BAB II PENDAHULUAN
2.1. Polimer 2.1.1. Umum
Produksi bahan polimer mentah dan pengubahannya menjadi barang-jadi merupakan kegiatan industri polimer setiap harinnya. Berbagai industri polimer, misalnya industri mesin dan kimia yang menghasilkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk memproduksi dan mengubah polimer. Di samping itu komponen-komponen lainnya memanfaatkan bahan polimer, antara lain industri motor dan alat listrik. Akibatnya industri polimer dapat dipandang sebagai industri dasar dalam perekonomian negara industri. Polimer merupakan kumpulan dari molekul-molekul kecil yang menyerupai koloid, tetapi terikat bersama melalui suatu gaya sekunder yang misterius. Polimer dihubungkan dengan molekul besar--suatu makromelekul-yang
strukturnya
bergantung
pada
monomer
yang
dipakai
dalam
preparasinya.
2.1.2. Sintesis Polimer
Sintesis polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer ke segala segi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan yang nyaman memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi. Lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer baru melalui
Universitas Sumatera Utara
reaksi dengan polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono, dkk, tanpa tahun).Karakteristik dan sifat mekanis yang baru dikembangkan adalah bagaimana mengubah polimer yang bersifat isolator menjadi penghantar listrik yang baik. Untuk perkembangan polimer yang memiliki sifat dapat menghantarkan listrik ini ada istilah yang menyebutnya sebagai polimer konduktif. Sifat konduktif suatu bahan dapat ditentukan berdasarkan struktur elektroniknya.Pada suatu senyawa logam, terjadi overlap antara orbital-orbital sejenis dengan atom berlainan untuk membentuk orbital molekul. Proses ini akan membuat rapatan struktur yang tinggi pada logam, sehingga elektron dapat mengalir secara terus-menerus pada logam. Pada logam celah pita antara HOMO dan LUMO mendekati nol, sehingga dengan medan listrik yang kecil sekalipun, elektron akan terdistribusi dengan mudah. Hal ini membuat sifat logam menjadi lebih konduktor.Pada material semikonduktor, celah pita antara HOMO dan LUMO lebih besar dibandingkan dengan logam. Elektron akan lebih mudah mengalir bila terjadi peningkatan temperatur pada material semikonduktor. Hal ini dikarenakan energi kalor akan memaksa elektron dari HOMO menuju orbital LUMO, sehingga elektron dapat mengalir. Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa material isolator memiliki celah pita paling lebar dibandingkan dengan semikonduktor dan konduktor. Perbedaan jarak yang relatif jauh antara orbital HOMO dan LUMO, memperkecil kemungkinan perpindahan elektron. Perpindahan elektron membutuhkan energi yang sangat tinggi, sehingga material seperti ini digolongkan sebagai isolator.
Gambar 2.1 Perbedaan celah pita konduktor, semikonduktor, dan isolator Prinsip kerja polimer konduktif adalah karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada suatu rantai polimer. Sehingga atom karbon mengikat atom
Universitas Sumatera Utara
karbon lain dengan ikatan tunggal dan ganda secara bergantian yang dapat mempengaruhi sifat konduktif pada polimer terkonjugasi. Penambahan senyawa kimia berupa doping akan merubah kerapatan elektron pada ikatan π atau π* polimer tekonjugasi sehingga terjadi perubahan konduktivitas polimer dari semikonduktif menjadi konduktif (Berlian, 2011).
2.2. Polimer Alami
Polimer alam, seperti halnya selulosa, pati dan protein, telah dikenal dan digunakan manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan, sedangkan industri polimer merupakan hal yang baru. Karet alam digunakan dalam tenunan berkaret sebelum Goodyear menemukan proses vulkanisasi pada tahun 1839. Selulosa nitrat (dihasilkan dari reaksi kertas dengan asam nitrat) pertama kali dibuat secara industri pada sekitar tahun 1870, damar fenolik, dan lain-lain. Sejak saat itu sejumlah terobosan baru banyak dilakukan untuk menciptakan berbagai sistem polimer yang telah ada. Hasilnya tampak sebagai produk industri polimer yang begitu beragam sebagaimana yang terlihat saat ini (Cowd, 1991).
