BAB II PEMBAHASAN A. Analisis Struktural Cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto Data struktural merupakan unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra. Penyajian data penelitian cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto menggunakan teori yang dikemukakan oleh Robert Stanton dalam bukunya yang berjudul Teori Fiksi (2007) yang meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi). 1. Fakta-Fakta Cerita Fakta-fakta cerita terdiri dari alur, karakter, dan latar. Ketiga elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Kesatuan dari tiga elemen tersebut dinamakan „struktrur faktual‟ cerita. Fakta-fakta cerita dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut. a. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Alur terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Dua elemen dasar yang membangun alur yaitu konflik dan klimaks. Alur memiliki tahapan-tahapan tertentu secara kronologis yaitu memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Tahapan tersebut bisa menciptakan macam kejutan, alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat sekaligus diakhiri ketegangan dalam sebuah cerita.
41
42
1) Bagian Awal Bagian awal dari cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dimulai ketika ada aturan bahwa guru harus mempunyai ijasah sarjana. Sementara Waskitha hanya mempunyai ijasah diploma dua sehingga ia harus kuliah lagi untuk meraih gelar sarjana. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Guru sekolah menengah saiki mbutuhake ijasah sarjana Dhik. Kamangka ijasahku isih diploma loro, sing ateges kanggo nututi aturan kuwi aku kudu kuliyah meneh”. (Seri 1:41) Terjemahan: “Guru sekolah menengah sekarang membutuhkan ijasah sarjana Dhik. Padahal ijasah saya masih diploma dua, yang artinya untuk memenuhi aturan tersebut saya harus kuliah lagi.” Berdasarkan kutipan di atas bagian awal dari alur cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto ditandai dengan adanya aturan bahwa guru harus mempunyai ijasah sarjana, dan Waskitha harus menempuh kuliah lagi. 2) Bagian Tengah Bagian tengah dari alur cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah kabar putra Pakdhe Wirya, yaitu Suryatmo dan Pradapa yang bekerja di kota terkena PHK dan rencananya pulang ke desa. Waskitha menduga rumah yang mereka tempati akan diminta kembali karena rumah yang ia tempati adalah milik Suryatmo. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
43
“Pakdhe Wirya ora tau ngendika ngono, nanging tembung mau mung saka usule Budhe, durung dadi keputusan. Mas Suryatmo lan Mas Pradapa dhewe ora nayogyani marang panemu kuwi, merga omah iki ndhisik sing mbangun Mas Suryatmo. Mesthine budhe ora nduweni pangandikan ngono”. (Seri 5:19) Terjemahan: “Pakdhe Wirya tidak pernah mengatakan begitu, tetapi perkataan tadi hanya dari usul Budhe, belum jadi keputusan. Mas Suryatmo dan Mas Pradapa tidak setuju dengan pendapat itu, karena rumah ini dahulu yang membangun Mas Suryatmo. Seharusnya budhe tidak mengatakan begitu. Waskitha ingat bahwa Suryatmo dan Pradopo yang berhak memiliki rumah tersebut. Maka Waskitha tidak langsung percaya pada pendapat Budhe Wirya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Ndhisik Budhe lan Pakdhe dhewe sing ngendika yen omah iki timbang disewa wong liya angur disewa awake dhewe. Sliramu ya krungu dhewe lan isih kelingan jaman semana. Malah Mas Suryatmo menehi keputusan ora perlu disewa waton dirumati”. (Seri 5:20) Terjemahan: “Dahulu Budhe dan Pakdhe sendiri yang mengatakan kalau rumah ini daripada disewa orang lain lebih baik kita sewa. Kamu juga mendengar sendiri dan masih teringat waktu itu. Malah Mas Suryatmo memberi keputusan tidak perlu disewa asalkan dirawat. Bagian tengah cerbung Ngonceki Impen ditandai dengan datangnya kabar kedua putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota terkena PHK. 3) Bagian Akhir Bagian akhir cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu semua masalah sudah berlalu dan hidup Waskitha dan Kunthi menjadi
44
tenteram karena semakin terampil dalam menggeluti keterampilan masingmasing. Cobaan dan godaan yang pernah dialami di waktu lampau dijadikan pelajaran untuk menyambut hari yang akan datang. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Wengi terus nggremet. Mbaka siji lumaku wiwit dionceki kanthi ati temata lan kebak kaprayitnan. Ngelingi menawa urip iki kaya dene cakra manggilingan. Kabeh bakal owah gingsir merga jantrane lelakon. Dheweke wiwit padha metani lelakon sing kena kanggo pepeling kanggo mecaki dina-dina candhake. Waskitha isih nggemeti donyane pengarang crita Jawa. Kunthi dhewe wiwit ngonceki donyane tata rias sing saya wimbuh kabisane. (Seri 24: 20) Terjemahan: Malam terus merambat. Demi satu berjalan mulai dikupas dengan hati tertata dan penuh kewaspadaan. Mengingat bahwa hidup ini terus berputar. Semua akan berubah-ubah karena perubahan keadaan. Ia mulai mencari hikmah pengalaman yang bisa untuk pengingat untuk melewati hari-hari berikutnya. Waskitha masih menikmati dunia pengarang cerita Jawa. Kunthi sendiri mulai memperdalam dunia tata rias yang semakin bertambah keterampilannya. Bagian akhir cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah masalah sudah berlalu dan hidup Waskitha dan Kunthi menjadi tenteram karena semakin terampil dalam menggeluti keterampilan masing-masing. 4) Bagian Konflik Bagian konflik yang terjadi dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto muncul dalam bentuk konflik sosial, yaitu ketika ada kabar putra Suryatmo dan Pradopo putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota terkena PHK. Rumah yang ditempati Waskitha adalah rumah milik Pakdhe Wirya, dan kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta kembali. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha kelangan gaweyan bakal bali neng ndesa. Sing njangget banget neng pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu jatahe anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryatmo. Mesthi wae yen sida
45
bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi bakal dijaluk. Nadyan durung wujud keputusan sing gemana, nanging babagan omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri 4:43) Terjemahan: Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan pekerjaan dan akan kembali ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah anak laki-laki Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau jadi pulang ke desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta. Meskipun belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah sempat menganggu pikirannya. Konflik kembali terjadi ketika Waskitha merasakan perubahan sikap Kunthi setelah kehadiran Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha meneng sedhela. Dithithing saka pasuryane sisihane kuwi pancen wis ana owah-owahan ing jati dhirine. Sedhela disawang tajem tanpa esem sethithika nuli unjal ambegan landhung karo ngipatake sesawangan adoh. Dheweke wis nanggapi menawa kang diadhepi wengi iku dudu Kunthi sing ndhisik tansah semandhing lan setya marang dheweke. Kunthi wis salin slaga. Ing pojok atine krasa cuwa nanging ora dikatonake. (Seri 18:43) Terjemahan: Waskitha diam sejenak. Dilihat dari wajah istrinya itu memang sudah ada perubahan pada jati dirinya. Sebentar dilihat tajam tanpa senyum sedikitpun lalu menghela napas panjang sambil mengalihkan pandangan. Ia sudah menanggapi kalau yang dihadapannya malam itu bukan Kunthi yang dahulu selalu bersanding dan setia kepada dirinya. Kunthi sudah ganti perilaku. Di pojok hatinya merasa kecewa tetapi tidak diperlihatkan. Bagian konflik cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terjadi dua kali yakni kabar putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK dan kehadiran Jumeno di tengah-tengah keluarga Waskitha.
46
5) Bagian Klimaks Bagian klimaks cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto ketika pelaku penyebar fitnah perselingkuhan Waskitha dan Sulijah sudah terbongkar, yaitu Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Niki ngaten Pak Was, critane mboten sisah kula baleni malih. Mangke punapa sanes wekdal mawon panjenengan saget-saget miterang. Ingkang baken underaning perkawis bilih Pak Sukra, Mas Joko Luwak lan kanca-kancane sampun ngakeni bilih ingkang nyebar pitenah dhateng panjenengan kalihan Sulijah punika inggih piyambake. Namung dhalangipun panci wonten. Inggih punika Jumeno.” (Seri 24:47) Terjemahan: “Begini Pak Was, ceritanya tidak usah saya ulangi lagi. Nanti di lain waktu saja anda bisa-bisa bertanya. Yang baku perkaranya adalah Pak Sukra, Mas Joko Luwak dan teman-temannya sudah mengakui bahwa yang menyebar fitnah kepada anda dengan Sulijah adalah mereka. Dalangnya memang ada. Yaitu Jumeno.” Berdasarkan kutipan di atas, maka bagian klimaks cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah terbongkarnya pelaku yang menyebar fitnah perselingkuhan antara Waskitha dan Sulijah. b. Karakter Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, merujuk pada individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Tokoh-tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian, yaitu peran tokoh dalam cerita, fungsi penampilan tokoh, dan tokoh berdasarkan perkembangan perwatakan. Karakter atau penokohan dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto diklasifikasikan sebagai berikut.
47
1) Peran tokoh dalam cerbung Peran tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto diklasifikasikan menjadi karakter utama dan karakter bawahan. a) Karakter Utama Karakter utama adalah karakter yang selalu terkait dan selalu tampil dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Karakter utama atau karakter mayor dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut: 1. Waskitha Waskitha merupakan tokoh utama dalam cerbung. Seorang guru di sebuah SMP dan gemar menulis cerita berbahasa Jawa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut ini: Waskitha pancen dudu guru Basa Jawa. Dheweke mung pawongan kang tresna marang kasusastran Jawa. Wiwit SMA wis duwe kareman nulis kasusastran Jawa kayata: cerkak, geguritan lan kawruh-kawruh sapala sing magepokan karo theg kliwere basa lan kasusastran Jawa. Dheweke iku salah sijine guru kesenian lulusan D2, lan wis kelakon diangkat dadi pegawe negeri. (Seri 1:19) Terjemahan: Waskitha memang bukan guru Bahasa Jawa. Ia hanya orang yang mencintai kepada kesastraan Jawa. Mulai SMA sudah memiliki kegemaran menulis kesastraan Jawa seperti: cerpen, puisi dan pengetahuan-pengetahuan sejenis yang berkaitan dengan seputar bahasa dan kesastraan Jawa. Ia merupakan salah satu guru kesenian lulusan D2, dan sudah diangkat menjadi pegawai negeri. Waskitha selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Ia tidak pernah mengeluh dan menyalahkan situasi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut ini:
48
Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi nalar dawa. Isih akeh wong sing urip ana sangisore dheweke, ning nyatane kanggo mecaki lakune dina kaya ora ana sandhungan apa-apa. (Seri 3:20) Terjemahan: Tetapi Waskitha tidak kecewa. Setiap permasalahan dicari pemecahannya dengan pikiran tenang. Masih banyak orang yang hidup di bawahnya, tetapi nyatanya untuk melewati hari seperti tidak ada hambatan apa-apa. Waskitha merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan berani mengalah kepada saudara-saudaranya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sedulur telu atine beda-beda. Dheweke klebu tuwa, atine luwih longgar lan prasaja. Seneng ngulir budi lan kebak kawicaksanan. Mula ora mokal menawa Pakdhe Wirya tresna. (Seri 4:19) Terjemahan: Tiga saudara wataknya berbeda-beda. Ia termasuk tua, hatinya lebih bijak dan sederhana. Senang mengulir budi dan kebijaksanaan. Maka tidak heran kalau Pakdhe Wirya menyayanginya.
49
Waskitha sebagai kepala keluarga sepenuhnya bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Aku duwe tanggung jawab minangka wong lanang Mbak. Njaga prajane wong tuwa, lan aweh pangayoman marang anak bojo”. (Seri 9: 20) Terjemahan: Saya mempunyai tanggung jawab sebagai orang laki-laki Mbak. Menjaga nama orang tua, dan memberi perlindungan kepada anak istri. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Waskitha adalah tokoh utama yang selalu tampil dalam setiap peristiwa dalam cerita. Waskitha merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, seorang guru di sebuah SMP dan seorang kepala keluarga yang mempunyai tanggung jawab kepada anak istri. b) Karakter Bawahan Karakter bawahan atau karakter minor adalah karakter yang mendampingi karakter utama dalam berlangsungnya cerita. Karakter bawahan yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut: 1. Kunthi Kunthi adalah istri Waskitha yang memiliki watak setia. Ia menyambut suaminya yang baru datang dari acara seminar. Hal itu terbukti pada kutipan berikut ini:
50
“Ngapa ta Mas, lagi wae saka seminar ora katon bingar malah kepara mangkel. Apa sajake ana sing ora nglegani?” pitakone Kunthi sisihane sing wis nyepakake banyu anget neng bak, merga baline Waskitha pancen wis kliwat jam sanga bengi. (Seri 1:19) Terjemahan: “Kenapa sih Mas, baru saja dari seminar tidak kelihatan gembira malah jengkel. Apa sepertinya ada yang tidak menyenangkan?” pertanyaan Kunthi istrinya yang sudah menyiapkan air hangat di bak, karena kepulangan Waskitha memang sudah di atas jam sembilan malam. Kunthi yang mempunyai watak optimis dan tidak pernah memandang sesuatu hanya dari segi materi, terlihat pada kutipan berikut ini: Tumrape Kunthi dudu babagan opah sing narik kawigatene, nanging pengalaman kanggo nggladhi kapercayan dhiri ing jiwa wiraswasta. (Seri 1:42) Terjemahan: Bagi Kunthi bukan upah yang menarik perhatiannya, tetapi pengalaman untuk melatih kepercayaan diri di jiwa wiraswasta. Karakter Kunthi yang gigih dan tekun membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang dia peroleh. Hal ini terbukti pada kutipan berikut: Atine mongkog opah saka kabisane kena nggo slempitan tukon jajane Wisnu sithik-sithik. Sing baku dadi wong urip aja wegah kangelan. Rejeki kuwi ngendi papan bakal nggoleki waton manungsa gelem taberi. Ora perlu gengsi dinulu liyan, sing baku kabeh dilakoni kanthi halal. Kunthi ora rumangsa cilik ati. (Seri 1:42)
51
Terjemahan: Hatinya bangga upah dari bakatnya berguna untuk tambahan jajan Wisnu sedikit-sedikit. Yang penting jadi orang hidup jangan tidak mau kesulitan. Rejeki itu dimana saja ada asalkan manusia mau berusaha. Tidak perlu gengsi dilihat orang lain, yang penting semua dilakukan dengan halal. Kunthi tidak merasa kecil hati. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Kunthi merupakan istri Waskitha yang setia, tidak pernah mengeluh, dan merupakan sosok yang ulet dan terampil. 2. Wisnu Wisnu adalah anak Waskitha dan Kunthi yang berusia sekitar lima tahun dan belum sekolah. Es krim merupakan makanan kegemaran Wisnu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Wisnu anake lanang sing isih umur limang taun mara njaluk pangku lan nyuwun diwarahi nggambar. (Seri 2: 20,42) Terjemahan: Wisnu anak laki-lakinya yang masih berumur lima tahun menghampiri dan meminta diajarkan menggambar. Makanan kesukaan Wisnu adalah es krim dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: Sadurunge bali, kanggo nglipur atine Wisnu dijak mlebu toko swalayan. Bocah kuwi karemane es krim, dijarake milih sing disenengi. (Seri 11:42)
52
Terjemahan: Sebelum pulang, untuk menghibur hatinya Wisnu diajak masuk toko swalayan. Anak itu kesukaannya es krim, dibiarkan memilih mana yang disukai. Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Wisnu merupakan anak semata wayang Waskitha dan Kunthi yang berumur lima tahun. 3. Eyang Wira Eyang Wira adalah seorang pemuka yang disegani di desa Waskitha.
Eyang
Wira
mempunyai
kelebihan
di
bidang
kepengarangan sastra Jawa dan gemar menulis. Hal itu terdapat pada kutipan berikut ini: Eyang Wira kuwi paraga sing tresna banget marang Basa Jawa. Nadyan panjenengane klebu priyayi nanging tetep kerep nyerat artikel babagan sastra Jawa. (Seri 1:19) Terjemahan: Eyang Wira itu sosok yang sangat mencintai Bahasa Jawa. Meskipun beliau termasuk orang terkemuka tetapi tetap sering menulis artikel tentang sastra Jawa. (Seri 1: 19) Berdasarkan kutipan di atas maka Eyang Wira adalah sosok yang mempunyai kelebihan di bidang kesastraan dan kebudayaan Jawa.
53
4. Pakdhe Wirya Pakdhe Wirya merupakan orang yang dituakan di desa selain Eyang Wira. Pakdhe Wirya memiliki watak adil dan bijaksana. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Sliramu ora perlu was sumelang Dhik. Penggalihe Pakdhe Wirya kuwi ora kaya panemune budhe. Adoh sungsate. Mesthine sliramu wis isa nggagapi saka solah bawa yen Pakdhe Wirya kuwi luwih wicaksana ketimbang Budhe Wirya”. (Seri 5:20) Terjemahan: “Kamu tidak perlu khawatir Dhik. Pemikiran Pakdhe Wirya itu tidak seperti pendapat Budhe. Jauh selisihnya. Pastinya kamu sudah bisa menilai dari sikap dan perilakunya kalau Pakdhe Wirya itu lebih bijaksana daripada Budhe Wirya.” Berdasarkan kutipan di atas maka Pakdhe Wirya merupakan orang yang memiliki watak adil dan bijaksana. 5. Budhe Wirya Budhe Wirya sering gegabah dan tergesa-gesa dalam bertindak. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Ning prayogaku nak Waskitha menawa wis ana rejeki angur ndang golek lemah dhisik. Dak kira wektu telung sasi wis kena kanggo ancang-ancang mandhiri lo Nak. Pegawe negeri kaya sliramu kuwi dak kira ora perlu bingung, wis ana sing dijagakake. Ya mung sliramu kuwi kurang kendel kaya kanca-kancane”, panyelane Budhe Wirya. (Seri 5: 20) Terjemahan: “Tetapi menurutku nak Waskitha jika sudah ada rejeki lebih baik segera mencari tanah dahulu. Saya kira waktu tiga bulan sudah bisa untuk bersiap-siap mandiri lo Nak. Pegawai negeri seperti kamu itu saya kira tidak perlu bingung, sudah ada yang dijagakan. Kamu itu hanya kurang berani seperti temanteman,” sela Budhe Wirya.
54
Berdasarkan kutipan di atas maka Budhe Wirya merupakan sosok yang gegabah dan memberikan solusi yang kurang tepat. 6. Suryani Suryani merupakan putri Pakdhe Wirya. Walaupun bukan saudara kandung perhatian Suryani kepada Waskitha melebihi perhatian kepada saudaranya sendiri. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: [...] Nadyan pernahe nak ndulur ning kawigatene ngluwihi sedulure dhewe. [...] (Seri 9: 20) Terjemahan: [...] Walaupun pernahnya saudara sepupu tetapi perhatiannya melebihi saudaranya sendiri. [...] Mendengar ucapan Waskitha, Suryani teringat pada mantan suaminya tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan rumah tangganya berakhir bubar. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Diwangsuli ngono kuwi atine Suryani dadi kendho. Kelingan lelakone omah-omah ora temanja kaya sing digantha. Ah kena apa guru lakine ora duwe tanggung jawab kaya sing diucapake dening Waskitha. (Seri 9:20) Terjemahan: Dijawab begitu hati Suryani menjadi lemah. Teringat pengalaman rumah tangganya yang tidak seperti yang
55
diimpikan. Ah kenapa suaminya tidak memiliki tanggung jawab seperti yang diucapkan oleh Waskitha. Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryani merupakan putri Pakdhe Wirya yang sudah menjadi janda. Meskipun antara Suyani dan Waskitha merupakan saudara sepupu, tetapi perhatian Suryani melebihi saudara kandungnya sendiri. 7. Paijo Paijo merupakan tukang kebun di rumah Pak Wirya, dartang ke rumah Waskitha. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: [...] Ora pangling sing teka, yaiku Paijo tukang kebone Pak Wirya wis mundhuk-mundhuk nalika dheweke mbukak lawange. (Seri 6: 20) Terjemahan: [...] Tidak keliru yang datang, yaitu Paijo tukang kebun Pak Wirya sudah menunduk ketika ia membuka pintu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Paijo merupakan tukang kebun Pakdhe Wirya. 8. Pak Warih Pak Warih merupakan ayah Waskitha. Usianya tujuh puluh tahun lebih. Hal itu terbukti pada kutipan berikut: Wong lanang wis ngunduri umur kliwat pitung puluh taun kuwi nyruput wedange, ambegan landhung ing sela-sela watuke sing wis rada kendho. (Seri 4:19)
56
Terjemahan: Pria yang sudah berumur tujuh puluh tahun lebih itu meminum kopinya, menghela napas di sela-sela batuknya yang sudah agak mereda. Pak Warih senang memberi nasihat kepada anak-anaknya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Umpama dituruti wong tuwa sing wis ngunduri tuwa kuwi anggone ngudhal wewarah ora bakal ana enteke. Kamangka yen nglakoni dhewe ya ora isa. Sing enom kudu nglenggana. (Seri 4:19) Terjemahan: Upama dituruti orang tua yang sudah berusia senja itu memberi nasihat tidak akan ada habisnya. Padahal kalau melakukan sendiri juga tidak bisa. Yang muda harus menyadari. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Warih merupakan ayah Waskitha yang berusia tujuh puluh tahun dan senang memberi nasihat. 9. Warsiti Warsiti merupakan adik bungsu Waskitha. Ia masih lajang, mempunyai watak gampang marah, iri, dan merasa berhak menempati warisan rumah orang tuanya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
57
Ing batin sing ngrungokake keslenthik atine. Warsiti adhine sing ragil wektu iki isih legan. Wong tuwa wis nggadhang keprabon kanggo dheweke. Dheweke wis apal lambe atine adhine, cugetan, merinan lan rumangsa duwe wewenang nglungsur keprabon. (Seri 4: 19) Terjemahan: Dalam batin yang mendengarkan tersindir hatinya. Warsiti adik bungsunya waktu ini masih bujang. Orang tua sudah memutuskan rumah mereka untuk ia. Ia hafal watak adiknya, mudah emosi, iri dan merasa mempunyai wewenang menempati rumah warisan. Berdasarkan kutipan di atas maka Warsiti merupakan adik ketiga Waskitha yang berwatak mudah marah, iri, dan merasa berhak mewarisi rumah orang tuanya. 10. Wangsit Wangsit merupakan adik kedua Waskitha. Karakter Wangsit yaitu bila sudah marah tidak ada orang lain yang mampu meredamkan amarahnya, sekalipun Waskitha kakaknya sendiri. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Krungu kabar kakange diperkarani karo bocah-bocah mendeman kuwi, Wangsit sakala muntab. (Seri 13:20) Terjemahan: Mendengar kabar kakaknya diganggu oleh anak-anak mabuk tersebut, Wangsit seketika marah. Kabar perkelahian antara Wangsit dan anak buah Joko Luwak kemudian menyebar, dan Wangsit tidak takut jika Joko Luwak tidak terima. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Pendhak dina kabar dredah kuwi wis dadi caturane warga desa. Wangsit wis ora patiya nggagas. Sing dienteni kari siji.
58
Menawa Joko Luwak ora trima arep dirampungi sisan. (Seri 13:47) Terjemahan: Hari
berikutnya
kabar
perkelahian
tersebut
menjadi
pembicaraan warga desa. Wangsit tidak memperdulikan. Yang ditunggu tinggal satu. Jika Joko Luwak tidak terima akan diselesaikan juga. Berdasarkan kutipan tersebut maka Wangsit merupakan adik kedua Waskitha yang memiliki karakter mudah marah yang sulit dikendalikan. 11. Winarsih Winarsih adalah kakak pertama Kunthi. Winarsih senang membicarakan keburukan orang lain dan menutupi keburukannya sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: [...] Dheweke ngerti lambe atine mbakyune sing seneng nyacat alane liyan lan nutupi cewede dhewe. Nganggep manawa apa sing dilakoni kuwi wis rumangsa pantes lan kena dadi patuladhan. (Seri 6:19) Terjemahan: [...] Dia mengerti kata hati kakaknya yang senang membicarakan
keburukan
orang
lain
dan
menutupi
keburukannya sendiri. Menganggap bahwa yang dilakukan itu sudah pantas dan bisa dijadikan contoh.
59
Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarsih merupakan kakak pertama Kunthi yang memiliki keegoisan tinggi dan senang membicarakan keburukan orang lain. 12. Pak Dwija Pak Dwija merupakan teman guru Waskitha. Sebagai guru bahasa Jawa Pak Dwija juga memperhatikan perkembangan kesastraan Jawa. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini: Teka sekolahan sing takon dhisik dhewe Pak Dwija. Minangka guru Basa Jawa sithik-sithik duwe kawigaten marang Waskitha saben mentas ana acara kang magepokan karo theg kliwere kasusastran Jawa. Mung emane saben mentas takon, ya mung kemedal ing lathi thok wae. Bakda kuwi ya wis ora sambung apa dene cawe-cawe kanggo miyaki dalan sateruse. (Seri 1: 20) Terjemahan: Sampai di sekolah yang bertanya paling dahulu Pak Dwija. Sebagai guru Bahasa Jawa sedikit-sedikit mempunyai perhatian kepada Waskitha setiap mengikuti acara yang berkaitan dengan seputar kesastraan Jawa. Hanya sayangnya setiap habis bertanya, berhenti di ucapan saja. Setelah itu ya sudah tidak sambung apalagi ikut campur untuk membuka jalan selanjutnya. Berdasarkan kutipan di atas maka Pak Dwija merupakan rekan kerja Waskitha dan mengajar Bahasa Jawa, serta mempunyai kepedulian terhadap perkembangan sastra Jawa. 13. Wening Wening merupakan teman guru Waskitha dan mengajar di sekolah yang sama. Wening pernah menaruh hati kepada Waskitha, namun Waskitha sudah memiliki pilihan lain yaitu Kunthi. Wening masih lajang, ia berperawakan menarik serta sikap yang baik. Hal itu terdapat pada kutipan berikut:
60
Pancen nalika dheweke mlebu makarya neng sekolahan kono Wening kuwi tau mambu ati karo Waskitha, nanging eman priya sing diidham-idhamake kuwi wis duwe kenya pilihan satemah rasa cuwa tansah ginawa ing telenge ati. Tujune wae anggone nandur katresnan durung pati jero. Tumrap Wening anggone kelangan Waskitha mujudake koncatan tresna sing kaping pindho. Ora ana sing ngerti kena apa padha ora nglanggati tresnane kenya kuwi. Kamangka Wening kuwi samubarange ora nguciwani, wiwit rupa, dedeg engga unggah-ungguh sarwa nengsemake. (Seri 2: 43) Terjemahan: Memang ketika dia masuk bekerja di sekolahan tersebut Wening itu pernah menaruh hati kepada Waskitha, tetapi sayang pria yang diidam-idamkannya itu sudah mempunyai gadis pilihan sehingga rasa kecewa selalu terbawa di dalam hati. Untung saja cintanya belum begitu dalam. Bagi Wening kehilangan Waskitha merupakan kehilangan cinta yang kedua kali. Tidak ada yang tahu kenapa tidak ada yang menanggapi cinta gadis itu. Padahal dari keseluruhan Wening itu tidak mengecewakan, mulai rupa, perawakan serta perilaku serba menarik. Berdasarkan kutipan tersebut maka Wening merupakan rekan kerja Waskitha yang masih lajang dan pernah jatuh cinta pada Waskitha. 14. Pak Nur Sholeh Pak Nur Sholeh merupakan kepala sekolah baru di SMP tempat Waskitha bekerja. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha mung mesem tipis karo ndhingkluk sajak ana sing disingidake ing telenging atine. Nanging mung sedhela, agahan ndengengek mbales eseme Pak Nur Sholeh, kepala sekolah anyar. (Seri 5: 19) Terjemahan: Waskitha hanya tersenyum tipis sambil menunduk seperti ada yang disembunyikan di hatinya. Tetapi hanya sebentar,
61
menatap dan membalas senyum kepada Pak Nur Sholeh, kepala sekolah baru. Pak Nur Sholeh memiliki kepedulian kepada para bawahannya termasuk Waskitha. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: “Kula mireng kabar saking kanca-kanca ing ngriki bilih panjenengan menika asring pikantuk undangan penataran, seminar ingkang magepok kalihan basa Jawi. Kula kinten menawi Pak Waskitha nggayuh gelar sarjana basa Jawi, asma panjenengan badhe langkung kuncara lan manjila, amargi mboten geseh kalihan kegiyatan panjenengan”. (Seri 5: 19) Terjemahan: “Saya mendengar kabar dari teman-teman di sini bahwa anda itu sering mendapat undangan penataran, seminar yang berhubungan dengan bahasa Jawa. Saya kira kalau Pak Waskitha memperoleh gelar sarjana bahasa Jawa, nama anda akan lebih terkenal dan unggul, karena tidak berlawanan dengan kegiatan anda. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nur merupakan kepala sekolah baru di sekolah tempat kerja Waskitha. Pak Nur Sholeh memiliki kepedulian yang besar kepada bawahannya. 15. Mas Antok Mas Antok merupakan penjaga sekolah di SMP tempat Waskitha bekerja. Ia mengantarkan Pak Gender sampai depan kantor guru. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Disawang neng ngarep kantor guru katon Mas Antok penjaga lagi bareng karo Pak Gender. (Seri 15: 20) Terjemahan: Dilihat di depan kantor guru kelihatan Mas Antok penjaga sedang bersamaan dengan Pak Gender.
62
Berdasarkan kutipan tersebut maka Mas Antok merupakan penjaga sekolah di tempat kerja Waskitha. 16. Pak Tarno Pak Tarno bertemu dengan Waskitha di pematang sawah sambil menyaksikan anak-anak bermain layang-layang. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Sesuk nyuwun bapak dipundhutake layangan sing gedhe nggih Dhik, mumpung ketiga dawa sawahe durung digarap”, celathune Pak Tarno wis ngadeg neng cedhake lan udut nglepus, nuli njejeri lungguhe Waskitha neng galengan sawah. (Seri 9: 43) Terjemahan: “Besuk minta bapak dibelikan layangan yang besar ya Dhik, mumpung kemarau panjang sawahnya belum dikerjakan,” kata Pak Tarno yang berdiri di dekatnya dan merokok, lalu menyandingi duduk Waskitha di pematang sawah. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Tarno merupakan tetangga Waskitha yang bekerja sebagai petani. 17. Bu Tarmidi Bu Tarmidi senang sekali karena tanahnya dibeli Waskitha. Meskipun belum dibayar lunas, Bu Tarmidi yang mengurus pemindahan kepemilikan sertifikat atas nama Waskitha. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Luwih-luwih tumrap Bu Tarmidi lan garwane, bareng sing ngarepake Waskitha bungahe ora jamak. Perkara bayaran kena diangsur saduwene. Malah ben luwih mantep, nadyan durung dibayar kes, lemah kuwi diwalikake pisan neng notaris. Kabeh mau sing ngurusi Bu Tarmidi. (Seri 9:43) Terjemahan: Lebih-lebih bagi Bu Tarmidi dan suaminya, yang menginginkan Waskitha sangat senang. Perkara biaya bisa diangsur semampunya. Malah biar lebih mantap, walaupun
63
belum dibayar lunas, tanah itu sudah dibaliknamakan di notaris. Semua itu diurus Bu Tarmidi. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Tarmidi merupakan orang yang menjual tanahnya kepada Waskitha. 18. Pak Kadus/ Kadus Sumidi Kadus Sumidi dulunya terkenal kaya karena tanahnya luas. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Kadus Sumidi biyen kondhang sugihe merga lemahe jembar, anake telu gagah-gagah dipawiti lemah sebahu. Yen nedhenge panen wis kaya juragan. Ning saiki wis beda, suda bandha donyane bareng jaman ana owah-owahan. Lemah mblangkrah ora kena dijagakake asile. (Seri 2:19) Terjemahan: Kadus Sumidi dahulu terkenal kaya karena tanahnya luas, ketiga anaknya diberi modal tanah sepetak. Jika panen sudah seperti juragan. Tetapi sekarang sudah berbeda, harta bendanya menyusut ketika ada perubahan jaman. Hasil tanah tidak bisa diharapkan. Berdasarkan kutipan tersebut maka Kadus Sumidi dulunya merupakan orang yang kaya karena memiliki tanah yang luas. 19. Bu Kadus Bu Kadus memiliki sifat penolong dan peduli dengan orang lain. Bu Kadus mengingatkan Kunthi agar tidak langsung percaya pada kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut: “Menawa atimu kukuh lan ora gampang keli krodhane emosi, swara kuwi mengko bakal meneng dhewe. Waton buktine ora ana, aja mbok lebokake ati lan mikirmu aja kenceng-kenceng. Iki ora ateges aku melu cawe-cawe babagan ruwet rentenge wong omah-omah. Nanging atiku ora mentala, sliramu kuwi dadi kapitayanku kok nganti nampa swara sing ora nggenah pok buntute.” (Seri 17: 43)
64
Terjemahan: “Jika hatimu teguh dan tidak mudah terbawa emosi, suara itu nanti akan hilang sendiri. Asalkan buktinya tidak ada, jangan dimasukkan hati dan jangan terlalu dipikir. Bukan berarti saya ikut campur masalah rumah tangga orang lain. Tetapi hatiku tidak tega, jika kamu sebagai orang kepercayaanku kok sampai menerima suara yang tidak jelas sumbernya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Kadus merupakan sosok yang peduli terhadap orang lain yang sedang terkena masalah. 20. Lasmini Lasmini merupakan teman masa kecil Waskitha. Ia berprofesi sebagai guru SD. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Wanita nunggal desa anake tilas kamituwa sing dadi mitra angon jaman cilikane kuwi saiki ya dadi guru SD. Pancen wis dadi gegayuhane jaman semana, mula anggone sekolah milih SPG, betheke ngrumangsani anake wong biyasa. (Seri 2: 19-20) Terjemahan: Wanita satu desa anaknya mantan kamituwa yang menjadi teman menggembala ketika kecilnya dahulu itu sekarang juga menjadi guru SD. Memang sudah menjadi cita-citanya sejak itu, maka sekolahnya memilih SPG, karena menyadari anaknya orang biasa. Lasmini digambarkan berperawakan gemuk, berbeda dengan sewaktu ia masih gadis. Hal tersebut terdapat pada kutipan: Jan, jeneng wong wadon kuwi yen ora gelem ngrumati awake kok ya dadi ora nggenah dadine. Mangka dhek isih prawan jeneng Lasmini iku pawakane lencir kuning, pipine dhekik. Bareng saiki yen ngguyu dhekike wis ilang, bangkekane dadi nawon dowan. (Seri 2: 20) Terjemahan: Memang, perempuan itu kalau tidak mau merawat tubuh kok ya menjadi tidak jelas jadinya. Padahal ketika masih lajang Lasmini itu perawakannya langsing kuning, lesung pipit.
65
Sekarang kalau tertawa lesung pipitnya sudah hilang, pinggulnya jadi lebar. Berdasarkan kutipan tersebut maka Lasmini merupakan teman semasa kecil Waskitha, anak seorang kamituwa yang berpofesi sebagai guru SD. 21. Winarto Winarto merupakan teman satu desa dengan Waskitha. Winarto berperawakan kurus ditunjukkan pada kutipan berikut: Winarto ndhisik awake gering, nanging bareng limalas taun ora ketemu saiki katon lemu mbethethot, brengose claprang. (Seri 4:20) Terjemahan: Winarto dahulu badannya kurus, tetapi setelah lima belas tahun tidak bertemu sekarang kelihatan gemuk, kumisnya tebal. Winarto mengatakan kalau ia terkena PHK dan belum mempunyai rumah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Omah rung duwe yen wis digadhang nglungsur keprabon rak kari ndandani. Awakmu sih luwih beja tinimbang aku. Omah rung duwe saiki kena PHK. Kono mben sasi wis ana sing dijagakake, beda karo aku yen ora kemrembyah ora mangan.” (Seri 4:20) Terjemahan: “Rumah belum punya kalau sudah diharapkan menempati rumah warisan kan tinggal memperbaiki. Kamu masih beruntung daripada saya. Rumah belum punya sekarang kena PHK. Situ tiap bulan ada yang dijagakan, beda dengan saya kalau tidak bergegas tidak makan.
