BAB II PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI LINGKUNGAN BUMN
A. Corporate Social Responsibility dan Etika Bisnis Perusahaan mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah sebab perusahaan betapapun kecilnya adalah merupakan bagian kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa untuk mememenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan salah satu sumber dan sarana yang efektif untuk menjalankan kebijaksanaan pembagian pendapatan nasional. Oleh karena itu pemerintah mempunyai kepentingan dan ikut bertanggung jawab atas kelangsungan dan keberhasilan setiap perusahaan. 53 Tanggung jawab sosial perusahaan terdiri atas empat dimensi tanggung jawab yaitu, ekonomi, hukum, etika dan philanthropis. Dari persfektif ekonomi, semua perusahaan harus bertanggung jawab kepada shareholder, karyawan dan masyarakat sekelilingnya dalam hal pendapatan karyawan dan tersedianya pekerjaan. Tanggung jawab hukum adalah perusahaan harus tunduk dan mematuhi peraturan yang berlaku. Kedua tanggung jawab disebutkan di atas merupakan tanggung jawab etika dan kegiatan philantrophis. 54 Tanggung jawab etika merupakan perbuatan yang diterima publik, peraturan pemerintah, competitor, kelompok-kelompok masyarakat, maupun oleh perusahaan
53
Sendjun H.Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta : Rineika Cipta, 2001), hal. 139 54 K. Bertens, op.cit. hal. 289-295
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak 31 Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
itu sendiri. Etika bisnis mempunyai pengaruh yang lebih luas daripada peraturan formal. Melanggar etika merupakan masalah
etika akan menghancurkan
kepercayaan. Perusahaan yang melakukan empat tingkat piramida tanggung jawab sosial akan tenang dalam berbisnis melalui komitmen karyawan, pelanggan loyal, profit
yang memadai, dan didukung oleh masyarakat dan negaranya, serta
mempunyai budaya perusahaan. CSR dalam pengertian terbatas dipahami sebagai upaya untuk tunduk dan memenuhi hukum dan aturan main yang ada. Perusahaan tidak bertanggungjawab untuk memahami ”apa yang ada”, (konteks) di sekitar aturan tersebut, karena perusahaan mungkin saja mengeinterpretasikan secara kreatif aturan-aturan hukum untuk kepentingan mereka, terutama ketika aturan tersebut tidak cukup spesifik mengatur apa yang legal dan tidak legal, atau prilaku apa yang diperbolehkan untuk mengantisipasi hal itu. Oleh karena itu, menurut pengusung konsep terbatas ini hanya satu dan hanya satu tanggungjawab sosial bisnis, yaitu menggunakan seluruh sumberdayanya untuk aktivitas yang mengabdi pada akumulasi laba. 55 Perusahaan dalam pandangan Friedman adalah
alat dari para pemegang saham (pemilik
perusahaan). Maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal ini akan dilakukan oleh individu pemilik, atau lebih luas lagi, individu para pekerjanya, bukan oleh perusahaan itu sendiri. 56
55
Friedman, dalam Jones Gareth R, Organizational Theory, ( New Jersey, USA: PrenticeHall,Inc, 2001) hal. 151 56 Friedman dalam Michael E Porter dan Mark R Kramer, The Competitive Advantage of Corporate Philantropy, (Boston : Harvard Business School Publishing Corporation, 2003 ) hal.30
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
CSR dalam pengertian yang luas dipahami sebagai konsep yang lebih manusiawi dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung
jawab sosial dapat dilakukan dalam berbagai situasi
dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling
sedikit merugikan
stakeholder-nya. 57 Berdasarkan pandangan ini, sebuah organisasi bisnis dapat memutuskan tindakan atau prilaku mana yang paling etis dalam situasi tertentu dengan menerapkan prinsip-prinsip moral. Salah satunya adalah penerapan prinsip “ golden rule” yang mengajarkan seseorang atau satu pihak agar memperlakukan orang lain sama seperti mereka ingin diperlakukan. Para penganut konsep ini juga percaya bahwa “the right action produces a greatest benefit for the most people”. 58 Artinya, tindakan tepat yang dilakukan oleh suatu perusahaan berdasarkan prinsip moral dengan sendirinya akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. Pandangan lebih komprehensip mengenai CSR, dikemukakan oleh Caroll yang mengemukakan teori piramida Corporate Social Responsibility. Menurutnya, Tanggung jawab sosial perusahaan dapat dilihat berdasarkan empat jenjang (ekonomis, hukum etis dan fhilantropis) yang merupakan satu kesatuan.. Untuk memenuhi tanggung jawab ekonomis perusahaan harus menghasilkan laba sebagai
57 58
Fajar Nussahid, op.cit., hal.5 Jones Great R, op.cit., hal. 151
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
fondasi untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan berkembang. Tanggung jawab ekonomis ini merupakan hasrat paling natural dan primitif dari perusahaan sebagai organisasi bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Namun demikian dalam mencapai tujuan mencapai laba sebuah perusahaan
juga bertanggungjawab secara
hukum dengan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. 59 Upaya melanggar hukum demi memperoleh laba harus ditentang sehingga perusahaan tidak menggunakan atau menghalalkan segala cara. Perusahaan juga harus bertanggungjawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktekkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, harus
menjadi rujukan bagi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari.
