BAB II KAJIAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR ANAK TUNARUNGU 1. Pengertian Anak Tunarungu Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna berarti kekurangan atau ketidakmampuan dan rungu berarti mendengar. Jadi istilah tunarungu dapat diartikan sebagai kekurangmampuan atau ketidak mampuan untuk mendengar. Seperti yang diutarakan Somantri (2006:93) bahwa “Tunarungu dapat
diartikan
sebagai
suatu
keadaan
kehilangan
pendengaran
yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan bunyi melalui indera pendengarannya”. Mufti Salim dalam (Somantri, 2006: 93) mengemukakan bahwa: Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Dari ketidakmampuan anak tunarungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tunarungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang yang mendengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari. Ketunarunguan tidak saja terbatas pada kehilangan pendengaran sangat berat melainkan juga mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat
10
11
ringan, sedang, berat dan sangat berat. Dengan hilangnya fungsi pendengaran, anak tunarungu mengalami hambatan dalam menerima informasi yang datang melalui indera pendengaran sehingga membawa dampak pada perkembangan kemampuan berbahasa lisan maupun tulisan.
2. Klasifikasi Anak Tunarungu Menurut Samuel A. Kirk dalam Somad dan Herawati (1996 : 29) bahwa klasifikasi anak tunarungu adalah sebagai berikut: a. 0 dB b. 0-26 dB c.
d.
e.
f.
g.
: menunjukkan pendengaran yang optimal : menunjukkan bahwa seseorang masih mempunyai pendengaran yang normal 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyian yang jauh, membutuhkan tempat strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tunarungu ringan). 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tunarungu sedang) 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih memiliki sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan mengunakan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu agak berat). 71-90 dB : hanya bias mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang dianggap tuli membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat). 91 dB ke atas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak tergantung pada penglihatan dari pada pendengaran proses penerimaan informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli (tunarungu berat sekali)
3. Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi
12
anak. Akibat ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan intelegensi anak tunarungu. Kerendahan tingkat intelegensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Aspek intelegensi yang bersumber dari penglihatan dan yang berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat. Menurut Cruickshank dalam Somantri (2006 : 97) mengemukakan bahwa “Anak-anak tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadangkadang tampak terbelakang”. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami anak tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental serta dorongan dari lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan itu.
4. Dampak Ketunarunguan terhadap Ingatan Dampak dari ketunarunguan mempengaruhi anak tunarungu terhadap berbagai aspek kehidupannya baik itu bahasa, pemahaman dan daya ingat. Daya ingat merupakan bagian dari kognitif yang tidak kalah penting dengan kemampuan bahasa karena dengan seseorang memiliki kemampuan mengingat yang baik, anak mampu mengingat informasi baru yang anak lihat maupun dengar sebagai pengalaman baru. Khusus pada anak tunarungu informasi yang diterima
13
cenderung bersifat visual, hal ini dapat dimengerti apabila ditinjau dari kondisi anak tunarungu itu sendiri. Dengan demikian menyebabkan informasi yang diterima tidak semuanya mampu diingat secara menyeluruh, informasi yang bersifat konkret/nyatalah yang mampu diingat.
5. Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Anak Tunarungu Menurut Depdiknas (1984) dalam (www.ditplb.com:2003) kebutuhan dan layanan Anak Tunarungu ialah sebagai berikut: a. Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis. b. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama. c. Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem sgregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus. d. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
14
e. Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsipprinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua anak berhak untuk mendapat
pendidikan
khususnya
anak
tunarungu.
Sangatlah
penting
memperbolehkan anak tunarungu untuk mengembangkan kecakapan komunikasi dengan anak lain yang dengan dan tanpa tunarungu. Memasukkan anak tunarungu di sekolah akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, khususnya dengan belajar membaca dan menulis, hal ini sering dapat menjadi satu cara mereka berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengetahui bahasa isyarat atau mengerti bicara mereka. Banyak anak yang memerlukan bantuan untuk belajar hal yang sulit. Anak tunarungu sering kali memerlukan ekstra bantuan untuk belajar kecakapan seperti membaca dan menulis. Oleh karena itu diperlukan peran orang tua, sekolah dan masyarakat bekerja sama untuk menunjang pendidikan yang layak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak tunarungu.
