BAB I PENDAHULUAN Bahan Obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Sediaan yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi para ahli farmasi di pabrik dalam membuat formula dan bagi dokter dalam memilih obat serta cara pemberiannya untuk ditulis dalam resep. Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang harus diproses melalui unit operasi dengan pasti. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif maupun bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Proses tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa kimia maupun bahan yang berasal dari tubuhan atau hewan. Proses ini merupakan dasar operasional penting dalam bidang teknologi farmasi. Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan semua kegiatan operasional sampai terjadinya sediaan obat. Seperti proses penghalusan, pendistribusian partikel, pengeringan, pencampuran, penggranulan dan seterusnya. Semua proses memerlukan peralatan yang merupakan unit-unit operasi yang harus diketahui dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan akhirnya diperoleh produk yang dikehendaki. Perkembangan teknologi sedemikian pesatnya, hal tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi dunia farmasi, khususnya terhadap perkembangan bentuk sediaan farmasi. Perubahan atau pola pergeseran metode pembuatan sediaan dari skala konvensional menjadi skala modern dengan bantuan teknologi sangat membantu perkembangan industry farmasi ke arah yang lebih baik. Setelah mengikuti perkuliahan Teknologi Farmasi ini Mahasiswa diharapakan mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida memahami proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot, dan skala produksi dalam pabrikan, juga memahami aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik sehingga diperoleh obat yang memenuhi persyaratan. 1
BAB II A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida serta cara pembuatannya dalam skala laboratorium maupun pabrikan. B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : -
Mengerti tentang ruang lingkup teknologi farmasi
-
Menjelaskan teknologi dan penggunaannya di bidang farmasi
-
Menjelaskan tentang kelompok bentuk sediaan farmasi ; solida, semisolida dan likuida
C. Uraian Materi
1. Teknologi Farmasi berasal dari dua kata yaitu Teknologi dan Farmasi. Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Farmasi (bahasa Inggris : pharma bahasa Yunani Pharmacon yang berarti : obat) merupakan salah satu bidang professional ilmu kesehatan yang merupakan kombinasi ilmu kimia dan ilmu kesehatan yang memiliki tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat, termasuk didalamnya obat tradisional, mulai dari peracikan sampai dengan pembuatan di pabrik-pabrik farmasi. Teknologi Farmasi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi , mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan produk farmasi mulai dari pencarian/penemuan, pengolahan dan pengembangan bahan baku hingga menjadi sediaan farmasi yang siap digunakan. Pengembangan pharmaceutical science & technology atau pendekatannya bersifat product oriented untuk memenuhi kebutuhan
riset pengembangan produksi dan
pemeriksaan produk farmasi dan alat kesehatan Ruang Lingkup teknologi farmasi meliputi sediaan solida, semisolida dan likuida. Serta proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot, dan skala produksi dalam pabrikan,
2
2. Sediaan Solida adalah Bentuk sediaan farmasi yang bersifat padat, termasuk didalamnya adalah tablet, kaplet, serbuk, pil dan kapsul Sediaan semisolida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat semipadat termasuk didalamnya adalah salep, cream, jelly dan suppositoria Sediaan likuida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat cair termasuk didalamnya adalah larutan, emulsi, dan suspensi.
D. Soal-soal
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi? 2. Sebutan kegunaan teknologi farmasi dalam pembuatan sediaan farmasi (obat) ? 3. Jelaskan apa yang dimaksud bentuk sediaan solida, semisolida dan likuida ? 4. Sebutkan contoh bentuk sediaan solida, semisolida dan likuida !
E. Pustaka
-
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
3
BAB III A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat). B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : -
Memahami tentang penyusunan formula sediaan
-
Memahami cara pembuatan sediaan dalam skala laboratorium
-
Menjelaskan tentang evaluasi bentuk sediaan
C. Uraian Materi
1. Formula sediaan bisa merupakan suatu formula officinalis atau formula magistralis. Formula officinalis yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standart. Formula magistralis yaitu resep yang ditulis oleh dokter, dokter gigi, dokter hewan dan dokter spesialis Formula sediaan tersusun dari bahan aktif dan bahan tambahan 2. Dalam penyusunan formula sediaan di dalam laboratorium harus selalu diperhatikan tentang karakteristik masing-masing bahan. Pemilihan bahan sebisa mungkin menghindari adanya bahan (obat) yang tidak tercampur atau bahan yang bisa menimbulkan interaksi obat antara bahan satu dengan bahan yang lain. 3. Evaluasi bentuk sediaan adalah salah satu bagian dari pengendalian mutu sediaan. Evaluasi bisa dilakukan disaat proses produksi berlangsung disebut dengan In Process Control (IPC), dan evaluasi disaat proses produksi telah berakhir disebut sebagi End Process Control (EPC).
D. Pertanyaan
-
Apa yang dimaksud dengan formulasi ?
-
Sebutkan tujuan dilakukannya evaluasi mutu bentuk sediaan farmasi ?
4
E. Pustaka
-
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
5
BAB IV A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : -
Memahami tentang granul
-
Menjelaskan skema metode pembuatan granul (granulasi)
-
Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan granul
C. Uraian Materi 1. Granul atau granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukurannya biasanya berkisar antara ayakan mesh 4-12.
Gambar 1. Granul
6
Gambar 2. Granul Syarat Granul yang baik, adalah: 1. Bentuk spheris 2. Ukuran mengikuti distribusi normal dengan % partikel kasar dan % partikel halus (fines) 3. Ukuran sesuai dengan berat tablet 4. Homogen dan kompresibiltas baik 5. Mempunyai kelembaban tertentu
7
Tabel ukuran granul (Rawlins,E.A, 1977) Tablet weight
Sieve number (meshesper inch) for
(mg)
Punch diameter (mm)
Wet screening
Dry screening
50
16
20
5-6,5
100
16
20
7
150
12
16
8
200
12
16
8,5
300
10
12
10,5
500
10
10
12
1000
8
8
16
2. Skema metode pembuatan granul (granulasi) : a. Granulasi Kering Skema :
Penimbangan
Pencampuran
Pengempaan (tekanan besar)
Slug / lempengan
Penghancuran
Pengayakan
8
GRANUL
b. Granulasi Basah Skema : Penimbangan Pencampuran
Penambahan cairan pengikat
Pencampuran (pembuatan massa granul)
Pegayakan granul basah (6-12 mesh) Pengeringan granul 40-600 C
Pengayakan (14-20 mesh)
GRANUL
3. Alat dan Mesin yang digunakan untuk pembuatan Granul a. Alat Pencampur (= Mixer) bahan granul (raw material) -
Cylindrical mixer, double cone mixer, cube mixer untuk mencampur komponen2 dengan : batch kecil, perbedaan densitas partikel kecil.
Gambar 3. Tumbling Mixer
9
-
V-mixer, Y-mixer untuk mencampur komponen2 dengan : batch besar, perbedaan densitas partikel besar
Gambar 4. Y-Mixer b. Granulasi Kering -
Alat heavy duty tableting machine adalah alat yang digunakan untuk mengubah massa tablet yang dikempa dengan tekanan menjadi slug.
-
Alat roller compactor masa tablet dikempa dengan tekanan yang besar menjadi lempengan – lempengan.
Gambar 5. Roller Compactor Machine
10
c. Granulasi Basah -
Shear Granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah massa tablet menjadi granul basah
Gambar 6. Shear Granulator -
Fluized bed granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah masa tablet menjadi granul basah
Gambar 7. Fluized bed granulator
d. Alat pengering Granul -
Oven adalah alat yang banyak digunakan untuk mengeringkan granul basah menjadi granul kering dengan suhu yang sudah ditentukan
11
Gambar 8. Oven
-
Fluized bed dryer adalah alat yang digunakan untuk mengubah masa granul basah menjadi granul dan sekaligus menjadikannya granul kering
Gambar 9. Fluized Bed Dryer 12
Proses pengeringan granul : -
Suhunya tidak boleh terlalu panas
-
Kekeringan granul (kadar air)
-
Kelembaban granul
D. Pertanyaan -
Sebutkan definisi granul ?
-
Sebutkan alat yang digunakan untuk mencampur bahan granul dengan hasil yang paling bagus !
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989.
-
Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.
13
BAB V A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : a. Menjelaskan metode pembuatan granul (granulasi) b. Menjelaskan keuntungan metode granulasi basah dan kering C. Uraian Materi 1. Granulasi Basah Granulasi Basah untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab. Bahan Pengikat lebih efektif dalam bentuk cairan karena jumlahnya relatif sedikit dibanding dalam keadaan kering yang kemudian ditambahkan air secara terpisah. Baik tidaknya granul yang dihasilkan selain tergantung dari formula terutama
bahan
pengikatnya
juga
tergantung
dari
proses
pencampuran massa padat dengan cairan pengikatnya. Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi basah adalah : Paracetamol Skema : Penimbangan Pencampuran
Penambahan cairan pengikat
Pencampuran (pembuatan massa granul)
14
Pegayakan granul basah (6-12 mesh)
Pengeringan granul 40-600 C
Pengayakan (14-20 mesh)
GRANUL Keuntungan granulasi basah : a. Terbentuknya granul, sifat alir dan kompresibilitas massa tablet menjadi lebih baik sehingga mudah di tablet b. Untuk zat dosis tinggi dengan sifat alir dan kompresibilitas jelek, dengan granulasi basah memrlukan relatif sedikit bahan pengikat dibanding dengan kempa langsung. c. Mencegah segregasi campuran massa tablet yang sudah homogen d. Kelembaban granul bisa di atur e. Kecepatan disolusi obat yang hidrofob dapat diperbaiki dengan memilih bahan pengikat yang tepat. Kerugian granulasi basah: a. Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi b. Biaya cukup tinggi c. Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
2. Granulasi Kering Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan kompresibilitasnya
jelek
dan
kelembaban.
15
sensitive
terhadap
panas
atau
Bahan Pengikat diberikan dalam bentuk kering karena menghindari penggunaan larutan dan air sebagai pembasah. Massa tablet dikempa menjadi slug atau lempengan untuk kemudian dihancurkan lagi menjadi granul sesuai yang diinginkan dengan mempersyaratkan ukurannya. Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi kering adalah : Amoxicillin
Skema :
Penimbangan
Pencampuran
Pengempaan (tekanan besar)
Slug / lempengan
Penghancuran
Pengayakan
GRANUL
Keuntungan granulasi kering : a. Peralatan lebih sedikit karena tidak mengguanakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama. b. Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab. c. Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat. Kerugian granulasi kering: a. Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug. b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam. c. Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang.
16
D. Pertanyaan -
Sebutkan bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi basah!
-
Jelaskan yang dimaksud dengan pengayak mesh 14-20 !
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
1995. Handbook Pharmaceutical Exipient. Jakarta.
17
BAB VI A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : a.
Menjelaskan tentang evaluasi mutu granul
b.
