45
BAB II EFEKTIFITAS PENERAPAN KUASA DALAM AKTA PERIKATAN JUAL BELI TANAH A. Perikatan Jual Beli Tanah UUPA yang diundangkan untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah dilakukan konversi terhadap tanah-tanah barat menjadi tanah-tanah menurut ketentuan UUPA. Misalnya; hak eigendom kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik, hak milik adat kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan atau hak guna usaha. Diantara berbagai perbuatan hukum yang menyangkut hak atas tanah, maka jual beli menduduki peringkat utama dari segi frekuensinya. Sejak tanggal 24 September 1960 unifikasi dalam bidang hukum tanah telah tercapai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berarti bahwa untuk hal-hal yang berkenaan dengan tanah, dualisme hukum telah berakhir.25 Konversi dari hak-hak bekas hak barat (KUH Perdata) telah berakhir semenjak tanggal 24 September 1980, maka dengan demikian seluruh tanah-tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai kembali oleh negara. Tanah-tanah tersebut harus diselesaikan menurut ketentuan Keppres nomor 32 tahun 1979 dan peraturanperaturan pelaksanaannya. 25 Maria S. Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil Ketua/Hakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang.
45 Universitas Sumatera Utara
46
UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan jual beli tanah, tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual, yaitu menurut pengertian hukum adat.26 Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan).27 Disamping itu dapat dilihat pendapat dari Subekti tentang jual beli yang menyatakan bahwa : “Jual Beli adalah suatu perjanjian dan dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”.28 Dari pengertian jual beli tersebut di atas dapat diambil beberapa unsur dalam suatu perjanjian jual beli yaitu : 1.
Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang
2.
Adanya persetujuan pihak-pihak
3.
Penyerahan hak milik atas suatu barang dan
4.
Pembayaran harga yang diperjanjikan. 26
Ibid. Hal. 13 Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, Hal. 1 28 R. Subekti, Op.Cit. Hal. 79 27
Universitas Sumatera Utara
47
Namun ada kalanya suatu akta jual beli yang akan dibuat oleh para pihak tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah dan jual beli itu dilakukan secara tunai. Maka sehubungan dengan itu dibuatlah suatu akta yang dinamakan dengan akta perikatan/perjanjian jual beli. Akta perikatan/perjanjian jual beli ini merupakan akta yang dibuat oleh notaris, dan akta ini merupakan akta awal dari suatu akta jual beli yang nantinya akan dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Akta perjanjian jual beli ini diperbuat oleh pihak-pihak dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain : 1. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan akte Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah namun pihak-pihak senantiasa meminta dibuatkan akta Perikatan jual beli.29 Di dalam Pasal 1868 KUH Perdata sehubungan dengan akta otentik dinyatakan bahwa : “Suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan akta dibawah tangan. Akta otentik yang dibuat oleh notaris itu ada dua macam yaitu : 1. Akta relaas, atau akta pejabat, yaitu akta yang dibuat oleh notaris yang menguraikan secara otentik suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh
29
Chairani Bustami, Op.Cit. Hal. 28
Universitas Sumatera Utara
48
notaris sendiri, dibuat catatannya (aktanya) dan dalam hal ini notaris membuat akta ditekankan pada jabatannya. Contohnya adalah dalam pembuatan berita acara rapat PT. 2. Akta Partij, yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris, notaris hanya menuangkan apa yang diceritakan dan dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta dan titik beratnya di sini adalah para pihak. Contohnya adalah akta perjanjian jual beli, akta perdamaian dan sebagainya. Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihak-pihak.30 Suatu akta akan memiliki karakter yang otentik, jika akta itu mempunyai daya bukti antara para pihak dan terhadap pihak ketiga, sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik dan otensitasnya itu bertahan terus, bahkan sampai sesudah ia meninggal dunia. Tanda tangannya pada waktu akta itu dibuat tetap mempunyai kekuatan. Walaupun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Apabila notaris untuk sementara waktu diberhentikan atau dipecat dari jabatannya, maka akta-akta tersebut tetap memiliki kekuatan sebagai akta otentik, tetapi akta-akta itu haruslah telah dibuat sebelum pemberhentian atau pemecatan sementara waktu itu dijatuhkan.31 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat terlihat juga arti penting dari profesi notaris yaitu bahwa notaris karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang 30 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation Studies of Business Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003, Hal. 49. 31 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
49
tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha dan pihak ketiga. Mengenai pengertian akta itu sendiri Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.32 Notaris sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Hal inilah yang menyebabkan apabila dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik. Menurut G.H.S. Lumban Tobing menyatakan bahwa apabila
suatu akta
hendak memperoleh stempel otentisitas, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1868 KUH Perdata yakni : a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum; Pejabat umum yang dimaksud adalah pejabat diberi wewenang berdasarkan undang-undang dalam batas wewenang yang telah ditetapkan secara tegas, seperti Notaris, Panitera, Juru Sita, hakim, pegawai catatan sipil, kepala daerah dan lain-lain. Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan undang-undang akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Mengenai bentuk dari akta otentik itu sebenarnya tidak ditentukan secara tegas dalam undang-undang, namun yang ditentukan secara tegas adalah isi dari akta otentik itu yaitu mengenai isi dan cara-cara penulisannya telah 32
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1980, Hal. 110
Universitas Sumatera Utara
50
ditentukan secara tegas dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris (Stbl 1860 Nomor 3), dengan ancaman kehilangan keotentikannya atau denda. c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.33 Namun disamping notaris berwenang untuk membuat akta otentik, dalam halhal tertentu notaris dapat menolak pembuatan suatu akta yang dimintakan kepadanya yaitu : 1. Jika diminta kepada notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluan/maksud reklame. 2. Jika notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan kenyataan atau hal-hal yang sebenarnya.34 Dalam pembuatan suatu akta perikatna/perjanjian jual beli tidak ada suatu pengaturan yang mengatur secara khusus, namun pembuatan akta perikan/perjanjian jual beli itu sudah umum dan dipakai oleh para notaris. Dengan demikian pembuatan akta yang dimaksud adalah diperbolehkan dengan kata lain tidak ada larangan yang atau aturan
yang melarang seorang Notaris untuk membuat suatu akta
perikatan/perjanjian jual beli. B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Dilaksanakannya Perikatan/Perjanjian Jual Beli Perikatan/Perjanjian Jual Beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perikatan/perjanjian jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih 33 34
G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit. Hal. 48. Chairani Bustami, Op.cit. Hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
51
dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Persyaratan tersebut tentunya dapat bersifat macam-macam. Sebagai mana diketahui untuk terjadinya jual beli tanah hak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasi harganya. Mungkin pula adanya keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam balik nama pada kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi penjual bermaksud untuk menjual hak tersebut. Guna mengatasi hal itu maka dibuatlah perikatan/perjanjian jual beli. Sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokoknya yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang membuatnya. Oleh karena perikatan/perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan tetapi adakalanya
bahwa calon penjual berhalangan untuk datang
kembali, dan pembeli untuk pelaksanaan penandatangan akta jual belinya bertindak sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli. Maka dalam hal ini diperlukan kuasa, selain kuasa tersebut biasanya penjual memberikan secara umum hak-hak kepengurusan (daden van beheer) atas tanah hak tersebut selama
Universitas Sumatera Utara
52
belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan mengingat, bahwa adanya kemungkinan penjual tidak berada ditempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut. Untuk
mengantisipasi
keadaan
itu
maka
notaris
di
dalam
akta
perikatan/perjanjian jual beli tersebut selalu mencantumkan kuasa-kuasa (blanco volmacht) di dalam aktanya dengan maksud agar pembeli tidak dirugikan haknya mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli dihadapan pejabat yang berwenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam hal apabila seseorang ingin menjual sebidang tanah dan pihak yang satu lagi berkeinginan untuk membelinya maka mereka akan datang ke hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanah tersebut. Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya para pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuan dari dibuatnya akta persetujuan jual beli tersebut salah satunya adalah agar pihak penjual dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan pihak pembeli dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riel belum terjadi. Menurut keterangan dari Notaris Haji Marwansyah Nasution, SH, sebab pihak-pihak mengadakan persetujuan jual beli ini adalah antara lain :
Universitas Sumatera Utara
53
1.
Apabila sertipikat tanah tersebut masih dalam proses penerbitan di Kantor Badan Pertanahan nasional.
2.
Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil.
3.
Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain sedangkan pihak pembeli menginginkan objek yang dibelinya dalam keadaan kosong.
4.
