31
BAB II PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN
A. Landasan Hukum Hak Milik Sebelum berlakunya UUPA, hukum atas tanah di Indonesia bersifat dualisme, artinya selain diakui berlakunya hukum tanah adat yang bersumber dari hukum adat, diakui pula peraturan mengenai tanah yang didasarkan atas hukum barat. Setelah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, berakhirlah masa dualisme hukum tanah Indonesia menjadi suatu unifikasi hukum tanah. Hak Milik sebagai suatu lembaga hukum dalam hukum tanah telah diatur baik dalam hukum tanah sebelum UUPA, maupun dalam UUPA.52 Namun begitu sangat perlu bagi kita untuk memahami benar Hak Milik yang diatur dalam UUPA. Berbeda dengan hak Eigendom yang dikenal dalam KUHperdata dimana hak tersebut bersifat mutlak seperti disebut pada pasal 570. Sedangkan pada UUPA bahwa hak milik tersebut tidak boleh bertentangan dengan fungsi sosialnya yang berarti didalam hak tersebut terkandung hak dari masyarakat.53 Hak milik atas tanah mempunyai sifat dan ciri-ciri sebagaimana disebutkan pada pasal 20 UUPA ayat :54
52
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), h. 1. 53
A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria (Bandung: Mandar Maju, 2008), h, 137. 54 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), (Jakarta : Djambatan, 2006), h.12.
31
Universitas Sumatera Utara
32
(1) “Hak Turun Temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial). (2) Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Dari ayat 1 pasal 20 UUPA tersebut dapat di uraikan sebagai berikut: Maksud hak turun temurun adalah Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Milik tersebut dapat dilanjutkan oleh warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Maksud hak terkuat adalah Hak Milik atas tanah tersebut lebih kuat jika dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain dan tidak mudah hapus. sedangkan terpenuh adalah Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain.55 1. Subjek Hak Milik Jika berbicara mengenai subjek dari hak milik atas tanah, hal ini diatur dalam Psl 21 UUPA ayat : (1) Hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai Hak Milik. (2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya (PP 38/1963). Selanjutnya dalam ayat 3 dikatakan bahwa bagi Warga Negara Asing yang setelah berlakunya UUPA ini memperoleh Hak Milik karena adanya pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan. Demikian pula Warga Negara
55
Urip Santoso, Op.Cit, h. 90.
Universitas Sumatera Utara
33
Indonesia yang mempunyai hak milik, setelah berlakunya UUPA telah kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun setelah diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Dan apabila telah lewat 1 tahun dari masa tenggang waktu tersebut hak milik atas tanah itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut dengan sendirinya hapus demi hukum, dan tanah tersebut jatuh kepada Negara.56 Sebagai peraturan pelaksana dari ayat (2) pasal 21 UUPA tersebut, berkenaan dengan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, maka dikeluarkan PP Nomor 38/1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah, yaitu Bank-bank yang didirikan oleh Negara (Bank Negara), Koperasi Pertanian, Badan Keagamaan dan Badan Sosial.57 Sedangkan menurut Pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik adalah Bank Pemerintah, Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Dengan demikian bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah, maka dalam waktu 1 tahun harus melepaskan atau mengalihkan Hak Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat,
56 57
Pasal 21 ayat (3) UUPA A.P. Parlindungan, Op.cit, h.142.
Universitas Sumatera Utara
34
ataupun mengalihkan hak tersebut dalam bentuk hak lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu juga dikarenakan Hak Milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh yang memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas bidang tanah Hak Milik. Hak dimaksud dapat berupa Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dengan pengecualian Hak Guna Usaha. Hal ini hampir sama dengan kewenangan Negara sebagai penguasa untuk memberikan tanah kepada warganya,58 Walaupun hak ini tidak mutlak sama
tetapi tetap harus
mempunyai fungsi sosial. 2. Peralihan Hak Milik Sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan Hak Milik tersebut dapat dalam bentuk beralih dan dalam bentuk dialihkan: 1. Beralih artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemilik sebelumnya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Misalnya : meninggalnya pemilik tanah. Dengan demikian hak milik atas tanahnya terpindah atau beralih secara hukum kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syaratsyarat sebagai subjek hukum.59 2. Dialihkan/pemindahan hak artinya beralihnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum, 58
Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, Hak-Hak Atas Tanah-Seri Hukum Harta Kekayaan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.30. 59 Ibid, h. 91
Universitas Sumatera Utara
35
perbuatan hukum dimaksud adalah : jual beli, tukar, menukar, hibah pemasukan atau pernyertaan ke dalam modal perusahaan (inbreng), lelang, pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan dan Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.60 Berkenaan dengan pemindahan hak milik undang-undang juga telah mengaturnya, bahwa: 1. “Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain dimaksudkan untuk pemindahan hak milik serta pengawasannya diatur oleh peraturan pemerintah”. 61 2. Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung ataupun tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga Negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan pemerintah, termasuk dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung, serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.62 Peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut berkaitan dengan hukum dan ditandai oleh adanya bukti yang dapat berupa akta jual beli, hibah, fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan, dan lain-lain. Untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum pemilikan tanah dan bangunan maka setiap peralihan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang mengatur setiap peralihan 60
Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.Cit. h. 30. Pasal 37 PP No. 24/97. 62 Pasal 26 UUPA 61
Universitas Sumatera Utara
36
hak dan dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk selanjutnya didaftarkan pada instansi yang berwenang yaitu Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh sertifikat hak. Dengan demikian hak atas tanah dan bangunan secara sah ada pada pihak yang memperoleh hak tersebut sehingga dapat dipertahankan terhadap semua pihak.63 3. Terjadinya Hak Milik Hak Milik atas tanah dapat terjadi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUPA melalui cara :64 1. Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hak Adat. Hak Milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah atau pembukaan hutan, atau karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing). 2. Hak Milik atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah. Hak Milik yang terjadi karena adanya penetapan pemerintah terhadap tanah yang pada awalnya dikuasai oleh pemerintah dengan sebelumnya mengajukan permohonan dan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional. 3. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang. Hak Milik atas tanah ini karena adanya ketentuan konversi UUPA mengatur tentang pertanahan, dimana setelah berlakunya UUPA, semua hak atas tanah
63
Marihot Pahala Siahaan,Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan-Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) h. 6. 64 Urip Santoso,Op.cit, h. 94.