Lebih dari itu,
perusahaan juga mempunyai tanggung jawab philantropis yang mensyaratkan agar perusahaan memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan. 60 Steiner mengemukakan tiga alasan penting mengapa kalangan bisnis perlu merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Yang pertama, perusahaan adalah ”makhluk” masyarakat dan oleh karenanya harus merespon permintaan masyarakat. Ketika harapan masyarakat terhadap fungsi perusahaan berubah, maka perusahaan juga harus melakukan aksi yang sama. Perusahaan menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan
59 60
Fajar Nursahid, loc.cit., hal 7 Ibid.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
ekonomi, politik budaya dan teknologi yang ”memaksa”. Secara instingtif, perusahaan akan melakukan aksi konformitas terhadap terjadinya perubahanperubahan atas ekspektasi masyarakat tersebut. Kedua, kepentingan bisnis dalam jangka panjang ditopang oleh semangat tanggung jawab sosial itu sendiri. Hal ini disebabkan karena bisnis dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiotik. Dalam jangka panjang, kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada upayanya untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat sebagai bagian dari aktivitas bisnisnya. Sebaliknya, kesejahteraan masyarakat tergantung pula terhadap keuntungan yang dihasilkan dan tanggung jawab bisnis perusahaan. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menghindari kritik masyarakat, dan pada akhirnya akan sampai kepada upaya mempengaruhi peraturan pemerintah. Jika sebuah perusahaan menghindari peraturan pemerintah dengan cara merespon suatu tuntutan sosial (social demands), sama halnya diyakini bahwa adanya peraturan-peraturan pemerintah secara umum membuat biaya-biaya lebih mahal dan menekan fleksibilitas perusahaan dalam beroperasi. 61 CSR adalah bagian dari corporate ethics. Di dalam konsep corporate ethics salah satu aspek yang penting adalah menegakkan etika bisnis di lingkungan bisnis (business environment). Pengembangan etika bisnis dengan lingkungan tersebut
61
Ibid
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
sangat penting dalam kerangka menegakkan kelangsungan bisnis itu sendiri. 62 Sebab tidak mungkin sebuah korporasi tidak berinteraksi dalam jangka panjang, dengan lingkungan usahanya.