66
Winarto merupakan anak yang cerdas, namun ketika ingin kuliah orang tuanya tidak mempunyai biaya. Ia memiliki prinsip akan menempuh kuliah dengan biayanya sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Dheweke klebu bocah pinter. Mung wae nalika kepengin kuliyah wong tuwane ora duwe ragad, saengga kanggo ngragadi adhine sing isih loro dheweke sengaja oncad kanggo ndandani ekonomine wong tuwane. Dheweke duwe krenteg anggone kuliyah bakal digoleki nganggo kringete dhewe, lan bakal mujudake kekudangane wong tuwa anake lanang isa dadi sarjana sing migunani. (Seri 4:20) Terjemahan: Ia termasuk anak yang pandai. Hanya saja ketika ingin kuliah orang tuanya tidak mempunyai biaya, sehingga untuk membiayai kedua adiknya ia bekerja untuk memperbaiki ekonomi orang tuanya. Ia bertekad kuliahnya akan dicari dengan biaya sendiri, dan ingin menjadi anak laki-laki kebanggaan orang tuanya sebagai sarjana yang berguna. Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarto merupakan teman satu desa dengan Waskitha yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga lulus SMA langsung mencari pekerjaan di kota. 22. Karto Leging Karto Leging adalah tetangga Waskitha yang sudah banyak membantu keluarganya dan bekerja sebagai kuli angkut di pasar. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Wong lanang kuwi akeh labuh-labete marang kulawargane nadyanta mung dadi tukang rewang. Saben-saben wong tuwane ana kretheg-kretheg sing dadi sapu kawate tenaga nggo ngrampungake pakaryan ya dheweke tanpa ngreken bayaran. Arang krungu Karto Leging golek utangan, nadyan pakaryane mung dadi kuli gendhong turut pasar. (Seri 3: 45) Terjemahan: Orang laki-laki itu banyak mengabdi kepada keluarganya walaupun hanya menjadi tukang bantu. Sewaktu-waktu orang
67
tuanya memiliki pekerjaan yang menjadi tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan ya ia tanpa menghitung upah. Jarang terdengar Karto Leging mencari hutangan, walaupun pekerjaannya hanya menjadi kuli gendong di pasar. Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging merupakan tetangga Waskitha yang bekerja sebagai kuli angkut di pasar dan sering membantu keluarga Waskitha. 23. Pak RT Pak RT datang ke rumah Waskitha bersama Karto Leging. Oleh Kunthi disuguh tahu petis dan pisang molen. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Mbarengi Karto Leging lan Pak RT teka, Kunthi ngetokake nyamikan tahu petis lan gedhang molen sing tuku ana pasar malem mentas wae. (Seri 7: 20) Terjemahan: Bersamaan Karto Leging dan Pak RT datang, Kunthi mengeluarkan makanan tahu petis dan pisang molen yang dibeli di pasar malam baru saja. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak RT datang ke rumah Waskitha ditemani Karto Leging. 24. Sulijah Sulijah adalah janda beranak satu yang berjualan di warung setiap hari. Ia senang bergurau sehingga lelaki manapun bisa saja tergoda. Sulijah berparas cantik, hitam manis, dan bertubuh sedang. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
68
Sulijah pancen wong wedok sing seneng sembrana parikena lan sok lemeran yen sing dijak sembranan mangan unjale. Aja maneh statuse Sulijah wektu iki randha anak siji sing jare bapake ora nggenah sapa. Mula ora mokal menawa warung kuwi saben ndina dinggo jujugan wong lanang sing sok kepengin mambu tai kucing. Apameneh rupane Sulijah pancen ora nguciwani. Ireng manis, awake rada weweg nadyan dedege rada endhek, ning yen disawang solahe tregal-tregel kaya ora tau nesu ndadekake wong lanang gregeten kaya kepengin nyiwel pipine sing empluh. Sandhangan sing dinggo sarwa ngepas, kaos molor ndadekake lekuk-lekuk awake katon cetha. (Seri 12: 20) Terjemahan: Sulijah memang wanita yang senang bercanda dan sok menurut jika yang diajak ceroboh dalam berucap. Jangan lagi statusnya Sulijah waktu ini janda anak satu yang kabarnya bapaknya tidak jelas siapa. Maka tidak heran kalau warung itu setiap hari dijadikan tempat tujuan orang laki-laki yang sok berkeinginan mencium kotoran kucing. Hitam manis, perawakannya berisi walaupun agak pendhek, tetapi kalau dilihat tingkahnya tregal-tregel seperti tidak pernah marah membuat orang laki-laki geregetan seperti ingin mencubit pipinya yang putih. Pakaian yang dipakai serba ketat, kaos molor menjadikan lekak-lekuk tubuhnya terlihat jelas. Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah merupakan janda beranak satu yang berjualan di warung setiap hari. 25. Joko Luwak Joko Luwak adalah pemuda penggangguran di kampung Waskitha. Ia gemar minum-minuman keras, judi, dan keluyuran di jalan. Hal itu sesuai dengan kutipan berikut: [...] Nanging durung nganti muter sepedha motore, kedadak wong lanang numpak RX King mandheg neng ngarepe. Jenenge Joko Luwak. Pawakane dhempal rembuge sugal, gaweyane saben dina mung kluyuran dalan, adu jago, main, ngombe. (Seri 7: 19)
69
Terjemahan: [...] Tetapi belum sampai mumutar sepeda motornya, orang laki-laki naik RX King mendadak berhenti di depannya. Namanya Joko Luwak. Perawakannya tegap bicaranya bengis, kerjaannya setiap hari hanya keluyuran di jalan, mengadu jago, judi, mabuk. Berdasarkan kutipan tersebut maka Joko Luwak merupakan seorang pemuda pengangguran yang gemar meminum minuman keras, berjudi dan sering memalak orang di jalan. 26. Listyani Listyani, merupakan adik Joko Luwak, datang ke rumah Waskitha ketika sore hari. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: Lagi wae mangan sore, dumadakan neng njaba ana wanita numpak Vario mandheg neng ngarep omah. Listyani, adhine Joko Luwak. Praupane katon abang ireng. (Seri 7: 20) Terjemahan: Ketika makan sore, mendadak di luar ada wanita naik Vario berhenti di depan rumah. Listyani, adik Joko Luwak. Wajahnya terlihat malu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Listyani merupakan adik Joko Luwak. 27. Pak Sukra Pak Sukra merupakan ayah Joko Luwak dan Listyani yang bekerja sebagai rentenir. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
70
“Pak Sukra kuwi lintah darat. Anakane njiret gulu. Dhuwit rung ditampa wis kepotong sepuluh persen. Anak ra diangsur dadi embok”, Kunthi numpangi gunem. (Seri 3:45) Terjemahan: “Pak Sukra itu lintah darat. Bunganya menjerat leher. Uang belum diterima sudah dipotong sepuluh persen. Anak tidak diangsur menjadi induk,” Kunthi menambahkan. Pekerjaan Pak Sukra sebagai rentenir juga diperjelas pada kutipan berikut: “Apa atimu kurang percaya karo kejujuranku, dupeh gaweyanku motangke dhuwit? Pikiren dhisik ora perlu kesusu. Yen kurang percaya, iki ana dhuwit sayuta kanggo persekot kesanggupan nyambut gawe bareng”, Pak Sukra isih nyoba ngepek atine, karo nyelehke dhuwit sayuta semeleh neng ndhuwur meja. (Seri 8: 43) Terjemahan: “Apa hatimu kurang percaya dengan kejujuranku, karena pekerjaanku meminjamkan uang? Pikirkan dahulu tidak perlu tergesa-gesa. Kalau kurang percaya, ini ada uang sejuta untuk tanda jadi kesanggupan bekerja sama,” Pak Sukra masih mencoba merebut hatinya, sambil menaruh uang sejuta di atas meja. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sukra merupakan ayah Joko Luwak yang sering meminjamkan uangnya (rentenir). 28. Penjual jamu Bakul jamu berjualan di gardu dekat swalayan, dijumpai Waskitha saat ia mencari tempat berteduh. Penjual jamu tersebut agak centil meskipun usianya sudah paruh baya. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
71
Waskitha ora isa nulak nalika mbakyu bakul jamu kuwi wis nyilingake beras kencur neng gelas. Karo mesam-mesem dirahapi dadi sawangane wong akeh. Ora let sedhela tibake wong lanang ing cedhake ya melu pesen nggo ngilangi rasa nglangut. Bakule rada kemayu nadyan umure wis rada tuwa. (Seri 3:20) Terjemahan: Waskitha tidak bisa menolak ketika penjual jamu itu sudah meracik beras kencur di gelas. Dengan senyam-senyum otomotis menjadi perhatian banyak orang. Tidak lama ternyata orang laki-laki di dekatnya juga ikut memesan untuk menghilangkan rasa suntuk. Penjualnya agak centil walaupun umurnya sudah agak tua. Berdasarkan kutipan tersebut maka penjual jamu merupakan sosok wanita paruh baya yang bertingkah agak centil. 29. Mino Kompreng Mino Kompreng berprofesi sebagai tukang ojeg. Ia merupakan teman Waskitha di kalangan budaya. Waskitha mengojeg dan diantarkan sampai di halaman rumah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Ojege tekan plataran omah. Dhuwit lembaran puluhan ewon diulungake. Angkahe Mino Kompreng emoh nampa, merga ngelingi wis tau dadi kanca ing kalangane ulah budaya. (Seri 3:45) Terjemahan: Ojeknya sampai halaman rumah. Uang lembaran puluhan ribu diberikan. Niatnya Mino Kompreng tidak menerima, karena mengingat sudah pernah menjadi teman di kalangan budaya.
72
Berdasarkan
kutipan
tersebut
maka
Mino
Kompreng
merupakan teman Waskitha di kalangan budaya dan memiliki profesi sampingan sebagai tukang ojek. 30. Bendhol Bendhol merupakan anak buah Joko Luwak. Wangsit menghajar Bendhol karena sudah menggganggu Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Swara Yamaha bebek ngenther banter tanpa sarangan knalpot. Sing krungu padha noleh. Wangsit. Tanpa cluluk, agahan mudhun saka sepedha motore trengginas mencolot nendhang Bendhol sakayange. Tungkake oleh dhadha. Kang ketiban tungkak durung pulih larane wis mbengok sambat meneh mencelat tiba kedhungsang-dhungsang nganti awake semampir neng tanggul, pundhak sak sirahe mbleseg neng kalenan. (Seri 13: 47) Terjemahan: Suara Yamaha bebek terdengar keras tanpa peredam knalpot. Yang mendengar menoleh. Wangsit. Tanpa basa-basi, segera turun dari sepeda motornya dengan lincah melompat menedang Bendhol sekuatnya. Tungkaknya mendapat dada. Yang terkena tungkak belum pulih sakitnya sudah teriak lagi jatuh sampai badannya menyangkut di tanggul, pundak dan kepalanya jatuh di parit. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bendhol merupakan anak buah Joko Luwak yang dihajar Wangsit habis-habisan di dekat tanggul karena hendak menghajar Waskitha. 31. Dua pemuda suruhan Joko Luwak Joko Luwak yang kurang terima menyuruh dua orang anak buahnya untuk menghajar Waskitha karena uang dua puluh ribu. Kedua pemuda suruhan Joko Luwak tersebut berambut gondrong disemir merah hijau. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
73
Lagi enak-enak lengekan, dumadakan ana sepedha motor protholan mandheg neng cedhake. Swara mesine gawe kuping gatel. Nom-noman loro kuwi rambute gondrong disemir abang ijo, sandhangane pating sranthil, tingkahe briga-brigi. Sing siji mudhun, jumangkah nyedhaki lungguhe Waskitha tanpa subasita. Seri 13: 47) Terjemahan: Sedang enak-enak santai, mendadak ada sepeda motor pretelan berhenti di dekatnya. Suara mesinnya membuat telinga gatal. Kedua pemuda itu berambut panjang disemir merah hijau, pakaiannya awut-awutan, tingkahnya brigabrigi. Yang satu turun, melangkah mendekati duduk Waskitha tanpa tata krama. Berdasarkan kutipan tersebut maka dua pemuda suruhan Joko Luwak tersebut tidak mempunyai sopan santun dan hendak menghajar Waskitha. 32. Jumeno Jumeno merupakan teman sekolah Kunthi yang pernah menaruh hati. Jumeno berkunjung ke rumah Kunthi pada suatu sore hari. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Ngadhepke srengenge ngglewang ngulon ana Kijang Innova klawu mandheg ana ngarepan omah. Agahan Kunthi marani sing lagi mudhun lan ora let sedhela wis keprungu uluk salam. Atine rada nratab sethithik, mergane sing lagi teka kuwi Jumeno. Priya kanca sekolah sing ndhisik tau mambu ati. [...] (Seri 6:43) Terjemahan: Menghadapkan matahari terbenam di barat ada Kijang Innova abu-abu berhenti di depan rumah. Segera Kunthi menghampiri yang baru turun dan tidak berselang lama sudah terdengar ada yang memberi salam. Hatinya agak bergetar, karena yang baru datang itu Jumeno. Pria teman sekolah yang dahulu pernah menaruh hati. [...] Selain wajahnya yang rupawan Jumeno mahir merangkai kata untuk memikat wanita. Hal itu terdapat pada kutipan berikut ini:
74
[...] Jumeno pancen pinter gawe ukara sing marahi luluhe ati wanita. Rupane sing bagus, lan kedunungan bandha bisa dindelake ana ngarepe kanca sing padha kepranan. (Seri 11: 42) Terjemahan: [...] Jumeno memang pintar merangkai kata yang membuat hati wanita luluh. Wajahnya tampan, dan memiliki harta yang bisa dipamerkan di depan teman yang sedang terpikat. Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno merupakan seorang yang sukses, berwajah tampan, dan teman sekolah Kunthi yang pernah menaruh hati. 33. Santi Santi merupakan adik kelas Kunthi waktu SMP. Ia datang ke rumah Kunthi mengatarkan Jumeno. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Atine rada nratab sethithik, mergane sing lagi teka kuwi Jumeno. Priya kanca sekolah sing ndhisik tau mambu ati. Ing sisihe katon Santi kang ndhisik uga tau adhik kelas ing SMP. (Seri 6: 43) Terjemahan: Hatinya agak bergetar sedikit, karena yang baru datang itu Jumeno. Pria teman sekolah yang dulu pernah menaruh hati. Di sampingnya terlihat Santi yang dulu juga pernah menjadi adik kelas SMP.
75
Berdasarkan kutipan tersebut maka Santi merupakan adik kelas Kunthi semasa SMP dan datang mengantarkan Jumeno. 34. Wirasthi Wirasthi merupakan teman Waskitha sewaktu kuliah diploma dua. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: [...] Waskitha kaget nalika driji alus sing ndemek pundhake saka mburi iku jebul Wirasthi. Wanita ayu sing tau dadi kanca sekolah rong puluh taun kepungkur. (Seri 8:19) Terjemahan: [...] Waskitha terkejut ketika tangan halus yang menyentuh pundaknya dari belakang itu ternyata Wirasthi. Wanita cantik yang pernah jadi teman sekolah dua puluh tahun yang lalu. Wirasthi berprofesi sebagai dosen dan telah memperoleh gelar strata 2, terbukti pada kutipan berikut: “Gene wis isa mbadhe. Dheweke saiki wis duwe gelar S2, kepara dadi dhosen barang. Garwane kontraktor sing nduweni koneksi neng luar negeri.” (Seri 8:19) Terjemahan: “Nyatanya
sudah
bisa
menebak.
Ia
sekarang sudah
memperoleh gelar S2, malah sudah menjadi dosen. Suaminya kontraktor yang mempunyai koneksi di luar negeri.” Wirasthi berparas rupawan, kulit putih, berperawakan sedang, dapat dilihat pada kutipan berikut:
76
Sapa sing ora kepranan marang Wirasthi sing medhar makalah Seni Tradhisi isih moncer. Praupane ayu, kulit putih, dedege sedheng, rambut dawa ireng njanges ditali siji mbuntut jaran. (Seri 8: 19) Terjemahan: Siapa yang tidak tertarik kepada Wirasthi yang menjelaskan makalah Seni Tradisi masih lancar. Wajahnya cantik, kulit putih, badannya sedang, rambut panjang hitam ditali satu seperti ekor kuda. Wirasthi merupakan mantan kekasih Waskitha, ia selalu ingin mencari kesempatan untuk berdekatan dengan Waskitha, dan sekarang ia menjadi dosen pembimbing Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Satemene Wirasthi kepengin nggunakake kalodhangan kaya ngono kuwi kanggo mecaki dina-dina kang wis kliwat. Dina kang tau dadi kembang kamulyan ing jiwane, nanging uga mujudake dina sing tau dadi pinggete ati. (Seri 21:19) Terjemahan: Sebenarnya Wirasthi ingin menggunakan kesempatan seperti itu untuk mengulang hari-hari yang telah lalu. Hari yang pernah menjadi kebahagiaan di jiwanya, tetapi juga merupakan hari yang pernah menjadi luka di hati.
77
Berdasarkan kutipan tersebut maka Wirasthi merupakan mantan kekasih Waskitha semasa kuliah diploma dua, yang sekarang menjadi dosen Waskitha. 35. Tutik Sama halnya dengan Wirasthi, Tutik juga merupakan teman kuliah Waskitha. Tutik berasal dari Madiun. Hal itu terbukti pada kutipan berikut: “ [...]”, suwarane Tutik saka mburi. Wanita asal Madiun kuwi saiki pawakane tambah aking lan pencerete luwih katon tuwa ketimbang Wirasthi. (Seri 8: 19) Terjemahan: “ [...] ”, suara Tutik dari belakang. Wanita dari Madiun itu sekarang badannya makin kurus dan terlihat lebih tua dibandingkan Wirasthi. Berdasarkan kutipan tersebut maka Tutik juga teman kuliah Waskitha yang berasal dari Madiun. 36. Pak Gunawan Pak Gunawan merupakan dosen pembimbing kedua Waskitha setelah Wirasthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Anggone rembugan kapunggel, merga Waskitha agahan mlebu neng ruwangane Pak Gunawan minangka Dhosen Pembimbing loro sawise salah sijine mahasiswa menehi kodhe supaya ndang mlebu. (Seri 22: 20)
78
Terjemahan: Percakapannya terhenti, karena Waskitha segera masuk ke ruangan Pak Gunawan sebagai Dosen Pembimbing kedua setelah seorang mahasiswa memberi kode supaya cepat masuk. Pak Gunawan merupakan dosen yang sangat teliti. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Pak Gunawan klebu Dhosen Basa Jawa sing gemet lan tlesih temenan anggone njlimeti skripsi, prasasat mung kurang sak hurup wae diwenehi cawing, uga panyigeke tembung lan sapanunggalane. (Seri 22: 20) Terjemahan: Pak Gunawan termasuk Dosen Bahasa Jawa yang sangat tekun dan teliti dalam mengoreksi skripsi, ibarat hanya kurang satu huruf saja diberi centang, juga tanda akhir kata dan sebagainya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gunawan adalah dosen pembimbing kedua Waskitha yang sangat teliti dalam mengoreksi skripsi. 37. Pak Wijaya Pak Wijaya merupakan ayah Wirasthi, bertemu dengan Waskitha di rumah Wirasthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
79
[...] ” ngendikane priyayi kakung kang rikmane wis katon mabluk putih sing ora liya bapake Wirasthi asmane Pak Wijaya. (Seri 21:20) Terjemahan: [...]” kata orang laki-laki yang rambutnya sudah rata putih yang tidak lain bapaknya Wirasthi namanya Pak Wijaya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Wijaya merupakan ayah Wirasthi. 38. Parno Parno merupakan teman baru Waskitha sesama pengarang. Suatu sore Parno datang ke rumah Waskitha dengan maksud mengajak Waskitha untuk menjadi juri dalam lomba membaca geguritan yang akan diadakan oleh Forum Sastra. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Yen diuja anggone crita ngalor ngidul ora ana cuthele, nganti ora krasa wis meh Maghrib wektune. Dene intine Parno teka ing kono mung njaluk tulung Waskitha dadi juri lomba geguritan sing dianakake nganggo jeneng Forum Sastra kang diembani dening Parno lan kanca-kancane. (Seri 2: 43) Terjemahan: Kalau dituruti ceritanya kesana-sini tidak ada habisnya, hingga tidak terasa waktu sudah hampir Maghrib. Intinya kedatangan Parno bermaksud meminta tolong Waskitha menjadi juri lomba geguritan yang diadakan oleh Forum Sastra yang diurus oleh Parno dan teman-temannya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Parno merupakan rekan baru Waskitha di kalangan sastra yang tergabung dalam Forum Sastra.
80
39. Pak Nugraha Pak Nugraha adalah pemerhati kebudayaan dan kesastraan Jawa, bertemu dengan Waskitha pada saat acara lomba membaca geguritan yang diselenggarakan oleh Forum Sastra. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Dheweke wis ngerti bothekane Pak Nugraha nadyan anggone paseduluran mung kaceneng saka anggone padha nresnani donyane kasusastran. (Seri 3:19 Terjemahan: Dia
sudah
tahu
kehidupan
Pak
Nugraha
meskipun
persaudaraan mereka hanya terikat karena sama-sama mencintai dunia kesastraan. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nugraha merupakan seorang pemerhati kesastraan. 40. Pak Sudigdo Pak Sudigdo adalah kenalan baru Waskitha pada acara Revitalisasi Budaya Jawa di Taman Budaya Surakarta. Pak Sudigdo sudah agak tua, tetapi dia kelihatan segar bugar. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut: Merga tekane wis klebu Waskitha oleh kanca jenenge Sudigdo. Priyayine wis rada sepuh nanging ing pasuryane isih katon gagah lan semringah. (Seri 16: 19)
81
Terjemahan: Karena datangnya sudah termasuk Waskitha mendapat teman bernama Sudigdo. Orangnya sudah agak tua tetapi wajahnya masih terlihat gagah dan segar bugar. Waskitha dan Pak Sudigdo berasal dari daerah sama sehingga keduanya cepat akrab yang ditunjukkan pada kutipan berikut: Merga duwe asal kang padha antarane Waskitha lan Pak Sudigdo ndadekake anggone tetepungan wis krasa raket. (Seri 16: 19) Terjemahan: Karena berasal dari daerah sama antara Waskitha dan Pak Sudigdo menjadikan perkenalan mereka sudah terasa dekat. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sudigdo bertemu Waskitha dalam acara seminar di Taman Budaya Surakarta. Keduanya berasal dari daerah yang sama. 41. Nuning Waskitha bertemu dengan Nuning pada hari kedua penataran di Taman Budaya Surakarta. Nuning merupakan lulusan ISI, berasal dari Wonogiri. Hal tersebut terurai dalam kutipan berikut: Dina candhake Waskitha isih ketemu karo Nuning mitra penataran saka Wonogiri. Wanita manis sing pasemone tregal-tregel lan renyah wicarane kaya Dewi Srikandhi kuwi nyalami kenceng. Dedeg piyadege sedheng kulite nemu giring. Lulusan ISI kuwi awake katon luwih seger tinimbang setengah taun kepungkur. (Seri 16: 19) Terjemahan:
82
Hari berikutnya Waskitha bertemu dengan Nuning mitra penataran dari Wonogiri. Wanita manis yang tingkahnya tregal-tregel dan ramah bicaranya seperti Dewi Srikandhi itu menyalami. Perawakannya sedang kulitnya bersih. Lulusan ISI itu badannya terlihat lebih segar daripada setengah tahun yang lalu. Nuning kini hidup menjanda, sudah lima bulan ia berpisah dengan suaminya. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut: “Ya wis pisahan karo Mas Har. Wis ana limang sasi punjul aku mbujang.” (Seri 16: 19) Terjemahan: “Ya sudah berpisah dengan Mas Har. Sudah lima bulan lebih saya membujang.” Berdasarkan kutipan tersebut maka Nuning merupakan lulusan ISI dan sering bertemu Waskitha dalam acara yang berkaitan dengan sastra. Nuning kini hidup menjanda. 42. Pak Gender Pak Gender mempunyai nama asli Paimo. Panggilan Pak Gender karena ia dahulu sering mengamen menggunakan alat gender, salah satu gamelan Jawa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Nami asli kula Paimo. Nanging tiyang-tiyang sami ngarani Pak Gender. Awit kula ndhisik yen mbarang asring nggawa gender. (Seri 11: 19) Terjemahan:
83
Nama asli saya Paimo. Tetapi orang-orang memanggil Pak Gender. Karena saya dahulu kalau mengamen sering membawa gender. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gender atau Paimo merupakan seorang pengamen yang dulunya mengamen dengan alat gamelan Jawa gender. 43. Gimun Gimun adalah penjual nasi goreng yang buka pada malam hari. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Enek apa Kang?” pitakone Gimun si bakul sega goreng. (Seri 19:20) Terjemahan: “Ada apa Kang?” tanya Gimun si penjual nasi goreng. Berdasarkan kutipan tersebut maka Gimun merupakan seorang penjual nasi goreng yang buka setiap malam. 44. Sumin Klanthung Sumin Klanthung, seorang tukang ojek masuk warung dengan wajah yang masih kelihatan marah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Saka pangkalan ojeg krungu rame-rame, sajake lagi ana perkara sing ora mranani. Let sedhela Sumin Klanthung mlebu warung karo raine isih ketara mangar-mangar. (Seri 19: 20)
84
Terjemahan: Dari pangkalan ojeg terdengar ramai-ramai, sepertinya ada perkara yang tidak menyenangkan. Tidak lama Sumin Klanthung masuk warung dengan wajah masih terlihat marah. Sumin Klanthung marah setelah menyadari kalau uang yang dibawanya uang palsu dan ketika hendak membeli rokok uangnya tidak laku. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: “Wonge ora nggenah. Ngertiku wis ana pangkalan, dhuwite arep dak jajakke rokok ora payu,” wangsulane Sumin Klanthung karo lungguh jigang neng cedhake Waskitha. (Seri 19: 20) Terjemahan: “Orangnya tidak jelas. Setahuku sudah di pangkalan, uangnya akan saya belikan rokok tidak laku,” jawab Sumin Klanthung sambil duduk di dekat Waskitha. Berdasarkan
kutipan
tersebut
maka
Sumin
Klanthung
merupakan seorang yang bekerja sebagai tukang ojek, marahmarah karena mengetahui uang hasil ojekannya adalah uang palsu. 45. Suryatmo dan Pradapa Suryatmo dan Pradapa merupakan putra Pakdhe Wirya. Keduanya terkena PHK dan berencana kembali ke desa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “[...]Wigatine nakokake omah iki bakal dipundhut bali, merga Mas Suryatmo lan Mas Pradapa kena PHK. Jare yen
85
ora entuk pegaweyan neng kutha bakal bali neng desane”. (Seri 5: 19) Terjemahan: “[...] Intinya menanyakan rumah ini akan diminta kembali, karena Mas Suryatmo dan Mas Pradapa terkena PHK. Katanya kalau tidak mendapat pekerjaan di kota akan kembali ke desa.” Pradapa meneruskan usaha bangunan Pakdhe Wirya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: [...] Saiki toko bangunan diterusake karo anake lanang sing aran Pradapa. (Seri 24: 20) Terjemahan: [...] Sekarang toko bangunan diteruskan oleh anak lakilakinya yang bernama Pradapa. Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryatmo dan Pradapa merupakan putra Pakdhe Wirya yang bekerja di kota dan terkena PHK. 46. Para mahasiswa semester dua di rumah Wirasthi Waskitha diminta menjelaskan kesastraan Jawa kepada para mahasiswa oleh Wirasthi. Waskitha menyanggupinya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “[...] Sing baku dina iki panjenengan dak butuhke supaya nglonggarake wektu ngendikakake pengalamane minangka
86
pengarang sastra Jawa marang para mahasiswa semester loro kae. [...]” (Seri 21: 20) Terjemahan: “[...] Yang baku hari ini anda saya butuhkan agar meluangkan
waktu
menjelaskan
pengalaman
sebagai
pengarang sastra Jawa kepada para mahasiswa semester dua itu. [...]” Berdasarkan kutipan tersebut maka para mahasiswa semester dua sedang diundang oleh Wirasthi. Analisis peran tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dapat disimpulkan bahwa karakter dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibagi menjadi dua yaitu karakter mayor dan karakter minor. Karakter mayor yaitu Waskitha terlibat dalam setiap peristiwa. Karakter minor seperti Kunthi, Eyang Wira, Pakdhe Wirya, Budhe Wirya, Suryani, Jumeno, Santi, Wening, Lasmini, Karto Leging, Pak Tarno, Nuning, Tatik, Parno, Winarto, Pak Nugraha, Pak Sudigdo, Sulijah, Joko Luwak, Listyani, Pak Sukra, Bendhol, Pak Warih, Warsiti, Wangsit, Winarsih, Wirasthi, Pak Wijaya, Kadus Sumidi, Bu Kadus, Bu Tarmidi, Pak Gunawan, dan Pak Gender, Gimun, Sumin Klanthung, Suryatmo, Pradapa, dan para mahasiswa semester dua tidak begitu mempengaruhi jalannya cerita.
87
2) Berdasarkan Fungsi Penampilan Tokoh Berdasarkan fungsi penampilan tokoh maka tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat (antagonis). a) Tokoh Protagonis Tokoh protagonis atau tokoh baik merupakan tokoh yang membawakan misi kebenaran dan kebaikan serta merupakan wujud dari pengejawantahan norma-norma, etika, dan nilai-nilai yang ideal bagi manusia. Tokoh protagonis dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu: 1. Waskitha Karto Leging datang dengan maksud menggadaikan kulkas untuk menebus cucunya di rumah sakit. Uang tersebut adalah pinjaman Waskitha dari koperasi dan hendak digunakan untuk membeli komputer, namun Waskitha tidak tega melihat Karto Leging yang lebih membutuhkan, dan akhirnya Waskitha membantu Karto Leging. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta kuwi mau sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep nggo tuku komputer. Nanging dheweke ora mentala disambati pawongan sing tau labuh labet tanpa nodhi ukure bandha. (Seri 3: 45) Terjemahan: Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta itu tadi yang mengambil koperasi sekolah. Rencananya untuk membeli komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan oleh orang yang sering membantu tanpa mengharap besarnya upah.
88
Waskitha tidak merasa kecewa karena tabungannya terpaksa dipakai untuk kebutuhan mendadak serta untuk menebus orang tuanya di rumah sakit. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Tabungan sing ndhisik dikira cukup nggo mlaku tibake ora sempulur. Wong urip sandhungane lelakon kuwi akeh. Apa sing diangen-angen kadhang mrucut saka panggantha. Nyatane dheweke bola-bali kejeglong ing butuh. Wong tuwane mlebu rumah sakit ambal pindho. Dhuwit slempitan nggo mbayar semesteran kepeksa katut kebrandhat, isih tambah utangan nggo nebus wong tuwane. (Seri 3: 19,20) Terjemahan: Tabungan yang dulu dikira cukup untuk cadangan ternyata tidak sesuai. Orang hidup rintangannya itu banyak. Apa yang diangan-angan terkadang meleset dari dugaan. Nyatanya ia sering menemui kebutuhan mendadak. Orang tuanya masuk rumah sakit dua kali. Uang cadangan untuk membayar semesteran terpaksa terpakai, masih ditambah hutang untuk menebus orang tuanya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki jiwa sosial yang tinggi dan senang menolong orang yang sedang kesulitan. Waskitha lebih memprioritaskan kepentingan yang sangat mendadak sekalipun itu bukan kepentingan pribadinya. 2. Kunthi Kunthi adalah sosok istri yang baik. Untuk menambah penghasilan ia ikut menjahit masker di rumah Bu Kadus. Kunthi tidak memiliki rasa gengsi dan tidak berkecil hati. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sing baku dadi wong urip aja wegah kangelan. Rejeki kuwi ngendi papan bakal nggoleki waton manungsa gelem taberi.
89
Ora perlu gengsi dinulu liyan, sing baku kabeh dilakoni kanthi halal. Kunthi ora rumangsa cilik ati. (Seri 1:42) Terjemahan: Yang penting jadi orang hidup jangan tidak mau kesulitan. Rejeki itu dimana tempatnya akan mencari asalkan manusia mau berusaha. Tidak perlu gengsi dilihat orang lain, yang penting semua dilakukan dengan halal. Kunthi tidak merasa kecil hati. Rumah sudah selesai dibangun, tetapi belum sempurna dan sudah ditempati. Kunthi menerima keadaan yang ada. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Saiki ora perlu ngangsa Mas. Kahanan kaya ngene, aku wis trima”,
suwarane
Kunthi
keprungu
alon.
Dheweke
ngrumangsani dadi wong cilik. Kanggo mecaki lakune gegayuhan kudu sabar, mbaka sethithik. (Seri 9: 43) Terjemahan: “Sekarang tidak perlu tergesa-gesa Mas. Kahanan seperti ini, saya sudah terima,” suara Kunthi tersengar pelan. Dia menyadari sebagai rakyat jelata. Untuk meraih keinginan harus sabar, demi sedikit. Berdasarkan kutipan tersebut maka Kunthi tidak pernah merasa gengsi, berkecil hati, dan menerima keadaan yang serba belum mapan.
90
3. Eyang Wira Kebaikan Eyang Wira nampak ketika ia bersedia membantu biaya kuliah Waskitha jika sewaktu-waktu menemui kekurangan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut: Tekade Waskitha wis kenceng anggone kepengin kuliyah njupuk jurusan Basa Jawa. Lan nalika krenteg kuwi diaturake menyang Eyang Wira kasunyatane entuk tanggapan kang mirunggan. Malah samangsa butuh ragad mengko kersa nalangi, waton anggone sinau tumemen. (Seri 2: 20) Terjemahan: Tekad Waskitha sudah mantab ingin kuliah mengambil jurusan Bahasa Jawa. Dan ketika keinginan itu disampaikan kepada Eyang Wira kenyataannya mendapat tanggapan yang baik. Malah sewaktu butuh biaya nanti bisa membantu, asalkan belajarnya sungguh-sungguh. Eyang Wira mengetahui perubahan sikap Kunthi. Ia menegur dan mengingatkan untuk kembali pada tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Anggonmu omah-omah wis meh ganep sewindu. Anggonmu mangun bebrayan uga wis kinanthenan anak siji, Waskitha kuwi tulus atine. Jiwane lugu lan mung seneng seleh marang lelakon kang dirasa mung gawe rusake swasana. Nanging mung merga saben wektu mbok rungu tembung manis lan diiming-imingi gebyare kahanan merga rumangsa sukses uripe, agahan atimu lirwa marang tanggung jawab.” (Seri 15: 19) Terjemahan: “Rumah tanggamu sudah hampir genap satu windu. Keluargamu juga sudah dikaruniai anak satu, Waskitha itu tulus hatinya. Jiwanya lugu dan hanya senang menyerah pada keadaan yang dirasa hanya membuat runyamnya suasana. Tetapi hanya setiap waktu kamu mendengar kata manis dan diiming-imingi kemwahan karena merasa sukses hidupnya, segera hatimu mengabaikan kepada tanggung jawab.”
91
Berdasarkan kutipan tersebut maka Eyang Wira memiliki kepedulian kepada Waskitha dan gemar memberi nasihat serta mengingatkan orang lain agar tidak terlena. 4. Pakdhe Wirya Pakdhe Wirya memberi batas waktu tiga sampai dengan enam bulan kepada Waskitha dan Kunthi untuk menempati rumahnya. Pakdhe
Wirya
bermaksud
agar
Waskitha
tidak
kesulitan
membangun rumah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Disawang praupane Kunthi nyicil ayem nalika keprungu ngendikane Pakdhe Wirya sing luwih wicaksana menehi inah kurang luwih telung sasi nganti nem sasi. Priyayi sepuh kuwi menehi kelonggaran supaya Waskitha ora kelabakan anggone bakal golek papan liya. (Seri 5:20) Terjemahan: Dilihat wajah Kunthi berangsur tenang ketika mendengar perkataan Pakdhe Wirya yang lebih bijaksana memberi batas kurang lebih tiga bulan hingga enam bulan. Orang tua itu memberi kesempatan agar Waskitha tidak kesulitan dalam mencari papan lain. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pakdhe Wirya memberi kesempatan kepada Waskitha agar tidak kesulitan mencari tempat untuk mendirikan rumah. 5. Bu Tarmidi Bu Tarmidi sangat senang karena yang membeli tanahnya adalah Waskitha. Meskipun belum dibayar lunas Bu Tarmidi yang mengurus semua pemindahan kepemilikan sertifikat atas nama Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Luwih-luwih tumrap Bu Tarmidi lan garwane, bareng sing ngarepake Waskitha bungahe ora jamak. Perkara bayaran kena diangsur saduwene. Malah ben luwih mantep, nadyan
92
durung dibayar kes, lemah kuwi diwalikake pisan neng notaris. Kabeh mau sing ngurusi Bu Tarmidi. (Seri 9: 43) Terjemahan: Lebih-lebih bagi Bu Tarmidi dan suaminya, ketika yang menginginkan Waskitha senang sekali. Perkara bayaran bisa diangsur semampunya. Malah agar lebih mantap, meskipun belum dibayar tunai, tanah itu dibaliknamakan sekaligus di notaris. Semua itu yang mengurus Bu Tarmidi. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Tarmidi mengurus akta kepemilikan tanah atas nama Waskitha meskipun tanahnya belum dibayar lunas. 6. Bu Kadus Bu Kadus memberi nasihat kepada Kunthi agar tidak terbawa emosi terkait kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah. Bu Kadus peduli dengan masalah yang menimpa keluarga Kunthi. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut: “Menawa atimu kukuh lan ora gampang keli krodhane emosi, swara kuwi mengko bakal meneng dhewe. Waton buktine ora ana, aja mbok lebokake ati lan mikirmu aja kenceng-kenceng. Iki ora ateges aku melu cawe-cawe babagan ruwet rentenge wong omah-omah. Nanging atiku ora mentala, sliramu kuwi dadi kapitayanku kok nganti napma swara sing ora nggenah pok buntute.” (Seri 17: 43) Terjemahan: “Kalau hatimu kuat dan tidak mudah terbawa emosi, suara itu nanti akan hilang dengan sendiri. Asalkan buktinya tidak ada, jangan kamu masukkan hati dan jangan kamu pikirkan. Bukan berarti saya ikut campur masalah rumah tangga orang lain. Tetapi hatiku tidak tega, kamu sebagai orang kepercayaanku kok sampai menerima suara yang tidak jelas sumbernya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bu Kadus memiliki kepedulian terhadap masalah yang menimpa keluarga Kunthi.
93
7. Karto Leging Karto Leging merupakan orang yang lugu dan dapat dipercaya. Jika menyangkut uang, Karto Leging tidak mau ambil bagian dan tidak pernah mengingkari janji. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha meneng sedhela, karo noleh nyawang sisihane. Wong lugu kaya Karto Leging kuwi pantes dipercaya. Wiwit biyen ora tau nyelaki janji. Apa maneh yen babagan dhuwit, dheweke trima nyerah. (Seri 7:20) Terjemahan: Waskitha diam sejenak, sambil menoleh istrinya. Orang lugu seperti Karto Leging pantas dipercaya. Sejak dahulu tidak pernah mengingkari janji. Apalagi kalau masalah uang, dia menyerah. Karto Leging bertemu dengan Waskitha yang baru saja dipalak oleh Joko Luwak. Karto Leging sangat tidak senang dengan anak muda yang suka minum-minuman keras. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sing diwangsuli mencereng nyawang adoh pernahe Joko Luwak mingked. Ambak-ambak wong cilik, dheweke yen weruh cah nom urakan lan mendem gethinge kepati-pati. (Seri 7:19)
94
Terjemahan: Yang dijawab memandang jauh ke arah Joko Luwak beranjak. Menyadari sebagai rakyat jelata, ia sangat tidak suka jika melihat anak muda ugal-ugalan dan suka mabuk. Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging merupakan orang yang tidak pernah mengingkari janji dan tidak suka kekerasan. 8. Suryani Suryani siap membantu biaya kuliah Waskitha jika sewaktuwaktu tidak mencukupi. Ia juga menasihati Waskitha yang terdapat pada kutipan berikut: “Pira suwene ta Dhik awakmu kuwi skripsi. Menawa kurang ragat aku isa nalangi. Wong kuliyah kuwi yen gampang selang atine ya gampang kendho, pikirane nglokro”, iki panemune Suryani. (Seri 9:19) Terjemahan: “Berapa lamanya ta Dhik skripsi itu. Kalau kurang dana saya bisa membantu. Orang kuliah itu jika hatinya tidak fokus maka mudah malas, pikirannya loyo,” pendapat Suryani. Bersama Sulijah, Suryani datang ke rumah Kunthi untuk menjelaskan kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah tidak benar, dan mengatakan ada pihak yang sengaja menyebar fitnah tersebut. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
95
“Dhik Kun ora perlu abot-abot anggone mikir. Wong omahomah sing nedhenge mapan pancen kadhang kala akeh godhane. Iki tekaku bareng Sulijah mung arep njlentrehake dununge kahanan kang samesthine. Ora ana bukti kang perlu dicubriyani tumrape Dhik Waskitha lan Sulijah. Kabar kuwi wis kebongkar underane,” Suryani wiwit mbukani rembug jumbuh karo tekane awan kuwi. (Seri 20:20) Terjemahan: “Dhik Kun tidak perlu berat-berat memikirkan. Orang berumah tangga yang akan tenteram memang kadang-kadang banyak godaan. Kedatangan saya bersama Sulijah hanya ingin menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Tidak ada bukti yang perlu dicurigai terhadap Dhik Waskitha dan Sulijah. Kabar itu sudah terbongkar asalnya,” Suryani membuka percakapan sesuai dengan kedatangannya siang itu. Berdasarkan
kutipan
tersebut
maka
Suryani
memiliki
kepedulian terhadap studi Waskitha serta berani mengungkap kabar-kabar yang tidak jelas sumber dan buktinya. 9. Sulijah Menyebarnya kabar perselingkuhan Sulijah dengan Waskitha, maka Sulijah berniat untuk menjelaskan peristiwa yang sebenarnya kepada Kunthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: [...] Kanggo ndhadhagi tanggung jawabe njaga jenenge Waskitha, ing pojok atine duwe niyat kenceng bakal nemoni Kunthi. (Seri 17:20) Terjemahan: [...] Untuk mewujudkan tanggung jawabnya menjaga nama Waskitha, di pojok hatinya mempuyai niat akan menemui Kunthi.
