BAB II PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DAN PONDOK PESANTREN A. Pendidikan Kewirausahaan 1.
Pengertian Pendidikan Kewirausahaan Menurut Soeharto Wirakusuma istilah kewirausahaan berasal dari
terjemahan entrepreneurship yang dapat diartikan sebagai the backbond of economy yaitu saraf pusat perekonomian atau sebagai Tail bone of economy yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa.1 Ilmu kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. Dalam konteks bisnis, menurut Thomas W. Zimmerer kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin, proses sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar.2 Enterpreneurship
ataukewirausahaan
adalah suatu proses dari
menjalankan suatu kegiatan baru yang kreatif dan sesuatu yang berbeda atau innovative dalam upaya untuk memperoleh sesuatu untuk dirinya dan memberi nilai tambah bagi masyarakatnya. Yang dimaksud disini adalah tidak hanya keuntungan atau profit dalam arti finansial, tetapi juga knowledge dan wisdom. 1
Suryana, Kewirausahaan, (Jakarta: PT. Salemba Emban Patria,2003), hlm. 10 Muhammad Anwar, Pengantar Kewirausahaan Teori Dan Aplikasi, ( Jakarta; Prenada Media Group, 2014), hlm. 14. 2
18
19
Entrepreneur atauwirausaha adalah orang yang melakukan kegiatan dalam proses mendapatkan laba dan nilai tambah, melalui inkubasi, gagasan, meramu sumber daya dan membuatnya gagasan tersebut terwujud dengan cara kreatif dan inovatif. Atas definisi tersebut, maka kewirausahaan brlaku pula bagi semua kegiatan ekonomi tidak hanya mereka yang mendirikan dan mempunyai bisnis kecil.3 Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin
dihadapinya.4
Menurut
Drucker,
inti
dari
kewirausahaan
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang.5 2.
Tujuan Pendidikan Kewirausahaan Setiap kegiatan disadari atau tidak tentu mempunyai tujuan, apalagi
kegiatan pembelajaran kewirausahaan.Menurut KBBI tujuan brarti arah atau maksud.
Sementara
itu
maksud
diartikan
sebagai
sesuatu
yang
dikehendaki.sebagaimana telah disebutkan bahwa arah proses kewirausahaan dimulai dari imitasi dan duplikasi. Sedangkan hasil akhir yang ingin dicapai dari pembelajaran kewirausahaan ialah tertanam atau terbentuknya jiwa wirausaha pada diri seseorang, sehingga yang bersangkutan menjadi seorang wirausaha dengan kompetensinya. Sementara itu menurut Bygrave dalam 3
Soeharto Prawirokusumo, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil,(Yogyakarta:BPFE, 2010), hlm. 5. 4 Daryanto, Pendidikan Kewirausahaan, (Yoyakarta: Penerbit Gava Media, 2012), hlm. 4 5 Rintan Saragih, Berwirausaha Cerdas (Inspirasi bagi Kaum Muda), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013),hlm. 3
19
20
Alma salah satu factor pendorong inovasi ialah kreativitas. Dengan demikian tujuan utama pembelajaran kewirausahaan pada prinsipnya ialah mencetak wirausaha yang kreatif, dalam artian individu yang memiliki kreativitas yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan hidupnya kelak, khususnya di dunia usaha atau profesi lainnya.6 Pendidikan Kewirausahaan bertujuan untuk antara lain: a. Mengerti apa peranan perusahaan dalam sistem perekonomian b. Keuntungan dan kelemahan berbagai bentuk perusahaan c. Mengetahui karakteristik dan proses kewirausahaan d. Mengerti perencanaan produk dan proses pengembangan produk e. Mampu mengidentifikasikan peluang bisnis dan menciptakan kreativitas serta membentuk organisasi kerjasama f. Mampu mengidentifikasi dan mencari sumber – sumber g. Mengerti dasar– dasar : marketing, financial, organisasi, produksi,. h. Mampu memimpin bisnis, mengahdapi tantangan masa depan.7 Kewirausahaan bukan ilmu ajaib yang mendatangkan uang dalam waktu sekejap.Namun, tak bisa disangkal bahwa kewirausahaan memiliki peran yang sangat vital bagi kemajuan setiap insan, daerah, dan bangsa kita.8
6
Eman Suherman, Desain pembelajaran kewirausahaan, (Bandung: Alfa Beta, 2010), hlm. 20-21 7 Buchari Alma, Kewirausahaan Untuk mahasiswa Dan Umum, ( Bandung, Alfa Beta, 2008), hlm. 6 8 Hendro, Dasar – Dasar Kewirausahaan (Panduan Bagi Mahasiswa Untuk Mengenal, Memahami Dan Memasuku Dunia Bisnis), (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 7-8.