Apabila objek sedang terikat Hak Tanggungan dan harus terlebih dahulu dilakukan proses roya. Ditambahkan lagi oleh responden hal yang tak kalah penting dan sering terjadi
adalah dalam hal pembayaran pajak. Kalau sekiranya pihak-pihak ingin menunda pembayaran pajak terhadap suatu transaksi jual beli baik itu Pajak Penghasilan (PPH) maupun Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maka mereka biasanya melakukan transaksi dengan memakai akta perikatan/perjanjian jual beli. Akan tetapi menurut keterangan dari Notaris Lolita Pulungan, SH., timbulnya perjanjian jual beli ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu karena jual beli belum lunas serta sertipikat induk belum di pecah dan sertipikat belum dilakukan pengecekan di Kantor Pertanahan. Kemungkinan lain yang menyebabkan dilakukannya atau dilaksanakannya pembuatan akta perikatan/perjanjian jual beli menurut responden adalah kalau sertipikat atas tanah tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris akan menjual cepat tanah tersebut karena membutuhkan uang. Untuk itu agar mereka mendapatkan uang dalam jangka waktu yang cepat maka mereka
Universitas Sumatera Utara
54
melakukan transaksi dengan membuat akta perikatan/perjanjian jual beli dihadapan notaris. Hal serupa dikemukakan oleh Bapak Muliadi sebagai seorang penjual yang dengan memakai akta perjanjian jual beli, menurut responden, dia melakukan transaksi perjanjian jual beli karena prosesnya cepat sebab dia membutuhkan uang sesegera mungkin dan dia juga terhindar dari membayar pajak, karena transaksi tersebut tidak sampai dilakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan. Keterangan dari responden Muliadi tersebut di atas juga dibenarkan oleh responden Herman. Herman adalah sebagai pembeli dari tanah yang dijual oleh bapak Muliadi tersebut di atas. Sedangkan menurut responden Haris, dia mau memakai transaksi jual beli dengan memakai perjanjian karena dia berencana akan menjual kembali tanah tersebut dengan harapan akan mendapat untung yang lebih, karena responden merasa beberapa tahun mendatang harga tanah itu pasti akan naik. Menurut analisis penulis faktor utama yang menyebabkan orang melakukan perikatan/perjanjian jual beli adalah karena jual beli itu belum lunas (secara cicilan) dan untuk menunda kewajiban membayar pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli, pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran pajak. Dapat pula penulis tambahkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas, adapun yang menyebabkan orang melakukan perikatan/perjanjian jual beli adalah
Universitas Sumatera Utara
55
karena untuk melaksanakan jual beli langsung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka kewajiban pembayaran pajak baik PPh maupun BPHTB harus telah dipenuhi, sedangkan untuk pembayaran pajak-pajak tersebut terutama BPHTB harus terlebih dahulu dilaksanakan verifikasi di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan apakah ada atau tidak tunggakan pembayaran PBB (Pajak Bumi Dan Bangunan) atas obyek yang akan dijual belikan tersebut. Apabila ada, maka seluruh tunggakan PBB tersebut harus dilunasi terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan pajak-pajak jual beli tersebut yaitu PPh dan BPHTB. Dan untuk mengetahui hasil verifikasi dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan tersebut memerlukan waktu beberapa hari yaitu lebih kurang satu Minggu lamanya. Sedangkan baik pihak penjual maupun pihak pembeli ingin agar transaksi jual beli yang mereka lakukan cepat selesai dengan berbagai macam alasan. Dalam hal tindakan yang harus diambil notaris berupa pembuatan akta perikatan/perjanjian jual beli, harus memperhatikan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak (calon pembeli dan calon penjual), peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memenuhi syarat-syarat dan pertimbangan-pertimbangan lain. Dengan telah selesainya para pihak membuat akta perikatan/perjanjian jual beli dihadapan notaris, seorang notaris disamping sebagai pejabat umum juga berfungsi sebagai penasehat hukum bagi pihak-pihak yang datang menghadap kepadanya, sepanjang hal itu berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Maka sebagai penasehat hukum notaris dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
56
1.
Agar segera melunasi pembayarannya atau melunasi utangnya yang nantinya diperhitungkan sebagai harga jual tanah tersebut. Setelah sertipikat diperoleh, keduanya datang menghadap kepada PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.
2.
Agar menunggu sertipikat keluar atas nama pihak penjual kemudian keduanya menghadap ke PPAT untuk melakukan transaksi jual beli. Peranan notaris dalam pembuatan akta perikatan/perjanjian jual beli yang
dimaksudkan di atas sangat besar sekali, karena notaris harus mengakomodir kepentingan pihak-pihak, sehingga ada kepastian secara hukum
khususnya bagi
pihak pembeli sampai dengan terealisasinya jual beli secara defenitif dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). C. Kuasa Sebagai Tindak Lanjut Dari Perjanjian Pendahuluan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Masih Dapat Diberlakukan Tanah merupakan faktor yang paling penting di dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia. Namun hal tersebut saat ini sudah langka sekali masyarakat menyebut tanah sebagai faktor produksi, hal ini disebabkan karena saat ini masyarakat lebih mengandalkan teknologi sebagai faktor produksi. Sehingga banyak ditemukan dalam masyarakat yang berusaha untuk menguasai tanah yaitu dengan cara jual beli dengan melakukan perikatan/perjanjian jual beli dihadapan notaris. Dalam kaitannya dengan peralihan hak atas tanah, pasal 19 UUPA mengenai Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) mengatakan, “Untuk menjamin kepastian
Universitas Sumatera Utara
57
Hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.”35 Untuk memenuhi perintah Pasal 19 ayat (1) tersebut dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1961. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut dalam Pasal 19 yang mengatur mengenai peralihan hak atas tanah menyebutkan : “setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Penjabat).”36 Peralihan hak atas tanah menurut pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dilakukan melalui perbuatan hukum seperti jual beli, tukarmenukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, Sedang dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang PPAT dan pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan jenis akta yang dapat dibuat oleh PPAT antara lain perbuatan hukum mengenai jual beli, tukarmenukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (imbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik, 35 J. Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Tafsir Sosial Hukum PPATNotaris Ketika Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Hal. 68. 36 Ibid
Universitas Sumatera Utara
58
Pemberian Hak Tanggungan dan Pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.”37 Sebagai ketentuan formalnya, maka PPAT akan membuat akta dari perbuatan hukum peralihan hak tersebut dengan bentuk, isi dan cara pembuatannya diatur dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jadi, jelaslah disini bahwa jual beli hak atas tanah sah apabila dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Menurut Ibu Chairani Bustami, SH, dalam tesisnya, mengatakan bahwa perikatan jual beli yang diikuti dengan kuasa mutlak masih sering dipakai dikarenakan alasan : 1.