96
Hari itu Sulijah ditemani Suryani menjelaskan kepada Kunthi bahwa kabar perselingkuhan antara dirinya dengan Waskitha tidak benar dan tidak terbukti. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Saglugute kolang-kaling Mbak, aku ora tau mambu ati karo Pak Waskitha. Semono uga suwalike. Ewadene Mbak Kun isih kebak rasa cuwa lan cubriya aku mung pasrah arep dikapakake manut,” Sulijah numpangi gunem karo nyalami Kunthi. Driji lumer isih krasa anyep kuwi digegem kenceng. (Seri 20: 20) Terjemahan: “Saya bersumpah Mbak, saya tidak pernah menaruh hati kepada Pak Waskitha. Begitu juga sebaliknya. Jika Mbak Kun masih merasa kecewa dan curiga saya hanya pasrah akan diapakan menurut,” Sulijah menambahkan sambil menyalami Kunthi. Tangan halus yang masih terasa dingin itu dijabat erat. Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah berani bertanggung jawab dan berani mengungkapkan kejadian yang sebenarnya. 10. Listyani Berbeda dengan Joko Luwak kakaknya yang gemar minumminuman keras dan memalak orang di jalan, Listyanilah yang sering meminta maaf atas kelakuan kakaknya. Listyani datang ke rumah Waskitha bermaksud mengembalikan uang Waskitha yang dipalak Joko Luwak. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Listyani malih dadi blekukan. Saka dhompet wis nekad nyeler lembaran eketan siji arep ditinggal neng meja, ning sing duwe omah nduwa. Bingung rasane, anggone kepengin nembel wirange kakange. Pancen dheweke wis ngrumangsani yen mase kuwi kondhang tukang omben, malaki dhuwit turut dalan ora ndulu sapa sing diadhepi. (Seri 7:20) Terjemahan:
97
Listyani berubah jadi sulit bicara. Dari dompet sudah nekat mengambil lembaran lima puluhan satu akan ditinggal di meja, tetapi yang punya rumah menolak. Bingung rasanya, niatnya menambal malu kakaknya. Memang ia sudah tahu kalau kakaknya itu terkenal tukang minum, memalak uang di jalan tidak peduli siapa yang dihadapi. Berdasarkan kutipan tersebut maka Listyani sering meminta maaf atas perbuatan Joko Luwak kakaknya. 11. Wirasthi Sebagai teman Wirasthi peduli dengan kuliah Waskitha. Wirasthi membayar semua administrasi Waskitha di kampus ketika Waskitha selang kuliahnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Dina kuwi dheweke kepengin ngrampungake urusan kampus. Jebul kabeh urusan wis dirampungi dening Wirasthi. Mitra lawas kuwi dene isih nggatekke banget marang dheweke. (Seri 18: 20) Terjemahan: Hari itu ia ingin menyelesaikan urusan kampus. Ternyata semua urusan sudah diselesaikan oleh Wirasthi. Teman lama itu masih sangat memperhatikan kepada dirinya. Berdasarkan kutipan tersebut
maka Wirasthi
memiliki
kepedulian terhadap kelanjutan studi Waskitha. b) Tokoh Antagonis Sebuah cerita fiksi tidak hidup jika tidak menampilkan konflik dan ketegangan dalam jalannya cerita. Kemunculan konflik dan ketegangan disebabkan oleh kehadiran tokoh antagonis. Tokoh
98
antagonis adalah tokoh yang selalu menimbulkan suatu konflik karena kekuatan antagonis. Karena itu tokoh antagonis merupakan oposisi dari tokoh protagonis. Tokoh antagonis dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu: 1. Jumeno Bukti-bukti yang mengarah pada Jumeno sebagai perusak rumah tangga Waskitha dan Kunthi semakin jelas. Jumeno menggunakan kedok reuni untuk merebut hati Kunthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Kabeh kabar miring sing bakal ngrusak anggone omah-omah cetha punjere saka Jumeno. Mitrane kuwi wis ngakoni kanthi satriya. Patemon kanthi aling-aling reuni mung kanggo kedhok anggone kepengin ngerah atine wis kedhudhah. (Seri 24:19) Terjemahan: Semua kabar miring yang akan merusak rumah tangganya jelas bersumber dari Jumeno. Mitranya itu sudah mengakui dengan satria. Pertemuan dengan kata-kata reuni hanya untuk kedok keinginannya merebut hatinya sudah terbukti. Tersiarnya kabar perselingkuhan Waskitha dengan Sulijah merupakan ulah Jumeno. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: “Niki ngaten Pak Was, critane mboten sisah kula baleni malih. Mangke punapa sanes wekdal mawon panjenengan saged-saged miterang. Ingkang baken underaning perkawis bilih Pak Sukra, Mas Joko lan kanca-kancane sampun ngakeni bilih ingkang nyebar pitenah dhateng panjenengan kalihan Sulijah punika inggih piyambake. Namung dhalangipun panci wonten. Inggih punika Jumeno.” (Seri 23:47) Terjemahan: “Begini Pak Was, ceritanya tidak perlu saya ulangi lagi. Nanti atau lain waktu saja anda bisa-bisa bertanya. Yang baku perkaranya kalau Pak Sukra, Mas Joko dan temantemannya sudah mengakui bahwa yang menyebar fitnah
99
kepada anda dengan Sulijah ialah mereka. Tetapi dalangnya memang ada. Yaitu Jumeno. Wening beserta adik perempuannya berkunjung ke rumah Waskitha, menceritakan bahwa adik Wening dan Pak Gender telah ditipu oleh Jumeno. Jumeno ditangkap polisi karena kasus penipuan dan mengedarkan uang palsu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Awane Wening lan adhine wedok, uga Pak Gender, dolan neng omahe Waskitha. Wong loro kuwi kapusan dhuwit yutanan. Mula ora aeng nalika keprungu jeneng Jumeno saba neng desa kono Pak Gender rada pethel anggone ngamen ing sakiwa tengene desa kuwi. Kunthi mung isa mesem kecut nalika weruh mitrane kuwi diborgol pulisi lan dadi tontonan wong sadesa. Jebul dheweke uga kena kasus ngedharake dhuwit palsu. (Seri 24:20) Terjemahan: Siangnya Wening dan adik perempuannya, juga Pak Gender, berkunjung ke rumah Waskitha. Kedua orang itu tertipu uang jutaan. Maka tidak aneh ketika terdengar nama Jumeno masuk ke desa tersebut Pak Gender semakin giat mengamen di seluruh desa itu. Kunthi hanya bisa tersenyum sinis ketika menyaksikan mitranya itu diborgol polisi dan jadi tontonan orang sedesa. Ternyata ia juga tersangkut kasus mengedarkan uang palsu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno mempunyai niat untuk merusak rumah tangga Kunthi dan Waskitha, serta menipu orang lain dan tersangkut kasus pengedaran uang palsu. 2. Joko Luwak Joko Luwak gemar minum-minuman keras, berjudi, adu jago, dan keluyuran di jalan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Nanging durung nganti muter sepedha motore, kedadak wong lanang numpak RX King mandheg neng ngarepe. Jenenge Joko Luwak. Pawakane dhempal rembuge sugal, gaweyane saben dina mung kluyuran dalan, adu jago, main, ngombe. (Seri 7:19)
100
Terjemahan: Tetapi belum sampai memutar sepeda motornya, orang lakilaki naik RX King mendadak berhenti di depannya. Namanya Joko Luwak. Perawakannya tegap bicaranya bengis, kerjaannya setiap hari hanya keluyuran di jalan, mengadu jago, judi, minum. Selain gemar minum-minuman keras Joko Luwak juga sering memalak orang di jalan. Dengan bangga Joko Luwak mengancam Waskitha untuk segera memberikan uangnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Aku ora butuh alesanmu Pak. Ing desa kene ora ana wong wani nulak panjalukku. Yen sampeyan isih alesan, kancakancaku sing padha ngenteni neng warunge Sulijah kae bakal dak undang mrene”. (Seri 7:19) Terjemahan: “Saya tidak butuh alasanmu Pak. Di desa ini tidak ada orang yang berani menolak permintaanku. Kalau kamu masih beralasan, teman-temanku yang menanti di warung Sulijah itu akan saya undang kemari. Joko Luwak merasa belum terima kalau belum membuat Waskitha merasa malu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Joko Luwak kaya kurang trima menawa durung isa gawe wirange Waskitha. Dhuwit diobral marang kanca-kancane bocah ugal-ugalan. Ora susah maido prentah, cukup rokok sak pak, ciu sak botol wis padha gumregah. (Seri 13:19)
101
Terjemahan: Joko Luwak seperti kurang terima kalau belum bisa membuat Waskitha malu. Uang diobral kepada teman-temannya anak ugal-ugalan. Tidak usah diperintah, cukup rokok satu pak, ciu sebotol sudah bergerak. Berdasarkan kutipan tersebut maka Joko Luwak merupakan pemuda pengangguran yang suka berjudi, mabuk-mabukan, dan sering memeras orang di jalan. 3. Bendhol Bendhol meremehkan Listyani, dengan lantang dan agak melecehkan Bendhol mencoba menyentuh pipi Listyani. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Aku kepengin ngrasakke apa tanganmu kuwi luwih atos tinimbang kepelanku iki”, guneme Bendhol semu ngremehake karo tangan kemlawe arep kurang ajar ngambah pipine. (Seri 13:47) Terjemahan: “Aku ingin merasakan apa tanganmu itu lebih keras daripada kepalanku ini,” kata Bendhol semu meremehkan sambil tangannya kurang ajar akan menyentuh pipinya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Bendhol adalah anak buah Joko Luwak yang mudah diperintah untuk berbuat jahat.
102
4. Pak Sukra Waskitha menolak tawaran Pak Sukra untuk bekerja sama, namun Pak Sukra tetap merayu dengan memberikan uang satu juta. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Apa atimu kurang percaya karo kejujuranku, dupeh gaweyanku motangke dhuwit? Pikiren dhisik ora perlu kesusu. Yen kurang percaya, iki ana dhuwit sayuta kanggo persekot kesanggupan nyambut gawe bareng”, Pak Sukra isih nyoba ngepek atine, karo nyelehke dhuwit sayuta semeleh neng ndhuwur meja. (Seri 8:43) Terjemahan: “Apa hatimu kurang percaya dengan kejujuranku, karena pekerjaanku meminjamkan uang? Pikirkan dahulu tidak perlu tergesa-gesa. Kalau kurang percaya, ini ada uang sejuta untuk tanda jadi kesanggupan bekerja sama,” Pak Sukra masih mencoba merayu hatinya, sambil menaruh uang sejuta di atas meja. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Sukra berani berbuat nekat dan pintar membujuk orang lain agar mau ikut dengan rencananya. 5. Winarsih Winarsih
mempunyai
sifat
senang
mengungkit-ungkit
keburukan orang lain dan menutupi keburukan diri sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Guneme mbakyune mung tembung manis ora tumus tekan batine. Dheweke ngerti lambe atine mbakyune sing seneng nyacat alane liyan lan nutupi cewede dhewe. Nganggep manawa apa sing dilakoni kuwi wis rumangsa pantes lan kena dadi patuladhan. (Seri 6:19) Terjemahan: Perkataan kakaknya hanya kata manis yang tidak berasal dari batinnya. Ia mengerti kata hati kakaknya yang senang membicarakan kejelekan orang lain dan menutupi keburukan diri sendiri. Menganggap kalau apa yang dilakukan itu sudah dirasa pantas dan dapat dijadikan teladan.
103
Winarsih sangat senang mendengar keputusan Kunthi yang menyerahkan kuasa rumah warisan orang tua mereka kepadanya. Keputusan Kunthi tersebut memberi kesempatan Winarsih untuk memiliki rumah warisan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Winarsih mesem kaya antuk kemenangan dene adhine wedok wis duwe keputusan sing nglonggarake atine banget. Kamangka ing batin, Winarsih tansah kepengin banget bandhane wong tuwane kuwi isa direngkuh lan digadhangake marang anake wedok sing ragil. (Seri 6:20) Terjemahan: Winarsih tersenyum seperti mendapat kemenangan karena adik perempuannya sudah memutuskan yang sangat menyenangkan hatinya. Padahal dalam batin, Winarsih selalu menginginkan harta benda orang tuanya itu bisa didapat dan dicadangkan untuk anak perempuannya yang bungsu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Winarsih memiliki watak mudah iri, merasa paling benar dan serakah. 6. Dua orang suruhan Joko Luwak Joko Luwak menyuruh dua orang temannya untuk menghajar Waskitha. Selanjutnya
kedua
pemuda
tersebut
mendatangi
Waskitha dan mengancamnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Rokokku mung kari rong ler Pak. Mengko yen kancaku dha teka ora keduman. Iki wae wit mau lambeku wis kecut merga rung kambon rokok. Dak wet-wet rong ler, mbok menawa ana rejeki sing kena dak nggo ngobori congor iki”, guneme sengak karo dolanan keluk rokok sing dienerke neng raine Waskitha. (Seri 13:19) Terjemahan: “Rokok saya hanya tinggal dua batang Pak. Nanti kalau teman saya datang tidak kebagian. Ini saja sejak tadi bibirku sudah asam karena belum tercium rokok. Saya awet-awet dua batang, barangkali ada rejeki yang bisa saya gunakan untuk
104
menyalakan bibir ini,” katanya kurang sopan sambil bermain asap rokok yang dikenakan di wajah Waskitha. Pemuda yang lain menghampiri dan mengancam Waskitha untuk segera menuruti permintaan mereka. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Ora susah kakehan gunem. Yen awakmu ora gelem njaluk ngapura, iki aku sakanca sing arep tumandang. Kancaku isih akeh tunggale. Sak wayah-wayah dak prentah ora mindho gaweni. Awakmu malah cilaka. Mula becike ndang njaluka ngapura. Gilho tanganku wis gatel, merga seminggu ora tau nyaplag wong.” (Seri 13:19) Terjemahan: “Tidak usah banyak bicara. Kalau kamu tidak mau meminta maaf, saya dan teman-teman yang akan bertindak. Temanku masih banyak. Sewaktu-waktu saya perintah tidak perlu mengulangi. Inilho tanganku sudah gatal, karena seminggu tidak pernah menampar orang. Berdasarkan kutipan tersebut maka dua orang suruhan mudah melaksanakan perintah jahat Joko Luwak dan suka mengancam. Analisis karakter berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibagi menjadi dua yaitu karakter protaganis dan karakter antagonis. Karakter protagonis yaitu Waskitha, Kunthi, Eyang Wira, Pakdhe Wirya, Bu Tarmidi, Bu Kadus, Karto Leging, Suryani, Sulijah, Listyani, dan Wirasthi tampil sebagai karakter yang membawa misi kebaikan dalam cerita. Karakter antagonis seperti Jumeno, Joko Luwak, Bendhol, Pak Sukra, Winarsih, dan dua orang suruhan Joko Luwak memiliki intrik buruk dan berbuat kejahatan.
105
3) Tokoh berdasarkan Perkembangan Perwatakan Berdasarkan perkembangan perwatakan tokoh dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terdiri dari tokoh bulat dan tokoh pipih, adalah sebagai berikut: a) Tokoh bulat Tokoh bulat/ kompleks merupakan tokoh yang memiliki karakter kuat dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, kepribadian dan jati dirinya. Tingkah lakunya sering tidak terduga dan memberikan efek kejutan bagi pembaca. Tokoh bulat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu: 1. Waskitha Waskitha merupakan tokoh protagonis, membawa kebaikan dan kedamaian. Waskitha selalu mengalah dan tidak menonjolkan prinsipnya yang diangggap benar melainkan menerima keadaan dengan penuh lapang dada. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung unjal ambegan. Saumpama wengi kuwi dheweke atine ora isa nahan kebranange mesthi wis dadi brantayuda. Nanging dheweke trima lumuh ngrasakake nelangsane ati. (Seri 18:43) Terjemahan: Waskitha hanya menghela napas. Seandainya malam itu ia tidak bisa menahan amarah pasti sudah jadi pertengkaran hebat. Tetapi ia memilih mengalah merasakan kesedihan hati.
106
Waskitha lebih memperhatikan Santi untuk menguji kesetiaan Kunthi istrinya. Apalagi saat itu Jumeno juga tengah berkunjung. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Wektu kuwi Waskitha sengaja luwih nggatekake Santi ketimbang sisihane. Srawunge digawe saya mepet kadhang sok senggolan lengen karo api-api ngelusi tumpukan majalah sing mentas diwaca Santi. (Seri 19:20) Terjemahan: Waktu itu Waskitha sengaja lebih memperhatikan Santi daripada istrinya. Posisinya sengaja dibuat semakin dekat kadang sok bersentuhan lengan sambil pura-pura merapikan tumpukan majalah yang baru dibaca Santi. Sebagai tokoh protagonis, namun tidak dipungkiri bahwa karakter tersebut juga berbuat sebaliknya yang tidak mencerminkan kebaikan. Waskitha menuruti egonya ketika menuju warung Sulijah. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Nalika weteng krasa luwe, klithih-klithih neng warunge Sulijah. Waskitha ora nggagas menawa lakune tansah diulati dening wong akeh. Dheweke ora maelu, wong urip duwe butuhe dhewe-dhewe. Waton ora ngganggu kamardikane liyan. Ndadak kokehan petung. (Seri 16:20) Terjemahan: Ketika perut terasa lapar, pelan-pelan menuju warung Sulijah, Waskitha tidak memperdulikan kalau jalannya selalu dilihat oleh banyak orang. Dia tidak peduli, orang hidup memiliki keperluan sendiri-sendiri. Asal tidak mengganggu kebebasan orang lain. Mendadak kebanyakan perhitungan.
107
Pada mulanya Waskitha tidak menaruh curiga setiap Jumeno ingin berkunjung. Pertemuan Jumeno dengan Kunthi dianggap wajar sebagai perjumpaan sahabat lama. Waskitha sepenuhnya percaya kepada Kunthi yang setia. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi sok kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis lumrah menawa kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa kapang tumrape wong memitran dudu barang sing perlu disujanani. Dheweke percaya marang sisihane. Kunthi dudu blegere wanita sing gampang onya atine. Lan sing banget dijaga, aja nganti memitran bakal malih dadi memungsuhan merga mung rasa sujana tanpa alesan. (Seri 10:42) Terjemahan: Bagi Waskitha tidak menaruh rasa curiga ketika pria itu kadang ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah wajar kalau ingin bertemu. Bercanda dan memuntahkan rasa rindu bagi orang berteman bukan hal yang perlu dicurigai. Ia percaya kepada istrinya. Kunthi bukan wanita yang mudah goyah hatinya. Dan yang sangat dijaga, jangan sampai pertemanan akan berubah menjadi permusuhan karena hanya rasa curiga tanpa alasan. Waskitha menjemput Kunthi di rumah mertuanya dan bertemu dengan Jumeno. Waskitha sudah mulai curiga karena ada gelagat yang disembunyikan. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Dheweke uga ora ngerti kena apa priya sing aran Jumeno kuwi saiki gelem teka mrono. Dheweke klebu salah siji saka ewone wong sugih. Salah siji mitrane Kunthi kang klebu sukses. Rasane kaya ana glagat sing kurang nuju prana. Nanging Waskitha enggal ngipatake saka pojoke ati. (Seri 11:20) Terjemahan: Ia juga tidak tahu kenapa pria yang bernama Jumeno itu sekarang mau datang ke situ. Dia termasuk salah satu dari ribuan orang kaya. Salah satu mitra Kunthi yang termasuk
108
sukses. Rasanya seperti ada gelagat yang kurang baik. Tetapi Waskitha segera menjauhkan dari pojok hati. Menyaksikan perubahan sikap pada Kunthi, Waskitha menaruh curiga terhadap Jumeno yang sering menemui istrinya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane Jumeno bakal dadi underaning perkara ing tengah-tengah kulawargane. (Seri 19:19) Terjemahan: Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau kedatangan Jumeno akan menjadi sumber permasalahan di tengah-tengah keluarganya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki karakter kuat dan sering berubah-ubah, ada kalanya berpikir baik, dan ada kalanya juga memiliki pikiran buruk. 2. Kunthi Kunthi merupakan istri yang setia dan mendukung semua keputusan Waskitha. Waskitha dan Kunthi berencana membangun rumah tetapi terhalang dana, Kunthi merelakan perhiasannya untuk menambah modal jika dananya masih belum mencukupi. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Yen panjenengan kenceng, aku njurung Mas. Mengko menawa kurang, iki gelang kalung, suweng lan ali-ali isa didol. Aku tanpa penganggon ora dadi ngapa. Sokur panjenengan ora perlu nggadhekke SK dhisik, mengko wae yen wis kepepet lagi obah”. (Seri 9:20) Terjemahan:
109
“Kalau anda sudah niat, aku mendukung Mas. Nanti kalau kurang, gelang kalung ini, anting dan cincin bisa dijual. Saya tanpa perhiasan tidak jadi apa. Syukur kamu tidak perlu menggadaikan SK dulu, nanti saja kalau sudah mendesak baru bergerak.” Kunthi merasa terabaikan karena Waskitha terlalu larut mengarang dan tidak memperhatikan dirinya sebagai istri. Perubahan sikap Kunthi tampak pada kutipan berikut: “[...] Mas, yen dak gagas ya ana benere kok menawa panjenengan kuwi kaya kurang nggatekke marang donyaku. Panjenengan selawase iki mung tansah nengenake marang pakaryan panjenengan lan hoby panjenengan. Sedheng aku wanita sing mbok pingit kaya gambar mati,” celathune Kunthi semu nutuh marang Waskitha. (Seri 18:43) Terjemahan: “[...] Mas, kalau saya pikir juga ada benarnya kok kalau kamu itu kurang memperhatikan saya. Kamu selama ini selalu mengutamakan pekerjaan dan hobi kamu. Sedangkan saya wanita yang kamu pingit seperti gambar mati,” kata Kunthi agak menuduh kepada Waskitha. Kunthi mengalami dilema, ia merasa kasihan kepada Waskitha yang rela mengarang hingga larut malam demi mencukupi kebutuhan. Tetapi Kunthi
juga merasa kecewa menyaksikan
Waskitha mengumbar inspirasi tanpa kenal waktu. Rasa sedih dan bangga yang dirasakan Kunthi campur menjadi satu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Kahanan ngono kuwi wis lumaku udakara setaun. Ing pojok atine kadhang krasa cuwa dene sisihane tansah nengenake marang tulisane. Nanging yen dhonge ngelingi marang kebutuhane dheweke uga krasa mesakke dene anggone direwangi melek wengi, nyengkut neng ngarep komputer betheke kanggo nyukupi butuh. Mripate kethap-kethip, esem tipis kadhang dirasa dhewe kanggo nyuwak rasa sepi ing atine. Antarane esem getir lan esem mongkog tansah uleng dadi siji. Kunthi mongkog dene sisihane minangka donyane pengarang crita Jawa klebu penulis sing produktif nadyan
110
durung oleh embel-embel minangka sastrawan. Nanging kadhang kala atine krasa getir menawa sisihane kuwi sok luwih nengenake ngundha angen-angen uleng ing donyane inspirasi nganti lirwa wektu. (Seri 10:42) Terjemahan: Keadaan seperti itu sudah berjalan sekitar setahun. Di pojok hatinya kadang merasa kecewa karena suaminya selalu mengutamakan kepada tulisannya. Tetapi jika mengingat kebutuhan ia juga merasa kasihan karena dibela begadang saat malam, konsentrasi di depan komputer semata untuk mencukupi kebutuhan. Matanya kedip, senyum tipis kadang dirasakan sendiri untuk mengalihkan rasa sepi di hatinya. Antara senyum sedih dan senyum bangga selalu campur jadi satu. Kunthi bangga karena suaminya yang produktif walaupun belum mendapat gelar sebagai sastrawan. Tetapi kadang hatinya merasa sedih kalau suaminya itu lebih mengutamakan mengumbar angan-angan sampai larut di dunia inspirasi hingga lupa waktu. Kunthi bingung menghadapi keadaan, dan memilih pulang ke rumah orang tuanya. Ia tidak memperdulikan cibiran orang lain. Kepulangan Kunthi juga karena tidak mau dikunjungi Jumeno terus-menerus ketika Waskitha sedang tidak di rumah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Atine Kunthi wektu kuwi lagi ora temata, beteke bingung anggone ngadhepi kahanan. Neng omah tansah ditekani Jumeno. Disawang liyan ora pantes, nedhenge sisihane ora ana ngomah kok nampa pawongan sing lagi kepengin ngrimuk atine. Wis ben wong liya ngarani purik. Wis ben tangga teparo padha alok, merga atine tatu saka kabar angin sisihane kedanan randha Sulijah. (Seri 17:43) Terjemahan: Hati Kunthi waktu itu sedang tidak menentu, karena bingung menghadapi keadaan. Di rumah selalu dikunjungi Jumeno. Dilihat orang lain tidak pantas, ketika suaminya tidak di rumah kok menerima orang yang sedang ingin merebut hatinya. Biarlah orang lain menyebut pulang. Biarlah orang lain mengejek, karena hatinya terluka dari kabar angin suaminya tergila-gila janda Sulijah.
111
Berdasarkan kutipan tersebut maka Kunthi merupakan istri yang baik, tetapi sempat goyah hatinya karena kehadiran Jumeno. 3. Santi Santi sebenarnya tidak tega jika rumah tangga Waskitha dan Kunthi goyah karena kehadiran Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Ing pojok atine satemene ora mentala lamun bale somahe Waskitha dadi bubrah merga tekane Jumeno. Ngelingi kanca kuliyahe sing wis bola-bali selang lan saiki wis aktif maneh ngadhepke skripsi kuwi nduweni ati jujur, lembah manah, lan kebak kapercayan marang sapa wae. (Seri 19:19) Terjemahan: Di pojok hatinya sebenarnya tidak tega kalau rumah tangga Waskitha jadi rusak karena datangnya Jumeno. Mengingat teman kuliahnya yang sudah sering cuti dan sekarang sudah aktif lagi menghadapi skripsi itu memiliki hati jujur, lapang dada, dan penuh kepercayaan kepada siapa saja. Tetapi di lain sisi Santi juga ingin memberikan kesempatan kepada Jumeno yang ingin bertemu Kunthi jika tujuannya hanya untuk mempererat persahabatan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Nanging dheweke ya kepengin menehi kelonggaran marang Jumeno sing tansah kepengin sesambungan karo Kunthi, kanthi pawadan mung bakal ngraketake anggone memitran. (Seri 19:19) Terjemahan: Tetapi ia juga ingin memberi kesempatan kepada Jumeno yang selalu ingin berhubungan dengan Kunthi, dengan tujuan hanya untuk mempererat pertemanan.
112
Jumeno kembali berkunjung ke rumah Kunthi dengan ditemani Santi. Ketika keduanya berkunjung, Waskitha dan Kunthi sedang berada
di
rumah.
Santi
mengetahui
ada
gelagat
yang
disembunyikan antara Kunthi dan Jumeno. Hal itu terbukti dengan kutipan berikut: Polatane Kunthi katon semanak nampa tekane Jumeno, kayakaya rasa gela sing mbebidhung akhir-akhir iki isa kabengkas. Glagat sing disamudana dening wong-wong kuwi sajake isa diwaca dening Santi. Kenya kuwi pancen ora kentekan akal kanggo nggugah swasana ben ora katon nyujanani. Minangka mitra sing padha apike tumrap Suryani, Jumeno apa dene Waskitha, Santi isa mapan ajurajer. (Seri 19:19) Terjemahan: Sikap Kunthi terlihat ramah menerima kedatangan Jumeno, seperti-seperti rasa kecewa yang dirasakan akhir-akhir ini bisa hilang. Gelagat yang disembunyikan oleh orang-orang itu agaknya bisa dibaca oleh Santi. Gadis itu memang tidak kehabisan akal untuk membuat suasana agar tidak terlihat tegang. Sebagai teman yang sama baiknya kepada Suryani, Jumeno atau Waskitha, Santi bisa menempatkan diri. Santi merasa kecewa menyaksikan interaksi Jumeno yang dianggap
keliru
menghilangkan
dan suasana
melebihi tegang,
batas ia
pergaulan. mengajak
Untuk
Waskitha
membicarakan tentang sastra Jawa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Nanging jebul seje karo sing dikarepake. Jumeno wis kumawani nerak paugeran mlumpat saka angger-anggere wong memitran. Atine krasa gela lan rumangsa dosa menawa wong-wong kuwi anggone mlumpat saya kadohan. Agahan kenya kuwi njawil Waskitha api-api ngajak omong bab sastra Jawa. (Seri 19:19) Terjemahan: Tetapi kenyataannya lain dengan yang diduga. Jumeno sudah terlalu berani menabrak peraturan melompat dari aturan
113
orang bergaul. Hatinya merasa kecewa dan merasa dosa kalau orang-orang itu bertindak semakin jauh. Segera gadis itu mencubit Waskitha pura-pura mengajak bicara bab sastra Jawa. Berdasarkan kutipan tersebut maka Santi memiliki karakter yang kuat yaitu bisa menempatkan diri dan melihat situasi, ia memberi kesempatan bagi Jumeno untuk berkunjung pada Kunthi, tetapi ia juga tidak tega jika rumah tangga bermasalah karena kehadiran Jumeno. b) Tokoh pipih Tokoh pipih adalah tokoh sederhana dan hanya mempunyai satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan karakter yang tertentu saja. Tokoh pipih tidak diungkap berbagai sisi kehidupannya dan tidak memberi efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku tokoh pipih bersifat datar dan monoton. Tokoh pipih yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto antara lain: 1. Wirasthi Waskitha bertemu Wirasthi pada acara penataran di Solo dan mengungkapkan dirinya teringat kisah masa lalu mereka ketika membaca cerita karangan Waskitha. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Aku kepranan karo critamu sing tansah ngunggulke katresnan ing saben tema, nadyan sing mbok onceki wujud kritik sosial lan ndhudhah babagan budaya Jawa. Yen nedhenge maca angen-angenku nuli tumlawung kelingan jaman semana nalika isih ana bangku kuliyah. Apa kira-kira aku isih kena nggo inspirasi minangka tokoh ing critamu?” (Seri 8:19)
114
Terjemahan: “Saya tertarik dengan ceritamu yang selalu mengunggulkan percintaan di setiap tema, meskipun yang kamu unggah berwujud kritik sosial dan mengusung tentang budaya Jawa. Kalau setiap membaca angan-anganku lalu mengait ingatan jamana itu ketika masih di bangku kuliah. Apa kira-kira saya masih bisa dijadikan inspirasi sebagai tokoh dalam ceritamu?” Waskitha konsultasi kepada Wirasthi perihal skripsi ia susun. Pembicaraan Wirasthi tidak menyangkut skripsi, tetapi ingatan pada masa lalunya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Aku mumet maca skripsimu. Saben maca lembar-lembar kang mbok tulis tansah kemleyang angen-angenku marang lelakon sing wis mungkur. Awakmu isa nglalekake aku merga wis ana sisihan sing isa menehi rasa sih kanthi sempurna, nanging tumrap aku beda.” (Seri 21: 49) Terjemahan: “Saya pusing membaca skripsimu. Setiap membaca lembarlembar yang kamu tulis selalu melayang angan-anganku pada pengalaman yang telah berlalu. Kamu bisa melupakan saya karena sudah ada pendamping yang bisa memberi rasa kasih dengan sempurna, tetapi bagi saya beda. Wirasthi juga mengatakan kisah di waktu lampau bersama Waskitha dapat dijadikan sumber inspirasi cerita karangan Waskitha. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut ini: “Aku ora bakal nggugah macan turu, ning awakmu dak rasa pantes nampa critaku. Merga nadyan kaya ngapa wae ora bakal lali marang lambe atiku. Aku ora isin lamun ceritacerita lawas kuwi mbok onceki kayadene roman sing ora keconggah mbabarake kasetyane.” (Seri 21:49) Terjemahan: “Saya tidak akan memicu masalah, tetapi saya rasa kamu pantas menerima cerita saya. Karena bagaimanapun tidak akan lupa kepada kata hatiku. Saya tidak malu kalau ceritacerita lama itu kamu ungkap seperti roman yang tidak menjelaskan kesetiaannya.”
115
Berdasarkan
kutipan
tersebut
maka
Wirasthi
tetap
mengharapkan untuk selalu berdekatan dengan Waskitha. 2. Jumeno Pertama
kali
berkunjung
ke
rumah
Kunthi,
Jumeno
mempunyai niat tersembunyi. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Tangane Kunthi digegem kenceng nalika nyalami Jumeno. Kanthi klecam-klecem priya kuwi nyawang dheweke sajak mengku surasa sembranan, nganti sing disawang krasa kecipuhan. (Seri 6:43) Terjemahan: Tangan Kunthi digenggam erat ketika menyalami Jumeno. Dengan
klecam-klecem
pria
itu
melihat
ia
seperti
menunjukkan rasa ceroboh, hingga yang dilihat merasa tersipu. Kunjungan Jumeno sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk merebut hati Kunthi. Jumeno merayu dan mengobral janji untuk mewujudkan keinginannya. Berikut adalah kutipan yang menguatkan keinginan Jumeno: “Aku isa ngrasakake menawa sliramu mesthi kerep krasa kesepen. Merga pengarang kuwi yen dhong katrem ing donyane inspirasi kadhang sok lali wektu. Dheweke luwih nengenake marang critane timbang liyane. Mangka wong urip kuwi butuh kecukupan. Wong urip kuwi butuh kamardikan, supaya atine ora krasa kejiret. Contone aku dhewe, ndhisik aku rumangsa mongkog marang sisihanku, nanging bareng atiku krasa kurang longgar saben mlaku, suwe-suwe ya ora kuwat”. (Seri 10:42)
116
Terjemahan: “Saya bisa merasakan kalau kamu pasti sering merasa kesepian. Karena pengarang itu kalau menikmati di dunia inspirasi kadang lupa waktu. Dia lebih mengutamakan ceritanya daripada lainnya. Padahal orang hidup itu butuh tercukupi. Orang hidup itu butuh kemerdekaan, supaya hatimu tidak terasa terjerat. Contohnya saya sendiri, dulu saya merasa bangga kepada pendampingku, tetapi ketika hatiku merasa kurang senang setiap berjalan, lama-lama juga tidak kuat.” Jumeno berani memperlihatkan usahanya merebut hati Kunthi sekalipun Waskitha berada di dekatnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Krungu pangalembanane Waskitha, Jumeno klecam-klecem lan nglirik marang Kunthi. (Seri 19:19) Terjemahan: Mendengar pujian Waskitha, Jumeno klecam-klecem dan melirik kepada Kunthi. Keinginan Jumeno untuk merebut Kunthi semakin nyata ketika ia sendiri mengatakan langsung kepada Kunthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Aku kepengin sliramu dadi sisihanku. Aku kandha kanthi jujur menawa ing pojok atiku ora isa nglalekake awakmu.” (Seri 24:19) Terjemahan:
117
“Saya ingin kamu menjadi pendampingku. Saya bicara dengan jujur kalau di pojok hatiku tidak bisa melupakan kamu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Jumeno memiliki karakter buruk dan selalu melakukan tindakan yang menyimpang. 3. Pakdhe Wirya Malam itu Waskitha dan Kunthi berpamitan dan mengucapkan rasa terima kasih kepada keluarga Pakdhe Wirya karena hendak menempati rumah baru mereka. Sebelum Waskitha dan Kunthi pulang, Pakdhe Wirya memberi nasihat yang terdapat pada kutipan berikut: “Ning ya ngene welinge Pakdhe Was, wong omah-omah kuwi godhane gedhe. Apa meneh yen wis wani madeg bale somah tanpa ngejibake keprabone wong tuwa, mbuh kuwi merga saka ubeng ingere ekonomi apa dene saru sikune wong srawung. Dak jaluk awakmu sing jembar segarane lan ora gampang kebrongot ati yen ngadhepi samubarang kalir. Adhakane wong arep mulya kuwi sandhungane akeh”. (Seri 10:19) Terjemahan: “Tetapi ya begini pesan Pakdhe Was, orang berumah tangga itu godaannya besar. Apalagi kalau sudah berani berdiri rumah tangga tanpa menggantungkan rumah warisan orang tua, entah itu karena dari kondisi ekonomi atau pengaruh pergaulan. Saya minta kamu yang berpikir panjang dan tidak mudah panas hati kalau menghadapi segala hal. Wajarnya orang akan mulia itu hambatannya banyak.” Berdasarkan kutipan tersebut maka Pakdhe Wirya merupakan sosok yang senang memberi nasihat.
