BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi Sumatera Utara, yang secara geografis terletak antara 98.320 – 99.350 BT dan 2.360 – 3.180 LU (Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor antara bulan Desember 2010 dan Juli 2011. Sedangkan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011.
Gambar 1 Peta lokasi kajian penelitian.
6
2.2 Data, Software, Hardware dan Alat Hardware yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer yang dilengkapi dengan Software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.3, dan Microsoft Excel 2007. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, klinometer, pita ukur, dan kamera. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Citra ALOS PALSAR perekaman Juni 2009 dengan resolusi spasial 50 m, dan citra Landsat ETM 7 path/row 128 dan 129/58 perekaman tanggal 6 Juli 2000 dan tanggal 24 April 2000, dengan resolusi spasial 30 m daerah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Gambar 2 dan 3). 2. Data hasil inventarisasi tegakan karet dan kelapa sawit dalam kegiatan “Project for support on Forest Resources Management Through Leveraging Satelite Image Information” tahun 2010 di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dengan unit contoh berupa plot lingkaran berdasarkan kelompok umur.
2.3 Tahapan Pelaksanaan Secara umum tahapan penelitian dimulai dari persiapan dan pengumpulan data, pengolahan citra, pengolahan data lapangan, penyusunan model, dan pelaporan, seperti disajikan pada Gambar 4.
7
Gambar 2 Citra Landsat ETM 7 pada tutupan lahan karet dan kelapa sawit.
Gambar 3 Citra ALOS PALSAR pada tutupan lahan karet dan kelapa sawit.
8
Mulai
Persiapan dan pengumpulan data
Persiapan data
Citra PALSAR
Citra Landsat
Pengolahan citra Analisis Nilai Backscatter
Analisis Nilai Spektral
Desain Penarikan Contoh Pengambilan Data Lapang Pengolahan data lapang
Perhitungan Biomasa Lapang
Evaluasi Data TIDAK
Analisis Statistik Penyusunan Model Penduga Biomasa
Model Diterima Penyusunan Model
YA
TIDAK
Verifikasi Model Terbaik
Verifikasi diterima YA
Pelaporan
Pembuatan Peta Sebaran Biomasa
Selesai Gambar 4 Diagram alur penelitian.
9
2.3.1 Persiapan dan Pengumpulan Data. Citra yang digunakan dalam penelitian ini dapat diunduh secara gratis melalui internet. Adapun citra PALSAR yang diunduh adalah citra PALSAR resolusi 50 m yang merupakan produk terkoreksi, sehingga tidak diperlukan proses pra pengolahan citra dan telah siap dianalisis. Plot contoh diambil dengan memperhatikan kelompok umur tanaman dan kemudahan aksesibilitas. Perbedaan umur tanaman dapat terlihat melalui perbedaan tingkat kecerahan pada citra PALSAR. Tingkat kecerahan merupakan representasi nilai backscatter. Namun hal ini masih perlu dibuktikan di lapangan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Untuk masing-masing kelompok umur, jumlah minimal plot contoh yang diambil adalah 3 plot. Dalam memperoleh sebaran informasi yang dibutuhkan untuk penentuan jumlah dan lokasi plot contoh, perlu terlebih dahulu dilakukan penafsiran citra. Penafsiran citra dilakukan untuk mendapat informasi yang terkandung dalam citra. Dalam hal ini diperlukan informasi mengenai tutupan lahan yang tersedia di lapangan. Informasi mengenai tutupan lahan pada citra PALSAR disajikan dalam Gambar 5. 