BAB II METODE PEMBIASAAN DAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SURAT-SURAT PENDEK A. Metode Pembiasaan 1. Pengertian Metode Pembiasaan Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan. Dalam bahasa Arab, kata metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut terminologi metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. 1 Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sehingga dapat dipahami atau diserap oleh manusia didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya.2 Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah “biasa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “biasa” adalah lazim atau umum, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu / seseorang 1
Moh. Hailami dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam,(Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012), hlm. 210-211. 2 Ibid., hlm. 216.
21
menjadi terbiasa. Menurut terminologi pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan dinilai sangat efektif jika penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang masih kecil. Karena memiliki rekaman ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan seharihari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak.3 Pembiasaan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan.4 Cara lain yang digunakan oleh al Qur‟an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Al Qur‟an menjadikan kebiasaan itu sebagai slaah satu teknik atau metode pendidikan.5 Hakikat pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman. Pembiasaan adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang 3
Armai Arief, Op.cit., hlm. 110. Heri Gunawan, Op.cit, hlm. 267. 5 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 100 4
22
pembiasaan selalu menjadi satu rangkaian tentang perlunya melakukan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan di setiap harinya. Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan merupakan penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh anak. Pembiasaan pada hakikatnya mempunyai implikasi yang lebih mendalam dari pada penanaman cara-cara berbuat dan mengucapkan.6 Metode pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode ini sangat efektif untuk menguatkan hafalan-hafalan pada anak didik, dan untuk penanaman sikap beragama dengan cara menghafal doa-doa dan ayat-ayat pilihan. Misalnya Rosulullah senantiasa mengulang doa-doa yang sama di depan para sahabatnya, maka beliau hafal doa itu, dan para sahabatnya yang mendengarpun menjadi hafal. 7 2. Landasan Teori Metode Pembiasaan Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, dimana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik.8
6
Muhammad Fadhilah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 173-174. 7 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 145. 8 Armai Arief, Op.cit., hlm.111.
23
3. Syarat-syarat Pemakaian Metode Pembiasaan Syarat-sayarat
yang
harus
dilakukan
dalam
mengaplikasikan
pendekatan pembiasaan dalam pendidikan, antara lain yaitu: a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. usia sejak bayi dianggap sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang membentuknya. b. Pembiasaan hendaklah
dilakukan secara
kontiniu,
teratur dan
berprogram. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. c. Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didi untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan. d. Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistik, hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai dengan kata hati anak didik itu sendiri. 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembiasaan Sebagaimana pendekatan-pendekatan lainnya di dalam proses pendidikan, pendekatan pembiasaan tidak bisa terlepas dari dua aspek yang saling bertentangan, yaitu kelebihan dan kekurangan.
24
a. Kelebihan Kelebihan pendekatan ini antara lain: a) Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik. b) Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi juga berhubungan dengan aspek batiniah. c) Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik. b. Kekurangan Kelemahan metode ini adalah membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar
dapat
dijadikan
sebagai
contoh
tauladan
dalam
menanamkan sebuah nilai kepada anak didik. Oleh karena itu pendidik yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan pendekatan ini adalah pendidik pilihan yang mampu mengamalkan nilai yang disampaikannya terhadap anak didik.9 5. Bentuk Pelaksanaan Pembiasaan Mulyasa berpendapat yang dikutip oleh Heri Gunawan bahwa pendidikan dengan pembiasaan dapat dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran, atau tidak terprogram dengan kegiatan sehari-hari. a. Secara terprogram Kegiatan pembiasaan secara terprogram dapat dilaksanakan dengan perencanaan
khusus
dalam
kurun
waktu
tertentu.
Untuk
mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal adalah sebagai berikut:10 9
Ibid. hlm.111-114. Heri Gunawan, Op.cit., hlm. 269.