118
4. Budhe Wirya Budhe Wirya menyarankan supaya Waskitha cepat-cepat mencari papan untuk mendirikan rumah. Menurut Budhe Wirya seorang pegawai negeri tidak perlu bingung-bingung mencari hutang untuk tambahan modal. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Ning prayogaku nak Waskitha menawa wis ana rejeki angur ndang golek lemah dhisik. Dak kira wektu telung sasi wis kena kanggo ancang-ancang mandhiri lo Nak. Pegawe negeri kaya sliramu kuwi dak kira ora perlu bingung, wis ana sing dijagakake. Ya mung sliramu kuwi kurang kendel kaya kanca-kancane”, panyelane Budhe Wirya. (Seri 5:20) Terjemahan: “Tetapi menurutku nak Waskitha kalau sudah ada rejeki lebih baik segera mencari tanah dahulu. Saya kira waktu tiga bulan sudah bisa untuk siap-siap mandiri lo Nak. Pegawai negeri seperti kamu itu saya kira tidak perlu bingung, sudah ada yang dijagakan. Ya hanya dirimu itu kurang berani seperti teman-temannya,” sela Budhe Wirya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Budhe Wirya merupakan orang yang sering gegabah dalam bertindak. 5. Suryani Suryani kagum kepada Waskitha yang sangat bertanggung jawab kepada anak istrinya. Suryani merasa kalah karena pria yang sering membantu keluarganya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: [...] Atine ngalembana marang priya ing cedhake kuwi. Ora ngira babar pisan wong sing uripe wiwit cilik krasa ora oleh papan mirunggan, gedhene nunut wong tuwane, saiki kegadhuhan ati sing disengsemi banget. (Seri 9:20)
119
Terjemahan: [...] Hatinya memuji kepada pria di dekatnya itu. Tidak mengira sama sekali orang yang hidupnya sejak kecil tidak mendapat tempat yang semestinya, besarnya ikut orang tuanya, sekarang memiliki hati yang sangat dikagumi. Berdasarkan kutipan tersebut maka Suryani merasa kagum kepada Waskitha yang berani mengambil keputusan besar sebagai kepala rumah tangga. 6. Pak Warih Pak Warih benci kepada Pak Sukra yang baru saja pulang dari rumah Waskitha. Kemarahan Pak Warih terdapat pada kutipan berikut: “Titenana yen nganti gawe kisruh wong omah-omah. Iki dhangkelane ora trima!” ucape Pak Warih. (Seri 8:20) Terjemahan: “Awas kalau sampai membuat keruh orang rumah tangga. Ini kepalanya tidak terima!” ucap Pak Warih. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Warih merupakan sosok yang pemarah dan pemberani. 7. Wening Wening marah-marah karena merasa cerita yang dikarang Waskitha mirip dengan kisahnya di waktu lampau. Ia menuduh
120
Waskitha menceritakan kisah hidupnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Aku mung kepingin takon Pak, cerkak panjenengan ing Panjebar Semangat isine ora geseh karo dak lakoni. Kenya frustasi kang kepedhot katresnan merga ditandhingtandhingake karo kenya idhamane wong sing dak tresnani?” (Seri 2:42) Terjemahan: “Saya hanya ingin bertanya Pak, cerkak anda di Panjebar Semangat isinya tidak ada selisih dengan yang saya alami. Gadis frustasi yang patah hati karena dibanding-bandingkan dengan gadis idamannya orang yang saya cintai?” Wening tetap menuduh Waskitha bahwa
cerita
yang
dikarangnya itu adalah kisahnya sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan: “Ah, panjenengan kuwi mbok aja selak. Crita kuwi yen dudu lelakonku njur sapa meneh, nyatane ora ana gesehe sethithika. Mung jeneng lan settinge wae sing ora padha”. (Seri 2:20) Terjemahan: “Ah, anda itu jangan menyangkal. Cerita itu kalau bukan pengalamanku lalu siapa lagi, nyatanya tidak ada selisihnya sedikitpun. Hanya nama dan setingnya saja yang tidak sama”. Berdasarkan kutipan tersebut maka Wening merupakan sosok wanita yang mudah tersinggung.
121
8. Sulijah Sulijah marah-marah kepada Joko Luwak yang bertanya tentang kabar perselingkuhan Sulijah dan Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Ana sing gawe pitenah, kepengin ngrusak rumah tanggane Pak Waskitha. Aku isin yen ora isa mbuktekake saka ngendi underane pitenah kuwi. Aja mbok aku wong wedok ora wani ngadhepi pepalang. Yen mung nyaplang lambene kancakancamu kae tanganku iki isih atos,” guneme Sulijah mecereng. Raine mbrabak kaya wong kesetanan. Lagi iki Joko Luwak rumangsa atine kedher, nganti ora rinasa bokonge kaya kelet karo dhingklike. (Seri 17:20) Terjemahan: “Ada yang membuat fitnah, ingin merusak rumah tangga Pak Waskitha. Saya malu kalau tidak bisa membuktikan dari mana asal fitnah itu. Jangan kamu kira saya wanita tidak beradi menghadapi perkara. Kalau hanya menampar mulut teman-temanmu itu tanganku ini masih keras,” kata Sulijah garang. Wajahnya marah seperti orang kesetanan. Baru kali ini Joko Luwak merasa hatinya bergetar, hingga tidak terasa pantatnya seperti lengket dengan tempat duduknya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Sulijah tidak terima jika ada orang lain yang berbuat buruk kepadanya. 9. Pak Gender Pak Gender merupakan orang yang jujur dan berkata apa adanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Wonten mergi punika ingkang penting rahayu Pak. Menawi tiyang cilik kaya kula niki sing ajeng diburu napa. Waton saben ndinten mpun angsal arta sekedhik cekap ngge nedhi anak bojo mpun trimah, syukur Pak diparingi seger kewarasan”. (Seri 15:20) Terjemahan: “Di jalan itu yang penting selamat Pak. Kalau orang kecil seperti saya ini yang akan dikejar apa. Asal setiap hari sudah
122
dapat uang sedikit cukup untuk makan anak istri sudah terima, syukur Pak diberi kesehatan”. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Gender berkata apa adanya dan menjalani hidup ala kadarnya. 10. Karto Leging Karto Leging bermaksud menggadaikan kulkasnya kepada Waskitha untuk membayar cucunya yang dirawat di rumah sakit. Karto Leging berharap Waskitha mendengar keluh kesahnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Sinten melih sing ajeng kula sambati. Ajeng sowan Pak Wirya kok nggih langka. Yen njenengan mboten kersa mangke kepeksane kula mlajar teng nggene Pak Sukra”, guneme Karto Leging keprungu melas. (Seri 3:45) Terjemahan: “Siapa lagi yang akan saya harapkan. Akan berkunjung Pak Wirya kok ya jarang. Kalau anda tidak berkenan nanti saya terpaksa menuju ke Pak Sukra,” kata Karto Leging terdengar memelas. Berdasarkan kutipan tersebut maka Karto Leging mengharap pertolongan Waskitha. 11. Pak Nugraha Pak Nugraha kagum kepada Waskitha yang tetap menggeluti kesastraan Jawa. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Dhik Waskitha dak acungi jempol dene tansah setya marang majalah Jawa. Menawa kaya sliramu sajake aku wis
123
ora kuwat. Tekadku sing ndhisik tau prasetya bakal ndhepani kasusastran Jawa saiki dak khiyanati dhewe. Aku oncat merga kepepet butuh”, ngendikane Pak Nugraha. (Seri 3:19) Terjemahan: “Dhik Waskitha saya acungi jempol masih setia kepada majalah Jawa. Kalau seperti kamu sepertinya aku sudah tidak kuat. Tekadku yang dulu pernah setia akan menjunjung kesastraan Jawa sekarang saya khianati sendiri. Saya berpindah karena terdesak kebutuhan,” kata Pak Nugraha. Berdasarkan kutipan tersebut maka Pak Nugraha merupakan pengarang sastra Jawa yang berpindah ke sastra Indonesia karena tuntutan kebutuhan. 12. Nuning Nuning menerima keadaan setelah bercerai dengan suaminya. Ia merasa bahwa apa yang dicita-citakannya bersama suami sudah musnah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Wong lanang kuwi sok mbelgedhes kok Pak. Dak rewangi nggondheli rembug, jare prasetya ing janji. E jebul weruh thukmis suwe-suwe kok ya kenyut. Saumpama aku duwe keluwihan isa ngarang crita kaya panjenengan mesthi lelakonku bakal dak gawe novel tanpa tedheng aling-aling. Saiki impenku kang dak ronce seprana-seprene wis muspra. Sing dak gadhang kari anakku mengko dadia bocah utama,” ujare Nuning. (Seri 16:19) Terjemahan: “Orang laki-laki itu kadang berbohong kok Pak. Saya bela menuruti komitmen, katanya setia di janji. E ternyata melihat jidat mulus lama-lama kok ya terjerat. Saumpama saya punya kelebihan bisa mengarang cerita seperti anda pasti pengalaman saya akan saya buat novel tanpa tutup. Sekarang impianku yang saya rancang sudah musnah. Yang saya harapkan tinggal anakku nanti jadilah anak utama,” ucap Nuning. Berdasarkan kutipan tersebut maka Nuning merupakan sosok wanita yang tegar dan berani menghadapi resiko.
124
Berdasarkan analisis tokoh berdasarkan perkembangan perwatakan di atas maka dapat disimpulkan tokoh bulat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto antara lain Waskitha, Kunthi, dan Santi menunjukkan karakter kuat dan kadang berubah-ubah. Sedangkan karakter pipih terdapat pada tokoh Wirasthi, Jumeno, Pakdhe Wirya, Budhe Wirya, Suryani, Pak Warih, Wening, Sulijah, Pak Gender, Karto Leging, Pak Nugraha, dan Nuning. c. Latar atau setting Latar adalah lingkup yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita. Latar berupa dekor/ tempat untuk berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Menurut stanton, latar dapat berwujud dekor, waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Latar yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen
karya Sri
Sugiyanto diuraikan berikut ini. 1) Latar berwujud dekor Latar berwujud dekor adalah latar yang berupa nama tempat, lokasi, dan letak tertentu. Latar berwujud dekor dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto meliputi: 1. Jalan Manyaran-Wuryantoro Waskitha agak mengantuk karena kurang tidur, jalan ManyaranWuryantoro terasa sepi pada sore hari. Hal tersebut terdapat pada kutipan beikut: Mripate krasa nggandhul merga anggone melek kewengen. Dalan Manyaran-Wuryantoro krasa sepi yen ngadhepake
125
wayah Asar. Minibus padha njagang ditinggal liyer-liyer karo sopire merga ora ana penumpang sing kemliwer. (Seri 11:19) Terjemahan: Matanya terasa menggantung karena begadang terlalu malam. Jalan Manyaran-Wuryantoro terasa sepi kalau menghadap waktu Asar. Minibus mangkal ditinggal tidur-tiduran oleh sopirnya karena tidak ada penumpang yang berlalu. Berdasarkan kutipan tersebut maka Jalan Manyaran-Wuryantoro merupakan jalan yang dilewati Waskitha ketika menuju tempat kerja. 2. Randusari Randusari merupakan tempat tinggal Waskitha, dan
secara
keseluruhan adalah dekor terjadinya cerita Ngonceki Impen. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Nadyan umure ora sabarakan, nanging tumrap warga desa Randusari wis padha ngerti sapa Waskitha iku. Ngelingi jaman isih jaka akeh kenya sing kepengin nyandhing atine. (Seri 14:20)
Terjemahan: Meskipun umurnya tidak sebaya, tetapi bagi warga desa Randusari sudah mengerti siapa Waskitha itu. Mengingat waktu masih jejaka banyak gadis yang ingin menyanding hatinya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Randusari merupakan tempat tinggal Waskitha.
126
3. Terminal Ngadirojo Waskitha membeli bubur kacang hijau dan tahu kupat untuk Wisnu. Ketika hendak mengangkat HP, baterainya terlanjur drop. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Tekan kuthane wis ngadhepake jam setengah wolu bengi. Sedhela mampir Terminal Ngadirojo. Golek ganepe oleh-oleh bubur kacang ijo sarta tahu kupat senengane Wisnu. Arep ngangkat HP ndadak kentekan batrey wiwit mlebu terminal Solo mau. (Seri 16: 20) Terjemahan: Sampai kota sudah menghadapkan pukul setengah delapan malam. Sebentar mampir Terminal Ngadirojo. Mencari oleholeh bubur kacang hijau serta tahu ketupat kesukaan Wisnu. Hendak mengangkat HP mendadak kehabisan baterai sejak masuk terminal Solo tadi. Terminal Ngadirojo merupakan tempat Waskitha membeli oleholeh ketika pulang dari Solo. 4. Solo Suryani menghampiri Waskitha dan memberi tahu bahwa Bu Wirya sedang di-opname. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut: “Ngabari Dhik Waskitha, menawa ibu dina iki opname neng Solo. Aku wis nyuwun idin Dhik Kunthi dak suwun ngancani besuk.[..]” (Seri 22: 39) Terjemahan: “Mengabari Dhik Waskitha, kalau ibu hari ini opname di Solo. Aku sudah meminta ijin Dhik Kunthi saya minta menemani besuk. [...]”
127
Berdasarkan kutipan tersebut maka Solo merupakan kota tempat Bu Wirya dirawat. 5. Depan warung Sulijah Ketika menuju rumah Eyang Wira, di depan warung Sulijah Waskitha dihampiri oleh Joko Luwak yang wajahnya bengap dan pakaiannya penuh dengan lumpur. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut: Sedyane Waskitha sowan Eyang Wira kanggo nyempurnakake skripsine supaya luwih omber wawasane. Nyuwun iguh pratikel marang priyayi kang wasis kawruhe babagan basa lan kasusastran Jawa. Nanging lagi liwat neng ngarep warunge Sulijah jebul wis diendheg Joko Luwak. Raine bengep abang ireng, sandhangane gupak lendhut kabeh. (Seri 23:20) Terjemahan: Jadinya Waskitha mengunjungi Eyang Wira untuk menyempurnakan skripsinya supaya lebih luas wawasannya. Meminta saran dan pendapat kepada orang yang mahir pengetahuannya tentang bahasa dan kesastraan Jawa. Tetapi baru lewat warung Sulijah ternyata sudah dihadang Joko Luwak. Wajahnya bengap merah hitam, pakaiannya terkena lumpur semua. Berdasarkan kutipan tersebut maka depan warung Sulijah merupakan tempat Waskitha didatangi oleh Joko Luwak yang wajahnya bengap dan pakaiannya penuh lumpur. 6. Pendapa dusun Pak Warih dan Pak Sukra yang habis berkelahi dibawa ke pendapa dusun dan menjadi perhatian banyak orang. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut:
128
Ning pendhapa dhusun wis kebak wong. Pak Warih lagi mentas gelut karo Pak Sukra neng tulakan sawah. (Seri 23:20) Terjemahan: Di pendapa dusun sudah penuh orang. Pak Warih baru saja habis berkelahi dengan Pak Sukra di tulakan sawah. Berdasarkan kutipan tersebut maka pendapa dusun merupakan tempat Pak Warih dan Pak Sukra didamaikan karena telah berkelahi. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa latar berwujud dekor dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto antara lain Jalan Manyaran-Muryantoro, Randusari, Terminal Ngadirojo, Solo, depan warung Sulijah, dan pendapa dusun. 2) Latar Waktu Latar waktu adalah waktu-waktu kejadian-kejadian yang terjadi dalam suatu karya sastra fiksi. Latar waktu bisa berwujud waktu-waktu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, rentang waktu dan satu periode sejarah. Latar waktu dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto yaitu: 1. Malam Malam yang dimaksud adalah setelah waktu Isya‟, yaitu setelah pukul tujuh malam. Waskitha berniat menjemput Kunthi dan mengatakan fakta yang sebenarnya serta menjelaskan gosip yang sudah menyebar hanyalah fitnah. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut:
129
Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap Kunthi lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang jembar. Ewadene menawa sisihane ora gelem nampa, niyate bakal dionceki bareng-bareng ana ngarepe Sulijah. (Seri 18:20) Terjemahan: Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertua. Diharap Kunthi luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar yang luas. Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya akan dibuktikan bersama-sama di depan Sulijah. Berdasarkan kutipan tersebut maka malam merupakan waktu yang dipilih Waskitha untuk menjemput Kunthi ke rumah mertuanya. 2. Dua bulan Rumah Waskitha sudah selesai dibangun dan sudah bisa ditempati walaupun belum sempurna. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut: Rong sasi candhake omah kuwi wis katon njeneggereng nadyan mung wujud bata mringis. Cendhela isih padha mlompong mung diwengku blabag cor sing ditata. Sing baku jogane wis dicor luwih dhisik saengga ora patiya bledug. (Seri 9:43) Terjemahan: Dua bulan berikutnya rumah itu terlihat berdiri meskipun hanya wujud batu-bata meringis. Cendela masih terbuka ditutup papan
130
kayu cor yang ditata. Yang penting lantainya sudah dicor terlebih dahulu sehingga tidak begitu berdebu. Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dua bulan merupakan rentang waktu pembangunan rumah Waskitha. 3. Satu tahun Kunthi merasa kurang diperhatikan dan merasa Waskitha lebih mementingkan menulis. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut: Kahanan ngono kuwi wis lumaku udakara setaun. Ing pojok atine kadhang krasa cuwa dene sisihane tansah nengenake marang tulisane. (Seri 10:42) Terjemahan: Keadaan seperti itu sudah berjalan sekitar setahun. Di pojok hatinya kadang merasa kecewa karena suaminya
lebih
mengutamakan tulisannya. Berdasarkan kutipan tersebut maka satu tahun merupakan rentang waktu Kunthi merasa tidak diperhatikan oleh Waskitha. 4. Dua hari yang lalu Setengah tidak percaya Waskitha menanyakan penyakit Bu Wirya. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Budhe gerah apa Mbak. Rong ndina kepungkur aku isih ketemu neng pasar, katone seger wae?” pitakone Waskitha. (Seri 21: 39)
131
Terjemahan: “Budhe sakit apa Mbak. Dua hari yang lalu saya masih bertemu di pasar, kelihatannya segar saja?” tanya Waskitha. Dua hari yang lalu merupakan periode waktu Waskitha bertemu dengan Bu Wirya di pasar. 5. Tiga tahun Tiga tahun merupakan rentang waktu terjadinya cerita Ngonceki Impen mulai awal hingga akhir. Cerita dimulai ketika ada kabar kedua putra Pakdhe Wirya terkena PHK, Waskitha lalu membangun rumah selama dua bulan. Di sela-sela menjadi guru, Waskitha juga aktif mengarang, dan mendapat undangan penataran Revitalisasi Budaya Jawa di Solo selama tiga hari. Hari demi hari Waskitha bertemu dengan banyak orang, termasuk Pak Sukra, dan Jumeno. Rumah Waskitha sudah ditempati dan untuk menghindari hutangnya menumpuk ia terus mengarang, dan Kunthi merasa tidak diperhatikan. Kondisi seperti itu terjadi selama satu tahun. Dalam kondisi yang belum mapan tersebut Waskitha masih dihadapkan dengan kehadiran Jumeno yang berniat merusak rumah tangganya, hingga akhirnya Jumeno ditangkap polisi karena beberapa kasus kejahatan. Berdasarkan uraian tersebut maka tiga tahun merupakan rentang waktu berjalannya seluruh peristiwa yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen.
132
Berdasarkan analisis di atas maka latar waktu yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen antara lain malam, dua bulan berikutnya, satu tahun, dua hari yang lalu, dan tiga tahun. 2. Tema Tema merupakan sebuah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat, membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak (Stanton, 2007:36). Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi sesuai dan memuaskan berkat kehadiran tema. Tema dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah perjuangan untuk menggapai cita-cita. Waskitha mempunyai cita-cita menjadi pengarang yang berkualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing selaselane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung. Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. (Seri 2:42) Terjemahan: Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di sela-sela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih langka. Waskitha sebagai tokoh sentral yang ingin mewujudkan keinginannya untuk membangun rumah. Keinginan Waskitha inilah yang disebut mimpi, yaitu mimpi yang harus diwujudkan dengan penuh tekad. Waskitha ingin menjadi pengarang sastra Jawa yang produktif dan memenuhi tanggung
133
jawabnya memberi kesejahteraan bagi anak istrinya, termasuk membangun rumah. Perjuangan Waskitha untuk membangun rumah didukung oleh kutipan berikut: “Omah kuwi wigati Dhik. Niyatku wis kenceng, sadurunge kesabet butuh sing gedhe. Mbok menawa iki wis dadi tanggung jawabku minangka wong lanang. Sliramu mesthi sok ngudarasa batin lan nduweni impen kapan isa duwe omah dhewe”. (Seri 7: 43) Terjemahan: “Rumah itu penting Dhik. Niatku sudah bulat, sebelum terkena butuh yang besar. Mungkin ini sudah menjadi tanggung jawabku sebagai orang lakilaki. Kamu pasti kadang mengutarakan batin dan mempunyai impian kapan bisa memiliki rumah sendiri. Kuliah Waskitha terpaksa diputus karena kurang biaya. Biaya yang sedianya untuk kuliah akan dipakai untuk membangun rumah. Padahal Waskitha tinggal menyelesaikan skripsi, yang artinya selangkah lagi sudah usai masa studinya. Membangun rumah adalah salah satu mimpi Waskitha untuk mewujudkan tanggung jawabnya kepada anak istri. Perjuangan Waskitha untuk membangun rumah semakin nyata pada kutipan berikut: Sisihane meneng. Nyawang adoh kaya nglangut wae kegawa cumithake angen-angen sing ora ana ganthane. Ing pojoke ati kaya isih ana rasa eman, dene sisihane trima ngeculake kuliyah kanggo sauntara wektu betheke kepengin mujudi impen tanggung jawabe minangka kamituwane wong omah-omah. (Seri 9: 20) Terjemahan: Istrinya diam. Memandang jauh seperti larut saja terbawa angan-angan yang tidak ada kelanjutannya. Di pojok hatinya seperti masih ada penyesalan, bahwa suaminya terima melepaskan kuliah untuk sementara
134
waktu karena ingin mewujudkan impian tanggung jawabnya sebagai kepalanya rumah tangga. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tema cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah perjuangan untuk menggapai cita-cita, yaitu cita-cita Waskitha menjadi pengarang sastra Jawa yang mumpuni dan perjuangan untuk mewujudkan impian sebagai kepala keluarga. 3. Sarana-Sarana Sastra Menurut Stanton, sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Sarana-sarana sastra yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto sebagai berikut: a. Judul Menurut Stanton, judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi, judul tidak selalu mengacu pada detail yang menonjol. Judul dari cerbung ini adalah Ngonceki Impen, kata ngonceki berarti mengupas (dalam makna denotasi), dan impen yang secara harafiah berarti impian. Berdasarkan arti kata Ngonceki Impen yang artinya mengupas impian, dan lebih luas lagi artinya ialah mewujudkan keinginan yang belum tercapai dengan cara-cara bijak dan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, judul
135
cerbung ini relevan dengan kenyataan. Relevansi judul dengan pokok permasalahan dalam cerita terurai pada kutipan berikut: “Wong urip kuwi pancen kebak impen. Manungsa kang ora bisa ngonceki bakal kegiles ing wewayangan endah sing bakal gawe cilaka jroning mecaki lelakone.” (Seri 20: 20) Terjemahan: “Orang hidup itu memang penuh impian. Manusia yang tidak bisa mengartikan akan tergilas di bayangan indah yang akan membuat celaka dalam mencapai langkahnya.” Kutipan tersebut menjelaskan bahwa untuk mewujudkan impian dan keinginan, maka manusia harus mempunyai pendirian dan tidak mudah tergoda. Jika terhanyut dalam godaan maka impian tersebut tidak akan terwujud. Judul Ngonceki Impen lebih tepat daripada ngonceki gegayuhan, karena pada dasarnya gegayuhan atau cita-cita atau keinginan merupakan mimpi yang harus diwujudkan. Impen Waskitha terwujud karena dia memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah menyerah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Wengi terus nggremet. Mbaka siji lumaku wiwit dionceki kanthi ati temata lan kebak kaprayitnan. Ngelingi menawa urip iki kaya dene cakra manggilingan. Kabeh bakal owah gingsir merga jantrane lelakon. (Seri 24: 20)
136
Terjemahan: Malam terus bergerak. Demi satu berjalan mulai dikupas dengan hati tertata dan penuh kehati-hatian. Mengingat bahwa hidup ini seperti cakra manggilingan. Semua akan berubah karena berputarnya waktu. Berdasarkan kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa judul Ngonceki Impen dipilih oleh pengarang karena cerbung ini berisikan tentang keinginan seseorang untuk mewujudkan impian-impiannya demi mencapai hidup yang lebih damai dan sejahtera. b. Sudut pandang Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita. Posisi ini memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam tiap cerita: di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Sudut pandang yang digunakan dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah orang ketiga tidak terbatas. Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas adalah pengarang mengacu setiap karakter dengan seakan-akan pengarang melihatnya. Pengarang menyampaikan dialog-dialog pada tokohnya dan memberi kebebasan bagi pembaca untuk memutuskan akhir cerita dengan melihat fakta yang sudah ada. c. Gaya dan tone Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa juga dapat disebut sebagai majas. Gaya dan tone setiap pengarang memiliki perbedaan sehingga menghasilkan kekhasan tersendiri. Gaya yang
137
digunakan pengarang dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah sebagai berikut: 1) Durung ilang pupuk lempuyange Pengarang menggunakan peribahasa tersebut sebagai gambaran kepengarangan Waskitha yang masih dini. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Pancen manawa diwawas dheweke kuwi klebu pengarang sing isih ijo, paribasan bocah bayi durung ilang pupuk lempuyange. (Seri 1: 41) Terjemahan: Memang kalau dilihat ia termasuk pengarang yang masih hijau, ibarat anak bayi belum hilang pupuk lempuyangnya. Berdasarkan kutipan tersebut maka peribahasa durung ilang pupuk lempuyange merupakan gambaran kepengarangan Waskitha yang masih dini. 2) Kaya jamur mangsa rendheng Pengarang
menggunakan
perumpamaan
tersebut
untuk
menggambarkan lahirnya para penulis muda. Hal itu terdapat pada kalimat berikut: Mula ora sah diece yen ndhisik pengarang cerkak lan geguritan mbrubul kaya jamur mangsa rendheng merga diwiwiti ati seneng. (Seri 4: 20) Terjemahan:
138
Maka tidak usah diejek kalau dulu pengarang cerpen dan puisi bermunculan seperti jamur musim penghujan karena dimulai hati senang. Berdasarkan kutipan tersebut maka perumpamaan kaya jamur mangsa rendheng merupakan penggambaran lahirnya para penulis muda. 3) Paribasane didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat Pengarang menggunakan peribahasa di atas untuk menggambarkan rasa amarah Kunthi karena perkataan Winarsih kakaknya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Krungu tembunge mbakyune kupinge wis gatel. Dhadhane mbeseseg merga ngampet gronjalane ati sing wis arep njedhot. Paribasane didhadhunga medhot, dipalangana mlumpat. Sak sabar-sabare menungsa kaya Kunthi kuwi isih klebu manungsa lumrah, titah sawantah. (Seri 6: 19) Terjemahan: Mendengar perkataan kakaknya telinganya sudah gatal. Dadanya sesak karena menahan gelombang hatinya yang sudah hampir putus. Ibaratnya ditali terputus, dihadang mlumpat. Sesabar-sabarnya manusia seperti Kunthi itu masih termasuk manusia biasa, makhluk sewajarnya. Berdasarkan kutipan tersebut, maka peribahasa tersebut merupakan penggambaran rasa amarah Kunthi kepada Winarsih kakaknya. 4) Bagaskara katon sumringah gagah tanpa awer-awer mendhung ing sakiwa tengene. Pengarang menggunakan majas personifikasi untuk menjelaskan suasana siang hari yang terang benderang setelah hujan reda. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
139
Ora nganti seprapat jam udane wis terang. Bagaskara katon sumringah gagah tanpa awer-awer mendhung ing sakiwa tengene. (Seri 11: 19) Terjemahan: Tidak sampai seperempat jam hujannya sudah reda. Matahari terlihat berseri gagah tanpa tutup-tutup mendung di sekitarnya. Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi di atas digunakan pengarang untuk menjelaskan suasana siang hari yang terang benderang setelah hujan reda. 5) Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi Pengarang menggambarkan rasa kekecewaan Waskitha yang merasa sudah dibohongi oleh Kunthi dengan majas personifikasi yang ditunjukkan pada kutipan berikut: Waskitha panggah amem, nalika drijine digegem dening Kunthi. Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi. Mbuh sapa sing dicecenges, dheweke nganti ora isa ngonceki. (Seri 11: 42) Terjemahan: Waskitha tetap diam, ketika tangannya digenggam oleh Kunthi. Bintang-bintang yang bertebaran seperti ikut mencibir. Entah siapa yang diejek, ia sampai tidak bisa mengartikan. Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi tersebut menggambarkan rasa kekecewaan Waskitha yang merasa dibohongi Kunthi.
140
6) Sega sayur kang cemawis ing meja kaya melu ngiris-iris atine. Pengarang menggunakan majas personifikasi di tersebut untuk menggambarkan kesedihan Kunthi ketika menyaksikan sikap Waskitha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Saiki atine krasa lara. Sega sayur kang cemawis ing meja kaya melu ngiris-iris atine. Apa ya kaya ngene iki sing dirasakake wong wadon yen ora nglegani kakunge. Mesthine dheweke ngerti rukune wong bebrayan kuwi kuncine ana ing ati. (Seri 12: 19) Terjemahan: Sekarang hatinya terasa sakit. Nasi sayur yang tersaji di meja seperti ikut mengiris-iris hatinya. Apa ya seperti ini yang dirasakan wanita kalau tidak menyenangkan lelakinya. Pastinya ia mengerti rukunnya rumah tangga itu kuncinya ada di hati. Berdasarkan kutipan tersebut maka majas personifikasi di atas merupakan penggambaran kesdihan Kunthi ketika menyaksikan sikap Waskitha. 7) Sapa temen bakal tinemu, sapa bakuh bakal kukuh Pengarang
menggunakan
peribahasa
tersebut
untuk
menggambarkan tekad manusia yang ingin mencapai kebahagiaan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “[..] Ngadhepi kanyatan sok ora sumbut, nuli oncad kaya wong rai gedheg. Ah jenenge wong urip niku gumantung nasib nggih Pak wonten paribasan sapa temen bakal tinemu, lan sapa bakuh bakal kukuh.” (Seri 15:20) Terjemahan: “[...] Menghadapi kenyataan sok tidak sesuai, lalu melompat seperti orang wajah anyaman. Ah namanya hidup itu tergantung nasib ya
141
Pak ada peribahasa siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, dan siapa kuat pasti sentosa. Berdasarkan kutipan tersebut maka peribahasa di atas merupakan penjelasan tekad yang ingin mencapai kebahagiaan. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone tampak dalam berbagai wujud, baik ringan, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan. Pengarang menonjolkan tone senyap dan tone tegang dalam cerbung Ngonceki Impen. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane Jumeno bakal dadi underaning perkara ing tengah-tengah kulawargane. Dina kuwi tekane Jumeno bebarengan karo Santi, saengga gawe kahanan ora anyeb. Apamaneh Santi klebu wasis micara lan pinter ngempanake papan. Dheweke pinter ngencerake swasana sing njendhel. (Seri 19:19) Terjemahan: Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau datangnya Jumeno akan menjadi pusat perkara di tengah-tengah keluarganya. Hari itu datangnya Jumeno bersamaan dengan Santi, sehingga keadaan tidak dingin. Apalagi Santi termasuk mahir bicara dan pintar menempatkan papan. Ia pintar mengencerkan suasana yang tegang. Berdasarkan kutipan tersebut maka pengarang menonjolkan tone senyap dan tone tegang ketika Jumeno ditemani Santi menemui Kunthi, dan disaksikan oleh Waskitha. d. Simbolisme Salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi agar tampak nyata adalah dengan menggunakan „simbol‟, yang berwujud detail-detail konkret dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi
142
dalam pikiran pembaca. Beberapa simbol yang menarik dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dibahas berikut ini. 1) Tegal sawah Pengarang menggunakan kata tegal sawah untuk simbol mata pencaharian Waskitha. Hal itu terbukti pada kutipan berikut: “[...]Wektu kuwi terus lumaku, tegal sawah panjenengan ana pakaryan kang wus dadi kapitayane negara. [...]” (Seri 1:41) Terjemahan: “[...] Waktu itu terus berjalan, ladang sawah kamu ada di pekerjaan yang sudah menjadi kepercayaan negara. [...]” Berdasarkan kutipan tersebut maka tegal sawah merupakan simbol mata pencaharian Waskitha. 2) Garan Pengarang menggunakan kata garan sebagai simbol penunjang atau alat. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “[...] Raosipun kok kirang prayogi menawi mucal tanpa garan ingkang gumathok”. (Seri 2:42) Terjemahan: “[...] Rasanya kok kurang baik kalau mengajar tanpa batang yang pasti.” Berdasarkan kutipan tersebut maka simbol garan merupakan perwakilan penunjang atau alat.