Pihak penjual hendak menunda kewajiban untuk mem bayar PPh (Pajak Penghasilan) kepada negara sebanyak 5% x NJOP apabila NJOP-nya melebihi nilai Rp. 60.000.000 keatas sebelum akta jual beli ditandatangani, UndangUndang Nomor 27 Tahun 1996.
2.
Menunda kewajiban Pihak pembeli untuk membayar lebih dahulu BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) kepada negara sebesar 5% x NJOP – NJOPTKP (Rp. 30.000.000,-). Apabila NJOP melebihi harga Rp. 30.000.000,Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. 38 Pada saat ini NJOPTKP telah berubah menjadi Rp.60.000.000.-
37
Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2008, Hal. 276. 38 Chairani Bustami, 2002, Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Pasca Sarjana, USU, Medan, Hal. 96.
Universitas Sumatera Utara
59
Aspek lain yang menentukan menjadi alasan perikatan jual beli masih digunakan (selalu diikuti dengan kuasa mutlak tentunya).39 1. Pengecekan bersih sertifikat di Kantor Pertanahan memakan waktu lama tidak ada efisiensi waktu. 2. Pihak penjual sangat membutuhkan uang tunai segera, pembeli sangat membutuhkan objek jual beli segera menjadi miliknya. 3. Pembeli membeli objek jual beli tidak dipakai untuk diri sendiri tetapi dijadikan sebagai investasi untuk dijual kembali dengan mendapat keuntungan besar yang diharapkan. 4. Pembayaran jual beli tersebut dilakukan tidak lunas dan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai perjanjian awal yang telah mereka sepakati. 5. Masyarakat sangat keberatan khususnya pihak penjual/pembeli menaruh keberatan atas nilai jual objek pajak yang tertera di SPPT PBB karena nilainya jauh di atas rata-rata harga pasar. 6. Karena pembeli tidak berani membayar kepada penjual harga tanah/bangunan sebelum penjual menandatangani akta jual beli PPAT. 7. Penjual tidak diperkenankan menandatangani akta jual beli yang definitif sebelum kewajiban pajak yang terhutang yaitu PPh dibayar lebih dulu. 8. Notaris/PPAT dilarang untuk menandatangani Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebelum PPh dan BPHTB dibayar lebih dulu. Jika ini dilanggar maka Notaris/PPAT terkena sanksi denda Rp. 7.500.000,- perkasus. 39
Ibid
Universitas Sumatera Utara
60
Sebelum membahas lebih dalam, terlebih dahulu akan diuraikan tentang perjanjian pokok dan perjanjian bantuan yang lazim disebut dengan perjanjian pendahuluan. Hal ini dilakukan karena perikatan jual beli disertai kuasa mutlak dapat dikatakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum perjanjian yang sesungguhnya (perjanjian jual beli) dilakukan. Perjanjian pada hukum perdata materi dapat dibagi berdasarkan pada sifat hak dan mencakup perjanjian dalam bidang hukum keluarga, perjanjian dalam bidang hukum kebendaan, perjanjian obligatoir, perjanjian dalam bidang hukum pembuktian dan perjanjian dalam bidang hukum publik. Mengenai perjanjian pokok dan perjanjian bantuan ini merupakan salah satu jenis dari perjanjian obligatoir. Dimana yang dimaksud dengan perjanjian pokok adalah perjanjian yang mempunyai alasan sendiri untuk adanya perjanjian tersebut, sedangkan perjanjian bantuan adalah perjanjian yang alasan dilakukan tergantung pada adanya perjanjian lain. Perjanjian bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum. Sebagai perjanjian bantuan, maka perjanjian tersebut adalah yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu
Universitas Sumatera Utara
61
perjanjian baru/pokok yang merupakan tujuan dari para pihak, misalnya perjanjian pengikatan jual beli.40 Perjanjian pengikatan jual beli atau perikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perjanjian pengikatan jual beli atas perikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Sebagaimana diketahui untuk terjadinya jual beli hak atas tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasinya harga jual beli hak atas tanah tersebut. Dalam praktek dan kenyataannya di masyarakat, tidak jarang terjadi suatu keadaan dimana si pemilik hak atas tanah penjual yang sertifikat tanah haknya belum terbit atau belum terdaftar atas namanya yang disebabkan karena : 1.