B. Hubungan CSR dan Good Corporate Governance Bagi banyak pelaku dunia usaha negara berkembang, seperti Indonesia, konsep good corporate governance merupakan sesuatu yang baru. Konsep good corporate governance muncul di era kini, yang sebelumnya mungkin belum pernah di dengar istilah tersebut. Hal ini tentunya disebabkan oleh dominasi investor institusional, maka terjadi pergeseran pengendalian perusahaan publik dari pemilik menuju
ke
tangan profesional fund manajer. 63 Dari sudut pandang isu global berarti bahwa masalah good corporate governance
sudah menjadi suatu kebutuhan jika suatu
negara atau perushaan ingin masuk dalam bisnis internasional. Seorang investor akan mau membeli saham dengan harga tinggi, dengan salah satu apakah perusahaan menerapkan
indikatornya yaitu
prinsip good corporate governance secara baik
atau tidak. Dengan demikian prinsip ini
sekarang menjadi sesuatu yang sangat
penting bagi keberhasilan pengelolaan perusahaan. 64 Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefiniskan
Corporate Governance sebagai berikut: 62
AB Susanto, Mengembangkan Corporate Social Responsibility di Indonesia, Jurnal Reformasi Ekonomi Vo.4, No.1 Januari Desember 2003, hal. 9 63 Emmy Yuhassanie, Conflict of Interst dalam Praktik Perusahaan dan Profesional, (Jakarta : Pelika 18, 2002) hal.11 64 Nindyo Pramono, Dalam Makalah Independesi Direksi dan Komisaris dalam Rangka Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance, Jakarta, Januari 2003 hal.12
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). 65 Istilah corporate governance itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committe
di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut. Dalam
laporan mereka yang dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point)
yang sangat menentukan bagi praktek corporate
governance diseluruh dunia. Cadbury Report mendefinisikan corporate governance adalah “ Suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi”. Definisi lain dari Cadbury Report memandang corporate governance sebagai manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun ekternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka.” 66 Di dalam literatur akademis, corporate governance bisanya dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan, “ masalah-masalah yang muncul dari pemisahan antara kepemilikan dan kontrol”. 67 F. Antonius Alijoyo mendefiniskan corporate governance
adalah sebagai
seperangkat aturan dan prinsip antara lain fairness, transparency, accountability dan responsibility
yang mengatur hubugan antara pemegang saham, manajemen
perusahaan (direksi dan komisaris), pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta 65
FCGI, Corporate Governance, (Jakarta, FCGI Jilid I Edisi ke3, 2001) hal.3 Ibid. hal. 27 67 John D. Sullivan, Corporate Governance : Transparansi antara Pemerintahan dan Bisnis, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol.1. No.2 Oktober- Desember 2000, hal. 5 66
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
stakeholder lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh stakeholder dalam perusahaan. 68 Dari definisi-definisi di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perusahaanperusahaan semakin banyak bergantung pada modal eksternal (modal ekuiti serta pinjaman) untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan mereka, dengan melakukan investasi dan menciptakan pertumbuhan. penyandang dana ekstern
Untuk itu perlu memastikan kepada pihak
bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk
kepentingan perusahaan. Sebab sistem corporate governance yang baik memberikan perlindungan efektif kepada pemegang saham dan pihak kreditur sehingga mereka yakin akan memperoleh kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Dalam Persfektif yang luas, corporate governance didefinisikan dalam pengertian sejauh mana perusahaan telah dijalankan dengan cara yang terbuka dan jujur demi untuk mempertebal kepercayaan masyarakat luas terhadap mekanisme pasar, yang akhirnya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. 69 Penerapan good corporate governance
di perusahaan publik bank maupun
BUMN diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Karena penerapan good corporate juga dimaksudkan untuk mengantisipasi persaingan yang ketat di era pasar bebas. Salah satu hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam
68
F. Antonius, Rasio Kenangan dan Praktek Corporate Governance, http://www.fegi.or.id, (diakses tanggal 14 Juli 2008) 69 Wahjudi Prakarsa Corporate Governance Suatu Keniscayaan, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol.1. No.2 Oktober- Desember 2000, hal. 20
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
penerapan
good corporate governance
adalah tanggung jawab sosial perusahaan
dan etika bisnis. Sebab bisnis tidak dapat berjalan dengan baik bila dijalankan dengan cara-cara yang curang dan penipuan baik dilingkungan internal sendiri maupun eksternal perusahaan. Dalam lingkungan Internal perlu diperhatikan hubungan antara berbagai jenjang kedudukan yang ada, kultur perusahaan, peraturan dan sistem diperusahaan, serta budaya keterbukaan informasi, sedangkan lingkungan eksternal merupakan hubungan perusahaan dengan stakeholders serta masyarakat. 70 Setiap perusahaan harus bertanggung jawab atas kegiatan bisnisnya yang dapat berpengaruh terhadap pihak-pihak tertentu masyarakat pada umumnya, serta lingkungan di sekitar perusahaan beroperasi. Secara negatif ini berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa sehingga tidak sampai merugikan pihak-pihak tertentu dalam masyarakat. Sedangkan secara positif, berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan dapat ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. 71 Prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis (perusahaan), adalah sebagai berikut transparency, accountability, responsibility, indepandency, dan fairness yang dijabarkan sebagai berikut: 72 Transparency, secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang 70 71 72
Ibid. Sonny Keraf, op. cit., hal.122 Andi Firman, op.cit.,
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
cukup, akurat, tepat waktu, tentang penambangan apa saja yang di eksplorasi kepada segenap stakeholders-nya. Accountability, adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders. Indepandency, intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Fairness, menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa penerapan CSR merupakan
salah
satu
bentuk
implementasi
dari konsep GCG Sebagai
entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.