15
B. KEMAMPUAN INGATAN VISUAL 1. Pengertian Ingatan Seiring dengan kehidupan manusia yang tidak pernah statis, begitu banyak kejadian-kejadian yang terjadi, pengalaman hidup dan ilmu yang tidak jarang memerlukan kekuatan daya ingat. Apabila ditelaah lebih dalam kemampuan mengingat ini merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Ingatan merupakan kumpulan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran inderawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit dan unik diseluruh bagian otak (Kapadia, 2006:6). Lani Bunawan (2000:18) menyatakan bahwa: Ingatan merupakan suatu proses perolehan informasi yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang dalam melaksanakan tugas pemecahan masalah. Proses ini terdiri dari suatu rangkaian yang dimulai dari menangkap informasi, menyimpan dan mengungkapkannya kembali. Menurut Lachman dan Butterfield (http://bintangbangsaku.org) ingatan adalah suatu aktivitas kognitif yang melibatkan pengelolaan informasi sepanjang waktu. Menurut Abdurrahman. M (2003:175) “ingatan atau memori merupakan salah satu elemen penting dari kognisi dan juga memori tersebut memiliki peran yang besar dalam pencapaian prestasi belajar akademik”. Berdasarkan dari beberapa definisi ingatan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ingatan adalah aktivitas kognitif yang dihasilkan karena adanya reaksi elektrokimia yang rumit yang diakibatkan oleh masuknya informasi melalui alat indera dan diproses di otak dari suatu rangkaian yang dimulai dari proses
16
menangkap, menyimpan dan mengungkapkan kembali untuk disimpan di dalam otak, sehingga informasi yang masuk dapat disimpan sepanjang waktu. Berdasarkan pengelompokannya, ingatan atau memori dibagi menjadi dua macam yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Ingatan jangka panjang akan terjadi jika ada pengulangan atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan ingatan jangka pendek dapat diukur dengan menyuruh anak mengamati objek-objek visual dalam waktu singkat, misalnya 20 detik, dan selanjutnya anak diminta untuk mengingat kembali objek-objek yang baru saja dilihatnya itu.
2. Pengertian Ingatan Visual Menurut Soedibjo (dalam, http://www.blueframe.com:2008) daya ingat visual secara khusus mengingat atau merekam hal-hal yang sifatnya mengarah pada daya tarik mata saja, seperti warna, keadaan, tempat, suasana dan sebagainya. Ingatan visual merupakan bagian indera yang memiliki beberapa karakteristik yang disebut sebagai pengalaman visual. Otak sanggup menyimpan informasi dalam memori seperti objek, tempat, hewan atau manusia dalam bentuk gambar. Dari definisi di atas maka jelaslah bahwa ingatan visual merupakan daya ingat yang khusus sifatnya merekam hal-hal yang mengarah pada daya tarik mata dan menciptakan gambar-mental dalam pikiran untuk kemudian mewujudkannya dalam bentuk gambar atau benda secara nyata. Oleh karena itu, peran indera
17
visual pada anak tunarungu sangat penting dalam membantu mendapatkan informasi dengan dibantu oleh latihan dan media yang tepat untuk memperkuat ingatan visualnya.
C. KONSEP PERMAINAN PUZZLE TANGKAI 1. Pengertian Permainan Mainan (toy) merupakan suatu obyek untuk dimainkan (play). Bermain (play) sendiri dapat diartikan sebagai interaksi dengan orang, hewan, atau barang (mainan) dalam konteks pembelajaran (learning) atau rekreasi. Mainan (toy) dan bermain (play) merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran mengenal dunia dan tumbuh dewasa. Seorang anak menggunakan mainan untuk menemukan identitas, membantu tubuh menjadi kuat, mempejalari sebab dan akibat, mengembangkan hubungan, dan mempraktekkan kemampuan mereka. Mainan lebih dari sekedar bersenang-senang, karena mainan dapat digunakan untuk mempengaruhi aspek kehidupan. (http://www.ceriacerdas.com). Mainan memberikan hiburan sembari juga memberikan peran mendidik. Mainan mengembangkan perilaku kognitif dan merangsang kreativitas. Mainan juga mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang pastinya diperlukan di kemudian hari oleh anak. Mainan untuk anak biasanya menggunakan suara, warna cerah, dan tekstur yang unik. Melalui bermain dengan mainan, bayi mulai mengenali bentuk dan warna. Mainan edukasi (educational toys) untuk anak biasanya mengandung puzzle, teknik pemecahan masalah, atau persamaan matematika. Yang perlu
18
diingat adalah tidak semua mainan sesuai untuk semua umur anak. Beberapa mainan dikhususkan untuk anak dengan rentang umur tertentu, yang tidak memberikan hasil baik atau bahkan bisa merusak perkembangan anak pada rentang umur yang berbeda. Bermain sangat penting bagi anak sebab bermain adalah bekerja bagi anak. Dunia anak adalah dunia bermain dan belajar yang bersifat paling alami adalah bermain.