143
3) Mambu ati Simbol mambu ati digunakan pengarang untuk menunjukkan makna atau rasa ketertarikan seseorang kepada lawan jenis. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Pancen nalika dheweke mlebu makarya neng sekolahan kono Wening kuwi tau mambu ati marang Waskitha, nanging eman priya sing diidham-idhamake kuwi wis duwe kenya pilihan satemah rasa cuwa tansah ginawa ing telenge ati. Tujune wae anggone nandur katresnan durung pati jero. (Seri 2:43) Terjemahan: Memang ketika ia masuk bekerja di sekolah tersebut Wening itu pernah menaruh hati kepada Waskitha, tetapi sayang pria yang diidam-idamkannya itu sudah mempunyai gadis pilihan sehingga rasa kecewa selalu terbawa di dalam hati. Untungnya saja menanam cinta belum begitu dalam. Berdasarkan kutipan tersebut maka kata mambu ati merupakan simbol rasa ketertarikan seseorang kepada lawan jenis. 4) Ngalor-ngidul Pengarang menggunakan simbol ngalor-ngidul untuk menjelaskan situasi obrolan antara Waskitha dan Parno. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Yen diuja anggone crita ngalor ngidul ora ana cuthele, nganti ora krasa wis meh Maghrib wektune. (Seri 2: 43) Terjemahan: Kalau dituruti cerita kesana-kemari tidak ada habisnya, hingga tidak terasa sudah hampir waktu Maghrib. Berdasarkan
kutipan
tersebut
maka
kata
melambangkan situasi obrolan antara Waskitha dan Parno.
ngalor-ngidul
144
5) Kabar angin Pengarang menggunakan simbol kabar angin untuk menjelaskan kabar perselingkuhan Waskitha dengan Sulijah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Disawang liyan ora pantes, nedhenge sisihane ora ana ngomah kok nampa pawongan sing lagi kepengin ngrimuk atine. Wis ben wong liya ngarani purik. Wis ben tangga teparo padha alok, merga atine tatu saka kabar angin sisihane kedanan randha Sulijah. (Seri 17:43) Terjemahan: Dilihat yang lain tidak pantas, di saat suaminya tidak di rumah kok menerima orang yang sedang ingin merebut hatinya. Biarlah orang lain menyebut purik. Biarlah tetangga menghina, karena hatinya terluka dari kabar angin suaminya tergila-gila janda Sulijah. Berdasarkan kutipan tersebut maka kabar angin merupakan penjelasan tentang kabar perselingkuhan Waskitha dan Sulijah yang belum terbukti kebenarannya. e. Ironi Ironi adalah cara untuk meunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam semua cerita yang dikategorikan bagus. Terdapat dua jenis ironi dalam cerita fiksi yaitu „ironi dramatis‟ dan „tone ironis‟ atau „ironis verbal‟. Ironi yang terkenal luas yaitu „ironi dramatis‟ dan „tone ironis‟. Ironis yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen adalah sebagai berikut: 1) Ironi dramatis Ironi dramatis muncul melalui kontras antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya atau antara harapan dengan faktanya. Ironi dramatis yang terdapat dalam
145
cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah ketika Waskitha merasakan perubahan sikap pada Kunthi. Waskitha merasakan bahwa Kunthi yang ada di hadapannya bukan Kunthi yang ia kenal dulu. Ia merasa kecewa tetapi tidak diperlihatkan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut: Waskitha meneng sedhela. Dithithing saka pasuryane sisihane kuwi pancen wis ana owah-owahan ing jati dhirine. Sedhela disawang tajem tanpa esem sethithika nuli unjal ambegan landhung karo ngipatake sesawangan adoh. Dheweke wis nanggapi menawa kang diadhepi wengi iku dudu Kunthi sing ndhisik tansah semandhing lan setya marang dheweke. Kunthi wis salin slaga. Ing pojok atine krasa cuwa nanging ora dikatonake. (Seri 18:43) Terjemahan: Waskitha diam sejenak. Dilihat dari wajah istrinya itu memang sudah ada perubahan di jati dirinya. Sebentar dipandang tajam tanpa senyum sedikitpun lalu menghela napas panjang sambil memalingkan pandangan jauh. Ia sudah menanggapi kalau yang dihadapnya malam itu bukan Kunthi yang dahulu selalu bersanding dan setia kepada dirinya. Kunthi sudah ganti perilaku. Di pojok hatinya merasa kecewa tetapi tidak diperlihatkan. Berdasarkan kutipan tersebut maka ironi dramatis dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto terjadi ketika Waskitha merasakan perubahan sikap Kunthi karena rayuan Jumeno, sementara ia sendiri tidak bisa berbuat banyak. Kontras ironis antara harapan dengan kenyataan ditunjukkan ketika Waskitha pulang, dan ternyata anak istrinya tidak di rumah. Keinginannya untuk segera bertemu keluarga tidak sesuai dengan anganangannya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut: Ben rada cepet trima ngojeg limang ewu saka terminal nadyan ora ana sekilo adohe. Nanging atine Waskitha krasa gela dadakan,
146
nalika teka omah katon peteng lan sepi. Omah kuwi suwung. (Seri 16:20) Terjemahan: Agar lebih cepat memilih mengojeg lima ribu dari terminal meskipun tidak ada satu kilo jaraknya. Tetapi hati Waskitha terasa kecewa mendadak, ketika sampai rumah terlihat gelap dan sepi. Rumah itu kosong. Berdasarkan kutipan tersebut maka kontras ironi yaitu Waskitha merasa kecewa ketika tiba di rumah dan tidak menjumpai anak istrinya. 2) Tone ironis Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Tone ironis dalam cerbung Ngonceki Impen ditunjukkan ketika Waskitha menerima kabar bahwa kedua putra Pakdhe Wirya terkena PHK dan berencana pulang ke desa. Jika jadi pulang, kemungkinan rumah yang ia tempati akan diminta kembali. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha kelangan gaweyan bakal dadi neng ndesa. Sing njangget banget neng pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu jatahe anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryanto. Mesthi wae yen sida bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi bakal dijaluk. Nadyan durung wujud keputusan sing gemana, nanging babagan omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri 4: 43) Terjemahan: Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan pekerjaan dan akan pulang ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah anak laki-laki Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau jadi pulang di
147
desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta. Meskipun belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah sempat menganggu pikirannya. Berdasarkan kutipan tersebut maka tone ironis dalam cerbung Ngonceki Impen yaitu ketika Waskitha menerima kabar kedua putra Pakdhe Wirya terkena PHK. 4. Keterkaitan Antarunsur Unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait antara unsur satu dengan lainnya. Unsur dalam cerbung ini meliputi fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting dan alur, tema dan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, simbolisme, sudut pandang, gaya dan tone, serta ironi yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita. Ditinjau dari fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait membentuk kesatuan yang utuh dan indah. Tema akan mempengaruhi karakter, latar serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Tema dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto adalah perjuangan. Perjuangan dalam menggapai cita-cita. Tokoh utama ingin menjadi pengarang yang mahir dan dikenal oleh banyak orang. Selain menjadi pengarang, keinginan lainnya adalah mewujudkan impiannya sebagai kepala keluarga yang memberi kesejahteraan bagi anak istri. Ditinjau dari sarana-sarana sastra yang meliputi simbolisme, sudut pandang, gaya dan tone, serta ironi adalah kekhasan pengarang dalam
148
menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah cerita yang dapat dinikmati oleh pembacanya. Pengarang menyesuaikan tone dengan keadaan dan suasana yang dialami oleh setiap tokohnya. Misalnya dalam situasi santai pengarang menggunakan tone ringan, dan dalam situasi bingung pengarang menggunakan tone penuh perasaan, akibat dari tema yang diangkat yaitu tentang perjuangan untuk mewujudkan keinginan. Sudut pandang yang digunakan pengarang adalah sudut pandang orang ketiga tidak terbatas, artinya pengarang sepenuhnya mengetahui tentang semua seluk beluk dalam cerbung ini. Pengarang dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir, pengarang juga dapat muncul ketika tidak ada satu karakterpun yang muncul. Adanya sarana-sarana sastra dapat memberikan keindahan serta warna tersendiri dalam sebuah cerita. Dengan demikian secara keseluruhan keterkaitan dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto mempunyai hubungan yang erat sehingga membentuk suatu nilai estetik dalam sebuah karya sastra. Nilai estetik dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto dapat terlihat dari keseluruhan keterkaitan yaitu yang berupa tema, alur, penokohan, setting dan sarana-sarana sastra yang berupa judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi yang terdapat dalam cerbung. B. Kejiwaan Tokoh Utama menurut Ilmu Jiwa Kramadangsa Ki Ageng Suryamentaram Manusia pasti menemui kesulitan dalam hidupnya. Hal itu tidak bisa dipungkiri, melihat bahwa manusia adalah makhluk yang berpasang-pasangan dan pasti berkeluarga. Permasalahan atau persoalan yang muncul dalam keluarga tersebut beragam wujudnya, baik masalah yang datang dari dalam keluarga itu
149
sendiri maupun masalah yang berasal dari luar. Cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto menunjukkan adanya persoalan-persoalan pada sebuah keluarga dalam kehidupan sehari-hari serta memperlihatkan sikap dan tindakan tokoh utama Waskitha sebagai kepala keluarga yang penuh tanggung jawab dan terus berusaha mewujudkan keinginannya menjadi pengarang yang berkualitas dan pengayom bagi anak istrinya. Waskitha sebagai tokoh utama memiliki wawasan yang luas, berpikir matang-matang sebelum bertindak dan mampu mengendalikan emosi di kala menghadapi masalah yang berat. Waskitha tidak pernah mengeluh setiap menghadapi masalah dan tantangan serta selalu optimis dalam segala situasi. Selanjutnya proses kejiwaan tokoh utama Waskitha dalam menghadapi permasalahan akan diuraikan menggunakan teori ilmu jiwa kramadangsa Ki Ageng Suryamentaram. Proses kejiwaan yang terdapat pada tokoh Waskitha akan dibahas berikut ini. Kramadangsa Waskitha tampak ketika sepulang dari acara penataran dan sesampai di rumah ternyata sepi. Anak dan istrinya berada di rumah mertuanya, ia kemudian bergegas menuju warung Sulijah tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Menurutnya orang hidup kebutuhannya sendiri-sendiri, asal tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sifat kramadangsa yang ingin mencari kesenangannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain membuat Waskitha melakukan hal tersebut, terbukti pada kutipan berikut ini: Nalika weteng krasa luwe, klithih-klithih neng warunge Sulijah. Waskitha ora nggagas menawa lakune tansah diulati dening wong akeh. Dheweke ora maelu, wong urip duwe butuhe dhewe-dhewe. Waton ora ngganggu kamardikane liyan. Ndadak kokehan petung. (Seri 16:20)
150
Terjemahan: Ketika perut terasa lapar, pelan-pelan ke warung Sulijah. Waskitha tidak memperdulikan kalau jalannya selalu diperhatikan oleh banyak orang. Ia tidak peduli, orang hidup butuhnya sendiri-sendiri. Asal tidak mengganggu kebebasan orang lain. Mendadak kebanyakan perhitungan. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kramadangsa sebagai tukang berpikir mendorong Waskitha untuk mencari ketenangan di warung Sulijah. Sulijah merupakan janda beranak satu yang senang bermain api, dan pendapat orang lain pasti buruk tentangnya. Waskitha bisa saja menjadi bahan perbincangan warga sekitar karena ia berada di warung tersebut, dan tidak biasanya ia mengunjungi warung itu. Apalagi Waskitha merupakan guru yang telah berkeluarga, dipandang tak pantas menghampiri seorang janda. Psikologi kepribadian dalam istilah Jawa yang dipakai Ki Ageng Suryametaram ialah pangawikan pribadi atau pengetahuan diri sendiri. Pengetahuan diri sendiri yang dimaksudkan ialah penguasaan atau pengendalian atas apa yang dihadapi, baik itu hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Pangawikan pribadi dialami Waskitha ketika Kunthi berubah sikap dan lebih percaya kepada Jumeno. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake dening sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem kembronjale ati sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi lagi kengguh ing panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati murka bakal nuwuhake brahala ing bale somahe. Jroning ati panggah terus istigfar. (Seri 18:43)
151
Terjemahan: Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh istrinya. Tetapi ia mencoba sabar. Mencoba menahan amarah hati yang terus menggumpal di dalam dada. Kunthi sedang terkena godaan. Kalau dihadapi dengan hati murka akan menimbulkan masalah di rumah tangganya. Dalam hati terus istighfar. Kutipan tersebut menunjukkan penguasaan dan pengendalian diri Waskitha agar tidak menuruti ego dan lebih memprioritaskan logika dan resiko yang akan terjadi jika ia bertindak gegabah. Ki Ageng Suryamentaram menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki rasa hidup yang terdiri dari tujuh rasa, yaitu rasa senang dan susah (raos bingah-susah), rasa sama (raos sami), rasa damai (raos tentrem), rasa tabah (raos tatag), rasa iri dan sombong (raos meri-pambegan), rasa sesal dan khawatir (raos getun-sumelang), dan rasa bebas. Rasa hidup yang dialami oleh Waskitha akan diuraikan berikut ini. a. Rasa senang dan rasa susah (raos seneng lan raos susah) Tokoh Waskitha mengalami rasa senang dan susah yang silih berganti. Waskitha mengalami rasa senang dimulai ketika selain mencari nafkah juga harus kuliah demi mengejar gelar sarjana, dan semua kebutuhan tercukupi. Untuk menambah keterampilannya di bidang pembawa acara Waskitha kursus di Permadani. Maka kesenangan Waskitha dalam hal ini mengalami mulur. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Sajroning setaun anggone kuliyah krasa lancar. Kabeh kebutuhan isa dicukupi, kepara isa nyisihake celengan saben sasine. Sambensamben sing jumbuh karo keprigelane ora disepelekake. Sing penting cagake gawe minangka guru ora kelepyan, merga kuwi dadi tegal sawah sing sayektine. Kanggo njangkepi kawruh babagan ulah budaya sastra Jawa, Waskitha melu kursus pambiwara ing Permadani. (Seri 4: 20)
152
Terjemahan: Selama satu tahun kuliahnya terasa lancar. Semua kebutuhan bisa dicukupi, malah bisa menyisihkan tabungan setiap bulannya. Sampingan-sampingan yang sesuai dengan keterampilannya tidak diremehkan. Yang penting pekerjaan utamanya sebagai guru tidak berantakan, karena itu sudah menjadi mata pencaharian yang sesungguhnya. Untuk melengkapi pengetahuan tentang olah budaya sastra Jawa, Waskitha ikut kursus pembawa acara di Permadani. Kutipan di atas menunjukkan bahwa Waskitha selalu menghadapi tuntutan hidup dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab. Waskitha melakukan semuanya tanpa keluh kesah, maka rasa senang Waskitha kembali mulur. Keterampilan Waskitha mendapat sambutan baik dari warga di desa karena belum luluspun sudah mendapatkan penghasilan dari hasil pekerjaan sampingannya sebagai pembawa acara dalam hajatan mantu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Sing diarani urip pancen kudu kebak petungan kang memed kanggo mlaku nuju gegayuhan. Kanggo ngompliti kawruh ing kagunan basa dheweke nekad ambyar kursus ing Permadani babagan pranata wicara, ing pangajap kena kanggo tambahing seserepan lan pengalaman kang bakal migunani ing tengahe masyarakat. Lan nyatane durung nganti lulus saka anggone kursus Waskitha wis entuk kawigaten saka warga desane, yaiku babagan atur pambagya raharja wong duwe gawe mantu. (Seri 4: 20) Terjemahan: Yang disebut hidup memang penuh perhitungan yang matang untuk meraih cita-cita. Untuk melengkapi pengetahuan di bidang bahasa ia nekat terjun kursus di Permadani tentang pengarah acara, dengan harapan bisa untuk tambahan pengetahuan dan pengalaman yang akan berguna di tengah masyarakat. Dan nyatanya belum sampai lulus dari tempat kursus Waskitha sudah mendapat perhatian dari warga desa, yaitu bagian mengatur sambutan perayaan orang punya hajat mantu. Kebahagiaan tidak selamanya dirasakan oleh setiap manusia. Kebahagiaan pasti diselingi dengan kesedihan serta kekecewaan. Waskitha merasa agak kecewa dengan perubahan sikap Kunthi. Untuk menghilangkan
153
penat di rumah Waskitha keluar rumah berjalan-jalan, lalu menuju warung Sulijah. Waskitha merasa terhibur dengan sambutan Sulijah yang ramah sehingga kesedihannya hilang. Rasa senang kembali dirasakan Waskitha yang tadinya mengalami kesedihan dan kekecewaan. Maka dalam hal ini kesenangan dan kesedihan Waskitha mengalami mulur-mungkret. Hal itu terbukti pada kutipan berikut: Waskitha mung mesem tipis. Ing pojok atine ana rasa sethithik rasa mongkog krungu tembuge Sulijah, nadyan tembung kuwi yen dirasakake karepe ya mung nggedebus alias rayuan gombal ben sing teka kono kena diblengket kanggo ngregengake. Nadyan kaya ngono ning sethithik wis kena kanggo tambah atine sing wektu kuwi isih krasa gela. (Seri 12: 20, 49) Terjemahan: Waskitha hanya tersenyum tipis. Di pojok hatinya ada rasa sedikit rasa bangga mendengar kata Sulijah, meskipun perkataan itu kalau dirasakan tujuannya hanya gurauan atau rayuan gombal agar yang datang ke situ bisa ditarik untuk meramaikan. Meski begitu tetapi sedikit sudah bisa untuk tambah hatinya yang waktu itu masih terasa kecewa. Waskitha tidak selamanya mengalami kesenangan dan kebahagiaan. Kesedihan Waskitha diawali ketika dia harus menempuh kuliah sarjana untuk melengkapi salah satu syarat sebagai pendidik. Waskitha mengalami kesedihan sebelum kebahagiaan. Keinginan Waskitha mungket, karena dalam batin dia ingin tidak hanya menyelesaikan sarjana, tetapi juga menempuh S2. Namun sayang keinginannya tersebut mungkret mengingat kebutuhan keluarganya belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha mesem tipis meneh. Ngendikane Pak Nur Sholeh pancen ngemu surasa bener. Nanging tumrap dheweke, pitutur kang becik kuwi sajake kaya cengkah karo isen-isene ati. Krentege kepara ora mung kepengin oleh gelar sarjana wae, nanging sadurunge wis
154
duwe pangangkah kepengin entuk gelar S2. Eman, tekad kang sinurung niyat makantar-kantar kuwi nglokro bareng ngelingi kebutuhane sing durung isa dicukupi. (Seri 5: 19) Terjemahan: Waskitha tersenyum tipis lagi. Perkataan Pak Nur Sholeh memang mengandung maksud benar. Tetapi bagi dia, nasihat yang baik itu sepertinya lain dengan isi hatinya. Keinginannya tidak hanya memperoleh gelar sarjana saja, tetapi sebelumnya sudah punya rencana mendapat gelar S2. Sayang, tekad yang didorong niat menggebu-gebu itu tidak berdaya ketika mengingat kebutuhannya yang belum bisa dicukupi. Kesedihan Waskitha kembali nampak setelah ia konsultasi kepada dosen pembimbing skripsinya. Waskitha hampir putus asa karena skripsi yang ia susun banyak ditemukan kekeliruan. Kesenangan Waskitha dalam hal ini semakin mungkret, karena ia merasa tidak dihargai. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: “Aku ora guyon, delengen dhewe skripsi iki!” Waskitha ngulungake skripsine marang Santi. Sing mbukaki lembarane mlongo weruh ketikan skripsi kuwi kebak coretan prasasat saben kaca ora linggar saka mangsi bimbingan. (Seri 22: 20) Terjemahan: “Saya tidak bercanda, lihatlah sendiri skripsi ini!” Waskitha menyodorkan skripsinya kepada Santi. Yang membuka lembaran melongo melihat ketikan skripsi itu penuh coretan hampir setiap halaman tidak luput dari tinta bimbingan. Kesedihan Waskitha yang diungkapkan pada kutipan di atas disusul ketika ia konsultasi kepada Wirasthi. Kesedihan Waskitha berasal dari rasa
155
kekecewaannya karena dimarahi habis-habisan oleh Wirasthi. Waskitha hampir putus asa dan merasa tidak mendapat apresiasi dari Wirasthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: ”Tulisan salah, format kurang bener, isih didukani, apa ora ati lara. Patuta aku wis mutung ora oleh gelar sarjana ora apa-apa. Yen perlu golek pembimbing liyane wae.” (Seri 22: 20) Terjemahan: “Tulisan salah, format kurang benar, masih dimarahi, apa tidak sakit hati. Pantasnya saya sudah putus asa tidak mendapat gelar sarjana tidak apa-apa. Kalau perlu mencari pembimbing lainnya saja. Waskitha merasakan bahwa Kunthi tidak terus terang padanya. Sepulang dari pertemuan dengan Jumeno di rumah orang tuanya sikap Kunthi tidak seperti biasanya. Sebenarnya Kunthi masih ingin berbincangbincang dengan Jumeno lebih lama, namun sebagai istri ia harus mengikuti suaminya pulang. Waskitha mengalami rasa sedih dengan sikap Kunthi yang menyembunyikan sesuatu. Kramadangsa Waskitha sebagai tukang berpikir menahan dia agar tenang sejenak dan berpikir dengan pikiran pikiran jernih. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: Waskitha panggah amem, nalika drijine digegem dening Kunthi. Lintang-lintang kang abyor kaya melu ngiwi-iwi. Mbuh sapa sing dicecenges, dheweke nganti ora isa ngonceki. Wekasane wengi kang terus nggremet kuwi mung tambah sepi, lan suwung ing angen-angen. (Seri 11: 42) Terjemahan:
156
Waskitha tetap diam, ketika jemarinya digenggam oleh Kunthi. Bintang-bintang yang bertebaran seperti ikut mencibir. Entah siapa yang diejek, dia sampai tidak bisa mengungkapkan. Akhirnya malam yang terus bergerak itu hanya tambah sepi, dan kosong di angan-angan. Kekecewaan kembali dirasakan Waskitha sepulang dari penataran di Solo. Sesampainya di rumah anak istrinya tidak dijumpainya. Berkali-kali Waskitha menelepon tidak diangkat. Keinginan untuk bertemu anak istrinya seketika itu mungkret karena tidak seperti yang ia bayangkan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: Atine Waskitha krasa angluh. Oleh-oleh enting-enting, wingka babad, bubur lan tahu kupat disawang kaya ora ana ajine. Pengarep-arep rasa kangen ing paran kepengin ndang mulih ketemu anak bojo geseh karo angen-angen. Wekasane dheweke mung lengekan ana lincak. Angen-angene kothong mlompong. (Seri 16: 20) Terjemahan: Hati Waskitha merasa sedih. Oleh-oleh enting-enting, wingka babad, bubur dan tahu kupat dilihat seperti tidak ada harganya. Harapan-harapan rasa rindu di perantauan ingin segera pulang bertemu anak istri tidak sesuai dengan angan-angan. Akhirnya ia hanya duduk di lincak. Angan-angannya sangat kosong. Dengan iming-iming kesuksesan dan hendak memberikan pekerjaan maka Kunthi semakin percaya kepada Jumeno teman lamanya itu. Kunthi selalu membicarakan tentang kesuksesan Jumeno dan perhatian yang diberikan kepadanya. Perubahan sikap Kunthi semakin nyata. Waskitha merasa sedih karena dibanding-bandingkan dengan orang lain yang bukan siapa-siapa. Maka kesedihan Waskitha bertambah, ditambah sebelum peristiwa itu Kunthi pulang ke rumah orang tuanya dan kini lebih percaya kepada Jumeno. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Satemene atine Waskitha krasa perih dene jejering wong lanang ditandhing-tandhingake karo wong lanang liya sing dudu sapa-
157
sapa. Kamangka sajrone netepi dadi wong omah-omah dheweke ora tau linggar saka tanggung jawab ngopeni anak bojo. (Seri 18: 43) Terjemahan: Sebenarnya hati Waskitha merasa perih karena sebagai orang lakilaki dibanding-bandingkan dengan lelaki lain yang bukan siapasiapa. Padahal selama menjalani rumah tangga ia tidak pernah lari dari tanggung jawab memperhatikan anak istri. Setelah melalui berbagai cobaan hidup Waskitha semakin tegar. Kesedihan berganti dengan kesenangan. Pemenuhan kebutuhan keluarga dan godaan dalam rumah tangga yang pernah membuat kesedihan dan keinginan menjadi mungkret telah berakhir. Kebahagiaan hidup Waskitha mulur ketika kuliahnya sudah selesai, serta usaha rias yang dijalankan bersama Kunthi semakin lancar. Keinginan untuk membahagiakan anak istrinya terwujud. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Ora krasa wektune terus lumaku. Waskitha wis mentas wisudha. Rasane bombong dene pacoban kanggo mecaki urip wis diliwati, lan kena kanggo kaca benggala. (Seri 24: 20) Terjemahan: Tidak terasa waktunya terus berjalan. Waskitha sudah wisuda. Rasanya bangga karena cobaaan untuk menjalani hidup sudah dilewati, dan bisa untuk cermin benggala. Kehidupan Waskitha semakin sejahtera karena ekonominya tertata serta tunjangan sertifikasi sudah ia terima. Usaha dekorasi yang dijalankannya lancar. Maka kesenangan Waskitha semakin mulur, karena Waskitha telah menadapatkan kebahagiaan setelah melewati persoalan-
158
persoalan dalam hidupnya dalam proses yang panjang. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Omah wis njenggarong ora katon mringise bata. Sinawang katon asri merga wasis anggone mranata papan. Uripe wis krasa mapan. Utange nipis, kepara wis isa nambahi isine rekening. Garasi sisih kering wis ana isine, nadyan dudu mobil anyar. Uripe krasa ayem, ngelingi usaha dhekorasine saya mapan lan tunjangan sertifikasi wis isa dirasakake. (Seri 24: 20) Terjemahan: Rumah sudah berdiri kokoh tidak tampak mringisnya batu bata. Dipandang tampak asri karena bisa menata papan. Hidupnya sudah terasa mapan. Hutangnya menipis, malah sudah bisa menambah isi rekening. Garasi sebelah sudah ada isinya, walaupun bukan mobil baru. Hidupnya terasa tenang, mengingat usaha dekorasinya semakin mapan dan tunjangan sertifikasi sudah bisa dirasakan. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mengalami rasa susah dan senang. Rasa senang dialami ketika ia kuliahnya terasa lancar dan kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi, kemudian ia mendapat penghasilan tambahan dari profesi sampingan sebagai pembawa acara di tempat warga yang menyelenggarakan hajatan, dan di akhir cerita saat ia telah diwisuda dan hidupnya terasa sejahtera berkat rumahnya sudah tertata, dan usaha rias yang dijalankan istrinya semakin lancar sehingga keinginannya mulur. Rasa susah juga dialami Waskitha ketika keinginan untuk meneruskan ke jenjang Strata 2 tidak tercapai, dimarahi oleh Wirasthi sebagai dosen pembimbing, dan perubahan sikap Kunthi yang tega membanding-bandingkan ia dengan Jumeno mengakibatkan keinginan Waskitha mengalami mungkret. Tokoh Waskitha mengalami rasa senang dan rasa susah yang mengakibatkan keinginan menjadi mulur-mungkret.
159
b. Rasa Sama (raos sami) Dalam cerbung Ngonceki Impen Waskitha mengalami rasa sama. Dia memahami bahwa setiap manusia pasti mengalami rasa yang sama sebentar senang dan sebentar susah silih-berganti. Waskitha mengetahui bahwa setiap manusia pada hakikatnya mempunyai keinginan yang sama yaitu ingin hidup bahagia. Tokoh Waskitha merasakan hal yang sama dengan rasa yang dialami oleh orang lain. Setiap manusia ada kalanya kurang dan ada kalanya cukup. Serta ada
kalanya
manusia berbagi dengan orang yang sedang
membutuhkan pertolongan. Rasa sama menjadi rasa iba dan rasa untuk berbagi Waskitha terhadap orang lain. Pengalaman hidup orang lain yang mapan maupun yang kekurangan dijadikannya sebagai pelajaran hidup untuk melangkah ke depannya. Rasa sama tidak harus berasal dari pengalaman rasa diri sendiri, namun juga rasa atas pengalaman orang lain. Waskitha memiliki keinginan menjadi pengarang sastra Jawa yang mumpuni, karena pengarang sastra Jawa masih langka. Waskitha merasakan rasa sama bahwa setiap manusia pasti memiliki keinginan yang harus diwujudkan dengan cara masing-masing. Kramadangsa sebagai tukang menginginkan dan tukang berpikir nampak pada Waskitha dalam hal ini. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung. Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita ing majalah Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul
160
tulisan pengarang anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora katon irunge. (Seri 2:42) Terjemahan: Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di sela-sela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih langka. Ceritacerita di majalah Jawa yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul tulisan pengarang baru hanya sekilas saja, setelah itu tidak kelihatan batang hidungnya. Rasa sama dialami Waskitha mengojek Mino Kompreng. Setelah menerima ongkos Mino Kompreng hendak memberikan uang kembalian kepada Waskitha namun ditolak. Waskitha tahu bahwa Mino Kompreng bekerja sampingan sebagai tukang ojeg semata-mata karena memburu rejeki. Rasa sama Waskitha terhadap kondisi ekonomi orang lain kembali muncul sebagai rasa berbagi untuk mereka yang membutuhkan. Waskitha menyadari di jaman sekarang jika tidak memiliki penghasilan yang tetap maka akan sukar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Ojege tekan platarane omah. Dhuwit lembaran puluhan ewon diulungake. Angkahe Mino Kompreng emoh nampa, merga ngelingi wis tau dadi kanca ing kalangane ulah budaya. Ning Waskitha ngotot. Dheweke ngerti marang pakaryane mitrane kuwi anggone ngojeg beteke mburu rejeki. (Seri 3: 45) Terjemahan: Ojeknya sampai halaman rumah. Uang lembaran puluhan ribu diberikan. Niatnya Mino Kompreng enggan menerima, karena mengingat sudah pernah jadi teman di kalangan olah budaya. Tetapi Waskitha ngotot. Ia mengerti bahwa pekerjaan mitranya itu mengojek lantaran mengejar rejeki. Karto Leging bertamu ke rumah Waskitha dengan maksud menggadaikan kulkas untuk menebus cucunya di rumah sakit. Waskitha
161
sebenarnya memerlukan uang tersebut untuk membeli komputer, namun ia tidak tega kepada Karto Leging yang lebih membutuhkan. Rasa sama dialami
Waskitha
bahwa
ia
harus
menolong
orang
yang
lebih
membutuhkan, walaupun ia juga membutuhkan uang tersebut dan tidak membutuhkan kulkas. Apalagi Karto Leging merupakan orang yang sering membantu keluarganya tanpa memathok besarnya imbalan materi. Kramadangsa Waskitha menuntunnya untuk berbuat baik dan peduli sesama. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta kuwi mau sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep nggo tuku komputer. Nanging dheweke ora mentala disambati pawongan sing tau labuh labet tanpa nodhi ukure bandha. (Seri 3: 45) Terjemahan: Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta itu tadi yang pinjaman dari koperasi sekolah. Rencananya untuk membeli komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan oleh orang yang sering membantu tanpa mengharap besarnya upah. Kutipan di atas menunjukkan rasa sama Waskitha terhadap nasib orang lain yang benar-benar sedang mengalami kesukaran. Jika Waskitha menuruti Kramadangsa-nya, ia tidak akan mempertimbangkan keluh-kesah Karto Leging, dan tidak akan meminjamkan uang tersebut. Kramadangsa Waskitha lebih mengutamakan dirinya, menggunakan uangnya untuk membeli komputer. Maka, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa sama dialami Waskitha atas musibah yang menimpa orang lain.
162
Di tempat kerja, Wening menceritakan tentang adik perempuannya yang ditipu oleh kenalan baru adiknya. Mendengar penuturan tersebut Waskitha juga memiliki rasa yang sama dengan Wening bahwa kadangkadang sesuatu yang tampak tulus dalam pergaulan hanyalah tipu muslihat untuk mengelabuhi orang lain. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: “Ah kadhangkala jroning srawung iku ati jujur lan tulus durung mesthi entuk piwales kang murwat. Merga donya kuwi kaya dene sandiwara,” panggresahe Waskitha. (Seri 20: 20) Terjemahan: “Ah, kadang-kadang dalam bergaul itu hati jujur dan tulus belum pasti mendapat balasan yang berharga. Karena dunia itu ibarat sandiwara,” keluh Waskitha. Setelah mendengar cerita adik Wening yang ditipu oleh kenalan barunya,
Waskitha
merasakan
Kutipan
ungkapan
Waskitha
yang
menyatakan rasa sama. Waskitha menunjukkan rasa sama atas pengalaman rasa orang lain. Hal tersebutdapat dilihat pada kutipan berikut ini: “Wong urip kuwi pancen kebak impen. Manungsa kang ora bisa ngonceki bakal kegiles ing wewayangan endah sing bakal gawe cilaka jroning mecaki lelakone.” (Seri 20: 20) Terjemahan: Orang hidup itu memang penuh impian. Manusia yang tidak bisa mengartikan akan tergilas oleh bayangan indah yang akan membuat celaka dalam menjalankan hidupnya.”
163
Rasa sama dialami Waskitha sepulang dari rumah Wirasthi. Waskitha tanggap dan tahu apa yang dirasakan Wirasthi. Dari segi materi Wirasthi memang sudah mapan, namun di lain sisi kemapanan tersebut, Wirasthi hidup tanpa suami. Waskitha memahami bahwa hidup perlu adanya pendamping untuk melewati hari demi hari tanpa rasa sepi. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha mesem karo ndhisiki metu saka ruwang mangan. Ing batin mbenerake apa kang dikandhakake dening Wirasthi tanpa basa-basi kuwi. Dheweke wis isa nggagapi menawa kanggo mecaki dina-dina sing lumaku mesthi wae atine krasa sepi, apa meneh yen wis manjing wektu wengi. (Seri 22: 19) Terjemahan: Waskitha tersenyum sambil mendahului keluar dari ruang makan. Dalam batin membenarkan apa yang dikatakan oleh Wirasthi tanpa basa-basi itu. Ia sudah bisa merasakan bahwa untuk menjalani harihari yang berlalu pasti saja hatinya merasa sepi, apalagi kalau waktunya menginjak malam. Wirasthi berprofesi sebagai dosen, dan dari segi materi ia berkecukupan. Rumahnya megah, dan serba mudah untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Namun Wirasthi merasa kesepian, suaminya tidak pernah berada di rumah karena tuntutan pekerjaan. Rasa sama dialami Waskitha sepulang dari rumah Wirasthi. Otomatis perhatian yang diberikan oleh suami Wirasthi juga kurang. Waskitha merasa bahwa pada dasarnya manusia membutuhkan perhatian dari pasangan agar hidup terasa indah dan nyaman. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Sadalan-dalan pikirane dadi uleng. Wewayangan Wirasthi bali ngranuhi mbabarake crita kebak panelangsa. Wong urip pancen perlu banget anane kawigaten. Apameneh tumrape wong omahomah. Kawigaten kang jumbuh lan mungguh bakal dirasakake dadi beteng kang bisa mecut krenteg kanggo mecaki ing dina candhake. (Seri 22: 19)
164
Terjemahan: Di sepanjang jalan pikirannya menjadi tidak tenang. Bayangan Wirasthi kembali datang menjelaskan cerita penuh penderitaan. Orang hidup itu memang perlu adanya perhatian. Apalagi bagi orang berumah tangga. Perhatian yang sesuai dan tepat akan dirasakan menjadi benteng yang bisa mendorong keinginan untuk menjalani di hari selanjutnya. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mengalami rasa sama dari pengalaman hidup diri sendiri dan orang lain. Waskitha mengerti dan memahami bagaimana rasanya kekurangan, kesulitan, dan kesepian. Rasa sama tidak harus berasal dari pengalaman batin diri sendiri, tetapi juga pengalaman batin yang dialami oleh orang lain. c. Rasa damai (raos tentrem) Ki Ageng Suryamentaram menyatakan bahwa rasa damai atau raos tentrem dapat dirasakan jika manusia bertindak seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, semestinya dan sebenarnya. Rasa damai yang dialami oleh Waskitha diuraikan berikut. Tindakan Waskitha yang seenaknya terjadi di saat ia menerima komisi dari cerita pendek karangannya yang dimuat merupakan tindakan yang seenaknya. Meskipun honornya sedikit namun ia terima dengan senang hati. Waskitha menerima apa yang ia dapatkan dengan enak dan tidak mengeluh. Hal itu terdapat pada kutipan berikut ini: Honor kang ditampa saka penerbit majalah nadyan ora gedhe nanging mirunggan ajine. Saben cerkak apadene geguritane dipacak atine krasa bungah, nadyan honor sethithik nanging kena dijagakake nggo nambahi ekonomine. (Seri 2: 42)
165
Terjemahan: Honor yang diterima dari penerbit majalah meskipun tidak besar tetapi sangat berharga. Setiap cerpen atau puisi yang dimuat hatinya merasa senang, meskipun honor sedikit tetapi bisa dijagakan untuk menambah ekonominya. Waskitha merupakan pengarang sastra Jawa yang produktif. Ia berpendapat bahwa orang yang senang menulis harus diimbangi dengan membaca. Jika Waskitha menuruti kemauan Kramadangsa, ia tidak mau membaca dan lebih memilih terus menulis, karena terfokus pada materi. Dalam hal ini Waskitha bertindak seperlunya, semestinya dan sebenarnya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini: Bokong lagi wae diselehake neng kursi. Majalah Jawa diranggeh, dithinthingi saben rubrik kanggo ngumbar ati lan pikirane supaya tambah seserepan. Wong dhemen nulis kudu gelem ngimbangi dhemen maca kanggo nangkarake jiwane supaya luwih jembar wawasane. Merga ambak-ambak mung maca, nyatane ora saben pawongan gelem ngulinakake. Aja maneh wong salumrahe, lha wong kanca-kanca guru neng sekolahan wae arang tinemu sing gelem ngasah uteg mbukaki buku. Racake sing diutheg-utheg ya gur buku bidhange, ora tau nyenggol buku-buku penunjang kanggo njembarake wawasane. (Seri 1: 41) Terjemahan: Pantat baru saja diletakkan di kursi. Majalah Jawa diambil, dilihat setiap rubrik untuk mengumbar hati dan pikirannya supaya tambah wawasan. Orang senang menulis harus mau mengimbangi senang membaca untuk menangkar jiwanya supaya lebih luas wawasannya. Karena sedikit-sedikit hanya membaca, nyatanya tidak setiap orang mau membiasakan. Jangankan orang pada umumnya, lha teman-teman guru di sekolah saja jarang dijumpai yang menyempatkan melatih otak membuka buku. Rata-rata yang dibuka-buka ya hanya buku bidangnya, tidak pernah menyentuh buku-buku penunjang untuk memperluas wawasannya.
