillah A,Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak, Indie Publising Jakarta, 2011 hal.45-46
Universitas Sumatera Utara
a. Penanganan ABH oleh aparat penegak hukum belum menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam perlindungannya sesuai dengan peraturan perundang undangan. b. Sehingga perlu adanya kerjasama yang terpadu antara penegak hukum dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu untuk pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak Surat Keputusan Bersama ini lahir mempunyai tujuan, yaitu : a. Terwujudnya persamaan persepsi di antara jejaring kerja dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. b. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam upaya menjamin perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. c. Meningkatnya efektivitas penanganan anak yang berhadapan dengan hukum secara sistimatis, komprehensif, berkesinambungan dan terpadu. Menteri Hukum dan HAM dorong penerapan keadilan Restoratif, Banyak kasus pidana yang kerap mengusik rasa keadilan selalu menjadi perhatian masyarakat. Salah satunya yang menimpa seorang bocah yang berinisial AAL yang dituduh mencuri sandal seorang anggota polisi. Sebenarnya pemerintah telah membuat kesepakatan bersama dalam penanganan kasus anak bermasalah hukum (ABH) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara menteri Hukum dan HAM, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Sosial, Jaksa Agung RI dan Kepolisian RI, serta Makamah Agung tentang penanganan Anak Bermasalah
Universitas Sumatera Utara
Hukum. Tujuan keputusan ini adalah terwujudnya persamaan persepsi dalam penanganan anak bermasalah hukum. SKB juga lahir untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam upaya menjamin perlindungan khusus bagi anak bermasalah hukum. Selain itu, SKB juga bertujuan meningkatkan efektifitas penanganan anak yang berhadapan dengan hukum secara sistimatis komprehensif, berkesinambungan dan terpadu. 72 6. Peraturan Makamah Agung RI No.02 tahun 2012 Tentang Peyesuaian Batasan Tindakan Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP
Bab I Tindak Pidana Ringan Pasal 1, Kata kata ”dua ratus lima puluh rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp.2.500.000 (dua juta lima ratus rupiah). Banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP dan karena tidak sebanding dengan nilai barang dicurinya. Makamah Agung memahami mengapa Penuntut Umum saat ini mendakwa para terdakwa dalam perkara-perkara tersebut dengan menggunakan Pasal 362 KUHP, oleh karena batasan pencurian ringan yang diatur dalam pasal 364 KUHP saat ini adalah barang atau uang yang nilainya dibawa Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah), Nilai tersebut tentunya sudah tidak sesuai dengan saat ini, sudah 72
Majalah Hukum HAM, Volume X No.48 Januari-Februari 2012
Universitas Sumatera Utara
hampir tidak ada barang yang nilainya dibawah Rp.250.00,- tersebut. Bahwa angka Rp.250.00,- tersebut merupakan angka yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 1960 melalui Perpu No.16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang melalui UU No.1 Tahun 1961 tentang Pengesahan Semua Undang-Undang Darurat dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Menjadi Undang-Undang. Bahwa dengan dilakukannya seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP baik terhadap pasal-pasal tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada seluruh pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini dan sejauh mungkin mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada diwilayahnya agar apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan maupun tindak pidana lainnya tidak lagi mengajukan
dakwaan dengan menggunakan
pasal 362, 372, 378, 383, 406 maupun 480 KUHP namun pasal-pasal yang sesuai dengan mengacu pada Peraturan Makamah Agung ini. Selain itu jika Pengadilan menemukan terdapat terdakwa tindak pidana ringan yang dikenakan penahanan agar segera membebaskan terdakwa tersebut dari tahanan oleh karena tidak lagi memenuhi sebagaimana diatur dalam pasal 21 KUHAP. Para ketua Pengadilan juga diharapkan dalam menerima pelimpahan perkara tindak pidana ringan tidak lagi menetapkan majelis hakim untuk menangani perkara tesebut namun cukup
Universitas Sumatera Utara
menetapkan
hakim
tunggal
sebagaimana
diatur
dalam pasal 205-210
KUHAP. 73 Surat Edaran Makamah Agung RI No.02 tahun 2012 ini, jika dikaitkan dengan asas kepentingan terbaik bagi anak dalam hal pelaku tindak pidana adalah seorang anak dapat dikatakan suatu kebijakan yang sangat baik dan sangat tepat, mengingat berdasarkan dari data yang ada khususnya kota Medan, jenis tindak pidana
yang paling banyak dilakukan oleh anak adalah jenis tindak pidana
pencurian (ringan) masih memegang peringkat paling atas. Dari Penelitian yang dilakukan di Kantor BAPAS Medan diperoleh data untuk penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (Pebuatan Penelitian Kemasyarakatan/LITMAS) dari kepolisian se kota Madya Medan terlihat pada tabel dibawah ini :
73
Penjelasan Umum Peraturan Makamah Agung RI No.02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Pebruari 2012 yang ditanda tangani oleh Ketua Makamah Agung RI, Harifin A.Tumpa.