20
21
3.
Manfaat Pendidikan Kewirausahaan Dahulu, prestasi dan pendidikan saja sudah cukup untuk menjadi
bekal mencari pekerjaan dan bertahan hidup.Namun dewasa ini apakah prestasidan pendidikan itu masih cukup? Belum tentu! Oleh sebab itu, ada begitu banyak tujuan kewirausahaan yang bisa dimanfaatkan oleh para lulusan perguruan tinggi dalam mewujudkan impiannya.9 Menurut Buchari Alma manfaat berwirausaha adalah menambah daya tampung
tenaga
kerja,
sehingga
dapat
mengurangi
pengangguran.
Berwirausaha dapat menjadi generator dalam pembangunan dan pemeliharaan lingkungan serta menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain sebagai orang yang terpuji, jujur, berani, hidup secara efisien, dan hidup tidak merugikan orang lain.10 4.
Materi Pendidikan Kewirausahaan Beberapa puluh tahun yang lalu ada pendapat yang mengatakan
bahwa kewirausahaan tidak dapat diajarkan.Akan tetapi sekarang ini Enterpreneurship (kewirausahaan) merupakan mata pelajaran yang dapat diajarkan di sekolah – sekolah dan telah bertumbuh sangat pesat.11
9
A. Rusdiana, Kewirausahaan teori dan Praktik, (Bandung: CV Pustaka Seta, 2014),
hlm. 19. 10
Buchari Alma, Kewirausahaan ( Bandung: AlfaBeta, 2009), hlm. 1 Ibid.,hlm. 5.
11
21
22
a. Pemijahan ikan lele Terdapat 3 sistem pembenihan lele yang dikenal, yaitu : 1) Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina
dalam
satu
kolam
dengan
perbandingan
tertentu.Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya. 2) Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan betina pada satu kolam khusus.Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatan menentukan pasangan yang cocok antara kedua induk. 3) Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi). Dilakukan dengan merangsang lele untuk memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar Hyphofise, yang terdapat di sebelah bawah otak besar.Untuk keperluan ini harus ada ikan sebagai donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenis lele.12
12
S.A Djariyah, dan Puspowardoyo, Pembenihan dan pembesaran lele dumbo hemat air, ( Yogyakarta: Kanasius, 2002), hlm. 21.
22
23
Tahap proses budidaya lele yaitu: Pembuatan kolam lele, Pemilihan induk lele, Persiapan lahan lele, Pemijahan lele, Pemindahan lele, Pendederan lele, Panen (penangkapan, pembersihan).13 b. Beternak ayam R. Fadhillah membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.14 Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya.Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen.Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.15 Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut
13
R. Suyanto, Budidaya Ikan Lele, (Jakarta: PT. Penebar Swadaya. 2001), hlm. 2
14
R. Fadillah, Sukses Berternak Ayam Broiler,( Ciganjur: PT.Agromedia Pustaka, 2007),
hlm. 9 15
Martono Prianto, Membuat Kandang Ayam , (Jakarta: PT. Penebar Swadaya,2004), hlm. 1
23
24
biasa berfungsi untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak langsung dengan ternak unggas lain.16 c. Bercocok tanam sayuran Tanaman sayur berperan penting dlam kehidupan sehari – hari. Awslnya tanaman ini dikenal sebagai tanaman perkebunan rakyat, tetapi sekarang lebih dikenal dengan nama hortikultura. Itulah sebabnya banyak orang yang menanam sayuran di pekarangan. Agar hasil tanam maksimal, perlu diperhatikan dasar usaha bertanam.Cara bercocok tanam sayuran ada 10 langkah yang harus diperhatikan.Pertama pengolahan tanah, pemupukan, pengelolaan air, penyemaian benih, penanaman, sistem tanam, pemeliharaan tanaman, pemanenan, penanganan hasil dan pemasaran hasil, juga perlu mengetahui analisis usaha jika ingin dijual.17 d. Keterampilan Merajut Kata merajut sudah tidak asing lagi bagi para penggemar kerajinan dan keterampilan.Merajut merupakan hobi, pengisi waktu luang, dan suatu peluang usaha yang menguntungkan.Merajut memakai bahan dasar benang
16
BambangCahyono, Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler).(Yogyakarta: Pustaka Nusatama, 1995), hlm. 23 17 Hendro Sunarjono, Bertanam 36 Jenis Sayur( Jakarta: Penebar Swadaya, 2014), hlm. 56.