2.3.2 Pengolahan Citra Analisis Backscatter Analisis backscatter dalam penelitian ini dilakukan terhadap polarisasi HH dan HV pada citra ALOS PALSAR. Nilai backscatter untuk tiap plot sampel diturunkan dari nilai digital pada tiap plot tersebut. Nilai backscatter dapat diperoleh dengan rumus kalibrasi Shimada et al. (2009) sebagai berikut : NRCS(dB) = 10*log10(DN2) + CF Keterangan : NRCS = Normalized Radar Cross Section DN = Digital Number CF = Calibration Factor, yaitu -83 untuk HH dan HV Perhitungan backscatter dilakukan pada beberapa ukuran sampel dalam citra. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keterwakilan nilai digital yang terdapat pada citra. Posisi pengambilan sampel pada citra dilakukan sesuai dengan posisi plot, untuk mengetahui hubungan nilai digital dalam ukuran sampel tersebut terhadap biomasa per plot. Ukuran sampel yang diambil memperhatikan tingkat
10
kehomogenan tutupan lahan yang terwakili, dan gap antar plot yang dapat terjadi. Semakin homogen sampel yang terwakili, maka nilai digital data yang didapat akan semakin baik. Ukuran sampel yang diambil sebaiknya tidak memiliki gap antara satu sama lain, untuk memberi nilai digital yang lebih akurat. Perhitungan backscatter pada penelitian ini dilakukan pada ukuran sampel 1x1 hingga 10x10 pixel. Adapun perhitungan backscatter pada masing-masing ukuran sampel disajikan pada Tabel 1. Analisis NDVI Analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dilakukan terhadap band-band pada citra Landsat ETM 7. Rumus umum, transformasi NDVI adalah sebagai berikut : NDVI = (NIR - R) / (NIR + R) Keterangan : NDVI = Normalized Difference Vegetation Index NIR = Nilai digital pada band Inframerah dekat (Near Infrared) R = Nilai digital pada band Merah (Red) Dalam hubungannya dengan vegetasi, analisis spektral pada citra Landsat dapat memanfaatkan beberapa band, seperti band 3 (Red/Merah) dan band 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat). Kelebihan kedua band ini untuk identifikasi vegetasi adalah objek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi. Hubungan kedua band tersebut dapat dilihat dalam nilai index vegetasi. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1, dimana nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah bebatuan, pasir dan salju. Nilai NDVI yang tinggi (positif) mengidentifikasikan wilayah vegetasi baik berupa padang rumput, semak belukar maupun hutan. Nilai index vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, index tanaman hidup (Leaf Area Index), biomasa tanaman, kapasitas fotosintesis, dan estimasi penyerapan karbon dioksida (CO2). Peta hasil analisis NDVI disajikan pada Gambar 6.
11
Gambar 5 Hasil penafsiran tutupan lahan pada citra PALSAR.
Gambar 6 Peta hasil analisis NDVI pada citra Landsat.
Tabel 1 Hasil analisis backscatter untuk kelapa sawit dan karet pada beberapa ukuran sampel citra PALSAR Vegetasi
Karet
Kelapa Sawit
Luas Pixel 1x1 pixel 2x2 pixel 3x3 pixel 4x4 pixel 5x5 pixel 6x6 pixel 7x7 pixel 8x8 pixel 9x9 pixel 10x10 pixel 1x1 pixel 2x2 pixel 3x3 pixel 4x4 pixel 5x5 pixel 6x6 pixel 7x7 pixel 8x8 pixel 9x9 pixel 10x10 pixel
DN HH min 2411.750 2560.667 2550.563 2729.640 2796.222 2923.755 2983.250 3061.519 3283.800 3373.438 4816.250 4912.444 3807.438 3881.480 4899.639 4924.776 4944.938 4980.322 4979.700 5013.121