2.3. Plastik
Plastik merupakan bahan polimer kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Hampir setiap produk menggunakan plastik baik sebagai kemasan atau bahan dasar karena plastik mempunyai keunggulan seperti ringan, kuat, trasnparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat (Susilawati, 2011). Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik, namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan performa atau keekonomian. Hampir semua plastik sulit untuk diuraikan. Plastik yang memiliki ikatan karbon rantai panjang dan memiliki
Universitas Sumatera Utara
tingkat kestabilan yang tinggi, sama sekali tidak dapat diuraika oleh mikrooragnisme (Nugroho, 2012). Film plastik yang bersifat konduktif juga bersifat alami atau disebut biodegradabel adalah material polimer yang berubah kedalam senyawa yang berat molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami. Plastik biodegradabel biasanya dibuat dengan menggabungkan plastik dengan bahan yang bersumber dari alam. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat plastik biodegradabel adalah pati (Tutty dkk, 2013).
2.4. Preparasi Film Plastik Berbagai metode dalam pembuatan film plastik dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1. Eksfolasi/adsorbsi
Sekumpulan lapisan mengalami pengelupasan dalam pelarut (air, toluena, dll.) yang polimernya dapat larut pada pelarut tersebut. Setelah itu, polimer diadsorbsi ke dalam permukaan lapisan satu demi satu dan setelah pelarut menguap ketika pengendapan, lapisan tersebut satu demi satu teratur kembali.
2.4.2. Polimerisasi in Situ Interkalati
Pada metode ini, polimer dibentuk antara lapisan dengan mengembangkan kumpulan lapisan dalam monomer cair atau larutan monomer sehingga pembentukan polimer dapat terjadi antara lembar yang terinterkalasi. Pembentukan polimer dapat dimulai dengan panas/radiasi difusi (Zhao, 2008).
2.4.3. Interkalasi larutan/Interkalasi Prepolimer dari Larutan
Metode ini didasarkan pada pengembangan sistem pelarut dimana biopolimer atau bio-prepolimer, seperti pati dan protein terlarut dan nanofillers anorganik
Universitas Sumatera Utara
(biasanya silikat). Pertama silikat berlapis dikembangkan di dalam suatu pelarut seperti air, kloroform, atau toluena. Kedua, ketika biopolimer dan larutan nanopartikel yang mengembang dicampur, rantai polimer akan terinterkalasi dan menggantikan pelarut dalam interlayer dari silikat. Ketiga, setelah penghilangan pelarut, struktur yang telah terinterkalasi akan tertinggal dan akan membentuk bio-polimer/silikat berlapis bionanokomposit (Zhao, 2008).
2.4.4. Melt Intercalation
Proses pembuatan bionanokomposit pada metode ini tidak memerlukan penambahan pelarut. Silikat berlapis dicampur dengan matriks polimer dalam molten state, ikatan polimer akan bergerak perlahan-lahan ke dalam ruang antar lapisannya. Proses penyebaran ikatan polimer ke dalam galeri lapisan silikat menjadi bagian penting pada proses melt intercalation. Melt intercalation merupakan metode yang ramah lingkungan karena tidak digunakannya pelarut organik yang nantinya dapat menjadi limbah, sementara metode eksfoliasi, polimerisasi in situ interkalatif dan interkalasi larutan menggunakan pelarut tersebut. Selain itu, melt intercalation juga kompetibel dengan proses industri seperti pada injection molding. Pada melt intercalation, pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan material, yaitu dengan cara memanaskan dan mendinginkan material.
2.5. Pati (Starch)
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan α-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer
Universitas Sumatera Utara
linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (α)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (α)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (α)-1,6-glukosida untuk plastik biodegradasi.
2.5.1. Amilosa dan Amilopektin
Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Pola difraksi sinar-x granula pati adalah bukti bahwa terdapat daerah kristalinitas atau misela pada granula pati. Misela merupakan bagian molekul linier yang berikatan dengan rantai molekul terluar molekul cabang. Ikatan ini terjadi apabila bagian-bagian linier molekul pati berada paralel satu sama lain, sehingga gaya ikatan hidrogen akan menarik rantai ini bersatu. Di antara misela terdapat daerah yang renggang atau amorf.Daerah amorf ini kurang padat, sehingga mudah dimasuki air. Menurut Rahman (2007), amilosa memiliki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana. Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa daripada amilopektin (Rahman, 2007).