C. Landasan Hukum Bisnis mengandung tiga aspek pokok yaitu, aspek eknomi, hukum dan moral. Tolok ukur untuk keberhasilan pemenuhan aspek tersebut yaitu secara ekonomis, bisnis adalah baik kalau menghasilkan laba yang dapat dilihat dalam laporan tahunan, yang disusun menurut kontrol finansial
dan akuntansi yang baku. Untuk sudut
pandang hukum pun, tolok ukurnya cukup jelas yaitu bisnis adalah baik jika diperbolehkan oleh sistem hukum. Lebih sulit untuk menentukan baik atau tidaknya bisnis dari sudut pandang moral, karena tolak ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau tingkah laku adalah hati nurani, kaidah emas dan penilaian masyarakat umum. 73 Tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan tanggung jawab hukum dalam rangka stakeholder management. Hal ini bukan berarti bahwa bisnis menyelesaikan masalah sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi sebagai
warga
masyarakat, bisnis mempunyai factor
built in dalam bisnis untuk kelanggengan. Pengamalan prilaku etis dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, menjadi penting karena demi kelangsungan hidup
73
K. Bertens, op.cit.,. hal.27-28,
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
bisnis itu sendiri dan demi ketahanan posisi finansialnya atau dalam persfektif jangka panjang. 74 Perusahaan akan terhindar dari konflik dengan masyarakat jika perusahaan juga mau berbagi dengan masyarakat. Artinya, perusahaan juga harus dapat berlaku adil terhadap masyarakat di sekitar perusahaan. Dalam konteks ekonomi dan bisnis salah satu nilai moral terpenting adalah keadilan. Masyarakat tidak mungkin diatur dengan baik Well-ordered kalau tidak ditandai keadilan. Jhon Rawls menegaskan bahwa keadilan merupakan keutamaan khas untuk lembaga-lembaga sosial, sama kebenaran merupakan ciri khas sebuah teori. 75 Bisnis adalah kegiatan ekonomis yang bertujuan untuk meraih keuntungan tetapi keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak tetapi dilakukan dalam interaksi melalui kepuasan berbagi pihak. Bisnis sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan untuk para pihak yang melibatkan kegiatan yang terorganisasi atau berstruktur. Dipandang dari sudut ekonomis, good business
adalah bisnis yang
membawa banyak untung. 76 Dalam prinsip etika bisnis, dapat dikatakan bahwa secara maksimum (positif) perusahaan dituntut untuk aktif mengupayakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat (prinsip berbuat baik), sedangkan secara minimal (negatif) tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat (prinsip tidak berbuat jahat). 77
74 75 76 77
Soeharto Prawirokusumo, op.cit., hal.82, K.Bertens, op.cit hal.106-108 Ibid A.Sony Keraf, op.ci.,t
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Bila suatu perusahaan dari segi ekonomis mampu, maka perusahaan tersebut wajib menjalankan tanggung jawab sosial yang positif. Suatu perusahaan, sejauh kemampuan finansialnya memadai, perusahaan wajib memelihara lingkungan sosial dan kesejahteraan sosialnya sebagai wujud keadilan. Tetapi, kalau kondisi finansialnya tidak memungkinkan, minimal perusahaan itu tidak melakukan kegiatan yang dari segi sosial merugikan. Di negara yang menganut sistem ekonomi yang sangat bebas sekalipun, selalu disadari bahwa tanggung jawab sosial sedikit banyak berfungsi untuk mencegah campur tangan dari pemerintah atas bisnis itu. Maksudnya, kalau perusahaan itu telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya, pemerintah tidak perlu terlalu banyak ikut mencampuri kebijakan perusahaan itu. 78 Weber
mengatakan hukum memiliki rasionalitasnya yang subjektif tatkala
subtansi hukum itu memang terdiri dari aturan-aturan umum in abstracto yang siap dideduksikan guna menghukumi berbagai kasus-kasu yang konkret. Sebaliknya, hukum dikatakan tidak memiliki rasionalitasnya yang subtantif tatkala dalam tatanannya setiap perkara diselesaikan atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan politik atau etika yang unik, bahkan mungkin juga emosional, tanpa bisa merujuk ke aturanaturan umum yang secara obyektif ada. 79
78