Memahami cara dan perhitungan evaluasi mutu granul
C. Uraian Materi Evaluasi Mutu Granul : a. Uji Sifat Alir Granul Granul dimasukkan kedalam corong uji waktu alir. Penutup corong dibuka sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir granul dicatat dengan stopwatch dari mulai dibukanya tutup bagian bawah hingga semua massa granul mengalir keluar dari alat dan timbunan granul digunakan untuk menghitung sudut istirahat (sudut diam), sudut diamnya dihitung dengan mengukur diameter rata-rata timbunan granul dan tinggi tumpukan (puncak) timbunan granul yang keluar dari mulut corong diukur. Untuk 100 g granul waktu alir dipersyaratkan tidak boleh lebih dari 10 detik. Sudut diam tidak lebih dari 30 derajat (_) = Sudut istirahat Arc Tangen = Tinggi puncak granul jari-jari lingkaran h = tinggi puncak granul yang terbentuk r = jari-jari kerucut granul yang terbentuk Besar sudut istirahat
Keterangan
<25
Sangat baik
25-30
Baik
30-40
Cukup
>40
Sangat sukar (Aulton, 1988, Lieberman&Lachman, 1986) 18
b. Uji kompresibilitas Timbang 100g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat volumenya, kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo) dan volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V). Perhitungan : I=
x 100%
Keterangan : I = Indeks kompresibilitas (%) Vo = Volume granul sebelum dimampatkan (mL) V = Volume granul setelah dimampatkan (mL) Syarat = Tidak lebih dari 20% Kompresibilitas (%)
Sifat aliran
5-12
Sangat baik
12-18
Baik
18-23
Cukup
23-33
Kurang
33-38
Sangat kurang
>38
Sangat buruk
c. Uji kerapuhan granul Kerapuhan granul yaitu gambaran stabilitas fisis granul. Dapat diamati lewat ketahanannya terhadap adanya getaran dengan menempatkannya diatas ayakan bertingkat yang digetarkan. Presentase kerapuhan granul =
%
d. Uji Daya serap granul Daya serap granul berpengaruh pada waktu hancur tablet. Faktor yang mempengaruhi penetrasi adalah porositas tablet dimana tergantung kompresi dan kemampuan penyerapan air dari material yang dipakai. Bahan penghancur mulai berfungsi diantaranya melalui
19
proses pengembangan reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah air masuk ke dalam tablet. Berat air yang diserap oleh granul adalah berat rata-rata dari 3 kali replikasi yang dihitung setelah berat ampul yang ditimbang konstan. e. Uji Waktu Alir Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalir dari sejumlah granul melalui lubang corong yang diukur adalah sejumlah zat yang mengalir dalam suatu waktu tertentu. Untuk 100 g granul waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet
Besar laju alir (g/s)
Sifat aliran
>10
Sangat baik
4-10
Baik
1,6-4
Sukar
<1,6
Sangat sukar
f. Uji kompaktibilitas Untuk mengetahui kemampuan granul untuk saling melekat menjadi massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch dengan berbagai tekanan. Kompaktibilitas digambarkan oleh kekerasan tablet yang dihasilkan. Hasil uji kompaktibilitas : Kekerasan tablet
Skala 0,5
4,005
1
Hancur sebelum diuji kekerasannya
1,5
14,37
2
27,75
3
12,45
20
D. Pertanyaan -
Berapa syarat yang diperbolehkan untuk sudut diam dari granul 100 gram yang diuji sifat alirnya?
-
Jelaskan tahap-tahap pengujian kompaktibilitas granul !
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.
21
BAB VII A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan Tablet. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : a.
Memahami tentang tablet
b.
Memahami tentang bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi,
bahan pengikat, bahan penghancur c.
Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan tablet
C. Uraian Materi 1. Definisi tablet Tablet adalah sediaan obat berbentuk bulat gepeng,kompak merupakan hasil kempaan zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat dengan atau tanpa bahan pengisi (USP 26, hal 2406). Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam (BP 2002). Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenali orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna mungkin karena zat aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi
22
warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain. Pemberian etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet atau zat aktif yang dikandung, dan jumlah zat aktif (zat berkhasiat) tiap tablet.
Gambar 10. Tablet
Kriteria Tablet Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan; 2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil; 3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik; 4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan; 5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan; 6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan; 7. Bebas dari kerusakan fisik; 8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan; 9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu; 10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.
23
Keuntungan tablet Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan antara lain : 1. Tablet merupakan bentuk sediaan utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dibanding semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah. 2. Tablet merupakan sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah. 3.
Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan sehingga mudah dibawa.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas dan dikirim. 5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak memerlukan pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul. 6.
Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama tablet salut yang memungkinkan pecah/ hancurnya tablet tidak segera terjadi.
7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat. 8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran. 9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik. 10. Bau, rasa, dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan penyalutan. 11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah. 12. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil. 13. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil. 14. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air. 15. Pemakaian oleh penderita lebih mudah. 24
Kerugian tablet 1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasinya, atau rendahnya berat jenis. 2. Obat yang sukar dibasakan, lambat melarut, dosisnya tinggi, absorpsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup. 3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang terbaik dan lebih murah. 4. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut usia.
Syarat sediaan tablet secara umum harus : a. Aman (Safety) Aman dari segi fisik meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Aman dari benda asing yang menempel maupun yang ada didalam sediaan tablet. Aman dari kandungan bahan kimia yang berbahaya b. Manjur (Efficacy) Memberikan khasiat atau manfaat bagi penggunanya c. Acceptable Dapat diterima dalam kondisi yang baik oleh setiap penggunanya diberbagai tempat d. Berkualitas baik Memenuhi kualitas mutu tablet yang ditetapkan dan disyaratkan
25
2. Bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur a. Bahan Pengisi Bahan pengisi berfungsi untuk membuat kecocokan berat tablet. Berat tablet yang acceptable > 70 mg Bahan pengisi digunakan untuk formula tablet dengan obat berdosis kecil Bahan pengisi harus inert dan stabil Berdasarkan kelarutannya bahan pengisi dibagi menjadi : 1. Pengisi yang larut contoh ; Laktosa, Sukrosa, Mannitol, Sorbitol 2. Pengisi yang tidak larut Contoh ; Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa, amilum, mikrokristalin sellulosa.
Gambar 11. Laktosa
Gambar 12. Calsium Sulfat
26
b. Bahan pengikat Bahan pengikat berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk komponen tablet menjadi granul. Bahan pengikat
juga membantu mengikat granul2 menjadi tablet dalam
proses pengempaan Jika bahan pengikat < maka granul rapuh Jika bahan pengikat > maka granul yang terlalu keras. Pada pembuatan tablet, bahan pengikat dapat ditambahkan melalui 2 cara tergantung dari metode pembuatannya a. Metode kempa langsung = Granulasi kering Bahan pengikat dimasukkan sebagai serbuknya (dalam keadaan kering) b. Metode Granulasi basah (digunakan cairan) Bahan pengikat digunakan dalam bentuk larutan / mucilago. Bahan pengikat akan lebih efektif dalam keadaan basah atau kering lalu ditambah cairannya Contoh Bahan pengikat : - Gliserin - PGA (Pulvis Gummi Arabici) - Mucilago c. Bahan Penghancur Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak dengan cairan. Pecahnya tablet menjadi granul maka akan memperluas permukaan sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari tablet. Bahan penghancur akan menghancurkan granul menjadi partikel-partikel. Bahan penghancur : 1. Golongan yang dapat memperbesar gaya kapiler, sehingga tablet dapat lebih cepat menarik cairan berair. 2. Golongan yang dapat mengembang bila kontak dengan air 3. Golongan yang dapat melepaskan gas 4. Golongan yang dapat merusak bahan pengikat secara enzimatik 27
Contoh bahan penghancur : -
CMC Na (Carboxy Methyl Cellulose)
-
PVP (Poli Vinil Pirolidon)
-
Na dodecyl sulfate
Gambar 13. CMC Na
Gambar 14. PVP
28
d. Bahan pelicin Bahan pelicin berfungsi sebagai anti gesekan yang terjadi pada waktu proses pentabletan. Oleh karena itu bahan pelicin ditambahkan ke massa tablet begitu akan dikempa. Gesekan yang terjadi pada waktu proses pentabletan : 1. Gesekan antara tablet dengan dinding “punch” dan antara tablet dengan dinding “die”. 2. Gesekan antara dinding “die” dan dinding “punch”. 3. Gesekan antara partikel yang dikempa Untuk mengantisipasi gesekan 1 dan 2 diperlukan bahan pelicin yang lebih dikenal dengan istilah “lubricant” Untuk mengantisipasi gesekan 3 diperlukan bahan pelicin yang lebih dikenal dengan “glidant”. “Lubricant” berfungsi : 1. Memudahkan tablet didorong ke atas,keluar dari “die” 2. Mencegah tablet melekat pada “punch” 3. Mencegah gesekan antara “die” dan “punch” Contoh lubricant : Mg stearat Talkum PEG (Poli Etilen Glikol ) 4000 PEG (Poli Etilen Glikol ) 6000 Amilum jagung Na benzoat
29
Gambar 15. PEG
Faktor penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan lubricant : 1. Ukuran partikel (semua lubricant 80-100 mesh) 2. Lama pencampuran 3. Kadar Faktor tersebut di atas akan mempengaruhi kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur tablet Glidant berfungsi memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan dikempa menjadi tablet, dengan demikian akan memperbaiki keseragaman bobot tablet. Efek glidant tergantung dari ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel glidant dan komponen lain serta kelembaban. Contoh Glidant : -
Talkum
-
Amilum
-
Gol silika (Aerosil, Cab-o-sil)
30
Gambar 16. Aerosil Contoh bahan sebagai lubricant, glidant maupun anti adherent : -
Mg stearat
-
Talkum
-
Asam stearat
-
Tepung jagung e. Bahan pewarna Bahan Pewarna tidak memiliki efek terapi, tidak memperbaiki BA (Bioavailability) dan BE (Bioekivalensi). Bahan Pewarna berfungsi untuk memudahkan identifikasi dan memperbaiki penampilan. Bahan Pewarna dibagi menjadi : a. Bahan pewarna yang larut (dyes) memberikan larutan jernih b. Bahan pewarna yang tidak larut (pigment/lake) Contoh : amilum, amilum termodifikasi f. Bahan perasa dan aroma (Flavoring agents) Fungsi : Memperbaiki rasa zat aktif yang akan dibuat tablet, terutama bila tablet chewable Contoh ; Manitol, Dextrosa, Saccharin, Sukrosa 31
3. Alat dan Mesin pada proses pentabletan Untuk produksi tablet diperlukan mesin tablet. Mesin tablet sederhana disebut mesin tablet single punch. Bagian mesin tablet yang mengubah massa tablet yang semula berupa campuran serbuk atau granul ke bentuk tablet adalah “punch” dan “die”. Mesin tablet single punch : jika selama proses pengempaan hanya menggunakan satu pasang “die” dan “punch”. Mesin tablet rotary : jika selama proses pengempaan menggunakan lebih dari satu pasang “die” dan “punch”. Ukuran “die” dan “punch” berbeda-beda, sehingga ukuran tablet yang dihasilkan akan berbeda pula tergantung “punch” dan “die” yang digunakan
Gambar 17. Punc and Die
32
Gambar 18. Mesin pencetak tablet rotary Sifat-sifat tablet tergantung dari formulasinya. Formulasi tablet tergantung dari beberapa faktor : 1. Zat aktif (sifat fisika-kimia, rute penggunaan obat) 2. Proses produksi 3. Cara tablet digunakan (per oral, chewable, effervescent, trochisi, sub lingual) D. Pertanyaan o Sebutkan contoh bahan pengisi ! o Sebutkan mesin yang digunakan untuk mencampur bahan pembuat tablet dengan hasil yang baik ? o Apa nama bagian dari alat pencetak tablet yang mampu mengubah bentuk sediaan dari serbuk (granul) menjadi tablet ?
33
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.