Anak
mendapat
bermacam-macam
pengetahuan
dari
bermain.
Contohnya dengan bermain sebagai seorang dokter, anak bisa meniru menjadi dokter dengan memeriksa pasien, dengan begitu anak dapat mengenal sebuah profesi dan dapat mengatasi ketegangan dan ketakutan terhadap dokter. Beberapa manfaat bermain adalah melatih fisik, kecerdasan dan ketangkasan otak. Dengan bermain, anak diberi kesempatan untuk menyelesaikan kesulitan dengan kemampuan sendiri. 2. Puzzle Tangkai Puzzle merupakan sarana menarik untuk belajar tentang bentuk, warna, dan hubungan benda-benda. Yang termasuk puzzle adalah berbagai benda tiga dimensi yang bisa dibongkar-pasang oleh anak. Meskipun anak yang masih kecil memerlukan puzzle sederhana yang terdiri dari tiga atau empat keping besar, anak-anak usia empat atau lima tahun sering kali sudah mampu menyelesaikan puzzle yang terdiri dari lebih dari dua puluh lima keping. Rasa puas yang dialami anak karena mampu memecahkan masalah merupakan salah satu manfaat puzzle. Selain itu, bermain dengan puzzle juga mempertajam persepsi anak tentang gambar, warna, dan benda-benda.( http://pepak.sabda.org/pustaka/081740/).
19
Puzzle tangkai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah membuat suatu puzzle yang bahannya berasal dari beberapa tangkai es krim dan dikombinasikan dengan gambar-gambar objek/benda baik yang ada di sekitar lingkungan anak ataupun gambar objek yang belum pernah dilihat oleh anak pada tiap tangkainya dengan warna-warna yang cerah agar menarik minat anak, sehingga apabila tangkai-tangkai tersebut disusun dengan benar maka akan diketahui gambar objek yang dimaksud. Melalui permainan ini, anak-anak dapat belajar bahwa suatu benda/objek tersusun dari bagian-bagian kecil. Permainan ini mendorong anak dalam mengidentifikasi benda/objek. Menurut Umikayvan (2009:32-33) bahan-bahan dan petunjuk permainan puzzle tangkai ialah sebagai berikut: a. Bahan-bahan permainan puzzle tangkai: 1) Tangkai es krim/loli tongkat 2) Selotip atau doubletip 3) Gambar-gambar binatang 4) Lem Gambar 2.1 Gambar Media Puzzle Tangkai
20
b. Petunjuk permainan: Untuk bermain puzzle ini, tahapannya: 1) Letakkan empat atau lima tangkai berhimpitan satu sama lain seolah-olah membuat rakit. Kemudian rekatkan menggunakan selotip agar tidak mudah terpisah. Buatlah gambar menggunakan pensil warna atau spidol, atau gambar sederhana yang meliputi semua tangkai-tangkai tersebut. 2) Berikutnya, lepaskan selotip pada bagian belakang tangkai yang direkat. Lalu, berikan kepada anak. Jelaskan bahwa ia perlu meletakan kembali tangkai itu besama-sama untuk menyusun ulang gambarnya. 3) Sebagai alternatif, kita bisa menempelkan gambar-gambar dari majalah pada tangkai tersebut. Kemudian pisahkan tangkai-tangkai yang telah ditempeli gambar majalah dengan gunting atau pisau. Gunakan lebih banyak lagi tangkai untuk membuat puzzle yang lebih besar. Gambar dapat dipertahankan
sederhana
atau
diperumit
dan
disesuaikan
dengan
kemampuan anak. c. Manfaat Permainan Puzzle Beberapa manfaat bermain puzzle ialah sebagai berikut: 1) Mengasah otak Puzzle adalah cara yang bagus untuk mengasah otak anak, melatih sel-sel nya dan memecahkan masalah. 2) Melatih koordinasi mata dan tangan Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak. Anak
harus
mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu
21