24
25
dan 100% handmade.Merajut juga dapat untuk mengasah kreativitas, memberi motivasi, melatuh kesabaran, dan ketekunan.18 Alat dan bahan merajut berupa: jarum rajut (hakken), jarum jait/ jarum penyambung (tapestary), pengukur/ meteran (measuring tape), Gunting, Penanda rajutan, pernak – Pernik, aneka benang.19 Memulai rajutan perlu menguasai teknik – teknik dasar seperti, simpul awal, simpul rantai, tusuk tunggal, setengah tusuk ganda, tusuk ganda, tusuk triple, kombinasi tusukan, dan sebagainya.20 5.
Metode Pendidikan Kewirausahaan Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud. Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang ditempuh oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar.21
18
Yenny Sidharta, Kreasi Merajut Dompet Cantik, (Surabaya: Linguakata,2011), hlm. 1. Lies Heryani, Sepatu Rajut untuk Bayi, ( Jakarta: PT. Agromedia Pustaka, 2013), hlm.
19
2-3. 20
Nita Tjindarbumi, Bikin Rajutan Yang Gaya Yuk.., ( Jakarta: Dian Rakyat, 2014), hlm.
15. 21
Aina mulyana, macam – macam metode pendidikan,http//:ainamulyana.blogspot.com (diakses tanggal 1 juni 2016)
25
26
Metode yang digunakan dalam pendidikan kewirausahaan yaitu: a. Metode Ceramah Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat pula dimaksudkan, bahwa metode ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya. Dalam memperjelas penuturan /penyajiannya, guru dapat menggunakan alat – alat bantu, seperti bendanya, gambarannya, sket, peta dan sebagainya.22 b. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir diantara peserta didik. Guru mengharapkan dari peserta didik jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya-jawab, pertanyaan adakalanya dari pihak peserta didik ( dalam hal ini guru atau peserta didik yang menjawab). Apabila guru tidak menjawabnya barulah guru yang menjawabnya.23 Dalam proses tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya 22
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2005) hlm.
233. 23
Ibid.,
26
27
jawab tidak hanya terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah. Ketika anak menanyakan tentang bilangan prima, sebagai misal, guru yang demokratis tidak akan menjelaskan sampai tuntas tentang apa itu definisi bilangan prima, dan kemudian memberikan contoh bilangan prima. Dari pertanyaan ini akan muncul beberap orang ayang akan berinteraksi di dalam pertanyaan tersebut. Dalam penggunaan metode mengajar di dalam kelas, tidak hanya Guru saja yang senantiasa berbicara seperti halnya dengan metode
ceramah.