Konosuke Matsusitha, Not For Bread Alone, A Bussines Ethos, A Management Ethic (Kyoto, PHP Institute : edisi ke-6, 1988) yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan Judul Rtos Bisnis, Etika Manajemen, (Jakarta : Mitra Utama, 1989) hal.32 79 Suntandyo Wingjosoebroto, Hukum, Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta : Elsam Huma, 2002) hal.33
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Pengaturan hukum mengenai tanggung jawab
soial perusahaan dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagai rule of the game bagi perusahaan, hanya sebatas keputusan menteri. Namun berikut ini akan diuraikan pengaturan hukum mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam kerangka pendekatan sistem yang mengacu pada hierarkhi peraturan perundang-undangan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan saat ini, yang terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat diantaranya: 1. Undang-undang Dasar 1945 a. Pasal 33 ayat (1) “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” b. Pasal 33 ayat (2) “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. c. Pasal 33 ayat (3) “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” d. Pasal 33 ayat (4) (amandemen ke-4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
e. Pasal 34 ayat (2) (amandemen ke 4) “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu…” 2. Undang-undang a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 4297); yang menentukan bahwa: BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembina usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, ketentuan lebih lanjut
diatur dengan
Keputusan Menteri. Pasal 88 Ayat (1) dan (2). Dengan Demikian BUMN bukan saja mendukung keberadaan usaha kecil dan koperasi tetapi juga harus mendukung program sosial lainnya. b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756); yang menyatakan bahwa, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya Tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban ini dikenai sanksi.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 74 ayat (1) s/d (4). Dari penjabaran hirarki di atas terhadap tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, masih terdapat peraturan-peraturan lain yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu :
3. Keputusan Menteri a. Keputusan Menteri Kemitraaan
dan
BUMN
Program
No. Bina
Kep-236/MBU/2003 Lingkungan.
tentang
Program
Penyelenggaraan
Program
Kemitraaan dan Program Bina Lingkungan, diatur sebagai berikut : 1) Sumber dana berasal dari penyisihan laba setelah pajak maksimal 1 %. Pasal 8 Ayat (1) dan (2). 2) Besarnya dana ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
untuk Persero, dan oleh Menteri BUMN untuk Perum. Pasal 8 Ayat (3). 3) Dana yang telah ditetapkan oleh RUPS atau Menteri disetorkan pada Unit PKBL selambat-lambatnya sebulan setelah penetapan. Pasal 8 Ayat (5). 4) Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk, pinjaman untuk membiayai modal kerja, dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan, pinjaman khusus dan hibah. Pasal 10 Ayat (1) dan (2) 5) Pembukuan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan untuk tujuan yang memberikan kemanfaatan kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN dalam
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
bentuk bantuan korban bencana alam, pendidikan/pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan sarana umum, dan sarana ibadah. Pasal 10 Ayat (3). 6) Tata cara pemberian pinjaman dana Program Kemitraan, evaluasi, dan besarnya bunga pinjaman dana Program Kemitraan. Bab IV Pasal 11 Ayat (1) dan (2). 7) Pelaksanaan program Bina Lingkungan dilakukan secara langsung oleh BUMN yang bersangkutan. Bab IV Pasal 12 poin (b). 8) Beban operasional Program Kemitraan bersumber dari hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dana Program Kemitraan. Besarnya beban operasional maksimal 70 % dari hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dana Program Kemitraan. Tahun berjalan. Apabila dana beban operasional tidak mencukupi maka dibebankan oleh anggaran biaya BUMN Pembina. Bab V Pasal 13 Ayat (1 s/d 5) 9) Beban operasional program dibiayai dana Program