34
BAB VIII A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan Tablet. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : -
Menjelaskan metode pembuatan tablet
C. Uraian Materi Metode pembuatan tablet : 1. Kempa langsung Semua komponen tablet (zat aktif, pengisi, pengikat, dan penghancur) harus memiliki kompresibilitas yang baik Metode dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.Metode ini merupakan
metode
yang
paling
mudah,
praktis,
dan
cepat
pengerjaannya.Tetapi hanya dapat digunakan pada kondisi dimana zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Cetak atau kempa langsung dilakukan jika: a). Jumlah zat berkhasiat per tabletnya cukup untuk dicetak. b). Zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing). c). Zat khasiat berbentuk kristal yang bersifat free-flowing. d). Mempunyai kompresibilitas yang baik. e). Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet. Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering, sukrosa yang dapat dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi, misalnya tablet Hexamin, tablet NaCl, tablet KMnO4. Keuntungan kempa langsung: -
Prosesnya lebih singkat, metode ini lebih singkat prosesnya karena tenaga dan mesin yang digunakan lebih sedikit.
35
-
Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab.
-
Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melalui proses granulasi terlebih dahulu tetapi langsung menjadi partikel.
-
Tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak perlu melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.
-
Hemat waktu, peralatan, ruangan maupun energi yang digunakan.
Kerugian kempa langsung: -
Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.
-
Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung, karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkan pun semakin banyak dan mahal.
-
Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien ynag digunakan harus bersifat mudah mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik.
2. Granulasi kering Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan kompresibilitasnya jelek dan sensitive terhadap panas atau kelembaban. Granulasi
kering/slugging/precompression,
dilakukan
dengan
mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan.
36
Keuntungan granulasi kering :
Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama.
Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.
Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh tidak terikat oleh pengikat.
Kerugian granulasi kering:
Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.
Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.
Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. 3. Granulasi basah Metode ini biasanya untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Metode ini memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi.
Tahapannya adalah sebagai berikut:
Pengeringan bahan obat dan zat tambahan
Pencampuran serbuk gilingan
Persiapan larutan pengikat
Pencampuran larutan pengikat dan campuran serbuk hingga membentuk massa yang basah.
Pengayak kasar dari massa yang basah menggunakan ayakan no 6-12.
Pengeringan granul basah dalam lemari pengering pada suhu 400-500 C (tidak lebih dari 600 C)
Pengayakan granul kering dengan pelicin dan penghancur. 37
Pencampuran bahan ayakan.
Tablet dikempa.
Keuntungan granulasi basah:
Memeperoleh aliran yang baik
Meningkatkan kompresibilitas
Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai
Mengontrol pelepasan
Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses
Distribusi keseragaman kandungan
Meningkatkan kecepatan disolusi
Kerugian granulasi basah:
Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi
Biaya cukup tinggi
Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan tablet kempa. 1. Tablet cetak Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan.Massa serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi.Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam system pelarut, serta derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembap ditekandengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian. Kepadatan tablet bergantung pada ikatan Kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak bergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan.
38
2. Tablet kempa Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegrant dan lubrikan, tetapi dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak (pewarna yang diabsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
D. Pertanyaan -
Sebutkan contoh tablet yang dicetak dengan menggunakan metode kempa langsung!
-
Jika zat aktif obat memiliki karakteristik aliran yang bagus,dosisnya kecil, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab, maka metode pembuatan tablet yang cocok adalah?
-
Jelaskan alasan penggunaan suhu pengeringan 400-500 C (tidak lebih dari 600 C) untuk mengeringkan granul basah?
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.
39
BAB IX A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami sediaan Tablet. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu : -
Menjelaskan tentang evaluasi mutu tablet
-
Memahami tentang kerusakan dan permasalahan pada tablet
C. Uraian Materi a. Evaluasi Mutu Tablet Tablet dikatakan baik jika : 1. Kuat dan tahan terhadap gesekan-gesekan yang terjadi pada waktu pentabletan, pengemasan, transportasi, dan penggunaannya. Evaluasi : a. Uji kekerasan tablet (FI III) Kekuatan dan ketahanan tablet (kekerasan tablet) alatnya: Hardness tester Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet dan waktu hancur tablet.
Gambar 19. Hardness tester 40
Caranya : Pengujian dilakukan terhadap 10 tablet dengan cara sebuah tablet diletakkan diantara ruang penjepit kemudian dijepit dengan memutar alat penekan, sehingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk berada pada skala 0, melalui putaran pada sebuah sekrup,tablet akan pecah dan dibaca penunjukan skala pada alat tersebut. b. Uji kerapuhan (keregasan) tablet alatnya : friabilator (friability tester) Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang. Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet akan dilapis (coating). Caranya : a. Bersihkan 20 tablet dari debu, kemudian ditimbang (W1 gram). b. Masukkan tablet ke dalam friability tester untuk diuji. c. Putar alat tersebut selama 4 menit. d. Keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan ditimbang kembali (W2 gram). e. Kerapuhan tablet yang didapat f. Batas kerapuhan yang diperbolehkan maksimum 0,8%.
Gambar 20. friability tester
41
2. Kadar obat terpenuhi Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan kadar obat dalam tablet. Persyaratan untuk kadar obat merupakan rentang nilai tertentu tergantung dari obatnya. Penetapan kadar obat bisa menggunakan metode Titrimetri (Titrasi) atau menggunakan alat modern seperti Spektrofotometri, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Kromatografi Gas (KG), dan Potensiometri. 3. Memenuhi keseragaman ukuran Caranya : Diambil 10 tablet, lalu diukur diameter dan tebalnya satu per satu menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung rata-ratanya. Kecuali dinyatakan lain garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari11/3 kali tebal tablet. 4. Memenuhi keseragaman bobot maupun keseragaman kadar zat aktifnya Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan keseragaman bobot tablet. Dilakukan dengan metode Gravimetri (penimbangan) terhadap 20 tablet masing-masing ditimbang bobotnya lalu dihitung rata-ratanya.
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut (FI III): a. Timbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya. b. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B. c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B.
42
Bobot
rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
tablet A
B
<25 mg
15
30
26-150 mg
10
20
151-300 mg
7,5
15
>300 mg
5
10
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragamn kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (FI IV). Keseragaman kadar zat aktif, dilakukan dengan cara dari 20 tablet ditentukan kadar zat aktif dalam masing-masing tablet, lalu dihitung Cvnya. Memenuhi syarat keseragaman kadar zat aktif bila CV lebih kecil atau sama dengan 5%. 5. Memenuhi ketersediaan hayati Ketersediaan hayati dalam darah adalah kadar obat dalam darah si pengguna hasil dari proses absorbsi obat yang telah dilepaskan dari bentuk sediaan obat dan telah larut dalam cairan tubuh. Kecepatan dan banyaknya obat yang dapat dilepaskan dari tablet, diantaranya ditentukan oleh waktu hancur tablet.
43
Evaluasi : -
Uji waktu hancur tablet, alatnya : disintegration tester
Gambar 20. disintegration tester Alat: Tabung gelas panjang 80mm sampai 100 mm, diameter dalam lebih kurang 28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kassa kawat tahan karat, lubang sesuai dengan pengayak nomor 4, berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan searah ditengah-tengah tabung kaca, diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam airbersuhu antara 360-380 C sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang dari 15 cm sehingga dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada posisi tertinggi tepat di atas permukaan air dan kedudukan terendah, yaitu mulut keranjang tepat di bawah permukaan air. Cara kerja: Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kassa, kecuali fragmen berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan salut selaput. Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu per satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas. 44
Waktu hancur tablet salut enterik: Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan menurut cara tersebut di atas, namun air diganti dengan asam klorida (HCl) 0,006 N lebih kurang 250 ml. pengerjaan dilakukan selama 3 jam, tablet tidak larut kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci segera tablet dengan air. Ganti larutan asam dengan larutan dapar pH 6,8, atur suhu antara 360 dan 380 C, celupkan keranjang ke dalam larutan tersebut. Lanjutkan pengujian selama 60 menit. Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet di atas kassa kecuali fragmen zat penyalut. Jika tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara pengujian ini, tablet harus memenuhi syarat di atas. Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan per oral, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepaslambat dan lepas-tunda. Untuk obat yang kelarutannya dalam air terbatas, uji disolusi akan lebih berarti daripada uji waktu hancur.
Cakram penuntun: Terdiri atas cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih kurang 26 mm, tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas berlubang 3 dengan jarak masing-masing lubang 10 mm dari titik pusat, pada tiap lubang terdapat kassa kawat tahan karat dengan diameter 0,445 mm yang dipasang tegak lurus dengan cincin penuntun yang dibuat dari kawat jenis sama dengan diameter 27 mm. Jarak cincin penuntun dengan permukaan atas cakram adalah 15 mm. Bobot cakram penuntun tidak kurang dari 1,9 g dan tidak lebih dari 2,1 g. Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu hancur tablet, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet bukal tidak lebih dari 4 jam.
45
Ketersediaan hayati juga ditentukan oleh kelarutan obat yang sudah terlepas dari tablet. Farmakope Indonesia mencantumkan persyaratan waktu hancur tablet dan dissolusi beserta cara evaluasinya. Evaluasi : Uji disolusi, alatnya : dissolution tester Dissolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Caranya : a. Siapkan alat dan bahan b. Diisi bejana (vessel) dan alat disolusi dengan 900 ml air suling sebagai media atau media lain sesuai yang dipersyaratkan di metode masingmasing tablet c. Diatur suhunya pada 370 C dan dimasukkan tablet lalu dijalankan motor penggerak dengan kecepatan 100 rpm d. Diambil sebanyak 20 mL air dalam vessel setiap selang waktu 5, 10, 15, 20, dan 30 menit setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan segera diganti dengan 20 mL air e. Ditentukan kadar zat aktif yang larut pada masing-masing sampel dengan metode titrasi, potensiometri, Spektrofotometri, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi gas dll lalu dilakukan percobaan yang sama untuk suhu 400 C
Gambar 21. dissolution tester 46
5. Penampilan baik Penampilan tablet akan menentukan acceptability , sehingga dalam massa tablet kemungkinan diperlukan bahan pewarna, perasa dan aroma. Evaluasi : Uji Organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau 6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya Selama penyimpanan sampai tablet digunakan, sifat tablet harus stabil supaya tablet tidak berubah penampilannya, agar tetap acceptable, aman dan manjur bila digunakan. b. Kerusakan dan permasalahan pada tablet 1. Tablet ‘Binding’ di dalam die sehingga tablet sukar didorong ke atas, sehingga permukaan tablet menjadi besar Binding: kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding ruang cetakan. 2. Tablet mengalami ‘picking’ (penempelan massa tablet pada permukaan punch yang terlokalisir) dan ‘sticking’ (penempelan massa tablet pada seluruh permukaan punch) Sticking/picking: perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang, atau massa basah.
Gambar 22. Sticking 3. Whiskering: terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau terjadi pelelehan zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi.
47
Akibatnya, pada penyimpanan dalam botol, sisi-sisiyang berlebih akan terlepas dan menghasilkan bubuk 4. Tablet mengalami ‘capping’ (lapisan atas dan bawah tablet membuka) dan laminating (tablet pecah berlapis-lapis) Splitting/capping Splitting. Lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian tengah. Capping: membelahnya tablet di bagian atas.
Gambar 23. Capping Penyebabnya adalah: a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang. b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengaandung udara sehingga setelah dicetak udara akan keluar. c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar sehingga udara yang berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak. d. Formualnya tidak sesuai. e. Die dan punch tidak rata. 5. Permukaan tablet kasar 6. Tablet berbintik-bintik (Motling) Mottling: terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet.
48
7. Variasi bobot tablet kasar 8. Tablet rapuh (Crumbling) Crumbling:tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang tekanan pada pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.