melainkan
mencakup
pertanyaan
pertanyaan
dan
penyumbang ide-ide dari pihak siswa.24 c. Metode Demonstrasi Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dulu sebelum di demonstrasikan. Orang yang mendemonstrasikan ( guru, peserta didik, atau orang luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang di deminstrasikan.25 Metodedemonstrasi, cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian, diaplikasikan dengan menggunakan alat – alat bantu
24
Mukti Ali, metode tanya jawab, http://muktialistkipnganjuk.blogspot.co.id/ 2013/02/metode-tanya-jawab.html(diakses tanggal 1 Juni 2016). 25
Ramayulis, Op. Cit, hlm. 245
27
28
pengajaran seperti benda – benda miniatur, gambar, perangkat alat – alat laboratorium dan lain – lain.26 MenurutMuhibbin Syah, metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.27 d. Metode Eksperimen Yang dimaksud metode eksperimen adalah apabila seseorang peserta didik melakukan sesuatu percobaan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh peserta didik.28 Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.29 e. Metode Diskusi Metode diskusi dalam pendidikan adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran, dimana guru memberikan kesempatan kepada para peserta didik/ kelompok – kelompok peserta didik untuk mengadakan
26
R. Nuryani, Strategi Belajar Mengajar Biologi.(Malang : UM Press,2005), hlm. 33
27
Ibid., Ramayulis, Op.Cit,hlm 249 29 Ibid., 28
28
29
pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas suatu masalah.30 Teknik diskusi perlu dikemangkan sebagai salah satu bentuk kegiatan yang menunjang pada keterampilan hidup (life skill) yang berkaitan dengan kemampuan umum yang harus dimiliki oleh setiap warga masyarakat, karena life skill di SD memanglebih focus pada pengembangan kemampuan siswa untuk bersosialisasi, berinteraksi social, dan keterampilan-keterampilan hidup lainnya dalam masyarakat.31 f. Metode Kerja Kelompok Metode kerja kelompok adalah penyajian materi dengan cara pemberian tugas – tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok – kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan. Tugas tugas itu dikerjakan dalam kelompok secara bergotong royong.Suatu kelas dapat dipandang sebagai suatu kesatuan kelompok tersendiri, dapat pula dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok yang kemudian dapat dibagi pula menjadi kelompok –kelompok yang lebih kecil lagi.Semua pembagian kelompok itu amat bergantung dari tujuan dan kepentingannya.32 6.
Evaluasi Pendidikan Kewirausahaan Dilihat
dari
segi
bahasa, evaluasi
berasal
dari
kata Bahasa Inggris; evaluation. Sedang dalam Bahasa Arab; al-Tqdir ()التقدير,
30
Ibid., Al Krismanto,Beberapa Model dan Teknik Dalam Pembelajaran Matematika.,(http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/STRATEGIPEMBELAJARANMATEM ATIKA.pdf, 2003(diakses tanggal 1 juni 2016) 31
32
Ramayulis, Op.cit, hlm. 299
29
30
dan dalam Bahasa Indonesia;penilaian.33Sementara Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.34 Dengan demikian, secara harfiah evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan.Sedangkan secara istilah menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brown,evaluation refer to the act or process to determining the value of something, yaitusuatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.35 Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai: a.
Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum secara komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa; c.
Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik36
33
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo, 2011),hlm. 1. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2005), hlm. 307 35 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 1 36 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 167. 34
30
31
B. Pondok Pesantren 1.
Pengertian Pondok Pesantren Istilah pondok pesantren berasal dari pengertian asrama – asrama para
santri yang di sebut Pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambuatau berasal dari Bahasa arabfundug.yang berarti hotel atau sarama.37 Pondok secara etimologis berarti bangunan untuk sementara; rumah; bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia dan; madrasah dan asrama (tempat mengaji atau belajar agama Islam).38 Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan akhiran –an yang berarti tempet para santri .Sedangkan menurut Nurcholish Madjid terdapat dua pendapat tentang arti kata “santri” tersebut.Pertama, pendapat yang mengatakan beradal dari kata “shastri”, yaitu sebuah kata sanskerta yang berarti melek huruf.Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari Bahasa jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru itu pergi menetap.39 Adapun term pesantren secara etimologis berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat santri; asrama tempat santri belajar agama; atau pondok. Sedangkan terminologi santri sendiri, menurut Zamakhsyari Dhofier, berasal 37
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi pandangan Hidup Kyai,(Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 18. 38 Abdul Mughlits, Kritik Nalar Fiqh Pesantren. Cet. 1 ( Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 199 39
Nurcholis Madjid, Bilik – Bilik Pesantren, ( Jakarta: Paramadina, 2006), hlm. 21.