HH max 8121.500 7956.667 7546.563 7895.880 7933.667 7857.755 7870.208 7832.840 7854.218 7840.000 6768.500 6751.667 6816.000 6746.560 6712.417 6619.571 6533.281 6502.864 6544.436 6497.868
DN HV min 912.000 958.556 947.938 1010.800 1051.333 1097.551 1148.719 1194.284 1329.020 1393.050 1803.500 1893.889 1441.625 1456.880 1914.806 1912.061 1939.781 1941.556 1963.040 1963.372
HV max 4370.500 4274.333 4278.438 4262.040 4282.139 4310.878 4255.266 4278.531 4191.560 4143.579 3493.750 3138.222 3242.688 3039.240 3042.405 3003.163 2933.750 2902.617 2843.764 2821.050
Backscatter HH min -15.353 -14.833 -14.867 -14.278 -14.069 -13.681 -13.506 -13.281 -12.672 -12.439 -9.346 -9.174 -11.387 -11.220 -9.197 -9.152 -9.117 -9.055 -9.056 -8.998
HH max -4.807 -4.985 -4.950 -5.052 -5.011 -5.094 -5.080 -5.122 -5.098 -5.114 -6.390 -6.412 -6.329 -6.418 -6.462 -6.583 -6.697 -6.738 -6.683 -6.745
Backscatter St. Dev 1.948 1.826 1.833 1.728 1.711 1.654 1.627 1.567 1.487 1.415 0.824 0.763 0.937 0.876 0.731 0.699 0.709 0.685 0.680 0.672
HV min -23.800 -23.368 -23.464 -22.907 -22.565 -22.192 -21.796 -21.458 -20.529 -20.121 -17.878 -17.453 -19.823 -19.732 -17.358 -17.370 -17.245 -17.237 -17.141 -17.140
HV max -10.189 -10.383 -10.393 -10.408 -10.367 -10.309 -10.421 -10.374 -10.552 -10.652 -12.134 -13.066 -12.782 -13.345 -13.336 -13.448 -13.652 -13.744 -13.922 -13.992
St. Dev 3.047 2.969 2.918 2.821 2.740 2.700 2.612 2.519 2.345 2.188 1.034 0.879 1.150 1.011 0.803 0.767 0.743 0.723 0.703 0.696 12
13
2.3.3 Pengambilan Data Lapangan Berdasarkan pengecekan lapangan didapat beberapa kelompok umur untuk karet maupun kelapa sawit. Umur tanaman dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Kelompok umur muda Untuk tegakan dengan umur 1 tahun sampai 5 tahun, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.02 ha (jari-jari plot 7.98 m). b. Kelompok umur sedang Untuk tegakan dengan umur 6 tahun sampai 15 tahun, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.04 ha (jari-jari plot 11.28 m). c. Kelompok umur tua Untuk tegakan umur 16 tahun up, pengambilan data dilakukan dalam plot lingkaran seluas 0.1 ha (jari-jari plot 17.8 m). Gambar plot contoh disajikan pada Gambar 7. 7.98 m 11.28 m a. Plot contoh lingkaran luas 0.02 ha. b. Plot contoh lingkaran luas 0.04 ha.
17.8 m
c. Plot contoh lingkaran luas 0.1 ha. Gambar 7 Plot contoh lingkaran.
14
Plot contoh yang diambil tersebar pada kelompok umur 1 tahun sampai 20 tahun, dengan jumlah keseluruhan plot adalah 98 plot. Terdiri dari 46 plot pada tanaman karet dan 52 plot pada tanaman kelapa sawit. Jumlah plot diambil berdasarkan keterwakilan kelompok umur dan akses yang memungkinkan dalam melakukan pengukuran. Penyebaran plot contoh disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Peta sebaran plot contoh pada citra PALSAR. 2.3.4 Pengolahan Data Lapangan Pendugaan data lapangan dilakukan untuk mengetahui besarnya biomasa atas permukaan pada plot-plot ukur yang telah ditentukan. Pendugaan biomasa dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik yang di dapat dari penelitian Yulyana (2005), dan Yulianti (2009). Adapun persamaan alometrik yang digunakan dalam menduga biomasa pada penelitian ini adalah : 1) Untuk tanaman karet (Hevea brasiliiensis), digunakan persamaan alometrik sebagai berikut :