Masih dalam proses permohonan hak (persertifikatan).
2.
Masih dalam proses balik nama menjadi ke atas namanya yang timbul sehubungan dengan adanya pemindahan/peralihan hak, atau
3.
Masih terikat sebagai jaminan atas suatu hutang. Akan tetapi yang bersangkutan bermaksud untuk menjual tanah hak tersebut
dan ada pembeli yang mungkin berkeinginan untuk membeli tanah hak tersebut dari penjual meskipun pembeli mengetahui bahwa sertifikat tanah hak yang bersangkutan
40
Herlien Budiono, Larangan, Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982.
Universitas Sumatera Utara
62
masih terkendala sebagaimana yang disebutkan di atas sehingga tidak memungkinkan dibuat dan ditandatanganinya akta jual belinya dihadapan PPAT. Guna mengatasi hal tersebut, maka dibuatlah suatu perjanjian perikatan jual beli sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara, menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokok yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk membuatnya. Oleh karena perjanjian perikatan jual beli merupakan perjanjian pendahuluan, maka biasanya dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan manakala syarat-syarat untuk jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah dipenuhi. Menurut Notaris Haji Marwansyah Nasution sesuai dengan hasil wawancara dengan penulis, dikatakan bahwa banyak orang yang datang untuk membuat perjanjian perikatan jual beli sebelum terjadinya jual beli itu, dikarenakan dikemudian harinya pihak penjual dikhawatirkan tidak dapat datang kembali untuk membuat jual belinya sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Guna mengatasi hal tersebut, maka pembeli diberi kuasa untuk dapat melakukan jual belinya sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli untuk dapat mewakili secara umum hak-hak kepengurusan atas tanah tersebut selama belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal mana perlu diingat, bahwa adanya kemungkinan calon penjual tidak berada di tempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
63
Apabila perjanjian pengikatan jual belinya dilakukan dihadapan Notaris, maka Notaris seyogyanya telah mengantisipasi keadaan itu dengan mencantumkan kuasakuasa yang dimaksud untuk itu agar calon pembeli tidak dirugikan haknya, mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual belinya dihadapan Pejabat yang berwenang. Kuasa-kuasa demikian diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan kuasa mana baru berlaku apabila syarat tangguh atas jual belinya tidak dipenuhi.Suatu perjanjian pemberi kuasa pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Suatu pemberian kuasa tidak selalu memberikan kewenangan untuk mewakili pemberi kuasa. Ada kemungkinan dimana kuasa tidak merupakan bagian dari pemberi kuasa, tetapi dapat pula dalam pemberian kuasa tersebut diberikan pula wewenang untuk mewakili. Apabila wewenang tersebut diberikan berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, terjadilah perwakilan yang bersumberkan pada perjanjian. Pada umumnya penerima kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum adalah untuk kepentingan pemberi kuasa, disamping melakukannya atas nama pemberi kuasa. Menurut Pasal 1814 KUH Perdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya. Jika hal ini yang terjadi maka akan mengakibatkan hak-hak dari penerima kuasa dalam hal ini calon pembeli dalam
Universitas Sumatera Utara
64
pengikatan jual beli hak atas tanah sangat dirugikan. Pemberi kuasa yang diberikan dalam rangka suatu perjanjian maka pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari isi perjanjian tersebut yang tanpa adanya kuasa tersebut maka kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan. Oleh karena itu pemberian kuasa dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut harus diberikan beding atau syarat yang tidak dapat ditarik kembali. Menurut Asser-Scholten-Bregstein : “Hal tidak boleh dicabut (karena itu perwakilan yang jika perlu bahkan berlawanan dengan kehendak yang diwakili) adalah mungkin jika perwakilan tersebut merupakan bahagian dari suatu perjanjian lain yang lebih luas rangkumannya, perwakilan itu dapat berlangsung terus selama perjanjian tersebut masih berjalan.”41 Maka dapatlah dipertanyakan disini dasar hukum mengenai syarat tidak dapat ditarik kembali dalam kuasa mutlak dapat diperjanjikan kembali oleh para pihak atau dicabut kembali. Pemberian surat kuasa mutlak tidak diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, namun diakui keberadaannya di dalam lalu lintas bisnis dimasyarakat yang oleh beberapa putusan Hakim dipandang sebagai “bestending en gebruikekijding”.42 Sebagaimana
diketahui
bahwa
ketentuan
Undang-Undang
mengenai
perjanjian menganut sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak. Berarti, bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian mengenai apa saja, dengan siapa saja 41
Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Hal. 92. 42 Harifin A. Tumpa, Surat Kuasa Mutlak, Varia Peradilan Nomor 142, Juli, 1997, Tahun XII .