Universitas Sumatera Utara
No
Instansi
Tabel I Perbandingan Jenis Perkara Tindak Pidana Pencurian dengan Selain Pencurian Tahun 2009 S/d Juni 2012 Perkara Pencurian Perkara Selain Pencuian 2009
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
2010
2011
s/d Juni 2012
2009
2010
2011
s/d Juni 2012
Poltabes MS/Polresta Mdn 20 11 17 2 26 22 36 Polsek Medan Kota 22 11 19 7 10 9 10 Polsek Medan Timur 13 21 20 12 4 9 8 Polsek Medan Area 7 11 6 8 7 2 1 Polsek Medan Baru 11 2 6 0 12 11 17 Polsek Medan Barat 8 10 7 6 3 1 4 Polsek Medan Helvetia 12 7 5 8 3 2 5 Polsek Medan Sunggal 16 22 16 10 16 17 16 Polsek Medan Labuhan 33 36 38 4 18 13 9 Polsek/res Medan Belawan 18 20 8 3 15 32 13 Total 160 152 164 70 114 118 127 Sumber : Sub Seksi Registrasi Klien Anak BAPAS Klas I Medan 74
14 6 7 2 10 2 5 9 1 4 60
Dari data tersebut diatas pada tahun 2009 perkara jenis pencurian sebesar 160 (58,39%) perkara, sedangkan perkara selain jenis pencurian sebesar 114 (41,61%)
perkara.
Pada
tahun
2010
perkara
pencurian
sebesar
152
(56,30%)perkara, sedangkan perkara selain jenis pencurian 118 (43,70%) perkara. Dan pada tahun 2011 jenis perkara pencurian 164 (56,36%) perkara, sedangkan perkara selain jenis pencurian 127 (43,64%) perkara. Sehingga dapat disimpulkan perkara jenis pencurian tahun 2009 sampai dengan Juni 2012 perkara jenis 74
BAPAS (Balai Pemasyarakatan) adalah Panata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan, yang mempunyai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) antara lain yaitu melakukan bimbingan, membuat penelitian kemasyarakatan (LITMAS) baik untuk progam pembinaan maupun LITMAS untuk sidang peradilan anak. Pembuatan LITMAS Peradilan Anak dilakukan karena dibutuhkan (membantu) pihak kepolisian (penyidik), Jaksa Penuntut Umum dan Hakim. BAPAS Klas I Medan, dalam pembuatan LITMAS Peradilan Anak mempunyai wilayah kerja yang cukup luas antara lain yang mencakup wilayah Pengadilan Negeri (PN) Stabat (Kabupaten Langkat), PN Binjai (Kota Madya Binjai), PN Tebing Tinggi (Kabupaten Serdang Bedagai), PN Lubuk Pakam (Deli Serdang) dan juga PN Medan (kota Madya Medan). Permintaan pembuatan LITMAS Peradilan Anak berawal dari pihak kepolisian, dan semua perkara anak (ABH) diwajibkan ada LITMAS Peradilan Anak, sehingga BAPAS Klas I Medan mendapatkan data berupa Jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh ABH.
Universitas Sumatera Utara
pencurian tetap menjadi jenis perkara yang paling dominan dilakukan oleh anak (ABH). Banyaknya kasus pencurian (tipiring/tindak pidana ringan) yang dilakukan oleh anak-anak, pada umumnya disebabkan oleh faktor perekonomian orang tua/keluarga yang tergolong tidak mampu/ekonomi sulit/miskin, ada pula yang hanya sekedar untuk mencari uang jajan atau sekedar ikut-ikutan teman, adanya faktor kecemburuan sosial, kurang perhatian atau kurang mendapat bimbingan dari orang tua dan faktor penyebab lainnya sehingga anak melakukan pencurian, dan tidak sedikit pula yang mencuri barang bekas (istilah Medan ”botot”), kondisi demikian ini sering sekali mengantar anak sampai ke penjara tentunya dengan ancaman dan hukuman yang tidak setimpal (sangat tidak adil) jika dibandingkan dengan nilai barang yang diambilnya. Sehingga dengan adanya Surat Edaran Makamah Agung RI No.02 tahun 2012 maka dalam hal ini dapat dijadikan pedoman bagi penegak hukum (khususnya hakim) dalam memutus perkara untuk menegakkan keadilan dan melakukan perlindungan terhadap anak, kebijakan ini sangat sesuai dengan asas kepentingan terbaik bagi anak dan sangat memungkinkan untuk dilakukan keadilan restorative. 7. Peraturan Lainnya Banyak juga undang-undang dalam pengaturannya dan juga sanksi pidananya belum mengatur secara khusus tentang bagaimana jika anak terlibat di dalamnya (anak yang berhadapan dengan hukum atau anak sebagai pelaku), sehingga dalam pelaksanaannya masih memberatkan pada anak (belum pada berpihak
Universitas Sumatera Utara
kepentingan terbaik bagi anak), seperti Undang Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narotika, sanksi yang digunakan masih menggunakan kata ”setiap orang” tidak ada pengecualian bagi anak. Undang Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan juga demikian masih memakai kata ”setiap orang”, tanpa ada pengecualian bagi anak. Walaupun Undang Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatakan ancaman bagi anak setegah dari ancaman orang dewasa, namun belum memberikan kepentingan terbaik bagi anak, undang-undang tersebut belum memberikan
mamfaat
bagi
kepentingan
terbaik
bagi
anak.
Dalam
pelaksanaannya/penerapan undang-undang tersebut pihak penegak hukum juga sering lalai untuk mengkaitkan dengan asas kepetingan terbaik bagi anak (undang-undang terkait tentang Anak) yang menjadi pondasi dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, ketidak mampuan penegak hukum (kurangnya SDM penegak hukum) mengakibat anak menjadi korban,
”anak
korban dari ketidakmampuan/rendahnya SDM penegak hukum”.
Universitas Sumatera Utara