15
W = 0.0124*(D2)0.2444 ( Yulyana 2005) Keterangan : W = Biomasa atas permukaan (ton/ha) D = Diameter setinggi dada (cm) 2) Untuk kelapa sawit (Elaeis guineensis), digunakan persamaan alometrik sebagai berikut : W = 2.14 exp-5 (D1.51*H1.33) (Yulianti 2009) Keterangan : W = Biomasa atas permukaan (ton/ha) D = Diameter setinggi dada dengan pelepah (cm) H = Tinggi total kelapa sawit (cm) Pembangunan model alometrik oleh Yulianti (2009) dilakukan pada kelapa sawit dengan varietas Marihat yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara. Persamaan alometrik dipilih dengan mempertimbangkan kesamaan varietas, dan cara pengelolaan kelapa sawit yang dikaji di lokasi penelitian. Pada penelitian ini, kelapa sawit yang ditemukan termasuk varietas Marihat, yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara. Menurut Yulianti (2009), kisaran total biomasa kelapa sawit pada umur 1 sampai 18 tahun adalah 1.28 ton/ha sampai 29.87 ton/ha. Total biomasa tanaman karet pada umur 5, 10, dan 15 tahun berturut-turut adalah 0.741 ton/ha, 3.749 ton/ha, dan 7.807 ton/ha (Yulyana 2005). Persamaan alometrik milik Yulianti (2009) dan Yulyana (2005) dipilih karena kondisi topografi lapangan dan varietas tanaman yang paling mendekati dengan kondisi penelitian. Secara umum, volume biomasa pada hutan tanaman relatif lebih besar dibandingkan dengan kelapa sawit. Sebagaimana kajian Hardjana (2008), bahwa potensi biomasa pada hutan tanaman Acacia mangium mencapai 159.75 ton/ha. 2.3.5
Pembangunan Model
a. Model-model Alternatif Analisis hubungan antara biomasa dengan karakteristik citra dilakukan dengan menyusun model hubungan biomasa terhadap nilai backscatter atau NDVI pada citra. Model-model yang digunakan adalah model linear, model polinomial, model eksponensial dan model regresi linear berganda. Model-model ini dipilih karena dapat menunjukkan hubungan antara peubah-peubah yang digunakan
16
terhadap nilai biomasa. Seperti halnya model linear yang mampu menggambarkan hubungan positif maupun negatif antara peubah dan biomasa. Model polinomial/kuadratik yang membentuk model parabola dan memiliki titik maksimum dan minimum. Serta model eksponensial yang banyak digunakan untuk menggambarkan angka pertumbuhan mahluk hidup (pertambahan atau penurunan). Sedangkan model logaritmik dan power tidak dipilih karena peubah yang akan digunakan (backscatter HH dan HV) tidak memungkinkan dalam penggunaan model-model tersebut. Hal ini karena nilai backscatter HH dan HV adalah negatif (Nawari 2010). Bentuk model-model yang dipilih disajikan dalam Tabel 2.
17
Tabel 2
Bentuk model-model yang diuji-cobakan dalam melakukan estimasi biomasa pada citra PALSAR dan citra Landsat
Jenis citra PALSAR
Model Linear
Polinomial
Bentuk persamaan yang digunakan B = a + b*HH B = a + b*HV B = a + b*(HH/HV) B = a + b*(HH-HV/HH+HV) B = a*HH2 + b*HH + c B = a*HV2 + b*HV + c B = a*(HH/HV)2 + b*(HH/HV) + c B = a*(HH-HV/HH+HV)2 + b*(HHHV/HH+HV) + c
Eksponensial
B = a*e(b*HH) B = a*e(b*HV) B = a*e(b*HH/HV)
Landsat
B = a*e(b*(HH-HV/HH+HV)) Linear Berganda B = a + b*HH + c*HV Linear B = a + b*MIR B = a + b*NIR B = a + b*NDVI B = a + b*(MIR/NIR) Polinomial
B = a*MIR2 + b*MIR + c B = a*NIR2 + b*NIR + c B = a*NDVI2 + b*NDVI + c B = a*(MIR/NIR)2 + b*(MIR/NIR) + c