Universitas Sumatera Utara
37
harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur oleh UUPA termasuk dalam hal ini mengenai Hak Milik. Berdasarkan Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah :65 1. Tanahnya jatuh kepada Negara: a. Karena pencabutan hak berdasarkan ketentuan Pasal 18, untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur oleh Undang-undang. “Hal ini sebagai pengakuan hak atas tanah sebagai hak pribadi dari warga Negara, karena sebelumnya Negara jugalah yang telah menetapkan hak itu kepada warga pemegang hak atas tanah itu, baik melalui pemberian hak maupun pengakuan hak.”66 b. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. c. Karena diterlantarkan. d. Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. e. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. 2. Tanahnya musnah 65
Supriadi ,Op.cit, h. 67. Muhammad Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah (Bandung: Mandar Maju, 2011), h. 21. 66
Universitas Sumatera Utara
38
Pada dasarnya pemilik tanah berkewajiban menggunakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Namun demikian UUPA mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 UUPA yaitu penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Beberapa bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
“ Milik atas tanah dibebani Hak Guna Bangunan Hak Milik atas tanah dibebani Hak Pakai Hak Sewa untuk Bangunan Hak Gadai (Gadai Tanah) Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil) Hak Menumpang Hak Sewa Tanah Pertanian”67
B. Landasan Hukum Hak Guna Bangunan Pengertian mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) dapat ditemui dalam Pasal 35 ayat (1) UUPA yaitu: “Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.” Kemudian hak ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya. Selain itu juga Hak Guna Bangunan dapat beralih
67
Urip Santoso, Op.cit, h. 97.
Universitas Sumatera Utara
39
dan dialihkan kepada pihak lain.68 Menurut A.P. Parlindungan Right to use dari hak ini adalah mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah bukan milik sendiri.69 1. Subjek Hak Guna Bangunan Subjek dari Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 36 UUPA j.o. pasal 19 PP Nomor 40/1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa yang dapat mempunyai Hak Guna bangunan atas tanah adalah: 1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan
Hukum
yang
didirikan
menurut
hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di Indonesia. Jika subjek Hak Guna Bangunan tersebut tidak lagi memenuhi syarat-syarat tersebut maka dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Jika masa tenggang waktu satu tahun tersebut telah daluwarsa maka hak tersebut dapat hapus demi hukum. Pemberian Hak Guna Bangunan harus didaftar, jika Hak Guna Bangunan yang diberikan berdasarkan suatu keputusan, demikian juga Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Pengelolaan, maka Hak Guna Bangunan Tersebut lahir setelah didaftarkan. Dengan demikian, tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik.
68
Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 35 Ayat (2) dan (3). A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, (Mandar Maju: Bandung, 1991), h.11. 69
Universitas Sumatera Utara
40
2. Jangka Waktu dan Perpanjangan Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang dan diperbaharui. Hak Guna Bangunan di atas tanah negara, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang dan diperbaharui jika memenuhi syarat : 1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik, sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. 2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia. 4. Tanah tersebut masih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan.70 Terhadap Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang dan diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. Selanjutnya perpanjangan atau pembaharuan HGB tersebut dicatat dalam Buku Tanah pada Kantor Pertanahan.71
70
Pasal 26 PP No.40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pengelolaan Atas Tanah. 71 Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Op.cit.h.295.
Universitas Sumatera Utara
41
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang tapi dapat diperbaharui atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.72 3. Terjadinya Hak Guna Bangunan dan Objek Hak Guna Bangunan Terjadinya Hak Guna Bangunan dapat dilihat dalam Pasal 37 UUPA yang menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan (objek Hak Guna Bangunan) adalah : 1. Tanah Negara 2. Tanah Hak Pengelolaan 3. Tanah Hak Milik Maka berdasarkan objeknya Hak Guna Bangunan dapat terjadi : 1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 22 ayat (1) PP 40/1996). 2. Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Pengelolaan terjadi dengan keputusan pemberian hak pejabat yang berwenang yang ditunjuk
72
Sudargo Gautama dan Ellyda Soetiyarto, Komentar Atas Peraturan-peraturan Pelaksana UUPA (1996), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1997), h.28.
Universitas Sumatera Utara
42
berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan (Pasal 22 ayat (2) PP 40/1996). 3. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik terjadi dengan perjanjian oleh pemegang Hak Milik dengan penerima hak dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.73 Adapun Hak Guna Bangunan atas tanah yang diberikan diatas tanah Hak Milik adalah : 1. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Pemberian ini didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 3. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. 4. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. 5. Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.
73
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Jilid I (Jakarta: Djambatan, 2002), h. 17.