10
25
a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuannya, keterampilannya, dan sikap baru dalam pembelajaran. b) Biasakan
melakukan
kegiatan
inkuri
dalam
setiap
proses
pembelajaran. c) Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran. d) Biasakan
belajar
kelompok
(cooperative
learning)
untuk
menciptakan masyarakat belajar. e) Biasakanlah oleh guru untuk selalu menjadi model dalam setiap pembelajaran. f) Biasakan melakukan refleksi dalam setiap akhir pembelajaran. g) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil dan transparan dengan berbagai cara. h) Biasakan peserta didik utnuk bekerja sama (team work) dan saling menunjang satu sama lainnya. i) Biasakanlah untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar. j) Biasakanlah peserta didik melakukan sharing dengan temantemannya, untuk menciptakan keakraban. k) Biasakanlah peserta didik untuk berpikir kritis terhadap materi belajar. l) Biasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan kepada kedua orang tua peserta didik terhadap perkembangan perilakunya.
26
m) Biasakan perserta didik untuk berani mengambil keputusan dan juga berani menanggung resiko. n) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam dalam memutuskan masalah. o) Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran dan kritikan yang diberikan orang lain. p) Biaskan peserta didi untuk terus-menerus melakukan inovais dan improvisasi dalam melakukan pembelajaran demi melakukan perbaikan selanjutnya. b. Secara tidak terprogram Kegiatan pembiasaan peserta didik yang dilakukan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:11 a) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakuakan secara terjadwal. Seperti sholat berjamaah, sholat Dhuha bersama, upacara bendera, senam memelihara kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekolah, dan kegiatan yang lainnya. b) Kegiatan yang dilakukan secara spontan, yakni pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus. Misalnya pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, melakukan antre, dan lain sebagainya. c) Kegiatan dengan keteladanan, yaitu pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari. Seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik dan santun, rajin membaca, memuji
11
Ibid, hlm. 269-270.
27
kebaikan atau keberhasilan
orang lain, datang ke sekolah dengan tepat waktu, dan lain sebagainya.
B. Kemampuan Menghafal Surat-Surat Pendek 1. Pengertian Menghafal Menurut Suryabrata, istilah menghafal disebut juga mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki, artinya dengan sadar dan sungguhsungguh mencamkan sesuatu. Dikatakan dengan sadar dan sungguhsungguh, karena ada pula mencamkan yang tidak disengaja dalam memperoleh suatu pengetahuan.12 Orang-orang Islam dahulu sangat menghargai ingatan yang kuat dan menganggap pengembangan ingatan untuk menghafal sebagai salah satu tujuan pendidikan. Menurut al-Zarnujy yang dikutip oleh Oemar Muhammad bahwa hal-hal yang dapat dilakukan untuk menguatkan ingatan adalah: a. Mengulangi berkali-kali apa yang dihafal sebelum itu terus menerus mengulang dan belajar. b. Mengurangi makan. c. Sembahyang waktu malam dan membaca al Qur‟an. d. Menjauhi segala macam dosa (maksiat), kesusahan dan kesedihan.13 Dari pengalaman sehari-hari kita memiliki kesan seakan-akan apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita.
12
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.
45. 13
Oemar Muhammad al Toumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 576-577.
28
Padahal menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan kita pelajari, kalau memang sistem akal kita mengolahnya dengan cara yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita. Akan tetapi, kenyataannya yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu. Acapkali terjadi, apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar diingat kembali dan mudah terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan. Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Secara sederhana Gulo dan Reber yang dikutip oleh Muhibbin Syah bahwa lupa adalah ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.14 Faktor-faktor penyebab lupa antara lain yaitu: a.
Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa.
b.
Lupa dapat terjadi pada seseorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja ataupun tidak.
c.
Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.
d. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu.
14
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 165.
29
e. Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. f. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.15 Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara lain menurut Barlow, Reber , dan anderson yang dikutip oleh Muhibbin Syah adalah sebagai berikut: a. Overlearning Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa mempelajari respons tersebut dengan cara diluar kebiasaan. b. Extra study time Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. c. Mnemonic device Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga disebut mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.
15
Ibid. hlm.167-171.