D. Pertanyaan -
Jika tablet tidak memenuhi spesifikasi salah satu uji mutu tablet, apakah tablet tersebut boleh di produksi secara masal?
-
Berapa lama waktu yang diperlukan tablet untuk hancur?
-
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Bioavailability dan Bioekivalensi!
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.
-
Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.
-
1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta
49
BAB X A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis Tablet. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah
mengikuti
mata
kuliah
ini
mahasiswa
diharapkan
mampu
memahami: -
Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh
-
Klasifikasi Berdasarkan jenis bahan penyalut
-
Klasifikasi Berdasarkan cara pemakaian
-
Klasifikasi Berdasarkan cara kerja
C. Uraian Materi Jenis-Jenis tablet : 1. Tablet triturat Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya slindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat. 2. Tablet hipodermik Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik. 3. Tablet sublingual Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti tablet nitrogliserin. 4. Tablet bukal Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut. 5. Tablet efervesen Tablet efervesen dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet mengandung campuran asam (asam sitrat, asam asam tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon 50
dioksida. Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembap dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk ditelan. 6. Tablet kunyah (chewable) Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida dan antibiotic tertentu. Dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan manitol, sorbitol dan sukrosa sebagai bahan pengikat
atau pengisi, serta
mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa. a. Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh 1. Bekerja lokal Misalnya tablet isap untuk pengobatan pada rongga mulut; ovula untuk pengobatan pada infeksi di vagina. 2. Bekerja sistemik Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi : a. Yang bekerja short acting (jangka pendek); dalam satu hari memerlukan beberapa kali menelan obat b. Yang bekerja long-acting (jangka panjang); dalam satu hari cukup menelan satu tablet. Tablet jangka panjang ini dapat dibedakan lagi menjadi : 1). Delayed action tablet (DAT) Dalam
tablet
ini
terjadi
penundaan
zat
berkhasiat
karena
pembuatannya adalah sebagai berikut. Sebelum dicetak, granul dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama tidak diapa-apakan, kelompok kedua disalut dengan bahan penyalut yang akan pecah setelah beberapa saat, kelompok ketiga disalut dengan bahan penyalut yang pecah lebih lama dari kelompok
51
kedua, demikian seterusnya, tergantung pada macam bahan penyalut dan lama kerja obat yang dikehendaki. Granul-granul dari semua kelompok dicampurkan dan baru dicetak.
2) Repeat action tablet (RAT) Granul-granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak dahulu menjadi tablet inti (core tablet). Kemudian granul-granul yang kurang lama pecahnya dimampatkan di sekeliling kelompok pertama sehingga terbentuk tablet baru. b. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan penyalut Tujuan penyalutan tablet : a. Melindungi zat aktif yang bersifat higroskopis atau tidak tahan terhadap pengaruh udara, kelembapan atau cahaya. b. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak. c. Membuat penampilan lebih baik dan menarik. d. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna. Misalnya: tablet enterik yang pecah di usus. Macam-macam tablet salut: 1. Tablet salut biasa/ salut gula (dragee) Disalut dengan gula dari suspensi dalam air yang mengandung serbuk yang tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium dioksida yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin. Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan yang lama dan perlu penyalut tahan air. Hal ini memperlambat disolusi dan memperbesar bobot tablet. Tablet kompresi dengan lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. Kegunaan : -
Melindungi obat dari udara dan kelembapan
-
Memberi rasa
-
Menutupi bau 52
-
Meningkatkan penampilan
Kerugian : -
Pengolahan memerlukan waktu yang lama
-
Menambah berat dan ukuran tablet
Tahapan pembuatan salut gula: a. Penyalutan dasar (subcoating): Jika tablet mengandung zat yang higroskopis, digunakan lebih dahulu salut penutup (sealing coat) agar air dari sirup salut-dasar tidak masuk ke dalam tablet. Beberapa contoh bahan penyalut dasar: -
Sirup salut dasar (subcoating syrup) R/ Akasia
2,25%
Gelatin
2,25%
Sakarosa
57,25%
Aquadest -
38,25%
Serbuk salut dasar (subcoating powder) R/ Kalsium karbonat
35%
Kaolin
16%
Talk
25%
Sakarosa Akasia -
20% 4%
Salut penutup (sealing coat) R/ Shellac
40%
Alkohol
60%
b. Melicinkan (smoothing): Yaitu proses pembasahan berganti-ganti dengan sirup pelicin (bolak-balik) dan pengeringan dari salut dasar tablet menjadi bulat dan licin.
53
Sirup pelicin (smoothing syrup): R/ Sakarosa
60%
Aquadest
40%
c. Pewarnaan (coloring) Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan pada sirup pelicin. d. Penyelesaian (finishing) Proses pengeringan salut sirup yang terakhir dengan cara perlahan-lahan serta terkontrol. Panci penyalut diputar perlahan-lahan dengan tangan hingga terbentuk hasil akhir yang licin. e. Pengilapan (polishing) Merupakan tahap akhir, di sini digunakan lapisan tipis malam yang licin. Sebagai campuran lilin digunakan campuran pengilap (polishing mixture) yang telah dilarutkan dalam petroleum bensin, yang isinya, adalah: R/ Bees wax
90%
Canauba wax
10%
2. Tablet salut selaput (film coated tablet, fct) Adalah Tablet kompresi disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet. Disalut
dengan
hidroksipropilmetilselulosa,
metilselulosa,
hidroksipropilselulosa, Na-CMC dan campuran selulosa asetat ftalat dengan PEG yang tidak mengandung air atau mengandung air. Keuntungan : - Lebih tahan lama - Bahan yang digunakan sedikit - Selaput pecah di lambung-usus 3. Tablet salut kempa Adalah tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang terdiri atas laktosa, kalsium fosfat, dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti, kemudian dicetak kembali bersama granulat kelompok lain yang sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet). Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan secara berulang (repeat action).
54
4. Tablet salut enteric (enteric-coated tablet), atau tablet lepas tunda Yakni jika obat dapat rusak atau menjadi tidak aktif akibat cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, maka diperlukan penyalut enteric yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung. Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur dilambung tapi di usus. Tablet pindah melewati lambung dan hancur serta diabsorpsi di usus 5. Tablet lepas-lambat (sustained-release tablet) Tablet dengan efek diperpanjang, yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tetap tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.
c. Klasifikasi berdasarkan cara pemakaian 1. Tablet biasa/tablet telan. Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah di lambung. 2. Tablet kunyah (chewable tablet) Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam mulut kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Contohnya tablet antasida. 3. Tablet isap (lozenges, trochisi, pastiles) Adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut. Tablet ini dibuat dengan cara tuang (dengan bahan dasar gelatin dan/atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol) yang disebut pastiles, atau dengan cara kempa menggunakan bahan dasar gula yang disebut trochisi. Diisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal pada infeksi di rongga mulut atau tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotic, antiseptic, dan adstringensia.
55
4. Tablet larut (effervescent tablet). Yaitu tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi atau kempa granul yang mengandung garam effervescent atau bahan lain yang mampu melepaskan gas karbon dioksida ketika bercampur dengan air Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembab dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk ditelan. Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen Supradin. 5. Tablet implant (pelet). Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan berisi hormone steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet dimasukkan, kemudian kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan. 6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet) Tablet steril, umumnya berbobot 30 mg, larut dalam air, digunakan dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptic dan disuntikkan di bawah kulit (subkutan). 7. Tablet bukal (buccal tablet) Yaitu Tablet yang disisipkan di pipi, biasanya berbentuk datar, yang diabsorbsi melalui mukosa oral Kegunaan : -
Untuk obat yang sedikit di absorbsi di saluran pencernaan dan dirusak oleh cairan lambung
-
Melarut dengan perlahan
8. Tablet sublingual. Yaitu Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan rasa enak dalam rongga mulut seperti krim dari manitol yang berasa dan berwarna khusus dalam mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida dan antibiotic tertentu. Dibuat dengan cara dikempa pada umunya menggunakan manitol, sorbitol, dan sukrosa sebagai bahan pengikat atau pengisi, serta
56
mengandung
bahan
pewarna
dan
bahan
pengaroma
untuk
meningkatkan penampilan rasa 9. Tablet vagina (ovula). Adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina, bentuk pipih, oval dengan salah satu ujungnya kecil. Contoh : Sulfasetamid, Nystatin . d. Klasifikasi tablet berdasarkan cara kerja 1. Tablet konvensional Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya sesuai dengan on shet of action, duration of action yang telah ditentukan dan memberikan efek terapi yang konsentrasi dalam plasma darahnya masuk diatas Minimum Efectivity Concentration (MEC) dan dibawah Maximum Toxicity Concentration (MTC) Contoh : Panadol (Glaxo Smithe Kline)
Gambar 24. Kurva Kadar Obat Dalam Plasma
2. Tablet Penglepasan terkendali Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahanlahan supaya penglepasannya lebih lama dan dan memperpanjang kerja obat, biasanya 8 – 12 jam.
57
Obat tersebut dikenal dengan Tablet kerja controlled release, delayed release, sustained action, prolonged action, sustained release, prolonge release, timed release, slow release, extended action, extended release. Istilah penglepasan terkendali menunjukkan bahwa penglepasan obat dari bentuk sediaan terjadi sesuai dengan yang direncanakan (laju terkendali), dapat diramalkan (direncanakan) dan lebih lambat daripada biasanya. Tujuan dari teknik penglepasan terkendali memiliki kelebihan : a. Aktivitas obat diperpanjang di siang dan malam hari b. Mampu untuk mengurangi terjadinya efek samping c. Mengurangi frekuensi pemberian obat d. Meningkatkan kepatuhan pasien e. Mampu membuat lebih rendah biaya harian bagi pasien karena lebih sedikit satuan dosis yang harus digunakan. Bentuk
sediaan
penggunaannya
yang
menahan
penglepasan
obat
frekuensi
lebih sedikit daripada bentuk obat dengan bentuk
sediaan biasa. Hal ini dipandang sebagai kelebhan yang membantu pasien lebih patuh menggunakna obat. Pasien yang diharuskan makan obat satu atau dua tablet sehari sukar lupa daripada harus makan obat 3 atau 4 kali sehari. Contoh : Adalat OROS 3. Tablet kerja berulang Beberapa tablet khusus dibuat sedemikian rupa supaya suatu dosis awal dari obatnya dlepaskan dari kulit tablet, sedang dosis kedua dari inti tablet yang antara keduanya dipisahkan oleh salut penyekat yang perlahan-lahan tembus air. Umunya salut penghalang ini dapat ditembus dan obat keluar masuk ke cairan tubuh setelah 4-6 jam tablet tersebut ditelan. Tablet semacam ini memungkinkan penglepasan dua dosis obat dari sebuah tablet, sehingga mengurangi makan obat yang berulang kali. Tablet bentuk kerja berulang ini paling tepat untuk obat yang memiliki dosis rendah dan dipakai untuk keadaan kronik dan untuk obat yang
58
mempunyai pola absorbs biasa dengan laju absorpsi dan ekskresi yang layak kecepatannya. Contoh sediaan : Repetabs (Schering) dan Chronotabs (Schering/White) 4. Tablet kerja diperlambat Penglepasan obat dari bentuk sediannya dapat dengan sengaja diperlambat supaya obat dapat sampai pada usus mengingat beberapa alasan. Diantara beberapa alasan mungkin kenyataannya bahwa obat dirusak oleh cairan lambung atau dapat juga menimbulkan rangsangan (iritasi) yang berlebihan pada lambung atau obat yang menimbulkan rasa mual atau mungkin obat lebih baik diabsorbsi dalam usus daripada dalam lambung. Tablet disalut sehingga tetap utuh dalam lambung dan baru memberikan obatnya pada usus, disebut salut enteric. Penyalutan ini mungkin terdIri dari bahan yang tergantung pada pH dan hancur dalam usus dimana suasananya kurang asam, atau mungkin juga salutan ini dikikis akibat lembap dan berdasarkan waktu yang sama dengan waktu yang dibutuhkan tablet untuk sampai di usus. Salutan lain yang mungkin rusak akibat kerja hidrolisis katalis suatu enzim dalam usus. Diantara banyak zat yang digunakan sebagai penyalut enteric tablet ialah lemak, asam lemak, lilin, shellac, selulosa asetat ftalat. Contoh : Tablet aspirin salut enteric Ecotrin (Smith, Kline dan French)
D. Pertanyaan -
Apa yang dimaksud dengan tablet salut enterik?