Universitas Sumatera Utara
65
serta memakai syarat dan bentuk yang bebas ditentukan oleh para pihak sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang dan hal tersebut akan mengikat pihakpihak yang membuat sebagai Undang-Undang. Selain bersifat terbuka, ketentuan Undang-Undang dalam bidang hukum perjanjian juga bersifat mengatur dan tidak memaksa. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan harus dilandasi dengan itikad baik. Dengan demikian pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali adalah sah apabila : 1. Beding atau syarat kuasa tidak dapat ditarik kembali diperjanjikan dengan tegas. 2. Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian. 3. Pemberian beding tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang dan Yurisprudensi. 4. dan beding kuasa tersebut dilandasi dengan itikad baik. Di samping adanya beding tidak dapat ditarik kembali, perlu ditambahkan pula adanya beding tidak akan berakhir karena dasar/sebab yang tercantum dalam Undang-Undang untuk mengakhiri suatu kuasa.
Universitas Sumatera Utara
66
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa beding tersebut bersifat sangat penting mengingat adanya pailissemen atau kematian dari pemberi kuasa atau penerima kuasa, maka kekuasaan tersebut akan berakhir. Dengan adanya beding tersebut pada pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, maka dengan kejadian tersebut adanya pailissemen, kekuasaan akan tetap berlaku. Demikian pula mengingat bahwa kuasa sedemikian itu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian dan adalah tujuan dari pihak-pihak bahwa pemberian kuasa akan terus berlangsung selama perjanjian itu berlaku tidak dapatlah kuasa tersebut ditarik kembali atau berakhir karena meninggalnya si pemberi kuasa. Pemberian kuasa dengan beding (yang tidak dapat ditarik kembali) sering disalahartikan dan dianggap identik dengan kuasa mutlak. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kuasa mutlak ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai perjanjian dengan asas kebebasan berkontrak. Seringkali masyarakat salah mengartikan tentang apa itu kebebasan berkontrak, padahal kebebasan berkontrak itu bukanlah kebebasan tanpa batas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan
Universitas Sumatera Utara
67
berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan.43 Maka kemudian keluar kembali Surat Direktur Jendral Agraria Nomor 594/1492/AGR Tanggal 31 Maret 1982 yang memuat ketentuan sebagai berikut : “Penggunaan kuasa yang tidak termasuk sebagai Kuasa Mutlak yang dilarang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tersebut adalah: 1. Penggunaan kuasa penuh yang dimaksud dalam Pasal 3 blanko akta jual beli yang bentuk aktanya ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1961. 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. 3. Penggunaan kuasa untuk memasang hipotek yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. Dan penggunaan kuasa-kuasa lain yang bukan dimaksudkan sebagai pemindahan hak atas tanah”. Perikatan/Perjanjian jual beli harus dibuat dihadapan seorang Notaris dengan akta Notaris untuk memberikan kepastian bahwa kuasa tersebut benar diberikan dalam rangka suatu perjanjian untuk melangsungkan jual beli dan bukan perjanjian mengenai pemindahan hak yang terselubung.Jadi, yang dilarang untuk kuasa mutlak ini adalah penggunaan kuasa mutlak yang dimaksudkan sebagai upaya pemindahan hak milik atas tanah dengan maksud-maksud terselubung. Dalam hal kuasa disini masih diperlukan untuk perikatan/perjanjian jual beli, hanya saja bentuknya dalam praktek Notaris/PPAT belum tentu bersifat mutlak. Kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang kuasa mutlak tersebut bukanlah untuk pemindahan hak dan hak atas tanah. Hal ini disampaikan oleh Notaris Soeparno, SH., mengatakan bahwa kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang 43
Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003, Hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
68
kuasa mutlak tersebut tidak untuk pemindahan hak atas tanah, beliau melihat kuasa mutlak ini dari sudut pandang yang sempit. Jadi menurut beliau segala kuasa mutlak yang berkenaan dengan tanah adalah dilarang. Dapat terlihat bahwa sepanjang kuasa mutlak bukan bersifat pemindahan hak atas tanah yang mempunyai maksud-maksud terselubung, kuasa mutlak ini masih dapat diberlakukan. Klausul pemberian kuasa dalam akta perikatan/perjanjian jual beli tanah tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, menurut
macam
atau
jenis pemberian kuasa dilihat dari sifat perjaniiannya, maka pemberian kuasa dapat
dibedakan
yaitu
pemberian kuasa umum dan pemberian kuasa khusus.
Adapun yang dimaksud dengan pemberian kuasa dijelaskan pada Pasal 1192 KUH Perdata, yaitu : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk atas atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Pasal 1792 KUH Perdata tersebut menunjukkan bahwa sifat pemberian kuasa tidak lain dari mewakilkan atau perwakilan (Vertegenwoordiging). Pemberian kuasa sebagai wakil, yang dibuat melalui persetujuan selalu disebut kuasa atau volmacht.44 Pada dasarnya kuasa inilah yang menjadi tujuan dari persetujuan pemberian kuasa tersebut yang kemudian dimasukkan sebagai klausul dalam suatu akta notariil .