166
Setelah mengunjungi Wirasthi yang hidup sendiri tanpa suami mendadak Waskitha teringat pada Kunthi istrinya yang juga merasa kurang diperhatikan. Waskitha berpikir sesaat apakah Kunthi nantinya juga merasa kesepian seperti Wirasthi. Namun Waskitha tetap tegar menghadapi masalah. Ketegaran Waskitha yang membuat dia berpikir positif menunjukkan bahwa dia bertindak seenaknya dan sebenarnya yang terurai dalam kutipan berikut: Ngadhepi pacoban kudu ngati-ati, aja nganti kepleset ing dalan kang tanpa guna sing tundhone mung bakal nggeret lelakone marang kahanan kang luwih bubrah. Linandhesan ati sabar, tawakal lan pana marang ubeng ingere lelakon bakal isa nemokake budhelane perkara, kang wekasane sithik-sithik bakal kena diudhari. (Seri 22: 19) Terjemahan: Mengadapi cobaan harus hati-hati, jangan sampai terpeleset di jalan yang tanpa guna yang akhirnya hanya akan menyeret hidupnya kepada keadaan yang lebih rusak. Landasan hati sabar, tawakal dan berusaha kepada putar gesernya hidup akan bisa menemukan rangkaian perkara, yang akhirnya sedikit-sedikit akan bisa dilepaskan. Waskitha menyadari dan mengerti bahwa kondisi ekonominya belum mapan dan harus menempuh kuliah sarjana. Jika sedang kurang dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka dia meminjam uang di koperasi. Tindakan Waskitha tersebut adalah tindakan yang sebutuhnya dan secukupnya. Waskitha butuh uang tersebut untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Waskitha tidak mau meminjam uang kepada orang lain karena ia memandang kurang etis. tindakan Waskitha cukup untuk memutar roda ekonomi keluarganya. Tindakan Waskitha yang sebutuhnya dan secukupnya yang diuraikan di atas terdapat pada kutipan berikut:
167
Sing dijagakake saben kepengkok butuh ora ana liya kejaba koperasi sekolah. Kanggo nututi ragad kuliyah, paribasane gawe jeglongan nuli diurugi meneh. Lha piye maneh jenenge wae klebu wong cilik, cagake ya mung ugil-ugil durung linambaran cakar ayam, menawa ora ngati-ati malah keblondrong dlongap-dlongop kaya sapi ompong. (Seri 3: 19) Terjemahan: Yang dijagakan setiap menemui kebutuhan mendadak tidak lain koperasi sekolah. Untuk memburu dana kuliah, ibaratnya membuat lubang lalu ditutup lagi. Lha bagaimana lagi namanya saja termasuk orang kecil, tiangnya ya hanya kecil belum dilengkapi cakar ayam, kalau tidak hati-hati malah tersesat dlongap-dlongop seperti sapi ompong. Mengetahui sepeda motornya mogok dan tidak bisa dihidupkan Waskitha menuntunnya dan hendak membawa ke bengkel terdekat. Tetapi Joko Luwak datang dan menghadang, kemudian memalaknya agar diberi uang. Joko Luwak mengancam akan menggunakan kekerasan jika permintaannya tidak dipenuhi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha ngerti menawa Joko Luwak yen dhong mendem ngono kuwi wis ora gelem disanak. Dheweke wegah regejegan malah dadi masalah. Mula Waskitha banjur ngetokake dhompete. Dhuwit sing mung kari telung puluh ewu kuwi kepeksa diseler rong puluh ewu diwenehake wong mendem kuwi. (Seri 7:19) Terjemahan: Waskitha tahu jika Joko Luwak sedang mabuk begitu sudah tidak mau diakrabi. Ia enggan bertikai malah menjadi masalah. Maka Waskitha kemudian mengeluarkan dompetnya. Uang yang tinggal tiga puluh ribu itu terpaksa diambil dua puluh ribu diberikan orang mabuk tersebut. Jika Waskitha menuruti kramadangsa maka ia tidak akan mengalah kepada Joko Luwak dan membiarkan pertengkaran terjadi semata untuk menjaga harga dirinya. Tetapi karena pengalaman dan penguasaan jiwa yang matang ia memilih untuk menyingkirkan kramadangsa untuk
168
sementara. Kutipan di atas menunjukkan Waskitha melakukan tindakan yang seenaknya, secukupnya, dan seperlunya. Seenaknya,
karena ia
menyadari bahwa Joko Luwak merupakan tipikal individu pemarah dan suka memaksakan kehendak, maka ia mengalah. Secukupnya, supaya tidak menjadi pusat perhatian orang lain karena berbuat kekerasan. Seperlunya karena untuk menghindari pertikaian yang berakibat fatal. Waskitha tidak takut dengan ancaman orang-orang suruhan Joko Luwak, meskipun ia menyaksikan gelagat yang kurang baik. Waskitha tidak takut dan tetap menahan emosi. Maka, dalam hal ini Waskitha bertindak yang seperlunya dan sebutuhnya. Ia perlu membela diri dan tetap waspada menghadapi ancaman. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Glagat ora kepenak saya nyata dirasakake. Atine sakuku ireng wae ora ngedhap ngadhepi wong papat kuwi. Saupama kepepet bengkerengan, yen mung ngadhepi wong papat kuwi ora bakal cilik ati. Dheweke ngadeg. Siji mbaka siji disawang tajem, karo ora lali esem tipis panggah ana lathine. (Seri 13:19) Terjemahan: Gelagat kurang baik semakin nyata dirasakan. Hatinya sekuku hitam saja tidak takut menghadapi keempat orang tersebut. Seupama terdesak bertengkar, kalau hanya menghadapi keempat orang tersebut tidak akan berkecil hati. Ia berdiri. Satu demi satu dilihat dengan tajam, sambil tidak lupa tersenyum tipis tetap di bibirnya. Para pemuda suruhan Joko Luwak mengepung Waskitha dan bersiap mengeroyok. Waskitha tanggap dengan gelagat dan dapat menduga kejadian yang akan terjadi. Namun Waskitha tidak segera menanggapi dengan amarah, melainkan dengan sikap tenang dan waspada. Maka, Waskitha melakukan tindakan yang secukupnya dan seperlunya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
169
Waskitha nyoba unjal ambegan landhung. Menet atine kang wiwit kemranyas kaya umub tekan mbun-mbunan. Pancangan kuwi nuwuhake kawigaten wong-wong ing sakiwa tengene, nanging ora ana sing nyedhak kejaba mung nyawang saka kadohan. Waskitha isih ngadeg kebak kaprayitnan, samangsa wong-wong kuwi tumindak mesthi dheweke ora bakal meneng wae. (Seri 13:20) Terjemahan: Waskitha mencoba menghela napas panjang. Menekan hatinya yang mulai marah seperti mendidih hingga ubun-ubun. Kejadian itu menimbulkan perhatian orang-orang di sekitarnya, tetapi tidak ada yang mendekat kecuali hanya melihat dari kejauhan. Waskitha masih berdiri penuh kewaspadaan, sewaktu orang-orang tersebut bertindak ia pasti tidak akan tenang saja. Waskitha bertindak secukupnya dan seperlunya ketika mendengar Kunthi marah-marah atas tindakan anak buah Joko Luwak. Waskitha sengaja tidak menceritakan kejadian yang baru ia alami di warung Sulijah kepada istrinya, melainkan mencoba menenangkan Kunthi. Rasa damai yang dimiliki Waskitha terdapat pada kutipan berikut: Waskitha unjal ambegan. Atine Kunthi dirasakake kok kagole tenanan. Dheweke mangsuli ngono kuwi beteke mung kepengin ngedhem atine aja kedunungan rasa serik kang kedawa-dawa. Upama dheweke crita lelakon sing mentas dialami saka polahe Joko Luwak ngono mesthi gethinge tambah kepati-pati. (Seri 13:20, 47) Terjemahan: Waskitha menghela napas. Hati Kunthi dirasakan sangat marah. Ia menjawab seperti itu hanya untuk menenangkan hatinya jangan memendam rasa benci yang berkepanjangan. Upama ia menceritakan kejadian yang baru dialami atas ulah Joko Luwak pasti rasa bencinya semakin menjadi-jadi. Setelah Pak Warih dan Pak Sukra berkelahi keduanya dibawa ke Pendapa Dusun. Pak Sukra dan Joko Luwak sudah mengaku bahwa mereka yang menyebar telah fitnah perselingkuhan Waskitha dan Sulijah atas perintah Jumeno. Warga dusun yang hadir menyimpan amarah kepada
170
Jumeno yang nyata-nyata sudah berbuat licik. Lain lagi dengan Waskitha yang menanggapi perkara tersebut dengan tenang. Dalam hal ini Waskitha bertindak seenaknya, semestinya, dan sebenarnya agar tidak semakin memperkeruh suasana. Waskitha tidak mau memperpanjang masalah yang telah selesai dan ditemukan sumber penyebabnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Swara dadi umyeg. Wong-wong sebagian ana sing duwe pangigitigit marang Jumeno. Nom-noman sing durung suwe mlebu ing desane kanthi mamerake anggone sukses uripe bakal ngentas warga desa saka pengangguran jebul wis ngatonake belange. Nyata ngisin-isini yen nganti ngambra-ambra. Tujune Waskitha anggone ngadhepi kahanan ora kanthi getapan. Umpama oleh wong brangasan rak sida dadi urusan karo pulisi. (Seri 23: 47) Terjemahan: Suara menjadi ricuh. Orang-orang sebagian ada yang mempunyai kebencian kepada Jumeno. Pemuda yang belum lama masuk di desanya dengan memamerkan kesuksesan hidupnya akan mengentas warga desa dari pengangguran ternyata sudah memperlihatkan belangnya. Sangat memalukan kalau sampai menyembar. Untungnya Waskitha menghadapi keadaan tidak dengan emosi. Upama mendapat orang galak akan jadi urusan dengan polisi. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha memiliki rasa damai. Waskitha melakukan semua tindakan yang terdapat pada rasa damai yakni tindakan yang seenaknya (segala sesuatu dilakukan dengan enak), sebutuhnya (segala sesuatu dilakukan karena memang butuh), seperlunya (segala sesuatu dilakukan karena memang perlu), secukupnya (segala sesuatu dilakukan dengan cukup), semestinya (segala sesuatu dilakukan menurut aturan), dan sebenarnya (segala sesuatu dilakukan dengan benar/ tidak menyalahi aturan).
171
d. Rasa tabah (raos tatag) Ki Ageng Suryamentaram memberi penjelasan bahwa tabah artinya berani menghadapi segala hal, baik hal-hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Waskitha memikirkan dua perkara yang berat. Di tengah-tengah menempuh kuliah sarjana hari itu Waskitha memikirkan rumah yang harus segera dibangun. Menghadapi kedua masalah yang harus segera dituntaskan itu Waskitha tidak tergesa-gesa mengambil keputusan. Waskitha memiliki rasa tabah dan pemikiran yang matang. Hal itu terbukti pada kutipan berikut: Waskitha wis isa nggagas, ngadhepi urip pancen kebak pituwas. Pangorbanan kudu ana kanggo tumuju gegayuhan. Dheweke ora kendho, dheweke ora nglokro. Nanging dina kuwi atine cawang loro. Ing kahanan sing durung mapan nglengkara kabeh bakal dilakoni. Iki dudu donyane karangan sing mrentul saka thukule inspirasi wae. Dheweke ora kaget kanggo menehi wangsulan sing gumathok. Dipikira rina wengi kanthi jero, ya mung bakal mangan wektu sing tanpa guna. Dalane wong urip kuwi kudu diliwati, ora mung disinau lan dijlimeti. (Seri 9: 19) Terjemahan: Waskitha sudah bisa mengira, menghadapi hidup memang penuh perhitungan. Pengorbanan harus ada untuk menuju kemuliaan. Ia tidak menyerah, ia tidak patah semangat. Tetapi hari itu hatinya bercabang dua. Di keadaaan yang belum mapan semua akan dijalani. Ini bukan dunia pengarang yang berkembang dari tumbuhnya inspirasi saja. Ia tidak terkejut untuk memberi jawaban yang pasti. Dipikirkan siang malam dengan sungguh-sungguh, ya hanya akan makan waktu yang tanpa guna. Jalannya orang hidup itu harus dilewati, tidak hanya dipelajari dan diteliti. Rasa tabah Waskitha nampak lagi di saat ia difitnah berselingkuh dengan Sulijah. Ditambah lagi Kunthi pulang ke rumah orang tuanya karena merasakan bahwa suaminya sudah bertindak serong dengan wanita lain.
172
Dengan tindakan Kunthi seperti itu maka beban yang dirasakan Waskitha bertambah. Meski diterpa keadaan yang tidak menyenangkan itu Waskitha tetap tabah dan mencari solusi. Ia berani menghadapi hal-hal yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dengan solusi yang ia punya. Kutipan berikut sesuai dengan hal itu: Dipikir kanthi jero. Diwawas kanthi ati wening. Nggemeni wektu kanggo mecaki lelakon kudu gelem tanggap marang kahanan. Ora ana wong urip tanpa pacoban. Dheweke bakal ngadhepi pacoban kuwi kanthi tatag lan jiwa satriya. Ewadene sisihane isih kegubel ati cubriya lan ora gelem dijak mlaku bebarengan, dheweke bakal panggah arep lumaku kanthi bakuh kanggo mecaki wektune. Urip butuh kukuhing tekad lan santosan ing budi. Kena apa ndadak nglokro? (Seri 18: 19) Terjemahan: Dipikir dengan dalam. Dipandang dengan hati jernih. Mengingat waktu untuk menjalani hidup harus mau tanggap kepada keadaan. Tidak ada orang hidup tanpa cobaan. Ia akan menghadapi cobaan itu dengan tabah dan jiwa satria. Kalau istrinya masih terikat hati curiga dan tidak mau diajak berjalan bersama, ia akan tetap akan berjalan dengan kuat untuk menjalani waktunya. Hidup butuh kuatnya tekad dan sentosanya budi. Kenapa mendadak lemah? Dari kutipan di atas dapat dibuktikan bahwa Waskitha berani menghadapi resiko yang akan terjadi jika Kunthi tetap tidak mau kembali padanya. Waskitha tetap tenang dan tabah menghadapi segala ujian dan cobaan yang menimpanya. Oleh karena itu, Waskitha berniat ke rumah mertuanya menjemput Kunthi dengan harapan istrinya bisa menerima kabar yang kurang menyenangkan itu. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan: Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap Kunthi lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang jembar. Ewadene menawa sisihane ora gelem nampa, niyate bakal dionceki bareng-bareng ana ngarepe Sulijah. Sadalan-dalan atine wiwit mletik bakal nggagapi underane perkara. (Seri 18: 20)
173
Terjemahan: Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertuanya. Diharap Kunthi luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar yang luas. Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya akan dibuktikan bersama-sama di depan Sulijah. Sepanjang jalan hatinya mulai tumbuh akan mengerti pokok perkara. Kunthi sudah pulang dan berkumpul lagi dengan Waskitha. Namun bukan berarti hati Kunthi sudah lega. Kunthi masih kesal kepada Waskitha, dan sedang tergoda oleh rayuan orang lain. Waskitha tidak menyikapinya dengan hati murka. Ia tetap memperlakukan Kunthi seperti biasa. Hal ini terbukti pada kutipan berikut: Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake dening sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem kembronjale ati sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi lagi kengguh ing panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati murka bakal nuwuhake brahala ing bale somahe. Jroning ati panggah terus istigfar. (Seri 18: 43) Terjemahan: Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh istrinya. Tetapi ia mencoba sabar. Mencoba mendinginkan mendidihnya hati yang terus menggumpal di dalam dada. Kunthi sedang terkena di godaan. Kalau dihadapi dengan hati murka akan menimbulkan masalah di rumah tangganya. Dalam hati terus istighfar. Kesabaran dan ketabahan Waskitha terbukti ketika kondisi rumah tangganya belum tenang dia harus menyelesaikan kuliahnya. Dia memandang bahwa setiap ada manusia yang menikmati ketenangan pasti ada orang lain yang ingin merusaknya. Peristiwa yang dialami sama persis dengan cerita fiksi tersebut, Waskitha tetap berpikir tenang dan tabah untuk menyambut hari yang akan datang. Dia sendiri menyadari bahwa setiap perjalanan pasti menemui godaan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
174
Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang lelakone kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben ana wong kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong seje sing gawe ukara supaya onya katentreman. Ah... atine kepengin enggal nyimpen rasa tatu kang tundhone nuwuhake keputusan peteng. Atine dipeper supaya panggah kukuh. Apa meneh lelakon kuwi nedhenge dheweke kudu ngrampungake kuliyah. Dina-dina sing wis mungkur ora bakal dibaleni meneh, merga wektune terus lumaku nggiles tanpa menehi kelonggaran. Ora perlu atine kemba. Ngelingi kabeh lelakon bakal nglakoni panggodha. (Seri 22: 19) Terjemahan: Di sela-sela hatinya sedih ia tersenyum. Tersenyum kepada pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja. Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman. Ah... hatinya ingin cepat menyimpan rasa luka yang menuju menimbulkan keputusan gelap. Hatinya dilatih supaya tetap kuat. Apalagi pengalaman itu ketika ia harus menyelesaikan kuliah. Hari-hari yang sudah berlalu tidak akan diulangi lagi, karena waktunya terus berjalan menggilas tanpa memberi kesempatan. Tidak perlu hatinya lemah. Mengingat semua perjalanan akan menemui godaan. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha mengalami rasa tabah berulang kali setiap menemui masalah dalam hidupnya. Masalahmasalah yang membuatnya tabah antara lain ia harus memilih dua keputusan antara meneruskan kuliah dan membangun rumah, kemudian fitnah perselingkuhan antara ia dan Sulijah, dan Kunthi yang berubah sikap karena tergoda oleh Jumeno. Waskitha berani menghadapi segala hal, baik hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang tidak menyenangkan. e. Rasa iri dan rasa sombong (raos meri – pambegan) Iri adalah merasa kalah dengan orang lain dan sombong itu merasa menang dibandingkan dengan orang lain. Rasa iri dan sombong tidak
175
dideskripsikan oleh pengarang melalui tokoh utama Waskitha, tetapi gambaran rasa iri dan sombong dirasakan tokoh Jumeno dan Joko Luwak. Tokoh Jumeno mengalami rasa iri kepada Waskitha yang berhasil mempersunting Kunthi. Jumeno ingin merebut hati Kunthi, maka dengan memamerkan kesuksesannya ia mendekati Kunthi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Tangane Kunthi digegem kenceng nalika nyalami Jumeno. Kanthi klecam-klecem priya kuwi nyawang dheweke sajak mengku surasa sembranan, nganti sing disawang krasa kecipuhan. [...]Panyawange Jumeno nadyan lagi ketemu dina kuwi diwawas duwe niyat seje. (Seri 6:43) Terjemahan: Tangan Kunthi dipegang erat ketika menyalami Jumeno. Dengan senyum sinis pria itu melihatnya dengan maksud ceroboh, hingga yang dilihat tersipu malu. [...] Pandangan Jumeno meskipun baru bertemu hari itu dirasa mempunyai niat lain. Kutipan tersebut merupakan penjabaran rasa iri yang dimiliki oleh Jumeno. Selanjutnya, pengarang menjelaskan rasa sombong melalui tokoh Joko Luwak. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sing ditinggal isih mlongo merga ora ngerti karepe. Nanging saka sikepe Joko Luwak sing kurang sopan kuwi mesthi nyimpen sengit sing didhelikake. Ah rasane ndonya kuwi kok kaya dhagelan wae. Wong wis ngalah malah dianggep salah. Joko Luwak lan kancane saka kadohan isih pating brigi. Nganggep atine Waskitha ciyut. Kamangka suwalike sing diece atine malah krasa nelangsa marang sifate wong-wong kuwi dene nedhenge nduweni awak seger, isih rosa awit peparingane Sing Kuwasa kok olehe padha ora eling. Sepira ta dayane menungsa menawa ketandhing karo Panguwasane Gusti. Oh... menungsa... sing wis padha keblinger marang tindak nistha, atine wis padha wuta marang paugeraning agama. Ora ana wong duraka bakal mulya. (Seri 12:50) Terjemahan: Yang ditinggal masih melongo karena tidak tahu maksudnya. Tetapi dari sikap Joko Luwak yang kurang sopan tersebut pasti menyembunyikan kebecian. Ah rasanya dunia itu seperti lelucon saja. Yang sudah mengalah dianggap salah. Joko Luwak dan
176
temannya dari kejauhan masih mengejek. Menganggap Waskitha tidak berani. Padahal sebaliknya yang diejek hatinya merasa sedih menyaksikan sifat orang-orang tersbut dikala dalam keadaan sehat, masih kuat karena anugrah Yang Maha Kuasa tidak mengingat. Seberapa daya manusia jika dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan. Oh... manusia... yang sudah terlanjur berbuat nista, hatinya sudah buta pada aturan agama. Tidak ada orang durhaka akan mulia. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Waskitha tidak mengalami rasa iri dan rasa sombong. Pengarang menjelaskan rasa iri dan rasa sombong melalui tokoh Jumeno dan Joko Luwak. f. Rasa sesal dan khawatir (raos getun – sumelang) Waskitha merasakan sesal setelah menegur Kunthi. Sebagai suami dia merasakan setiap hari melihat sikap Kunthi yang semaunya tanpa diketahui penyebabnya. Kramadangsa Waskitha memuncak dan mendorong keakuannya sebagai suami yang harus mengerti dan memahami masalah yang sedang dirasakan sang istri. Rasa sesal Waskitha ditunjukkan pada kutipan berikut: “Esemmu wae krasa sepa, ngendi ana wong lanang gelem mrangguli kahanan kaya ngono kuwi. Umpama wetengku luwe, ora perlu mbok tunggoni wae ora apa-apa. Aluwung Wisnu kena nggo tamba perihing ati”, wangsulane Waskitha nyoba luwih nandhes, nadyan satemene ing pojok atine ora mentala kudu gawe ati tatu tumrap sisihane. Nanging kedaya awak kesel, tanpa diwenehi ngerti dhodhok selehe perkara saben ndina mung oleh ulat sepa. (Seri 12: 19) Terjemahan: “Senyummu saja terasa hambar, mana ada orang laki-laki mau menjumpai keadaan seperti itu. Upama perutku lapar, tidak perlu kamu tunggui saja tidak apa-apa. Lebih baik Wisnu bisa untuk obat perihnya hati,” jawab Waskitha mencoba lebih tegas, meskipun di pojok hatinya tidak tega harus membuat hati luka bagi istrinya. Tetapi terbawa badan lelah, tanpa diberitahu pokok perkara setiap hari mendapat sikap dingin.
177
Setelah Waskitha menegur Kunthi yang ditunjukkan pada kutipan di atas ia keluar rumah dengan harapan bisa menghibur hatinya yang masih diliputi sesal. Namun rasa sesal Waskitha justru bertambah. Kramadangsa Waskitha kembali muncul, ia berpendapat lebih baik jujur daripada menyembunyikan sesuatu kepada pasangan jika sudah berumah tangga. Ia juga menyadari masalah dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Satemene Waskitha ora duwe niyat gawe lara atine. Nanging jejere wong lanang sapa sing isa nggunakake ati samodra, menawa tanpa ngerti underane perkara dumadakan ana ulat sing ora nuju prana. Aluwung walaka, ana barang sing ora nyocogi isa dirembug bareng. Jenenge wae wong omah-omah kuwi yen mung congkrah lan kleru penampa wis dudu barang langka. Nanging ora kena kedawa-dawa, ngelingi wutuhe kulawarga mung saka ati tinarbuka lan linambaran rasa sabar sing kebak nalar. (Seri 12: 19) Terjemahan: Sebenarnya Waskitha tidak punya niat membuat sakit hatinya. Tetapi sebagai orang laki-laki siapa yang bisa menggunakan hati samudra, kalau tanpa mengerti pokok perkara mendadak ada sikap yang tidak menyenangkan. Lebih baik jujur, ada sesuatu yang tidak cocok bisa dirundingkan bersama. Namanya saja orang berumah tangga itu kalau hanya berselisih dan keliru menerima sudah bukan barang langka. Tetapi tidak bisa berkepanjangan, mengingat utuhnya keluarga hanya dari hati terbuka dan disertai rasa sabar yang penuh nalar. Selain mengalami rasa sesal, Waskitha mengalami rasa khawatir. Rasa khawatir dialami Waskitha pada saat dia harus menempuh kuliah lagi. Ia mengetahui penghasilannya pas-pasan. Atas pengalaman tersebut Waskitha pernah mengalami rasa khawatir timbul menjadi rasa pesimis untuk sementara waktu. Ia khawatir dengan peristiwa atau pengalaman yang belum terjadi. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut:
178
“Nanging kuliyah butuh ragad Dhik. Blanjane awake dhewe saben sasine wae isih krasa cumpen. Celengan sethithik nggo jagan awake dhewe menawa samangsa ana kebutuhan ndadak”. (Seri 1:41) Terjemahan: “Tetapi kuliah butuh dana Dhik. Belanja kita setiap bulan saja masih terasa pas-pasan. Tabungan sedikit untuk jaga-jaga kita kalau sewaktu ada kebutuhan mendadak.” Waskitha mengalami rasa khawatir karena penuturan Sulijah yang menceritakan Listyani menyimpan foto Waskitha di dompetnya. Waskitha khawatir kalau hal tersebut memang benar. Lebih-lebih kalau diceritakan kembali ke orang lain pasti akan mendatangkan masalah. Ia khawatir hal itu menjadi penyebab pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan yang akan terjadi. Kutipan berikut menujukkan rasa khawatir yang dialami Waskitha atas uraian tersebut: Metu saka warunge Sulijah bali mlaku neng trotoar kanthi pikiran tumlawung. Srengenge sisih kulon durung angslup nadyan wis werna abang semburat. Tembunge Sulijah sethithik ana sing nylempit ati. Tembung kuwi yen nganti tenan mesthi bakal dadi perkara. Listyani adhine Joko Luwak sing jare nyimpen photone. Yen mung disimpen dhewe wae ora apa-apa, ning yen nganti dadi crita karo liyan lan dirungu dening Kunthi rak ateges bakal dadi gagasan. Ah, muga-muga wae critane Sulijah kuwi nggedebus kaya yen lagi crita karo wong lanang sing kulina thongkrongan turut warunge. (Seri 12:49) Terjemahan: Keluar dari warung Sulijah kembali berjalan di trotoar dengan pikiran melayang. Matahari sebelah barat belum terbenam meskipun sudah berwarna kemerah-merahan. Perkataan Sulijah sedikit ada yang tersimpan di hati. Perkataan itu kalau memang benar akan menjadi perkara. Listyani adik Joko Luwak yang
179
katanya menyimpan fotonya. Kalau hanya untuk disimpan sendiri tidak apa-apa, tetapi kalau sampai menjadi cerita dan didengar Kunthi berarti akan menjadi pikiran. Ah, semoga saja cerita Sulijah hanya gurauan seperti jika bercerita dengan lelaki yang biasa tongkrongan di warungnya. Kekhawatiran dirasakan Waskitha setelah mendengar cerita Kunthi bahwa kedua putra Pakdhe Wirya, yaitu Suryatmo dan Pradapa yang bekerja di kota terkena PHK. Jika mereka tidak mempunyai pekerjaan lagi, maka keduanya berencana kembali ke desa. Rumah yang ditempati Waskitha merupakan jatah Suryatmo, dan sewaktu-waktu diminta kembali. Waskitha khawatir karena ia belum memiliki cukup modal untuk membangun rumah sendiri. Ia menyadari bahwa rumah tersebut milik orang lain dan ia tidak berhak untuk mempertahankan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Putrane Pakdhene uga kena PHK. Saiki loro-lorone pisan padha kelangan gaweyan bakal dadi neng ndesa. Sing njangget banget neng pikirane ora liya perkara omah. Omah kang dienggoni klebu jatahe anake lanang Pakdhene sing jenenge Suryatmo. Mesthi wae yen sida bali neng ndesa, tan wurung omah kang dienggoni kuwi bakal dijaluk. Nadyan durung wujud keputusan sing gemana, nanging babagan omah wis kuwawa ngganggu pikirane. (Seri 4:43) Terjemahan: Putra Pakdhenya juga terkena PHK. Sekarang keduanya kehilangan pekerjaan dan akan kembali ke desa. Yang ia pikirkan tidak lain perkara rumah. Rumah yang ia tempati termasuk jatah putra Pakdhenya yang bernama Suryatmo. Pasti saja kalau pasti pulang ke desa, kemungkinan besar rumah tersebut akan diminta. Meskipun belum berwujud keputusan mutlak, tetapi masalah rumah sempat menganggu pikirannya. Rasa khawatir Waskitha terjadi ketika Jumeno berkunjung ke rumahnya. Kedatangan Jumeno ditemani oleh Santi. Waskitha memiliki rasa khawatir kepada Kunthi yang terbuka menyambut Jumeno setiap kali ingin
180
bertemu dengannya. Perubahan sikap Kunthi dirasa ada hubungannya dengan kehadiran Jumeno. Kramadangsa Waskitha mengalah dan pasrah dengan keadaan supaya tidak semakin memperkeruh suasana. Rasa khawatir Waskitha sesuai dengan kutipan berikut: Waskitha satemene wis tuwuh rasa sujana menawa tekane Jumeno bakal dadi underaning perkara ing tengah-tengah kulawargane. Dina kuwi tekane Jumeno bebarengan karo Santi, saengga kahanan krasa ora anyeb. Apa maneh Santi klebu wasis micara lan pinter ngempanake papan. Dheweke pinter ngencerake swasana sing njendhel. (Seri 19: 19) Terjemahan: Waskitha sebenarnya sudah tumbuh rasa curiga kalau kedatangan Jumeno akan menjadi sumber perkara di tengah-tengah keluarganya. Hari itu kedatangan Jumeno bersamaan dengan Santi, sehingga keadaan tridak terasa dingin. Apalagi Santi termasuk lincah bicara dan pintar menempatkan papan. Ia pintar mencairkan suasana yang tegang. Skripsi Waskitha yang dicoret-coret Wirasthi menimbulkan rasa khawatir pada Waskitha. Waskitha awalnya merasa optimis segera menyelesaikan kuliahnya, tetapi setelah menemui Wirasthi untuk konsultasi dan skripsinya dicoret-coret Waskitha merasa kecewa yang akhirnya menimbulkan rasa sesal serta rasa khawatir. Rasa sesal timbul karena Wirasthi yang dahulu menjadi teman kuliah dan pernah menjadi kekasih kini menjadi dosen pembimbingnya. Waskitha merasa khawatir jika skripsinya tidak kunjung selesai. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: ”Tulisan salah, format kurang bener, isih didukani, apa ora ati lara. Patuta aku wis mutung ora oleh gelar sarjana ora apa-apa. Yen perlu golek pembimbing liyane wae.” (Seri 22:20)
181
Terjemahan: “Tulisan salah, format kurang benar, masih dimarahi, apa tidak sakit hati. Pantasnya aku sudah putus asa tidak memperoleh gelar sarjana tidak apa-apa. Kalau perlu mencari pembimbing lain saja. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha mengalami rasa sesal dan rasa khawatir. Rasa sesal dialami Waskitha ketika menegur Kunthi yang menunjukkan sikap dingin kepadanya dan tidak seperti biasanya. Rasa khawatir juga dialami Waskitha ketika ia harus kuliah sarjana untuk melengkapi syarat pendidik, kabar kedua putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK sehingga rumahnya hendak diminta kembali, kedatangan Jumeno yang berkaitan dengan perubahan sikap Kunthi, dan penyesalan Waskitha karena skripsinya banyak kesalahan. g. Rasa bebas Rasa bebas adalah rasa tidak bertentangan (konflik). Waskitha melihat dan mengerti bahwa untuk setiap masalah harus dihadapi dengan tenang. Kramadangsa Waskitha sebagai tukang menggagas nampak lagi, bahwa untuk mencapai hidup bahagia manusia harus mewujudkan keinginannya. Tetapi terkadang keinginan itu harus dipupus karena ada kepentingan lain yang mendesak. Namun Waskitha berpegang pada prinsipnya bahwa Tuhan itu memiliki kepastian yang adil dan bijaksana. Maka rasa bebas Waskitha nampak pada kutipan berikut: Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi nalar dawa. Isih akeh wong sing urip ana sangisore dheweke, ning nyatane kanggo mecaki lakune dina kaya ora ana sandhungan apaapa. Kabeh gumantung sing nglakoni, merga Sing Kuwasa wis
182
duwe pepesthen kang adil lan wicaksana. Wong urip ora kena nglokro. Apa kabisane wajib disyukuri lan digemeni. (Seri 3: 20) Terjemahan: Tetapi Waskitha tidak kecewa. Semua pengalaman dihadapi dengan nalar panjang. Masih banyak orang yang hidupnya berada di bawahnya, tetapi nyatanya untuk menjalani kehidupan seperti tidak ada halangan apa-apa. Semua tergantung yang menjalani, karena Yang Kuasa sudah punya kepastian yang adil dan bijaksana. Orang hidup tidak boleh menyerah. Apapun keterampilannya wajib disyukuri dan dimanfaatkan. Setelah melihat dan mengalami rasa bebas pada kutipan di atas, Waskitha dihadapkan pada kewajiban dirinya sebagai kepala keluarga dan sebagai mahasiswa. Namun Waskitha menjalaninya dengan penuh semangat. Kramadangsa dalam diri Waskitha kembali membangkitkan dia untuk mensyukuri dan menerima dengan ikhlas semua kewajibannya. Sifat kramadangsa sebagai tukang menggagas nampak dalam hal ini, yaitu untuk mencapai kebahagiaan manusia harus berusaha untuk mewujudkan keinginannya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Sajroning setaun anggone kuliyah krasa lancar. Kabeh kebutuhan isa dicukupi, kepara isa nyisihake celengan saben sasine. Sambensamben sing jumbuh karo keprigelane ora disepelekake. Sing penting cagake gawe minangka guru ora kelepyan, merga kuwi dadi tegal sawah sing sayektine. Kanggo njangkepi kawruh babagan ulah budaya sastra Jawa, Waskitha melu kursus pambiwara ing Permadani. (Seri 4: 20) Terjemahan: Selama satu tahun kuliahnya terasa lancar. Semua kebutuhan bisa dicukupi, malah bisa menyisihkan tabungan setiap bulannya. Sampingan-sampingan yang sesuai dengan keterampilannya tidak diremehkan. Yang penting pekerjaan utamanya sebagai guru tidak berantakan, karena itu sudah menjadi mata pencaharian yang sesungguhnya. Untuk melengkapi pengetahuan tentang olah budaya sastra Jawa, Waskitha ikut kursus pembawa acara di Permadani.
183
Rasa bebas yang dimiliki Waskitha belum berhenti di situ saja. Kramadangsa Waskitha nampak lagi ketika dia harus berangkat kerja. Pengalaman inderawi Waskitha menyadarkan ia akan kewajibannya sebagai pendidik. Sebagai guru, Waskitha tidak pernah lepas dari kewajiban mengajar. Waskitha memiliki rasa bebas karena ia mengerti apa yang harus diperbuat seorang guru dan sesuatu yang harus dilakukan untuk mewujudkan rasa bebas itu. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha gragaban nalika digugah Kunthi wis jam enem esuk. Dhadha isih krasa mbeseseg, mripat nggandhul. Nanging kedaya saka tugas sing kudu dilakoni, dheweke gumregah. Agahan adus, nuli ganti sragam. (Seri 20: 19) Terjemahan: Waskitha terkejut ketika dibangunkan Kunthi sudah pukul enam pagi. Dada masih terasa sesak, matanya menggantung. Tetapi teringat dari tugas yang harus dilakukan ia bergegas. Segera mandi, lalu ganti seragam. Waskitha melepaskan kuliahnya demi membangun rumah karena keterbatasan dana. Dana yang seharusnya untuk membayar kuliah terpaksa digunakan untuk memenuhi kepentingan lain. Padahal kuliah Waskitha tinggal skripsi, dan sebentar lagi selesai. Waskitha tidak menyesali keputusannya karena ia tahu keputusan yang ia ambil adalah pilihan yang paling tepat sebagai kepala rumah tangga. Maka, Waskitha dalam hal ini
184
melakukan tindakan rasa bebas karena ia mengetahui dan mengerti keinginannya sendiri, dan ia. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan bank, lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan samangsa kurang dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi kepeksa dipunggel merga danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni, kabeh wis digagas kanthi pikiran sing dawa. (Seri 9:43) Terjemahan: Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari hutang bank, dan kalau perlu perhiasan Kunthi bisa untuk cadangan sewaktu kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi terpasa diputus karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua sudah dipikir dengan pikiran yang panjang. Jumeno kerap kali ingin bertemu Kunthi. Waskitha tidak menaruh rasa curiga atau cemburu. Ia percaya bahwa Kunthi bukan wanita yang setia dan tidak mudah goyah hatinya. Ia tidak ingin ikatan persahabatan menjadi permusuhan karena rasa curiga tanpa alasan. Dalam hal ini Waskitha melakukan tindakan rasa bebas, ia tidak mempunyai pikiran buruk yang nantinya menyebabkan rasa curiga tanpa alasan. Waskitha tidak menuruti kemauan kramadangsa-nya dan mengekang Kunthi untuk menemui Jumeno, serta tidak memiliki rasa cemburu yang mendalam. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi sok kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis lumrah menawa kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa kapang tumrape wong memitran dudu barang sing perlu disujanani. Dheweke percaya marang sisihane. Kunthi dudu blegere wanita sing gampang onya atine. Lan sing banget dijaga, aja nganti memitran bakal malih dadi memungsuhan merga mung rasa sujana tanpa alesan. (Seri 10:42) Terjemahan: Bagi Waskitha tidak memiliki rasa curiga ketika pria tersebut kadang ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah wajar jika ingin bertemu. Bergurau dan menumpahkan rasa rindu bagi
185
orang berteman bukan barang yang perlu dicemburui. Ia percaya kepada istrinya. Kunthi bukan sosok wanita yang mudah goyah hatinya. Dan yang sangat dijaga, jangan sampai persahabatan berganti menjadi permusuhan karena hanya rasa cemburu tanpa alasan. Pengalaman batin dirasakan Waskitha ketika dia mengalami dan melihat sendiri sikap Kunthi yang acuh tak acuh. Namun Kramadangsa Waskitha menolak untuk berpikir buruk dan bertindak gegabah. Meskipun hati Waskitha gelisah ia mencoba untuk menenteramkan hatinya. Maka dalam hal ini Waskitha mencapai rasa bebas, dan timbullah rasa damai, terhindar dari prasangka buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya lemah. Hal itu terdapat pada kutipan berikut: Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang lelakone kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben ana wong kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong seje sing gawe ukara supaya onya katentreman. Ah... atine kepengin enggal nyimpen rasa tatu kang tundhone nuwuhake keputusan peteng. Atine dipeper supaya panggah kukuh. Apa meneh lelakon kuwi nedhenge dheweke kudu ngrampungake kuliyah. Dina-dina sing wis mungkur ora bakal dibaleni meneh, merga wektune terus lumaku nggiles tanpa menehi kelonggaran. Ora perlu atine kemba. Ngelingi kabeh lelakon bakal nglakoni panggodha. (Seri 22:19) Terjemahan: Di sela-sela hatinya sedih ia tersenyum. Tersenyum kepada pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja. Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman. Ah... hatinya ingin cepat menyimpan rasa luka yang menuju menimbulkan keputusan gelap. Hatinya dilatih supaya tetap kuat. Apalagi pengalaman itu ketika dia harus menyelesaikan kuliah. Hari-hari yang sudah berlalu tidak akan diulangi lagi, karena waktunya terus berjalan menggilas tanpa memberi kesempatan. Tidak perlu hatinya lemah. Mengingat semua perjalanan akan menemui godaan.
186
Berdasarkan kutipan-kutipan yang telah diuraikan di atas maka Waskitha mengalami rasa bebas yang mengarah pada dampak positif yakni tercapainya rasa hidup. Waskitha memiliki rasa bebas karena ia memiliki rasa yang tidak bertentangan (konflik) dan mengerti keinginannya sendiri. Berdasarkan uraian ketujuh rasa hidup di atas maka dapat ditarik kesmpulan bahwa tokoh utama Waskitha mengalami rasa senang dan susah, rasa sama karena terjadinya rasa senang dan susah silih berganti, rasa damai karena ia melalukan semua tindakan yang seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, semestinya dan sebenarnya, rasa tabah karena ia berani menghadapi hal-hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, rasa iri dan rasa sombong, rasa sesal dan khawatir karena banyaknya konflik yang ia hadapi, dan rasa bebas . dan rasa senang karena pada dasarnya dia mengerti keinginannya sendiri berdasarkan pengalaman inderawi dan pengalaman batin yang ia alami.
C. Optimisme Tokoh Utama dalam Cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto Optimis diartikan sebagai sikap percaya diri bahwa individu mempunyai kemampuan menghasilkan sesuatu yang baik. Optimisme sebenarnya adalah kemampuan memperkirakan kebahagiaan yang mungkin terjadi berdasarkan reaksi individu terhadap suatu situasi, dengan kata lain, belajar memandang hidup ini sebagai akibat dari tindakan individu sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi antara satu dengan lain. Interaksi antar individu sering kali tidak hanya membawa sikap positif, tetapi juga sikap negatif karena pada dasarnya manusia selalu berpikir untuk memecahkan
187
masalah. Cara berpikir positif akan menimbulkan sikap optimis, dan pikiran negatif akan menimbulkan sikap pesimis. Waskitha sebagai tokoh utama atau tokoh sentral dalam cerbung Ngonceki Impen menunjukkan cara berpikir positif yang berakibat sikap optimis. Maka, Waskitha dapat berpikir positif dan mengarah pada kebaikan yang menghindarkannya pada resiko fatal. Sikap optimis dan pikiran optimis Waskitha akan diuraikan berikut ini. Sikap optimis ditunjukkan Waskitha ketika dalam waktu yang bersamaan ia harus menyelesaikan kuliah dan membangun rumah. Ia sendiri menyadari kepastian datangnya cobaan dalam hidup manusia. Namun Waskitha tetap optimis untuk menyelesaikan masalah yang ditanggungnya. Optimisme Waskitha dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Waskitha wis isa nggagas, ngadhepi urip pancen kebak pituwas. Pangorbanan kudu ana kanggo tumuju gegayuhan. Dheweke ora kendho, dheweke ora nglokro. Nanging dina kuwi atine cawang loro. Ing kahanan sing durung mapan nglengkara kabeh bakal dilakoni. Iki dudu donyane karangan sing mrentul saka thukule inspirasi wae. Dheweke ora kaget kanggo menehi wangsulan sing gumathok. Dipikira rina wengi kanthi jero, ya mung bakal mangan wektu sing tanpa guna. Dalane wong urip kuwi kudu diliwati, ora mung disinau lan dijlimeti. (Seri 9:19) Terjemahan: Waskitha sudah bisa mengira, menjalani hidup memang penuh perhitungan. Pengorbanan harus ada untuk menuju cita-cita. Ia tidak lesu, ia tidak patah semangat. Tetapi hari itu hatinya bercabang dua. Pada keadaan yang belum mapan semua akan dijalani. Ini bukan dunianya karangan yang tumbuh dari tunas inspirasi saja. Ia tidak terkejut untuk memberi jawaban yang pasti. Dipikir siang malam dengan sungguhsungguh, hanya akan menyita waktu yang tanpa guna. Jalannya orang hidup itu harus dilewati, tidak hanya dipelajari dan disimak. Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki sikap dan pemikiran optimis dalam menghadapi masalah dan ia berpandangan positif sebagai dorongan dalam diri untuk melakukan yang terbaik.