-
Sebutkan contoh tablet obat yang penggunaannya secara sublingual?
-
Sebutkan tahap penyalutan tablet dengan salut gula!
-
Jelaskan apa yang dimaksud dengan tablet kerja berulang?
-
Jelaskan apa yang dimaksud dengan MEC dan MTC?
-
Sebutkan contoh obat yang memiliki efek kerja diperlambat (sustained release)!
E. Pustaka -
Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
59
BAB XI A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami bentuk sediaan farmasi cair (likuida). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami sediaan likuida : -
Larutan (Solutio)
-
Suspensi
-
Sirup Kering (Dry Syrup)
-
Emulsi
C. Uraian Materi Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anakanak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan. Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar. 1. Larutan (Solutio) Larutan Oral Definisi Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut (Anonim b. 1995. Halaman 15) Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979. Halaman 32)
60
Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh ( Formularium Nasional hal 322) Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut (FI IV hal. 17) Sediaan cair yang mengandung bahna kimia terlarut keculi dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32) Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat dalam pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar.
Penggolongan Larutan a. Berdasarkan cara penggunaannya -
Larutan oral Adalah
sediaan
cair
yang
dibuat
untuk
pemberian
oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air. (Anonim b. 1995. Halaman 15) -
Sirup Adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita diabetes.
-
Eliksir Adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven
(pelarut).
Untuk
mengurangi
kadar
etanol
yang
dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.
61
-
Larutan topikal Adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topical
-
Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal.
-
Larutan otik Adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison. (Syamsuni, A. 2006)
b.
Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut o Spirit Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah
menguap
umumnya
digunakan
sebagai
bahan
pengaroma. o Tingtur Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia. o Air aromatik Adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Pelarut yang biasa digunakan:
Air untuk melarutkan garam – garam
Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol
Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol
Minyak untuk melarutkan kamfer
Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak (Syamsuni, A. 2006)
62
a. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain a) Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut. b) Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut. c) Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu. d) Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu. (Syamsuni, A. 2006)
Macam – Macam Sediaan Larutan Obat 1) Larutan untuk telinga (= Solutio Otic / Guttae Auriculares) Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar : misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison. Larutan yang dipakai ke dalam telinga ini biasanya mengandung antibiotic, sulfonamida, anestetik local, peroksida (H2O2), fungisida, asam borat, NaCl, gliserin dan propilen glikol. Gliserin dan propilen glikol sering dipakai sebagai pelarut, karena dapat melekat dengan baik pada bagian dalam telinga sehingga obat lebih lama kontak dengan jaringan telinga, sedangkan alkohol dan minyak nabati hanya kadang–kadang dipakai. pH optimum untuk cairan berair yang digunakan dalam obat tetes telinga haruslah dalam suasana asam (pH 5 - 7,3) dan pH inilah yang sering menentukan khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki, karena tidak fisiologis dan mempermudah timbulnya radang. Jika pH larutan telinga berubah dari asaam menjadi basa, bakteri dan fungi akan tumbuh dengan baik, hal ini tentunya tidak dikehendaki. (Syamsuni, A. 2006)
63
2) Larutan untuk hidung a. Collunarium (obat cuci hidung) Collunarium adalah larutan yang digunakan untuk obat cuci hidung. Biasanya
berupa
membersihkan
larutan
rongga
dalam
hidung.
air
Oleh
yang karena
ditujukan itu,
untuk
hendaknya
diperhatikan pH dan isotonisitasnya karena dapat menimbulkan rasa pedih pada mukosa hidung. b. Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung) Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung) adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam
rongga
hidung,
dapat
mengandung
zat
pensuspensi,
pendapar, dan pengawet. Cairan pembawa umumnya menggunakan air. Cairan pembawa sebaiknya mempunyai pH 5,5 – 7,5 kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis. Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa karena dapat menimbulkan pneumonia. Zat pensuspensi yang umumnya digunakan adalah sorbitan, polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok, dengan kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v. Zat pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya. Zat pengawet yang dapat digunakan adalah benzalkolidum klorida 0,01–0,1% b/v. Penyimpanan : kecuali dinyatakan lain, disimpan dalam wadah tertutup rapat. c. Nebula/Inhalationes/Nose spray (obat semprot hidung) Inhalations adalah sediaan yang dimaksudkan untuk disedot melalui hidung atau mulut, atau disemprotkan (nose spray) dalam bentuk kabut ke dalam saluran pernapasan. Tetesan atau butiran kabut harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkioli. Inhalasi juga meliputi sediaan mengandung obat yang mudah menguap atau serbuk sangat halus atau kabut yang digunakan memakai alat mekanik. 64
Penandaan: jika mengandung bahan yang tidak larut, pada etiket juga harus tertera “KOCOK DAHULU”. (Syamsuni, A. 2006) 3) Larutan untuk mulut a. Collutorium (obat cuci mulut) Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung deodorant, antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang digunakan untuk obat cuci mulut. karena digunakan untuk obat cuci mulut, sediaan ini harus dapat menghilangkan sisa–sisa makanan dan lain–lain dari mulut (sela – sela gigi). Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena mempunyai kekuatan untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak dan saliva (air liur). Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput lendir
pada
mulut dan kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan berpengaruh pada gigi. Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH 7 – 9,5. Penyimpanan : disimpan dalam botol putih bermulut kecil. Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera : -
Cara pengencerannya, jika collutorium harus diracik terlebih dahulu sebelum digunakan.
-
Tanda yang jelas yaitu “Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.
b. Gargarisma/gargle (obat kumur) Adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam larutan pekat yang harus diencerkan lebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan atau jalan nafas. Tujuan utama obat kumur adalah agar obat yang terkandung di dalamnya
dapat
langsung
terkena
selaput
lendir
sepanjang
tenggorokan, dan tidak dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung selaput lendir. Karena itu, obat berupa minyak yang memerlukan zat pensuspensi dan obat yang bersifat lendir tidak sesuai dijadikan obat kumur.
65
Penyimpanan: Dalam wadah botol berwarna susu atau wadah lain yang cocok. Penandaan pada etiket harus tertera : -
Petunjuk pengencerannya, sebelum digunakan.
-
Tanda yang jelas yaitu “Hanya untuk kumur, tidak ditelan”.
c. Litus oris (obat oles bibir) Litus oris atau obat oles bibir adalah cairan agak kental yang pemakaiannya disapukan pada mulut. contoh sediaan litus oris adalah larutan 10% borax dalam gliserin. d. Guttae oris (obat tetes mulut) Guttae oris atau obat tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur–kumurkan, tidak untuk ditelan. (Syamsuni, A. 2006) 4) Larutan oral a. Potiones (obat minum) Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam (per oral). Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau suspensi. Misalnya : Potio Alba Contra Tussim (obat batuk putih/OBP) dan Potio Nigra Contra Tussim (obat batuk hitam/OBH). b.
Eliksir Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-10%. Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin, sorbitol dan propilen glikol. Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pangawet, pewarna, dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap. Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula.
66
c. Sirup Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain. Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat penghabluran dan mengubah kelarutan, rasa dan sifaat lain zat pembawa. Umumnya juga ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi. Ada 3 macam sirup : 1. Sirup simpleks Mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v. 2. Sirup obat Mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan. 3. Sirup pewangi tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak.
Gambar. Sirup d. Netralisasi Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contoh : solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus. 67
Pembuatan : seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian basanya, jika perlu reaksi dipercepat dengan pemanasan. e. Saturatio Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah sehingga larutan menjadi jenuh dengan gas. Pembuatan : 1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia. Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol. 2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia. 3) Dua pertiga bagian asam masuk ke dalam botol yang sudah berisi bagian basanya, gas yang terjadi dibuang seluruhnya. 4) Sisa bagian asm dituangkan hati–hati lewat tepi botol, segera tutup dengan sampagne knop (berdrat) sehingga gas yang terjadi tertahan di dalam botol tersebut. f. Potio Effervescent Potio Effervescent adalah saturatio dengan gas CO2 yang lewat jenuh. Pembuatan : 1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang tersedia. Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol. 2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang tersedia. 3) Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi bagian basanya dengan hati–hati, segera tutup dengan sampagne knop. Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas obat, dan kadang–kadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa minuman (Corrigensia).
68
Hal–hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan Saturatio dan Potio Effervescent adalah : 1. Diberikan dalam botol yang tahan tekanan (kuat), berisi kira– kira sembilan persepuluh bagian dan tertutup-kedap dengan tutup gabus atau karet yang rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop. 2. Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut, karena tidak boleh dikocok. Pengocokan menyebabkan botol menjadi pecah,
karena
berisi
gas
dalam
jumlah
besar
yang
menimbulkan tekanan. Penambahan bahan – bahan: Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah: o Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian dilarutkan ke dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke dalam bagian basa sesuai perbandingan jumlah airnya. o Zat – zat mudah menguap. o Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol. o Sirup. Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa: 1) Garam dari asam yang sukar larut, misalnya Na-salisilat. 2) Jika saturatio mengandung asam tartrat, garam–garam kalium dan ammonium harus ditambahkan ke dalam bagian basanya, jika tidak akan terbentuk endapan kalium atau ammonium dari asam tartrat.
69
Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat melihat table penjenuhan (saturatio dan netralisasi) dalam Farmakope Belanda V berikut ini : Untuk 10 bagian
Asam amigdalat
Asam asetat encer
Asam sitrat
Asam salisilat
Asam tartrat
Ammonia Kalium karbonat Natrium karbonat Natrium bikarbonat Untuk 10 bagian
8,9 -
58,8 144,7
4,1 10,1
8,1 20,0
4,41 10,9
-
69,9
4,9
9,7
5,2
18,1
119,0
8,3
16,4
8,9
Ammonia
Kalium karbonat
Natrium karbonat
Natrium bikarbonat
11,2
-
-
5,5
1,7
0,7
1,43
0,84
24,0
9,9
20,4
12,0
12,3
5,0
10,4
6,1
22,7
9,2
19,1
11,2
Asam amigdalat Asam asetat encer Asam sitrat Asam salisilat Asam tartrat g. Guttae
Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang dihasilkaan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia (47,552,5mg air suling pada suhu 20oC). Biasanya obat diteteskan ke dalam makanan atau minuman atau dapat langsung diteteskan ke dalam mulut. dalam perdagangan dikenal sediaan pediatric drop yaitu obat tetes yang digunakan untuk anak–anak atau bayi.