44
Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama:Pandangan Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia,( Bandana, Alumni, 1999), hal. 264 .
Universitas Sumatera Utara
69
Dengan kekuasaan dari pemberian kuasa tersebut, maka penerima kuasa menjadi dapat berwenang melakukan tindakan atau perbuatan hukum untuk kepentingan dan atas nama pemberi kuasa. Berdasarkan kuasa tersebut ia dapat bertindak atas dasar volmacht dari pihak pemberi kuasa untuk mengurus dan menjalankan segala tindakan yang berkenaan dengan obyek dalam perjanjian. Namun demikian perlu diperhatikan, bahwa pemberian kuasa tersebut hanya meliputi tindakan pengurusan saja, dan hal ini tersirat pada Pasal 1792 KUHPerdata dan ditegaskan pada Pasal 1797 KUHPerdata bahwa si penerima kuasa tidak boleh melakukan sesuatu apapun yang melampaui batas kuasanya. Maksudnya disini adalah bahwa penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh si pemberi kuasa dalam hal ini adalah pemilik/pemegang haknya. Sedangkan jika dikaitkan dengan Pasal 1813 KUH Perdata tentang berakhirnya pemberian kuasa menyebutkan pemberian kuasa berakhir: 1. dengan ditariknya kembali kuasanya sipenerima kuasa; 2. dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sipenerima kuasa; 3. dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya pemberi kuasa atau sipenerima kuasa maka pemberian kuasa yang dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata tidaklah dapat dilepaskan dari isi Pasal 1813 tersebut. Artinya bahwa apabila unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1813 KUH-Perdata tersebut terpenuhi maka perjanjian pemberian kuasa yang dibuat berakibat tidak berkekuatan hukum lagi.
Universitas Sumatera Utara
70
Demikian apabila perjanjian pemberian kuasa tersebut dimasukkan sebagai klausula dalam suatu perjanjian pokok, misalnya dalam masalah ini, yaitu perjanjian jual beli, yang dikenal dengan perikatan/perjanjian jual beli, maka hal ini tergantung dari pada sah atau tidaknya perjanjian pokok tersebut. Artinya apabila perjanjian pokoknya tidak sah atau batal demi hukum, maka klausul pemberian kuasa menjadi tidak berkekuatan hukum. Sebaliknya apabila perjanjian pokoknya sah, maka klausul pemberian kuasa menjadi berkekuatan hukum, dengan syarat klausul pemberian kuasa tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, tetapi dalam hal ini jika klausul pemberian kuasa tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan, maka perjanjian pokoknya tetap sah, hanya klausul kuasanya yang tidak berkekuatan hukum. Demikian kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian dijelaskan oleh salah satu Pengantur terkemuka dari aliran Hukum Alam, yaitu Hugo Grotius yang berpendapat bahwa: Hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu hak-hak asasi manusia”. Dan ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan suka reIa dari seseorang dimana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka
Universitas Sumatera Utara
71
yang membuatnya. Dalam Pasal ini tersirat bahwa antara para pihak harus ada suatu kesepakatan. Dengan demikian bahwa kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan asas konsensualisme atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Tidak adanya sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat adalah tidak sah. Dalam perikatan/perjanjian jual beli tanah dan bangunan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan jual beli, apabila hal-hal yang belum dapat dipenuhi pada saat perikatan/perjanjian jual beli tersebut dilakukan telah selesai dan dilakukan dengan baik oleh para pihak. Persoalan yang demikian disiasati dengan perikatan jual beli antara penjual dan pembeli dan untuk melegitimasi dan memperkuat perikatan tersebut dibuatlah perikatan/perjanjian jual beli hak milik atas tanah antar penjual dan pembeli. Dengan akta perikatan/perjanjian jual-beli tersebut penjual terikat untuk mcnyerahkan suratsurat tanah kepada pembeli begitu pula pembeli terikat untuk menyerahkan uang kepada penjual sesuai dengan kesepakatan.45 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perikatan/perjanjian jual beli merupakan suatu pendahuluan untuk terjadinya jual beli itu sendiri. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak terbatas atau perjanjian yang berat sebelah atau timpang, yaitu : 45
Haji Marwansyah Nasution, wawancara, Notaris di Medan, pada tanggal 23 September 2012
Universitas Sumatera Utara
72
a) Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus dari para pihak yang membuatnya; b) b) Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata yang manyimpulkan bahwa kebebasan untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapan seseorang untuk membuat perjanjian; c) Pasal 1320 ayat (4) KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut kuasa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum; d) Pasal 1337 KUH Perdata yang dengan tegas menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila barlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum; e) Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata memberikan arah mengenai kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian sepanjang dilakukan dengan itikad baik; f) Pasal 1339 KUH Perdata menerangkan salah satu batasan bagaimana perjanjian itu dapat mengikat kedua belah pihak walaupun telah dinyatakan dengan tegas didalamnya apa-apa yang diperjanjikan, yaitu mengenai dan untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Berlaku sebagai undang-undang artinya bahwa perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Apabila pihak-pihak dalam perjanjian tersebut melanggar, maka