Universitas Sumatera Utara
43
Berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, pemegang Hak Guna Bangunan mempunyai hak : 1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu. 2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau keperluan usahanya. 3. Mengalihkan Hak Guna Bangunan tersebut kepada pihak lain melalui suatu perjanjian. 4. Membebani dengan Hak Tanggungan.74 Hak Guna Bangunan ini dapat dijadikan jaminan hutang yaitu dengan dibebani Hak Tanggungan. Right of disposal dari Hak Guna Bangunan adalah sama seperti pada Hak Milik, yaitu dapat sebagai objek jaminan hutang dengan hak tanggungan.75 Ditentukan pula sebagaimana halnya dengan Hak Guna Bangunan, bahwa apabila Hak Guna Bangunan ini telah hapus maka Hak tanggungan juga sebagai suatu hak yang Accesoir turut menjadi hapus. Dengan kata lain hak tersebut hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan.76 Pengertian Hak Tanggungan tersebut adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Hak Tanggungan, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang 74
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 75 A.P.Parlindungan,Loc.cit.h.11. 76 Sudargo Gautama dan Ellyda Soetiyarto,Op.cit.h.30.
Universitas Sumatera Utara
44
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain.77 Prosedur pembebanan Hak Tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah antara lain diatur tentang: 1. Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan. 2. Adanya pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.78 4. Peralihan Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Guna Bangunan ini dapat beralih dengan cara pewarisan, yang harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Bangunan tersebut yang juga dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.79Hak Guna Bangunan juga dapat dialihkan oleh pemegang Hak Guna Bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan. Dengan demikian Hak Guna Bangunan Dapat dialihkan dan dijadikan Jaminan hutang yang dilakukan di depan PPAT dikecamatan mana tanah tersebut terdapat.80
77
Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria (Medan; Pustaka Bangsa Press,2005),h.256. 78 Pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 79 Sudargo Gautama dan Ellyda Soetiyarso, Op.cit, h.31. 80 A.P.Parlindungan,Tanya Jawab Hukum Agraria dan Pertanahan, (Bandung: Mandar Maju,2003), h.33.
Universitas Sumatera Utara
45
Bentuk peralihan Hak Guna Bangunan tersebut dapat terjadi karena adanya perbuatan hukum tertentu yaitu berupa : 1. Jual beli, 2. Tukar menukar, 3. Hibah, 4. Penyertaan dalam modal perusahaan (inbreng), harus dibuktikan dengan suatu akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah. 5. Lelang, harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.81 Peralihan Hak Guna Bangunan tersebut harus didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam Sertifikat dari pemegang Hak Guna Bangunan sebelumnya kepada pihak yang menjadi penerima Hak Guna Bangunan yang baru.82 Dalam peralihan Hak Guna Bangunan ada ketentuan khusus yaitu ketentuan mengenai peralihan Hak Guna Bangunan yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan dimana peralihan tersebut harus dengan adanya persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. Demikian juga peralihan Hak Guna Bangunan atas Hak Milik juga diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.83
81
Sudargo Gautama dan Ellyda Soetiyarto, Loc.cit, h.31 A.P. Parlindungan,Pendaftaran Tanah di Indonesia,(Bandung: Mandar Maju,2009), h.40. 83 Tampil Anshari Siregar, Op.cit. 236-237. 82
Universitas Sumatera Utara
46
5. Hapusnya Hak Guna Bangunan Hapusnya Hak Guna Bangunan berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria j.o. Pasal 35 UU No.40 Tahun 1996 adalah: 1. Jangka waktunya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berahir karena : Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan. a. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau Perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan. b. Keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir. 4. Dicabut haknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Diatasnya. 5. Tanahnya diterlantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara kembali. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Dan hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali kepada penguasaan pemilik Hak Milik tanah tersebut. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena dibatalkan oleh pejabat yang berwenang akan diterbitkan Surat Keputusan yang bersifat konstitutif, yaitu hak atas tanah yang bersangkutan baru hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan yang berfungsi sebagai pembatalan terhadap hak atas tanah dikarenakan tidak dipenuhinya
Universitas Sumatera Utara
47
kewajiban tertentu oleh pemegang hak atas tanah. Sifat konstitutifnya adalah hak atas tanah yang bersangkutan baru hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut. Sedangkan hapusnya Hak Guna Bangunan karena jangka waktunya berakhir, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Guna Bangunan sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut Hak Guna Bangunannya, diterlantarkan, tanahnya musnah dan pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan maka diterbitkan suatu Surat keputusan yang bersifat deklaratoir yaitu surat keputusan yang berfungsi sebagai pernyataan tentang hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan. Surat keputusan ini berlaku untuk hapusnya hak atas tanah yang terjadi karena hukum.84 Atas hapusnya Hak Guna Bangunan tersebut mempunyai konsekuensi bagi bekas pemegang hak guna bangunan tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 37 dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, yaitu : 1. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui lagi, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah hapusnya Hak Guna Bangunan. 2. Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan suatu Keputusan Presiden. 3. Pembongkaran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. 4. Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajibannya maka bangunan dan benda-benda tersebut dibongkar oleh Pemerintah dan biaya pelaksanaannya dibebankan kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan.85
84 85
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Jilid I, Op.cit, h.334. Supriadi, Op.cit, h.117.