70
Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga dan lain– lain. (Syamsuni, A. 2006) 5) Larutan topical a. Ephitema (obat kompres) Ephitema
atau
obat
kompres
adalah
cairan
yang
dipakai
untuk
mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena radang atau sifat perbedaan tekanan osmosis yang digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Contoh: Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol. b. Lotio Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspensi atau disperse, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi bahan padat dalam bentuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan. Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang cocok. Penandaan haarus tertera : -
“Obat luar”
-
“KOCOK DAHULU”
(Syamsuni, A. 2006) Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan: 1. Kelarutan zat aktif 2. Kestabilan zat aktif dalam larutan 3. Penyimpanan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan 1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam pelarut polar, sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut dalam pelarut non polar. 71
2. Co-solvency Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin. ( Syamsuni, A. 2006) Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan a. Keuntungan 1. Merupakan campuran homogen 2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan 3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan 4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi 5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna 6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan b. Kerugian 1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan 2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan (Syamsuni, A. 2006) Syarat – Syarat Larutan : 1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya 2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan 3. Jernih 4. Tidak ada endapan (Anonim b. 1995) Komposisi Larutan 1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol. 2. Solven / zat pelarut Contoh : a.
Air untuk melarutkan garam–garam
b.
Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol 72
c.
Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat
d. Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol e.
Minyak untuk melarutkan kamfer
f.
Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium
g.
Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak
3. Bahan tambahan a.
Corrigen odoris : digunakan untuk memperbaiki bau obat. Contoh : oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae
pip. b.
Corrigen saporis : digunakan untuk mempebaiki rasa obat. Contoh : saccharosa/sirup simplex, sirup auratiorum, tingtur cinnamommi, aqua menthae piperithae.
c.
Corrigen coloris : digunakan untuk memperbaiki warna obat. Contoh : karminum (merah), karamel (coklat), tinture croci (kuning).
d.
Corrigen solubilis : digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama. Contoh : iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.
e.
Pengawet : digunakan untuk mengawetkan obat. Contoh : asam benzoat, natrium benzoat, nipagin, nipasol. (Syamsuni, A. 2006)
Cara Pembuatan Larutan Secara Umum : 1.
Zat–zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.
2.
Zat–zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan. Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu masukkan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan digoyang-goyangkan sampai larut. Zat padat yang hendak dilarutkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu, mencegah jangan sampaai ada yang lengket pada Erlenmeyer.
73
Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil digoyang – goyang untuk menjaga pemanasan kelewat setempat. 3.
Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.
4.
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang– goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5.
Zat–zat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan atau dilarutkan secara dingin.
6.
Zat–zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan dinaskan serendah–rendahnya sambil digoyang–goyangkan.
7.
Obat–obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.
8.
Perlu
diperhatikan
bahwa
pemanasan
hanya
diperlukan
untuk
mempercepat larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab bila keadaan dingin maka akan terjadi endapan. (Anief, Moh. 2004. Halaman 99 – 101) Istilah-Istilah Kelarutan NO
1 2 3 4 5 6 7
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan satu bagian zat Sangat Mudah Larut <1 Mudah Larut 1 – 10 Larut 10 – 30 Agak Sukar Larut 30 – 100 Sukar Larut 100 – 1000 Sangat Sukar Larut 1000 – 10.000 Praktis Tidak Larut > 10.000 (Anonim b. 1995)
Evaluasi Sediaan Larutan 1. Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam. 74
2. Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>) Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Prosedur: Tuang isi perlahan-lahan dari tiap
wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume
yang
diukur
dan
telah
dikalibrasi,
secara
hati-hati
untuk
menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. (Voigt, R. 1995. )
2. Suspensi Definisi 1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh. 2004. Halaman 149 ) 2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bendtuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan 75
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. (Anonim a. 1979. Halaman 32 ) 3. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. (Syamsuni, A. 2006. Halaman 135 ) Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Macam-Macam Suspensi : 1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan pengaroma. 2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di permukaan kulit. 3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair yang di teteskan pada telinga. 4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata. 5. Suspensi ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa yang sesuai persyaratan suspensi steril. (Syamsuni, A. 2006)
Syarat-syarat Suspensi
Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang (Anonim b. 1995) 76
Bahan Tambahan A. Suspending Agent Macam-macam suspending agent Golongan GOM, meliputi : a. Akasia ( Pulvis Gummi Arabic = PGA ) Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum mucilagonya dalam pH 5-9. Akasia digunakan dengan kadar 35% yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia ini mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet. Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus dan ditambahkan air 1,5 kalinya dan diaduk sampai homogen. b. Chondrus (Karagen) Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat basa. Karagen merupakan derivat dari sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet. Cara
pembuatannya
yaitu
chondrus
dimasukkan
dalam
mortir,
ditambahkan air dan diaduk sampai homogen. c. Tragacantha Sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan. Mucilago tragacanth lebih kental dibanding PGA. Musilago tragacanth hanya baik sebagai statbilisator suspensi, tetapi bukan sebagai emulgator. Kadar yang digunakan sebagai suspending agent yaitu 2%. Cara pembuatannya yaitu Tragacanth 2% dimasukkan dimortir dan digerus, ditambahkan air 20 kali lebih banyak sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air. d. Solutio Gummi Arabic Cara pembuatannya Gummi Arabicum 10% dibuat dengan jalan membuat dahulu Mucilago Gummi Arabici dari gom yang tersedia dan kemudian mengencerkannya.
77
e. Benthonit Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit berbentuk mineral, kristal, tidak berbau, pucat/krim keabu-abuan, bubuk halus dan partikel 50-150 mm. f. Mucilago Saleb Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara pembuatannya yaitu dengan serbuk saleb 1% sebaiknya dengan serbuk yang telah dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara, dicuci dengan air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk saleb. Kemudian dikocok hingga massa menempel pada dinding botol, sir 20 kali hanya perlu dikira-kira. Tambahakn sisa air didih dan kocok sampai diperoleh mucilago. g. Solutio gummosa Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit. h. Solutio Gummosa Tenuis Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit. i. CMC-Na Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%. B. Bahan Pengawet a. Natrium Benzoat Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agak berbau benzoin, rasa manis dan asin yang kurang enak. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%. (Anonim b. 1995. Halaman 584 ) b. Propylis parabenum /Propil paraben /Nipasol Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-0,25%. (Anonim b. 1995. Halaman 713 ) 78
c. Butyl paraben /Buthylis parabenum Hablur halus tidak berwarna atau serbuk putih. Sangat sukar larut dalam air dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam etanol, dalam eter dan dalam propilen gilkol. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,1%. (Anonim b. 1995. Halaman 158 ) d. Etil paraben/ Ethylis - paraben Serbuk hablur putih kecil, tidak berwarna. Sukar larut dalam air dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam methanol, dalam eter dan dalam propilen gilkol.
C. Bahan Pewarna a.
Sunset yellow ( kuning )
b.
Tartazin ( kuning )
c.
Eritrosin ( merah )
d.
Klorofil ( hijau )
e.
Kurkumin ( kuning )
f.
Antosianin ( orange/merah )
D. Bahan Pengaroma a. Oleum Citri Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning pucat/kuning kehijauan, bau khas, rasa pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur dengan ethanol mutlak P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 ) b. Oleum Annamomi Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar berwarna kuning, bau dan rasa khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat kemerahan. Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol 70% P, opalesensi yang terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium klorida 0,02 N dan 50 ml air. (Anonim a. 1979. Halaman 454 )
79
c. Oleum Menthae Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629 )
E. Bahan Pembawa Aqua Destilata Cairan jernih, tidak berwarna, tidak punya rasa. Contoh resep : R/
Ichtyol
3
Sulf. Praccip
5
Pulv. Gumm. Arab 3 Camph
1
Aq. Calc Aq. Dest. Aa ad
100
s. u. e Aqua Calcis Contoh resep : R/
Ichtyol
3
Sulf. Praccip
5
Pulv. Gumm. Arab 3 Camph
1
Aq. Calcis Aq. Dest. Aa ad
100
s. u. e Aqua Foeniculi Contoh resep : R/
Magnesii Subcarbon
3
Sir. Rhei
45
Aq. Feeniculli ad
100
St. dd. cp. Pc
80
F. Pelarut Pembawa a. Benzal Chloridum Gel kental/potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya berbau aromatik lemah, larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat berbbusa dan biasanya sedikit alkali. Sangat mudah larut dalam air dan dalam ethanol bentol anhidrat mudah larut dalam benzena dan agak sukar larut dalam eter. (Anonim b. 1995. Halaman 130 ) b. Polietilen Glikol (PEG) Bentuk cair umumnya jernih berkabut, cairan kental, tidak berwarna/praktis tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah. Dapat larut dengan air, aseton, ethanol 95% kloroform, etilen glikol monoetil eter, etil asetat dan toluena. Tidak larut dalam eter dan dalam heksana. (Anonim b. 1995. Halaman 400 ) c. Glycerin Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus. Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemah dan dalam menguap. (Anonim b. 1995. Halaman 43 ) d. Propilen Glikol Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Tidak bercampur dengan reagen pengoksidasi seperti kalium permanganate. Kadar 0%,15% dan 3%. (Anonim b. 1995. Halaman 712 ) e. Docusate Sodium Putih, seperti lilin, rasa pahit, higroskoipis, plastik padat dengan karakteristik seperti bau alcohol. Kadar pengunaanya 0,01-1%. (Handbook Pharmaceutical Exipient Halaman 106 ) f. Poloxamer Putih, lilin, bebas granul. Konsnetrasi penggunaanya 0,01-5%.
81
Cara Pembuatan Suspensi 1. Metode Dispersi Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru di encerkan.
2. Metode Prestipitasi, Metode ini dilakukan dengan cara zat yang hendak didispersikan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di campur dengan air. (Syamsuni, A. 2006)
Sistem Pembentukan Suspensi 1. Sistem defukolasi, Partikel defukolasi mengendap perlahan akhirnya membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali. 2. Sistem flokulasi, Partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. (Syamsuni, A. 2006) Evaluasi Suspensi : 1. Organoleptis Digunakan untuk mengetahui karakteristik sediaan sus[ensi meliputi bau, warna, rasa, bentuk. Cara pengujian : Bentuk
Warna
Rasa*
Bau
Sediaan NB: * Tidak untuk sediaan topikal 2. Homogenitas Digunakan untuk mengetahui tingkat tercampurnya sediaan suspensi topikal secara merata ( menjadi satu ). Cara pengujian : ~ Dikocok sediaan suspensi topikal secara merata
82
3. Uji daya sebar Digunakan untuk mengetahui kemampuan menyebarnya suspensi topikal pada kulit. Cara pengujian : o Diambil sampel, letakkan sampel dipusat lempeng gelas. o Di atas lempeng gelas diberi beban 50 gram, amati. 4. Evaluasi laju sedimentasi Digunakan untuk mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspensi Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes dipengaruhi : -
Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi partikel ringan. Kerapatan pembawa mengambang menjadi sulit didistribusikan.
-
Diameter ukuran partikel semakin kecil ukuran maka kecepatan jatuhnya lebih kecil.
-
Viskositas medium pendispersi yaitu laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara menaikkan viskositas medium dispersi.
5.
Evaluasi volume terpindaahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089) Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Prosedur: Tuang isi perlahan-lahan dari tiap
wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90
% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan 83
pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. 6. Evaluasi volume sedimentasi Digunakan untuk perbandingan dari volume endapan yang terjadi terhadap volume awal ari suspensi sebelum mengendap setelah suspensi didiamkan. (Anief,1993:31 ) Cara pengujian :
Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala
Volume yang diisikan merupakan volume awal.
Setelah didiamkan beberapa waktu diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi volume akhir terhadap volume yang diukur.