31
32
dari ikatan kata sant (manusia baik) dan kata tri (suka menolong) sehingga santri berarti manusia baik yang suka menolong dan bekerja sama secara kolektif.40 Pesantren adalah institusi-institusi pendidikan.Mereka mula-mula hanyalah
bentuk
pendidikan
yang
secara
eksklusif
bersifat
keagamaan.Sekarang berbagai perdebatan tentang kurikulum menjalar bebas karena beberapa pesantren mengadopsi pendidikan sekuler. Dewasa ini pesantren meliputi empat tipe kurikulum: ngaji (mempelajari kitab kuning), pengaman (pendidikan moral), sekolah (pendidikan umum), serta kursus dan ketrampilan.41 Pondok
Pesantren
adalah
lembaga
pendidikan
Islam,
yang
mengajarkan ilmu-ilmu keIslaman, dipimpin oleh kiai sebagai pemangku/ pemilik Ponpes dan dibantu oleh ustadz/ guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada santri, melalui metode dan teknik yang khas.42 Salah satu definisi yang dipandang representatif untuk maksud tersebut adalah definisi dari departemen agama: pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agam Islam yang pada umumnya kegiatan tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandongan dan sorogan) di mana seorang Kyai mengajar para santrinya berdasarkan kitabkitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama besar sejak abad
40
Abdul Mughlist, op. cit, hlm. 120 Ronald Alan Luken,, Jihad Ala Pesantren di Mata Antropolog Amerika, Cet. Ke-1 (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 249. 42 A.Halim, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 247. 41
32
33
pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di dalam pondok atau asrama pesantren tersebut.43 Dari beberapa pengertian pondok pesantren diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah sebuah asrama tempat para santri belajar pendidikan agama Islam yang dipimpin oleh seorang kyai, dimana para santri akan tinggal di dalam pondok atau asrama pesantren tersebut untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu agamanya. 2.
Ciri – ciri umum Pondok Pesantren Adapun nilai-nilai kultural yang hidup di pesantren secara umum
adalah: a. Adanya hubungan yang akrab antara Kyai dan santri.Tunduknya santri kepada Kyai. b. Pola hidup yang hemat dan sederhana.Semangat menolong diri sendiri (mandiri). c. Memiliki
jiwa
tolong-menolong
antarsesama
dan
suasana
persaudaraan sangat mewarnai pergaulan santri. d. Pendidikan disiplin sangat ditekankan. e. Berani menderita untuk mencapai tujuan. Kehidupan agama yang baik. f. Metode pendidikan yang sangat khas, yaitu dengan metode sorogan dan bandongan.44
43
Abdul Mughlits, op. cit, hlm. 123 Abdul Mughlis, op. cit, hlm. 137
44
33
34
Setiap pesantren memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Meskipun demikian, menurut Mastuki HS, dkk ciri-ciri pendidikan pesantren adalah: 1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyainya. Kyai sangat memperhatikan santrinya 2) Kepatuhan santri kepada kyai 3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren 4) Kemandirian 5) Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) sangat mewarnai pergaulan di pesantren. 6) Disiplin 7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia 8) Pemberian ijazah.45 Panca jiwa pondok pesantren, yakni; keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyyah, dan kebebasan.Kelima jiwa tersebut terusmenerus ditanamkan dalam kehidupan santri di bawah bimbingan dan pimpinan pengasuh.46 3.
Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah menciptakan
kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian
45
Mastuki HS, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, Cetakan ke 1 ( Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hlm. 93. 46 Jainal Effendi dan Ernawati, Profil Organisasi Santri (Jakarta: Pajar Gemilang, 2005), hlm. 38
34
35
Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.47 Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada duayaitu: a. Tujuan Khusus Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang „alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. b. Tujuan Umum Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.48 4.
Kurikulum Pondok Pesantren Pada awalnya adalah hanya pengajaran yang simpel tidak ada
kurikulum tidak seperti sekarang ini.Sebenarnya pembelajaran yang diberikan dalam pondok pesantren sudah menggunakan kurikulum tertentu yang lama yaitu sistem pengajaran tuntas kitab, dalam hal ini kyai bebas untuk membacakan kitabnya.49
47
Shulthon Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hlm. 92-93 48 Arifin HM, Kapita Selekta Pendidika Islam dan umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 248 49 Amin Haedari dan Ishom Elsaha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2008), hlm. 59-60.