30
d. Pengelompokan Maksud kiat pengelompokan (clustering) ialah menata ulang itemitem materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikan dan lafal yang sama atau sangat mirip. e. Latihan terbagi Lawan latihan terbagi (distributed pratice) adalah
latihan
terkumpul (massed pratice) yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan cremming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan
dengan alokasi waktu yang pendek dan
dipisah-pisahkan diantara waktu-waktu istirahat. Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. 16 f. Pengaruh letak bersambung Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar katakata(nama, istilah, dan sebagainya yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. 2. Metode Menghafal Al-Suyuti berpendapat yang dikutip oleh Syahidin bahwa dalam menghafal hendaknya menggunakan salah satu dari tiga metode, yaitu:
16
Ibid. Hlm. 173-179.
31
a. Siswa mendengarkan bacaan, setelah itu lalu mengulanginya sehingga guru dapat membetulkannya apabila siswa tersebut keliru membacanya. b. Siswa mendengarkan bacaan guru dan mencukupkan dengan hanya mendengarkan, mengucapkan
jika suatu
siswa kalimat,
meragukan maka
kemampuannya
guru
memintanya
untuk untuk
membacakan kalimat kepadanya. c. Siswa membaca dan guru mendengarkannya, lalu membetulkannya apabila keliru.17 Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf yang dikutip oleh Zaki Zamani bahwa ada 4 teknik dalam menghafal al Qur‟an: a. Teknik memahami ayat yang akan dihafal. b. Teknik mengulang-ulang sebelum menghafal. c. Teknik mendengarkan sebelum menghafal. d. Teknik menulis sebelum menghafal.18 Menurut Suryabrata, hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan antara lain: a. Menyuarakan dalam menghafal. Dalam proses menghafal akan lebih efektif bila seseorang menyuarakan bacaannya, artinya tidak membaca dalam hati saja. b. Pembagian waktu yang tepat dalam menambah hafalan, yaitu menambah hafalan sedikit demi sedikit akan tetapi dilakukan secara kontinu. c. Menggunakan metode yang tepat dalam menghafal, antara lain: 17
Syahidin, Op.cit, hlm. 146-147. Zaki Zamani, dkk. Metode Cepat Menghafal Al Qur’an, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014), hlm. 46. 18
32
1. Metode keseluruhan/metode G (Ganzelern methode), yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali dari awal sampai akhir. 2. Metode bagian/metode T (teilern methode), yaitu menghafal bagian demi bagian sesuatu yang dihafalkan 3. Metode campuran/ metode V (vermittelendern), yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar terlebih dahulu selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan. 19 3. Strategi Menghafal Al Qur‟an a. Strategi pengulangan ganda Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup dengan sekali proses menghafal saja. Salah besar apabila seseorang menganggap dan mengharap dengan sekali menghafal saja kemudian menjadi seorang yang hafal al Qur‟an dengan baik. Presepsi ini adalah presepsi yang salah dan justru mungkin akan menimbulkan kekecewaan setelah menghadapi kenyataan yang berbeda dengan anggapannya. Untuk menanggulangi masalah seperti ini maka perlu sistem pengulangan ganda. Posisi akhir tingkat kemapanan suatu hafalan itu terletak pada pelekatan ayat-ayat yang dihafalnya pada bayangan, serta tingkat keterampilan lisan dalam memproduksi kembali terhadap ayatayat yang telah dihafalnya. Semakin banyak pengulangan maka semakin kuat pelekatan hafalan itu dalam ingatan. b. Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal
19
Sumardi Suryabrata, Op.cit., hal 45-46.
33
Pada umumnya, kecenderungan seseorang dalam menghafal al Qur‟an ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapat sebannyakbanyaknya. Hal ini menyebabkan proses menghafal itu sendiri menjadi tidak konstan atau tidak stabil. Dalam menghafal al Qur‟an diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengamati kalimat-kalimat dalam suatu ayat yang hendak dihafalnya, terutama pada ayat-ayat yang panjang. Yang perlu diingat bahwa banyaknya ayat-ayat yang ditinggalkan akan menganggu kelancaran, dan justru akan menjadi beban tambahan dalam proses mengahafal. c. Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayatnya. d. Menggunakan satu jenis mushaf Di antara strategi menghafal yang banyak membantu proses menghafal al Qur‟an ialah menggunakan satu jenis mushaf. Memang tidak ada keharusan menggunakan satu jenis mushaf yang yang disukai boleh dipilihasal tidak berganti-ganti. e. Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya Memahami pengertian, kisah atau asbabun-nuzul yang terkandung dalam ayat-ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal al Qur‟an. Pemahaman itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa dan struktur kalimat dalam suatu ayat.