Dihitung volume sedimentasi.
7. Evaluasi waktu redispersi Digunakan untuk mencampurnya zat aktif dengan pelarut. Cara pengujian : Kocok sediaan Suspensi didiamkan hingga mengendap Dikocok sampai homogen Dicatat waktunya. Waktu redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu maksiamal 30 detik.
84
Gambar 26. Perbedaan larutan, Suspensi dan Emulsi
3. Sirup Kering (Dry Syrup) Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa, harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air Keuntungan sirup kering dari pada sirup cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama. Contohnya : Amoksisilin, Ampicillin trihydrate “dry syrup”, ekivalen dengan 25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam jumlah air yang ditentukan.
85
Agar campuran setelah ditambah air membenuk disperse yang homogen, maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi. Pembuatan granulat supensi kering (metode granulasi) Komposisi suspensi sirup kering : -
Bahan pensuspensi
-
Pembasah
-
Pemanis
-
Pengawet
-
Penambah rasa aroma buffer
-
Pewarna
Evaluasi terhadap sirup kering : -
Penentuan ukuran partikel
-
Laju alir
Evaluasi terhadap suspensi cair : -
Volume sedimentasi
-
Penentuan pH
-
Penentuan Volume sedimentasi
-
Redispersi
-
Pengukuran kadar zat aktif
-
Viskositas (kekentalan)
Sifat Fisika Kimia Sirup 1. Viskositas Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai
gaya
yang
diperlukan
untuk
menggerakkan
secara
berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya. 86
Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu dipertahankan dalam batas tidak lebih dari 0,10C 2. Uji mudah tidaknya dituang Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang. 3. Uji Intensitas Warna Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama waktu tertentu. 4. Emulsi Definisi 1. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 ) 2. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )
87
3. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 ) 4. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 ) Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang
membentuk
butiran-butiran
kecil
dan
distabilkan
dengan
zat
pengemulsi/surfaktan yang cocok. Macam-macam emulsi : 1. Oral Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesantetesan kecil lebih mudah dicerna. 2. Topikal Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya
atau
jenis
efek
terapi
yang
dikehendaki.
Sediaan
yang
penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal. 3. Injeksi Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi. (Syamsuni, A. 2006) Tipe-tipe emulsi a. Tipe emulsi o/w (Oil in Water) atau m/a (Minyak dalam Air) : Emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.
88
b. Tipe emulsi w/o (Water in Oil ) atau a/m (Air dalam Minyak) : Emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal. (Syamsuni, A. 2006)
Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan a. Creaming Terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu bagian mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi kembali. b. Koalesensi dan cracking (breaking) Pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena : a.
Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH
b.
Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan
c.
Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
c. Inversi fase Peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau sebaliknya sifatnya irreversible.
Komponen emulsi A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri atas : 1.
Fase dispersi : zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.
2.
Fase pendispersi : zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung ) emulsi tersebut.
89
3.
Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. Contoh emulgator : Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM Tragacanth
: Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth
Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan Emulgator alam Kuning telur Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan digerus
dnegan
stemper
kuat-kuat,
setelah
itu
dimasukkan
minyaknya sedikit demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa. Adeps lanae Emulgator mineral Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan dipakai 1% Bentonit Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan Emulgator buatan/sintesis 1.
Tween Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween : a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak. b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak. c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti minyak. d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.
90
2.
Span
:
Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span : a.
Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40 c.
: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
B. Komponen Tambahan Yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.
Metode Pembuatan Emulsi 1.
Metode GOM kering 4:2:1 ~ GOM dicampur minyak sampai homogen ~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen
2.
Metode GOM basah ~ GOM dicampur dengan air sebagian ~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi
3.
Metode botol ~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok ~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok. (Ansel, Howard. 2005)
Stabilitas Emulsi Jika didiamkan tidak membentuk agregat Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.
Evaluasi Sediaan Emulsi 1.
Organoleptis Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam. 91
2.
Volume Terpindahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089) Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Prosedur: Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur
dan
telah
dikalibrasi,
secara
hati-hati
untuk
menghindarkan
pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90
% dari
volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. 3. Penentuan viskositas Dilakukan
terhadap
emulsi,
pengukuran
viskositas
dilakukan
dengan
viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm). 4. Daya hantar listrik Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam minyak. 5. Metode pengenceran Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya. 92
6. Metode percobaan cincin Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan. 7. Metode warna Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam contoh emulsi. Jika seluruh emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna larut Sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar. D. Pertanyaan -
Jelaskan cara membedakan tipe emulsi o/w atau w/o !
-
Jelaskan perbedaan suspense dengan tipe flokulasi dan deflokulasi !
-
Sebutkan perbedaan yang mendasar antara larutan, suspense, sirup kering dan emulsi !
E. Daftar Pustaka -
Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta
-
Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta
-
Handbook Of Pharmaceutical Exipient
-
Syamsuni,
A.
2006.
Ilmu
Resep.
Penerbit
Buku
Kedokteran
EGC:Jakarta. -
Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
-
Voigt, R. 1995. BukuPelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
-
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga: Jakarta.
-
Pharmakope Netherland V
93
BAB XII A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami bentuk sediaan farmasi semi-padat (semisolida). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami sediaan semipadat : -
Salep
-
Krim
-
Gel
C. Uraian Materi 1. Salep Definisi Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Salep adalah sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lender salep tidak boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras narkotika adalah 10 % (FI IV). Salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada kulit atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi, terlarut atau teremulasi. Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. (R. VOIGT) Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan terakhir bisanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung obat.
Gambar 27. Salep 94
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok : Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. a. Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antar lain vaselin putih dan salep putiih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci , tidak mengering dan tidak tmpak berubah dalam waktu lama. b. Dasar salep serap Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok ke 2 terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga dapat bermanfaat sebagai emolien. c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “krim” (lihat kremores). Dasar salep ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dikulit atau dilap basah, sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik.beberpa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjdi pada kelainan dermatologik. d. Dasar salep larut dalam air Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”.
95
Macam – Macam Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. secara umum salep dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu: 1. Salep berlemak Senyawa hidrokarbon dan malam juga diaggap termasuk lemak. Daya menyerap air dari basis adalah sebagai berikut: 100 bagian adeps lanae dapat menyerap air 200 bagian. 100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian. 100 bagian vaselinum dapat menyerap air 10 bagian. 100 bagian vaselinum dengan 5% cera dapat menyerap air 40 bagian 100 bagian vaselinum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 100 bagian. 100 bagian cetylicum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 30 bagian. 2. Pasta berlemak Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk).sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin, parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti glycerinum, mucilago atau sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit. 3. Salep pendingin Suatu salep yang mengadung tetes air yang relatif besar. Pada pemakaian pada kulit, tetes air akan menguap dan menyerap panas badan yang mengakibatkan rasa sejuk. 4. Krim (cremor) Krim
adalah
sediaan
setengah
padat
berupa
emulsi
kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk luar. 5. Mikstur gojog Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri air, glycerinum dan alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60% cairan.wadah yang digunakan adalah botol mulut lebar, sebelum dipakai digojog dulu.sebagai pensuspensi digunakan bentonit. 96
6. Pasta kering Suatu
pasta
bebas
lemak
mengandung
+
60%
zat
padat
(serbuk).Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep tertulis Ichthamolum atau Tumenol ammonium. Adanya zat tersebut akan menjadikan pasta menjadi encer. 7. Pasta pendingin Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan Salep Tiga Dara. Penggolongan Salep Menurut konsistensinya salep dapat dibagi: 1.
Unguenta salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
2.
Cream (krim) salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit , suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
3. Pasta salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi. 4. Cerata: salep berlemak yang mengandung
persentase lilin (wax)
yang tinggi
sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale). 5. Gelones/ spumae/ jelly salep yang lebih halus umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis,
biasanya terdiri atas campuran
sederhana dari minyakk dan lemak dengan titik lebur rendah. Contohnya: starch jellieas (10% amilum dengan air mendidih). Menurut sifat farmakologinya/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi : 1. Salep epidermis (epidermic ointhment; salep penutup) guna melindungi kuli dan menghasilkan efek
lokal, tidak diabsorpsi, kadang-
kadang ditambahkan antisseptik, astringensia untuk meredahkan rangsanagan
97
atau anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah dasar salep Senyawa hidrokarbon. 2. Salep endodermis salep yang bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak. 3. Salep diadermis salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona. Menurut dasar salep, salep dapat dibagi : 1. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya: campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam. 2. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air; biasanya dasar salep. Tipe M/A. Menurut formularium nasional (fornas) 1.
Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)
2.
Dasar salep 2 (dasar salep serap)
3.
Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air / dasar salep Emulsi M/A)
4.
Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air).
Syarat Dan Kualitas Bahan Dasar Salep 1) Stabil, selama
masih
dipakai
inkompatibilitas, stabil
mengobati.
Maka
salep
harus
bebas
dari
pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
98
2) Lunak, Yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi. 3) Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati. 4) Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan. Peraturan dan Prosedur Pembuatan Salep Aturan umum ialah: a) Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perluh dengan pemanasan rendah. b) Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebi dahulu diserbuk dan diayak dengan derajat ayakan no.100. c) Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan sebagian dasar saelep yang lain. d) Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai dingin. Zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam vaselin. Camphora, mentholum, phenolum,thymolum,dan guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.bila dasar saelp mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan 99
sebagian(+ sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep yaang lain. Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan ditambah dasar salep sedikit demi sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.(vanduin). Bila zat-zat tersebut bersama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit. a. Zat yang mudah larut dalam dasar salep Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat dilarutkan dalm air yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampurka dengan sebagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat dalam air terserap,baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep, digerus dan diaduk hingga homogen. Dasar salep yang tidak menyerap air antar lain ialah adeps lanae, unguentum simplex, hidrophilic ointment, dan dasar salep yang sudah mengandung air antara lain lanoline (25%), unguentum lanies(25%), unguentum cetylicum hidrosum,(40%). b. Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak no.100.setelah itu serbuk dicampur baik-baik dengan sama massa berat salep,atau dengan salah satu bahan dasar salep, bila perluh bahan dasar salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang ditambahkan sedikit demi sedikit sambi digerusdan diaduk hingga homogen. Utuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan,seperti cera flava, cera alba, cetylalcoholum dan paraffinum solidum tidak tersisa dari dasar salep yang cair atau yang lunak. Pembuatan salep dengan asam borat tidak diizinkan dengan pemanasan. Salep yang dibuat dengan peleburan Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai pengaduk digunakan batang gelas atau stapel kayu. Masa yang melekat pada dinding cawan dan stapel atau batang gelas selalu dilepas dengan kertas film. Bahan
100
salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai dingin. Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin. 1. Peraturan salep pertama Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan. 2. Peraturan salep kedua Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basia salepnya. 3. Peraturan salep ketiga Bahan-bahan yang sukar atau sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus diserbukkan lebih dahulu, kemudiaan diayak dengan pengayak NO. 60. 4. Peraturan salep keempat “Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai dingin”bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya haris dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya. Persyaratan Salep dapat mengandung bahan konservansia yang cocok. salep harus memiliki sifat yang homogen. pada saat dioleskan dengan tangan, tidak diperbolehkan terasa adanya bagian padat. Salep tidak boleh berbau tengik. Jika tidak dinyatakan lain, digunakan salep alkohol malam domba sebagai basis salap. Evaluasi Sediaan Salep 1. Uji bahan aktif Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji indeks bias, uji titik lebur, dan uji titik didih.