35
36
Kurikulum yang berkembang di pesantren selama ini menunjukan prinsip yang tetap yaitu: Pertama, kurikulum ditujukan untuk mencetak ulama di kemudian hari.Di dalamnya terdapat paket mata pelajaran, pengalaman, dan kesempatan yang harus ditempuh oleh santri.Keberhasilan pencapaian tujuan ini biasanya tidak ditentukan untuk menghasilkan 100% santri sebagai ulama.Kapasitas seorang ulama membutuhkan waktu yang lama untuk dijangkau. Pesantren sadar, dalam setiap angkatan mungkin hanya akan dilahirkan lulusan yang berkapasitas sebagai ulama satu dua orang saja. Mereka yang tidak berkualifikasi sebagai ulama, tetap menjadi pelaku kehidupan yang berarti di masyarakatnya.Profesi sebagai petani, nelayan, pedagang, wiraswastawan, pegawai, karyawan, profesional, pengusaha, dan sebagainya terbuka luas bagi mereka. Kedua, struktur dasar kurikulum adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatan dan layanan pendidikan dalam bentuk bimbingan kepada santri secara pribadi dan kelompok. Bimbingan ini seringkali bersifat menyeluruh; tidak hanya di kelas dan atau menyangkut penguasaan materi mata pelajaran, melainkan juga di luar kelas dan menyangkut pembentukan karakter, peningkatan kapasitas, pemberian kesempatan, dan tanggung jawab yang dipandang memadai bagi lahirnya lulusan yang dapat mengembangkan diri; syukur bisa meneruskan misi pesantren.
36
37
Ketiga, secara keseluruhan kurikulumnya bersifat fleksibel; setiap santri berkempatan menyusun kurikulumnya sendiri.Kurikulum yang ditetapkan pesantren di atas, tidak mengarah pada spesialisasi tertentu di luar penguasaan pengetahuan keagamaan.Sifatnya lebih menekankan pada pembinaan pribadi dengan sikap hidup yang utuh telah menciptakan tenaga kerja
untuk
lapangan-lapangan
kerja
yang
tidak
direncanakan
sebelumnya.Meskipun pada perkembangannya banyak pesantren yang juga mengajarkan ilmu-ilmu umum, namun tujuan utama pendidikan di pesantren adalah penguasaan ilmu dan pemahaman keagamaan.Fleksibelitas kurikulum itu dapat dipandang sebagai watak pesantren dalam melayani kebutuhan dan memenuhi hak santri untuk belajar ilmu agama.Kebutuhan kurikuler santri berbeda-beda sesuai dengan panggilan dirinya, misi keluarga, tuntutan masyarakat “pengutusnya”, atau kekhasan kemampuannya. Sementara hak kurikuler santri adalah memperoleh pelajaran yang diperlukannya untuk menjadi penganut agama Islam yang baik sebagai pribadi, warga masyarakat, dan warga negara; sehingga ia dapat berperan serta dalam kehidupan demokratis bersama warga bangsanya dalam penghidupan yang layak bagi kemanusiaannya.50 5.
Model Pengelolaan Pondok Pesantren Permasalahan
seputar
pengelolaan
model
pendidikan
pondok
pesantren dalam hubunganya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human
resource)merupakaan
50
berita
aktual
dalam
arus
M. Dian Nafi‟, dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren (Yogyakarta: Instite for Training and Defelopment (ITD), 2007), hlm. 85-86
37
38
perbincanggan kepesantrenan kontemporer karena pesantren dewasa ini dinilai kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya namun meskipun demikian setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu: a. Potensi pendidikan. b. Penggembangan masyarakat. Meskipun demikian, tokoh yang dianggap sukses membawa sisitem pendidikan pondok pesantren adalah Raden rahmat atau yang kita kenal dengan Sunan Ampel.51Terkait denggan sistem pengelolaan pondok pesantren dalam interaksinya denggan perubahan sosial akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal pesantren sendiri sudah mulai melakukan pembenahan salah satu bentuknya adalah pengelolaan pondok pesantren formal sekolahan mulai tingkat SD, sampai perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum keagamaan dan umum sertaperangkat
keterampila
yang
dirancang
secara systematic dan itegralistik.52 Ada
pula
sebagian
pesantren
yang
memperbaharui
sistem
pendidikanya denggan menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan,bandongan) dan materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik
51
MU YAPPI, Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta: Media Nusantara, 2008), hlm. 27. 52 Ainurrofiq Dawam dan Ahmad Ta‟rifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, cet. Ke-3. (Jakarta:PT. Lista Farika Putra, 2008). Hlm. 18.