gambar. Permainan ini membantu anak mengenal bentuk dan ini merupakan langkah penting menuju pengembangan ketrampilan membaca. 3) Melatih Logika Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar manusia. Anak dilatih menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika. 4) Melatih kesabaran Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan waktu untuk berfikir dalam menyelesaikan tantangan. 5) Memperluas pengetahuan Dari puzzle anak akan belajar, misalnya puzzle tentang warna dan bentuk. Anak dapat belajar tentang warna warna dan bentuk yang ada. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya lebih mengesankan bagi anak dibanding dengan pengetahuan yang di hafalkan. Anak juga dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, jenis buah alphabet dan lain lain. Tetapi tentunya harus dengan bantuan ibu atau orang lain yang mendampinginya bermain. (http://rumah-aliya.blogspot.com/2008/05/101)
D. PENELITIAN YANG RELEVAN Sebagai bahan pertimbangan berikut ini adalah hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan menguatkan asumsi penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:
22
1. Hasil penelitian Ilham Nur Iman, (2009), skripsi: “Pengaruh Latihan Identifikasi Objek Terahadap Kemampuan Ingatan Visual Pada Anak Tunarungu”. Temuan yang didapat adalah latihan identifikasi objek dengan menggunakan media gambar dua dimensi berpengaruh cukup signifikan dalam kemampuan ingatan visual anak tunarungu. 2. Hasil penelitian Penti R, (2008), skripsi: “Penerapan Pendekatan Multisensori dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Bacaan Sholat pada Anak Tunarungu”. Temuan yang didapat adalah melalui pendekatan multisensory dapat meningkatkan dan melatih kemampuan menghafal khususnya pada bacaan sholat. 3. Hasil penelitian Nina Sri Narendra, (2009), skripsi: “Pengaruh Permainan Kartu Kata Terhadap Pengenalan Kosakata Pada Anak Tunarungu Kelas D1 SLB B Silih Asih Bandung”. Temuan yang didapat adalah dengan permainan kartu kata dapat memberikan pengaruh positif dalam pengenalan kosakata pada anak tunarungu.
E. KERANGKA BERPIKIR Anak tunarungu mengalami gangguan dalam fungsi pendengaran, Karena ketunarunguannya anak tidak bisa berkomunikasi dengan lingkungannya, namun mereka selalu berupaya untuk mendapatkan informasi, salah satunya dengan indera visual yaitu mata. Sehingga dalam memberikan pembelajaran bagi anak tunarungu, materi harus dibuat agar dapat dipahami secara visual. Penggunaan materi pembelajaran yang tepat dan didukung oleh media pembelajaran yang
23
menarik
dalam
mengidentifikasi
objek
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan ingatan visual. Dalam mengidentifikasi objek yang harus dilakukan oleh anak mengenali benda yang ada disekitarnya secara berulang-ulang. Dalam mengidentifikasi objek terdapat muatan-muatan yang berkaitan dengan kemampuan mengingat dengan melalui indera visual diantaranya memanggil informasi, pengkodean, dilakukan secara berulang-ulang, pengamatan, konsentrasi, adanya suatu niat dalam mengingat. Oleh karena itu dengan adanya permainan puzzle tangkai ini anak dapat belajar mengamati bentuk, warna gambar objek/benda yang ada pada puzzle tangkai dan melatih konsentrasi anak pada saat menyusun puzzle tangkai tersebut. Dengan
demikian
penggunaan
permainan
puzzle
tangkai
dalam
mengidentifikasi objek diharapkan adanya pengaruh antara puzzle tangkai dalam mengidentifikasi objek dengan kemampuan ingatan visual.