34
f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa Ditinjau dari aspek makna, lafal susunan atau struktur bahasanya diantara ayat-ayat dalam al Qur‟an banyak yang terdapat keserupaan atau kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Sebenarnya banyaknya pengulangan atau adanya ayat-ayat yang sama dapat membantu mempercepat hafalan. g. Disetorkan pada seorang pengampu Menghafal al Qur‟an memerlukan adanya bimbingan yang terusmenerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau untuk mengulang. Menghafal al Qur‟an dengan sistem setoran kepada pengampu akan lebih baik dibanding dengan menghafal sendiri dan juga akan memberikan hasil yang berbeda. 20 4. Surat-Surat Pendek a. Pengertian surat Dari segi bahasa surah berarti manzilah, atau kedudukan. Arti lainnya adalah Syaraf, atau kemuliaan. Menurut definisi yang dikenal dalam hubungannya dengan al-Qur‟an, surah adalah “kelompok tersendiri dari ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai awal dan akhir”. Para ulama mengelompokkan surah-surah al-Qur‟an yang berjumlah 114 itu menjadi empat, yaitu: a) Al-Thiwal. Yaitu surah yang panjang-panjang. b) Al-Mu’in atau Al-Mi’in. Yaitu surah-surah al-Qur‟an yang jumlah ayatnya sekitar 100 ayat.
20
Ahsin W. Al Hafidz, Op.cit., hal. 67-72
35
c) Al-Matsani. Surah-surah yang termasuk kelompok ini adalah surah yang ayatnya kurang dari seratus buah. Disebut matsani yang berarti diulang-ulang karena surah ini sering dibaca ulang. d) Al-Mufashshal. Yaitu surah-surah yang lebih pendek dari AlMatsani . disebut Al-Mufashshal yang berarti terputus-putus, karena seringnya terputus. Sebabnya surah itu pendek.21 b. Macam surat-surat pendek a) Surah Ad-dhuha Surah ini terdiri dari 11 ayat, termasuk surah-surah periode makiyyah dan diturunkan sesudah Al-fajr. Ad-Dhuha artinya adalah waktu matahari sepenggal naik. b) Surah Al-insyirah Surah ini terdiri dari 8 ayat, termasuk golongan surah-surah periode makiyyah dan diturunkan sesudah surah Ad-Dhuha. Surah Alinsyirah artinya bukankah kami telah melapangkan. c) Surah At-tin Surah ini terdiri dari 8 ayat, temasuk golongan surah-surah periode Makiyyah. Diturunkan sesudah surah Al-buruj (85). Nama “At-tin” diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama dalam surah ini yang artinya “buah tin” d) Surah Al-„Alaq Surah ini terdiri dari 19 ayat termasuk golongan surah-surah periode makiyyah. Ayat 1 sampai dengan 5 dari surah ini adalah ayat-ayat al21
Kamaludin Marzuki, ‘Ulm al-Qur’an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarnya, 1994), hlm.
91-92.