Universitas Sumatera Utara
48
Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau tanah atas Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Adapun kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan adalah :86 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayaran ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik, sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus. 5. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. C. Pelaksanaan Perubahan Hak Milik Atas Tanah Menjadi Hak Guna Bangunan Pada Yaspendhar Terjadinya Perubahan Hak milik Menjadi hak guna Bangunan pada Yasphendhar disebabkan karena pada saat itu sertipikat Hak Guna Bangunan No.102/ Jati yang telah terdaftar atas nama Yaspendhar semenjak tahun1976, telah berakhir jangka waktu berlakunya yaitu pada tahun 1996. Maka sehubungan dengan telah berkhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan No. 102/Jati tersebut Yaspendhar kemudian memohonkan hak baru yaitu Hak Milik atas tanah. Sebagaimana termuat dalam surat permohonan Yaspendhar kepada Menteri Negara Agraria Kepala BPN,
86
Pasal 30 UUPA.
Universitas Sumatera Utara
49
surat Nomor: 458/E/Y/1997, tanggal 24 Juni 1997. Namun permohonan tersebut tidak hanya berisikan permohonan hak atas bekas Sertipikat Hak Guna Bangunan No.102/Jati, tetapi juga merupakan permohonan untuk penggabungan Seripikat Hak Milik No. 38/Jati dan tanah Negara yang dikuasai yaspendhar sejak tahun 1967 (dalam hal ini tanah tersebut belum terdaftar atas nama Yaspendhar). Berkaitan dengan tanah Negara yang dikuasai oleh Yaspendhar, menurut A.P. Parlindungan: “Terhadap tanah yang dikuasai dan dipergunakan sendiri atas tanah-tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, maka diartikan disini dikuasai artinya tidak harus ada bangunan diatasnya, Bisa saja tanah kosong tetapi untuk pelataran parkir atau halaman terbuka.”87 Surat permohonan Hak Milik atas tanah tersebut juga dilampirkan dengan surat Rekomendasi atau persetujuan dari Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Surat Nomor: 40906/MPK/1997 tanggal 24 April 1997. Isi dari surat tesebut adalah Mengharapkan dukungan dan Partisipasi dari Menteri Negara Agraria Kepala BPN bagi suksesnya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan Yaspendhar Medan. Permohonan hak milik atas tanah tersebut di dasarkan pada PP No.38/1963 tentang Penunjukan Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Didalam Pasal 1 angka (d)
Peraturan Pemerintah tersebut
menyatakan bahwa
Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial dapat mempunyai Hak Milik atas tanah. 87
A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju,1990), h.20.
Universitas Sumatera Utara
50
Dalam penjelasan Umum PP No.38/1963 Pasal 1 angka (b) menyatakan: Badan-badan keagamaan dan Sosial perlu ditunjuk satu demi satu karena di dalam praktek ternyata sering kali timbul keragu-raguan, apakah suatu badan keagamaan/badan sosial atau bukan. Bahwa badan-badan keagamaan dan sosial dapat ditunjuk sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik dapat disimpulkan pada penjelasan pasal 49 ayat 1 UUPA, sungguhpun hak atas tanah yang tepat bagi badan-badan itu adalah hak pakai sebagai yang ditentukan pula pada pasal 49 ayat 2. Pemilikan tanah oleh badan-badan inipun terbatas pada tanah-tanah yang digunakan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan Sosial. Mengenai tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan lain, badan-badan itu dianggap sebagai badan hukum biasa, artinya tanah-tanah itu tidak dapat dipunyai dengan hak milik, tetapi dengan hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai. Berdasarkan pada PP 38/1963 dan penjelasan umum diatas maka permohonan hak milik atas tanah yang telah diajukan Yaspendhar tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Menteri Negara Agraria Kepala BPN dengan alasan Yayasan tidak dapat mempunyai hak milik. Karena hak milik untuk badan hukum sosial sebagai mana disebutkan pada pasal 1 angka (d) PP No 38/1967, Menteri Negara Agraria harus mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial terlebih dahulu. Dengan kata lain untuk memberikan Hak milik atas tanah kepada Yaspendhar, maka Menteri Negara Agraria harus mendengar (mendapat persetujuan/rekomendasi) Menteri Sosial terlebih dahulu. Pada hakikatnya Yaspendhar adalah badan hukum yang berbentuk yayasan dan bergerak pada bidang pendidikan. Walaupun Yaspendhar bertujuan sosial namun aktifitasnya lebih dititik beratkan bergerak pada bidang pendidikan. Dengan demikian Yaspendhar berada dibawah pengawasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Kepada Menteri Agraria Kepala
Universitas Sumatera Utara
51
BPN tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar dan alasan diberikannya Hak Milik atas tanah kepada Yaspendhar oleh BPN. Kemudian Yaspendhar mengajukan permohonan kembali yang dalam permohonan tersebut mengajukan Hak Pakai Selama Digunakan atas tanah seluas 10.616 m2 (merupakan keseluruhan luas tiga bidang tanah yang akan digabungkan haknya). Diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumut melalui Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Surat permohonan tersebut tertanggal 21 Juli 1997, diajukan oleh Prof. Dr. A.P. Parlindungan, Sarjana Hukum selaku Ketua II/Ketua Harian Yaspendhar, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Yayasan Pendidikan Harapan, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di Medan. Disebabkan karena permohonan tersebut belum mendapat tanggapan dari instansi terkait maka Yaspendhar kembali mengajukan surat Permohonan Hak Milik atau Hak Pakai Selamanya sesuai Surat Yaspendhar Nomor 741/ E/Y/1997 tanggal 10 Oktober 1997. Sehingga terbitlah surat dari Kantor Pertanahan Kotamadya Medan Nomor: 500.1097/10/PKM/98, tanggal 5 Oktober 1998, yang isinya menyatakan sehubungan dengan permohonan Yaspendhar tanggal 21 Juni 1997, permohonan tersebut belum dapat diproses usul pemberian haknya berhubung masih perlu di lengkapi dengan surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2 88 dan fotocopy SPPT PBB tahun 1998 sehubungan dengan berlakunya UU No.21/1997 dan Permeneg Agraria/KBPN No.4/1998.