38
39
pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan modern.53 Pesantren model pure klasik atau salafi ini memang unggul dalam melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian, dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu ke-Islaman.Kelemahanya, out put pendidikan pure salaf kurang kompetitif dalam percaturan persaingan kehidupan modern.Padahal tuntutan kehidupan global menghendaki kualitas sumberdaya manusia terdidik dan keahlian di dalam bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki sumber daya manusia kurang kompetotif inilah yang kerap menjadikannyatermaginalisasi dan kalah bersaing dengan out put pendidikan formal baik agama maupun umum. Penyebaran yang luas dengan keaneragaman karakteristik yang dimiliki pesantren saat ini di semua wilayah Indonesia menjadi potensi luar biasa dalam percepatan pembanggunan di daerah-daerah. Jika upaya maksimal ini dilakukan oleh pemerintah secara tepat bukan tidak mungkin kedepan bukan tidak mungkin akan menjadi lahan subur penyemaian bibitbibit unggul manusia Indonesia. Jika melihat keadaan ini tampaknya akselerasi pendidikan dan pengelolaan masyarakat di pesantren optomis bisa berjalan, namun bagaimanapun program-program ini tergantung pada penerimaan kyai di pesantren sendiri, maupun pengurus pesantren sebab pesantren memiliki kemandirian (otonomi) yang relative besar juga memiliki
53
MU YAPPI, op. cit, hlm.19
39
40
basis konstituen yang relative solid di mayarakat dan sumberdaya lokal yang kuat.54 Sehingga intervensi dari luar akan cenderung kurang efektif. Hal ini menjadi
tantangan
Departemen
agama untuk
scara terus menerus
mensosialisasikan dan mendorong pesantren-pesantren tersebut terlihat dalam akselarasi pendidikan nasional akan dapat di tingkatkan scara drastis. Oleh sebab itu pelibatan pesantren dalam akselerasi pendidikan nasional tidak bisa ditanggani secara serampangan, apalagi karitatif dan birokatik tugas Departemen Agama yang mendesak adalah bagaimana memperbesar partisipasi pesantren melalui program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter pesantren itu sendiri. Salah satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah berkaitan denggan pengelolaan keuanggan pesantren. Dalam pengelolaan keuangan
akan
menimbulkan
permasalahan
yang
serius
apabila
pengelolaanya tidak baik.55Pengelolaan keuanggan pesantren yang baik sebenarnya merupakan upaya melindunggi personil pengelolaan pesantren (kyai, pengasuh, ustadz, atau pengelola pesantren lainya) dari pandangan yang kurang baik dari luar pesantren.56Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara harta kekayaan pesantren denggan harta milik individu, walaupun disadari bahwa pembiayaan pesantren justru lebih banyak
54
Amin Haedari dan Ishom El-Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah Diniyah.Cet.ke- 3. (Jakarta:Diva Pustaka, 2008). hal. 13. 55
MU YAPPI, op.cit, hlm. 77 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. cet. Ke-8, edisi 8, (Jakarta;LPEES, 2011),hlm.
56
78-79
40
41
manajemen yang baik sebaiknya diadakan pemilahan antara harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar kelemahan dan kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh pihak-pihak lain, termasuk orang tua santri. Pengertian pengelolaan keuangan sendiri adalah penggurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga terhadap penyandang dana baik individual
maupun
lembaga.
Dalam
penyusunan
anggaran
memuat
pembagian penerimaan dan pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembanggunan serta anggaran incidental jika perlu Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan sebagai berikut: a. Hemat tidak mewah, efisien, dan sesuai denggan kebutuhan. b. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana dan program. c. Terbuka dan transparan d. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/hasil produksi dalam negeri sejauh hal ini di mungkinkan57
57
Binti Maunah, Landasan Pendidikan , cet. 1, (Yogyakarta: Teras,2011). Hlm. 34
41