Gambar 2.2 Struktur Amilosa
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin Pati mengandung dua macam polimer yang struktur dan massa molekul nisbinya berbeda, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa yang menyusun 20-50% pati alam dibentuk dari kesatuan glukosa yang bergabung melalui ikatan α-1,4. Massa molekulnya sangat beragam bergantung pada sumbernya. Komponen pati lainnya adalah amilopektin, yaitu polimer rantai bercabang yang mempunyai ikatan glikosida α-1,6 di samping α-1,4 (Cowd, 1991). 2.5.2. Sumber Pati
Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil tanaman sumber pati seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, padi dan tanaman umbi lainnya. Produksi untuk tanaman jagung dan ubi kayu untuk tahun 2009 saja adalah 43,9 juta ton. Kandungan pati yang terdapat di berbagai sumber tanaman pati dapat di lihat pada tabel berikut. Table 2.1 Sumber-sumber pati Bahan pangan
Pati (% basis kering)
Biji gandum
69
Beras
89
Jagung
57
Biji sorghum
72
Kentang
75
Ubi jalar
90
Ubi kayu
90
Sumber : Heri, 2012 Pati alami bersifat rapuh dan sulit untuk diperoses menjadi bahan lain karena mempunyai temperatur transisi glass yang relatif tinggi (Tg, sekitar 230oC), ini sering di atas temperatur degradasi. Polimer alami mempunyai sifat hidropolik yang membuat film yang dihasilkan sensitif terhadap kelembaban lingkungan namun pati dapat dimodifikasi untuk mendapatkan material dapat mencair dibawah temperatur dekomposisi. Sehingga dapat diproses dengan teknik konvensional seperti injeksi, ektrusi dan moulding. Modifikasi bertujuan memecahkan struktur granular dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
plasticizer pada temperatur tinggi (90-180oC), yang menghasilkan phase kontinyu dalam bentuk suatu viskos melt. Proses thermoplastik mengurangi interaksi dari rantai molekul dan memecah struktur dari pati sehingga menghasilkan semikristalin dari pati dan granular diproduksi menjadi material plastik (Nuryetti, dkk, 2012). Yang lebihmenarik lagi adalah bahwa salah satu sumber pati lainnya adalah dari kulit umbi kayu. Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu (Manihot Esculenta Cranz) merupakan limbah utama pangan di negara-negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan (Akbar, dkk, 2013).
Sumber : bisnisukm Gambar 2.4 Kulit singkong yang di ekstraksi menjadi pati
Proses pembuatan pati kulit singkong tidaklah sulit, tahapan yang dilakukan dalam pembuatan pati dari limbah kulit singkong adalah dengan membersihkan limbah kulit singkong kemudian di hancurkan hingga menjadi bubur kulit singkong setelah itu disaring dan diendapkan untuk mendapatkan patinya. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik pati dicuci dengan air bersih dan diendapkan kembali kemudian dikeringkan dengan suhu 70oC (Anita, 2013). Dari strukturnya terlihat bahwa pati bersifat tidak mereduksi.Dengan iod, pati memberikan zat berwarna biru-hitam.Sifat ini menjadikan larutan pati merupakan indikator yang baik dalam analisis volumetrik yang berkenaan dengan iod.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Sifat-Sifat Pati
Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akankeluar dari granula pati dan larut dalam air. Ketikamolekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulaimenyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalahmolekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggisuhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granulapati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehinggapati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyakmengeluarkan amilosa. Kelarutan pati semakin tinggi denganmeningkatnya suhu, serta kecepatan peningkatan kelarutan adalah khasuntuk tiap pati. Pola kelarutan pati dapat diketahui dengan cara mengukurberat supernatan yang telah dikeringkan dari hasil pengukuranswellingpower. Solubilitas atau kelarutan pati tapioka lebih besar dibandingkan pati dari umbi-umbi yang lain (Muhammad, 2007).