88
Luas tersebut diperoleh berdasarkan Surat Ukur No.2/Jati/1998.
Universitas Sumatera Utara
52
Untuk melengkapi surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2 kemudian Yaspendhar mengajukan surat permohonan keterangan penguasaan tanah kepada Lurah Jati. Kemudian lurah jati mengeluarkan Surat Keterangan Nomor 593/001, tanggal 12 Mei 2000. Surat keterangan tersebut menyatakan bahwa; 1. Yaspendhar telah menguasai tanah seluas 3.900 m2 2. Tanah tersebut adalah tanah Negara, yang telah dikuasai oleh yaspendhar semenjak tahun 1967. 3. Sampai saat ini tanah tersebut tidak ada silang sengketa dengan pihak jiran tetangga atau pihak lain. Setelah semua data fisik dan data yuridis dilengkapi oleh pemohon barulah kemudian Kantor Pertanahan Kotamadya Medan mengusulkan Permohonan Hak tersebut kepada Kanwil BPN Propinsi Sumut karena luas tanah yang diusulkan hak tersebut diatas luas 10.000 m2 yang dalam hal ini merupakan kewenangan Kanwil BPN SUMUT. Pada dasarnya prosedur perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) angka (a) Keputusan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 16/1997 menyebutkan: Hak Milik kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia atau yang dimenangkan oleh badan hukum Indonesia melalui pelelangan umum, atas permohonan pemegang hak atau pihak yang memperolehnya atau kuasanya diubah menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang jangka waktunya masing-masing 30 (tiga puluh) tahun dan 25 (dua puluh lima) tahun.
Universitas Sumatera Utara
53
Dalam keputusan tersebut juga menyebutkan untuk perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai pemohon tidak dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara.89 Dengan kata lain Hak Milik yang telah dibebaskan atas kepunyaan pemohon sendiri, uang pemasukan bagi pemerintah ditetapkan 0%.90 Kemudian atas permohonan pendaftaran Hak tersebut Kepala Kantor Pertanahan setempat mengeluarkan perintah setor pungutan sesuai ketentuan yang berlaku.91 Prosedur selanjutnya adalah, setelah diterima tanda bukti setor pungutan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar permohonan perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan. Dengan demikian permohonan pendaftaran perubahan hak berlaku sebagai keterangan melepaskan hak atas tanah semula92. Hal itu juga sebagaimana dimaksud Pasal 131 ayat (4) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 antara lain: Apabila pemegang hak melepaskan haknya dalam rangka pembaharuan/perubahan hak maka permohonan dari pemegang hak untuk memperoleh pembaharuan atau perubahan hak tersebut berlaku sebagai surat keterangan melepaskan hak yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya hak. Dari penjelasan pasal tersebut maka dapat diartikan bahwa sebenarnya tidak diperlukan lagi akta pelepasan hak atau pernyataan pelepasan hak dari si pemohon karena permohonan untuk pembaharuan atau perubahan hak tersebut dianggap sebagai keterangan bahwa si pemohon telah melepaskan hak semula. 89
Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 16/1997 Tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai. 90 Pasal 5 ayat (3) huruf (c) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4/1998 Tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara. 91 Pasal 3 ayat (1) Kepmeneg/ Kep BPN No.16/1997. 92 Pasal 3 Kepmeneg Agraria/ KBPN No. 16/1997.
Universitas Sumatera Utara
54
D. Pemberian Hak Atas Tanah Negara Menurut Permeneg Agraria/ Kepala BPN No.9/1999 Namun proses perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar ternyata tidaklah sederhana seperti yang diatur dalam Kepmen Agraria/ Kepala BPN No.16 Tahun 1997 di atas. Karena perubahan hak tersebut didaftarkan bersamaan dengan penggabungan atas 3 bidang tanah dimana letaknya berbatasan namun jenis haknya berbeda. Pada dasarnya Penggabungan Sertipikat tersebut dapat dilakukan atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dimana dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya yang atas nama pemilik yang sama, dapat digabungkan menjadi satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama.93 Walaupun 3 bidang tanah tersebut pemiliknya sama, namun jenis hak atas tanah yang dimohonkan tersebut berbeda, dan dalam hal ini belum ada ketentuan peraturan pelaksananya. Namun demikian karena ketiga bidang tanah tersebut masing-masing setelah habis jangka waktu Hak Guna Bangunan menjadi tanah Negara, dan Hak Milik yang telah dilepaskan haknya menjadi tanah Negara, demikian juga tanah yang belum terdaftar tersebut juga masih berstatus tanah Negara, maka secara lebih rinci Tata cara permohonan perubahan hak tersebut diatur mekanismenya melalui Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 9/1999. tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
93
Pasal 50 PP No.24/1997 tentang Pendaftaran Tanah j.o. Pasal 135 angka (3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No.3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.4/1997.