188
Di antara rasa optimis, Waskitha pernah mengalami rasa kecewa yang mengakibatkan rasa pesimis. Rasa pesimis terjadi ketika menjumpai Wirasthi teman kuliah yang pernah menjadi kekasih Waskitha sekarang menjadi orang berhasil, bahkan sudah berprofesi sebagai dosen. Waskitha merasa minder kepada te,an lamanya tersebut. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha manggut-manggut. Ing pojok atine krasa ciyut bareng dicritani kahanane Wirasthi saiki klebu wanita karier kang manjila. Lelakonlelakon kang wis mungkur sing maune bakal kedhudhah saiki wis kendho lan ora bakal nguthik-uthik meneh. Turna lelakon nalika semana rak ora disengaja. (Seri 8:20) Terjemahan: Waskitha mengangguk-angguk. Ia berkecil hati setelah mendengar cerita keadaan Wirasthi sekarang termasuk wanita karir yang gigih. Kejadiankejadian yang sudah berlalu yang tadinya akan dibicarakan sekarang tidak akan diungkit-ungkit lagi. Lagian kejadian waktu itu tidak disengaja. Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha juga mengalami rasa pesimis selain ia mengalami rasa optimis. Rasa pesimis dialami Waskitha terjadi ketika ia harus memutuskan antara membangun rumah atau menyelesaikan skripsi. Kedua pilihan tersebut merupakan perkara yang rumit dan membutuhkan perhitungan dan perencanaan yang matang. Rasa pesimis yang pernah muncul dapat diatasi Waskitha memalui banyak hal secara matang dan menjatuhkan pilihan menurut skala prioritas. Waskitha memilih membangun rumah karena pilihan tersebut sangat penting demi dirinya dan keluarganya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan bank, lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan samangsa kurang dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi kepeksa dipunggel merga danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni, kabeh wis digagas kanthi pikiran sing dawa. (Seri 9:43)
189
Terjemahan: Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari hutang di bank, dan kalu perlu perhiasan Kunthi dapat dijadikan cadangan sewaktu kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi terpasa diputus karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua sudah dipikir dengan pikiran yang panjang. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha juga pernah menngalami rasa pesimis. Rasa pesimis yang pernah dialami dapat teratasi dan berubah menjadi rasa optimis karena Waskitha juga memiliki jiwa yang matang. Watak dasar yang didukung oleh profesi dan pergaulan yang menyebabkan Waskitha mampu mengatasi persoalan-persoalan yang ada dan semuanya itu ditujukan untuk meraih mimpi utamanya. Selanjutnya optimisme Waskitha diuraikan berikut ini berdasarkan ciri-ciri optimisme, aspek-aspek optimisme, dan faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme. 1. Sikap dan Tindakan Tokoh Utama berdasarkan Ciri-Ciri Optimisme Ciri-ciri optimisme antara lain, jarang terkejut oleh kesukaran; mencari pemecahan sebagian; merasa yakin bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa depannya; memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur; menghentikan pemikiran yang negatif; meningkatkan kemampuan apresiasi; menggunakan imajinasi untuk melatih sukses; selalu gembira bahkan ketika tidak merasa bisa bahagia; merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur; suka bertukar berita baik; membina cinta dalam kehidupan; dan menerima apa yang tidak bisa diubah. Merujuk pada ciri-ciri optimis yang dikemukakan Ginnis di atas, sikap dan tindakan tokoh utama Waskitha dalam cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto akan diuraikan sebagai berikut.
190
a. Jarang terkejut oleh kesulitan Waskitha menyadari bahwa hidup tidak selalu menyenangkan. Manusia terkadang menemui kesulitan, ia tidak terkejut dengan kondisinya yang belum mapan. Di saat ekonominya belum tercukupi, ia harus mengambil kuliah lagi. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sing dijagakake saben kepengkok butuh ora ana liya kejaba koperasi sekolah. Kanggo nututi ragad kuliyah, paribasane gawe jeglongan nuli diurungi meneh. Lha piye maneh jenenge wae klebu wong cilik, cagake ya mung ugil-ugil durung linambaran cakar ayam, menawa ora ngati-ati malah keblondrong dlongap-dlongop kaya sapi ompong. (Seri 3:19) Terjemahan: Yang dijagakan setiap terkena butuh tidak lain kecuali koperasi sekolah. Untuk memburu dana kuliah, ibaratnya membuat lubang lalu ditutup lagi. Lha bagaimana lagi namanya saja termasuk orang kecil, tiangnya ya hanya kecil belum dilengkapi cakar ayam, kalau tidak hati-hati malah tersesat dlongap-dlongop seperti sapi ompong. Sikap optimis Waskitha nampak lagi ketika ia kembali menemui halangan. Uang untuk membayar kuliah terpaksa dipakai untuk membiayai orang tuanya di rumah sakit. Waskitha tetap optimis bahwa hidup harus disyukuri dan terus berusaha. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Ning Waskitha ora gela. Kabeh lelakon dirambati kanthi nalar dawa. Isih akeh wong sing urip ana sangisore dheweke, ning nyatane kanggo mecaki lakune dina kaya ora ana sandhungan apa-apa. Kabeh gumantung sing nglakoni, merga Sing Kuwasa wis duwe pepesthen kang adil lan wicaksana. Wong urip ora kena nglokro. Apa kabisane wajib disyukuri lan digemeni. (Seri 3:20) Terjemahan: Tetapi Waskitha tidak kecewa. Semua pengalaman dihadapi dengan nalar panjang. Masih banyak orang yang hidupnya berada di bawahnya, tetapi nyatanya untuk menjalani kehidupan seperti tidak ada halangan apa-apa. Semua tergantung yang menjalani, karena Yang Kuasa sudah punya kepastian yang adil dan bijaksana. Orang hidup tidak boleh menyerah. Apa keterampilannya wajib disyukuri dan dimanfaatkan.
191
Berdasarkan kutipan di atas maka Waskitha adalah sosok yang jarang terkejut setiap menemui kesulitan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain latar belakang pendidikan, dan juga kemampuan untuk mengolah rasa dan batin. b. Mencari pemecahan sebagian Waskitha tidak setuju dengan pendapat Kunthi yang menyarankan agar mereka tinggal dengan orang tua Kunthi untuk sementara waktu selama mereka belum membangun rumah. Ketidaksetujuan Waskitha karena menghindari terjadinya masalah yang tidak terduga. Disana-sini telah ditemui masalah yang terjadi karena dua keluarga tinggal serumah. Waskitha mencari jalan lain dan tidak ingin menumpang di rumah mertuanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Dadi wong urip, yen isa aja nganti suduk gunting tatu loro Dhik. Ati sing wis tatu angel tambane. Ketambahan tatu kapindho kaya ketutungan rasane. Pasrawungan becik isa congkrah mung barang sepele. Sagedhogan jaran lima, kothakan papan pangan siji arang keprungu mbeker gudangan rebutan pangan. Ning wong omah-omah? Kulawarga luwih saka siji pawone nunggal, menawa ora dilambari ati jembar lan kebak kawicaksanan wekasane malah mung dadi mungsuhan”. (Seri 5:43) Terjemahan: “Menjadi orang hidup, kalau bisa jangan sampai tusuk gunting luka dua Dhik. Hati yang pernah terluka sulit obatnya. Ditambah luka kedua seperti utuh rasanya. Pergaulan yang baik bisa rusak karena barang sepele. Sekandang lima kuda, empat kotakan satu tempat makan jarang terdengar ada yang membekik rebutan makanan. Tetapi orang berumah tangga? Keluarga lebih dari satu dapurnya sama, kalau tidak dilandasi hati lapang dan penuh kebijaksanaan akhirnya hanya jadi permusuhan”. Kutipan di atas menunjukkan Waskitha mencari pemecahan sebagian masalah yang sedang dihadapi. Ia tidak mau serumah dengan mertuanya. Ia juga memberitahu istrinya tentang cara mudah untuk segera pindah dari
192
rumah yang mereka tempati, yaitu mencari kos-kosan. Namun cara tersebut bukanlah cara yang tepat mengingat nama baik orang tua untuk selalu dijaga. Maka, Waskitha mencari pemecahan sebagian masalah adalah dengan memilih tetap menempati rumah Pakdhe Wirya demi menjaga nama baik orang tuanya termasuk mertuanya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Yen mung mburu kamardikan lan ngugemi ati kebranang, dalane akeh lan gampang Dhik. Awake dhewe oncat saka kene, golek koskosan wong liyan brayan. Sing baku isa mbayar, dilakoni ora tanggungan. Cara ngono kuwi ana benere, ning akeh ora penere. Njaga jenenge wong tuwa, lan aja nganti gawe lingseme sedulur kudu dadi thinthingan”. (Seri 5:43) Terjemahan: “Kalau hanya mengejar kebebasan dan menuruti keinginan hati belaka, caranya banyak dan mudah Dhik. Kita pergi dari sini, mencari kos-kosan milik orang lain. Cara begitu ada benarnya, tetapi banyak salahnya. Menjaga nama orang tua, dan jangan sampai membuat malu saudara harus menjadi pertimbangan”. Waskitha memilih membangun rumah dan melepas kuliahnya. Ia berpikir lebih utama rumah dahulu, karena itu merupakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Ia yakin dengan keputusannya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Omah kuwi wigati Dhik. Niyatku wis kenceng, sadurunge kesabet butuh sing gedhe. Mbok menawa iki wis dadi tanggung jawabku minangka wong lanang. Sliramu mesthi sok ngudarasa batin lan nduweni impen kapan isa duwe omah dhewe”. (Seri 7:50)
193
Terjemahan: “Rumah itu penting Dhik. Niat saya sudah bulat, sebelum kedatangan kebutuhan yang besar. Mungkin ini sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai orang laki-laki. Kamu pasti kadang berpikir lan memiliki impian kapan bisa mempunyai rumah sendiri”. Keputusan Waskitha untuk melepaskan kuliahnya semakin bulat. Membangun rumah merupakan sebagian pemecahan masalah yang ia tanggung. Ia mengatakan kepada Kunthi untuk segera membangun rumah sebelum mereka menanggung beban biaya yang lebih besar ketika anak mereka besar kelak. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: “Kabeh wis dak niyati Dhik. Dak jaluk sliramu aja nggandhuli pancadanku iki. Sapa ngerti kabeh iki mujudake pacoban supaya mecut awake dhewe urip mandhiri. Kabeh mumpung durung mbutuhake ragat. Mengko yen kedlarung anak gedhe tambah brayat ora wurung bakal dadi gandhulane ati”. (Seri 9:20) Terjemahan: “Semua sudah saya niati Dhik. Saya minta kamu jangan menghalangi keputusan saya ini. Siapa tahu semua ini merupakan cobaan supaya menyemangati kita hidup mandiri. Semua mumpung belum mebutuhkan biaya. Nanti kalau bersamaan anak sudah besar tambah momongan tidak mungkin akan menjadi beban hati”. Keterbatasan dana untuk membangun sebuah rumah membuat Waskitha berpikir kembali dan mencari solusi lain. Maka ia berpikir hendak menggadaikan SK-nya untuk menambah modal, dan yang terpenting rumah segera selesai meskipun belum sempurna wujudnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Wis wancine awake dhewe kudu gumregah. Mengko nggadhekake SK ditambah celengan sing wis genep sepuluh yuta kae dak kira cukup kanggo tuku lemah lan omah elek-elekan wae. Sing baku awake
194
dhewe isa nduweni wengkune, perkara apike omah kena diajap karo mlaku”. (Seri 9:20) Terjemahan: “Sudah saatnya kita harus bertindak. Nanti menggadaikan SK ditambah tabungan yang sudah genap sepuluh juta itu saya kira cukup untuk membeli tanah dan rumah jelek-jelekan saja. Yang penting kita bisa mempunyai sepenuhnya, perkara bagusnya rumah bisa dilakukan sambil berjalan”. Waskitha diisukan berselingkuh dengan janda Sulijah, sementara Kunthi memilih pulang ke rumah orang tuanya. Waskitha berkeinginan untuk menjelaskan berita yang sebenarnya kepada Kunthi. Namun jika Kunthi masih belum percaya ia akan berusaha membuktikan isu tersebut bersama-sama di depan Sulijah. Maka, tindakan Waskitha ini secara langsung merupakan sebagian pemecahan masalah agar masalah yang ia hadapi tidak berkepanjangan dan segera selesai. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Bakda Isak Waskitha lagi budhal menyang maratuwa. Diajap Kunthi lilih atine lan gelem nampa kabar kanthi nalar kang jembar. Ewadene menawa sisihane ora gelem nampa, niyate bakal dionceki barengbareng ana ngarepe Sulijah. Sadalan-dalan atine wiwit mletik bakal nggagapi underane perkara. Sapa satemene wong sing mitenah kanthi nyebar warta ngayawara kuwi? (Seri 18:20) Terjemahan: Setelah Isak Waskitha baru berangkat ke mertua. Diharap Kunthi luluh hatinya dan mau menerima kabar dengan nalar yang luas. Namun kalau istrinya tidak mau menerima, niatnya akan dibuktikan bersama-sama di depan Sulijah. Sepanjang jalan hatinya mulai tumbuh akan mengerti pokok perkara. Siapa sebenarnya orang yang memfitnah dengan menyebar berita tanpa bukti tersebut? Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha selalu mencari pemecahan masalah yang tepat dan benar-benar diperhitungkan. Pemikiran positif yang menimbulkan tindakan positif itulah yang dilakukan Waskitha selanjutnya membuat ia memiliki rasa optimis.
195
c. Merasa yakin bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa depannya Setelah mendengar nasihat Eyang Wira, Waskitha merasa yakin dengan keinginannya untuk terus melestarikan sastra Jawa. Ia merasa yakin bahwa keinginannya ini akan terlaksana dengan baik dan bisa mengendalikan masalah-masalah di luar keinginannya itu. Ia ingin menjadi pengarang yang berkualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung ngrungokke apa kang dadi ngendikane Eyang Wira. Ati tidha-tidha wis sirna. Sing ana saiki mung greget kanggo nglestarekake Basa Jawa lan terus nulis, kepingin dadi salah sijine pengarang Basa Jawa sing gamben, kaya pengarang-pengarang crita Kasusastran Jawa kang wis pada murud ing kasidan jati. (Seri 1: 19,20) Terjemahan: Waskitha hanya mendengarkan apa yang dibicarakan Eyang Wira. Hati ragu-ragu sudah hilang. Yang ada sekarang hanya keinginan untuk melestarikan Bahasa Jawa dan terus menulis, ingin menjadi salah satu pengarang Bahasa Jawa yang berkualitas, seperti pengarang-pengarang cerita Kesastraan Jawa yang sudah berpulang ke alam kekal. Waskitha tetap optimis dengan kepengarangannya di sastra Jawa. Sementara teman-temannya memilih berpindah ke sastra Indonesia karena berbagai faktor termasuk upah yang diterima setelah karya dimuat. Nominal imbalan dari karya sastra sastra Indonesia lebih besar dibanding karya sastra Jawa. Pada acara seminar Waskitha bertemu Pak Nugraha yang telah beralih ke sastra Indonesia. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Pancen yen dietung babagan sembulih adoh sungsate karo kasusastran Indonesia. Nanging kang diarani katresnan wis mbalung sungsum mosok tega ngoncadi ngono wae”. Wangsulane Waskitha semu guyon. Pak Nugraha rada kesrempet, nanging tumrap dheweke ora rumangsa kesinggung malah ngguyu nggleges karo ngepukngepuk pundhake mitrane kuwi. (Seri 3:19)
196
Terjemahan: “Memang kalau dihitung masalah pendapatan jauh selisihnya dengan kesastraan Indonesia. Tetapi yang dinamakan kecintaan sudah mendarah daging apa tega melepas begitu saja”. Jawaban Waskitha semu bergurau. Pak Nugraha agak terkena, tetapi bagi ia tidak merasa disinggung malah tertawa sambil menepuk pundak mitranya itu. Keinginan Waskitha untuk menjadi pengarang yang berkualitas terutama dalam sastra Jawa semakin nyata. Ia melihat karya-karya yang dimuat dalam majalah Jawa berasal dari pengarang-pengarang itu saja. Ia optimis karena pengarang sastra Jawa masih langka. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung. Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita ing majalah Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul tulisan pengarang anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora katon irunge. (Seri 2:42) Terjemahan: Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di selasela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih langka. Cerita-cerita di majalah Jawa yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul tulisan pengarang baru hanya sekilas saja, setelah itu tidak kelihatan batang hidungnya. Tindakan Waskitha di atas menujukkan keoptimisannya menjadi pengarang yang berkualitas. Tindakan tersebut merupakan salah satu usaha mewujudkan prinsip, yaitu yakin atas pengendalian masa depannya. Waskitha tidak khawatir atau pesimis melainkan menaruh harapan besar melalui usaha-usahanya mewujudkan diri sebagai pengarang.
197
Waskitha melepaskan kuliahnya karena kekurangan biaya. Kuliah yang hampir selesai tersebut terpaksa diputus karena dananya difokuskan untuk membangun rumah. Waskitha yakin dengan keputusan yang diambil. Ia tidak akan menyesali keputusannya, karena sudah diperhitungkan matangmatang. Maka, tindakan Waskitha adalan sebuah keyakinan bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa depannya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Sisihane wis njurung. Dhuwit tabungan, ditambah golek utangan bank, lan yen perlu penganggone Kunthi kena kanggo jagan samangsa kurang dana. Kuliyah sing wis ngadhepake skripsi kepeksa dipunggel merga danane nggo ngoyak. Ora bakal digetuni, kabeh wis digagas kanthi pikiran sing dawa. (Seri 9:43) Terjemahan: Istrinya sudah mendukung. Uang tabungan, ditambah mencari hutang bank, dan kalau perlu perhiasan Kunthi bisa untuk cadangan sewaktu kurang dana. Kuliah yang hampir menempuh skripsi terpasa diputus karena dananya kurang. Tidak akan disesali, semua sudah dipikir dengan pikiran yang panjang. Orang yang yakin yakin bahwa ia mempunyai pengendalian atas masa depannya selalu memiliki rencana-rencana baik untuk diaplikasikan dalam tindakan nyata. Kutipan-kutipan di atas merupakan wujud rancangan yang baik bagi Waskitha karena keyakinannya untuk mengendalikan masa depannya. Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha memiliki keyakinan untuk mengatur dan menyambut masa depannya sendiri. Ia tahu langkah-langkah dan tindakan yang harus ia lakukan.
198
d. Memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur Waskitha tidak tergesa-gesa karena keinginannya untuk segera membangun rumah. Ia harus berpikir matang-matang agar tidak terjerat masalah di kemudian hari. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Anggone mikir ora kena grusa-grusu. Nadyan atine saben ndina wis kinepung dumelinge pengin duwe omah, nanging kudu permati aja nganti mlakune keponthalan lan dadi memala sing angel tambane. Isa wae kabeh dilakoni kaya kanca-kancane sing kulina nekad tanpa mikir tembe mburine. Dupeh ana undhak-undhakan gaji terus semrinthil lan kemrangga ngejokake utangan. (Seri 7:50) Terjemahan: Pikirannya tidak boleh tergesa-gesa. Meskipun setiap hari hatinya sudah dirasuki keinginan untuk membangun rumah, tetapi harus teliti jangan sampai langkahnya kesulitan dan menjadi luka yang sulit obatnya. Bisa saja semua dilakukan seperti teman-temannya yang biasa nekat tanpa memikirkan selanjutnya. Karena ada kenaikan gaji lalu berani mengajukan hutang. Sebenarnya Waskitha marah dan ingin melawan anak buah Joko Luwak karena bertingkah kurang sopan. Tetapi Waskitha ingat pada profesinya sebagai pendidik, maka ia mencoba bersabar dan mengalah. Dalam hal ini melawan keinginannya untuk melawan anak buah Joko Luwak. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Nadyan kaya disampluk raine, nanging dheweke isih nyoba sabar. Upama ora ngelingi dheweke guru ngono, mesthi wis diladeni wiwit mau. Yen isa kanthi disabari lan sikep ngalah bakal nuwuhake atine wong-wong kuwi kendho niyate. (Seri 13:50) Terjemahan: Meskipun seperti ditampar wajahnya, tetapi ia masih mencoba sabar. Upama tidak mengingat ia guru, pasti sudah dilawan dari tadi. Kalau
199
bisa dengan sabar dan sikap mengalah akan menumbuhkan hati orangorang tersebut melemah niyatnya. Berdasarkan kutipan di atas maka Waskitha melakukan perlawanan pada keinginannya. Waskitha sangat ingin segera membangun rumah namun ia tidak boleh tergesa-gesa dalam bertindak untuk menghindari akibat yang fatal nantinya. Tindakan Waskitha mengalah terhadap anak buah Joko Luwak selain melawan keinginannya sendiri juga karena untuk menjaga nama baiknya sebagai guru. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha melawan keinginannya dan dilakukan secara sadar. e. Menghentikan pemikiran yang negatif Waskitha melakukan tindakan menghentikan pemikiran yang negatif dimulai ketika Jumeno kerap kali ingin bertemu dengan Kunthi. Waskitha menganggap hal tersebut adalah wajar. Menumpahkan rasa rindu dengan teman lama bukanlah sesuatu yang perlu dicurigai. Dalam hal ini, waskitha menghentikan pemikiran negatif Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Tumrape Waskitha ora duwe rasa cubriya nalika priya kuwi sok kepengin ketemu sisihane. Mitra lawas dianggep wis lumrah menawa kepengin ketemu. Guyon lan ngesok rasa kapang tumrape wong memitran dudu barang sing perlu disujanani. Dheweke percaya marang sisihane. Kunthi dudu blegere wanita sing gampang onya atine. Lan sing banget dijaga, aja nganti memitran bakal malih dadi memungsuhan merga mung rasa sujana tanpa alesan. (Seri 10:42) Terjemahan: Bagi Waskitha tidak mempunyai rasa curiga ketika pria itu kadang ingin bertemu istrinya. Mitra lama dianggap sudah wajar kalau ingin bertemu. Bercanda dan mencurahkan rasa rindu bagi orang berteman bukan hal yang perlu dicurigai. Ia percaya kepada istrinya. Kunthi bukan wanita yang mudah goyah hatinya. Dan yang sangat dijaga, jangan sampai pertemanan akan berubah menjadi permusuhan karena hanya rasa curiga tanpa alasan.
200
Waskitha tidak menaruh curiga terhadap Kunthi yang berkunjung ke rumah mertuanya secara mendadak. Maka, dalam hal ini Waskitha berpikir positif dan tidak mempunyai pikiran negatif terhadap orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Atine Waskitha gela nalika teka omah kahanane sepi. Dheweke lagi nampa SMS nalika ditakokake marang sisihane, jare Wisnu lagi kangen karo mbahe. Dheweke kepengin bobuk kana merga sesuk prei nggone sekolah. Waskitha ora sujana marang sikepe Kunthi, merga sisihane kuwi yen duwe karep kadhang mung meneng-meneng wae, jare emoh ngrepoti. (Seri 11:19) Terjemahan: Hati Waskitha kecewa ketika sampai rumah keadaannya sepi. Ia baru menerima SMS ketika ditanyakan kepada istrinya, katanya Wisnu sedang rindu dengan kakek neneknya. Ia ingin menginap di sana karena besuk libur sekolah. Waskitha tidak curiga kepada sikap Kunthi, karena istrinya tersebut kalau mempunyai keinginan kadang janya diam-diam saja, katanya tidak mau merepoti. Waskitha menjemput Kunthi dan Wisnu di rumah mertuanya. Sebenarnya Waskitha merasakan perubahan sikap Kunthi setelah bertemu Jumeno. Tetapi Waskitha segera menghentikan pemikiran negatifnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung mesem karo nyalami Jumeno lan Winarsih sadurunge menehake oleh-oleh menyang Wisnu sing lagi asik nonton TV. Ing pojok atine sethithik wis krasa menawa Kunthi ana owah-owahan. Tekane paraga Jumeno kang dianggep mitra lawas kaya wis kuwawa ndhedher tulisan anyar ing atine. Nanging dheweke ora kena cubriya kedawa-dawa, mengko malah ora becik dadine. (Seri 11:20) Terjemahan: Waskitha hanya tersenyum sambil menyalami Jumeno dan Winarsih sebelum memberikan oleh-oleh kepada Wisnu yang sedang asyik menonton TV. Di pojok hatinya ada sedikit rasa kalau Kunthi ada perubahan. Kedatangan Jumeno yang dianggap mitra lama seperti sudah mampu menanam tulisan baru di hatinya. Tetapi ia tidak boleh curiga berlama-lama, nanti malah tidak baik jadinya.
201
Kecurigaan Waskitha terhadap Jumeno semakin kuat. Namun kecurigaan yang semakin bertambah itu oleh Waskitha juga segera dihentikan. Ia
menghentikan pemikiran negatifnya, karena ia sendiri
mengetahui sesuatu yang mengganjal di hati harus segera dihilangkan agar tidak menghambat dalam bertindak. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Teka omah eseme Kunthi durung sumringah. Wengine nggremet mung dionceki kanthi rasa tumlawung. Mripate diremke, nanging atine kaya lagi nglembara turut lurung-lurung lelakon. Apa lupute lan apa karepe...? Apa swasana kuwi ana sambung rapete karo tekane Jumeno? Ah kena apa pikirane ndadak ngambra-ambra. Dheweke unjal ambegan. Samubarang kang ngganjel ati enggal-enggal dioncadi. (Seri 12:50) Terjemahan: Sampai rumah senyum Kunthi belum lega. Malam merambat hanya dinikmati dengan rasa hambar. Matanya dipejamkan, tetapi hatinya seperti sedang mengembara pada jalan-jalan pengalaman. Apa salahnya dan apa keinginannya...? Apa suasana itu ada kaitannya dengan kedatangan Jumeno? Ah kenapa pikirannya mendadak kemana-mana. Ia menghela napas. Sesuatu yang mengganjal di hati cepat-cepat dibuang. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha melakukan menghentikan pikiran negatifnya, dan mengarahkan pendapatnya menuju hal yang lebih logis, dan berusaha melihat banyak hal dari segi pandangan yang menguntungkan. f. Meningkatkan kemapuan apresiasi Waskitha menikmati keindahan alam di desanya. Ia sering berjalanjalan di persawahan maupun perkebunan. Dalam hal ini, Waskitha meningkatkan kemapuan apresiasi terhadap alam. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
202
Sadurunge angslup surya, dheweke nglencer nyawang pesawahan lan pategalan kaya pakulinane. Saiki kahanane wis beda. Jagung sakiwa tengene wis padha njeplok. Pari-pari wis ora katon maneh merga mentas dipaneni. Kari tilase tunggak-tunggak dami lan kacang lanjaran sing kawistara mrambat ijo. (Seri 8:20) Terjemahan: Sebelum matahari terbenam, ia berjalan-jalan melihat persawahan dan ladang seperti biasanya. Sekarang keadaannya sudah berbeda. Jagung kanan kiri sudah terlihat. Padi sudah tidak kelihatan lagi karena sudah dipanen. Tinggal bekas batang-batang padi dan kacang panjang yang kelihatan merambat hijau. Sebagai guru, Waskitha tidak tergesa-gesa berangkat ke temapt kerja. Ia menikmati keindahan alam di sepanjang perjalanan. Ia tahu bahwa dunia dengan segala keindahannya adalah hal-hal baik yang dapat dirasakan dan dinikmati. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Anggone numpak sepedha motor mung alon-alon wae karo nyawang endahe alam ing sakiwa tengene dalan. Mripate krasa nggandhul merga anggone melek kewengen. Dalan Manyaran-Wuryantoro krasa sepi yen ngadhepake wayah Asar. (Seri 11:19) Terjemahan: Sepeda motornya dikendarai dengan pelan-pelan saja sambil menikmati keindahan alam di kanan kiri jalan. Matanya terasa berat karena begadang terlalu malam. Jalan Manyaran-Wuryantoro terasa sepi kalau hampir waktu Asar. Waskitha agak kecewa dengan sikap Kunthi yang masih dingin. Ia tidak mau berlarut-larut memikirkan hal itu. Maka, untuk menghilangkan pikiran penat ia berjalan-jalan sambil menghibur diri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
203
Timbang kedawa-dawa anggone ngundha perkara ora temanja kuwi wekasane aluwung ngalahi klithih-klithih nyang ndalan golek hawa padhang nyawang montor pating sliwer. (Seri 12:50) Terjemahan: Daripada berlama-lama memikirkan masalah tidak jelas tersebut akhirnya lebih baik mengalah pelan-pelan menuju jalan mencari suasana terang melihat kendaraan yang melintas. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka Waskitha mampu merasakan dan menikmati semua keindahan guna memulihkan dan menghibur dirinya. Waskitha mengetahui kalau segala yang ada di dunia dapat dirasakan dan dinikmati dengan cara-cara bijak. g. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses Imajinasi sukses yang ditunjukkan tokoh Waskitha mulai nampak ketika ia tidak memiliki pikiran ingin mewarisi rumah orang tua maupun mertuanya. Ia optimis bisa membangun rumah sendiri dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Dak jaluk Dhik Kunthi isa mupus sakabehe lelakon. Dak kira ya mung kanthi cara ngene iki awake dhewe bakal kegugah kanggo mecaki urip iki. Menawa ngenteni keprabon tangeh bakal gantha, malah isa dadi sandhungane awake dhewe. Nyatane sedulur liya isih padha kepengin mengkoni. Pancen sing diarani babad alas kanggo adege kahanan panguripan kuwi luwih rekasa tinimbang nampani warisan, nanging yen kabeh mau dilakoni kanthi temen bakal nuwuhake urip kepenak. Kaya paribasan rekasa dhisik bakal mulya ing tembe”. (Seri 10:20) Terjemahan: “Saya minta Dhik Kunthi bisa menghentikan semua pengalaman. Saya kira dengan cara seperti ini kita akan bangkit untuk menjalani hidup ini. Kalau menanti rumah warisan tidak bisa diharapkan, malah bisa menjadi masalah kita. Nyatanya saudara lain masih ingin memiliki. Memang yang dinamakan menebang hutan untuk mendirikan keadaan
204
kehidupan itu lebih berat daripada menerima warisan, tetapi kalau semua tadi dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menumbuhkan hidup enak. Seperti peribahasa kesulitan dahulu akan mulia di kemudian”. Waskitha semakin giat mengarang untuk menambah penghasilan. Namun bukan berarti materi yang menjadi tujuan utamanya, tetapi juga melatih dan mengasah otaknya agar semakin terampil dan peka terhadap keadaan sekitar. Mengumbar inspirasi dan membaca buku juga merupakan wujud nyata dari imajinasi untuk melatih sukses. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Mula kanggo nutup kebutuhane kuwi supaya ora kededel utang, Waskitha anggone nulis saya grengseng. Ora ateges grengsenge nulis merga kepepet butuh, nanging kahanan kuwi kaya dadi pamecut anggone kepengin dadi pengarang Jawa sing produktif. Nyatane asil karyane okeh sing kababar ing media masa, nadyan saben wengi kudu melek kliwat lingsir wengi ngundha angen-angen, apa dene maca buku kanggo njembarake wawasan. (Seri 10:42) Terjemahan: Maka untuk menutup kebutuhan itu supaya tidak terjerat hutang, Waskitha semakin giat menulis. Bukan berarti giatnya menulis karena terdesak kebutuhan, tetapi keadaan seperti itu seperti menjadi pemacu keinginannya menjadi pengarang Jawa yang produktif. Nyatanya hasil karyanya banyak yang termuat di media masa, meskipun setiap malam harus begadang larut malam mengumbar angan-angan, apa membaca buku untuk memperluas wawasannya. Ketegaran dan keoptimisan Waskitha nampak lagi ketika ia berusaha untuk memperbaiki dan mengembalikan keadaan rumah tangganya seperti semula. Kunthi sedang tergoda oleh rayuan Jumeno dan Waskitha sendiri difitnah berselingkuh dengan janda Sulijah. Waskitha merancang upaya agar Kunthi percaya dengan keadaan yang sesungguhnya. Ia yakin dengan rencananya dan berharap Kunthi menerima kabar yang sebenarnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
205
Dipikir kanthi jero. Diwawas kanthi ati wening. Nggemeni wektu kanggo mecaki lelakon kudu gelem tanggap marang kahanan. Ora ana wong urip tanpa pacoban. Dheweke bakal ngadhepi pacoban kuwi kanthi tatag lan jiwa satriya. Ewadene sisihane isih kegubel ati cubriya lan ora gelem dijak mlaku bebarengan, dheweke bakal panggah arep lumaku kanthi bakuh kanggo mecaki wektune. Urip butuh kukuhing tekad lan santosan ing budi. Kena apa ndadak nglokro? (Seri 18:19) Terjemahan: Dipikir dengan dalam. Dipandang dengan hati jernih. Mengingat waktu untuk menjalani hidup harus mau tanggap kepada keadaan. Tidak ada orang hidup tanpa cobaan. Ia akan menghadapi cobaan itu dengan tabah dan jiwa satria. Kalau istrinya masih terikat hati curiga dan tidak mau diajak berjalan bersama, ia akan tetap akan berjalan dengan kuat untuk menjalani waktunya. Hidup butuh kuatnya tekad dan sentosanya budi. Kenapa mendadak lemah? Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha memiliki pikiran optimis untuk sukses dan keyakinan yang besar untuk meraih cita-citanya. Ia menggunakan imajinasi untuk melatih sukses dan memiliki rencana dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka pemrosesan untuk menggapai cita-cita. h. Selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia Setelah membangun rumah ekonomi Waskitha belum tercukupi, maka ia mencari sampingan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Terkadang jika akhir bulan keuangannya tidak cukup. Namun ia tidak mengeluh, melainkan menjalani semua denghan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha isa ngrasakake menawa saiki anggone nata ekonomi kudu ngati-ati. Dhuwit gaji sing wis dipotong neng bank krasa ora nyandhak yen dinggo nyukupi kebutuhan saben ndina. Nanging yen dhonge sasi becik wong duwe gawe ya isih kena nggo ambegan anggone entuk sembulih andhegan. Kunthi sing duwe kabisan riyas uga sithik-sithik kena nggo nambahi menawa kesasak ana sumbangan. Nadyan krasa kejiret-jiret ekonomine, nanging kabeh dilakoni kanthi nrima saengga ora krasa abot. (Seri 10:20)
206
Terjemahan: Waskitha bisa merasakan kalau sekarang harus hati-hati menata ekonominya. Uang gaji yang sudah dipotong di bank terasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Tetapi kalau sedang bulan baik orang punya hajat juga masih bisa untuk menambah penghasilan. Kunthi yang memiliki keterampilan merias sedikitsedikit juga bisa untuk menambahi jika sedang terdesak adanya sumbangan. Meskipun terasa terjerat-jerat ekonominya, tetapi semua dijalani dengan ikhlas sehingga tidak terasa berat. Waskitha mencoba berpikir positif dengan perlakuan Kunthi yang semakin hari semakin berubah. Ia tidak mau terbawa perasaan sedih karena sikap Kunthi. Ia mencoba merasa bahagia meskipun hatinya sedang dilanda masalah yang tidak jelas asal-usulnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Esem tipis kuwi dirasa pancen ampang, nanging Waskitha nyoba nampa kanthi tulusing ati. Dheweke emoh ngongkreh-ongkreh bundhelane atine merga mung bakal salah tampa sing ndadekake hawa omahe tambah ongkeb. Ana wadi siningid ing pojok eseme. (Seri 14:19) Terjemahan: Senyum tipis itu dirasa memang hambar, tetapi Waskitha mencoba menerima dengan ketulusan hati. Ia enggan mengingat-ingat isi hati karena hanya akan menimbulkan salah paham yang mengakibatkan suasana rumahnya tambah bermasalah. Ada rahasia tersembunyi di pojok senyumnya. Waskitha berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya. Ia belum terlepas dari belenggu permasalahan rumah tangganya. Kedatangan Jumeno membawa pengaruh besar pada Kunthi, kini Kunthi bersikap dingin. Waskitha mengetahui dengan hal tersebut. Menyikapi hal itu, ia mencoba bahagia sekalipun dirinya sedang tidak merasa bahagia. Hal tersebut nampak pada kutipan berikut:
207
Ing sela-selane atine getir dheweke mesem. Mesem marang lelakone kok kaya lakune crita kang kababar ing fiksi wae. Saben ana wong kang mrangguli katentreman adhakane bakal ana wong seje sing gawe ukara supaya onya katentreman. (Seri 22:19) Terjemahan: Di sela-sela hatinya sedih dia tersenyum. Tersenyum kepada pengalamannya kok seperti jalannya cerita yang ada di fiksi saja. Setiap ada orang yang menikmati ketenteraman akan ada orang lain yang ingin membuat kata supaya goyah ketenteraman. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha yang selalu optimis juga sering mengalami rasa yang tidak menyenangkan. Tatapi dengan keikhlasan hati dan besarnya rasa positif ia bisa menunjukkan rasa bahagia meskipun dalam keadaan hati yang sebaliknya. i. Merasa yakin bahwa manusia memiliki kemampuan yang hampir tidak bisa diukur Waskitha menyadari bahwa orang yang senang menulis harus diimbangi dengan membaca. Maka dengan begitu wawasannya akan lebih luas. Ia merasa bahwa apa yang diinginkannya belum tercapai, yaitu menjadi pengarang yang berkualitas. Membaca merupakan salah satu usaha untuk menjembatani keinginannya tersebut. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Bokong lagi wae diselehake neng kursi. Majalah Jawa diranggeh, dithinthingi saben rubrik kanggo ngumar ati lan pikirane supaya
208
tambah seserepan. Wong dhemen nulis kudu gelem ngimbangi dhemen maca kanggo nangkarake jiwane supaya luwih jembar wawasane. Merga ambak-ambak mung maca, nyatane ora saben pawongan gelem ngulinakake. Aja maneh wong salumrahe, lha wong kanca-kanca guru neng sekolahan wae arang tinemu sing gelem ngasah uteg mbukaki buku. Racake sing diutheg-utheg ya gur buku bidhange, ora tau nyenggol buku-buku penunjang kanggo njembarake wawasane. (Seri 1:20) Terjemahan: Pantat baru saja diletakkan di kursi. Majalah Jawa diambil, dilihat setiap rubrik untuk mengumbar hati dan pikirannya supaya tambah wawasan. Orang senang menulis harus mau mengimbangi senang membaca untuk menangkar jiwanya supaya lebih luas wawasannya. Karena sedikit-sedikit hanya membaca, nyatanya tidak setiap orang mau membiasakan. Jangankan orang pada umumnya, lha teman-teman guru di sekolah saja jarang dijumpai yang menyempatkan melatih otak membuka buku. Rata-rata yang dibuka-buka ya hanya buku bidangnya, tidak pernah menyentuh buku-buku penunjang untuk memperluas wawasannya. Wirasthi meminta Waskitha untuk menjelaskan pengalamannya sebagai pengarang kepada mahasiswa semester dua. Waskitha merasa bahwa ia belum pantas menceritakan pengalaman tersebut kepada mahasiswa, karena ia sendiri menyadari kepengarangannya belum pantas untuk diceritakan, dan ia merasa kepengarangannya belum matang. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha manggut-manggut. Ujare Wirasthi dirasa ora guyon nanging serius. Dheweke ya nanggapi kanthi serius amarga ngrumangsani menawa anggone nulis ing jagad Jawa nganti seprene kuwi durung pantes lamun kudu mbabarake pengalamane marang mahasiswa, dirasa kok kedhuwuren. Menawa marang bocah SMP apadene SMA ngono isih tinemu nalar. (Seri 21:20) Terjemahan: Waskitha mengangguk-angguk. Perkataan Wirasthi dirasa tidak bercanda tetapi serius. Ia juga menanggapi dengan serius karena merasa kalau kepengarangannya di jagad Jawa sampai sekarang belum pantas jika harus menceritakan pengalamannya kepada mahasiswa, dirasa kok terlalu tinggi. Kalau kepada anak SMP atau SMA masih bisa dinalar.