2.6. CuSO 4 (Copper (II) Sulphat) Tembaga (Cu) merupakan unsur yang jarang ditemukan di alam (precious metal). Tembaga umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa yaitu bijih mineral, chalcopyrite (CuFeS 2 ), copper glance atau chalcolite (Cu 2 S), cuprite (Cu 2 O), malachite (Cu 2 (OH) 2 CO 3 ) dan malaconite/tenorite (CuO). Logam tembaga bereaksi hanya dengan campuran asam sulfat dan asam nitrat pekat panas (aqua regia). Bilangan oksidasi tembaga adalah +1 dan +2. Ion Cu+ kurang stabil dan cenderung mengalami disproposionasi yaitu reaksi redoks yang reduktor dan oksidatornya merupakan zat yang sama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2Cu+ (aq) Cu
(s)
+ Cu2+ (aq)
Tembaga (II) bersifat paramagnetik dan berwarna sedangkan untuk senyawa hidrat yang mengandung ion Cu2+ berwarna biru. Beberapa contoh senyawa yang mengandung tembaga (II) adalah CuSO 4 .5H 2 O (biru), CuS (hitam), CuO (hitam). Tembaga dioksida merupakan senyawa yang terdiri dari Cu dan O dalam senyawa mineral CuO atau tenorite, salah satu dari senyawa oksida tembaga disamping Cu 2 O (cupric). Tembaga dioksida ini termasuk tembaga yang bereaksi dengan oksigen membentuk oksidanya, berwarna kristal hitam yang diperoleh melalui pirolisis dari garam yang lain, dan memiliki struktur kristal monoklinik. Karakteristik tembaga dioksida dapat dilihat dari Tabel 2.2. Tabel 2.2 Karakteristik tembaga dioksida. Karakteristik
Nilai
Rumus molekul
CuO
Struktur kristal dan
Monoklinik :
parameter kisi
a = 4,653 Å b = 3,4106 Å c = 5,108 Å
Energi gap (eV)
1,2, tidak tembus cahaya
Massa molar (gr/mol)
79,545
Kerapatan gr/cm3
6,31
Titik lebur (°C)
1134
Pita konduksi (me)
0,16-0,46
Permitivitas relatif
12,0
Pita valensi lubang masa (me)
0,54-3,7
Resistivitas (ohm/cm)
105
2.7. Pembuatan Film Plastik (Polimer) Pati-CuSO 4 Dalam proses pembuatan film plastik (polimer) harus memperhatikan aturanaturan yang telah ditetapkan serta mampu meningkatkan efektivitas biaya hingga sampai bentuk akhirnya. Untuk menyatakan hubungan antara struktur
Universitas Sumatera Utara
dan sifat mekanis serta membakukan mutu bahan polimer yang diperlukam teknik analisis dan karakterisasi yang cermat dan teliti (Wirjosentono, dkk). Polimer-polimer pada umumnya dibentuk melalui salah satu dari tiga teknik dasar, yaitu pencetakan, ekstrusi, atau penuangan. Ketiga teknik ini dikerjakan pada suhu-suhu yang lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk membentuk baja, aluminium, atau kaca, dan oleh karenanya efisiensi merupakan salah satu ciri yang menarik dari pembuatan polimer. Akan tetapi polimer-polimer memiliki satu kekurangan yang inheren, yaitu konduktivitas termalnya yang jelek dan lembar meleburnya.Untuk memperkecil masalah ini, peralatan ban berjalan digunakan untuk mengangkut polimer, dengan demikian memungkinkan serbuk-serbuk polimer dipanaskan secara merata melalui kombinasi pemanas luar dan pemanas gesekan yang ditimbulkan selama pengangkutan (Stevens, 2001).
2.8.Karakterisasi Plastik 2.8.1. Karakterisasi Sifat Fisis a. Densitas
Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volum. Dimana pengujian densitas dilakukan dengan mengambil bagian tengan dari lebaran film plastik dengan ukuran berbentuk persegi panjang dan dapat dihitung dengan persamaan: ρ=
𝑀𝑀𝑘𝑘 𝑉𝑉
...
...
...
(2.1)
dapat
dihitung
dimana: ρ : densitas (gram/cm3)
M k : massa sampel (gram) V : volum sampel (cm3).
Densitas
film
plastik
secara
teori
dengan
menggunakan hukum pencampuran (Rule Of Mixture) yaitu: ρ𝑐𝑐 = ρ𝑚𝑚 𝑉𝑉𝑚𝑚 + ρ𝑓𝑓 𝑉𝑉𝑓𝑓
...
...
(2.2)
Untuk fraksi volum dirumuskan sebagai berikut: 𝑉𝑉𝑓𝑓 =
�
𝑚𝑚 𝑓𝑓
𝑚𝑚 𝑓𝑓 /ρ𝑓𝑓 𝑚𝑚 �ρ𝑓𝑓 �+� 𝑚𝑚 �ρ𝑚𝑚 �
...