Universitas Sumatera Utara
55
Pengelolaan. Pasal 1 angka (8) Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa “Pemberian hak atas tanah adalah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak diatas hak pengelolaan.”94 Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa pemberian hak secara umum untuk perubahan hak atas tanah Hak Milik dapat diberikan salah satunya kepada Badan Hukum Indonesia.95 Yaspendhar sebagai Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Nomor: 30, tanggal 30 Mei 1967 yang disyahkan dihadapan Notaris Panusunan Batubara, Sarjana Hukum, Notaris di Medan.96 Sesuai dengan persyaratan untuk menegaskan status Yaspendhar sebagai Badan Hukum maka Akta Pendirian Yaspendhar tersebut didaftarkan pada Panitera Kepala Pengadilan Negeri Kelas I A di Medan tanggal 3 Mei 1984 dengan Nomor; 63/Yay/84. Proses dan tahapan yang dilalui dalam permohonan hak tersebut dapat digambarkan pada skema berikut :
94
Lihat juga Pasal 37 angka (a) UUPA j.o Pasal 22 ayat (1) PP No.40/1996. Pasal 93 Permeneg Agraria/Kepala BPN No.9/1999 96 Jurnal 40 Tahun Yaspendhar, Op.cit, h.3. 95
Universitas Sumatera Utara
56
PROSES PERUBAHAN HAK MILIK DISERTAI DENGAN PENGABUNGAN PADA TANAH YASPENDHAR Permohonan Hak
Sertifikat Hak Milik No. 38/Jati
Kepmeneg Agraria/KBPN No. 16/1997
Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 102/Jati
PMNA No. 9/1999
Tanah Negara
PMNA No. 9/1999
Permohonan Hak Milik, tidak dikabulkan,permohonan hak milik atau atau hak pakai selama digunakan, tidak ditanggapi, permohonan hak milik atau hak pakai selamanya, pemohon diwajibkan melengkapi surat bukti perolehan hak atas tanah Negara seluas 3.900 m2
Kepala Kantor Pertanahan : Memeriksa dan meneliti data fisik dan data yuridis, lalu mencatat formulir isian dan memberikan tanda berkas permohonan, kemudia memberitahukan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon sebesar Rp. 703.450,-
Pemohon melunasi biaya pelayanan pendaftaran tanah
Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan. diterbitkan SK Kanwil BPN Prop. Sumut No. 34-550.222-2001, yang diantaranya: a. Menegaskan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan tersebut menjadi tanah Negara serta mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi Hak Guna Bangunan serta mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. c. Memerintahkan pemohon untuk membayar uang pemasukan kepada kas negara sebesar Rp.324.872.550,-
Pemohon mengajukan permohonan pengurangan biaya pemasukan kepada kas negara pada Menteri Keuangan
Permohonan tidak ditanggapi
Setelah 9 bulan terbitnya SK Kanwil BPN Prop. Sumut No. 34-550.2-22-2001 maka SK tersebut batal dengan sendirinya. sehingga diajukan permohonan ulang, hingga akhirnya tersebitnya SK No. 111-550.2-22-2005
Pemohon membayar biaya yang diwajibkan secara bertahap yaitu PNBP Rp. 324.872.850,- + kurang bayar BPHTB Rp. 13.487.250,- setelah semua kewajiban dipenuhi
Terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 301/Jati tanggal 5-6-2008, tanggal berakhir hak 10-1-2026
Universitas Sumatera Utara
57
Dari skema di atas dapat diuraikan agar lebih jelas lagi bahwa permohonan perubahan hak diajukan secara tertulis97 (contoh: lampiran 25) dan memuat: 1. Keterangan mengenai pemohon: a. Nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaan atau alas haknya berupa sertipikat: 1. Hak milik No.38/Jati; 2. Hak Guna Bangunan Nomor 102 Desa Jati; 3. Surat Pernyataan Yaspendhar No 315/G/Y/2000, tanggal 7 Juni 2000. 4. Surat Keterangan Kepala Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun Nomor: 593/001, tanggal 12 Mei 2000 ; 5. Akta Perikatan Untuk Melakukan Jual Beli, Nomor: 73, tanggal 22 Maret 1993, dibuat dihadapan Djaidir, Sarjana Hukum, Notaris di Medan. 6. Akta Pelepasan Hak, Nomor: 72/PH/Maimun/2001. 3. Letak, batas-batas dan luasnya (sesuai hasil pengukuran kadasteral, yang di uraikan dalam Surat Ukur No.1/Jati/1998 tanggal 13 Januari 1998). 4. Jenis tanah non pertanian 5. Rencana penggunaan tanah : dalam hal ini pemohon mempergunakan tanah tersebut untuk tapak bangunan gedung sekolah, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanahnya. 97
Pasal 94 ayat (1) Permeneg Agraria/ Kepala BPN No. 9/1999
Universitas Sumatera Utara
58
6. Lain-lain : a. Keterangan mengenai jumlah bidang tanah, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki
termasuk
bidang
tanah
yang
dimohon;
(bahwa
pemohon
mengajukan permohonan Hak Pakai Selama Digunakan atas tanah seluas 10.616 + 12.97 m2 (meter persegi), terletak: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Haji Misbah 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Jalan Haji Saman Hudi 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol 4. Sebelah selatan Berbatasan Dengan Gereja HKBP. b. Keterangan lain yang dianggap perlu dan dilampirkan dalam permohonan tersebut berupa: 1. Akta pendirian Yayasan Nomor: 30, dibuat dihadapan Panusunan Batubara, Notaris di Medan. 2. Akte Penyempurnaan Anggaran Dasar Nomor: 36, Notaris Darmansyah Nasution tanggal 16 Oktober 1989. 3. Akte Susunan Pengurus Terakhir Nomor: 45, Notaris Asmah Syarbaini, Sarjana Hukum tanggal 25 September 1996. c. Dalam hal ini tanah yang dimohonkan tersebut tidak dibebani hak tanggungan sehingga tidak perlu surat persetujuan dari pemegang hak tanggungan. Dalam hal hak atas tanah yang dimohon sudah terdaftar, proses selanjutnya Setelah berkas permohonan diterima Kepala Kantor Pertanahan:
Universitas Sumatera Utara
59
1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data fisik dan data yuridis. Termasuk Dokumen yang menyatakan Yaspendhar telah menguasai tanah yang terletak di jalan Imam Bonjol seluas 3.900 m2 sejak tahun 1997 dan tidak ada silang sengketa dengan pihak manapun mengenai tanah tersebut.98 2. Mencatat dalam formulir isian sesuai contoh (lampiran 26) 3. Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai contoh (lampiran 27) 4. Memberitahukan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku99 (Lampiran 28). Setiap pemohon atau penerima penetapan hak dibebani kewajiban antara lain: a. Membayar biaya pelayanan pendaftaran tanah yaitu pelayanan pengukuran dan pemetaan bidang tanah; untuk ini terhadap Yaspendhar telah dipungut biaya sebesar Rp. 703.450,- (tujuh ratus tiga ribu empat ratus lima puluh rupiah) b. Tanda Terima Uang Panitia A No; 667 sebesar Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah). Setelah pemohon membayar biaya tersebut, selanjutnya : (1) Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas permohonan dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pertanahan kota Medan 98
Surat Pernyataan Yaspendar Nomor: 315/G/2000 tanggal 7 Juni 2000 dan Surat Keterangan Kepala Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun Nomor: 593/ 001 tanggal 12 Mei 2000. 99 Pasal 100 Permeneg Agraria/ Kepala BPN No. 9/1999.