Eksponensial
B = a*e(b*MIR) B = a*e(b*NIR) B = a*e(b*NDVI)
B = a*e(b*MIR/NIR) Linear Berganda B = a + b*MIR + c*NIR B = a + b*NDVI + c*MIR B = a + b*NDVI + c*NIR B = a + b*NDVI + c*(MIR/NIR) Keterangan : a,b,c = Nilai estimasi parameter ; B = Biomasa (ton/ha)
18
b. Uji Korelasi Penyusunan model hubungan biomasa dengan nilai backscatter atau NDVI masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun sebelumnya,
dilakukan
terlebih
dahulu
perhitungan
koefisien
korelasi
menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) untuk mengetahui bagaimana hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan biomasa. Proses menganalisis hubungan antar nilai backscatter dan NDVI serta hubungannya terhadap biomassa dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Rumus untuk menghitung koefisien korelasi adalah sebagai berikut : ∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
Keterangan :
∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑
= Koefisien korelasi = Jumlah pengamatan = Jumlah dari pengamatan nilai X = Jumlah dari pengamatan nilai Y = Jumlah dari pengamatan nilai X kuadrat = Jumlah dari pengamatan nilai Y kuadrat = Jumlah dari pengamatan nilai X dikuadratkan = Jumlah dari pengamatan nilai Y dikuadratkan = Jumlah dari hasil perkalian nilai X dan Y Besarnya koefisien korelasi akan berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai
positif menyatakan hubungan antara peubah yang diuji memiliki korelasi positif, yaitu jika terjadi peningkatan pada peubah yang satu, maka akan diikuti dengan terjadinya peningkatan pada peubah lainnya. Nilai negatif menunjukkan hubungan antara peubah yang diuji adalah korelasi negatif, yaitu jika terjadi perubahan pada peubah yang satu, maka akan diikuti dengan terjadinya perubahan pada peubah lain dengan arah yang berlawanan. Untuk hasil perhitungan yang menunjukkan nilai 0, dapat diartikan tidak adanya korelasi antar peubah yang diuji. Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi dari model yang dibuat memiliki nilai yang signifikan (nilai r lebih dari 0.7071 dalam hubungannya terhadap biomasa), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05).
19
Hipotesa yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah sebagai berikut : Ho : ρ
0.7071
H1 : ρ
0.7071
Rumus yang digunakan dalam Uji-Z adalah sebagai berikut :
Dengan nilai
,
, dan
1 ln 2
1 1
1 ln 2
1 1
dirumuskan sebagai berikut :
1 √
3
Keterangan : Z = Sebaran normal Z σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data Jika hasil Z-hitung ≤ 1.96, maka Ho diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan biomasa cukup erat dengan r ≥ 0.7071. Sedangkan jika Z-hitung > 1.96, maka H1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan biomasa adalah kurang erat. Setelah diketahui hubungan antar peubah dalam menduga biomasa, barulah dilakukan perhitungan statistik untuk mengetahui pengaruh peubah peubah tersebut terhadap nilai biomasa. Perhitungan ini menggunakan pendekatan koefisien determinasi (R2). Besarnya nilai R2 menyatakan seberapa baik kamampuan suatu peubah bebas dalam model untuk menjelaskan peubah tidak bebasnya, dalam hal ini adalah nilai biomasa. Secara umum, nilai R2 yang dianggap baik jika lebih dari 50%.