(2.3)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : mm
: massa matriks (gram)
mf ρm
: massa filler (gram) : densitas matriks (gram/cm3)
ρf
: densitas filler (gram/cm3)
Vm
: volume matriks (cm3)
Vf
: volume filler (cm3)
2.8.2. Karakterisasi Sifat Mekanik a. Kuat Tarik
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatantarik (σ t ) menggunakan alat ukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap benda diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan-tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan. Penghitungan kekuatan tarik dapat dilakukan dengan rumus: 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = 𝑇𝑇𝑇𝑇�𝐸𝐸 ...
...
...
(2.4)
MoE : modulus elastisitas (Mpa); TS : Tensile Strenght (Mpa); E : Elongation
2.8.3. Karakterisasi Sifat Termal
Karakterisasi termal bertujuan untuk mengetahui sifat termal suatu bahan tersebut khususnya suhu pelelehan dan suhu degradasi dari masing-masing polimer sebagai matriksnya sehingga dapat diperoleh data ketahanan termal yang optimum dari bahan campuran (Sugiantoro, 2006). Thermal analysis merupakan teknik untuk mengkarakterisasi sifat material yang dipelajari berdasarkan respon material tersebut terhadap temperatur.Untuk menentukan sifat termo-fisiknya metode yang biasa digunakan salah satunya adalah differential thermal analysis (DTA).Dalam bidang metalurgi dan ilmu material kegunaan dari DTA ini adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
mempelajari transisi fasa yang terjadi dibawah pengaruh atmosfer, temperatur, laju pemanasan atau pendinginan. Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Suhu dari sampel dan
pembanding
pada
awalnya
sama
sampai
ada
kejadian
yang
mengakibatkan perubahan suhu seperti pelelehan, penguraian, atau perubahan struktur kristal sehingga suhu pada sampel berbeda dengan pembanding. Bila suhu sampel lebih tinggi daripada suhu pembanding maka perubahan yang terjadi adalah eksotermal, dan endotermal bila sebaliknya (Onggo, D, 1999).
Gambar 2.4Posisi sampel dan pembanding (kanan: sampel, kiri: pembanding)
2.8.4. Karakterisasi Sifat Listrik Konduktivitas Listrik
Konduktivitas listrik adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah dan menghasilkan arua listrik. Konduktivitas listrik merupakan sifat penting suatu bahan sehubungan dengan medan magnet luar. Ketika suatu medan listrik diberikan pada sebuah dielektrik , akan terjadi polarisasi terhadap dielektrik tersebut. Tetapi jika medan tersebut diberika kedaerah yang memiliki muatan bebas tersebut akan bergerak dan timbul arus listrik sebagai ganti polarisasi medium tersebut. Tidak suluruhnya zat merupakan konduktor listrik dan diantaranya zat-zat yang menghantarkan arus listrik tidak semua mengikuti hukum ohm.
Universitas Sumatera Utara
Konduktivitas merupakan sifat listrik yang diperlukan dalam berbagai pemakaian sebagai penghantar tenaga listrik; dan sebagaimana diketahui mempunyai rentang harga yang sangat luas.Logam/material yang merupakan penghantar lisrik yang baik dengan orde 107 (ohm.meter)-1. Sebaliknya, material isolator memiliki konduktivitas listrik yang sangat rendah, yaitu 1010
– 10-20 (ohm.meter)-1. Pengukuran konduktivitas bahan tersebut menggunakan alat yang
didisain khusus sesuai dengan jenis sampel yang akan diukur yaitu berbentuk lembaran film dan ukuran yang pakai disesuaikan dengan tempat sampel yang akan diuji:
Gambar 2.6 skematis chamber Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk menghasilkan nilai yang lebih relevan, dan hasil pengukuran berupa nilai R ; Sehingga relativitas dapat dirumuskan dengan: 𝑅𝑅 = 𝜌𝜌
𝐿𝐿
...
𝐴𝐴
...
...
(2.5)
Untuk konduktivitas listrik suatu bahan dapat dirumuskan dengan:
Dimana
𝜎𝜎 =
1
𝜌𝜌
1
= 𝐴𝐴𝐴𝐴
�𝐿𝐿
=
𝐿𝐿
𝐴𝐴𝐴𝐴
...
...
(2.6)
A: Luas penampang film plastik (cm2) L: Panjang atau tebal dari film plastik (m).
Universitas Sumatera Utara