Universitas Sumatera Utara
73
pihak tersebut dianggap telah melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu. Pengertian tidak dapat ditarik kembali berarti bahwa perjanjian itu dengan tanpa alasan yang cukup menurut undang-undang tidak dapat ditarik dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan para pihak. Sedangkan untuk pelaksanaan dengan itikad baik mengandung arti bahwa perjanjian itu dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Berdasarkan uraian diatas dapatlah diketahui bahwa suatu perjanjian dilatar belakangi adanya penawaran dan penerimaan, yang disusul dengan kesepakatan. Analisa yang dapat digunakan dalam menelaah suatu perjanjian adalah apakah tahap pracontractual telah sesuai dengan ketentuan hukum, karena dari analisa ini pertama kali suatu perjanjian ditelaah secara hukum.46 Setelah dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan diatas, jika dikaitkan dengan perbuatan hukum jual beli yang merupakan tindak lanjut dari perbuatan hukum perikatan/perjanjian jual beli ini dapatlah ditegaskan lagi bahwa antara yang dimaksud dengan jual beli menurut Hukum Tanah Nasional kita dengan jual beli menurut Pasal 1451 KUH Perdata sudah jelas berbeda, dimana jual beli menurut Hukum Tanah Nasional merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai, bersifat terang yang bersifat rill serta dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
46
ibid
Universitas Sumatera Utara
74
Adapun jual beli menurut KUH Perdata hanya bersifat obligatoir saja. Hal ini yang
membedakan
antara
penjualan
yang
dilakukan
dengan
membuat
perikatan/perjanjian jual beli dengan system penjualan menurut Hukum Tanah Nasional, sehingga dengan demikian praktek jual beli secara pengikatan jual beli tidak dapat dikatakan bertentangan atau melanggar Hukum Tanah Nasional, karena memang bukan perbuatan hukum jual beli yang dimaksud oleh Hukum Tanah Nasional yang berlaku. Melainkan hanyalah masih dalam bentuk "perikatan jual beli". Di mana hal itu merupakan perjanjian pendahuluan untuk dapat di lakukan perbuatan hukum jual beIi dihadapan pejabat yang berwenang. Ketentuan ini telah tersirat dalam Surat Dirjen Agraria atas narna Menteri Dalam Negeni Republik Indonesia No. 594/493/AGR, tanggal 31 Maret 1982. Sebagai contoh, bahwa dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik yang sekarang disebut dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang merupakan tindakan awal pengamanan/perlindungan bagi kreditur terhadap Surat Pengakuan Hutang yang dibuat, dicantumkan klausul tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir karena sebab apapun juga, yang mana hal ini hanya bersifat sementara sampai hutangnya lunas. Demikian juga dalam Perikatan/Perjanjian Jual Beli, dimana perjanjian pemberian kuasa didalamnya harus diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokoknya yaitu perikatan jual belinya itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
75
Namun demikian perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian perikatan jual beli tersebut bukan berarti tidak dapat ditarik kembali. Artinya para pihak dapat mencabut/menarik kembali kuasanya apabila para pihak sepakat untuk itu atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, maka perjanjian yang telah dibuat dengan adanya kesepakatan menjadi tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekuatan hukurn. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. Demikian pula apabila syarat sahnya suatu perianjian khususnya Pasal 1320 ayat (3) KUH Perdata mengenai suatu hal tertentu, dalam hal pembuatan akta perjanjian perikatan jual beli yang dilakukan dengan angsuran sedangkan sertifikat atas tanah sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual, apabila prestasi dan pihak pembeli tidak dapat terpenuhi sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian perikatan jual beli tersebut, maka dengan sendirinya perjanjian pernberian kuasa dalam perjanjian perikatan jual beli ini. batal menurut hukum. Sekarang dalam praktek sehari-hari, orang banyak melakukan transaksi jual beli yang menyangkut
tanah
dan
bangunan
terutama
rnengenai
perurnahan
dengan
rnenggunakan perjanjian perikatan jual beli. Mengapa ada orang yang memilih membuat akta perjanjian perikatan jual beli dengan kuasa, bukan langsung akta jual beli. Dan beberapa kasus yang penulis ketahui ternyata ada beberapa penyebab lain seperti telah tersebut diatas, salah satunya ialah bahwa surat-surat tanah belum dipenuhi sebagaimana mestinya, sehingga untuk melaksanakannya jual beli melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah belum bisa dilakukan, misalnya belum ada sertifikat atau sertifikat masih dalam proses balik nama keatas nama penjual atau kendala-kendala lainnya yang telah diuraikan diatas.
Universitas Sumatera Utara