Bina Lingkungan,
besarnya maksimal 3 % dari dana yang disalurkan pada tahun yang bersangkutan (Bab V Pasal 14). 10) Beban operasional Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) PKBL (Pasal 15). RKA tersebut terpisah RKA Perusahaan (RKAP) BUMN. Bab VI Pasal 17 Ayat 2.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
11) Pengelola Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan melaporkan pelaksanaan program setiap triwulan dan laporan tahunan (Bab VII Pasal 19 Ayat 2). Laporan tersebut terpisah dari laporan berkalah dan laporan tahunan BUMN yang bersangkutan (Bab VII Pasal 19 Ayat 3). b. Surat Edaran Menteri BUMN Nomor: SE-433/MBU/2003, Tentang Petunjuk Pelaksana Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003, masing-masing BUMN membentuk unit tersendiri yang khusus untuk melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (Unit PKBL). Unit ini menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi perusahaan secara keseluruhan, sekurang-kurangnya memenuhi fungsi pembinaan, fungsi administrasi dan keuangan. Unit PKBL bertangung jawab secara langsung kepada salah satu anggota Direksi yang ditetapkan oleh rapat Direksi. c. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Nomor: 117/MBU/2002, Keputusan ini mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan praktek-praktek GCG sebagai landasan operasional BUMN. Berdasarkan
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Nomor:
117/M-MBU/2002, tanggal 31 Juli 2002. PTPN IV telah mengeluarkan kebijakan internal
dalam
bentuk
Surat
Keputusan
Direksi
PTPN
IV
(Persero)
Nomor: 04.Dirut/Kpts/01/I/2006, tentang Kebijakan Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance-GCG bagi pelaku bisnis PT.Perkebunan Nusantara IV. Keputusan Direksi dikeluarkan dalam rangka pengelolaan PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang sehat dan bertanggungjawab. Karenanya
perlu
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
dikembangkan
suatu mekanisme baku yang dapat digunakan sebagai panduan
untuk mewujudkan harapan-harapan stakeholders (pemegang kepentingan). Tujuan dari Keputusan Direksi PTPN IV ini sama seperti tujuan penerapan GCG berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: 117/MBU/2002. Tujuan penerapan GCG ini diuraikan sebagai berikut : 1. Memaksimalkan
nilai
perusahaan
dengan
cara
meningkatkan
prinsip
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan keadilan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional. 2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparansi dan efisiensi
serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan
kemandirian
pengelola perusahaan. 3. Mendorong agar pengelola perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan disekitar perusahaan. 4. Meningkatkan Kontribusi Perusahaan dalam perekonomian nasional. 5. Meningkatkan iklim investasi nasional. Berdasarkan uraian prinsip-prinsip GCG diatas yang terkait dengan
CSR
berada pada prinsip ketiga, yaitu pengelolaan perusahaan berdasarkan pada pembuatan keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan nilai moral, kepatuhan
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008
terhadap perundang-undangan, adanya kesadaran tangung jawab sosial, maupun kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan terhadap stakeholders. Selanjutnya dalam Keputusan Direksi PTPN IV Nomor: 04.Dirut/Kpts/01 /I/2006, Bab V tentang Pengelolahan Hubungan dengan Stakeholders lainnya dalam poin 3 (tiga) disebutkan, Perusahaan memberikan masukan dalam membangun regulasi, terutama mengenai tanggung jawab perusahaan kepada pemerintah dan masyarakat pusat dengan
dan yang
sinkronisasi ditetapkan
ketentuan yang telah pemerintah
daerah
ditetapkan
pemerintah
seperti
pengaturan
pelaksanaan program KBL dan Community Development. Dengan demikian kesadaran untuk melaksanakan CSR oleh PTPN IV telah jelas landasan hukumnya yaitu dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Menteri BUMN dan Keputusan Direksi PTPN IV.
Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008