Universitas Sumatera Utara
60
mengabulkan Permohonan tersebut sesuai suratnya tanggal 5 Juli 2001, No.550.242/07PKM/2001:100 (2) Setelah berkas permohonan telah cukup untuk mengambil keputusan, Kepala Kantor Pertanahan : a. Menegaskan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan tersebut menjadi tanah Negara serta mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya.101 (lampiran 26) b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi Hak Guna Bangunan atau (lampiran 26) c. Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, harus mencantumkan keputusan pemberian hak secara umum sebagai dasar pemberian haknya; Sebagaimana dituangkan Dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara Nomor: 34-550.2-22-2001 Tentang
Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Nama
Yayasan Pendidikan Harapan Atas Tanah Terletak Di Kota Medan tanggal 22 Agustus 2001, Memutuskan: 1. Menerima
Pelepasan
Hak
yang
dilakukan
dihadapan
Kepala
Kantor Pertanahan Kota Medan, Yang disaksikan oleh Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah, dan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah berdasarkan Surat Pernyataan Penglepasan Hak 100
Sebagaimana disebutkan dalam konsideran huruf d Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumatera Utara Nomor:34-550.2-22-2001 101 Pasal 98 Permen Agraria/ Kepala BPN Nomor 9/1999.
Universitas Sumatera Utara
61
No.72/PH/M.Maimun/2001
Tanggal
3
Maret
2001,
sebagaimana
dimaksud dalam Sertipikat Hak Milik No.38/Jati, seluas 1.297 m2, terdaftar atas nama TAMPAK SEBAYANG, terletak di Jalan Imam Bonjol/ Jalan Haji Misbah, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun (dahulu Medan Baru), kota Medan, Propinsi Sumatera Utara dan menegaskannya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara Serta sertifikat tersebut tidak berlaku lagi sebagai bukti hak yang sah. 2. Menegaskan berakhirnya Hak Guna Bangunan No.102/Jati, terdaftar atas nama YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN, seluas 5.533 m2, terletak di Jalan Imam Bonjol No.35, kelurahan Medan maimun (dahulu medan baru), Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan Sertipikat Hak Guna Bangunan No.102/Jati tersebut tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti yang syah. 3. Memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan untuk menarik asli sertipikat tersebut dalam diktum PERTAMA dan KEDUA
serta
mencoretnya dari buku tanah sertipikat. 4. Memberikan kepada YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN, Badan Hukum Indonesia, berkedudukan di Medan, Hak Guna Bangunan dalam jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun semenjak tanggal pendaftarannya di Kantor Pertanahan Kota Medan, atas sebidang tanah seluas 10.730 m2 ( sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh meter persegi),
Universitas Sumatera Utara
62
terletak di Jalan Imam Bonjol /Jalan haji Misbah/Jalan Samanhudi, Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun, kota Medan, Propinsi Sumatera Utara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Segala akibat, biaya untung dan rugi yang timbul karena pemberian hak ini, maupun dari segala tindakan atas penguasaan tanah yang bersangkutan, menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penerima hak; 2. Bidang tanah tersebut harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta harus dipelihara keberadaannya; 3. Tanah tersebut harus digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan sifat serta tujuan dari hak yang diberikan 4. Penerima hak diwajibkan membayar lunas uang pemasukan kepada Negara melalui Bendahara Khusus/penerimaan Kantor Pertanahan Kota Medan dengan perincian sebagai berikut; a. Untuk tanah seluas 1.297 m2 (seribu dua ratus Sembilan puluh tujuh meter persegi), bekas Hak Milik No. 38/Jati sebesar Rp.0,- (nol rupiah) b. Untuk tanah seluas 9.433 m2 (Sembilan ribu empat ratus tiga puluh tiga meter persegi: 1. Disetor pada Kas Negara sebesar Rp. 129.949.020,- (Seratus dua puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat Sembilan ribu dua puluh rupiah).