101
2. Homogenitas Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. 3. Daya serap air Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15-20°) secara terus menerus atau dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Evaluasi kuantitatif dari jumlah air yang diserap dilakukan melalui perbedaan bobot penimbangan (system mengandung air – sitem bebas air ) atau dengan penentuan kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan berubah,
jika
larutan
turut
digabungkan
didalamnya.
Dapat
menurunkan bilangan airnya. 4. Kandungan air Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dari salep. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air digunakan ukuran kehilangan masa maksimal (%) yang dihitung pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100 - 110°C) cara tersebut merupaka metode konvensional. Cara ini tidak dapat digunakan, jika bahan obat atau bahan pembantu ada yang menguap (minyak atsiri, fenol dan sebagainya). 5. Konsistensi Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti, melainkan hanya sebuah cara, untuk mengkarakterisasikan sifat berulang, seperti sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode berikut, penetrometer. 6. Penyebaran Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit. Penentuanya dilakukan dengan extensometer.
102
7. Ukuran partikel Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel dalam salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan serbuk halus atau serbuk yang sangat halus. Pada salep mata suspense harus diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat, meskipun berbagai farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya berbeda-beda. 3. Gel Definisi Gel -
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
-
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
-
Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
Penggolongan Gel Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu: 1.
Gel sistem dua fase Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadat
jika
dibiarkan
dan
menjadi
cair
pada
pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
103
2.
Gel sistem fase tunggal Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam misanya tragakan.
Keuntungan dan Kekurangan Gel Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 : 1.
Keuntungan sediaan gel Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
2.
Kekurangan sediaan gel Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti: 1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular. 2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria. 3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut. 4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
104
Sifat dan Karakteristik Gel Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut: 1.
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
2.
Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.
3.
Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
4.
Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
5.
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
6.
Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2 hal 497): 1.
Swelling Gel
dapat
mengembang
karena
komponen
pembentuk
gel
dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang. 2.
Sineresis Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu 105
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel. 3.
Efek suhu Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk
gel. Fenomena
pembentukan gel
atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. 4.
Efek elektrolit Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5.
Elastisitas dan rigiditas Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6.
Rheologi Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran. 106
Komponen Gel Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan. Disetiap sedian gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini: 1. Gelling Agent. Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral. 2. Bahan tambahan a. Pengawet Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent. b. Penambahan bahan higroskopis Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %. c. Chelating agent Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya : EDTA. Evaluasi Sediaan Gel : 1.
Organoleptis Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
107
2.
Homogenitas Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikelpartikel kecil yang tidak terdispersi sempurna.
3.
Evaluasi pH Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
4.
Evaluasi daya sebar Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).
3. Krim Definisi Krim -
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)
-
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV hal. 6)
-
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (Formularium Nasional)
-
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). (Ilmu Resep hal. 74) 108
Penggolongan Krim Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum. Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”. Cara Pembuatan Krim Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim. Kelebihan dan Kekurangan Krim Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu: a. Mudah menyebar rata. b. Praktis. c. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam air). d. Cara kerja langsung pada jaringan setempat. 109
e. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air). f. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien. g. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak. h. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak). i.
Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
j.
Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan deodorant.
k. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit berminyak. Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu: a.
Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak) karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
b.
Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
c.
Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
d.
Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
e.
Pembuatannya harus secara aseptik.
Evaluasi Sediaan Krim 1. Evaluasi Fisik Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis: alirkan diatas kaca. Konsistensi tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah di oleskan. Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi atau rheologi dipengaruhi suhu: sediaan non-newton dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik. Bau dan warna untuk
110
melihat terjadinya perubahan fase. pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektivitas pengawet dan keadaan kulit. 2. Evaluasi Kimia Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain. 3. Evaluasi Biologi Kontaminasi Mikroba Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang parah juga harus steril. Potensi Zat Aktif Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal.
D. Pertanyaan -
Apa perbedaan antara krim, gel dan salep !
-
Sebutkan contoh salep !
-
Pada sediaan gel sering menggunakan pengawet, apa kegunaan pengawet dalam formula tersebut?
E. Daftar Pustaka -
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press
-
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
-
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
-
Pharmacopee Ned edisi V
-
Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan
-
Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press
-
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press
-
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
-
Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta: Soeroengan
-
Anonim. Farmakope Herbal
-
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Pres
111
BAB XIII A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami aspek-aspek CPOB C. Uraian Materi Definisi CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 Adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
dan
sesuai
dengan
tujuan
penggunaannya. Intinya CPOB merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan CPOB atau GMP. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB adalah Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB dijabarkan menjadi beberapa aspek/ruang lingkup dan ditambahkan dengan beberapa Aneks sebagai tambahan/penjelasan lanjutan dari CPOB itu sendiri. Industri farmasi di Indonesia, baik Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Pemilik Modal Asing (PMA) harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam setiap aktifitas pembuatan produknya. Hal ini sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor:
43/MENKES/SK/II/1998 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Dalam perkembanganya, pedoman CPOB mengalami beberapa kali perubahan dari tahun 2001, 2006 dan yang terbaru adalah 2012. Pemerintah 112
juga mengeluarkan Petunjuk Operasional dan Suplemen CPOB untuk memperkuat penerapannya dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Dibawah ini merupakan alasan kenapa industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam membuat produk yang dihasilkan, diantaranya adalah: 1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. 2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. 3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja. Namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Aspek dan Ruang Lingkup CPOB tahun 2006 : 1. Manajemen mutu 2. Personalia 3. Bangunan dan fasilitas 4. Peralatan 5. Sanitasi dan higiene 6. Produksi 7. Pengawasan mutu 8. Inspeksi diri dan audit mutu 9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian 10. Dokumentasi 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak 12. Kualifikasi dan validasi
113
Adapun Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012 : 1. Manajemen mutu 2. Personalia 3. Bangunan dan fasilitas 4. Peralatan 5. Sanitasi dan higiene 6. Produksi 7. Pengawasan mutu 8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok 9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk 10. Dokumentasi 11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak 12. Kualifikasi dan Validasi Aneks CPOB tahun 2006 Aneks 1 : Pembuatan produk steril Aneks 2 : Produksi produk biologi Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (Aerosol) Aneks 5 : Pembuatan produk darah Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis Aneks 7 : Sistem komputerisasi
Aneks CPOB tahun 2012 : Aneks 1 : Pembuatan produk steril Aneks 2 : pembuatan obat produk biologi Aneks 3 : pembuatan gas medisinal Aneks 4 : pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (aerosol) Aneks 5 : pembuatan produk dari darah atau plasma manusia Aneks 6 : pembuatan obat investigasi untuk uji klinis Aneks 7 : sistem komputerisasi Aneks 8 : cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik Aneks 9 : pembuatan radiofarmaka Aneks 10 : penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat 114
Aneks 11 : sampel pembanding dan sampel pertinggal Aneks 12 : cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik Aneks 13 : pelulusan parametris Aneks 14 : manajemen risiko mutu
CPOB : 1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. 2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk kedalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. 3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang terkendali dan di pantau secara cermat. 4. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan penggunanya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan dan di capai. 5. Otoritas pengawasan Obat hendaklah menggunakan Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman ini. 6. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagaiu dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan. 7. Selain aspek umum yang tercakup di dalam pedoman ini, dipadukan juga serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk industri farmasi yang aktifitasnya berkaitan.
115
8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang digunakan manusia. 9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang memenuhi prinsip pedoman ini. Pedoman (CPOB) ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangnan konsep baru atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum dalam Pedoman ini. Konsep dasar Pemastian Mutu COPB dan Pengawasan mutu adalah aspek manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur –unsur tersebut dalam produksi dan pengendalian obat. PEMASTIAN MUTU Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai engan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan obat. Sistem Pemastian Mutu yang benar tepat bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa :
Desain
dan
pengembangan
obat
dilakukan
dengan
cara
yang
memperhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboaturium yang Baik
Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB di terapkan.
Tanggung jawab menejerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan
Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal, bahan pengemas yang benar. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (in-process control) lain serta validasi yang diperlukan
116
Pengkajian
terhadap
pengemasaan
dan
semua
dokumen
pengujian
bets
yang
dilakukan
terkait
dengan
sebelum
proses
memberikan
pengesahaan pelulusan untuk distribusi penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan atau pengawasan selamaproses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dan spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasaan akhir
Obat tidak di jual atau tidak di pasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk .
Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin
produk
disimpan,
didistribusikan
dan
selanjutnya
ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
Tersedia prosedur inspeksi diri dan /atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu
Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahaan yang berdampak pada mutu produk
Prosedur pengolahaan ulang, evaluasi dan di setujui dan
Evaluasi mutu produk berkala dilakukan verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CBOP) CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan pengguanaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah :
117
Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas sistematis
berdasarkan
pengalam
terbukti
mampu
dikaji secara
secara
konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan
Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi
Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk ; o Personil yang terkualifikasi dan terlatih o Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi o Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai o Bahan, wadah label yang benar o Prosedur dan instruksi yang disetujui o Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang jelas , tidak bermakana ganda , dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia
Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar
Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat
pencatat selama
pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan
benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di investigasi.
Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di akses
Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap mutu obat
Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran
Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
118
PENGAWASAN MUTU / QUALITY CONTROL Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel,
spesifikasi
dan
pengujian,
serta
dengan
organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang telah diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa :
Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB
Pengambilan
sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara
produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang di setujui oleh Pengawas Mutu
Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu )
Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat
kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam
119
pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.
Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.
PENGKAJIAN MUTU PRODUK Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar,termasuk produk ekspor,dengan tujuan untuk membuktikan konsentrasi proses,kesesuaian dari spesifikasi bahan awal , bahhan pengemas dan obat jadi , untuk melihat trend an mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan utuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya
dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit :
Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru
Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian obat jadi
Kajian terhadap semua bets
yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan
Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan
Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode Analisa
Kajian terhadap
variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registerasi untuk produk ekspor
Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak diinginkan
Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan
Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya 120
Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan persetujuan
pendaftaran
dan obat
dengan persetujuan
pendaftaran variasi
Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara (HVAC), air, gas bertekanan , dan lain lain dan
Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date
Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan lain-lain. Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada suatu kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan kajian uutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan pemilik persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan hemat. Tujuan Penerapan CPOB di Industri Farmasi 1. CPOB
bertujuan
untuk
menjamin
bahwa
obat
dibuat
secara
konsisten,memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. 2. Memberikan perlindungan kepada konsumen agar yang terjamin mutunya.
121
selalu memperoleh obat
10 prinsip pada pelaksanaan CPOB 1. Setiap
kegiatan
hanya
dilakukan
berdasarkan
instruksi
tertulis
(dokumentasi). 2. Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan awal yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai. 3. Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan untuk digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik. 4. Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan dan proses pembuatan. 5. Karyawan,baik lainnya,harus
karyawan mengenakan
produksi pakaian
maupun dan
karyawan
penunjang
perlengkapan
yang
dipersyaratkan,terawasi dengan baik, terlatih dengan baik. 6. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan tepat dan teliti. 7. Pencemaran bahan, harus dicegah. 8. Hanya bahan awal yang telah ditentukan saja yang bisa dicampur. 9. Pada setiap tahap produksi, semuanya harus diberi label. 10. Pada setiap tahap kegiatan harus dicatat(direkam), catatan harus disimpan dengan baik. D. Pertanyaan -
Apa tujuan semua industri farmasi diwajibkan menerapkan CPOB ?
-
Sebutkan perbedaan CPOB 2006 dengan CPOB 2012 !
-
Bagaimana jika suatu industry farmasi tidak menerapkan CPOB ?
E. Daftar Pustaka -
Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2006
-
Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2012
122