36
Qur‟an yang pertama kali diturunkan. Surah Al-Alaq (segumpal darah) diambil dari potongan ayat yang terdapat di ayat kedua, surah ini disebut juga dengan surah “iqro” atau “Al qalam”. e) Surah Al-Qadr Surah ini terdiri dari 5 ayat, termasuk golongan surah-surah periode Makiyyah. Diturunkan sesudah surah Abasa. Dinamakan surah AlQadr diambil dari ayat yang pertama dari surah ini artinya malam kemuliaan. f) Surah Al-Bayyinah Surah Al-Bayyinah terdiri dari 8 ayat, termasuk golongan surahsurah Al-Madaniyyah, diturunkan setelah surah Ath-Thalaq. Surah Al-Bayyinah berarti bukit. g) Surah Az-Zalzalah Surah Az-zalzalah terdiri dari 8 ayat, termasuk golongan surah-surah periode Madaniyyah, diturunkan sesudah surah an-Nisa‟. Nama azZalzalah berarti kegoncongan. h) Surah Al-Adiyat Surah Al-Adiyat terdiri dari 11 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah diturunkan sesudah Al-ashr. Nama Al-Adiyat berarti kuda yang berlari kencang. i) Surah Al-Qari‟ah Surah Al-qariah terdiri dari 11 ayat, surah ini termasuk golongan Makiyyah diturunkan sesudah Al-Quraisy. Nama al-qari‟ah diambil
37
dari kata “Al-Qar‟ah” yang terdapat pada ayat 1, 2, dan 3, artinya: azab, bergoncang, bergoyang, gemuruh, menggeletar, kiamat.22 j) Surah At-Takatsur Surah at-Takatsur terdiri dari 8 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah surah Al-Kutsar. Nama At-Takatsur artinya adalah bermegah-megahan. k) Surah Al-Ashr Surah Al-ashr terdiri dari 3 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah Alam Nasyrah. Kata al-Ashr berarti masa. l) Surah Al-Humazah Surah Al-Humazah terdiri dari 9 ayat, termasuk golongan surahsurah Makiyyah, diturunkan setelah Surah Al-Qiyamah. Nama AlHumazah berarti pengumpat. m) Surah Al-Fiil Surah Al-Fiil terdiri dari 5 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah al-Kafirun. Nama Al-Fiil diambil dari kata “Al-Fiil” yang terdapat pada ayat pertama artinya “gajah”. n) Surah Al-Quraisy Surah Al-Quraisy terdiri dari 4 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah at-Tin. Nama Al-quraisy berarti suku Quraisy.
22
Nor hadi, Op.Cit., hlm. 254-314.
38
o) Surah Al-Ma‟un Surah al-Ma‟un terdiri dari 7 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah At-Takatsur. Nama Al-Ma‟un artinya barang-barang yang berguna.23 p) Surah Al-Kautsar Surah-surah Al-Kautsar terdiri dari 3 ayat, termausk golongan surahsurah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah al-adiyat. Dinamakan Surah “Al-Kautsar” (nikmat yang banyak) diambil dari kata”AlKautsar” yang terdapat pada ayat yang pertama. q) Surah Al-Kafirun Surah al-Kafirun terdiri atas 6 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah Al-Ma‟un. Dinamakan Surah Al-Kafirun (orang-orang kafir) diambil dari kata “Al-Kafirun” yang terdapat pada ayat pertama. r) An-Nashr Surah an-nashr terdiri dari 3 ayat, termausk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah At-Taubah. Surah An-Nashr berarti pertolongan. s) Surah Al-Lahab Surah Al-Lahab terdiri dari 5 ayat termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah Surah Al-Fath. Nama Al-Lahab artinya gejolak api.
23
Ibid, hlm. 319-344.
39
t) Surah Al-Ikhlas Surah Al-Ikhlash terdiri dari 4 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah diturunkan sesudah surah an-nas. Dinamakan Surah “AlIkhlas” disebabkan dalam Surah ini sepenuhnya menegaskan untuk memurnikan ketauhidan (keesaan) Allah SWT. u) Al-Falaq Surah Al-Falaq dari 5 ayat, termasuk golongan surah-surah makiyyah, diturunkan sesudah Surah al-Fiil. Nama “Al-Falaq” diambil dari kata “Al-falaq” yang terdapat pada ayat pertama, artinya waktu subuh. v) Surah An-nas Surah an-Nas terdiri atasa 6 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah, diturunkan sesudah surah Al-Falaq. Nama “an-Nas” diambil dari kata “An-Nas” yang berulang kali disebut dalam surah ini, yang artinya: “manusia”.24
24
Ibid, hlm. 355-382.
40