Universitas Sumatera Utara
63
2. Disetor
pada
kas
pemerintah
Kota
Medan
sebesar
Rp. 64.974.510,- (enam puluh empat juta Sembilan ratus tujuh puluh empat ribu rupiah). 3. Disetor pada kas pemerintah Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp.129.949,020,- (seratus dua puluh Sembilan juta Sembilan ratus empat puluh Sembilan ribu dua puluh rupiah), 5. Penerima hak terutang BPHTB, dan telah dibayar lunas pada Bank Persepsi di kota Medan, sesuai Surat Setoran BPHTB (SSB) tanggal 22 februari 2001, yang telah diperlihatkan aslinya dan menyerahkan fotocopynya pada Kanwil BPN Propinsi Sumut. 6. Untuk memperoleh tanda bukti hak berupa sertipikat, penerima hak harus terlebih dahulu membayar uang pemasukan kepada negara dan mendaftarkan hak atas tanahnya sebagaimana dipersyaratkan pada diktum ke empat pada butir 4 dan 6 tersebut diatas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 9 (Sembilan) bulan sejak tanggal keputusan ini dengan memperlihatkan asli surat setoran Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan serta menyerahkan fotocopinya kepada Kantor Pertanahan Kotamadya Medan. Berdasarkan pada SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara Nomor: 34-550.2-22-2001 tersebut maka Yaspendhar mengajukan permohonan keringanan pembayaran uang pemasukan kepada Negara sebesar 50 % kepada Menteri Keuangan Negara melalui BPN sebagaimana termuat
Universitas Sumatera Utara
64
dalam surat permohonan Yaspendhar Nomor: 506/G/Y/2001 tanggal 24 September 2001.yang dalam hal ini permohonan tersebut tidak mendapat tanggapan dari menteri terkait. Sehingga Yaspendhar kembali mengajukan surat permohonan kedua Nomor 562/A/Y/2002 tanggal 28 September 2002 dan dalam hal ini juga tidak mendapat tanggapan. Sehingga akhirnya SK Kakanwil BPN Propinsi SUMUT Nomor: 34-550.2-22-2001 tersebut daluarsa. Sesuai Dengan Surat Kakanwil BPN Propinsi Sumut Nomor: 550-977 tanggal 9 Juli 2004 melalui Kakan Pertanahan Kota Medan, menyatakan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan pendaftaran hak atas tanah tersebut tidak dapat diproses lagi karena telah melampaui tenggang waktu sebagaimana ketentuan PMNA/KBPN No.9/1999. Pada Pasal 142 ayat (2) ditegaskan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan kepada Negara diajukan sebelum jangka waktu pembayaran uang pemasukan tersebut berakhir. Dalam hal ini permohonan tersebut dapat diproses ulang kembali sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian setelah lebih dari satu tahun tepatnya pada tanggal 2 Agustus 2005 Permohonan Hak Guna Bangunan
Yaspendhar diproses melalui Surat Kakan
Pertanahan Kota Medan Nomor: 550.2-35 kepada Kanwil BPN Sumut, sehingga terbit SK Kakanwil BPN Propinsi SUMUT No. 111-550.2-22-2005 tanggal 8 Desember 2005. Dalam hal ini isi Keputusan tersebut berisikan kewajiban dan perintah yang sama kepada Yaspendhar.
Universitas Sumatera Utara
65
Dalam hal ini terdapat kurang bayar atas BPHTB yang diakibatkan adanya penambahan luasan atas tanah Negara yang terjadi karena kesalahan ukur oleh Panitia A. Setelah itu Yaspendhar melunasi uang pemasukan kepada Negara secara bertahap sebesar
Rp.
324.872.550,-
dan
Kurang
bayar
terhadap
BPHTB
sebesar
Rp.13.487.250,- Kemudian pada tanggal 5 Juni 2008, barulah Kantor Pertanahan Kotamadya Medan menerbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan
Nomor: 301/
Jati/Medan Maimun. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ada 6 hak atas tanah yang yang perolehannya merupakan objek BPHTB yaitu Hak Milik, Hak guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan hak Pengelolaan. Sebagaimana undang-undang pajak lainnya selalu ada pengecualian pengenaaan pajak atas perbuatan atau keadaan yang seharusnya dikenakan pajak dengan tujuan memberikan asas keadilan dan berdasarkan kebiasaan internasional. Pada BPHTB terdapat beberapa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak,diantaranya disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2000 tentang Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan : 1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik: 2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; 3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha dan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
Universitas Sumatera Utara
66
4. Orang pribadi atau badan hukum karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. 5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; 6. Orang pribadi atau badan, yang digunakan untuk kepentingan ibadah.102 Pada angka 4 disebutkan tentang konversi hak yaitu perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut UUPA, termasuk pengakuan hak oleh pemerintah. Konversi hak ini pada dasarnya tidak merupakan peralihan hak atas tanah, karena subjek hukum yang memiliki hak atas tanah tersebut sebelum dilakukan konversi adalah sama dengan setelah dilakukannya konversi hak. Karena tidak ada peralihan hak maka tidak ada perolehan hak baru akibat konversi hak, sehingga bukan merupakan objek BPHTB. Begitu juga penurunan hak yang dimohonkan oleh Yaspendhar yang semula melakukan penurunan hak atas tanah hak milik yang merupakan hak terpenuh dan terkuat, sepanjang konversi hak atas tanah dilakukan tanpa mengubah pemegang hak maka konversi hak atas tanah tersebut bukan merupakan objek BPHTB. 103
102
Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003) h.68-69. 103 Ibid, h.115.
Universitas Sumatera Utara