209
Waskitha sadar bahwa ia harus meneruskan kuliahnya yang pernah selang. Ia sadar keinginannya untuk menjadi sarjana belum terpenuhi. Maka Waskitha berusaha untuk menyelesaikan kuliahnya di tengah masalah keluarganya belum terpecahkan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Dheweke isih ngadeg kaya tugu nguntabke Honda Jazz sing wis nleser ninggalake papane nganti wekasane ilang diuntal tikungan dalan. Bali neng omah, ngenam pikir. Agahan jumangkah menyang pernahe tumpukan buku kuliyah sing wis ora nggenah rupane. Siji mbaka siji dijlimeti kanggo ngyakinake atine. Ah... atine ora kena ringkih. Saben menungsa mesthi ngadhepi pacoban kanggo ngonceki lelakone. Mitra-mitrane sing padha nekat kuliyah nyatane ya isa rampung nadyan kudu nggadhekake SK-ne apa njerokake utang koperasi. Kabeh mung gumantung tekat. Saiki wis padha methik asile. Sedheng dheweke isih kemampul ketinggalan jaman. (Seri 18:19) Terjemahan: Ia masih berdiri seperti patung mengantarkan Honda Jazz yang sudah berjalan meninggalkan tempatnya hingga akhirnya menghilang di tikungan jalan. Kembali ke rumah, merancang pikiran. Segera melangkah ke tumpukan buku kuliah yang sudah tidak jelas wujudnya. Satu demi satu diteliti untuk meyakinkan hatinya. Ah... hatinya tidak boleh lemah. Setiap manusia pasti menghadapi cobaan untuk menjalani prosesnya. Mitra-mitranya yang nekat kuliah nyatanya juga bisa selesai meski harus menggadaikan SK-mereka atau memperdalam hutang koperasi. Semua hanya tergantung tekat. Sekarang sudah sama-sama memetik hasilnya. Sedang ia masih mengapung ketinggalan jaman. Waskitha
memiliki
keinginan untuk menjadi
pengarang yang
berkualitas. Jika malam sudah sepi, ia memulai menulis untuk mengungkapkan isi angan-angannya. Keinginannya yang terbilang besar itu belum
terwujud,
maka
ia
berusaha
semaksimal
mungkin
untuk
mewujudkannya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Menawa kahanan wengi wis sepi, Waskitha wiwit ngronce tembung ngenam crita ngundha gagasan. Swarane kodhok lan jangkrik ing sela-selane angin semribit nambahi rasa kanggo ngracik tembung. Nadyan urip lan kelairan desa, Waskitha duwe gegayuhan kepengin
210
dadi pengarang sing gamben, utamane pengarang ing jagad sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa isih langka. Crita-crita ing majalah Jawa sing nyerat racake panggah. Menawa thukul tulisan pengarang anyar ya mung saklebate wae, bar kuwi wis ora katon irunge. (Seri 2:42) Terjemahan: Kalau keadaan malam sudah sepi, Waskitha mulai merakit kata merangkai cerita mengumbar angan. Suara katak dan jangkrik di selasela angin berdesir menambah rasa untuk meracik kata. Meskipun hidup dan lahir di desa, Waskitha memiliki cita-cita ingin menjadi pengarang yang mumpuni, utamanya pengarang di dunia sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa masih langka. Cerita-cerita di majalah Jawa yang menulis rata-rata tetap. Kalau muncul tulisan pengarang baru hanya sekilas saja, setelah itu tidak kelihatan batang hidungnya. Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut maka Waskitha mempunyai keyakinan yang sangat kuat karena apa yang terbaik dari dirinya dan keinginannya belum tercapai. j. Suka bertukar berita baik Waskitha bertemu dengan Lasmini, mereka kemudian bercakap-cakap. Dalam perbincangan tersebut, Waskitha dan Lasmini menyinggung dunia pendidikan karena mereka berdua sama-sama berprofesi sebagai guru. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Jeneng pakaryan ora ana bedane, waton tumemen bakal tinemu”, wangsulane Waskitha karo bali nyawang pernahe langit jingga. Kadhang kala wong loro kuwi pandeng-pandengan karo mesem kelingan jaman cilikane biyen. Waskitha luwih tuwa telung taun tinimbang Lasmini. Watake cugetan, gampang muring yen ketonyok tembung. Mula arang ana jaka wani nggojegi. Apamaneh jejere anak kamituwa, klebu pinisepuh lan sesepuh sing pantes diajeni. (Seri 2:20) Terjemahan: “Namanya pekerjaan tidak ada bedanya, asalkan telaten akan berhasil”, jawaban Waskitha sambil kembali memandang langit jingga. Kadang kala kedua orang tersebut saling memandang sambil tersenyum teringat waktu kecil dahulu. Waskitha lebih tua tiga tahun daripada Lasmini. Wataknya pemarah, mudah memaki kalau slah paham. Maka jarang ada jejaka berani menggoda. Apalagi anak kamituwa, termasuk pinisepuh dan sesepuh yang pantas disegani.
211
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha suka bertukar berita baik. Ia berpendapat bahwa berbicara dengan orang lain membawa pengaruh besar terhadap suasana hati. Orang yang suka bertukar pendapat akan menimbulkan tingkat optimisme yang tinggi. k. Membina cinta dalam kehidupan Waskitha merupakan suami yang bertanggung jawab. Ketika ia konsentrasi penuh menulis, istrinya merangkul. Waskitha tanggap dengan keinginan istrinya yang butuh perhatian. Ia kemudian merangkul istrinya dengan penuh kasih sayang. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha durung aweh wangsulan. Driji alus epek-epek kuwi nggegem kenceng ing epek-epeke tengen. Sepisan meneh praupane sisihane katon ayu lan alus prebawane kuwi disawang ora entekentek. Esem kuwi dudu esem kang ampang, dudu esem sepa, nanging esem kang butuh kawigaten. Dheweke agahan nimbangi eseme. Ngrangkul keked sisihane. Nedhenge ngenthire gangsir saya banter, keprungu cetha. (Seri 15:48) Terjemahan: Waskitha belum memberi jawaban. Jemari halus itu menggenggam erat di telapak tangannya. Sekali lagi wajah istrinya yang terlihat cantik dan halus perangainya itu dipandang tanpa henti. Senyum itu bukan senyum yang enteng, tetapi senyum yang butuh perhatian. Ia segera mengimbangi senyumnya. Merangkul erat istrinya. Ketika suara jangkrik semakin keras, terdengar jelas. Waskitha kagum kepada Pak Gender. Meskipun pekerjaan Pak Gender sehari-hari hanyalah pengamen namun memiliki kelebihan di bidang sastra Jawa. Hari itu Pak Gender datang ke tempat kerja Waskitha dan memberikan selembar surat yang bertuliskan huruf Jawa. Waskitha kagum dan penasaran kepada Pak Gender. Hal itu nampak pada kutipan berikut: Ora mung babagan tulisan wae sing digumuni dening Waskitha, nanging uga surasane layang sing ora kaya undangan ing padatane wae, nanging ukarane sinanggit ing tembang Asmarandana sapada.
212
Tembunge runtut netepi pathokane sekar Macapat wiwit saka guru lagu, guru wilangan lan guru gatrane. (Seri 15:20) Terjemahan: Tidak hanya masalah tulisan saja yang diherani oleh Waskitha, tetapi juga isi surat yang tidak seperti undangan pada biasanya saja, tetapi kalimatnya tersusun di tembang Asmarandana satu bait. Tembangnya runtut memenuhi aturan tembang Macapat mulai dari rima, suku kata, dan jumlah barisnya. Individu memperhatikan orang-orang yang berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal dari orang lain. Karto Leging bermaksud menggadaikan kulkasnya kepada Waskitha karena ia membutuhkan uang untuk menebus cucunya di rumah sakit. Waskitha sebenarnya membutuhkan uang tersebut, tetapi ia tidak tega dengan keluhan Karto Leging, lalu ia menerima maksud Karto Leging. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha mung isa unjal ambegan dawa. Dhuwit rong yuta kuwi mau sing njupuk koperasi sekolahan. Angkahe arep nggo tuku komputer. Nanging dheweke ora mentala disambati pawongan sing tau labuh labet tanpa nodhi ukure bandha. (Seri 3:45) Terjemahan: Waskitha hanya bisa menghela napas panjang. Uang dua juta itu tadi yang mengambil koperasi sekolah. Rencananya untuk membeli komputer. Tetapi ia tidak tega dimintai pertolongan oleh orang yang sering membantu tanpa mengharap besarnya upah.
213
Dalam hal ini Waskitha mempunyai perhatian kepada orang-orang yang berada dalam kesulitan, dan Waskitha mengagumi sosok Karto Leging yang tidak pernah mengeluh. Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha memiliki kepedulian dan rasa cinta kasih terhadap sesama. Ia menunjukkan rasa kepedulian yang besar terhadap orang-orang yang berada dalam kesulitan. l. Menerima apa yang tidak bisa diubah Setelah bertemu dengan Winarto, Waskitha semakin sadar jika ijasah sarjana harus segera didapat. Perubahan jaman yang semakin maju menimbulkan perubuhan juga pada semua bidang tanpa kecuali dunia pendidikan. Ia menerima peraturan yang tidak bisa diubah sehubungan dengan kualifikasi ijasah seorang pendidik. Mau tidak mau ia harus segera meneruskan kuliah sarjana. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Dheweke lungguh ijen neng latar. Awak diglethakke sandhuwure tlasah watu rasane kaya dipijeti. Disawang antarane lintang lan rembulan silih gumanti karo nyoba ngonceki tembung-tembunge Winarto kang ngemu surasa jero. Sepisan sing kemliwer ing pikirane babagan kuliyah. Wis wancine guru SMP kudu sarjana. Aja maneh guru SMP, sedhenge guru SD wae padha nyengkut anggone golek ijasah D2, lan padha ora gelem ketinggalan paraga-paraga pendhidhikan kuwi kepengin nganthongi ijasah sarjana. Jamane pancen wis seje. Jaman ndhisik ijasah isih gedhe ajine, ngalor ngidul nduweni aji kena kanggo golek gaweyan. Nanging jaman saiki bareng saya maju, ijasah SMA mung mujudake ijasah pendhidhikan dhasar kang kudu diterusake menyang pawiyatan luhur. (Seri 4:43) Terjemahan: Ia duduk sendirian di halaman. Badan diletakkan di atas batu rasanya seperti dipijat. Dilihat anatara bintang dan bulan silih berganti sambil mencoba mengartikan kata-kata Winarto yang mengandung makna dalam. Pertama yang terlintas di pikirannya adalah kuliah. Sudah saatnya guru SMP harus sarjana. Jangankan guru SMP, sedang guru SD saja sama-sama nekat mencari ijasah D2, dan tidak mau
214
ketinggalan peraga-peraga pendidikan tersebut ingin mengantongi ijasah sarjana. Jamannya memang sudah berbeda. Jaman dahulu ijasah masih besar harganya, kemana-mana mempunyai senjata untuk mencari pekerjaan. Tetapi jaman sekarang yang semakin maju, ijasah SMA hanya merupakan ijasah pendidikan dasar yang harus diteruskan ke perguruan tinggi. Berita tentang kedua putra Pakdhe Wirya yang terkena PHK telah didengar Waskitha. Jika putra Pakdhe Wirya tersebut tidak mendapat pekerjaan, rencananya hendak kembali ke desa. Padahal, rumah yang ditempati Waskitha merupakan jatah putra Pakdhe Wirya yang sewaktuwaktu bisa diminta kembali. Ia tidak bisa mengubah keputusan Pakdhe Wirya jika kedua putranya pulang ke desa dan meminta kembali rumah yang ia tempati. Memang pada dasarnya putra Pakdhe Wirya yang lebih berhak menempati rumah tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut: Wewayangan kuwi ngreridhu ati, nanging ana sing luwih nggandholi jroning uripe yaiku babagan papan. Nadyan wis duwe anak bojo, uripe disawang mapan merga duwe gaji anggone dadi pegawe negeri, ning nyatane nganti saiki dheweke durung duwe omah sing gumathok. Nganti dina iki omah sing dinggoni duweke pakdhene. Mesthine omah kuwi klebu baku kanggo ngeyub saben ndinane, apa meneh tumrape wong wis anak bojo, sing ateges butuh papan lan kapitayan kanggo mecaki uripe supaya gemana lan mandhiri ora nggantungake marang wong tuwa apa dene mara tuwa. (Seri 4:43) Terjemahan: Bayangan itu mengganggu hati, tetapi ada yang lebih mengganggu dalam hidupnya yaitu masalah papan. Meskipun sudah mempunyai anak istri, hidupnya terlihat mapan karena mempunyai gaji pegawai negeri, tetapi nyatanya sampai sekarang ia belum mempunyai rumah yang pasti. Hingga hari ini rumah yang ditempati milik Pakdhenya. Pastinya rumah itu penting untuk berteduh setiap harinya, apalagi bagi orang yang sudah beranak istri, yang berarti membutuhkan papan dan kepercayaan untuk menjalani hidup supaya lebih tenang dan mandiri tidak bergantung pada orang tua maupun mertua.
215
Berdasarkan kutipan tersebut maka Waskitha harus lebih cepat bertindak untuk menyesuaikan dengan keputusan yang telah disepakati. Rasa lapang dada yang dirasakan Waskitha terjadi ketika Joko Luwak datang mengembalikan uang. Waskitha tidak emosi atau marah dengan sikap Joko Luwak yang kurang sopan, karena Waskitha sendiri tahu watak dan karakter Joko Luwak. Oleh karena itu ia memilih mengalah. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha ora enggal nampani dhuwit sing diulungake. Ning sajake Joko Luwak selak ora sabar, agahan lembaran rong puluhan ewon kuwi diuncalake karo lambene pecuca-pecucu mambu arak mak slenthing. Saumpama ora ngelingi minangka guru ngono mesthi raine wis mbrabak lan ngajeni marang ajining dhiri. Upama tandhing gelut ijen padha ijen ora wedi. Atine lumuh. Ngadhepi kahanan kudu jembar ing pangrasa. Sing waras ya isa ngalah. Nanging sawijine dina yen sabare wis ora dikendhaleni arep kepriye maneh. Jenenge wae menungsa, nadyan sabar lan jembar ing ati kabeh winates. (Seri 12:50) Terjemahan: Waskitha tidak segera menerima uang yang diulurkan. Tetapi sepertinya Joko Luwak tidak sabar, uang dua puluhan ribu segera dilemparkan sambil mulutnya digerak-gerakkan beraroma minuman keras. Seandainya tidak mengingat sebagai guru pasti wajahnya memerah dan menghargai diri sendiri. Upama tanding duel satu lawan satu tidak takut. Hatinya disabarkan. Menghadapi keadaan harus berbesar hati. Yang waras ya bisa mengalah. Tetapi suatu hari jika kesabarannya sudah tidak bisa dikendalikan akan bagaimana lagi. Namanya juga manusia, meskipun sabar dan tabah semua terbatas. Kutipan tersebut menunjukkan kebesaran hati Waskitha di saat menjumpai karakter lain yang bisa memicu konflik. Berdasarkan ciri-ciri optimisme dan kutipan-kutipan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha menunjukkan sikap dan melakukan tindakan atas dasar ciri-ciri optimisme menurut Ginnis yakni jarang terkejut oleh kesulitan, mencari pemecahan sebagian, merasa yakin
216
bahwa
individu
mempunyai
pengendalian
atas
masa
depannya,
memungkinkan terjadinya pembaruan secara teratur, menghentikan pemikiran yang negatif, meningkatkan kemampuan apresiasi, menggunakan imajinasi untuk melatih sukses, selalu gembira bahkan ketika tidak merasa bahagia, merasa yakin bahwa manusia memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk diukur, suka bertukar berita baik, membina cinta dalam kehidupan, dan menerima apa yang tidak bisa diubah. 2. Aspek-Aspek Optimisme Tokoh Utama Optimis atau tidaknya seseorang dapat ditinjau dari gaya penjelasan yang ditunjukkan. Gaya penjelasan tersebut tidak hanay sekedar perkataan seseorang ketika mengalami kegagalan, tetapi juga dipengaruhi kebiasaan berpikir yang dipelajari sejak masa muda. Gaya penjelasan (explanatory style) terdiri dari tiga aspek, yaitu permanensi, pervasivitas, dan personalisasi. Selanjutnya aspek-aspek optimisme yang terdapat pada tokoh utama cerbung Ngonceki Impen karya Sri Sugiyanto akan diuraikan sebagai berikut. a. Permanensi Mendapat honor dari setiap karya yang dimuat adalah kebanggaan bagi Waskitha. Waskitha menemui sesuatu yang menyenangkan. Ia melihat dan memandang peristiwa yang menyenangkan tersebut bersifat permanen atau tetap. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Honor kang ditampa saka penerbit majalah nadyan ora gedhe nanging mirunggan ajine. Saben cerkak apadene geguritane dipacak atine krasa bungah, nadyan honor sethithik nanging kena dijagakake nggo nambahi ekonomine. (Seri 2:42)
217
Terjemahan: Honor yang diterima dari penerbit majalah meskipun tidak besar tetapi sangat berharga. Setiap cerpen atau puisi dimuat hatinya merasa senang, meskipun honor sedikit tetapi bisa dijagakan untuk menambah ekonominya. Waskitha memandang konflik dalam rumah tangganya adalah hal wajar. Godaan tersebut selalu muncul mengikuti proses hidup untuk meraih cita-cita. Waskitha melihat dan memandang bahwa peristiwa yang tidak menyenangkan ini bersifat temporer, dan ia menanggapinya juga secara temporer. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Waskitha mung unjal ambegan landhung wae. Atine panggah disabarake. Godhane wong omah-omah pancen werna-werna. Apa meneh yen wis mapan mandhiri, godha kuwi mesthi bakal ngetutke laku ngreridhu gegayuhan. Dheweke nyelehke bokonge, ora nggagas sisihane wis semparet mlebu kamar. (Seri 18:43) Terjemahan: Waskitha hanya menghela napas panjang saja. Hatinya tetap disabarkan. Godaan orang berumah tangga memang bermacammacam. Apalagi kalau sudah berani mandiri, godaan itu pasti akan mengikuti proses menggoda keinginan. Ia menaruh pantatnya, tidak memperdulikan istrinya yang langsung masuk kamar. Keinginan untuk membangun rumah semakin besar. Namun ia tidak tergesa-gesa mewujudkan keinginannya tersebut. Waskitha memandang masalah tersebut secara temporer, dan tidak permanen. Ada cara dan waktui lain untuk mewujudkannya, selain membesarkan hutang. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Anggone mikir ora kena grusa-grusu. Nadyan atine saben ndina wis kinepung dumelinge pengin duwe omah, nanging kudu permati aja nganti mlakune keponthalan lan dadi memala sing angel tambane. Isa wae kabeh dilakoni kaya kanca-kancane sing kulina nekad tanpa
218
mikir tembe mburine. Dupeh ana undhak-undhakan gaji terus semrinthil lan kemrangga ngejokake utangan. (Seri 7:50) Terjemahan: Pikirannya tidak boleh tergesa-gesa. Meskipun setiap hari hatinya sudah dirasuki keinginan untuk membangun rumah, tetapi harus teliti jangan sampai langkahnya kesulitan dan menjadi luka yang sulit obatnya. Bisa saja semua dilakukan seperti teman-temannya yang biasa nekat tanpa memikirkan selanjutnya. Karena ada kenaikan gaji lalu percaya mengajukan hutang. Wening menceritakan pengalaman adik perempuannya kepada Waskitha. Adik Wening ditipu oleh kenalan barunya. Waskitha menanggapi dan memandang masalah yang menimpa adik Wening itu adalah peristiwa yang tidak menyenangkan dan bersifat temporer. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: “Ah kadhangkala jroning srawung iku ati jujur lan tulus durung mesthi entuk piwales kang murwat. Merga donya kuwi kaya dene sandiwara,” panggresahe Waskitha. (Seri 20:20) Terjemahan: “Ah, kadang-kadang dalam bergaul itu hati jujur dan tulus belum pasti mendapat balasan yang berharga. Karena dunia itu ibarat sandiwara,” keluh Waskitha. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha melihat dan memandang sebuah peristiwa yang tidak menyenangkan secara temporer, dan peristiwa yang menyenangkan bersifat permanen.
219
b. Pervasivitas Pervasivitas adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang lingkup. Orang yang pesimis mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan secara universal, sedangkan orang optimis memandang secara spesifik. Orang optimis menghadapi peristiwa yang menyenangkan secara universal, dan orang optimis memandang karena faktor-faktor tertentu. Setiap hari menjumpai Kunthi yang sikapnya berubah, Waskitha tidak terkejut. Ia menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut secara spesifik, yakni Kunthi sedang terkena godaan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Atine Waskitha wengi kuwi satemene wis krasa disepelekake dening sisihane. Nanging dheweke nyoba sabar. Nyoba ngedhem kembronjale ati sing terus nyrondhol neng njero dhadha. Kunthi lagi kengguh ing panggodha. Menawa anggone ngadhepi kanthi ati murka bakal nuwuhake brahala ing bale somahe. Jroning ati panggah terus istigfar. (Seri 18:43) Terjemahan: Hati Waskitha malam itu sebenarnya sudah terasa diabaikan oleh istrinya. Tetapi dia mencoba sabar. Mencoba mendinginkan mendidihnya hati yang terus menggumpal di dalam dada. Kunthi sedang terkena di godaan. Kalau dihadapi dengan hati murka akan menimbulkan masalah di rumah tangganya. Dalam hati terus istighfar. Waskitha merasa senang mempunyai dosen pembimbing seperti Pak Gunawan yang teliti dan bisa menambah wawasan. Ia melihat secara universal
atau
keseluruhan
dalam
menghadapi
peristiwa
yang
menyenangkan. Waskitha senang karena dengan konsultasi pada Pak Gunawan, pengetahuannya semakin luas. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
220
Pak Gunawan klebu Dosen Basa Jawa sing gemet lan tlesih temenan anggone njlimeti skripsi, prasasat mung kurang sak hurup wae diwenehi cawing, uga panyigege tembung lan sapanunggalane. Atine Waskitha bungah ketemu dhosen Pembimbing kaya Pak Gunawan ngene iki, sing ateges isa nambahi wawasan lan kena kanggo panjurung anggone duwe pawitan penulis jagad Jawa. (Seri 22:20) Terjemahan: Pak Gunawan termasuk Dosen Bahasa Jawa yang sangat tekun dan teliti menyimak skripsi, ibarat hanya kurang satu huruf saja diberi centang, juga tanda akhir kata dan sebagainya. Hati Waskitha senang bertemu dosen Pembimbing seperti Pak Gunawan begini, yang berarti bisa menambah wawasan dan bisa untuk mendukung kepenulisannya di jagad Jawa. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Waskitha mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara spesifik, dan mengungkap pola pikir terhadap peristiwa yang menyenangkan dengan cara universal atau keseluruhan. c. Personalisasi Orang yang optimis memandang masalah yang menekan berasal dari lingkungan (eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan berasal dari dalam dirinya (internal). Sebaliknya, orang pesimis memandang masalah-masalah yang menekan bersumber dan dalam dirinya (internal) dan menganggap keberhasilan sebagai akibat dari situasi diluar dirinya (eksternal). Waskitha sebenarnya merasa sedih karena dibanding-bandingkan dengan lelaki lain oleh Kunthi. Waskitha menganggap peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut tidak berasal dari dirinya, melainkan ada penyebab yang datang dari luar. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
221
Satemene atine Waskitha krasa perih dene jejering wong lanang ditandhing-tandhingake karo wong lanang liya sing dudu sapa-sapa. Kamangka sajrone netepi dadi wong omah-omah dheweke ora tau linggar saka tanggung jawab ngopeni anak bojo. (Seri 18:43) Terjemahan: Sebenarnya hati Waskitha merasa perih notabene sebagai orang lakilaki dibanding-bandingkan dengan lelaki lain yang bukan siapa-siapa. Padahal selama menjalani orang berumah tangga dia tidak pernah lari dari tanggung jawab memperhatikan anak istri. Kutipan di atas kemudian diperkuat lagi dengan kutipan berikut yang menunjukkan faktor penyebab perubahan sikap Kunthi. Waskitha memandang masalah dalam rumah tangganya selain bersumber dari faktor internal (rumah tangganya sendiri) juga berasal dari luar. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung unjal ambegan landhung wae. Atine panggah disabarake. Godhane wong omah-omah pancen werna-werna. Apa meneh yen wis mapan mandhiri, godha kuwi mesthi bakal ngetutke laku ngreridhu gegayuhan. Dheweke nyelehke bokonge, ora nggagas sisihane wis semparet mlebu kamar. (Seri 18:43) Terjemahan: Waskitha hanya menghela napas panjang saja. Hatinya tetap disabarkan. Godaan orang berumah tangga memang bermacammacam. Apalagi kalau sudah berani mandiri, godaan itu pasti akan mengikuti proses menggoda keinginan. Ia menaruh pantatnya, tidak memperdulikan istrinya yang langsung masuk kamar. Mendengar sambutan Sulijah yang ramah, rasa kecewa Waskitha berganti menjadi rasa senang. Waskitha memandang peristiwa yang
222
menyenangkan dengan kesenangan pada dirinya tersebut berasal dari diri sendiri. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut: Waskitha mung mesem tipis. Ing pojok atine ana rasa sethithik rasa mongkog krungu tembunge Sulijah, nadyan tembung kuwi yen dirasakake karepe ya mung nggedebus alias rayuan gombal ben sing teka kono kene diblengket kanggo ngregengake. Nadyan kaya ngono ning sethithik wis kena kanggo tambah atine sing wektu kuwi isih krasa gela. (Seri 12:20,49) Terjemahan: Waskitha hanya tersenyum tipis. Di pojok hatinya ada rasa sedikit rasa bangga mendengar kata Sulijah, meskipun perkataan itu kalau dirasakan tujuannya hanya candaan atau rayuan gombal agar yang datang ke situ bisa ditarik untuk meramaikan. Meski begitu tetapi sedikit sudah bisa untuk tambah hatinya yang waktu itu masih terasa kecewa. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Waskitha
memandang masalah
yang menekan
dan
tidak
menyenangkan berasal dari lingkungan (eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan berasal dari dalam dirinya (internal). Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek optimisme seorang individu didasarkan pada gaya penjelasan (explanatory style) yang terdiri dari permanensi, pervasivitas, dan personalisasi. Berdasarkan kutipankutipan di atas maka dapat ditarik kesimpulan gaya penjelasan yang Waskitha dalam menghadapi masalah merupakan gaya penjelasan seorang yang optimis. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Optimisme Tokoh Utama Optimisme seseorang disebabkan oleh empat faktor, yaitu pendidikan, pekerjaan, lingkungan, dan konsep diri. Keoptimisan tokoh utama Waskitha disebabkan oleh keempat faktor tersebut, yang akan diuraikan pada bahasan berikut ini.
223
a. Pendidikan Pendidikan Waskitha dapat dikatakan tinggi, ia merupakan lulusan diploma dua. Meskipun ada peraturan baru bahwa guru sekolah menengah harus memiliki ijasah sarjana ia tidak terkejut. Ia dengan penuh keyakinan melanjutkan kuliah ke jenjang sarjana, meskipun keadaan ekonominya belum mapan dan kebutuhan sehari-hari kadang belum tercukupi. Waskitha tetap optimis, dan yakin jika dirinya memiliki potensi yang harus dikembangkan terus menerus dan mampu mengatasi masalah yang terus bermunculan. Berdasarkan uraian tersebut maka lingkungan pendidikan mampu mempengaruhi tingkat optimis seorang individu. Waskitha merupakan sosok yang berpendidikan dan memiliki wawasan yang luas. b. Pekerjaan Ditinjau dari pekerjaan, Waskitha merupakan guru Bahasa Jawa di sekolah menengah. Waskitha berinteraksi dengan teman sesama pengajar dan para siswa di tempat kerja. Waskitha selalu berkomunikasi dengan teman satu profesi di tempat kerjanya, maka dari pengamatan dan menengok pengalaman teman-teman kerja ia belajar dan memperbaiki diri untuk berubah ke arah yang lebih baik. Waskitha tidak pernah mengeluh dengan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan. Ia selalu menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja dan tidak pernah lupa pada tanggung jawabnya sebagai pengajar. Selain berprofesi sebagai guru, Waskitha memiliki keahlian di bidang sastra dan seni. Semasa muda Waskitha mahir menari, hingga ia berkenalan
224
dengan Kunthi teman sesama penari yang juga kursus di tempat Eyang Wira.
Tidak
hanya
itu,
di
bangku
kuliahpun
Waskitha
masih
mengembangkan bakat tari yang ia miliki. Wirasthi merupakan duet menari Waskitha semasa menempuh kuliah diploma dua. Dalam dunia kesastraan, Waskitha merupakan seorang pengarang. Ia sering mengarang, menciptakan karya-karyanya dan selanjutnya dikirim ke media untuk dimuat. Kepengarangan Waskitha dimulai ketika ia ikut Eyang Wira sejak SMA. Waskitha mempunyai keinginan untuk menjadi pengarang yang berkualitas, terutama dalam dunia kesastraan Jawa. Karena giat mengarang, Waskitha sering mendapat undangan yang berkaitan dengan seni, sastra, maupun budaya Jawa. Oleh karena itu, ia berusaha untuk selalu mencari nasihat dan sumber referensi kepada rekanrekan di dunia sastra, selain kepada Eyang Wira. Usaha Waskitha untuk menjadi pengarang yang produktif tidak sia-sia. Berkat bantuan Wirasthi dan Eyang Wira banyak cerita bersambung dan cerita pendek yang dikarang oleh Waskitha telah dibukukan. Berdasarkan uraian tersebut maka pekerjaan juga tidak kalah penting sebagai penyebab optimisme seseorang. Pekerjaan tetap Waskitha yaitu sebagai pengajar, namun ia juga mempunyai rutinitas dan kegiatan selain mengajar, yaitu mengarang. Sehingga pribadi yang memanfaatkan waktu dengan baik untuk lebih produktif dalam bekerja akan berpengaruh pada keyakinan dan keoptimisan yang tinggi.
225
c. Lingkungan Sejak SMA Waskitha diberi kesempatan membantu usaha Pakdhe Wirya. Karena ikut Pakdhe Wirya, maka tidak heran kalau Waskitha juga dekat dengan putra-putri Pakdhe Wirya terutama Suryani. Waskitha merupakan anak pertama dari tiga saudara. Adik bungsu Waskitha mempunyai pola pikir yang belum matang meskipun usianya sudah produktif, dan ingin mewarisi rumah orang tuanya. Oleh karena itu, Waskitha timbul rasa tanggung jawab dan mengalah pada adiknya. Waskitha sering meminta nasihat kepada Eyang Wira dalam hal akademik dan dunia kesastraan. Eyang Wira merupakan pensiunan Kepala Dinas Kebudayaan. Karena sering berkunjung ke rumah Eyang Wira, keinginan Waskitha untuk memulai mengarang tumbuh. Maka, kepengarangan Waskitha juga disebabkan oleh Eyang Wira, seorang yang mahir merangkai kata dan memiliki kelebihan pada sastra budaya Jawa. Meskipun tinggal di desa, tidak menghambat keinginan Waskitha untuk menjadi pengarang yang produktif dan berkualitas. Sikap dan pola pikir inilah yang akan menuntun Waskitha menggapai cita-citanya. Semakin lama menggeluti dunia kepengarangan membuat Waskitha mengenal para pengarang lainnya. Pada mulanya Waskitha menggunakan nama pena, tetapi karena ingin dikenal secara mudah oleh rekan-rekan pengarang ia menggunakan nama asli. Kepedulian Waskitha terhadap perkembangan sastra Jawa sangat besar, sehingga hal itu mendorongnya untuk selalu aktif dalam kegiatan yang berhubungan dengan sastra. Ketika diminta bantuan oleh Parno dalam acara lomba membaca geguritan yang
226
diselenggarakan oleh Forum Sastra, maka dengan senang hati Waskitha menyetujuinya. Berdasarkan uraian di atas maka lingkungan Waskitha adalah lingkungan para pendidik dan lingkungan sastra. Lingkungan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan Waskitha untuk melatih dan terus mengembangkan keterampilan diri agar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan terus berusaha meningkatkan keterampilan yang dimiliki. d. Konsep diri Waskitha memiliki pandangan positif tentang dirinya dan memiliki potensi yang harus terus dikembangkan. Waskitha memiliki prinsip dan pendirian yang kuat. Ketika menjumpai teman-temannya berpindah ke sastra Indonesia, Waskitha tetap menekuni sastra Jawa. Ia berpandangan positif bahwa menekuni dunia sastra tidak terfokus pada materi saja, tetapi lebih pada kecintaan dan ketekunan untuk terus turut melestarikan apa yang ia kagumi. Peraturan ijasah sarjana bagi pendidik dan rumah Pakdhe Wirya ayang akan diminta kembali merupakan tantangan yang tidak terduga bagi Waskitha. Dalam keadaan yang serba terbatas ia harus menempuh kuliah sarjana. Karena kegigihannya dan semangat yang tidak pernah putus ia dapat mencukupi kebutuhan keluarganya dan kuliahnya lancar. Waskitha giat mengarang dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pembawa acara di tempat orang yang mempunyai hajatan. Ia yakin bahwa manusia tidak akan kesulitan mencari pekerjaan asal mau berusaha. Pak Sukra datang menawarkan kerja sama namun ditolak secara sopan oleh Waskitha karena
227
ia tidak ingin menjalani usaha yang penuh resiko dan masalah yang rumit. Ia tidak tergesa-gesa menerima tawaran tersebut meskipun sedang dalam keadaan mendadak yaitu membutuhkan dana. Kuliah Waskitha hampir selesai, namun ia harus membangun rumah, sehingga kuliahnya diputus karena keterbatasan dana. Keputusan tersebut tidak akan disesali karena pada dasarnya ia yakin akan ada cara lain untuk menyikapi keadaan selanjutnya. Wirasthi sebagai teman sekaligus dosen Waskitha memberikan bantuan dengan mengurus administrasi kuliah Waskitha. Waskitha yang sudah tidak memiliki harapan kuliahnya tuntas seketika bangkit dan terus berusaha untuk segera lulus karena ia mengetahui keinginannya belum terpenuhi. Kehadiran Jumeno membuat Kunthi berubah sikap. Waskitha awalnya tidak menaruh rasa curiga terhadap teman lama Kunthi tersebut. Tetapi karena perubahan sikap Kunthi semakin lama semakin terlihat akhirnya kecurigaan Waskitha muncul juga. Waskitha tidak pernah membalas sikap dingin Kunthi dengan reaksi yang sama. Hingga suatu hari ia difitnah dengan janda Sulijah. Waskitha mengalah dan menyikapi semua dengan lapang dada karena memiliki keyakinan berita yang tidak benar akan reda dengan sendirinya. Waskitha memiliki pengendalian yang besar terhadap dirinya dan terhadap peristiwa yang terjadi. Di tengah persoalan keluarganya tersebut Waskitha tidak putus asa, ia harus menyelesaikan skripsi dan mencari cara untuk mengungkap keadaan yang sebenarnya. Waskitha menyadari bahwa hidup tidak terlepas dari cobaan dan godaan. Dengan pengalaman penguasaan atas dirinya maka semua masalah yang
228
menderanya dapat terselesaikan dan semua keinginannya terwujud, kuliahnya selesai dan kepengarannya diharagai oleh orang lain. Oleh karena itu, Waskitha memiliki konsep diri yang tinggi sehingga ia tidak mudah terombang-ambing oleh situasi serta tidak mudah terseret ke dalam masalah-masalah besar. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan, pekerjaan, lingkungan, dan konsep diri merupakan faktor yang penting dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat optimisme individu. Waskitha sebagai individu yang optimis memiliki konsep diri yang tinggi. Ia memiliki pandangan yang positif tentang dirinya dan melakukan refleksi diri dan akan merefleksi pengalamannya sehingga dapat mengetahui dirinya dan sekitarnya. Tantangan-tantangan yang tidak terduga dihadapi dengan pengalaman penguasaan sehingga memunculkan titik awal perubahan ke dalam optimisme yang berlangsung sepanjang waktu.