20
c. Uji Koefisien Regresi Untuk mengetahui apakah koefisien regresi yang dihasilkan dalam pembuatan model berpengaruh secara signifikan terhadap biomasa, perlu dilakukan pengujian menurut kaidah statistik. Pada umumnya Uji-F dilakukan untuk mengidentifikasi apakah kemampuan persamaan regresi yang dibangun dapat menjadi penduga bagi biomasa secara serentak. Sedangkan untuk mengidentifikasi kemampuan koefisien regresi dari masing-masing peubah bebas menjelaskan peubah tidak bebas secara signifikan, dapat diketahui dengan melakukan Uji-t. Hasil Uji-F akan memberi hasil yang sama dengan pengujian peubah menggunakan Uji-t. Karena nilai statistik Uji-t bila dikuadratkan akan identik dengan nilai Uji-F. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengujian ini akan dipengaruhi oleh selang kepercayaan yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Hipotesa yang digunakan dalam Uji-F adalah sebagai berikut : Ho : βi = 0, i = 1, 2, 3, ... k. H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0, i = 1, 2, 3, ... k. Ketentuan perhitungan F-hitung ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Tabel analisis ragam Sumber db keragaman Regresi Dbr = k
Sisa
JK
KT
F-hitung
Dbs = n–k
Total
Dbt =
∑
n-1 Keterangan : ∑ ∑
∑
∑
∑
21
, , ∑ ∑ ∑ KTR KTS JKR JKS Dbr Dbs
k n
= Parameter dugaan = Jumlah biomasa aktual = Jumlah dari hasil kali antara biomasa dengan peubah pertama = Jumlah dari hasil kali antara biomasa dengan peubah kedua = Kuadrat Tengah Regresi = Kuadrat Tengah Sisa = Jumlah Kuadrat Regresi = Jumlah Kuadrat Sisa = Derajat Bebas Regresi = Derajat Bebas Sisa = Nilai biomasa aktual = Nilai biomasa dugaan = Jumlah parameter dalam model = Banyaknya plot contoh Jika hasil F-hitung ≤ F-tabel, maka Ho diterima, yang berarti bahwa tidak
terdapat peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap biomasa. Sedangkan jika F-hitung > F-tabel, maka H1 diterima, yang berarti bahwa terdapat minimal satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap biomasa. Jika H1 diterima melalui Uji-F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas, dengan mengikuti hipotesa sebagai berikut : Ho : βi ≠ 0 H1 : βi = 0 Rumus yang dapat digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah :
Dalam analisis regresi berganda, perhitungan Keterangan : = Nilai dugaan untuk koefisien regresi ke-i β = Nilai hipotesis dari koefisien regresi = Varian dari contoh dugaan cjj = Elemen invers matriks dari koefisien regresi KTS = Kuadrat Tengah Sisa
mengikuti ketentuan :
22
Jika hasil t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima, yang berarti bahwa koefisien regresi dari peubah bebas dapat menjelaskan biomasa secara signifikan. Sedangkan jika t-hitung > t-tabel, maka H1 diterima, yang berarti bahwa koefisien regresi dari peubah tidak bebas tidak mampu menjelaskan biomasa secara signifikan. Dalam penelitian ini, kesimpulan dari uji koefisien regresi ditunjukkan oleh nilai P-value. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0.05). Jika nilai P-value dari peubah dalam model regresi kurang dari α, maka model tersebut secara statistik adalah signifikan dapat menjelaskan biomasa. d. Uji Verifikasi Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap hasil dari model tersebut dengan menggunakan perhitungan Uji-χ², ℮ (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan RataRata) dan RMSE (Root Mean Square Error). Dalam penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual). Perhitungan χ² dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ Keterangan : χ = Nilai Chi-square = Nilai ekspetasi/ dugaan = Nilai observasi/ aktual Nilai RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat sisa antara selisih biomasa dugaan dengan biomasa aktual. RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model.
23
Perhitungan RMSE dilakukan sesuai dengan rumus : ∑
RMSE
100%
Keterangan : RMSE = Root Mean Square Error = Nilai dugaan = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Bias (℮) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai ℮ yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol. Perhitungan ℮ dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑
100%
℮ Keterangan : ℮ = Bias = Nilai dugaan = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan
Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952 dalam Nurhayati 2010). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1. Nilai SA dapat dihitung dengan rumus : ∑
∑ ∑
Keterangan : SA = Simpangan Agregat = Nilai dugaan = Nilai aktual Sedangkan SR dinyatakan sebagai rata-rata perbedaan antara nilai aktual dan nilai dugaan. Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%.
24
Perhitungan SR dilakukan sesuai rumus :
∑
100%
Keterangan : SR = Simpangan Rata-rata = Nilai dugaan = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Proses verifikasi dalam penelitian ini menggunakan data yang sama dengan data penyusunan model, hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan data yang dimiliki. Untuk mendapatkan model penduga biomasa yang akurat dan valid, perlu dilakukan penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang telah dilakukan. Namun sebelum penyusunan peringkat, dipilih terlebih dahulu model-model yang dinyatakan signifikan melalui Uji- χ². Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan ℮, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
4
1 4
1
℮
℮
4
1
4
1